Skripsi ini membahas pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa SMP. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa melalui pendekatan CTL."
Similar to PROPOSAL_PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP (20)
PROPOSAL_PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP
1. PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
(CTL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN
DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP
Skripsi
Oleh:
Oni Marani
1810205011
Pembimbing 1:
Rahmi Putri, M.Pd
Pembimbing 2:
Reri Seprina Anggraini, M.Pd
MAHASISWA JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAIN) KERINCI
2021
2. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki
peranan penting dalam pembelajaran. Matematika ialah ilmu universal
sebab digunakan diberbagai disiplin ilmu. Bukan hanya itu, matematika
sangat dibutuhkan dalam kehidupan (Rahayu, 2019). Matematika
menuntut seseorang untuk dapat berlatih menggunakan pikirannya secara
logis, analitis, sistematis, kritis, serta kreatif, dan memiliki keahlian
bekerjasama yang baik dalam menyelesaikan suatu permasalahan
(Maitiara, 2015). Sehingga dengan matematika siswa dapat
menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada baik dalam pelajaran
disekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan dalam pembelajaran matematika yang diajarkan di
sekolah sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2014 salah
satunya yaitu peserta didik dapat memecahkan masalah dengan
menggunakan kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
untuk memecahkan suatu masalah (Permendikbud, 2014). Sedangkan
tujuan ideal dalam pembelajaran matematika yaitu agar peserta didik dapat
memecahkan masalah yang dihadapi dengan penalaran dan kajian ilmiah
(Maitiara, 2015). Pemecahan masalah bukanlah hanya sekedar tujuan dari
belajar matematika tetapi juga merupakan alat untuk menyelesaikan
3. 2
permasalahan serta merupakan keterampilan yang akan dibawa pada
masalah keseharian siswa atau situasi dalam pembuatan keputusan secara
baik dalam kehidupannya (Wahyudin, 2013).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah penting dimiliki siswa, karena dengan kemampuan
pemecahan masalah siswa dapat meningkatkan daya analisis dalam
mengambil keputusan yang dapat membantu menyelesaikan persoalan-
persoalan diberbagai situasi. Kemampuan pemecahan masalah merupakan
pilar utama dalam pembelajaran matematika (Asmara, 2016). Namun
kenyataan disekolah menunjukkan bahwa kemampuan siswa SMP dalam
pemecahan masalah matematis masih rendah. Hal ini terbukti dari hasil
survey kemampuan pemecahan masalah tahun 2015 survei dari PISA
(Programme for International Student Assesment) didapati Indonesia
berada pada posisi ke- 62 dari 70 negara peserta (Nuraidah et al. 2018).
Jika siswa menguasai kemampuan pemecahan masalah maka akan
terlihat dari sikapnya. Dalam hal ini sikap yang dimaksud adalah disposisi
berupa kegigihan dan ketekunan siswa dalam memecahkan suatu
permasalahan (Mayratih et al, 2019). Hal ini berarti jika terdapat
peningkatan kemampuan pemecahan masalah maka akan terlihat pada
disposisi matematis yang positif.
Berdasarkan penelitian National Council Of Teacher Of
Mathematics pada tahun 1989 menyatakan disposisi matematis adalah
keterkaitan serta apresiasi terhadap matematika dengan kecenderungan
4. 3
untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang positif (Asmara, 2016).
Disposisi matematis juga merupakan suatu sikap individu terhadap cara
pandang dalam pembelajaran matematika, yang akan menampilkan sikap
rasa ingin tahu, percaya diri, tekun dan berminat terhadap matematika.
Dalam proses pembelajaran disposisi matematis dapat diamati ketika siswa
berdiskusi kelompok (Mayratih et al, 2019). Siswa yang memiliki
disposisi tinggi cenderung mengemukakan ide pemikiran atas solusi
pemecahan masalah yang disajikan guru dan berusaha mempertahankan
ide pemikirannya dengan asumsi yang telah dikonstruksikannya secara
logis.
Salah satu indikator disposisi matematis yaitu fleksibel yang
merupakan indikator untuk mengetahui pandangan siswa atas strategi
dalam menyelesaikan suatu masalah matematika, dimana terlihat
kebiasaan siswa dalam mengerjakan atau mencari solusi atas masalah yang
dihadapi. Indikator ini memiliki hubungan dengan indikator kemampuan
pemecahan masalah yaitu menentukan strategi penyelesaian dimana soal
pemecahan masalah berupa permasalahan non rutin yang menuntut siswa
fleksibel dalam menentukan strategi pemecahan masalah (Mayratih, Leton,
Uskono, 2019). Kebiasaan siswa yang sering dihadapkan pada soal rutin
saat dihadapkan dengan soal nonrutin menjadi bingung dan tidak tahu
penyelesaian masalahnya kerena telah menjadi kebiasaan siswa untuk
mengerjakan soal rutin.
5. 4
Kebiasaan siswa terhadap soal rutin menunjukkan masih
rendahnya keterampilan siswa dalam menerapkan kemampuan pemecahan
masalah ditambah dengan kurang kuatnya pemahaman konsep materi yang
diterima sebelumnya. Hal tersebut yang menjadi kendala bagi siswa dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah, dan sebelum memulai pelajaran
siswa sudah langsung berpikir kalau pelajaran matematika itu sulit. Hal itu
juga yang menjadi penyebab siswa tidak memiliki sikap percaya diri,
gigih, ulet serta kurangnya minat dan motivasi siswa untuk mempelajari
kembali atau mencari sumber-sumber lain yang relevan terkait dengan
materi matematika (Maitiara, 2015). Sehingga Kurangnya minat dan
motivasi siswa menyebabkan disposisi matematis rendah .
Kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa
yang rendah juga ditemukan di SMP N 9 Sungai Penuh. Hal ini sejalan
dengan hasil observasi yang telah dilakukan selama kegiatan praktek
lapangan, berdasarkan tes kemampuan pemecahan masalah pada siswa
kelas VIIIA SMPN 9 Sungai Penuh yang terdiri dari 25 siswa hanya 2
orang siswa yang menjawab soal hampir benar serta hanya 1 orang saja
yang menjawab benar pada soal tes yang memerlukan kemampuan
pemecahan masalah. Berikut soal tes kemampuan pemecahan masalah
siswa menurut (Sidiq, 2019) :
“Selvi naik taksi dari Kota A ke Kota B yang berjarak 9 kilometer.
Besarnya argo taksi adalah Rp 8.000,00 untuk 1 kilometer pertama,
6. 5
kemudian bertambah Rp700,00 tiap 100 meter selanjutnya. Besarnya
ongkos taksi yang harus dibayar Selvi adalah?”
Salah satu jawaban siswa yaitu:
Gambar 1. Jawaban siswa untuk pemecahan masalah
Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa siswa belum sepenuhnya
mampu memahami masalah. Siswa belum mengerti apa yang ditanyakan
dan belum bisa mengidentifikasikan semua informasi yang ada pada soal.
Siswa memilih strategi yang kurang tepat dalam mengerjakan soal,
sehingga mendapatkan penyelesaian yang salah. Ketidakmampuan siswa
menyelesaikan masalah dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa.
Selain kemampuan pemecahan masalah matematis yang rendah,
berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 27 September 2021 terlihat
bahwa disposisi matematis siswa masih rendah, siswa juga belum
memiliki sikap positif terhadap matematika. Terlihat bahwa siswa tidak
memiliki ketertarikan terhadap pembelajaran matematika. Siswa juga tidak
7. 6
antusias dalam belajar matematika maupun dalam menyelesaikan tugas-
tugas matematika serta tidak percaya diri ketika mengerjakan soal
matematika. Apabila diberikan soal siswa selalu bertanya pada teman atau
guru yang mengajar tentang langkah pertama yang harus dilakukan, siswa
juga ragu saat menunjukkan hasil pekerjaan karena takut salah dalam
mengerjakan soal tersebut.
Fakta ini menunjukkan selain kemampuan pemecahan masalah
matematis yang rendah , siswa juga belum memiliki disposisi matematis
yang baik. Beberapa faktor-faktor yang menjadi penyebabnya yaitu
pembelajaran yang dilakukan masih konvensional dan masih berpusat
pada guru serta tidak terjadi secara alamiah, sehingga siswa tidak melihat
hubungan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari.
Hal ini juga didukung dari hasil pengamatan dan wawancara
dengan salah seorang siswa SMPN 9 Sungai Penuh, terlihat bahwa
pembelajaran yang diterapkan di sekolah masih menggunakan
pembelajaran konvensional. Guru menjelaskan lalu siswa mencatat
kemudian guru memberikan contoh soal dan menjelaskan jawabannya,
setelah itu diberikanlah latihan yang sama dengan contoh soal tersebut.
Akibatnya siswa tidak tahu keterkaitan antara matematika dengan
kehidupan, siswa juga merasa tidak perlu menyelesaikan permasalahan
matematika dengan baik yang membuat siswa tidak semangat dalam
belajar matematika. Jika hal ini dibiarkan, maka siswa tidak akan pernah
mencapai hasil belajar yang maksimal dan baik serta siswa akan sulit
8. 7
mengerjakan soal-soal matematika yang berkaitan dengan pemecahan
masalah dan disposisi matematis.
Untuk mengatasi masalah tersebut seorang guru harus mampu
menciptakan proses pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara
aktif, tidak hanya berpusat pada guru serta harus mengarahkan siswa untuk
tahu kegunaan matematika dalam kehidupan nyata salah satunya yaitu
dengan menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
dalam pembelajaran matematika. Pendekatan CTL merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan pendidik dalam mencapai
tujuan pembelajaran (Syeffuddin, 2016). Pendekatan CTL merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang menyajikan situasi kehidupan sehari-
hari ke dalam kelas untuk mengarahkan siswa mengkoneksikan
pengetahuannya dengan penerapan dalam kehidupan (Cahyo, 2013).
Pendekatan CTL memiliki ciri-ciri konstruktivisme
(constructivisme), bertanya (questioning), menemukan (inquiry),
masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi
(reflection), penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Adapun
manfaat pembelajaran menggunakan pendekatan CTl yaitu memberikan
pengalaman yang nyata bagi siswa dalam belajar, karena pembelajaran
yang menggunakan pendekatan CTL menuntut siswa untuk dapat
menggali, menemukan dan memahami sendiri materi yang telah dipelajari
(Saepuloh n.d, 2020). Pendekatan CTL menghadirkan masalah kontekstual
berdasarkan pengalaman siswa di kehidupan nyata. Masalah kontekstual
9. 8
memegang peranan penting dalam pembelajaran matematika (Noferina,
Nurdin, dan Noviarni 2021).
Diduga terdapat keterkaitan antara pembelajaran dengan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), kemampuan
pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa yaitu ketika dalam
pembelajaran matematika siswa dihadapkan dengan keadaan nyata
ataupun permasalahan yang berhubungan langsung dengan kehidupan.
Masalah matematis yang berkaitan pada dunia nyata disajikan dalam
bentuk CTL sehingga mampu merangsang kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa (Noferina et al. 2021). Hal ini dapat meyakinkan siswa karena
masalah yang dihadapkan berhubungan dengan kehidupan sehingga siswa
memiliki ketertarikan, antusias dalam belajar dan menyelesaikan
permasalahan tersebut. Perasaan antusias ini mengkondisikan siswa untuk
menggali lebih dalam tentang masalah yang disajikan, sehingga siswa
dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya (Wardani, 2009)
Aktivitas mengkonstruksi sendiri pengetahuan, bertanya,
menemukan, mempraktikkan strategi serta mengaitkan masalah matematis
dengan dunia nyata melatih siswa agar bisa memecahkan permasalahan.
siswa terbiasa untuk fokus dalam penyelesaian masalah yang mereka
hadapi, serta bagaimana cara siswa dalam memecahkan masalah (Maitiara,
2015). Sehingga Keahlian pemecahan masalah matematis siswa akan
terasah dengan baik. Tidak hanya itu siswa yang menciptakan ikatan
antara materi dengan suasana kehidupan nyata, siswa juga menguasai jika
10. 9
matematika tidak hanya bermanfaat dalam pendidikan matematika saja,
tetapi berguna dalam kehidupan dan mengarahkan siswa menghargai
kegunaan matematika serta menerapkannya dengan penuh penghargaan.
Untuk mengatasi masalah yang telah dideskripsikan sebelumnya,
maka penelitian ini berjudul “Pengaruh Pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Disposisi Matematis Siswa SMP
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah yaitu sebagai berikut :
1. Kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah
2. Disposisi matematis siswa masih rendah
3. Siswa tidak terbiasa dengan soal rutin
4. Proses pembelajaran matematika masih berpusat pada guru (teacher
centered) dan belum kontekstual.
C. Batasan Masalah
Karena luasnya permasalahan dan untuk menghindari kajian diluar
batas penelitian, maka masalah dibatasi pada rendahnya kemampuan
pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa. Alternatif
penyelesaian dari masalah ini adalah pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL).
D. Rumusan Masalah
11. 10
Sesuai dengan latar belakang dan batasan masalah yang telah
diungkapkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar
dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih
baik dari pada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional
di kelas VIII SMP N 9 Sungai Penuh?
2. Apakah disposisi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari pada siswa
yang belajar dengan pembelajaran konvensional di kelas VIII SMP N 9
Sungai Penuh?
E. Asumsi
Asumsi dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Guru dapat menerapkan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dalam pembelajaran matematika
2. Setiap siswa memiliki kesempatan dan waktu yang sama dalam
mengikuti proses pembelajaran matematika
F. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka
tujuan penelitian ini untuk mengetahui:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar dengan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari
pada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional di kelas
VIII SMP N 9 Sungai Penuh
12. 11
2. Disposisi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari pada siswa yang belajar
dengan pembelajaran konvensional di kelas VIII SMP N 9 Sungai
Penuh
G. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian dan hasilnya dapat bermanfaat bagi :
1. Bagi peneliti yaitu dapat mengamalkan ilmu yang diperoleh selama
belajar di perguruan tinggi, serta memberikan pengalaman yang akan
menjadi bekal dalam mendidik siswa nantinya.
2. Bagi siswa adalah dengan guru mengetahui pengaruh disposisi
matematis terhadap kemampuan pemecahan masalah diharapkan siswa
dapat meningkatkan disposisi matematis yang positif dalam
pembelajaran guna mendapatkan ilmu yang bermanfaat, hasil belajar
dan kemampuan matematis yang lebih baik.
3. Bagi guru mata pelajaran yaitu sebagai pedoman dan bahan
pertimbangan dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga
dapat mengkondisikan dan menggunakan strategi atau metode
pembelajaran yang tepat guna meningkatkan disposisi matematis siswa
dan mengoptimalkan kemampuan pemecahan matematis siswa.
4. Bagi pembaca yaitu dapat memberikan informasi pengaruh pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap kemampuan
pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa.
13. 12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
a. Pengertian Pendekatan CTL
CTL merupakan pembelajaran yang menyajikan masalah yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari ke dalam kelas untuk
mengarahkan siswa mengkoneksikan pengetahuannya dengan
penerapan dalam kehidupan. Pembelajaran CTL menghadirkan
masalah kontekstual berdasarkan pengalaman siswa di kehidupan
nyata. Masalah kontekstual memegang peranan penting dalam
pembelajaran matematika (Noferina et al. 2021). Dari pengertian
tersebut dapat dipahami bahwa CTL menekankan siswa untuk
menemukan dan mencari sendiri konsep materi yang dipelajarinya
serta menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari.
Hal ini sejalan dengan pendapat (Hidayat & Bungo, 2018)
pendekatan CTL yaitu suatu konsep belajar dimana guru
menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong
siswa agar menghubungkan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapan dalam kehidupan mereka. Pembelajaran menggunakan
pendekatan CTL ini, mengharapkan siswa mengerti apa makna
belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana
mencapainya. Apabila siswa telah memahami hal tersebut, maka
14. 13
siswa akan menyadari bahwa setiap materi yang mereka pelajari akan
berguna dalam kehidupannya nanti. Dengan demikian, mereka akan
memposisikan diri sebagai individu yang memerlukan matematika
sebagai bekal untuk menjalani kehidupan di masa yang akan datang.
Dalam upaya mencapai hal tersebut, mereka memerlukan guru sebagai
pengarah dan pembimbing.
Guru harus memahami bahwa pengetahuan bukanlah informasi
yang diberikan oleh seorang guru kepada siswanya saja, melainkan
informasi tersebut juga diperoleh siswa melalui proses menemukan
dan mengkonstruksi sendiri apa yang telah dilakukannya. Guru harus
menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi, dan
harus memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala macam
keunikan, yang memiliki potensi untuk membangun sendiri
pengetahuannya. Jika dalam proses pembelajaran guru perlu
memberikan informasi, maka guru harus memberikan siswa
kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakna untuk
kehidupan mereka.
b. Komponen Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Hakekat pendekatan CTL adalah mendorong siswa merelasikan
antara pengetahuan yang dimiliki dengan terapannya dalam kehidupan
sehari-hari, dengan melibatkan 7 komponen utama (Nurhadi, 2002)
yaitu:
1) Konstruktivisme (Construktivism)
15. 14
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir
(filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun
oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus membangun
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
yang nyata.
Batasan konstruktivisme tersebut memberikan
penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai
bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki
oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau
pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan
pedoman bagi siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi
nyata. Dengan cara itu, pengalaman belajar siswa akan
memfasilitasi kemampuannya untuk melakukan
transformasi terhadap pemecahan masalah lain yang
memiliki sifat keterkaitan, meskipun terjadi pada ruang dan
waktu yang berbeda.
Berdasarkan uraian tersebut, maka prinsip dasar
konstruktivisme yang harus dipegang oleh guru dalam
proses pembelajaran adalah: a) proses pembelajaran lebih
utama dari pada hasil pembelajaran; b) siswa mendapatkan
16. 15
kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan
menerapkan idenya sendiri; c) siswa diberikan kebebasan
untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar; d)
pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui
pengalaman sendiri; e) pengalaman siswa bisa dibangun
secara asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah
pengetahuan baru yang dibangun dari struktur pengetahuan
yang sudah ada. Sedangkan Akomodasi adalah struktur
pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk
menampung atau menyesuaikan hadirnya pengetahuan
baru.
Dengan prinsip tersebut, diharapkan seorang guru
bisa menerapkannya dalam proses pembelajaran, sehingga
siswa mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuannya
melalui pengalaman nyata.
2) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari
pembelajaran CTL. Upaya menemukan, memberikan
penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta
kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan
merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta,
tetapi hasil menemukan sendiri. Hasil pembelajaran yang
berasal dari kreativitas siswa sendiri lebih lama diingat oleh
17. 16
siswa dibandingkan dengan pembelajaran yang sepenuhnya
merupakan pemberian dari guru.
Menurut Nurhadi (2002: 13) langkah-langkah
kegiatan inquiri yaitu: merumuskan masalah; mengamati
atau melakukan observasi; menganalisis dan menyajikan
hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan
karya lainnya; dan mengkomunikasikan atau menyajikan
hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien
yang lain.
3) Bertanya (Questioning)
Unsur yang menjadi karakteristik utama CTL adalah
kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya (Nurhadi, 2002).
Melalui penerapan bertanya, pembelajaran menjadi lebih
hidup, mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih
luas dan mendalam, dan banyak ditemukan unsur-unsur
terkait yang sebelumnya tidak terpikirkan, baik oleh guru
maupun oleh siswa.
Kegiatan bertanya sangat berguna untuk menggali
informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan
materi pelajaran, membangkitkan motivasi siswa untuk
belajar, meransang keingintahuan siswa terhadap sesuatu,
menfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan, dan
18. 17
membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan
sesuatu (Sanjaya, 2006)
Aktivitas bertanya ini dapat ditemukan atau
diaplikasikan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam
kelompok, ketika mengalami kesulitan, ketika mengamati,
dan lain-lain. Semua kegiatan ini memberikan dorongan
kepada mereka untuk “bertanya”. Dengan demikian, guru
dapat mendeteksi kemampuan atau ketercapaian siswa
dalam belajar melalui komponen CTL ini.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar memiliki makna membiasakan
siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan
sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang
disarankan dalam learning community, bahwa hasil
pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain
melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui sharing
mereka dibiasakan untuk saling memberi dan menerima.
Jika siswa dibiasakan untuk memberikan pengalaman yang
luas kepada orang lain, maka saat itu pula siswa akan
mendapatkan pengalaman yang lebih banyak.
5) Pemodelan (Modelling)
Komponen ini menyarankan bahwa pembelajaran,
pengetahuan dan keterampilan tertentu diikuti dengan
19. 18
model yang bisa ditiru. Pemodelan dapat berbentuk
demonstrasi dan pemberian contoh tentang konsep atau
aktivitas belajar. Tahap pembuatan model dapat dijadikan
alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar bisa
memenuhi harapan siswa secara menyeluruh dan
membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para
guru.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru
terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi
adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah
dilakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang
baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru yang
merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan
sebelumnya.
Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan pada dunia nyata yang
dihadapinya mudah diaktualisasikan manakala
pengalaman belajar itu telah terinternalisasi dalam setiap
jiwa siswa. Di sinilah pentingnya menerapkan unsur
refleksi pada setiap kesempatan pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan
CTL, setiap berakhir proses pembelajaran guru
20. 19
memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung”
atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.
Siswa diberikan waktu untuk menafsirkan pengalamannya
sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman
belajarnya.
7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Komponen terakhir dari pembelajaran kontekstual
adalah melakukan penilaian. Penilaian adalah proses
pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa
memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman
belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai data dan
informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari
penerapan penilaian, maka semakin akurat pula
pemahaman guru terhadap proses dan hasil pengalaman
belajar setiap siswa.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki oleh
setiap siswa karena kemampuan pemecahan masalah merupakan
tujuan umum pengajaran matematika, kemampuan pemecahan
masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi proses inti dan
utama dalam kurikulum matematika serta kemampuan pemecahan
masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika
21. 20
(Sumartin, 2016). Akan tetapi, kegiatan dalam pemecahan masalah
merupakan kegiatan yang sulit dan membutuhkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu kemampuan pemecahan
masalah harus dikembangkan oleh siswa.
Masalah adalah suatu situasi yang mendorong seseorang untuk
menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang
harus dikerjakan untuk penyelesaiannya (Uno, 2012). Dalam
pelajaran, jika suatu soal diberikan kepada seorang anak dan anak
dapat langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar,
maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Suatu
masalah merupakan kesenjangan antara keadaan sekarang dengan
tujuan yang ingin dicapai, sementara kita tidak mengetahui apa yang
harus dikerjakan untuk mencapai tujuan tersebut (Meliyani, 2013).
Pendapat tersebut memberikan gambaran bahwa, masalah
timbul karena adanya suatu kesenjangan antara apa yang diharapkan
dengan kenyataan, antara apa yang dimiliki dengan apa yang
dibutuhkan, antara apa yang telah diketahui yang berhubungan dengan
masalah tertentu dengan apa yang ingin diketahui ketika seseorang
telah mampu menyelesaikan suatu masalah, maka seseorang itu telah
memiliki suatu kemampuan baru. Kemampuan ini dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang relevan. Semakin banyak
masalah yang dapat diselesaikan oleh seseorang, maka ia akan
semakin banyak memiliki kemampuan yang dapat membantunya
22. 21
untuk mengarungi kehidupannya sehari-hari, oleh karena itu
kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah perlu terus dilatih
sehingga seseorang itu mampu menjalani hidup yang penuh
kompleksitas permasalahan.
Dalam belajar matematika ada perbedaan mendasar antara
mengerjakan soal latihan dengan menyelesaikan masalah. Saat
mengerjakan soal-soal latihan, siswa hanya dituntut untuk langsung
memperoleh jawabannya, misalkan menghitung seperti operasi
penjumlahan dan perkalian, menghitung nilai fungsi trigonometri, dan
lain-lain. Sedangkan yang dikatakan masalah dalam matematika
adalah ketika seseorang siswa tidak dapat langsung mencari solusinya,
tetapi siswa perlu bernalar, menduga atau memprediksikan, mencari
rumusan yang sederhana lalu membuktikannya.
b. Indikator Pemecahan Masalah Matematis
Indikator kemampuan pemecahan masalah matematis yang
dikemukakan oleh Permendikbud No. 59 tahun 2014 meliputi:
1) memahami masalah.
2) mengorganisasikan data dan memilih informasi yang relevan
dalam mengidentifikasi masalah.
3) menyajikan suatu rumusan masalah secara matematis dalam
berbagai bentuk.
4) memahami pendekatan dan strategi yang tepat untuk
memecahkan masalah.
23. 22
5) menggunakan atau mengembangkan strategi pemecahan masalah.
6) menafsirkan hasil jawaban yang diperoleh untuk memecahkan
masalah.
7) menyelesaikan masalah.
Indikator kemampuan pemecahan masalah matematis yang
dikemukakan menurut Polya dalam (Aliah et al. 2020) diantaranya
yaitu:
1. Memahami masalah
2. Merencanakan Penyelesaian masalah
3. Menerapkan rencana penyelesaian masalah
4. Memeriksa Kembali perencanaan masalah dan jawaban
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa
dikatakan telah dapat memiliki kemampuan pemecahan masalah
matematis yang baik apabila telah mampu memenuhi indikator-
indikator kemampuan pemecahan masalah matematis diatas. Untuk
mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis, siswa akan
diberikan soal-soal tentang meteri yang diajarkan. Untuk itu, pada
penelitian ini indikator kemampuan pemecahan masalah matematis
yang akan digunakan oleh peneliti yaitu indikator menurut polya.
3. Disposisi Matematis Siswa
a) Pengertian Disposisi Matematis Siswa
Disposisi matematis adalah ketertarikan dan apresiasi terhadap
matematika yaitu suatu kecenderungan untuk berpikir dan bertindak
24. 23
dengan cara yang positif (Rahmawati, 2020). Disposisi siswa terhadap
matematika terwujud melalui sikap dan tindakan dalam memilih
pendekatan menyelesaikan tugas. Apakah dilakukan dengan percaya
diri, keingintahuan mencari alternatif, tekun, dan tertantang serta
kecenderungan siswa merefleksi cara berpikir yang dilakukannya.
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa
lalu. Refleksi siswa terlihat pada saat siswa berdiskusi, memberikan
pernyataan langsung tentang materi pelajaran yang diperolehnya pada
hari ini, catatan, dan hasil kerjanya.
Sejalan dengan hal di atas (Wardani, 2009) mendefinisikan
“Disposisi matematis adalah ketertarikan dan apresiasi terhadap
matematika yaitu kecenderungan untuk berpikir dan bertindak dengan
cara positif, termasuk kepercayaan diri, keingintahuan, ketekunan,
antusias dalam belajar, gigih menghadapi permasalahan, fleksibel,
mau berbagi dengan orang lain, reflektif dalam kegiatan matematik
(doing math)”. Sedangkan menurut (Sumarmo, 2013) Disposisi
matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada
diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai
kegiatan matematika”. Artinya, siswa mengaplikasikan matematika
dalam berbagai kegiatannya.
Disposisi matematis siswa dikatakan baik jika siswa tersebut
menyukai masalah-masalah yang merupakan tantangan serta
25. 24
melibatkan dirinya secara langsung dalam menemukan/
menyelesaikan masalah. Selain itu siswa merasakan dirinya
mengalami proses belajar saat menyelesaikan tantangan tersebut.
Dalam prosesnya siswa merasa percaya diri sehingga timbulah
pengharapan dan kesadaran untuk melihat kembali hasil berpikirnya.
b) Indikator Disposisi Matematis
Untuk mengukur disposisi matematis siswa diperlukan beberapa
indikator. Adapun beberapa indikator yang digunakan untuk
mengukur disposisi matematis menurut (Syaban, 2008) adalah
1) menunjukkan gairah/ antusias dalam belajar matematika.
2) menunjukkan perhatian yang serius dalam belajar matematika.
3) menunjukkan kegigihan dalam menghadapi permasalahan.
4) menunjukkan rasa percaya diri dalam menyelesaikan
masalah.
5) menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi
6) menujukkan kemampuan untuk berbagi dengan orang lain.
Adapun beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur
disposisi matematis menurut NCTM (Hendriana, 2017) merinci
disposisi matematis adalah sebagai berikut:
1. Rasa percaya diri dalam menggunakan matematika untuk
menyelesaikan masalah, serta memberikan alasan dan
mengkomunikasikan ide secara matematis
26. 25
2. Fleksibel dalam menyelidiki ide-ide matematis dan berusaha
mencari metode alternatif dalam memecahkan masalah matematis
3. Tekun mengerjakan tugas matematika
4. Menunjukan minat, rasa ingin tahu, dan daya temu dalam
melakukan tugas matematika.
5. Kecenderungan untuk memonitor, merefleksikan dalam pemikiran
dan penalaran.
6. Menilai aplikasi matematika kedalam aplikasi lain dalam
matematika dan dalam pengalaman sehari hari.
7. Memberikan apresiasi peran matematika dalam kultur dan nilai,
dan sebagai alat dan sebagai bahasa.
Berdasarkan indikator disposisi matematis yang dinyatakan
para ahli, dalam penelitian ini peneliti menggunakan indikator
disposisi matematis yang dikemukakan oleh NCTM karena lebih
lengkap dan fokus pada tujuan pembelajaran matematika yakni
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Untuk
mengungkapkan disposisi matematis siswa, dapat dilakukan dengan
membuat angket disposisi matematis. Angket disposisi ini memuat
pernyataan-pernyataan masing-masing komponen atau indikator
disposisi matematis siswa.
B. Penelitian Yang relevan
Adapun beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
27. 26
1. Penelitian Hastuti Febrianti (2013) yang berjudul “Pengaruh pendekatan
Contekstual Teaching And Learning terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP N 9 Padang Tahun Pelajaran
2012/2013”. Pada penelitian Hastuti Febrianti ini dijelaskan bahwa,
berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang ia
lakukan, diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa di kelas yang menerapkan pembelajaran kontekstual
lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di
kelas yang menerapkan pembelajaran konvensional. Penelitian ini relevan
dalam hal penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran
matematika dan variabel terikat yang diperhatikan yaitu kemampuan
pemecahan masalah matematis. Persamaan dan perbedaan penelitian yang
akan peneliti lakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama
mengkaji tentang pengaruh pendekatan CTL. Perbedaannya yaitu jika
pada penelitian sebelumnya meneliti tentang Pengaruh CTL Terhadap
kemampuan pemecahan masalah Siswa sedangkan penelitian yang
sekarang mengkaji tentang pengaruh Pendekatan CTL terhadap
kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Anisa Septi Hariani (2018) yang berjudul
“Pengaruh Pendekatan CTL Terhadap Pemahaman Konsep Matematis
Siswa Kelas X SMA 2 Kerinci” menyimpulkan bahwa Pemahaman
konsep matematis siswa yang pembelajarannya dengan menerapkan
pendekatan CTL memberikan pengaruh yang signifikan pada pemahaman
28. 27
konsep matematis siswa dibandingkan yang pembelajarannya dengan
menerapkan pembelajaran konvensional dalam taraf nyata. Hal ini dapat
diartikan bahwa pendekatan CTL memberikan pengaruh yang baik dalam
meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Persamaan dan
perbedaan penelitian yang akan peneliti lakukan oleh penelitian
sebelumnya yaitu sama-sama mengkaji tentang pengaruh Pendekatan
CTL. Perbedaannya yaitu jika pada penelitian sebelumnya meneliti
tentang Pengaruh Pendekatan CTL Terhadap Pemahaman Konsep
Matematis Siswa sedangkan penelitian yang sekarang mengkaji tentang
pengaruh Pendekatan CTL terhadap kemampuan pemecahan masalah dan
disposisi matematis siswa.
29. 28
Model Pembelajaran
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Tidak Menggunakan Penerapan
Pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL)
Menggunakan Penerapan
Pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL)
Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah
Angket Disposisi Matematis
Terdapat Pengaruh Penerapan Contextual Teaching
and Learning (CTL) Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis Siswa
C. Kerangka Konseptual
Proses atau prosedur dalam penelitian yang akan dilakukan pada
Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis Siswa dijelaskan
dengan bagan di bawah ini :
Gambar 2. Kerangka Berfikir
30. 29
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah dan kajian teori, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar dengan
pendekatan CTL lebih baik dari pada siswa yang belajar dengan
pembelajaran konvensional di kelas VIII SMP N 9 Sungai Penuh.
2. Disposisi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan CTL lebih baik
dari pada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional di kelas
VIII SMP N 9 Sungai Penuh.
31. 30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Berdasarkan masalah yang akan diteliti dan tujuan penelitian yang dikemukakan,
jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen. Metode ini dipilih dengan tujuan
untuk melihat pengaruh suatu treatment atau perlakuan yang sengaja ditimbulkan oleh
peneliti (Lestari& Yudhanegara, 2015). Sesuai dengan jenis penelitiannya maka
rancangan penelitian yang akan digunakan adalah Static Group Design dimana
kelompok terbagi menjadi dua kelompok yang akan dipilih sebagai objek penelitian,
kelompok pertama diberikan perlakuan sedangkan kelompok kedua sebagai
pembangding/pengontrol (Seniati, 2011). Rancangan penelitian ini seperti terlihat pada
Tabel 1 .
Tabel 1. Rancangan Penelitian Static Group Design
Group Treatment Posttest
Eksperimen X T
Kontrol - T
Keterangan :
X: Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen yaitu penerapan
Pendekatan CTL
T: Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan sekumpulan objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua siswa Kelas VIII SMPN 9 Sungai Penuh yang terdaftar pada tahun
pelajaran 2021/2022. Populasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
32. 31
Jumlah Siswa Kelas VIII SMPN 9 Sungai Penuh Tahun Pelajaran 2021/2022
Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas VIII SMPN 9 Sungai Penuh
Sumber: Tata Usaha SMP N 9 Sungai Penuh
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Sugiyono, 2019).
Artinya, keseluruhan karakteristik populasi tergambar dalam sampel. Sampel yang
diambil dalam penelitian ini terdiri dari kelas eksperimen dan kelas kontrol, dan
pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling). Adapun langkah-
langkahnya sebagai berikut:
1) Mengumpulkan nilai MID siswa kelas VIII tahun ajaran 2021/2022
2) Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data terdistribusi
secara normal atau tidak. Asumsi data normal harus diuji untuk mengetahui
apakah data empirik yang diperoleh di lapangan adalah berdistribusi normal
karena data yang normal merupakan salah satu syarat untuk melakukan uji
statistic dan menentukan jenis uji statistik apa yang akan digunakan (Ninla
Elmawati Falabiba et al. 2014). Maka untuk melakukan uji normalitas dalam
penelitian ini menggunakan bantuan SPSS 26.
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan uji normalitas
dengan bantuan SPSS 26 adalah sebagai berikut :
1) Buka File spss
2) Lihat pada Variabel View dan aktifkan Data View
No. Kelas Jumlah Siswa
1 VIIIa 26
2 VIIIb 26
3 VIIIc 26
33. 32
3) Klik menu Analyze -> Descriptive Statistic -> lalu Explore. -> Masukkan
Variabel Pilih y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas
4) Kemudian pilih Both pada bagian Display
5) Aktifkan dan klik Plots -> Factor Level Together -> lihat ada bagian
Descriptive kemudian klik Histogram -> klik Normality Plots With Test
6) Klik Continue -> oke
7) Hasil dari uji normalitas sudah bisa dibaca untuk kemudian diolah lebih
lanjut
Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila Nilai P (Sig.)>0,05
maka dinyatakan Berdistribusi Normal sedangkan jika Nilai P (Sig.) <0,05 maka
data dinyatakan Tidak Berdistribusi Normal (Ninla Elmawati Falabiba et al. 2014)
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Terhadap Populasi Kelas VIII SMP N 9
Sungai Penuh
Kelas VIII A VIII B VIII C
P-Value 0,943 0,880 0,883
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa semua kelas berdistribusi normal.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran II.
3) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui bahwa kedua kelas (kelas
eksperimen dan kelas kontrol) memiliki variansi yang sama atau penguasaan yang
homogen. Untuk melakukan uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan
bantuan SPSS 22 For Window.
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan uji homogenitas
dengan bantuan SPSS 26 adalah sebagai berikut:
34. 33
1) Buka file data yang akan di analisis
2) Kemudian klik menu Analyze -> Descriptive Statistic -> lalu
Explore.
3) Pilih y sebagai Dependent list dan X sebagai factor list
4) Kilik tombol Plots kemudian Pilih levent test untuk untransormed
5) Klik Continue -> oke
6) Hasil dari uji homogenitas sudah bisa dibaca untuk kemudian diolah lebih
lanjut
Jika Nilai Signifikansi (P-Value) <0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
“Varian dari Dua Kelompok Data atau Lebih adalah tidak sama (Tidak
Homogen). Jika Nilai Signifikansi (P-Value) >0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa “Varian dari Dua Kelompok Data atau Lebih adalah sama (Homogen)
(Setyawan, 2020).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan bantuan SPSS 26 diperoleh nilai P-
Value = 0,600 lebih besar dari nilai signifikan Signifikansi (P-Value) >0,05 jadi
dapat dikatakan bahwa populasi memiliki variansi yang homogen. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada lampiran 3.
4) Melakukan uji kesamaan rata-rata
Sebelum melakukan uji rata-tara harus dilakukan uji prasyarat data yaitu uji
normalitas dan uji homogenitas setelah memenuhi syarat makan akan dilakukan
uji kesamaan rata-rata dengan menggunakan uji t dengan bantuan SPSS 26
1. Buka File data yang akan diolah dan pastikan sudah memberi kode data
kategori
35. 34
2. Klik Analyze->Compare Mean ->One-Way Anova
3. Masukkan variabel Y sebagai Dependent list dan X sebagai factor list lalu
klik menu Option
4. Kemudian pilih Desscriptive dan Homogenity of variance test dan klik
continue
5. Klik menu Post Hoc
6. Aktifkan kemudian pilih Bonferroni dan tukey lalu klik cnontinue Hasil
test dapat dilihat pada tabel Independent Sample Test
7. Klik ok untuk proses selanjutnya
Jika P-Value > 0,05 dapat disimpulkan bahwa data semua kelas populasi
memiliki kesamaan rata-rata, yang artinya semua anggota populasi
mempunyai karakteristik yang sama (Setyawan, 2020). Dari perhitungan
statistik dengan bantuan SPSS diperoleh bahwa nilai sig>0,05 (0,331>0.005)
maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai mid siswa ketiga kelas memiliki
kesamaan rata-rata, sehingga pengambilan sampel dilakukan secara acak.
Pengambilan sampel dilakukan dengan pengundian gulungan kertas.
Dalam gulungan kertas ditulis nama kelas VIII A, VIII B dan VII C. peneliti
mengambil sekaligus dua buah gulungan kertas yang terambil pertama
ditetapkan sebagai kelas eksperimen yaitu kelas VIII A dan kelas yang
teambil kedua sebagai kelas kontrol yaitu kelas VIII C. untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada lampiran IV
C. Variabel Penelitian
36. 35
1. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
penyebab perubahan sehingga timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2019).variabel
dalam penelitian ini adalah perlakuan yang diberikan pada sampel penelitian yaitu
penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL di kelas eksperimen
dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau
yang menjadi akibat karena variabel bebas ( Sugiyono, 2019). Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa.
D. Data
Jenis dan Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis data yaitu;
a) Data primer merupakan data yang langsung diperoleh dari sampel. Data primer
dari penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah dan disposisi
matematis siswa yang diperoleh setelah diberikan.
b) Data sekunder merupakan data yang diambil secara tidak langsung dari sampel
penelitian. Data sekunder dari penelitian ini adalah nilai ulangan harian 1
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Sungai Penuh Tahun Pelajaran
2021/2022.
c) Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VIII SMP
Negeri 9 Sungai Penuh yang terdaftar pada semester 1 tahun pelajaran
2021/2022. Sumber data lainnya adalah guru matematika dan tata usaha sekolah.
37. 36
E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan yang dilakukan adalah:
a. Membuat proposal penelitian
b. Menentukan tempat dan jadwal kegiatan penelitian.
c. Mengurus izin penelitian
d. Menentukan populasi dan sampel kegiatan penelitian.
e. Mempelajari materi matematika kelas VIII.
f. Mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan LKPD.
g. Mempersiapkan semua instrumen penelitian berupa tes kemampuan pemecahan
masalah matematis dan angket disposisi matematis yang diberikan di akhir pokok
bahasan materi.
h. Memvalidasi perangkat dan instrumen penelitian untuk mengetahui apakah
perangkat sudah valid atau layak digunakan. Validasi perangkat dan instrumen
pada penelitian ini dilakukan oleh dua orang dosen matematika.
i. Melakukan uji coba tes kemampuan pemecahan masalah matematis
Tabel 4. Tahap Pelaksanaan pada kedua kelas sampel
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
Kegiatan awal ( ±10 menit)
a) Guru membuku pelajaran
dengan Apersepsi dan
Motivasi.
b) Guru menyampaikan
indikator pembelajaran.
Kegiatan awal (±10 menit)
a) Guru membuka pelajaran
dengan Apersepsi dan
Motivasi.
b) Guru menyampaikan
indikator pembelajaran.
Kegiatan Inti (±60 menit)
a) Mengamati
Siswa diminta mengamati
beberapa contoh soal dari
materi yang disajikan
Kegiatan Inti (±60 menit)
a) Siswa dibagi kedalam
beberapa
kelompok dan tiap kelompok
diberi LKPD terkait dengan
38. 37
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
b) Menanya
Siswa dapat mengajukan
pertanyaan berdasarkan
literasi pengamatan yang
tertera pada LKPD
c) Mengumpulkan informasi
Siswa diminta untuk lebih
menggali informasi tentang
materi yang disajikan
d) Menalar
Siswa diberikan soal-soal
terkait dengan materi
Yang tertera pada LKPD
e) Mengkomunikasikan
Siswa diminta untuk
menyajikan secara tertulis
dan lisan hasil pembelajaran
sedangkan siswa yang lain
menanggapi, memberi
sanggahan, melengkapi
informasi hasil presentasi
topik yang akan dipelajari
(masyarakat belajar)
b) Masing-masing kelompok
diberi waktu untuk
berdiskusi dikelompoknya
sesuai
dengan petunjuk yang tertera
pada LKPD
(konstruktivisme,
menemukan,
bertanya dan masyarakat
belajar)
c) Selama diskusi kelompok
berlangsung, guru
menghampiri masing-masing
kelompok untuk mengamati
pekerjaan dan menanyakan
kesulitan yang dihadapi.
Guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
sebagai umpan balik guna
mengetahui penguasaan
siswa terhadap konsep dari
materi yang sedang
dipelajarinya.
(Bertanya)
d) Guru mengamati pekerjaan
siswa dan mengisi lembar
observasi untuk penilaian
siswa (Penilaian
sebenarnya
e) Setelah waktu untuk
berdiskusi kelompok selesai,
guru menunjuk salah satu
kelompok secara acak
menyajikan hasil diskusinya
di depan kelas terkait
masalah
pada LKPD. Kemudian
kelompok lain diminta
memberikan tanggapan yang
berhubungan dengan hasil
diskusi yang
telah disajikan. (Pemodelan)
f) Saat tidak ada lagi tanggapan
39. 38
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
dari peserta diskusi,
kelompok penyaji
dipersilahkan kembali ke
tempatnya. Selanjutnya guru
mengambil alih diskusi dan
meminta siswa mengingat,
memahami, serta mencermati
kembali apa saja konsep
yang telah didapatkan.
(Refleksi)
g) Guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, dan
mempersilahkan siswa yang
ingin
berpendapat mengacungkan
tangannya.
(Penilaian Sebenarnya)
h) Siswa diminta mengerjakan
latihan yang terdapat pada
LAS secara individu untuk
meningkatkan pemahaman
dan
dikumpulkan diakhir
pembelajaran
Penutup
a) Siswa bersama guru
menyimpulkan pembelajaran
yang telah dilakukan.
b) Siswa diberikan pekerjaan
rumah serta informasi terkait
kegiatan pada pertemuan
selanjutnya.
Penutup
a) Siswa bersama guru
menyimpulkan pembelajaran
yang telah dilakukan
b) Siswa diberikan pekerjaan
rumah serta informasi terkait
kegiatan dan materi untuk
pertemuan selanjutnya
2. Tahap Akhir
Pada Tahap ini yang di lakukan peneliti adalah :
a) Mengadakan tes kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis pada
kedua kelas sampel setelah penelitian berakhir guna mengetahui hasil perlakuan
yang diberikan. Tes kemampuan pemecahan masalah berupa instrument lembar
tugas yang berbentuk esai dengan penyelesaian masalah untuk mengungkapkan
40. 39
kemampuan pemecahan masalah matematis. Tes disposisi matematis berupa
angket pertanyaan sesuai indikator disposisi matematis.
b) Mengolah data dari kedua sampel, baik di kelas eksperimen maupun kelas
kontrol.
c) Menarik kesimpulan dari hasil yang diperoleh sesuai dengan teknik analisis data
yang digunakan.
F. Instrumen Penelitian
Intrumen merupakan alat yang digunakan untuk menentukan data dan pengambilan
data.
1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Tes merupakan beberapa pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, kemampuan atau bakat yang dimiliki
oleh individu atau kelompok, pengetahuan intelegensi yang berbentuk uraian
ataupun tertulis (Wahyudin, 2013).
Tes ini bertujuan untuk mengungkap kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa. Soal tes disusun berdasarkan empat indikator pemecahan
masalah yang telah diungkapkan sebelumnya pada kajian teori dan tiap-tiap soal
tes memuat keempat indikator tersebut. Tes yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari soal essay.
Pemberian skor hasil tes siswa didasarkan pada pedoman penskoran tes
kemampuan pemecahan masalah matematis.
Nilai akhir=
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
𝑥100
41. 40
Nilai kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh dari perhitungan
kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 4 berikut ini:
Tabel 5. Indeks Kategori Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa
Nilai Kulaifikasi
85,00-100 Sangat baik
70,00-84,49 Baik
55,00-69,99 Cukup
40,00-54,99 Kurang
0-39,99 Sangat Kurang
(Mawaddah & Anisah, 2015)
Agar diperoleh instrumen yang valid dan reliabel, maka dilakukan langkah-langkah
sebagai berikuts.
a. Merumuskan kisi-kisi soal tes kemampuan pemecahan masalah dan angket disposisi
matematis berdasarkan indikator pemecahan masalah dan indicator disposisi
matematis.
b. Menyusun soal tes kemampuan pemecahan masalah dan angket disposisi matematis
berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
c. Menvalidasi soal tes kemampuan pemecahan masalah dan angket disposisi
matematis siswa yang akan divalidasi oleh dua orang dosen matematika .
d. Melakukan uji coba soal di Kelas VIII SMP N 9 Sungai Penuh. Peneliti memilih
SMP N 9 Sungai Penuh karena setelah menganalisis informasi dan data yang
diperoleh dari guru matematika di sekolah tersebut diketahui bahwa kemampuan
rata-rata siswa Kelas VIII di sana hampir sama dengan siswa kelas sampel.
e. Menganalisis hasil uji coba soal tes
Sebelum tes dipakai dalam penelitian , terlebih dahulu tes diuji cobakan. Uji coba tes
dilakukan di sekolah tempat penelitian di SMPN 9 Sungai Penuh di kelas VIII.
42. 41
Untuk mendapatkan kualitas soal yang baik maka dilakukan langkah-langkah
berikut:
1) Validitas Tes
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat
mengukur apa yang hendak diukur. Uji validitas merupakan suatu skala untuk
menunjukan suatu tes akan mengukur sesuai dengan yang hendak diukur,
sehingga dapat tercapai prinsip suatu tes yaitu valid dan tidak universal. Uji
validitas butir soal kemampuan pemecahan masalah matematis ini dilakukan
dengan menggunakan SPSS 26. Valid dan tidaknya setiap butir soal
ditentukan dengan membandingkan signifikansi dengan α = 0,05 pada output
SPSS 26 dengan cara klik Analyze->Correlate ->Bivariate cek list person lalu
klik ok (Son, 2019). Rentang angka yang diperoleh dari 0 sampai 1 semakin
tinggi angka mendekati 1 atau sama dengan 1 maka nilai kevalidan sebuah
item/ butir soal juga semakin tinggi dan jika rentang angka 0 atau mendekati
0 maka nilai kevalidan sebuah item/ butir soal juga semakin rendah (Arifin
&Retnawati, 2017)
Tabel 6. Uji Validitas Butir Soal Tes
Nomor soal rxy Keterangan
1 0,776 Valid
2 0,688 Valid
3 0,760 Valid
2) Daya Beda Soal
Daya beda soal merupakan kemampuan soal untuk membedakan antara
siswa yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki
kemampuan rendah. Daya beda ditentukan dengan mencari indeks pembeda
soal dengan perhitungan kelompok tes dibagi dua sama besar untuk 50%
43. 42
kelompok atas dan 50% kelompok bawah (Solichin, 2017). Untuk
menghitung indeks pembeda soal dapat dilakukan dengan menggunakan
aplikasi SPSS 26 dengan cara klik Analyze ->Correlate->Bivariate-
>masukkan semua variabel lalu pilih Option->lalu pilih pearson dan Flag
significant correlations->ok
Tabel 7. Uji Daya Beda Soal Tes
Nomor Soal IPhitung Iptabel Keterangan
1 0,776 0,388 Diterima
2 0,688 0,388 Diterima
3 0,760 0,388 Diterima
Dari perhitungan didapat bahwa IP hitung >Ip tabel maka sehingga soal
dari nomor 1 sampai 3 diterima/signifikan.
3) Tingkat Kesukaran Soal
Bermutu atau tidaknya butir-butir soal item hasil belajar dapat
diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh
masing-masing butir soal. Butir soal tes hasil belajar dapat dinyatakan dengan
butir-butir soal yang baik, apabila butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan
tidak pula terlalu mudah, dengan kata lain derajat kesukaran item ini adalah
sedang atau cukup (Romadhon, 2020).untuk melihat tingkat kesukaran setiap
soal dilihat dari nilai rata-rata yang dapat dicari dengan menggunakan
aplikasi SPSS 26 dengan cara klik Analyze-> Descritive Statistics-
>Frequencies->masukkan variable->Statistik lalu pilih mean -> Continue-
44. 43
>Ok. Maka dapat dilihat dengan interval 0.00-0.30 tergolong sukar, 0.31-0,70
tergolong sedang dan 0.71-1,00 tergolong rendah (Arifin &Retnawati, 2017).
Tabel 8. Uji Tingkat Kesukaran soal Tes
Statistics
soal1 soal2 soal3
N Valid 26 26 26
Missing 0 0 0
Mean 0,31 0,69 0,31
Berdasarkan tabel tingkat kesukaran soal 0,31-0,70 tergolong soal
sedang maka rata-rata setiap soal tersebut dapat dikatakan memiliki tingkat
kesukaran soal sedang dan bagus untuk digunakan.
4) Reliabilitas Tes
Reliabilitas tes adalah suatu ukuran apakah tes tersebut dapat
dipercaya. Suatu tes dikatakan reliabel apabila beberapa kali pengujian
menunjukkan hasil yang relatif sama (Janna, 2020). Untuk mengetahui data
tersebut bisa dipercaya atau tidak yaitu dengan perhitungan rhitung > rtabel
dimana α= 0,05(Janna, 2020). Reliabilitas instrument menggunakan
konsistensi internal Cronbach’s Alpha dengan bantuan SPSS 26 dimana nilai
yang kurang dari 0,05 ridak reliabel (Arifin &Retnawati, 2017).
Adapun klasifikasi tingkat realibilitas alat ukur menurut Guilford
dalam (Lestasi & Yudhanegara , 2015) dapat dilihat pada tabel 10 sebagai
berikut:
Tabel 9. Tingkat Realibilitas Alat Ukur
Koefisien reliabilitas (r) Klasifikasi
0,80 ≤ r11 < 1,00 Sangat tinggi
0,61 ≤ r11 < 0,80 Tinggi
0,41 ≤r11 < 0,60 Sedang / cukup
0,21 ≤ r11 < 0,40 Rendah
45. 44
Dari hasil perhitungan reliablitas dengan bantuan SPSS 26 dengan
cara klik analyze->Scale->Reliablity analysis pastikan model yang terpilih
Alpha dan klik ok.
Tabel 10. Tingkat Realibilitas Alat Ukur
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,678 3
Sumber : Output SPSS
Hasil perhitungan diperoleh untuk soal tes kemampuan pemecahan
masalah 0,678. Berdasarkan kriteria soal tes kemampuan pemecahan masalah
memiliki reliabiltas tes yang tinggi. Dari hasil analisi uji coba soal, diketahui
bahwa semua soal memenuhi kriteria untuk digunakan pada kelas eksperimen
dan kontrol. Selanjutnya soal tersebut diberikan kepada siswa kelas eksperimen
dan kelas kontrol.
2. Angket Disposisi Matematis
Angket yang digunakan untuk mengukur disposisi matematis siswa
dalam penelitian ini yaitu angket disposisi matematis. Angket disusun
berdasarkan indikator disposisi matematis, yaitu percaya diri, fleksibel, minat
dan rasa ingin tahu, sikap pantang menyerah, tahu akan manfaat matematika
r11 < 0,20 Sangat Rendah
46. 45
dan menghargai penuh peran matematika dalam kehidupan sehari-hari (Lestari
& Yudhanegara, 2015).
Angket disposisi matematis akan diberikan dalam kelas ekperimen dan
kontrol setelah tes kemampuan pemecahan masalah. Angket yang digunakan
berdasarkan angket disposisi matematis yang telah divalidasi oleh 2 validator
pada penelitian pengaruh disposisi matematika dan kemampuan pemecahan
masalah matematika terhadap hasil belajar (Alodea, 2019). Adapun skala
angket yang digunakan yaitu Skala Likert yang terdiri atas 4 kategori respon ,
yaitu Selalu (SL), Sering (SR), Jarang (JR), Tidak Pernah (TP)
Tabel 11. Alternatif Jawaban dan Skor Angket
Berdasarkan Skala Likert
Alternatif Jawaban Skor Tiap Item
Positif Negatif
Selalu (SL) 4 1
Sering (S) 3 2
Jarang (J) 2 3
Tidak Pernah (TP) 1 4
G. Teknik Analisis Data
Skor nilai tes kemampuan pemecahan masalah siswa diukur dengan cara:
Skor Akhir =
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
x 100
Setelah diperoleh skor akhir peneliti akan menentukan kategori/ kriteria skor yang
diperoleh siswa. Pemberian kriteria bertujuan untuk mengetahui kategori kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah matematis. Kriteria kemampuan siswa dapat dilihat
pada tabel 12 berikut.
Tabel 12. Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
47. 46
Skor Tes kemampuan
Pemecahan Masalah
matematis
Kriteria
80-100 Sangat Baik
65-79,99 Baik
55-64,99 Cukup
40-39,99 Kurang
0-39,99 Sangat Kurang
Sumber : (Arikunto, 2013)
Skor Angket disposisi matematis siswa yang diperoleh selanjutnya akan ditentukan
kriterianya. Pemberian kriteria bertujuan untuk mengetahui kategori disposisi matematis
siswa dengan ketentuan sebagai berikut.
Tabel 13. Kriteria Disposisi Matematis
Skor Angket Kategori
75,00-100 Tinggi
50,00-74,99 Sedang
25,00-49,00 Cukup
0-24,99 Rendah
Sumber : (Yuanari, 2010)
Agar dapat menarik kesimpulan tentang kemampuan pemecahan masalah dan
disposisi matematis siswa, terlebih dahulu akan dilakukan analisis terhadap data tes akhir
dan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji kesamaan dua rat-rata. Untuk
mengetahui jenis uji kesamaan rata-rata yang akan digunakan, terlebih dahulu dilakukan
uji normalitas dan homogenitas kelas sampel.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data terdistribusi secara
normal atau tidak. Untuk melakukan uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan
bantuan SPSS 26.
48. 47
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan uji normalitas dengan
bantuan SPSS 26 adalah sebagai berikut :
1) Buka File spss
2) Lihat pada Variabel View dan aktifkan Data View
3) Klik menu Analyze -> Descriptive Statistic -> lalu Explore. -> Masukkan Variabel
Pilih y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas
4) Kemudian pilih Both pada bagian Display
5) Aktifkan dan klik Plots -> Factor Level Together -> lihat ada bagian Descriptive
kemudian klik Histogram -> klik Normality Plots With Test
6) Klik Continue -> oke
7) Hasil dari uji normalitas sudah bisa dibaca untuk kemudian diolah lebih lanjut
Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila Nilai P (Sig.)>0,05 maka
dinyatakan Berdistribusi Normal sedangkan jika Nilai P (Sig.) <0,05 maka data
dinyatakan Tidak Berdistribusi Normal (Ninla Elmawati Falabiba et al. 2014)
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan, untuk mengetahui bahwa kedua kelas (kelas
eksperimen dan kelas kontrol) memiliki varians yang sama atau penguasaan yang
homogen. Untuk melakukan uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan
bantuan SPSS 26.
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan uji homogenitas
dengan bantuan SPSS 26 adalah sebagai berikut:
1) Buka file data yang akan di analisis
2) Kemudian klik menu Analyze -> Compare Means -> lalu One Way Anova.
49. 48
3) Pilih y sebagai Dependent list dan X sebagai factor list
4) Kilik tombol Option kemudian Pilih Homogenity of varians
5) Klik Continue -> oke
6) Hasil dari uji homogenitas sudah bisa dibaca untuk kemudian diolah lebih lanjut
Jika Nilai Signifikansi (P-Value) <0,05 maka dapat disimpulkan bahwa “Varian
dari Dua Kelompok Data atau Lebih adalah tidak sama (Tidak Homogen).Jika Nilai
Signifikansi (P-Value) >0,05 maka dapat disimpulkan bahwa “Varian dari Dua
Kelompok Data atau Lebih adalah sama (Homogen) (Setyawan, 2020).
3. Uji Hipotesis
Untuk menarik kesimpulan tentang hasil penelitian maka dilakukan uji hipotesis
secara statistik. Uji hipotesis yang digunakan yaitu uji t untuk menguji apakah terdapat
pengaruh yang nyata antara variabel bebas dan variabel terikat. Uji ini dapat dilakukan
dengan membandingkan t hitung dengan t tabel.
1) Menentukan H0 dan H1
H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pendekatan pendekatan CTL
terhadap kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa kelas
VIII SMPN 9 Sungai Penuh.
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pendekatan CTL terhadap kemampuan
pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa kelas VIII SMPN 9 Sungai
Penuh.
Hipotesis1 H01 : µ1a ≤ µ2a
Ha1 : µ1a > µ2a
Keterangan:
50. 49
µ1a= Rata-rata hasil tes akhir kemampuan pemecahan masalah siswa yang belajar
dengan menggunakan penerapan pendekatan CTL.
µ2a= Rata-rata hasil tes akhir kemampuan pemecahan masalah siswa yang
belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
Hipotesis 2 H02 : µ1b ≤ µ2b
Ha2 : µ1b > µ2b
Keterangan:
µ1b= Rata-rata hasil angket disposisi matematis siswa yang belajar dengan
menggunakan penerapan pendekatan CTL.
µ2b= Rata-rata hasil angket disposisi matematis siswa yang belajar dengan
menggunakan pembelajaran konvensional.
Kriteria Pengujiannya (Bustami dkk, 2014)
Jika ttabel thitung , maka Ho diterima dan Ha ditolak
Jika +ttabel ≥thitung , maka Ho diterima dan Ha ditolak
Untuk menguji hipotesis dilakukakan dengan SPSS 26
1. Buka SPSS-> New-> isi data variabel pada Data View
2. Pilih Analyze-> Compare Means->Paired Sample T Test
3. Klik variabel sebelum dan sesudah secara berurutan-> Klik pada
kotak Paired Variables
4. Klik Option-> Exclude Cases Analysis By Analysis terpilih ->
Continue-> Ok
Nilai (Sig.) >0,05 maka dapat ditarik suatu kesimpulan sedangkan jika
Nilai (Sig.) <0,05 maka tidak ada hubungan yang signifikan