Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang hukum tata negara di Indonesia, termasuk pengertian, perbedaan antara hukum tata negara dan hukum administrasi negara, serta lembaga-lembaga negara seperti kekuasaan kehakiman dan kejaksaan menurut Undang-Undang Dasar 1945."
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
HUKUM TATA NEGARA INDONESIA
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum Tata Negara sebagai salah satu ilmu pengetahuan hukum,
merupakan salah satu disiplin ilmu hukum yang khusus mempelajari tentang
struktur kelembagaan secara baku, hubungan antar lembaga negara, serta
hubungan antara negara beserta warganya. adapun definisi Hukum Tata
Negara (Algemeene Staatlehre) secara luas disebut juga Hukum Tata Usaha
Negara, karena ruang lingkupnya juga mencakup Hukum Administrasi
(Administratieve Staatlehre). Perbedaan antara Hukum Tata Negara dan
Hukum Administrasi Negara terdapat pada fokusnya, dimana Hukum Tata
Negara berfokus pada struktur sebuah negara, sedangkan Hukum Administrasi
Negara berfokus pada proses pergerakan terhadap fungsi lembaga negara
secara urut.1
Dalam bahasa Belanda, Hukum Tata Negara disebut juga dengan
“staatsrecht”. 2 Para sarjana hukum Belanda telah sepakat untuk membagi
pengertian hukum tata negara ke dalam 2 (dua) pengertian, yaitu secara luas
dan secara sempit, secara luas pengertian hukum tata negara yaitu:3
1 Jimly Asshidiqie, Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, (Jakarta : Ind Hill-Co,
1997), hlm. 1
2 Dalam Bahasa Inggris Hukum Tata Negara dipergunakan istilah “constitutional law”,
bahasa Prancis “droit constitutional”,bahasa Jerman “verfassungsrecht”.
3 Usep Ranawijaya, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983), hlm. 11
2. 2
1. Hukum tata negara dalam arti sempit (staatsrecht in enge zin) atau disebut
juga hukum tata negara (staatsrecht);
2. Hukum tata usaha negara (administratief recht).
Menurut Prof. Mr. Ph. Kleintjes, hukum tata negara pada masa Hindia
Belanda adalah aturan mengenai tata (inrichting) Hindia Belanda, pelaksanaan
tugas Hindia oleh alat pelengkap kekuasaan negara (de met overheidszgezag
bekleede organen), susunan (samenstelling), wewenang (bevoegdheden), dan
rangkaian kekuasaan (onderlinge machtsverhouding) di antara alat-alat
pelengkap tersebut.4
Adapun menurut Van Vollenhoven, hukum tata usaha negara adalah
keseluruhan kaidah hukum yang mencakup hukum formil. Selain itu, Van
Vollenhoven membuat sebuah alur mengenai hukum tata usaha negara dimana
dalam alur tersebut beliau membagi hukum tata usaha negara menjadi:5
1. Hukum Pemerintahan (bestuursrecht);
2. Hukum Peradilan (justitierecht), terbagi atas:
a. Peradilan ketatanegaraan;
b. Peradilan perdata;
c. Peradilan tata usaha;
d. Peradilan pidana.
4 Kleintjes, Staatsinstellingen van Ned. Indie, hlm. 1, dikutip kembali oleh Usep Ranawijaya,
Ibid, hlm. 12
5 Wirjono Projodikoro, Asas-asas Hukum Tata Negara Di Indonesia, Cetakan keenam
(Jakarta: Dian Rakyat, 1989), hlm. 8
3. 3
3. Hukum Kepolisian (politierecht);
4. Hukum Perundang-undangan (regelaarsrecht).
Prof. Mr. R. Kranenburg berpendapat bahwa perbedaan hukum tata
negara dan hukum tata usaha negara terletak pada pembagian tugas. Adapun
pembagian tugas tersebut menurut Kranenburg adalah:
1. Hukum tata negara yaitu hukum tentang struktur negara secara umum,
yaitu yang terdapat dalam konstitusi (undang-undang dasar).
2. Hukum tata usaha negara yaitu hukum tentang susunan dan tugas alat
pelengkap badan-badan kenegaraan secara khusus. Selain itu di antara
bagian-bagian dari hukum tata usaha negara terdapat spesialisasi sehingga
bagian yang bersangkutan dapat berdiri sendiri.6
Di Indonesia, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Hal tersebut ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pada Pasal 2 yang
berbunyi: “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum” 7 .
Ketentuan tersebut sebagai perwujudan dari Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia pada
Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum”8
6 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 10-11.
7 Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” No. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82 (2011), Lihat Pasal 2
8 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945” (2006), Lihat Pasal 1 ayat (3).
4. 4
Konstitusi umumnya menggambarkan sistem ketatanegaraan sebuah
negara secara menyeluruh. Sistem tersebut berupa berbagai peraturan yang
mengatur negara tersebut. Peraturan tersebut ada yang tertulis dan ada yang
tidak tertulis, yang tertulis dapat berupa keputusan dari badan yang berwenang
dan yang tidak tertulis berupa praktik dalam penyelenggaraan sebuah negara.
Dengan demikian, definisi konstitusi merujuk kepada peraturan
ketatanegaraan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.9
Dalam bahasa Latin, Konstitusi biasa disebut juga “constitution atau
constiuere” yang berarti “dasar susunan badan” dan dalam bahasa Prancis
yaitu “constituer” yang artinya membentuk. Istilah konstitusi ini digunakan
pada masa Romawi (constitutions principum) untuk melaksanakan perintah
Kaisar Romawi. Kemudian di Italia, konstitusi digunakan sebagai Undang-
Undang Dasar (Diritton Constitutionale). Sedangkan dalam bahasa Belanda,
konstitusi disebut “Grondwet”.10
Konstitusi dalam arti formal dapat diartikan sebagai sebuah dokumen
yang resmi, yaitu seperangkat norma-norma hukum yang dapat diubah dengan
pengawasan tertentu. Sedangkan dalam arti material, konstitusi merupakan
9 Marwan Mas, Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara, (Depok: Raja Grafindo Persada,
2018), hlm. 11
10 Ibid
5. 5
kumpulan peraturan yang mengatur tentang pembentukan norma hukum yang
sifatnya umum.11
Konstitusi di negara Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang merupakan dasar negara
untuk penyelenggaraan pemerintahan negara. Isi dari UUD 1945 sendiri
mengandung hak-hak rakyat selaku pemegang kedaulatan yang diatur dalam
konstitusi 12 , serta mengatur tentang lembaga-lembaga negara dan
kewenangannya dalam penyelenggaraan pemerintahan sebuah negara.
Sebuah negara dikatakan berjalan lancar apabila memiliki wilayah
ataupun daerah yang sah, serta memiliki pemerintahan yang sah yang diberi
kedaulatan oleh rakyat.13 Adapun pemerintahan sendiri dalam arti luas yaitu
seluruh kegiatan yang dilakukan oleh negara dengan tujuan mensejahterakan
rakyat dan kepentingan negara itu sendiri. Jadi definisi pemerintahan dalam
arti luas tidak hanya mengacu kepada lembaga eksekutif, melainkan lembaga
legislatif dan yudikatif termasuk ke dalam lembaga pemerintahan. 14
Sedangkan dalam arti sempit, pengertian pemerintahan sendiri mengacu
kepada lembaga eksekutif.
11 Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, (Bandung: Nusa Media, 2006),
hlm. 180
12 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945” (2006), Lihat Pasal 1 ayat (2)
13 Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi (Yogyakarta: Paradigma,
2010), hlm. 78
14 Moh. Kusnardi, dkk, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Pusat Studi
Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti, 1983), hlm. 171
6. 6
Sistem ketatanegaraan Indonesia yang diatur dalam UUD 1945
berdasarkan teori Trias Politica yang dikemukakan Montesqiueu terbagi atas
lembaga eksekutif (pelaksana undang-undang), legislatif (pembuat undang-
undang), dan yudikatif (kekuasaan kehakiman). Terdapat banyak lembaga-
lembaga negara yang disebutkan dalam UUD 1945, akan tetapi tidak semua
lembaga negara dibentuk dan diberi wewenang berdasarkan konstitusi secara
langsung oleh UUD 1945.15
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia diatur dalam UUD 1945 pada Pasal
24 ayat (1) yang berbunyi : “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan.”16 . Kekuasaan yang merdeka pada Pasal 24 ayat (1) dapat
diartikan sebagai kekuasaan yang lepas dari pengaruh pemerintah. Semua
lembaga peradilan yang ada di Indonesia biasa disebut dengan Kekuasaaan
Kehakiman berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:
”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”17
Kemudian pada Pasal 24 ayat (3) disebutkan bahwa: “Badan-badan lain yang
15 Marwan, Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara,Lihat Kata Pengantar hlm. v
16 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945” (2006), Lihat Pasal 24 ayat (1)
17 Ibid, Lihat Pasal 24 ayat (2)/
7. 7
fungsinya berkaitan dengan kekuasaaan kehakiman diatur dalam undang-
undang.”18
Untuk mewujudkan prinsip negara hukum sebagaimana dalam UUD
1945, selain memerlukan peraturan perundangan-undangan, dalam rangka
mewujudkan prinsip negara hukum di Indonesia juga memerlukan aparat
penegak hukum yang berintegritas serta sarana dan prasarana yang memadai
dan kesadaran hukum dari masyarakat sendiri.19
Hukum sebagai sebuah sistem dapat berjalan dengan baik jika
dilengkapi dengan kewenangan di bidang penegakan hukum dalam
penerapannya. Salah satu di antara wewenang tersebut adalah Kejaksaan
Republik Indonesia.20 Seiring perkembangan zaman, Kejaksaan seharusnya
sudah dapat melakukan modernisasi khususnya dalam rangka penegakan
hukum demi terwujudnya identitas Kejaksaan Republik Indonesia yang lebih
mampu beradaptasi dengan perkembangan saat ini. Tidak hanya menjalankan
tugasnya dengan baik, Kejaksaan dituntut untuk dapat membangun identitas
diri sebagai salah satu institusi pelaksana kekuasaan negara, bukan alat
kekuasaan negara.21
Dalam arti luas, cakupan dari penegakan hukum yaitu seluruh bagian
kehidupan masyarakat yang berbangsa dan bernegara. Adapun dalam arti
18 Ibid, Lihat Pasal 24 ayat (3)
19 Marwan Effendy, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2005), hlm.1.
20 Ibid
21 Ibid, hlm. 3
8. 8
sempit, cakupan penegakan hukum hanya meliputi proses penyelesaian
sebuah perkara di lembaga peradilan, khususnya pada perkara pidana, mulai
dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan serta pemeriksaan di pengadilan
hingga pelaksanaan putusan pengadilan dengan kekuatan hukum tetap.22
Sebagai sebuah lembaga penegak hukum, Kejaksaan memiliki
kedudukan yang sangat penting dikarenakan Kejaksaan merupakan penyaring
antara penyidikan dan pemeriksaan di persidangan, sehingga Kejaksaan
dituntut dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagai lembaga penegak
hukum.23
Ketentuan pada Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 diatur lebih lanjut dalam
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pada
Penjelasaan Pasal 38 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman dikatakan bahwa
“Yang dimaksud dengan “badan-badan lain” antara lain kepolisian,
kejaksaan, advokat, dan lembaga pemasyarakatan.”24. Dari penjelasan pasal
tersebut, Kejaksaan merupakan bagian dari Kekuasaan Kehakiman, akan
tetapi pada pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia dikatakan bahwa “Kejaksaan Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang fungsinya
22 Marwan Effendy, Deskresi Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, (2012), hlm.
2-3.
23 Marwan, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari PerspektifHukum, hlm. 2
24 Sekretariat Negara Republik Indonesia “Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman”, No. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157 (2009),
Lihat Penjelasan Pasal 38 (ayat 1)
9. 9
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-
Undang”. 25 Hal tersebut menimbulkan inkonsistensi terhadap pengaturan
lembaga kejaksaan sehingga masih memunculkan pertanyaan terkait
kedudukan kejaksaan itu sendiri.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di Kejaksaan Negeri
Singkawang, terdapat beberapa data yang peneliti peroleh khususnya
mengenai pelaksanaan Pasal 30 tentang Tugas dan Wewenang Kejaksaan di
Kejaksaan Negeri Singkawang pada tahun 2021. Adapun data yang diperoleh
yaitu dari Seksi Pidana Umum dengan jumlah perkara masuk sebanyak 311
perkara dengan rincian kasus Orang, Harta dan Benda (Oharda) sebanyak 122
perkara, kemudian kasus Keamanan Negara dan Ketertiban Umum
(Kamnegtibum) dan Tindak Pidana Umum Lain (TPUL) sebanyak 70 perkara,
dan kasus Narkotika sebanyak 119 perkara.26 Kemudian dilanjutkan dengan
Seksi Pidana Khusus dengan jumlah perkara masuk sebanyak 6 perkara
dengan rincian 4 perkara masih dalam tahap penyelidikan dan 2 perkara masih
dalam tahap penyidikan. Setelah itu dari Seksi Intelijen dengan jumlah
aktivitas sebanyak 8 kegiatan dengan rincian 1 kali penyelidikan/
pengamanan/penggalangan, 1 kali melakukan pengawasan aliran dan
25 Sekretariat Negara Republik Indonesia “Undang-Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia”, No.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 298 (2021), Lihat Pasal 1 (ayat 1)
26 Observasi di Kejaksaan Negeri Singkawang tanggal14 Februari 2022
10. 10
kepercayaan masyarakat, 2 kali melakukan kegiatan Jaksa Masuk Sekolah, 1
kali Penerangan Hukum dan 3 kali kegiatan Jaksa Menyapa. Dan yang
terakhir yaitu Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara yang melaksanakan 26
kegiatan dengan rincian 5 Pertimbangan Hukum (2 Pendampingan Hukum
dan 3 Pendapat Hukum), 3 Bantuan Hukum, 12 Pelayanan Hukum dan 6
MoU. 27 Dari data 4 seksi yang sudah dipaparkan, Seksi Pidana Umum
memiliki data terbanyak sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas sehari-
hari di Kejaksaan Negeri Singkawang lebih banyak menangani perkara pidana
yang mana merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, terdapat
ketidaksesuaian antara undang-undang dan penerapannya di lapangan terkait
kedudukan kejaksaan dengan tugas dan wewenang lembaga kejaksaan itu
sendiri, dikarenakan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan
Republik Indonesia pada Pasal 1 dikatakan bahwa kejaksaan merupakan
lembaga pemerintahan yang pengertiannya mengacu pada lembaga eksekutif,
akan tetapi pada penerapan di Kejaksaan Negeri Singkawang mengacu pada
data kegiatan Kejaksaan Negeri Singkawang per tahun 2021, Kejaksaan
Negeri Singkawang lebih banyak menangani kasus pidana yang mana
merupakan bagian dari wewenang lembaga kehakiman atau yudikatif.
sehingga penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini untuk dijadikan
27 Observasi di Kejaksaan Negeri Singkawang tanggal14 Maret 2022
11. 11
sebuah karya ilmiah dengan judul, “Analisis Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Terhadap Kedudukan dan
Peran Kejaksaan Pada Sistem Ketatanegaraan Indonesia di Kejaksaan
Negeri Singkawang.”
B. Rumusan Masalah
Adapun fokus masalah penelitian adalah: “Bagaimana kedudukan dan
peran kejaksaan pada sistem ketatanegaraan di Indonesia?”, fokus penelitian
ini terbagi dalam 2 (dua) submasalah penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana kedudukan dan peran kejaksaan pada sistem ketatanegaraan
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia?
2. Bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia terhadap Kedudukan dan Peran Kejaksaan
di Kejaksaan Negeri Singkawang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu:
a. Mengetahui kedudukan dan peran kejaksaan pada sistem
ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
12. 12
b. Mengetahui penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia terhadap kedudukan dan peran
kejaksaan di Kejaksaan Negeri Singkawang.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini yaitu:
a. Secara teoritis
Secara teoritis, peneliti berharap penelitian ini dapat memperbanyak
ilmu dari teori yang berkaitan dengan kedudukan dan peran kejaksaan
pada sistem ketatanegaraan Indonesia.
b. Secara Praktis
1) Bagi Kejaksaan Negeri Singkawang, diharapkan penelitian ini dapat
dijadikan bahan evaluasi untuk memperjelas kedudukan dan peran
kejaksaan pada sistem ketatanegaraan Indonesia.
2) Bagi Peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi
tentang kedudukan dan peran kejaksaan pada sistem ketatanegaraan
Indonesia.
3) Bagi Fakultas Syariah program studi Hukum Tata Negara,
diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi tentang kedudukan
dan peran kejaksaan pada sistem ketatanegaraan Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
13. 13
Penelitian ini mempunyai kesamaan topik dengan penelitian lainnya,
yaitu Kejaksaan. Akan tetapi, terdapat perbedaan dalam objek pembahasan.
Berikut adalah penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian yang di teliti:
Pertama, skripsi oleh Amriani dengan judul Kedudukan Kejaksaan dalam
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Telaah Atas Fiqh Siyasah).28 Skripsi ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif bersifat yuridis normatif dengan
menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach). Adapun hasil
dari penelitian tersebut adalah masih terdapat beberapa perbedaan pendapat
mengenai kedudukan Kejaksaan pada sistem ketatanegaraan Indonesia.
Menurut Yusril Ihza Mahendra, Bagir Manan, RM. Surachman, dan Jan
Maringka, Kejaksaan itu merupakan lembaga eksekutif dikarenakan
Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan berdasarkan Undang-Undang yang
didefinisikan juga sebagai lembaga eksekutif. Adapun menurut Andi Hamzah,
Harkriastuti Harkrisnowo dan Barda Nawawi Arief, Kejaksaan merupakan
lembaga yudikatif dengan dasar bahwa Kejaksaan hendaknya merupakan
bagian dari Mahkamah Agung agar menjadi lembaga yang independen tanpa
campur tangan lembaga eksekutif. Pendapat ini juga diperkuat dengan
argumen bahwa kekuasaan negara dalam bidang penegakan hukum
merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman atau yudikatif.
28 Amriani, Kedudukan Kejaksaan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Telaah Atas
Fiqh Siyasah),(Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Alauddin Makassar, 2018).
14. 14
Kedua, jurnal oleh Rini Maisari dan M. Zuhri dengan judul Kedudukan
Kejaksaan Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebagai Lembaga
Negara Independen.29 Jenis penelitian yang digunakan pada jurnal ini yaitu
penelitian kualitatif bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian ini yaitu
Kejaksaan sebaiknya menjadi lembaga yang independen dan bukan lembaga
eksekutif, legislatif maupun yudikatif mengingat konstitusi belum mengatur
tentang kedudukan Kejaksaan dan hanya Undang-Undang yang mengatur
kedudukan Kejaksaan.
Ketiga, Adi Baskoro, dalam skripsi yang berjudul Analisis Eksistensi
Kejaksaan Sebagai Lembaga Pemerintah Dalam Sistem Ketatanegaraan
Republik Indonesia. 30 Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif
bersifat library research atau metode penelitian hukum normatif. Adapun
hasil penelitian ini yaitu pentingnya penetapan Kejaksaan sebagai “Badan
Negara” pelaksana kekuasaan negara dalam hal penuntutan yang independen,
kemudian dijelaskan juga bahwa Presiden hendaknya mengangkat Jaksa
Agung sebagai pejabat negara dengan memposisikan Presiden sebagai Kepala
negara, bukan sebagai Kepala Pemerintahan. Dalam hal pelaksanaan tugas
dan wewenang Kejaksaan, hendaknya dipertanggungjawabkan kepada publik
dalam bentuk penegakan hukum, serta disampaikan kepada DPR dalam
29 Rini Maisari dan M.Zuhri, “Kedudukan Kejaksaan Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Sebagai Lembaga Negara Independen”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol. 4,
No. 2 (2020).
30 Adi Baskoro, Analisis Eksistensi Kejaksaan Sebagai Lembaga Pemerintah Dalam Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta,
2009).
15. 15
bentuk laporan. Selain itu, Jaksa Agung sebagai perwakilan negara dalam
perkara dengan ketentuan khusus baik hukum perdata ataupun hukum publik
hendaknya bertanggung jawab kepada Presiden sebagai Kepala Negara.
Keempat, Skripsi A. Irfan Habibi yang berjudul Kedudukan Jaksa Agung
dalam Perspektif Ketatanegaraan Indonesia dan Islam. 31 Skripsi ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif bersifat library research. Adapun
hasil penelitian bahwa dasar mengenai kedudukan serta fungsi Kejaksaan
Agung jika dilihat dari sejarah baik dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
maupun ketatanegaraan Islam sudah cukup kuat. Kemudian dalam hukum
positif ditegaskan bahwa lembaga Kejaksaan memiliki fungsi yang penting
sebagai lembaga penuntutan. Meskipun sudah ada hukum positif yang
mengatur tentang kejaksaan, terdapat juga kesimpulan bahwa independensi
Kejaksaan Agung tidak lepas dari kepentingan politik karena tidak bisa
dipungkiri bahwa lembaga ini lahir dari rahim penguasa.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu diatas terdapat
pada objek penelitian, serta jenis penelitian yang akan digunakan. Pada penelitian-
penelitian yang sudah dipaparkan diatas, yang menjadi objek penelitian tersebut
adalah kedudukan Kejaksaan/Jaksa Agung pada sistem ketatanegaraan Indonesia
serta pembahasannya secara umum, sedangkan pada penelitian ini lebih
mengkhususkan kepada penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021
31 A. Irfan Habibi, Kedudukan Jaksa Agung DalamPerspektif Ketatanegaraan Indonesia dan
Islam, (Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).
16. 16
tentang Kejaksaan Republik Indonesia terhadap kedudukan dan peran kejaksaan di
Kejaksaan Negeri Singkawang. Adapun perbedaan lainnya terdapat pada jenis
penelitian yang akan digunakan, yaitu semua penelitian terdahulu yang telah
dipaparkan diatas menggunakan jenis penelitian kualitatif bersifat library research
atau yuridis normatif, sedangkan pada penelitian ini lebih menekankan kepada
penelitian kualitatif bersifat field research atau yuridis empiris.
17. 17
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Teori Trias Politica
1. Pengertian Teori Trias Politica
Trias Politica merupakan sebuah pemikiran yang berpendapat bahwa
kekuasaan terdiri dari 3 (tiga) macam kekuasaan, yaitu Legislatif, Eksekutif
dan Yudikatif. Adapun definisi dari 3 (tiga) macam kekuasaan tersebut yaitu:
a. Legislatif, yaitu lembaga yang bertugas membuat undang-undang.
b. Eksekutif, yaitu lembaga yang bertugas melaksanakan undang-undang.
c. Yudikatif, yaitu lembaga yang bertugas mengadili atas pelanggaran
undang-undang atau yang biasanya disebut kekuasaan kehakiman.32
Konsep Trias Politica sebenarnya merupakan sebuah paham hukum
untuk tidak menyerahkan kekuasaan kepada orang yang sama sebagai bentuk
pencegahan agar kekuasaan tidak digunakan semena-mena oleh penguasa
sebuah negara. 33 Dapat disimpulkan bahwa konsep Trias Politica
menampilkan sebuah konsep tentang kehidupan berbangsa dan bernegara
dengan melakukan pembagian atau pemisahan kekuasaan dengan tujuan setiap
lembaga memiliki kedudukan yang sama, sehingga antara satu lembaga dengan
32 Abu Daud Basroh, Ilmu Negara (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 85
33 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik,(Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2005),
hlm. 152
18. 18
lembaga lain dapat saling mengawasi dan saling mengimbangi (check and
balances)
2. Pencetus Teori Trias Politica
Teori Trias Politica awalnya dicetuskan oleh John Locke yang
merupakan seorang filsuf Yunani (1632-1704) dalam buku Twi Treatises on
Civil Government pada tahun 1690. Menurut John Locke, kekuasaan sebuah
negara seharusnya terbagi menjadi 3, yaitu eksekutif, legislatif, dan federatif
(hubungan luar negeri). Selain itu beliau juga berpendapat bahwa lembaga
kehakiman merupakan bagian dari eksekutif dikarenakan lembaga kehakiman
juga merupakan pelaksana undang-undang.
Pada Tahun 1748, konsep Trias Politica kembali dikemukakan oleh
Montesquieu yang mana masih terdapat pengaruh dari pemikiran John Locke.
Menurut Montesquieu dalam bukunya yang berjudul The Spirit of Law,
pembagian kekuasaan sebuah negara terdiri atas eksekutif, legislatif dan
yudikatif dimana eksekutif dan legislatif berfungsi sebagai pengatur hal yang
berkaitan dengan hukum antar negara, sedangkan yudikatif berkaitan dengan
hukum antara satu orang dengan orang lain. 34 Selain itu, Montesquieu
34 A. Anwar,. Law Of Substance And Consistency Of Regional Regulation Number 3 Of 2006
Concerning Community Development Activities In Karimah. International Journal ofIslamic
Khazanah,Vol. 9 No. 1, (2019), 9–22.
19. 19
berpendapat bahwa jika kekuasaan negara dipegang lebih dari 1 (satu) badan
kekuasaan yang terpisah, maka dapat menjamin kemerdekaan suatu negara.35
Perbedaan antara pemikiran Trias Politica oleh John Locke dan
Montesquieu terletak pada kedudukan Lembaga Kehakiman. John Locke
berpendapat bahwa lembaga eksekutif yang bertugas sebagai pemutus perkara
sebuah masalah hukum karena termasuk dalam pelaksanaan undang-undang,
sedangkan menurut Montesquieu, Lembaga Kehakiman atau yudikatif
merupakan lembaga yang terpisah dan merdeka tanpa ada intervensi dari pihak
manapun.
3. Penerapan Teori Trias Politica di Indonesia
Meskipun tidak sepenuhnya diterapkan, dalam menjalankan tugas
pemerintahan, Indonesia menerapkan konsep pemisahan kekuasaan
berdasarkan paham Trias Politica, hal tersebut dapat dilihat pada UUD 1945
dimana tiga kekuasaan tersebut yaitu,:
a. Kekuasaan legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan UUD
1945 Pasal 20 ayat (1), Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai kekuasaan
untuk membuat Undang-Undang.36
35 W. Gusmansyah, “Trias Politica dalam Perspektif Fikih Siyasah”. Al Imarah: Jurnal
Pemerintahan Dan Politik Islam, Vol. 2 No. 2, (2019).
36 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945” (2006), Lihat Pasal 20
20. 20
b. Kekuasaan eksekutif yaitu Presiden. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD
1945, Presiden memiliki kekuasaan menjalankan pemerintahan di
Indonesia.37
c. Kekuasaan yudikatif yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah
Agung (MA). Berdasarkan UUD 1945 Pasal 24, MK dan MA sebagai
pemegang kekuasaan yudikatif berperan dalam rangka penegakan hukum.38
B. Tinjauan Umum Kejaksaan
1. Pengertian Kejaksaan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia pasal 1 ayat (1) dikatakan bahwa “Kejaksaan Republik Indonesia
yang selanjutnya disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang
fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan
Undang-Undang.”39
2. Sejarah Kejaksaan
37 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945” (2006), Lihat Pasal 4.
38 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945” (2006), Lihat Pasal 24.
39 Sekretariat Negara Republik Indonesia “Undang-Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia”, No.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 298 (2021), Lihat Pasal 1 (ayat 1)
21. 21
Pada abad ke 19, lembaga Kejaksaan muncul di Indonesia menyusul
dikeluarkannya “Reglemen Bumi Putera” atau Inlandsch Reglement40 (IR) dan
“Reglemen Organisasi Pengadilan” atau Reglement op de Rechterlijke
Organisatie41(RO) oleh Gubernur Hindia Belanda. Adapun rumusan IR 1848,
diantaranya hukum acara pidana, sedangkan rumusan RO yaitu Badan
Penuntut Umum pada Pengadilan Bumi Putera (Landraad) maupun pada
Pengadilan Golongan Eropa (Raad van Justitie). 42 Pada masa penjajahan,
terdapat officier van justitie, yaitu jaksa yang diperuntukkan bagi golongan
Eropa. Selain itu ada juga yang disebut dengan djaksa, yaitu jaksa bagi
golongan pribumi yang berasal dari kata adhyaksa (jaksa pada masa kerajaan).
Pada akhir tahun 1941, terjadi perubahan dimana IR berubah menjadi
Reglemen Indonesia yang Dibaharui (RIB) atau disebut juga Herziene
Inlandsch Reglement (HIR)43 dalam bahasa Belanda untuk mengatur proses
peradilan bagi orang Indonesia.44
Menurut RM Surachman dan Jan Malingka, para jaksa termasuk ke
dalam pegawai negeri (bhinnenlandsch ambtenaar;civil service), bukan
pegawai kehakiman (judicial service).45 Sebagai contohnya, seorang Mantri
Polisi Kecamatan yang mempunyai pengalaman dalam kurun waktu beberapa
40 Yesmil Anwar dan Adang, Pembaruan Hukum Pidana, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2008), hlm. 41
41 RM Surachman dan Jan Maringka, Eksistensi Kejaksaan Dalam Konstitusi di Berbagai
Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm. 40
42 Ibid, hlm. 40-41
43 Yesmil, Pembaruan Hukum Pidana,hlm. 40
44 Ibid
45 RM Surachman, Eksistensi Kejaksaan Dalam Konstitusi di Berbagai Negara, hlm. 41
22. 22
tahun dapat diangkat menjadi Camat (Asisten Wedana). Akan tetapi, Mantri
Polisi bisa juga diangkat sebagai Ajun Jaksa. Demikian juga Camat yang
mempunyai pengalaman yang cukup lama dapat diangkat sebagai Wedana.
Akan tetapi, ada sebagian Camat yang diangkat sebagai Jaksa. Dengan
pengalaman yang cukup lama, Jaksa dapat diangkat menjadi “djaksa kepala”
(Hoof djaksa) atau Kepala Kejaksaan.46
Pada masa IR 1848, wewenang yang dimiliki jaksa tidaklah penuh47,
akan tetapi sebagai jaksa yang belum ahli (belum volwaardig) dan
kedudukannya sebagai hulpmagistraat (ajun magistraat) serta memiliki
tanggung jawab kepada kepala Residen pada keresidenan masing-masing.48
Sedangkan Raad Van Justitie dipimpin oleh Procureur General, yaitu Jaksa
Agung pada Mahkamah Agung (Hooggerechtshof).
Pada masa penjajahan Jepang (1941-1945), perubahan yang terjadi pada
lembaga Kejaksaan hanya dihapusnya Raad van Justitie sebagai pengadilan
bagi golongan Eropa49 dan menggantinya dengan Tihoo Hooin (Pengadilan
Negeri), Kootoo Hooin (Pengadilan Tinggi), dan Saikoo Hooin (Mahkamah
Agung). Dari masing-masing pengadilan tersebut kemudian dibentuk
Kejaksaan Pengadilan Negeri (Tihoo Kensatsu Kyoku), Kejaksaan Pengadilan
Tinggi (Kootoo Kensatsu Kyoku), dan Kejaksaan Agung (Saikoo Kensatsu
46 Ibid
47 Pasal 46 ayat (2) Inlandsch Reglement yang berbunyi “Kalau tidak ditentukan orang lain,
maka yang dikatakan pegawai-pegawai penuntut umum dalam reglemen ini, ialah jaksa-jaksa pada
pengadilan negeri.”
48 RM Surachman, Eksistensi Kejaksaan Dalam Konstitusi di Berbagai Negara, hlm. 41
49 Yesmil, Pembaruan Hukum Pidana,hlm. 42
23. 23
Kyoku).50 Lembaga peradilan tersebut berlaku bagi seluruh golongan yang ada
di Indonesia, terkecuali warga negara Jepang. Dengan kata lain, tersangka
ataupun terdakwa yang berasal dari Jepang tidak diinvestigasi ataupun
disidangkan di lembaga peradilan tersebut.51
Adapun tugas Kejaksaan (Kensatsu Kyoku) pada Osamu Seirei No. 3
Tahun 1942 Pasal 2 yaitu:52
a. Menyelidiki kejahatan dan pelanggaran,
b. Menuntut perkara,
c. Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara pidana,
d. Mengurus pekerjaan lain-lain wajib dilakukan menurut hukum.
Masa pendudukan Jepang menjadi masa yang cukup bersejarah bagi
Kejaksaan Republik Indonesia, karena pada masa ini jaksa dan kejaksaan
diberikan wewenang penuh, menggantikan para magistrat (Magistraaten), para
penuntut umum Belanda (officier van justitie), dan badan penuntut umum.
Selain perubahan pada badan peradilan, perubahan yang dilakukan
Jepang yaitu dihapuskannya Magistraat dan Officier van Justitie sebagai
penuntut umum pada masa penjajahan Belanda. Sebagai gantinya Tugas dan
wewenang mereka sepenuhnya diserahkan kepada Jaksa dengan pengawasan
seorang Jaksa Jepang yang ditunjuk sebagai Kepala Kantor Kejaksaan.53
50 RM Surachman, Eksistensi Kejaksaan Dalam Konstitusi di Berbagai Negara, hlm. 42
51 Ibid, hlm. 43
52 Marwan, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari PerspektifHukum, hlm. 65-66
53 Ibid, hlm. 66
24. 24
Pada Masa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membuat Aturan Peralihan 54 yang di
dalamnya tertulis bahwa peraturan yang ada tetap berlaku sampai berganti
dengan peraturan yang baru. 55 Jadi Kejaksaan Republik Indonesia sejak
proklamasi kemerdekaan sudah ada sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2
Aturan Peralihan UUD 1945 jo PP No. 2 Tahun 1945. Kemudian kedudukan
Kejaksaan diatur dalam rapat PPKI yang mana didapat hasil bahwa Kejaksaan
berada di bawah Departemen Kehakiman. 56 Pada dasarnya, kedudukan
Kejaksaan Agung pada UUD 1945 merupakan kelanjutan dari Indische
Staatsregelling (IS).57 Meskipun Kejaksaan Agung sejajar dengan Mahkamah
Agung, akan tetapi secara pengelolaan, Kejaksaan berada di bawah
Kementerian Kehakiman.
Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959,
Kejaksaan mengalami perubahan status dari lembaga non departemen di
bawah Menteri Kehakiman menjadi lembaga yang mandiri, seiring dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 204 Tahun 1960.58 Kemudian disusul
dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia, hingga
disahkannya Undang-Undang No. 16 Tahun 1962 tentang Pembentukan
54 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945” (2006), Lihat Pasal 1 Aturan Peralihan
55 Ibid, lihat Pasal 2 Aturan Peralihan
56 Marwan, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari PerspektifHukum, hlm. 67
57 Marwan, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari PerspektifHukum, hlm. 67
58 Ibid, hlm. 68-69
25. 25
Kejaksaan Tinggi dalam rangka pengaturan dan penetapan kedudukan, tugas
dan wewenang Kejaksaan serta penempatan Kejaksaan ke dalam struktur
organisasi departemen.59 Hal tersebut jelas membuat Kejaksaan terpisah dari
Menteri Kehakiman dan Mahkamah Agung. Kejaksaan berubah menjadi
sebuah lembaga yang mandiri sekaligus bagian dari kabinet, sehingga
membuat Kejaksaan menjadi bagian dari eksekutif berdasarkan Keputusan
Presiden tersebut.60
Pada masa Orde Baru, banyak perubahan terjadi di Kejaksaan, baik dari
pimpinan, struktur organisasi hingga tata kerja. Perubahan tersebut ditandai
dengan pembaharuan mengenai Pokok-Pokok Organisasi Kementerian
Kejaksaan, yang isinya:61
a. Kementerian Kejaksaan dipimpin langsung oleh Menteri/Jaksa Agung
dengan bantuan oleh 3 (tiga) orang Deputi Menteri/Jaksa Agung, yang
terdiri dari bidang Intelijen/Operasi, Khusus dan Pembinaan, dan Pengawas
Umum (Inspektur Jendral)
b. Menteri/Jaksa Agung bertugas memimpin/mengkoordinasi 3 (tiga) orang
Deputi dan Pengawas Umum tersebut dalam menjalankan tugas
c. Para Deputi dibantu oleh direktorat-direktorat, biro dan seksi, sedangkan
Pengawas Umum dibantu oleh inspektorat-inspektorat.
59 Marwan, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari PerspektifHukum, hlm. 69
60 Ibid
61 Marwan, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari PerspektifHukum, hlm. 69
26. 26
Setelah Kabinet Ampera terbentuk pada tanggal 25 Juli 1966, dalam
rangka pemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, Kejaksaan
ditiadakan statusnya sebagai Departemen sehingga Kejaksaan Agung berubah
statusnya sebagai Lembaga Kejaksaan Tinggi Pusat dan Jaksa Agung tidak lagi
berstatus sebagai menteri.62
Pada tanggal 20 November 1991, terjadi perubahan pada susunan
organisasi dan tata kerja Kejaksaan Republik Indonesia menyusul dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 55 Tahun 1991
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia,
yang mana pada keputusan sebelumnya yaitu Keputusan Presiden No. 86
Tahun 1982, susunan organisasi Kejaksaan yaitu:63
a. Jaksa Agung;
b. Jaksa Agung Pembinaan;
c. Jaksa Agung Muda Pengawasan Umum;
d. Jaksa Agung Muda Intelijen;
e. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum;
f. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus;
g. Pusat Penelitian dan Pengembangan;
h. Instansi Vertikal: Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.
62 Keputusan Presidium Kabinet Ampera No. 26/U/Kep/9/66 Tanggal 6 September 1966
tentang Penegasan Status Kejaksaan Agung.
63 Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Keputusan Presiden No 86 Tahun 1982 tentang
Pokok-Pokok Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia” Lembaran Lepas Republik
Indonesia (1982), Lihat Pasal 2
27. 27
Pada masa Reformasi, Kejaksaan mengalami pergantian Jaksa Agung
sebanyak 6 kali. Penambahan fungsi juga terjadi pada masa ini dimana fungsi
tersebut dapat dilihat dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 26
Tahun 199964 dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Peradilan
Hak Asasi Manusia. Dalam UU No. 26 Tahun 2000 hukum acara atas
pelanggaran HAM berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana
yang terdiri dari:65
a. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan.
b. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penahanan.
c. Komnas HAM sebagai penyelidik berwenang melakukan penyelidikan.
d. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penyidikan.
e. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penuntutan.
f. Pemeriksaan dilakukan dan diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan
HAM.
Dengan pergantian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia, dapat dikatakan bahwa Kejaksaan merupakan
64 Sekretariat Negara Republik Indonesia, ” Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 1999 Tentang Pencabutan Undang-Undang Nomor 11/PNPS/Tahun 1963 Tentang
Pemberantasan Kegiatan Subversi”, No. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 73
(1999)
65 Sekretariat Negara Republik Indonesia,” Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia”, No. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 208 (2000), Lihat Pasal 11
28. 28
lembaga yang memiliki kewenangan dalam menjalankan kekuasaan negara
dibidang penuntutan66, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih
oleh dan bertanggung jawab kepada presiden.67 Kejaksaan Agung, Kejaksaan
Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya di
bidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan.
3. Tugas dan Fungsi Kejaksaan
Kewenangan kejaksaan yang diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan
Republik Indonesia terbagi-bagi atas bidang pidana, perdata dan tata usaha
negara serta bidang ketertiban dan kesejahteraan umum. Berikut adalah tugas
dan kewenangan Kejaksaan yang berkaitan dengan peradilan:
a. Bidang Pidana
1) Melakukan penuntutan;
2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
4) Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang;
66 Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,” No.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 298 (2021), Lihat Pasal 1.
67 Ibid, Lihat Pasal 2 ayat (3).
29. 29
5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.68
b. Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara69
Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia menyebutkan bahwa dalam bidang perdata dan tata usaha
kejaksaan dengan kuasa khusus bertindak di dalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama negara 70 serta dapat memberikan
pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.71
c. Bidang Ketertiban dan Ketentraman Umum
Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:72
1) Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat;
2) Pengamanan Kebijakan Penegakan Hukum;
68 Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia,” No. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67
(2004), Lihat Pasal 30 Ayat (1).
69 Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia,” No. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67
(2004), Lihat Pasal 30 Ayat (2)
70 Ibid
71 Ibid
72 Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia,” No. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67
(2004), Lihat Pasal 30 Ayat (3)
30. 30
3) Pengawasan Peredaran Barang Cetakan;
4) Pengawasan Aliran Kepercayaan yang dapat Membahayakan
Masyarakat dan Negara serta Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau
Penodaan Agama;
5) Penelitian Dan Pengembangan Hukum serta Statistik Kriminal.
31. 31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian adalah ilmu tentang proses yang harus dilalui dalam sebuah
penelitian. Jenis penelitian juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang metode ilmiah dalam pencarian, pengembangan, serta pengujian kebenaran
suatu ilmu pengetahuan. Adapun metode penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode penelitian hukum, yang mana pada konteks penelitian
hukum maka ilmu yang dibahas akan menguji kebenaran suatu pengetahuan
hukum.73
Penelitian hukum menurut Peter Mahmud Marzuki merupakan sebuah
proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum, maupun doktrin hukum
untuk menjawab isu hukum yang sedang dihadapi.74 Sedangkan menurut Erwin
Pollack yang dikutip Soejono dan H. Abdurrahman, penelitian hukum adalah
sebuah penelitian untuk menemukan inkonkrito yang meliputi berbagai aktivitas
untuk menemukan hukum apakah yang layak untuk diterapkan secara inkonkrito
untuk penyelesaian sebuah perkara tertentu.75
Adapun jenis penelitian pada penelitian ini yaitu penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang digunakan dengan cara mengamati fenomena yang terjadi di
73 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Graniat, 2004), hlm. 1.
74 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), hlm. 47
75 Soejono dan H. Abdurrahman, Metode Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2006), hlm. 105-106
32. 32
masyarakat sebagai bahan penelitian untuk ditelaah. Penelitian kualitatif yang
digunakan pada penelitian ini yaitu penelitian interaktif yang bersifat field
research (penelitian lapangan) berupa penelitian deskriptif. Adapun pendekatan
penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah yuridis empiris, yaitu
penelitian hukum mengenai penerapan ketentuan hukum yang sedang berlaku
dalam masyarakat.76 Dapat disimpulkan bahwa penelitian yang digunakan pada
penelitian ini berdasarkan fenomena yang sedang terjadi di masyarakat dengan
tujuan untuk mengetahui dan menemukan fakta dan data yang diperlukan dalam
penelitian. Jadi, dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian lapangan
yang bersifat deskriptif dalam rangka pengumpulan data mengenai penerapan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
B. Setting Penelitian
Setting penelitian berhubungan erat dengan subjek penelitian dan merupakan
satu kesatuan yang telah ditentukan sejak awal penelitian. Setting penelitian
kualitatif memiliki 3 (tiga) dimensi. 77 Adapun 3 dimensi tersebut berdasarkan
penelitian ini yaitu:
1. Dimensi tempat, yaitu daerah atau wilayah tempat objek penelitian, adapun
daerah atau wilayah tempat objek penelitian ini yaitu Kota Singkawang.
76 Abdul kadir Muhammad, hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung:Citra Aditya Bakti,
2004), hlm. 134.
77 Asman dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Syariah Edisi Revisi 2021,
(Sambas: El-Markazi, 2021), hlm. 39-40
33. 33
2. Dimensi pelaku, yaitu subjek atau objek yang menjadi penentu keberhasilan
sebuah penelitian terutama pada tahap pengumpulan data atau informasi.
Subjek penelitian yaitu pihak-pihak yang berperan dalam memberikan
informasi kepada peneliti terkait dengan permasalahan yang menjadi fokus
penelitian, sedangkan objek penelitian adalah permasalahan yang menjadi fokus
penelitian. Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan, adapun yang menjadi
subjek penelitian ini adalah Kejaksaan Negeri Singkawang khususnya Kepala
Kejaksaan Negeri Singkawang, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri
Singkawang, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Singkawang,
Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Singkawang,
dan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Singkawang, sedangkan yang
menjadi objek penelitian pada penelitian ini yaitu penerapan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia terhadap kedudukan dan
peran kejaksaan pada sistem ketatanegaraan Indonesia khususnya di Kejaksaan
Negeri Singkawang.
3. Dimensi Kegiatan, yaitu kegiatan yang berlangsung pada subjek atau objek
penelitian, adapun kegiatan yang berlangsung pada objek penelitian ini
berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia. Dan kegiatan yang akan diteliti yaitu penerapan Undang-Undang
34. 34
tersebut terhadap Kedudukan dan Peran Kejaksaan di Kejaksaan Negeri
Singkawang.
C. Sumber Data
Data dapat diartikan sebagai kumpulan informasi atau keterangan dari suatu
hal yang dapat diperoleh dengan cara pengamatan atau dapat diperoleh pada
sumber tertentu.78 Data yang didapat, meskipun belum diolah lebih lanjut dapat
menjadi fakta ataupun anggapan. Sedangkan sumber data dapat diartikan sebagai
subjek atau objek dari mana data yang diperlukan bisa diperoleh.79 Berdasarkan
objek pada penelitian ini, data yang bisa diperoleh pada penelitian ini terbagi atas
2 (dua) macam, yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data utama dalam penelitian yang diperoleh langsung
dari lokasi penelitian.80 Data primer dapat berupa informasi yang diperoleh
dengan wawancara maupun observasi di lokasi penelitian langsung. Adapun
data primer pada penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan beberapa
pejabat di Kejaksaan Negeri Singkawang, diantaranya Kepala Kejaksaan
Negeri Singkawang, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri
Singkawang, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Singkawang,
78 Abd. Muin Salim, dkk, Metodologi Penelitian Tafsir Maudu’i (Makasar:al-Zikra, 2011),
hlm. 109.
79 Toha Anggoro, dkk, Materi Pokok Metode Penelitian, Edisi 2 (Jakarta:UniversitasTerbuka,
2011), hlm. 628.
80 Norman K. Denzin, yvonna S. Linclon (editor), dan Dariyatno (penerjemah), Handbook of
Qualitative Research (edisi ketiga) ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 507-508. Dalam buku
Jamiat Akadol, Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan Publik di Indonesia (Yogyakarta: Penerbit
Deepublish Publisher, 2020), hlm.39.
35. 35
Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Singkawang,
dan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Singkawang. Selain itu, data
primer pada penelitian ini diperoleh melalui hasil observasi yang dilakukan di
kantor Kejaksaan Negeri Singkawang, menggunakan data laporan tahunan
kegiatan di Kejaksaan Negeri Singkawang tahun 2021 pada Seksi Pidana
Umum, Seksi Pidana Khusus, Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara dan Seksi
Intelijen.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang dapat dipergunakan sebagai penunjang
data primer. Adapun data sekunder pada penelitian ini yaitu Peraturan
Perundang-Undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, salah satunya yaitu
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, serta
beberapa peraturan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu, data
sekunder pada penelitian ini diperoleh dari jurnal, skripsi atau beberapa
dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Dalam sebuah penelitian, teknik dan alat pengumpulan data adalah hal yang
sangat penting dalam rangka pengumpulan data agar sesuai dengan fokus
penelitian. Agar penelitian ini berjalan lancar dan sesuai fokus penelitian, maka
peneliti akan melakukan penentuan populasi dan sampel. Populasi menurut H.
Hadari Nawawi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat berupa manusia,
36. 36
benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai, maupun peristiwa sebagai sumber data
yang memiliki ciri tertentu dalam sebuah penelitian. 81 Adapun populasi pada
penelitian ini yaitu Kejaksaan Negeri Singkawang. Sedangkan sampel yaitu
beberapa anggota populasi yang diambil menggunakan teknik sampling. Adapun
teknik sampling yang peneliti gunakan yaitu teknik non random sampling, yaitu
tidak semua anggota populasi yang dijadikan sebagai anggota sampel.82 Teknik
non random sampling yang peneliti gunakan adalah sampling secara bertujuan
(purposive sampling), artinya dipilih secara khusus berdasarkan tujuan
penelitian.83 Adapun sampel pada penelitian ini adalah Kepala Kejaksaan Negeri
Singkawang, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Singkawang, Kepala
Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Singkawang, Kepala Seksi Perdata dan
Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Singkawang, dan Kepala Seksi Intelijen
Kejaksaan Negeri Singkawang. Karena penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif, maka teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah:
1. Observasi
Observasi adalah alat pengumpul data yang sering digunakan jika tujuan
penelitian yang akan dilakukan adalah mencatat perilaku hukum dalam sebuah
aktivitas hukum. 84 Observasi yang dilakukan harus memenuhi persyaratan
81 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1993), hlm. 141
82 Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi, (Bandung:
Alfabeta, 2020), hlm. 113
83 Ibid, hlm. 114
84 Ibid, hlm. 119
37. 37
diantaranya validitas dan reliabilitas sehingga hasilnya sesuai dengan fakta
yang menjadi pengamatan.85 Adapun observasi yang telah dilakukan peneliti
pada penelitian ini yaitu observasi terhadap kegiatan di Kejaksaan Negeri
Singkawang di tahun 2021 melalui data kegiatan Kejaksaan Negeri Singkawang
tahun 2021 khususnya pada Seksi Pidana Umum, Seksi Pidana Khusus, Seksi
Perdata dan Tata Usaha Negara, dan Seksi Intelijen.
2. Wawancara
Wawancara adalah interaksi antara dua orang atau lebih berupa tanya
jawab secara lisan tentang informasi ataupun keterangan yang berkaitan dengan
penelitian. 86 Wawancara ini dilakukan kepada sampel yang telah peneliti
tentukan pada penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui lebih lanjut
tentang fokus penelitian ini. Adapun alat yang digunakan dalam wawancara ini
yaitu pedoman wawancara. Pada penelitian ini, yang menjadi narasumber
wawancara pada penelitian ini yaitu Kepala Kejaksaan Negeri Singkawang,
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Singkawang, Kepala Seksi
Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Singkawang, Kepala Seksi Perdata dan Tata
Usaha Negara Kejaksaan Negeri Singkawang, dan Kepala Seksi Intelijen
Kejaksaan Negeri Singkawang.
85 Ibid
86 Ibid, hlm. 116
38. 38
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah kegiatan pengumpulan data melalui data tertulis.87
Data tersebut dapat berupa data arsip, buku, peraturan perundang-undangan,
ataupun data historis dari sebuah objek penelitian. Pada penelitian ini, peneliti
berfokus kepada dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya
data kegiatan Kejaksaan Negeri Singkawang tahun 2021 khususnya pada Seksi
Pidana Umum, Seksi Pidana Khusus, Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara,
dan Seksi Intelijen, buku Profil Kejaksaan Negeri Singkawang, Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa pedoman wawancara.
Pedoman wawancara disajikan dalam bentuk pertanyaan yang telah disusun secara
urut dan terarah pada fokus penelitian.
E. Teknik Analisis Data
Secara bahasa, pengertian analisis adalah penguraian dan penelaahan sebuah
pokok untuk mendapatkan pengertian dan pemahaman yang benar secara
menyeluruh. 88 Adapun teknik analisis data adalah cara untuk menyusun data
secara sistematis untuk memperoleh data yang sempurna sehingga mendapatkan
87 Munadi, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah (Sambas: IAI Sambas, 2018),
hlm. 19
88 Suharsono, Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Semarang:Widya Karya,
2011), hlm. 37.
39. 39
pemahaman dari sebuah objek penelitian. Proses analisis data kualitatif menurut
Agus Salim dapat dijelaskan melalui tiga langkah, yaitu:
1. Reduksi Data
Mereduksi data adalah merangkum, memilih pokok-pokok penelitian,
mengutamakan hal-hal penting yang berkaitan dengan penelitian. Dalam tahap
reduksi data ini, peneliti lebih memfokuskan pada kedudukan dan peran
kejaksaan pada sistem ketatanegaraan Indonesia di Kejaksaan Negeri
Singkawang.
2. Penyajian data
Pada tahap penyajian data ini, setelah pengumpulan data yang telah
diperoleh, data tersebut peneliti paparkan dalam bentuk deskriptif. Data yang
sudah diolah dan disajikan tersebut kemudian dianalisis dengan mengacu
kepada landasan teori yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya.
3. Penarikan kesimpulan
Pada tahap ini peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang telah
dilakukan berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan melakukan
perbandingan antara teori yang berkaitan dengan fakta yang ada di lapangan,
sehingga peneliti dapat mempertanggungjawabkan kesimpulan tersebut secara
ilmiah.
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam sebuah penelitian, ada kemungkinan terdapat kekurangan dan
kesalahan yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data. Oleh karena itu,
40. 40
pengecekan ulang terhadap data yang telah terkumpul sangat diperlukan, agar
dapat menghasilkan data yang berkualitas sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Diperlukan teknik pemeriksaan yang tepat untuk memeriksa keabsahan sebuah
data.
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk pengecekan keabsahan
data, akan tetapi peneliti hanya menggunakan beberapa teknik saja, yaitu:
1. Triangulasi
Triangulasi adalah memeriksa kembali informasi yang didapat dan
membandingkan data yang didapat. Adapun data yang dibandingkan adalah
data hasil wawancara dengan data hasil observasi.
2. Member Check
J.R Raco berpendapat bahwa member check adalah pemeriksaan kembali
data yang didapat dari informan dengan cara mengadakan wawancara ulang
atau mengumpulkan informan untuk memastikan kembali data yang didapat.
Hal tersebut bertujuan untuk memastikan kebenaran data yang didapat oleh
peneliti. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan member check dengan cara
memeriksa kembali hasil wawancara dan hasil observasi kepada informan.
Setelah diperiksa dan disepakati antara informan dan peneliti, maka dapat
dipastikan bahwa data yang peneliti peroleh sudah benar.89
89 J.R Raco, Metode Penelitian Kualitatif, Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya
(Jakarta:PT Grafindo, 2010), hlm. 134.
41. 41
BAB IV
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Profil Singkat Lokasi Penelitian
Kota Singkawang atau bisa juga disebut San Khew Jong adalah sebuah kota
yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Kota Singkawang terletak sebelah
Utara dari Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat yaitu Kota Pontianak dan berjarak
sekitar 145 km dari Kota Pontianak. Nama Singkawang sendiri berasal dari bahasa
Hakka yaitu San Khew Jong yang merujuk kepada sebuah kota yang terletak di
bukit dan dekat laut serta estuari. Kota Singkawang merupakan salah satu kota di
Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki penduduk yang multietnis dan agama,
dan pada tahun 2022, kota Singkawang memperoleh penghargaan sebagai Kota
Toleransi di Indonesia.
Kota Singkawang memiliki luas wilayah sebesar 504 km2, serta terletak di
wilayah khatulistiwa dengan koordinat antara 0044’55,85” - 1001’21,51” Lintang
Selatan dan 1080051’47,6” - 1090010’19” Bujur Timur. Adapun batas fisik kota
Singkawang yaitu sebagai berikut:
1. Utara : Kecamatan Selakau Kabupaten Sambas.
2. Timur : Kecamatan Samalantan Kabupaten Bengkayang.
3. Selatan : Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Bengkayang.
4. Barat : Laut Cina Selatan, Laut Natuna dan Samudera Pasifik.
42. 42
Secara administratif, Kota Singkawang terdiri atas 5 kecamatan dan 26
kelurahan yaitu:
Tabel 4.1. Daftar Kecamatan dan Kelurahan di Kota Singkawang
Kecamatan Kelurahan
Singkawang Barat 1. Kuala
2. Pasiran
3. Melayu
4. Tengah
Singkawang Selatan 1. Pangmilang
2. Sagatani
3. Sedau
4. Sijangkung
Singkawang Tengah 1. Bukit Batu
2. Condong
3. Jawa
4. Roban
5. Sekip Lama
6. Sungai Wie
Singkawang Timur 1. Bagak
2. Sahwa
3. Maya Sopa
43. 43
4. Nyarumkop
5. Pajintan
6. Sanggau Kulor
Singkawang Utara 1. Naram
2. Semelagi Kecil
3. Setapuk Besar
4. Setapuk Kecil
5. Sungai Bulan
6. Sungai Garam Hilir
7. Sungai Rasau
Kejaksaan Negeri Singkawang pada mulanya memiliki wilayah kerja yang
meliputi Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, dan Kota Singkawang.
Dalam perkembangannya, wilayah kerja Kejaksaan Negeri Singkawang hanya
meliputi Kota Singkawang saja. Hal ini sesuai dengan kebijakan Jaksa Agung
Republik Indonesia. untuk mendirikan Kejaksaan Negeri Sambas dan Kejaksaan
Negeri Bengkayang. Berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor
20 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah dan
Sekretariat DPRD Kota Singkawang dinyatakan bahwa wilayah Kota Singkawang
meliputi 5 (lima) Kecamatan , yaitu : Singkawang Tengah, Singkawang Barat,
Singkawang Timur, Singkawang Selatan dan Singkawang Utara dengan kelurahan
44. 44
sebanyak 26 (dua puluh enam) kelurahan yaitu Kelurahan Roban, Kelurahan
Condong, Kelurahan Sekip Lama, Kelurahan Jawa, Kelurahan Bukit Batu,
Kelurahan Sungai Wie, Kelurahan Tengah, Kelurahan Kuala, Kelurahan Melayu,
Kelurahan Pasiran, Kelurahan Sanggau Kulor, Kelurahan Pajintan, Kelurahan
Nyarumkop, Kelurahan Bagak Sahwa, Kelurahan Mayasopa, Kelurahan Naram,
Kelurahan Sei Garam Hilir, Kelurahan Sei Bulan, Kelurahan Sei Rasau, Kelurahan
Setapuk Kecil, Kelurahan Setapuk Besar, Kelurahan Semelagi, Kelurahan Sedau,
Kelurahan Sijangkung, Kelurahan Pangmilang dan Kelurahan Sagatani.90
Dalam perkembangannya, Kejaksaan Negeri Singkawang sudah berdiri sejak
tahun 1954 dan sudah mengalami beberapa kali pergantian pimpinan atau di dalam
lingkungan Kejaksaan Negeri disebut Kepala Kejaksaan Negeri, berikut adalah
daftar Kepala Kejaksaan Negeri Singkawang dari tahun 1954 – Sekarang.
Tabel 4.2. Daftar Nama Pejabat Kepala Kejaksaan Negeri Singkawang
No Nama Periode Jabatan Keterangan
1 Sabungan Hutapea 1954 s/d 1957
2 Gusti Yusuf 1957 s/d 1962
3 Mr. BS. Harahap 1962 s/d 1966
4 I Agus Suhadi, S.H. 1966 s/d 1972
5 Martin Rahman, S.H. 1972 s/d 1974
6 Suwarto, S.H. 1974 s/d 1976
90 Profil Kejaksaan Negeri Singkawang, hlm. 16-17
46. 46
27 Sinarta Sembiring., S.H. 2020 s/d 2021
28 Edwin Kalampangan, S.H. 2021 s/d Sekarang
Adapun visi dan misi dari Kejaksaan Negeri Singkawang yaitu:91
1. Visi
Menjadikan Lembaga Penegak Hukum yang Modern, Berintegritas,
Profesional dan Akuntabel dalam mewujudkan supremasi hukum di Indonesia.
2. Misi
a. Meningkatkan pelaksaan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia. dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang, baik dalam segi kualitas dan kuantitas
penanganan perkara seluruh tindak pidana, penanganan perkara perdata dan
tata usaha negara, serta meningkatkan kegiatan intelijen, penegakan hukum
secara modern, berintegritas, profesional dan akuntabel yang berlandaskan
keadilan, kebenaran, serta nilai-nilai kepatutan dalam rangka penegakan
hukum.
b. Mewujudkan peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam hubungan
internasional, kerjasama hukum, dan penyelesaian perkara lintas negara
c. Mewujudkan aparatur Kejaksaan Republik Indonesia yang modern,
berintegritas, profesional dan akuntabel guna kelancaran tugas pokok, fungsi
dan wewenang terutama dalam upaya penegakan hukum yang berkualitas
serta tugas-tugas lainnya.
91 Ibid, hlm. 3
47. 47
d. Melaksanakan pembenahan dan penataan kembali struktur organisasi
Kejaksaan Republik Indonesia, pembenahan informasi manajemen, terutama
mengimplementasikan program Quickwins agar dapat segera diakses
masyarakat, penyusunan cetak biru (blue print) pembangunan aparatur
Kejaksaan Republik Indonesia jangka menengah dan jangka panjang tahun
2025, menerbitkan dan menata kembali manajemen keuangan, dan
peningkatan sarana dan prasarana serta optimalisasi penerapan Teknologi
Informasi (TI).
e. Meningkatkan reformasi birokrasi dan tata kelola Kejaksaan Republik
Indonesia yang bersih dan bebas KKN melalui reformasi mental dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang.92
Dalam mewujudkan visi dan misi di Kejaksaan Negeri Singkawang, tentu
diperlukan struktur organisasi yang baik agar setiap unsur yang berada dalam
lingkup Kejaksaan Negeri Singkawang dapat mengoptimalkan kinerja mereka
dalam mewujudkan visi dan misi tersebut, berikut adalah struktur organisasi di
Kejaksaan Negeri Singkawang:
1. Kepala Kejaksaan Negeri Singkawang, yaitu Bapak Edwin Kalampangan, S.H.
2. Sub Bagian Pembinaan, terdiri dari:
a. Kepala Sub Bagian Pembinaan, yaitu Bapak Sofyan, S.H.
b. Kepala Urusan Keuangan dan PNBP, yaitu Ibu Elis Tarianti
c. Staf Keuangan, yaitu Ary Indah Puspitasari, Supiya dan Ririn Desi Sagita
92 Ibid
48. 48
d. Bagian Kesekretariatan, yaitu Rafli Teja Kusumo
3. Seksi Intelijen, terdiri dari:
a. Kepala Seksi Intelijen, yaitu Bapak David Nababan, S.H., M.H.
b. Jaksa Fungsional, yaitu Ibu Jennifer, S.H.
c. Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat, yaitu Ibu Eliarni
d. Staf Intelijen, yaitu Fitra Wahyu Ramadhan dan Nurul
4. Seksi Tindak Pidana Umum, terdiri dari:
a. Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, yaitu Ibu Martha Evalina Siahaan, S.H.,
M.H.
b. Jaksa Fungsional, yaitu Bapak Heri Susanto, S.H.
c. Staf Tindak Pidana Umum, yaitu Etika Taruni, S.E., Joe Hardi, Dwi, dan Sri
Purwati, S.H.
d. Pengawal Tahanan, yaitu Adepsius dan Daeng Arifin.
5. Seksi Tindak Pidana Khusus, terdiri dari:
a. Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, yaitu Bapak Rakhmat Baihaki, S.H.,
M.H.
b. Jaksa Fungsional, yaitu Ibu Tia, S.H.
c. Staf Tindak Pidana Khusus, yaitu Riyan dan Windi Asmaria.
6. Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, terdiri dari:
a. Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu Bapak Alham, S.H.,
M.H.
49. 49
b. Kepala Subseksi Pertimbangan Hukum, yaitu Adam Putrayansya, S.H., M.H.
c. Jaksa Fungsional, yaitu Wiwik Anggraeni, S.H., M.H.
d. Staf Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu Fifin Khomarul Jannah, S.H. dan
Zulfie Noviar.
7. Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan, terdiri dari:
a. Kepala Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan, yaitu Bapak
Rohmadi, S.H., M.H.
b. Staf Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan, yaitu Yosua
Ranggina Sarungallo, S.H
B. Paparan Data
Mengacu pada fokus penelitian pada skripsi ini, terdapat 2 (dua) submasalah
penelitian, yaitu bagaimana kedudukan dan peran kejaksaan pada sistem
ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia dan bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia terhadap kedudukan dan peran kejaksaan di
Kejaksaan Negeri Singkawang. Dalam pengumpulan data tersebut, peneliti
melakukan wawancara agar data yang diperoleh sesuai dengan submasalah
penelitian sehingga didapat hasil wawancara sebagai berikut:
1. Data Wawancara
a. Responden I
50. 50
Responden I pada penelitian ini yaitu Bapak Edwin Kalampangan,
S.H. selaku Kepala Kejaksaan Negeri Singkawang. 93 Wawancara tersebut
dilaksanakan pada hari Kamis, 7 April 2022 pada jam 08.00-08.30. Pada
wawancara tersebut peneliti membawa pedoman wawancara, alat tulis
beserta hp yang digunakan untuk dokumentasi wawancara. Bapak Edwin
Kalampangan, S.H. telah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri
Singkawang sejak tanggal 19 Februari 2021. Beliau mengatakan bahwa
instansi Kejaksaan menjalankan tugas di 3 (tiga) bidang yaitu pidana,
perdata dan tata usaha negara, serta ketertiban dan ketenteraman umum
berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia. Dalam konteks yang berkaitan penelitian ini, beliau
mengatakan bahwa kedudukan Kejaksaan memang berada sebagai lembaga
pemerintahan berdasarkan undang-undang mengingat kejaksaan berada di
bawah presiden dan pertanggungjawaban tugas-tugas kejaksaan juga
disampaikan kepada presiden. Berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas di
kejaksaan, berkas yang paling sering masuk di Kejaksaan Negeri
Singkawang yaitu berkas tindak pidana umum yang mana disposisi berkas
tersebut tertuju pada seksi Pidana Umum. Adapun pendapat beliau tentang
Undang-Undang Kejaksaan bahwa kejaksaan sudah tepat dikatakan sebagai
93 Wawancara, Edwin Kalampangan, S.H. sebagaiKepala Kejaksaan Negeri Singkawang,
tanggal 7 April, 2022
51. 51
lembaga pemerintahan mengingat saat ini Jaksa Agung berada di bawah
Presiden serta tugas yang dilaksanakan di Kejaksaan Negeri Singkawang
sudah sesuai dengan penjabaran pasal 30 Undang-Undang Kejaksaan. Selain
itu beliau juga menanggapi terkait perbedaan pendapat para ahli hukum
terkait kedudukan Kejaksaan yang mengatakan ada yang berada di eksekutif
dan ada yang berada di yudikatif, beliau mengatakan bahwa hal tersebut
perlu dicari dasar hukumnya terlebih dahulu dalam artian yang mengatakan
bahwa Kejaksaan berada di ranah eksekutif apa dasar hukumnya dan yang
mengatakan bahwa Kejaksaan berada di ranah yudikatif apa dasar
hukumnya. Berdasarkan pasal 30 Undang-Undang Kejaksaan, maka yang
menjadi pelaksana pasal tersebut adalah Seksi Pidana Umum dan Seksi
Pidana Khusus pada ayat (1), Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara pada
ayat (2), dan Seksi Intelijen pada ayat (3). Maka dari itu, akan lebih baik
apabila peneliti melakukan observasi wawancara kepada seksi yang
bersangkutan.
b. Responden II
Responden II pada penelitian ini yaitu Bapak Alham, S.H., M.H.
selaku Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara 94 . Wawancara ini
dilakukan dengan membawa pedoman wawancara, alat tulis serta hp yang
digunakan untuk dokumentasi wawancara pada pukul 08.30-09.00. Beliau
94 Wawancara, Alham, S.H., M.H. sebagaiKepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara
Kejaksaan Negeri Singkawang, tanggal 7 April, 2022
52. 52
sudah menjabat sebagai Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara
Kejaksaan Negeri Singkawang sejak Pertengahan Februari 2021. Pada
wawancara tersebut, beliau menjelaskan bahwa tugas Seksi Perdata dan Tata
Usaha Negara berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor
006/A/JA/07/2017 adalah menjalankan teknis dari fungsi Kejaksaan dalam
bidang Perdata dan Tata Usaha Negara didaerah hukumnya yang mana
dalam hal ini yaitu Kota Singkawang. Dalam menjalankan tugas sebagai
Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, beliau dibantu oleh 1 orang
Kepala Subseksi Pertimbangan Hukum yang bertugas sebagai pelaksana
pemberian pertimbangan hukum, tindakan hukum lain, dan pelayanan
hukum di bidang perdata, 1 orang jaksa serta 2 orang staf. Berkaitan dengan
konteks pada penelitian ini, beliau mengatakan bahwa kalimat pada pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Kejaksaan sudah tepat dikarenakan saat ini
Kejaksaan memang berada di bawah Presiden dan tugas yang dilakukan di
Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Singkawang sudah
sesuai dengan yang tercantum di dalam Undang-Undang Kejaksaan.
c. Responden III
Responden III pada penelitian ini yaitu Bapak Rakhmat Baihaki, S.H.,
M.H. selaku Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Singkawang.95
Wawancara ini dilakukan dengan membawa pedoman wawancara serta hp
95 Wawancara, Rakhmat Baihaki, S.H., M.H. sebagai Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan
Negeri Singkawang, tanggal 7 April, 2022
53. 53
untuk keperluan dokumentasi wawancara pada pukul 09.00-09.30. Beliau
sudah menjabat sebagai Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri
Singkawang sejak tanggal 21 Januari 2021. Dalam wawancara tersebut,
beliau mengatakan bahwa tugas Kepala Seksi Pidana Khusus yaitu
mengkoordinasikan penanganan perkara tindak pidana khusus dan tindak
pidana ekonomi serta berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan tindak pidana korupsi. Dalam menjalankan tugas sebagai Kepala
Seksi Pidana Khusus, beliau dibantu oleh 2 orang staf dalam hal
pengadministrasian, sedangkan dalam hal pelaksanaan tugas jaksa dibantu
oleh 1 orang jaksa fungsional dan para kepala seksi di lingkungan Kejaksaan
Negeri Singkawang yang tertuang dalam sebuah surat perintah. Berkaitan
dengan konteks penelitian ini, beliau mengatakan bahwa secara organisasi
atau kelembagaan serta tugas atau fungsi, kalimat pada pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Kejaksaan sudah tepat dan Kejaksaan bisa disebut sebagai
lembaga eksekutif dikarenakan posisi Kejaksaan saat ini memang berada
dibawah Presiden dan juga Jaksa merupakan pelaksana Undang-Undang.
Selain itu Seksi Pidana Khusus dalam hal memproses perkara tidak
berdasarkan berkas dari kepolisian sebagaimana pada Seksi Pidana Umum,
akan tetapi Seksi Pidana Khusus memproses perkara berdasarkan laporan
atau pengaduan masyarakat, selain itu juga berasal dari Seksi Intelijen
bahkan dari Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara. Hal tersebut juga
diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
54. 54
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme dimana jaksa dikatakan sebagai penyelenggara negara, yaitu
pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif,
akan tetapi jika dilihat dari segi akademisi, kalimat tersebut kurang tepat,
dikarenakan kejaksaan melaksanakan dibidang penuntutan yang mana
merupakan bagian dari fungsi kekuasaan kehakiman. Ditinjau dari segi
akademisi, kejaksaan merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman
mengingat fungsinya yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Oleh
karena itu, jika kejaksaan berada sebagai lembaga eksekutif dan berada di
bawah Presiden, maka kejaksaan belum tentu bisa melaksanakan kekuasaan
negara secara merdeka sebagaimana tertulis di Undang-Undang Kejaksaan,
karena dikhawatirkan akan terjadi intervensi dari pihak-pihak tertentu yang
mempunyai kepentingan.
d. Responden IV
Responden IV pada penelitian ini yaitu Ibu Eliarni selaku Fungsional
Pranata Hubungan Masyarakat pada Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri
Singkawang. 96 Wawancara ini dilakukan dengan membawa pedoman
wawancara serta hp yang digunakan untuk dokumentasi pada pukul 09.30-
10.15. Beliau sudah menjabat sebagai fungsional pranata hubungan
masyarakat pada Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Singkawang sejak
96 Wawancara, Eliarni sebagaiFungsional Pranata Hubungan Masyarakat pada Seksi Intelijen
Kejaksaan Negeri Singkawang, tanggal 7 April, 2022
55. 55
Oktober 2014. Pada wawancara tersebut, beliau mengatakan bahwa tugas
Seksi Intelijen berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Kejaksaan yaitu di
bidang ketertiban dan ketenteraman umum diantaranya melakukan
pengamanan kebijakan penegak hukum, penyelidikan, penyidikan,
penerangan hukum, pengawasan aliran kepercayaan masyarakat, penyuluhan
hukum, pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. Beliau juga
mengatakan bahwa Kejaksaan Negeri Singkawang tidak melaksanakan
penelitian dan pengembangan hukum sebagaimana tertulis dalam Undang-
Undang Kejaksaan karena pelaksana tugas penelitian dan pengembangan
hukum bukan pada tingkat Kejaksaan Negeri melainkan pada tingkat
Kejaksaan Agung yaitu lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan yang
bertanggung jawab pada Jaksa Agung. Dalam menjalankan tugas Seksi
Intelijen, Kepala Seksi Intelijen dibantu oleh 1 orang Fungsional Pranata
Hubungan Masyarakat, 1 orang Jaksa Fungsional, serta 2 orang staf Intelijen.
Berkaitan dengan konteks penelitian ini, beliau mengatakan bahwa kalimat
pada pasal 1 ayat (1) sudah tepat jika dikaitkan pada kejaksaan saat ini, serta
tugas yang dilaksanakan pada seksi Intelijen sudah sesuai dengan pasal 30
Undang-Undang Kejaksaan. Dalam wawancara ini, beliau juga mengatakan
bahwa tugas dan wewenang Seksi Intelijen pada pasal 30 Undang-Undang
Kejaksaan merupakan tugas eksekutif dikarenakan pada ayat (3) bersifat
preventif atau pencegahan dan/atau edukatif atau bersifat mendidik bukan
bersifat atau represif atau penindakan.
56. 56
e. Responden V
Responden V pada penelitian ini yaitu Bapak Heri Susanto, S.H.
selaku Jaksa Fungsional pada Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri
Singkawang.97 Pada wawancara ini, peneliti membawa pedoman wawancara
serta hp untuk melakukan dokumentasi pada pukul 14.00-14.30. Beliau
mengatakan, beliau sudah menjabat sebagai Jaksa Fungsional pada Seksi
Pidana Umum di Kejaksaan Negeri Singkawang sejak tahun 2009, kemudian
pindah tugas di Kejaksaan Negeri Sintang hingga tahun 2011, dan pada
tahun yang sama kembali lagi ke Kejaksaan Negeri Singkawang hingga
sekarang. Adapun tugas Seksi Pidana Umum yaitu menyelesaikan berkas
perkara pidana umum yang berasal dari kepolisian sebelum kemudian
disidangkan di Pengadilan Negeri, tugas lain dari Seksi Pidana Umum yaitu
berkaitan dengan pengadministrasian perkara. Dalam pelaksanaan tugas di
Seksi Pidana Umum, Kepala Seksi Pidana Umum dibantu oleh staf pidana
umum dan tenaga honorer, staf pengelolaan barang bukti dan barang
rampasan, serta pengawal tahanan dimana staf pidana umum dan tenaga
honorer bertugas dalam hal pengadministrasian perkara pidana umum, staf
pengelolaan barang bukti dan barang rampasan yang bertugas menangani
barang bukti dan barang rampasan mulai dari penerimaan dari pihak
kepolisian, penyimpanan barang bukti dan barang rampasan, pelaksanaan
97 Wawancara, Heri Susanto,S.H. sebagaiJaksa Fungsionalpada Seksi Pidana Umum
Kejaksaan Negeri Singkawang, tanggal 7 April, 2022
57. 57
persidangan, hingga eksekusi barang bukti dan barang rampasan. Berkaitan
dengan konteks penelitian ini, pada kalimat pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Kejaksaan, beliau mengatakan bahwa kalimat tersebut sudah tepat jika
dikaitkan dengan Kejaksaan saat ini mengingat Kejaksaan berada di bawah
Presiden dan pengangkatan, pemberhentian, serta pertanggungjawaban Jaksa
Agung dilakukan oleh dan/atau kepada Presiden langsung. Sedangkan
berkaitan dengan tugas di Seksi Pidana Umum, beliau juga berpendapat
bahwa sejauh ini sudah berjalan sebagaimana yang tertulis di dalam Undang-
Undang Kejaksaan.
C. Pembahasan
1. Kedudukan dan Peran Kejaksaan pada Sistem Ketatanegaraan Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Pembahasan pada sub poin ini merupakan hasil analisis data berdasarkan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
dikarenakan undang-undang tersebut menjadi dasar bagi lembaga Kejaksaan
pada umumnya dan Kejaksaan Negeri Singkawang pada khususnya dalam
menjalankan tugas dan kewenangan sebagai Kejaksaan, serta untuk
menentukan posisi dari lembaga Kejaksaan agar tugas yang dijalankan sesuai
dengan tupoksi.
58. 58
Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya serta kedudukannya,
Kejaksaan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia agar tugas dan kewenangan yang dijalankan dan sesuai
dengan peraturan yang ada, serta apa yang menjadi tujuan dibuatnya peraturan
perundang-undangan tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Kedudukan Kejaksaan pada sistem ketatanegaraan Indonesia memang
tidak diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, akan
tetapi dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan
dengan kekuasaan kehakiman. 98 Ketentuan pasal tersebut diatur lebih lanjut
dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
pada Pasal 38 yang berbunyi:
a. Selain Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya serta Mahkamah
Konstitusi, terdapat badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman
b. Fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi
1) Penyelidikan dan penyidikan;
98 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945” (2006), Lihat Pasal 24 ayat (1)
59. 59
2) Penuntutan;
3) Pelaksanaan putusan;
4) Pemberian jasa hukum; dan
5) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
c. Ketentuan mengenai badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.99
Berdasarkan penjelasan Pasal 38 ayat (1) yang dimaksud dengan badan-
badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman adalah
Kepolisian, Kejaksaan, Advokat, dan Lembaga Pemasyarakatan.100
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia pada Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa Kejaksaan Republik
Indonesia yang selanjutnya disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan
yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan
Undang-Undang. 101 Kemudian pada Pasal 2 Undang-Undang Kejaksaan
dijelaskan bahwa:
99 Sekretariat Negara Republik Indonesia “Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman”, No. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157 (2009),
Lihat Pasal 38
100 Sekretariat Negara Republik Indonesia “Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman”, No. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157 (2009),
Lihat Penjelasan Pasal 38 (ayat 1)
101 Sekretariat Negara Republik Indonesia “Undang-Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia”,No.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 298 (2021), Lihat Pasal 1 (ayat 1)
60. 60
a. Kejaksaan dalam menjalankan fungsinya yang berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman dilaksanakan secara merdeka
b. Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan tak
terpisahkan.102
Berdasarkan analisis terhadap isi pasal 1 dan 2 Undang-Undang
Kejaksaan dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:
a. Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan;
b. Kejaksaan melakukan kekuasaan di bidang penuntutan dan kewenangan lain
berdasarkan undanng-undang;
c. Kekuasaan tersebut dilaksanakan secara merdeka;
d. Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan.
Jika dilihat dari analisis di atas, dapat dikatakan bahwa Kejaksaan berada
pada ranah eksekutif dikarenakan definisi pemerintahan sendiri adalah segala
kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif. Hal
tersebut diperkuat juga dengan pengangkatan pimpinan tertinggi lembaga
Kejaksaan yaitu Jaksa Agung yang tercantum pada Pasal 19 khususnya pada
ayat (2) yang menyatakan bahwa Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden.103 Dari pasal tersebut dapat dikatakan bahwa dalam pengangkatan dan
pemberhentian Jaksa Agung, Presiden menggunakan hak prerogatif yaitu
102 Sekretariat Negara Republik Indonesia “Undang-Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia”,No.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 298 (2021), Lihat Pasal 2
103 Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia,” No. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67
(2004), Lihat Pasal 19
61. 61
kekuasaan istimewa yang dimiliki Presiden sehingga tidak dapat dicampuri oleh
lembaga lain. Kemudian pada Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Kejaksaan
dijelaskan bahwa Jaksa Agung bersama-sama menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan/atau menteri lain yang ditunjuk oleh
Presiden dapat menjadi kuasa dalam menangani perkara di Mahkamah
Konstitusi.104Hal ini membuat pelaksanaan kekuasaan secara merdeka yang
tercantum pada lembaga kejaksaan menjadi pertanyaan mengingat posisi
kejaksaan saat ini yang berada sebagai lembaga pemerintahan atau eksekutif
dan Jaksa Agung yang turut menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum serta pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung yang dilakukan
melalui hak prerogatif Presiden, karena dikhawatirkan akan terjadi intervensi
oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan sehingga dapat mengganggu
pelaksanaan kekuasaan negara oleh lembaga Kejaksaan yang hendaknya
dilakukan secara merdeka.
Peran Kejaksaan berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan sendiri diatur
dalam BAB III tentang Tugas dan Wewenang yaitu sebagai berikut:
a. Pada Pasal 30, Kejaksaan mempunyai tugas di bidang pidana antara lain
melakukan penuntutan, melaksanakan putusan hakim dan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan
pengawasan terhadap putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan,
104 Sekretariat Negara Republik Indonesia “Undang-Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia”, No.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 298 (2021), Lihat Pasal 18 ayat (3)
62. 62
dan keputusan lepas bersyarat, melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
tertentu berdasarkan undang-undang, serta melengkapi berkas tertentu dan
untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik,
kemudian di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa
khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan
atas nama negara atau pemerintah, terakhir di bidang ketertiban dan
ketenteraman umum, Kejaksaan turut melaksanakan kegiatan peningkatan
kesadaran hukum masyarakat, pengamanan kebijakan penegakan hukum,
pengawasan peredaran barang cetakan, pengawasan aliran kepercayaan yang
dapat membahayakan masyarakat dan negara, pencegahan penyalahgunaan
dan/atau penodaan agama, serta penelitian dan pengembangan hukum serta
statistik kriminal.105
b. Pada Pasal 30A, di bidang pemulihan aset, Kejaksaan berwenang melakukan
kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak
pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.106
c. Pada Pasal 30B, di bidang intelijen penegakan hukum, Kejaksaan berwenang
menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan
untuk kepentingan penegakan hukum, menciptakan kondisi yang
mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan, melakukan kerja
105 Ibid, lihat Pasal 30
106 Ibid, lihat Pasal 30A
63. 63
sama intelijen penegakan hukum dengan lembaga intelijen lain dan/atau
penyelenggara intelijen negara lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri,
melaksanakan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme serta
melaksanakan pengawasan multimedia.107
d. Pada Pasal 30C, Kejaksaan juga turut melaksanakan kegiatan statistik
kriminal dan kesehatan yustisial Kejaksaan, turut serta dan aktif dalam
pencarian kebenaran atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
dan konflik sosial tertentu demi terwujudnya keadilan, turut serta dan aktif
dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan saksi dan korban serta
proses rehabilitasi, restitusi dan kompensansinya, melakukan mediasi penal,
melakukan sita eksekusi untuk pembayaran pidana denda dan pidana
pengganti serta restitusi, memberikan keterangan sebagai bahan informasi
dan verifikasi tentang ada tidaknya dugaan pelanggaran hukum yang sedang
atau telah diproses dalam perkara pidana untuk menduduki jabatan publik
atas permintaan instansi yang berwenang, menjalankan fungsi di bidang
perdata dan/atau bidang publik lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang, melakukan sita eksekusi untuk pembayaran pidana denda dan uang
pengganti, mengajukan peninjauan kembali, serta melakukan penyadapan
berdasarkan Undang-Undang yang mengatur tentang penyadapan dan
melaksanakan pusat pemantauan di bidang tindak pidana.108
107 Ibid, lihat Pasal 30B
108 Ibid, lihat Pasal 30C
64. 64
e. Pada Pasal 31, Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan
seorang terdakwa di rumah sakit, tempat perawatan jiwa, atau tempat lain
yang layak dikarenakan yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau
disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan,
atau dirinya sendiri.109
f. Pada Pasal 32, selain wewenang diatas, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan
wewenang lain berdasarkan undang-undang.110
g. Pada Pasal 33, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan
membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan
serta badan negara atau instansi lainnya.111
h. Pada Pasal 34, Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang
hukum kepada instansi pemerintah lainnya.112
Jika dilihat di BAB III Undang-Undang Kejaksaan diatas, dan dikaitkan
dengan Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945, maka dapat disimpulkan bahwa
Kejaksaan hendaknya diatur sebagai lembaga yudikatif, mengingat Kejaksaan
melaksanakan fungsi penyidikan, penyelidikan, penuntutan, pelaksanaan
putusan, serta pemberian jasa hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 24
Undang-Undang Dasar 1945. Bahkan pada penerapan teori Trias Politica di
Indonesia, lembaga yudikatif sendiri diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang
109 Ibid, lihat Pasal 31
110 Ibid, lihat Pasal 32
111 Ibid, lihat Pasal 33
112 Ibid, lihat Pasal 34
65. 65
Dasar 1945 yang mana jelas disebutkan bahwa Kejaksaan termasuk salah satu
badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
2. Penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
terhadap Kedudukan dan Peran Kejaksaan di Kejaksaan Negeri Singkawang
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti pada salah satu
Kejaksaan yang ada di Indonesia yaitu Kejaksaan Negeri Singkawang, secara
garis besar dapat disimpulkan bahwa pengaturan Kejaksaan sebagai lembaga
pemerintahan sebagaimana diatur pada Undang-Undang Kejaksaan pada Pasal
1 sudah tepat, mengingat Kejaksaan Negeri Singkawang sebagai pelaksana
Undang-Undang tersebut dan apa yang tertulis pada Undang-Undang tersebut
itulah yang menjadi acuan Kejaksaan Negeri Singkawang dalam menjalankan
tugas. Lebih lanjut Bapak Edwin Kalampangan, S.H. selaku Kepala Kejaksaan
Negeri Singkawang menanggapi terkait perbedaan pendapat di kalangan pakar
hukum mengenai posisi Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
mana sebagian ahli berpendapat bahwa Kejaksaan berada sebagai lembaga
eksekutif dan sebagian lagi berpendapat bahwa Kejaksaan berada sebagai
lembaga yudikatif. Beliau mengatakan hal tersebut dicari tahu dasar hukumnya
terlebih dahulu.113
113 Wawancara, Edwin Kalampangan, S.H. sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Singkawang,
tanggal 7 April, 2022
66. 66
Lebih lanjut lagi, Bapak Heri Susanto, S.H. selaku Jaksa Fungsional Seksi
Pidana Umum pada Kejaksaan Negeri Singkawang mengatakan bahwa Jaksa
Agung sebagai pimpinan tertinggi saat ini berada dibawah Presiden sehingga
hal tersebut juga yang memperkuat posisi Kejaksaan sebagai lembaga
eksekutif.114 Selain itu posisi Kejaksaan sebagai lembaga eksekutif dapat juga
dilihat pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara, dimana pada Undang-Undang tersebut, Jaksa termasuk ke dalam salah
satu penyelenggara negara, yaitu pejabat negara yang menjalankan fungsi
eksekutif, legislatif dan yudikatif.115
Selain pendapat diatas, Kepala Seksi Pidana Khusus yaitu Bapak
Rakhmat Baihaki, S.H., M.H. menyampaikan 2 (dua) pandangan terkait dengan
kedudukan lembaga Kejaksaan pada sistem ketatanegaraan Indonesia.
Pandangan pertama yaitu dari sisi kelembagaan yaitu Kejaksaan itu sendiri,
beliau mengatakan bahwa jika dilihat dari sisi kelembagaan, penempatan
lembaga Kejaksaan sudah tepat sebagai lembaga eksekutif hal tersebut sudah
diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan. Akan tetapi jika dilihat dari
akademisi, kurang tepat jika Kejaksaan berada sebagai lembaga eksekutif,
dikarenakan Kejaksaan dalam melaksanakan kekuasaannya hendaknya
dilakukan secara merdeka tanpa intervensi dari pihak manapun. Lebih lanjut
114 Wawancara, Heri Susanto, S.H. sebagai Jaksa Fungsional pada Seksi Pidana Umum
Kejaksaan Negeri Singkawang, tanggal 7 April, 2022
115 Wawancara, Rakhmat Baihaki, S.H., M.H. sebagai Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan
Negeri Singkawang, tanggal 7 April, 2022
67. 67
dikatakan jika Kejaksaan berada sebagai lembaga eksekutif, maka Kejaksaan
belum tentu dapat melaksanakan kekuasaaannya secara merdeka116
Untuk melihat pelaksanaan peran Kejaksaan yang tercantum pada Pasal
30 Undang-Undang Kejaksaan di Kejaksaan Negeri Singkawang, peneliti
melakukan observasi melalui data rekapitulasi kegiatan di Kejaksaan Negeri
Singkawang, didapat hasil sebagai berikut:
a. Pada Seksi Pidana Umum, jumlah perkara masuk sebanyak 311 perkara
dengan rincian kasus Orang, Harta dan Benda (Oharda) sebanyak 122
perkara, kemudian kasus Keamanan Negara dan Ketertiban Umum
(Kamnegtibum) dan Tindak Pidana Umum Lain (TPUL) sebanyak 70
perkara, dan kasus Narkotika sebanyak 119 perkara.117
b. Pada Seksi Pidana Khusus, jumlah perkara masuk sebanyak 6 perkara
dengan rincian 4 perkara masih dalam tahap penyelidikan dan 2 perkara
masih dalam tahap penyidikan.118
c. Pada Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, telah terlaksana 26 kegiatan
dengan rincian 5 Pertimbangan Hukum (2 Pendampingan Hukum dan 3
Pendapat Hukum), 3 Bantuan Hukum, 12 Pelayanan Hukum dan 6 MoU.119
d. Pada Seksi Intelijen, telah terlaksana sebanyak 8 kegiatan dengan rincian 1
kali penyelidikan/ pengamanan/penggalangan, 1 kali melakukan
116 Ibid
117 Observasi di Kejaksaan Negeri Singkawang tanggal14 Februari 2022
118 Observasi di Kejaksaan Negeri Singkawang tanggal14 Maret 2022
119 Ibid
68. 68
pengawasan aliran dan kepercayaan masyarakat, 2 kali melakukan kegiatan
Jaksa Masuk Sekolah, 1 kali Penerangan Hukum dan 3 kali kegiatan Jaksa
Menyapa.120
Dari hasil observasi yang telah dilakukan, maka didapat hasil bahwa
Seksi Pidana Umum memiliki data paling banyak sehingga dalam pelaksanaan
tugas sehari-hari di Kejaksaan Negeri Singkawang lebih banyak menangani
perkara Pidana Umum yang merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman. Hal
tersebut dibenarkan oleh Bapak Edwin Kalampangan, S.H. selaku Kepala
Kejaksaan Negeri Singkawang yang mengatakan bahwa berkas yang paling
sering masuk yaitu berkas tindak pidana umum.121
Dari hasil wawancara dan observasi yang telah peneliti lakukan, maka
didapat hasil sebagai berikut:
a. Mengenai kedudukan Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia,
berdasarkan hasil wawancara, benar adanya apabila Kejaksaan berada
sebagai lembaga eksekutif karena sudah diatur dalam Undang-Undang
Kejaksaan. Akan tetapi, berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan,
hendaknya Kejaksaan berada sebagai lembaga yudikatif mengingat aktivitas
yang paling banyak dilakukan di Kejaksaan Negeri Singkawang yaitu
menangani perkara pidana umum yang merupakan bagian dari kekuasaan
kehakiman.
120 Ibid
121 Wawancara, Edwin Kalampangan, S.H. sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Singkawang,
tanggal 7 April, 2022
69. 69
b. Mengenai peran Kejaksaan, antara hasil wawancara dan observasi sudah
tepat meskipun ada beberapa tugas yang belum terlaksana khususnya pada
Seksi Intelijen yaitu di bidang Penelitian dan Pengembangan Hukum.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa hendaknya Kejaksaan
sebagai salah satu lembaga penegak hukum ditempatkan sebagai lembaga
yudikatif mengingat dari Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dinyatakan bahwa Kejaksaan
merupakan salah satu lembaga yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman, hal tersebut diperkuat dengan pelaksanaan dilapangan khususnya
pada Kejaksaan Negeri Singkawang dimana Kejaksaan Negeri Singkawang
lebih banyak menangani perkara pidana umum.
70. 70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan hasil penelitian yang
telah dipaparkan:
1. Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia, secara kedudukan diatur pada Pasal 1 dikatakan bahwa Kejaksaan
merupakan lembaga pemerintahan yang mana definisi lembaga pemerintahan
sendiri baik dalam arti luas dan arti sempit mengacu pada lembaga eksekutif,
hal tersebut juga diperkuat dengan posisi Jaksa Agung yang saat ini berada
dibawah Presiden. akan tetapi peran yang dilaksanakan oleh lembaga Kejaksaan
sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Kejaksaan yaitu
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, serta pemberian jasa hukum merupakan
peran yudikatif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada
Pasal 24 yang membahas tentang kekuasaan kehakiman. Hal tersebut
menyebabkan inkonsistensi terhadap kedudukan dan peran yang dijalankan
Kejaksaan secara umum.
2. Pelaksanaan Undang-Undang Kejaksaan khususnya di Kejaksaan Negeri
Singkawang secara peran sudah tepat dikarenakan peran Kejaksaan yang diatur
dalam Pasal 30 sudah terlaksana meskipun ada beberapa poin yang belum
71. 71
terlaksana khususnya pada ayat (3) poin f. Akan tetapi secara kedudukan perlu
di tinjau kembali mengingat dalam aktivitas sehari-hari di Kejaksaan Negeri
Singkawang berdasarkan hasil observasi, lebih banyak melaksanakan tugas-
tugas yudikatif daripada tugas-tugas eksekutif.
B. Saran
1. Bagi pembuat kebijakan, Undang-Undang yang mengatur tentang Kejaksaan
perlu ditinjau kembali khususnya pada penempatan kedudukan lembaga
Kejaksaan serta peran yang dijalankan, mengingat Kejaksaan merupakan salah
satu lembaga penegak hukum yang mana dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya harus dilaksanakan secara merdeka sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Kejaksaan itu sendiri.
2. Bagi lembaga Kejaksaan, hendaknya memperhatikan Undang-Undang yang
mengatur mengenai Kejaksaan itu sendiri, agar tidak menimbulkan
inkonsistensi terhadap kedudukan lembaga Kejaksaan dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia serta peran yang dijalankan agar sesuai dengan teori
Trias Politica yang diterapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.