1. Oleh:
Dr. Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, MA
Wakil Menteri PPN/ Wakil Kepala Bappenas
Disampaikan dalam Pertemuan Puncak Reformasi Birokrasi
yang Diselenggarakan oleh Reform the Reformers – C
JS Luwansa Hotel, Jakarta, 9 September 2014
REFORMASI BIROKRASI UNTUK
MENUNJANG KEBERHASILAN
PEMBANGUNAN NASIONAL
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
3. 1. Isu Kesenjangan dalam
Pembangunan
“Masalah Kesenjangan dan Keadilan Sangat Berbahaya
Bagi Keutuhan Bangsa dan Lancarnya Pelaksanaan Pembangunan –
Mengganggu Kohesi Sosial dan Modal Sosial”
4. Ketimpangan di Indonesia
• Sebelum krisis ekonomi 1997/1998
– Pertumbuhan ekonomi telah berhasil mengurangi kesenjangan (Akita
et al, 2011), (van der Eng, 2009), and (Cameron, 2000).
• Menjelang krisis
– Kesenjangan mulai melebar (Frankema & Marks, 2009; Leigh & van der
Eng, 2010; van Leeuwen & Foldvari, 2012)
– Meskipun pertumbuhan merata di seluruh tingkat ekonomi,
ketimpangan wilayah mulai terjadi dengan pertumbuhan di Jawa lebih
tinggi dibandingkan daerah lain (Hill, 2008; Hill et al, 2008), and
• Setelah krisis ekonomi
– Ketimpangan cenderung meningkat terutama antar kelompok ekonomi
dan antar kota-desa (Akita, 2002; Akita & Miyata, 2008, Skoufias, 2001;
Sumarto, 2013; Suryadarma et al, 2005, 2006; Yusuf and Rum, 2013).
4
5. Kesenjangan di Indonesia Meningkat sejak
Krisis Finansial Asia…
Sumber: Vivi Alatas, Bank Dunia, diolah dari Data Susenas
Notes: Nominal consumption Gini coefficient
Asian
Financial
Crisis
inequality broadly stable,
beginning to rise at the end of
the period…
…until the
AFC, which
affected the
rich more than
the poor…
…however, the subsequent
economic recovery and sustained
period of growth has seen inequality
rising again
6. Kesenjangan di Indonesia relatif tinggi untuk
Asia Timur, tapi sekitar rata-rata untuk LMI
Sumber: Vivi Alatas, Bank Dunia, diolah dari World Development Indicators, Susenas
Notes: Latest year available, ranges from 2000 to 2012. Some coefficients are for income, some for consumption
OECD
highest 5
East
Asia
Lower Middle Income
7. TINGKAT KEMISKINAN MENURUN PERIODE 2009-2014
Tingkat kemiskinan pada bulan Maret 2014 adalah sebesar 11,25 persen atau turun
0,11% dibandingkan Maret 2013. Namun, penurunan ini melambat dan diikuti dengan
kenaikan kesenjangan (GINI Ratio)
• Sejak tahun 2011, penurunan kemiskinan melambat, secara absolut menurun kurang dari 1
juta penduduk miskin per tahun. Hal ini disebabkan oleh kondisi kemiskinan sekarang sudah
mencapai tahap yg kronis dan kondisi makroekonomi yang belum optimal, serta struktur
ekonomi yang didominasi sektor informal
• Disparitas antar propinsi masih terjadi dengan tingkat kemiskinan propinsi di Indonesia
Bagian Timur relatif lebih tinggi dibandingkan Indonesia Bagian Barat.
• Pertumbuhan ekonomi yang
melambat, dan tekanan inflasi
meningkat
• Sumber pertumbuhan ekonomi, relatif
lebih sedikit menyerap tenaga kerja
formal (decent job)
• Tidak maksimalnya efektivitas
pelaksanaan program-program
pengurangan kemiskinan
• Makin sulitnya upaya menjangkau
penduduk miskin karena keadaan
geografis dan kondisi lainnya
Berbagai Kondisi Ekonomi Yang Terjadi
Mendorong Lambatnya Penurunan
Kemiskinan dan Kesenjangan
Penurunan Kemiskinan dan Target tingkat Kemiskinan 2009-2014
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
10
12
14
16
18
20
22
24
26
1990 1993 1996 1999 2000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tingkat Kemiskinan Index Gini
Pre-krisis
Post-krisis dan reformasi
Krisis Keuangan Asia
Sumber: BPS, diolah sendiri 7
8. GAP KOEFISIEN GINI ANTAR PROPINSI
Kecenderungan gap antar propinsi semakin lebar dengan GINI
Nasional Mendekati Angka GINI Tertinggi
0.35
0.37
0.38
0.41 0.41 0.413
0.26
0.29
0.30 0.30
0.29
0.313
0.40
0.38
0.41
0.42
0.44 0.442
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
0.50
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nasional Bangka Belitung Papua
Sumber: BPS, diolah sendiri 8
9. Sumber: Asia Competitiveness Institute. Tahun 2013
INDIKATOR PEMBANGUNAN WILAYAH
Peta Daya Saing Daerah*
*) diukur dengan 91 indikator yang dikelompokkan dalam empat aspek: (i) macroeconomic stability,
(ii) government and institutional setting, (iii) financial, business, and manpower condition, and (iv)
quality of life and infrastructure development
10. KESENJANGAN ANTARWILAYAH
Wilayah Sumatera
Share PDRB thdp 33 Prov 23,77%
Pertumb. Ekonomi 8.21%
PDRB/kapita (Juta Rp) 30,53
Tingkat Kemiskinan 12,07 %
Jmlh penduduk miskin (ribu jiwa) 6.177,20
Tingkat Pengangguran 5,66%
Wilayah Kalimantan
Share PDRB thdp 33 Prov 9,30 %
Pertumb. Ekonomi 4,83 %
PDRB/kapita (Juta Rp) 43,70
Tingkat Kemiskinan 6,69 %
Jmlh penduduk miskin (ribu jiwa) 932,90
Tingkat Pengangguran 5,30%
Wilayah Sulawesi
Share PDRB thdp 33 Prov 4,74 %
Pertumb. Ekonomi 8,67%
PDRB/kapita (Juta Rp) 17,86
Tingkat Kemiskinan 13,99 %
Jmlh penduduk miskin (rb jiwa) 2.045,60
Tingkat Pengangguran 5,23 %
Wilayah Papua
Share PDRB thdp 33 Prov 1,79 %
Pertumb. Ekonomi 6,38 %
PDRB/kapita (Juta Rp) 30,43
Tingkat Kemiskinan 30,50%
Jmlh penduduk miskin (rb jiwa) 1.199,6
0
Tingkat Pengangguran 3,97%
Wilayah Maluku
Share PDRB thdp 33 Prov 0,27 %
Pertumb. Ekonomi 7,33 %
PDRB/kapita (Juta Rp) 6,80
Tingkat Kemiskinan 16,42%
Jmlh penduduk miskin (rb jiwa) 427,20
Tingkat Pengangguran 6,37 %
Wilayah Nusa Tenggara
Share PDRB thdp 33 Prov 1,26 %
Pertumb. Ekonomi 1,54 %
PDRB/kapita (Juta Rp) 8,97
Tingkat Kemiskinan 19,79%
Jmlh penduduk miskin (rb jiwa) 828,30
Tingkat Pengangguran 4,06 %
Wilayah Jawa-Bali
Share PDRB thdp 33 Prov 58,87%
Pertumb. Ekonomi 6.58%
PDRB/kapita (Juta Rp) 27,61
Tingkat Kemiskinan 11,36 %
Jmlh penduduk miskin (rb jiwa) 15.983,60
Tingkat Pengangguran 6,65 %
Sumber : BPS 2012 (diolah)
Nasional 2012 Pertumbuhan Ekonomi = 6,23 %,
Tingkat Kemiskinan 2012 (Februari) = 11, 96%
Tingkat Pengangguran Terbuka 2012 (Agustus) = 6,80 %
PDB/kapita: Rp 33,75 juta ; PDRB/kapita (33 prov): Rp 27,56 juta
12. Pengaruh Kesenjangan terhadap Isu
Sosial dan Ekonomi
Kesenjangan terhadap akses bantuan sosial akan merusak modal
sosial Kesenjangan meningkatkan kriminalitas dan
menurunkan modal sosial (Cameron and Shah 2012)
Naiknya kesenjangan mempengaruhi kohesi sosial dan politik
dalam berbagai isu publik
Kesenjangan yang tinggi akan mengurangi pertumbuhan ekonomi
melalui sejumlah saluran antara lain :
Bukti empiris kesenjangan tinggi dan pertumbuhan lebih rendah (Berg and Ostry
2011)
Investasi SDM lebih rendah (Galor and Zeira 1993)
Lebih sedikit kegiatan wirausaha (Banerjee and Newman 1993)
Investasi tidak produktif (Mason 1998)
Pola permintaan (Marshall 1988)
12
13. 2. Tantangan dan Kerangka
Pembangunan Nasional dalam
RT-RPJMN 2015-2019
15. Semua Negara Ini Lolos MIT telah Menjadi
Negara Maju 20-30 Tahun Lalu
Dengan memanfaatkan Bonus Demografi, Meningkatkan Kualitas SDM dan Iptek,
Meskipun tanpa SDA yang Melimpah
15
16. RPJM 2 RPJM 3 RPJM 4
Pertumbuhan
PDB
6 - 8 %
per tahun
PDB per kapita
2013
Sktr USD 4.000
2019:
Sktr USD 7.000
2025:
> USD 12.000
Kemiskinan 2013 :
11,47%
6 - 8 %
per tahun
< 5 %
Pengangguran 2013:
6,25%
< 5 %
ROADMAP MIT
2015 2020 2025 20302010
Threshold Middle Income Trap
USD 12.000
BONUS DEMOGRAPHIC2010 2030
16
18. Bonus Demografi dan Implikasi
Kebijakan
50,5
48,6
47,7
47,2 46,9 47,3
45
46
47
48
49
50
51
RasioKetergantungan(%)
2028-2031: Dependency
Ratio terendah (46,9%)
2011: Proporsi
penduduk usia
produktif >50%
Trend Rasio ketergantungan 2010-2035
• Terjadi penurunan dependency ratio dengan meningkatnya penduduk
usia kerja yang memberi peluang terjadinya bonus demografi
*) Ket: Dependency ratio penduduk usia 0-14 th dan usia 65+ terhadap penduduk usia 15-64 th
Bonus Demografi tidak otomatis,
tetapi dapat diraih dg kebijakan
tepat:
- SDM sehat dan terdidik
- Tenaga kerja produktif
- Stabilitas ekonomi,
meningkatnya lapangan kerja
Jika tidak, terjadi dampak tidak
baik:
- tingginya penganguran
- konflik sosial
- tekanan pada pangan dan
lingkunganSumber: Proyeksi Penduduk 2010-3025
19. BEBERAPA KEBIJAKAN YAG PERLU DISIAPKAN UNTUK
MEMANFAATKAN PELUANG BONUS DEMOGRAFI :
SDM: Menyiapkan Kualitas SDM yang akan masuk ke
Angkatan Kerja melalui Kesehatan dan Pendidikan
KEPENDUDUKAN: Menjaga Penurunan TFR
TENAGA KERJA: Menyiapkan Keterampilan dan Kompetensi Tenaga
Kerja
EKONOMI: Menyediakan Lapangan Kerja, Fleksibilitas Pasar Tenaga
Kerja, Keterbukaan Perdagangan dan Saving
PRASYARAT BONUS DEMOGRAFI
BONUS DEMOGRAFI
MERUPAKAN PELUANG
• Meningkatnya Jumlah dan Proporsi Penduduk Usia Produktif
memberikan Peluang untuk Pertumbuhan Ekonomi
20. TURUNNYA DEPENDENCY RATIO BERKONTRIBUSI BAGI
PERTUMBUHAN EKONOMI:
PENGALAMAN INTERNASIONAL
1960 - 2000
Pert.
GDP/th
(%)
Kontribusi (%) Bonus
Demografi thd
Pertumbuhan Ekonomi
Cina 7.0 9.2
Korsel 7.3 13.2
Singapura 8.2 13.6
Thailand 6.6 15.5
Sumber: 1. UN Population Prospect Rev. 10 dan Mawson &
Kinugasa 2005
2. Mawson, A and Kinugasa T, 2005. East Asian
Economic Development: Two Demographic Dividend
21. KERANGKA PIKIR RANCANGAN TEKNOKRATIS (RT)
RPJMN 2015 – 2019
GEOPOLITIK, GEOEKONOMI, BONUS DEMOGRAFI, AGENDA PASKA 2015,
PERUBAHAN IKLIM
POLHUKAM EKONOMI KESRA SDA-LH DAERAH
• RB
• Tertib hukum
• Anti korupsi
• Demokrasi
• Stabilitas DN
• Tranformasi
Struktur
• Resiliensi:
Pangan, Energi
dan Air
• Infrastruktur
• Inovasi
• Mutu SDM
• Kemiskinan
• Pemerataan
• Kesempatan
kerja
• SJSN
• Pengelolaan SDA
dan biodiversity
• Kelautan
• Mitigasi &
Adaptasi
Perubahan Iklim
• Pemerataan
• SPM terpenuhi
• Perkotaan -
Perdesaan
• Pelaksanaan
Desentralisasi
KERANGKA PELAKSANAAN/DELIVERY MECHANISM
Kerangka Pendanaan:
APBN dan Non-APBN
Kerangka Regulasi Kerangka
Kelembagaan
Amanat RPJP (untuk RPJMN III): Memantapkan pembangunan secara
menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya
saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan SDA dan
SDM berkualitas, serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat
• Membutuhkan
comprehensive reform
• Not Business as Usual (out of
the box)
• Prinsip berkelanjutan
• Terpadu, tidak sendiri-sendiri
2025-2030
Landasan
utk Menuju
Negara
Maju
Tema RPJMN
2015-2019
Pembangunan
yang Kuat,
Inklusif dan
Berkelanjutan
22. 3. Isu Strategis, Sasaran, dan Arah
Kebijakan Reformasi Birokrasi
dalam RT RPJMN 2015-2019
“Tidak Ada Suatu Negara yang Menjadi Negara Maju tanpa Didukung
oleh Kelembagaan yang Tepat dan Kuat serta Birokrasi yang Bersih,
Produktif dan Efektif”
23. PERANAN BIROKRASI DALAM
PEMBANGUNAN NASIONAL
• Birokrasi yang baik meningkatkan daya saing dengan cara meningkatkan iklim
investasi yang dapat merangsang inovasi dan pertumbuhan;
• Birokrasi yang baik juga mendukung keberhasilan pembangunan di berbagai
bidang;
• Sebaliknya, birokrasi yang buruk akan menghambat pembangunan dan
sumber ketidakadilan suburnya rente ekonomi serta tertekannya akses
untuk meningkatkan kapasitas dan memanfaatkan kesempatan
• Birokrasi yang buruk juga menciptakan ekonomi biaya tinggi, melalui:
1. Biaya korupsi (baik financial maupun non financial);
2. Biaya kepatuhan terhadap hukum dan aturan yang membebani (business-
unfriendly regulations);
3. Biaya dan keterlambatan dalam mengurus ijin, lisensi, dan persetujuan-
persetujuan yang diperlukan;
4. Biaya ketidakpastian hukum yang mengakibatkan meningkatnya resiko
bisnis.
24. Equity
Growth
Pembangunan Bidang Polhukhankam sebagai pra kondisi bagi peningkatan daya saing
nasional dan pencapaian keberhasilan pembangunan nasional di berbagai bidang
Indonesia yg Mandiri, Maju, Adil dan Makmur
Pembangunan yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan (2015-2019)
Daya Saing Nasional (berlandaskan SDA, SDM, IPTEK)
PEMBANGUNAN SEKTOR DAN WILAYAH
Pendidikan
Kesehatan
Ketahanan Pangan
Ketahanan Energi
Inovasi Teknologi
Infrastruktur
Sinergi Antar Daerah dan Antar Pusat-Daerah
PANCASILA - UUD 1945 - NKRI – BHINNEKA TUNGGAL IKA
Kerangka Pikir
Membangun
Landasan yang Kokoh
Bagi Pembangunan
Demokratisasi
Keadilan dan
Kepastian Hukum
Regulasi
Berkualitas
Birokrasi yang
Profesional
Kondisi Aman
dan Damai
LANDASAN
PEMBANGUNAN
24
25. EoDB
2014
CTRY RANK
SGP 1
MYS 6
THA 18
BRN 59
RUS 92
CHN 96
VNM 99
PHL 108
BRA 116
IDN 120
IND 134
KHM 137
LAO 159
MMR 182
CPI
2013
CTRY SCORE
SGP 86
BRN 60
MYS 50
BRA 42
CHN 40
IND 36
PHL 36
THA 35
IDN 32
VNM 31
RUS 28
LAO 26
MMR 21
KHM 20
CoC
2012
CTRY SCORE
SGP 2,15
BRN 0,64
MYS 0,30
BRA -0,07
THA -0,34
CHN -0,48
IND -0,57
VNM -0,56
IDN -0,66
PHL -0,58
RUS -1,01
LAO -1,04
KHM -1,04
MMR -1,12
GOV. EFF.
2012
CTRY SCORE
SGP 2,15
MYS 1,01
BRN 0,83
THA 0,21
PHL 0,08
CHN 0,01
BRA -0,12
IND -0,18
IDN -0,29
VNM -0,29
RUS -0,43
KHM -0,83
LAO -0,88
MMR -1,53
GCR (TOTAL)
2014-2015
CTRY RANK
SGP 2
MYS 20
CHN 28
THA 31
IDN 34
PHL 52
RUS 53
BRA 57
VNM 68
IND 71
LAO 93
KHM 95
MMR 134
BRN -
GCR (INST.)
2014-2015
CTRY RANK
SGP 3
MYS 20
CHN 47
LAO 63
IDN 53
PHL 67
IND 70
THA 84
VNM 92
BRA 94
RUS 97
KHM 119
MMR 136
BRN -
EoDB : Ease of Doing Business (IFC, WB) (2014)
CPI : Corruption Perception Index (TI)
CoC : Control of Corruption (WB)
Gov. Eff. : Government Effectiveness Index (WB)
GCR : Global Competitiveness Report (WEF)
GCR (Inst.): Global Competitiveness Report (Variabel Institution) - WEF
SGP: Singapore
MYS: Malaysia
THA: Thailand
BRN: Brunei
CHN: China
VNM: Vietnam
RUS: Russia
IDN: Indonesia
BRA: Brazil
IND: India
KHM: Cambodia
PHL: Philipina
LAO: Laos
MMR: Myanmar
Beberapa Indikator Kualitas Birokrasi
26. 38 38
44
39
44 46 46 47 48 46 44
94 97 97 99 100 100 100 100 100 100 100
0
20
40
60
80
100
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Indonesia Singapura
Perbandingan
Government Effectiveness *)
Percentile rank among all countries (ranges from 0 (lowest) to 100 (highest) rank)
*) Government effectiveness:
- Kapasitas merumuskan kebijakan dan melaksanakannya
- Kemampuan memberikan pelayanan publik
- Kualitas birokrasi (termasuk independensinya dari tekanan politik)
- Kualitas aparatur sipil negara 26
27. 6. Ketidakstabilan politik
7. Peraturan mata uang asing
8. Etika kerja yang buruk
9. Tingkat pajak
10. Inkonsistensi kebijakan
11. Peraturan buruh yang
membatasi
No 2010 2011 2012 2013 2014
1
Birokrasi
pemerintah
Korupsi
Birokrasi
pemerintah
Korupsi Korupsi
2 Korupsi
Birokrasi
pemerintah
Korupsi
Birokrasi
Pemerintah
Akses pembiayaan
3 Infrastruktur Infrastruktur Infrastruktur Infrastruktur Inflasi
4
Akses
pembiayaan
Ketidakstabilan
politik
Etika kerja buruk
Akses pada
pembiayaan
Birokrasi
pemerintah
5 Inflasi Akses pembiayaan
Peraturan
ketenagakerjaan
Peraturan buruh
yang membatasi
Infrastruktur
1. Korupsi
2. Akses pada pembiayaan
3. Inflasi
4. Birokrasi pemerintah yang
tidak efisien
5. Infrastruktur yang tidak
memadai
12. Kriminalitas dan pencurian
13. Tenaga kerja terdidik yang
tidak memadai
14. Peraturan Pajak
15. Rendahnya kesehatan
masyarakat
16. Rendahnya kemampuan
berinovasi
The Most Problematic Factors in Doing
Business in Indonesia (WEF, Global Competitiveness Report 2014)
28. RPJPN2005-2025
SASARAN POKOK
RPJMN 2015-2019
Aparatur negara yang
profesional di pusat
dan daerah yang
mampu mendukung
pembangunan
nasional
CAPAIAN DAN
EVALUASI:
Opini WTP, Procurement;
Kemudahan Berusaha;
SPM; PTSP; Reformasi
Birokrasi; Akuntabilitas
Kinerja
ASPIRASI PUBLIK:
• Transparansi
• Akuntabilitas
• Partisipasi
• Kinerja
• Pelayanan yang
berkualitas
ISU STRATEJIK
BIROKRASI DALAM
RPJMN 2015-2019
GLOBALISASI
• Ketidakpastian
• Integrasi Ekonomi
• Kompetisi Global
(Middle Income
Trap, AEC, Asian
Century)
REVOLUSI ICT
• Dampak e-Govt
• Faster, Cheaper,
Better
• Keterbukaan
Informasi
Faktor Eksternal
- DEMOKRATISASI
- DESENTRALISASI
• Partisipasi
• Pro Rakyat
• Keadilan Sosial
BIROKRASI
• KKN
• Tidak Efisien/
Efektif
• Kapasitas Rendah
• Politisasi Birokrasi
Faktor Internal
BIROKRASI YANG
BERSIH DAN
AKUNTABEL
BIROKRASI YANG
EFEKTIF DAN
EFISIEN
PANCASILA&UUD’45
DayaSaingBangsaMeningkat
PertumbunganEkonomiTinggi
KesejahteraanRakyatMakin
Merata
PELAYANAN
PUBLIK YANG
BERKUALITAS
Isu Strategis dalam Rancangan
Teknokratik Pembangunan
Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi dalam RPJMN 2015-
2019
28
29. Sasaran Reformasi Birokrasi
1. Terwujudnya birokrasi yang
bersih dan akuntabel
2. Terwujudnya birokrasi yang
efektif dan efisien
3. Terwujudnya birokrasi yang
mampu memberikan
pelayanan yang berkualitas
29
30. Kebijakan
Reformasi harus dilanjutkan bahkan dipercepat secara
menyeluruh :
• Makro
– Membangun kelembagaan pemerintah yang efektif dan efisien melalui
penataan fungsi, ukuran, dan penguatan hubungan antar lembaga secara
bertahap
– Menata hubungan eksekutif dan legislatif tepat
– Menata hubungan pusat dan daerah
• Meso
– Menerapkan sistem integritas nasional pada setiap lembaga dan ASN
– Sistem manajemen keuangan dan kinerja yang transparan dan akuntabel
– Sistem pengawasan yang independen, profesional, berintegritas, dan
sinergis antar berbagai institusi pengawasan
– Memperkuat efektifitas manajemen kinerja pembangunan nasional
melalui penguatan perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, dan
pengendalian pembangunan 30
31. Kebijakan
• Mikro
– Membangun proses bisnis lembaga yang transparan, efektif, dan
efisien yang didukung oleh penerapan e-government
– Meningkatkan efisiensi birokrasi baik efisiensi belanja kegiatan
operasional maupun belanja kegiatan pembangunan
– Membangun sistem data dan informasi yang terintegrasi (one data)
• Tata Kelola SDM Penerapan UU ASN
– Pembentukan dan penguatan Komite ASN
– Pembenahan tata kelola SDM pusat dan daerah di semua fasa karir aparatur
dengan sistem reward punishment yang adil (penerimaan, pendidikan,
penempatan, karir promosi/mutasi/rotasi/sanksi, pendapatan dan
pensiun, perlindungan hukum, dsb)
– Pembenahan jumlah dan distribusi birokrasi
31
32. Kebijakan
• Tata Kelola RB dan Pelayanan Publik
– Meningkatkan kapasitas kelembagaan pelayanan publik, termasuk
akselerasi penerapan e-services dan peningkatan partisipasi swasta
dalam penyelenggaraan pelayanan publik
– Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan tatakelola pengelolaan
reformasi birokrasi nasional
– Meningkatkan kapasitas pengendalian pelaksanaan pelayanan
publik, termasuk penguatan keterlibatan masyarakat dalam
penyelenggaraan dan pegawasan pelayanan publik
32