3.
Suatu KONDISI yang sama dalam mencapai hak-hak
dasar dalam lingkup keluarga, masyarakat, negara dan
dunia internasional.
Hak-hak Dasar adalah aktifitas dan kebutuhan hidup
manusia dalam ranah Ekonomi, Sosial, Budaya,
Hukum, Kesehatan, Agama, Keagamaan, Pendidikan,
Keamanan, Politik dll.
KESETARAAN
4.
Semua manusia (baik laki-laki maupun perempuan) bebas
mengembangkan kemampuan personal mereka dan
membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype,
peran gender yang kaku.
Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus
selalu sama, tetapi hak, tanggung jawab dan
kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka
dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan) (Unesco,
2002).
5.
Suatu PROSES yang seimbang
dalam memperoleh Akses/
kesempatan, Partisipasi,
Tanggungjawab dan Manfaat
pembangunan/ kegiatan (APTM)
KEADILAN
6.
Keadilan gender adalah keadilan dalam
memperlakukan perempuan dan laki-laki sesuai
Kebutuhan Gender mereka. Hal ini mencakup
perlakuan yang setara atau perlakuan yang
berbeda tetapi diperhitungkan ekuivalen dalam
hal hak, kewajiban, kepentingan dan
kesempatannya.
7.
Apa yang di maksud dengan Kebutuhan Gender?
Kebutuhan Gender itu terbagi 2 :
a. Kebutuhan Gender Praktis
b.Kebutuhan Gender
Strategis
KEBUTUHAN
GENDER
8. 8
KEBUTUHAN GENDER PRAKTIS
Satu upaya untuk menfasilitasi peran gender
tradisional:
Memberikan waktu pada ibu untuk
melaksanakan tugas reproduksinya
menyediakan tempat penitipan anak bagi
guru/pegawai
Menciptakan harmonisasi peran gender dan kerja
di madrasah:
Misalnya Mengatur jadwal mengajar dan aktivitas
madrasah selaras dengan kegiatan reproduksi dan
domestik
9.
Upaya menghapus Stereotipi Peran Gender
Mengubah pandangan bahwa Kepala madrasah selalu laki-laki,
bendahara selalu perempuan
Mensosialisasikan bahwa peran reproduksi atau domestik itu
bukan semata-mata tanggung jawab perempuan. Mis:
Guru/pegawai laki-laki diberi ijin untuk menjaga anaknya yang
sakit, guru/pegawai laki-laki menjadi seksi konsumsi, dll
Menerapkan ”Perlakuan Khusus” dalam waktu
tertentu (affirmative action) dan pemberdayaan
(empowerment) kepada perempuan untuk
meningkatkan ketrampilan dan kapasitasnya
Menerapkan kuota 30% untuk perempuan dalam ”jangka waktu
tertentu” yang disepakati pada posisi pengambilan keputusan
Memberikan kesempatan mengikuti kegiatan peningkatan
kapasitas pada guru/pegawai perempuan, dll.
9
KEBUTUHAN GENDER STRATEGIS
10.
10
Perbedaan Kebutuhan Praktis dan Strategis
KEBUTUHAN PRAKTIS KEBUTUHAN STRATEGIS
•perbaikan kondisi hidup individu •perbaikan posisi perempuan di keluarga maupun
masyarakat
•Bentuk program langsung dan bersifat jangka
pendek
•Bentuk program jangka panjang
•Dampak program terkait dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari: gizi, kesehatan, perumahan,
sanitasi, air bersih
•Dampak program terkait dengan Pengubahan status
gender, peningkatan akses dan kontrol terhadap sumber
daya, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan
•Pengubahan kehidupan melalui kebutuhan dasar,
hasilnya terlihat langsung
•Perubahan pada hak, perbaikan ketidakseimbangan,
hasilnya tidak terlihat langsung
•Dapat dipenuhi dengan penyediaan input tertentu
(makanan, pompa air, klinik, alat reproduksi, dsb)
•Dapat dipenuhi dengan peningkatan kesadaran kritis
atas hak, penguatan, pengalihan kekuasaan, peningkatan
partisipasi,
•Cenderung mengikutsertakan perempuan dan laki-
laki sebagai penerima manfaat
•Mengikutsertakan perempuan dan laki-laki dalam setiap
proses pembangunan (perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan monitoring)
•Memampukan dan tidak mengubah relasi gender •Memberdayakan perempuan dan laki-laki serta
menumbuhkan keseimbangan relasi di antara mereka
11.
Mengapa Perlu diciptakan suasana
Keadilan dan Kesetaraan Gender ?
Karena....
Kesamaan pemenuhan Hak-Hak Dasar akan
meningkatkan Kualitas dan Martabat
Kemanusiaan laki-laki dan perempuan secara
adil.
REFLEKSI
12.
ISTILAH TEKNIS DALAM STUDI
GENDER
Responsive Gender :
Gender Mainstreaming
Netral / Buta Gender
Bias Gender
Inklusif Gender
Ranah Publik
Ranah Domestik
Paham Misogini
13.
Kebijakan yang menjawab persoalan dan
kebutuhan yang berbeda antara
perempuan dan laki-laki serta kelompok
yang berbeda lainnya sehingga tercapai
kesetaraan.
Misal : Gender Budgeting, Tupoksi Berbasis Kinerja,
Sapras Berbasis Gender
Responsif Gender
14.
Suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan
keadilan gender (KKG) melalui kebijakan dan
program yang memperhatikan pengalaman,
aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan
perempuan dan laki-laki ke dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi atas seluruh kebijakan dan program di
berbagai bidang kehidupan dan sektor
pembangunan
(Inpres No.9/2000
Kepmendagri No. 132/2003 Bab I Pasal 1)
Pengarusutamaan Gender
15.
Kebijakan yang tidak memasukkan /
mempertimbangkan kebutuhan,
persoalan yang berbeda antara
perempuan dan laki-laki. Kebijakan
yang seperti ini berpotensi untuk
menjadi bias gender karena pada
umumnya kebijakan itu disusun oleh
laki-laki
Netral/Buta Gender
16. Kebijakan yang lebih mengutamakan atau
merugikan salah satu jenis kelamin tertentu ,
sebagai akibat dari pengaturan dan
kepercayaan budaya , sehingga
menimbulkan ketimpangan atau kerugian
pada salah satu pihak.
Misal : Jabatan Menteri Agama, Ketua Partai, Ketua
MUI, Ketua Yayasan, Ketua Ormas, Ketua Parpol,
Korporasi, dll
Bias Gender
17.
Suatu Sikap, Gagasan, Pendapat dan
Perilaku yang memperlakukan secara
setara antara laki-laki dan perempuan
terhadap Akses/ kesempatan, Partisipasi,
Tanggungjawab dan Manfaat dalam
suatu program kegiatan dan dalam
kehidupan sehari-hari di tengah
masyarakat.
INKLUSI GENDER
18.
Domain / wilayah kerja atau daerah
kekuasaan yang meliputi semua aspek
kehidupan masyarakat secara luas,
meliputi aspek Politik, Ekonomi, Budaya,
Agama, Kesehatan, Pendidikan, Sosial,
Keamanan, dan lain-lain yang memenuhi
hajat hidup orang banyak
RANAH PUBLIK
19.
Domain / Wilayah kerja / daerah
kekuasaan yang hanya terbatas
dalam lingkup keluarga dan dalam
aspek yang lebih kecil dan bersifat
individual ( tidak menyangkut
kehidupan yang bersifat kolektif )
RANAH DOMESTIK
20.
Suatu Paham / gagasan pemikiran yang
beranggapan bahwa perempuan tidak
memiliki potensi / keahlian dalam dunia
publik.
Misogini Ekstrem : Merasakan kebencian
yang akut terhadap pencapaian-
pencapaian prestasi gemilang perempuan
dan berkeyakinan bahwa tanpa dukungan
dan peran laki-laki perempuan tidak akan
berhasil meraih prestasi itu.
MISOGINI