Pertemuan ke-7 membahas tentang Upaya Paksa Hukum Acara Pidana di pengadilan
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
2. Macam-Macam Upaya Paksa
KUHAP membagi UPAYA PAKSA ini menjadi 4
bagian, yaitu :
1. PENANGKAPAN
2. PENAHANAN
3. PENGGELEDAHAN
4. PENYITAAN
3. Dasar Hukum : Pasal 1 angka 20 KUHAP
Suatu tindakan Penyidik berupa
pengekangan sementara waktu, kebebasan
tersangka atau terdakwa apabila terdapat
cukup bukti guna kepentingan penyidikan
atau penuntutan dan atau peradilan dalam
hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.
4. Tujuan penangkapan adalah untuk
mengamankan tersangka sebagai “tindakan
permulaan” proses penyelidikan untuk
memperoleh bukti awal untuk proses
selanjutnya penyidikan dan penahanan.
5. Alasan & Dasar Hukum Penangkapan
Pasal 17 KUHAP, bahwa seseorang dapat ditangkap
atau dilakukan perintah penangkapan, apabila
terhadap seorang yang diduga keras melakukan
tindak pidana berdasarkan “bukti permulaan yang
cukup”
Pasal 19 ayat (2) KUHAP, menyatakan bahwa
“Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak
diadakan penangkapan, kecuali dalam hal ia telah
dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak
memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah
6. Bukti Permulaan
Versi Kapolri :
Bukti permulaan yang cukup itu adalah bukti yang
merupakan keterangan dan data yang terkandung di
dalam dua di antara:
1. Laporan Polisi;
2. Berita acara pemeriksaan di TKP;
3. Laporan hasil penyelidikan;
4. Keterangan saksi/saksi ahli; dan
5. Barang bukti.
Yang setelah disimpulkan menunjukkan telah terjadi
tindak pidana kejahatan.
7. Versi P.A.F. Lamintang :
Bukti permulaan yang cukup itu harus diartikan
sebagai “bukti-bukti minimal”, berupa alat-alat
bukti seperti dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP, yang dapat menjamin bahwa penyidik
tidak akan menjadi terpaksa untuk
menghentikan penyidikannya terhadap
seseorang yang disangka melakukan tindak
pidana setelah terhadap orang tersebut
dilakukan penangkapan
8. Menurut Rapat kerja MAKEHJAPOL I
(Mahkamah Agung- Kehakiman-Kejaksaan-Polisi,
tanggal 21 Maret 1984)
“ menyimpulkan bahwa bukti permulaan yang
cukup sebaiknya minimal: Laporan polisi
ditambah salah satu alat bukti lainnya”
9. Pejabat yang Berwewenang
Melakukan Penangkapan
Menurut Pasal 16 KUHAP, bahwa yang
berwenang melakukan penangkapan, adalah:
(1) Untuk kepentingan penyelidikan, Penyelidik
atas perintah penyidik berwenang melakukan
penangkapan.
(2) Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik dan
Penyidik Pembantu berwenang melakukan
penangkapan
10. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan
Penangkapan
Menurut Pasal 18 KUHAP :
(1) Pelaksanaan tugas penangkapan, dilakukan oleh
petugas POLRI dengan memperlihatkan surat tugas
serta memberikan kepada tersangka surat perintah
penangkapan yang mencantumkan identitas
tersangka (nama lengkap, umur, pekerjaan, agama
dan alamat/ tinggal) dan menyebutkan alasan
penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan
yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa
11. Prosedur..........
(2) Dalam hal tertangkap tangan
penangkapan dilakukan tanpa surat
perintah, dengan ketentuan bahwa
penangkap harus segera menyerahkan
si tertangkap beserta barang bukti
yang ada kepada penyidik atau
penyidik pembantu yang terdekat.
12. Prosedur..........
(3) Tembusan surat perintah
penangkapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus diberikan kepada
keluarganya segera setelah
penangkapan dilakukan.
(4) Penangkapan hanya dapat
dilakukan paling lama satu hari (24
jam).
13. Menurut Pasal 1 angka 21 KUHAP, bahwa yang
dimaksud dengan Penahanan adalah :
“Penempatan tersangka atau terdakwa di
tempat tertentu oleh Penyidik, atau Penuntut
Umum atau Hakim dengan penetapannya,
dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini”.
14. Tujuan penahanan (Pasal 20 KUHAP) :
”Penyidik/penyidik pembantu berwenang
melakukan penahanan untuk pemeriksaan
penyelidikan/ penyidikan kepada tersangka
secara objektif dan benar-benar mencapai hasil
penyelidikan/penyidikan yang cukup memadai
untuk diteruskan kepada penuntut umum, dan
selanjutnya akan dipergunakan sebagai bahan
pemeriksaan di depan persidangan
15. Alasan & Dasar Hukum Penahanan
Prolog
Dalam pembahasan tentang penangkapan, telah
dibahas bahwa seseorang yang diduga melakukan
suatu perbuatan sebagai tindak pidana, maka
penyelidik/penyidik berwenang untuk menangkap
orang tersebut, dan berdasarkan bukti permulaan
yang cukup (Pasal 17 KUHAP), maka proses
selanjutnya tersangka dapat dilakukan Penahanan
16. Syarat-syarat Penahanan
Dalam proses penahanan terhadap tersangka,
maka harus memenuhi 2 syarat, atau alasan
yaitu syarat-syarat subjektif dan syarat objektif,
sebagai berikut:
1. Syarat Subjektif
Disebut syarat subjektif yaitu hanya karena
tergantung pada orang yang memerintahkan
penahanan tadi, apakah syarat itu ada atau tidak
ada.
17. Dasar Hukum Syarat Subyektif
Pasal 20 ayat (3) KUHP, yaitu:
a. Tersangka/terdakwa dikhawatirkan melarikan
diri;
b. Tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan
merusak/ menghilangkan barang bukti; dan
c. Tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan
melakukan lagi tindak pidana
18. Pasal 21 ayat (1) KUHAP,
bahwa alasan penahanan dan penahanan lanjutan
yaitu ”Perintah penahanan atau penahanan
lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau
terdakwa yang diduga keras melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal
adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran
bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri,
merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau
mengulangi tindak pidana”
19. 2. Syarat Objektif
Adapun dimaksud syarat objektif yaitu syarat
tersebut dapat diuji ada atau tidak oleh orang lain.
Syarat objektif sebagaimana diatur di dalam Pasal
21 ayat (4) KUHAP, bahwa penahanan tersebut
hanya dapat dikenakan, apabila: ”Terhadap
tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak
pidana dan atau percobaan maupun pemberian
bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal
tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara
lima tahun atau lebih
20. Prosedur Pelaksanaan Penahanan
Untuk melaksanakan penahanan terhadap
tersangka /terdakwa, maka petugas harus
melengkapi dengan:
a. Surat perintah penahanan dari penyidik;
atau
b. Surat perintah penahanan dari penuntut
umum; atau
c. Surat penetapan dari Hakim yang
memerintahkan penahanan itu
21. Jenis Penahanan
a. Penahanan rumah tahanan
negara; yaitu tersangka/terdakwa
ditahan dan ditempatkan di rumah
tahanan negara (Rutan)
b. Penahanan rumah
c. Penahanan kota.
22. Pejabat yang Berwewenang
Melakukan Penahanan
Menurut Pasal 20 KUHAP, bahwa yang berwenang untuk
melakukan penahanan, adalah:
(1) untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik
pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan.
(2) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum
berwenang melakukan penahanan atau penahanan
lanjutan.
(3) Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang
pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan
penahanan
23. Lamanya & Perpanjangan Penahanan
1. Tingkat Penyidikan
Menurut Pasal 24 KUHAP, bahwa untuk perintah
penahanan pada tingkat Penyidikan, dapat
dilakukan atas perintah Penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling
lama 20 hari. Penahanan ini dapat
diperpanjangan selama 40 hari jika masih
dibutuhkan pemeriksaan
24. 2. Tingkat Penuntutan
Menurut Pasal 25 KUHAP, bahwa perintah
penahanan pada tingkat Penuntutan, dapat
dilakukan atas perintah Penuntut Umum
berlaku paling lama 20 hari. Dan dapat
diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri
paling lama 40 hari. Setelah waktu enam puluh
hari (60 hari) tersebut, penuntut umum harus
sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan
demi hukum
25. 3. Tingkat Pengadilan Negeri ( Tingkat I )
Menurut Pasal 26 KUHAP, perintah penahanan
pada tingkat pemeriksaan perkara di Pengadilan
Negeri, dapat dilakukan atas perintah Hakim
pengadilan negeri yang mengadili perkara dan
hakim berwenang mengeluarkan surat perintah
penahanan untuk paling lama 30 hari. dan bisa
diperpanjang selama 60 hari. Setelah waktu 90
hari, walaupun perkara tersebut belum diputus,
terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan
demi hukum
26. 4. Tingkat Banding ( Pegadilan Tinggi/Tingkat II )
Menurut Pasal 27 KUHAP, bahwa perintah
penahanan pada tingkat pemeriksaan perkara di
tingkat Banding (Pengadilan Tinggi), dilakukan oleh
Hakim pengadilan tinggi yang mengadili perkara
dan hakim berwenang mengeluarkan surat perintah
penahanan untuk paling lama 30 hari, dan bisa
diperpanjang selama 60 hari. Setelah waktu 90 hari,
walaupun perkara tersebut belum diputus,
terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan
demi hukum
27. 5. Tingkat Kasasi (Mahkamah Agung)
Menurut Pasal 28 KUHAP, bahwa perintah penahanan
pada tahap pemeriksaan perkara di tingkat Kasasi
(Mahkamah Agung), dapat dilakukan atas perintah
Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara dan
Hakim berwenang mengeluarkan surat perintah
penahanan untuk paling lama 50 hari. Dan bisa
diperpanjang selama 60 hari. Setelah waktu 110 hari,
walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa
harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum
28. 3. PENGGELEDAHAN
Menurut Pasal 1 angka 17 KUHAP, bahwa yang
dimaksud dengan Penggeledahan rumah adalah
Tindakan Penyidik untuk memasuki rumah
tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya
untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan
atau penyitaan dan atau penangkapan dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini
29. Menurut Pasal 1 angka 18 KUHAP, bahwa
yang dimaksud dengan Penggeledahan
badan adalah :
Tindakan Penyidik untuk mengadakan
pemeriksaan badan dan atau pakaian
tersangka untuk mencari benda yang
diduga keras ada pada badannya atau
dibawanya serta, untuk disita.
30. Tujuan Penggeledahan
Tujuan Penggeledahan adalah tindakan
penyelidik/ penyidik untuk mendapatkan
barang bukti untuk penyelidikan/ penyidikan
sebagai bukti permulaan yang cukup, agar
tersangka dapat ditangkap/ ditahan dan
prosesnya dapat dilanjutkan ke tingkat
penuntutan dan tingkat pemeriksaan
persidangan pengadilan.
31. Pejabat yang Berwenang
Pasal 32 KUHAP, bahwa untuk kepentingan
penyidikan, maka ”Penyidik” dapat melakukan
Penggeledahan rumah atau Penggeledahan
pakaian atau penggeledahan badan menurut
tata cara yang ditentukan dalam undang-
undang.
32. Tata Cara & Prosedur Penggeledahan
Menurut Pasal 33 KUHAP, yaitu :
a. Dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri
setempat, Penyidik dalam melakukan
penyidikan dapat mengadakan penggeledahan
yang diperlukan.
b. Dalam hal yang diperlukan atas perintah
tertulis dari Penyidik, Petugas Kepolisian negara
Republik Indonesia dapat memasuki rumah
seseorang untuk proses penyidikan.
33. c. Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan
oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau
penghuni menyetujuinya.
d. Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan
oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan
dua orang saksi, dalam hal tersangka atau
penghuni menolak atau tidak hadir.
e. Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan
atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu
Berita Acara dan turunannya disampaikan
kepada pemilik atau penghuni rumah yang
bersangkutan
34. 4. PENYITAAN
Menurut Pasal 1 angka 16 KUHAP, bahwa yang
dimaksud dengan Penyitaan adalah :
Serangkaian tindakan Penyidik untuk mengambil alih
dan atau menyimpan di bawah penguasaannya,
benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau
tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam
Penyidikan, Penuntutan dan Peradilan.
35. Tujuan Penyitaan
Tujuan Penyitaan adalah untuk kepentingan
”Pembuktian” terutama ditujukan sebagai barang
bukti di muka persidangan, sebab tanpa adanya
barang bukti tersebut, maka perkaranya tidak dapat
diajukan ke pengadilan. Jadi Penyitaan bertujuan agar
untuk dipergunakan sebagai barang bukti dalam
Penyelidikan/ penyidikan, tingkat Penuntutan dan
tingkat Pemeriksaan persidangan di pengadilan.
36. Pejabat yang Berwenang
Menurut Pasal 38 KUHAP, bahwa Penyitaan hanya
dapat dilakukan oleh Penyidik dengan surat izin Ketua
Pengadilan Negeri setempat. Dalam keadaan yang
sangat perlu dan mendesak serta tidak mungkin
untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu,
Penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas
Benda Bergerak dan harus segera melapor ke Ketua
Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh
persetujuannya.
37. Menurut Pasal 40 KUHAP, bahwa dalam
hal tertangkap tangan penyidik dapat
menyita benda dan alat yang ternyata atau
yang patut diduga telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana atau
benda lain yang dapat dipakai sebagai
barang bukti.
38. Menurut Pasal 42 KUHAP, bahwa:
Penyidik berwenang memerintahkan
kepada orang yang menguasai benda
yang dapat disita, menyerahkan benda
tersebut kepadanya untuk kepentingan
pemeriksaan dan kepada yang
menyerahkan benda itu harus
diberikan surat tanda penerimaan.
39. Menurut Pasal 43 KUHAP, bahwa ”Penyitaan
surat atau tulisan lain dari mereka yang
berkewajiban menurut undang-undang untuk
merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut
rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas
persetujuan mereka atau atas izin khusus ketua
pengadilan negeri setempat kecuali undang-
undang menentukan lain