1. i
MAKALAH
PENILAIAN KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOKOMOTORIK
Dosen Pengampu:
Drs. M Salam, M.Si.
Melisa, M.Pd.
Disusun oleh :
Dhika Pratama ( A1A321022)
Rerika Munita ( A1A321024)
Feni Annisa ( A1A321046)
Aulia Arma Putri ( A1A321010)
Mila Karmelia ( A1A321042)
Elisa Debora ( A1A321026)
Ratri Yulia Ningsih ( A1A321050)
Tri Puji Yulianti ( A1A321052)
Novi Erdila ( A1A321074)
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat serta
Karunia-Nya kepada Penulis, sehingga Penulis berada dalam keadaan sehat wal’afiat dan berkat
rahmat-Nya pula, Penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik mungkin.
Makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak baik
berupa bimbingan, dorongan semangat, maupun material. Dengan banyaknya pengaruh positif
yang didapatkan dari berbagai dukungan tersebut, maka penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah Penilaian Pembelajaran PPKn dan teman-teman yang
telah mensuport kami dalam menyusun makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca, agar makalah ini nantinya dapat menjadi lebih baik lagi.
Jambi, 15 Februari 2023
Penulis
3. i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 1
1.3 Tujuan Penulis …………………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………... 3
2.1 Ranah Pengukuran Kognitif ………………………………………………..3
2.2 Ranah Pengukuran Afektif………………………………………………….5
2.3 Ranah Pengukuran Psikomotorik…………………………………………....7
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………12
3.1 kesimpulan ………………………………………………………………..12
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………..13
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk
mengtahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional
rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan
klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga
ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka
evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan
evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik
dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek
kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan
dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu
berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga
jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a) Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b) Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c) Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus
dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana ranah pengukuran kognitif itu?
2. Bagaimana ranah pengukuran afektif itu?
3. Bagaimana ranah pemikiran psikomotorik itu?
5. 2
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui bagaimana pengukuran pada ranah kognitif
2. Untuk mengetahui bagaimana pengukuran pada ranah afektif
3. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran pada ranah psikomotorik
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ranah pengukuran Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom,
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah
kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang
terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud
adalah:
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali
tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk
menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal surat
al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu materi
pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.
2. Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat
melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia
dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang
setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
7. 4
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta
didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna
kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
3. Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara
ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi
yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi
ketimbang pemahaman.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu
memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-
hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
4. Analisis (analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian
atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih
tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari
kedisiplinan seorang siswa di rumah, di sekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-
tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
5. Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis
merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis
kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis.
Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis
karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
8. 5
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi
Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan
terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan
maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau
kriteria yang ada.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu
menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku disiplin
dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan menimpa seseorang yang
bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian,
bahwa kwdisiplinan merupakan perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
2. 2 Ranah Pengukuran Afektif
Hingga dewasa ini, ranah afektif merupakan kawasan pendidikan yang masih sulit untuk
digarap secara operasional. David Krathwohl beserta para koleganya yang adalah para pakar
dengan reputasi akademik memadai pun mengeluh betapa sulit mengembangkan kawasan afektif
terutama jika dibandingkan dengan kawasan kognitif. Kawasan afektif seringkali tumpang tindih
dengan kawasan kognitif dan psikomotorik. Teoretik kita bisa membedakannya, praktiknya tidak
demikian.
Afek merupakan karakteristik atau unsur afektif yang diukur, ia bisa berupa minat, sikap,
motivasi, konsep diri, nilai, apresiasi, dan sebagainya. Kita hanya dapat “memotretnya” melalui
perilaku wujud, apakah perkataan atau perbuatan. Kemunculan perilaku ini bisa menunjukkan 3
kecenderungan atau “arah” (Anderson, 1981): positif, netral, atau negatif. Selain memiliki arah,
afek juga memiliki “intensitas”, artinya perilaku yang dinyatakan dalam tujuan atau kompetensi
afektif haruslah yang mempunyai kemungkinan tinggi (high probability behavior). Pengukuran
afek harus pula menyediakan pernyataan “kondisi” dalam kompetensi atau tujuannya, yang
menunjukkan terjadinya perilaku yaitu berupa sejumlah preferensi atau pilihan yang disediakan
bagi siswa. Siswa bebas memilih. Juga mengandung pernyataan “kriteria”, apakah kriteria yang
terkait dengan jumlah subjek atau jumlah kegiatan/perilaku.
Struktur ranah afektif sebagaimana dikembangkan Krathwohl et al (1964) cukup rumit.
Artinya struktur afektif ini unsur-unsurnya cukup kompleks. Tidak semua karakteristik afektif
harus dievaluasi di sekolah. Beberapa karakteristik afektif yang perlu diperhatikan (diukur dan
9. 6
dinilai) terkait dengan mata pelajaran PAI di sekolah adalah sikap, minat, konsep diri, dan nilai
(Dikdasmen, 2003). Sikap berhubungan dengan intensitas perasaan positif atau negatif terhadap
suatu objek psikologik (misal kegiatan pembelajaran, atau mata pelajaran). Minat berhubungan
dengan keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek psikologik, atau pilihan terhadap
suatu kegiatan. Konsep diri berhubungan dengan pernyataan sendiri tentang keadaan diri sendiri,
tentang kemampuan diri terkait objek psikologiknya. Nilai berhubungan dengan keyakinan
seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan.
Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti
perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas,
kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Sekalipun bahan pengajaran berisi ranah kognitif, ranah
afektif harus menjadi bagian integral dari bahan tsb dan harus tampak dalam proses belajar dan
hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar ranah afektif terdiri atas lima kategori sebagai
berikut:
Reciving/attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar
yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini
termasuk kesadaran, untuk menerima stimulus, keinginan untuk melakukan kontrol
dan seleksi terhadap rangsangan dari luar.
Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap
stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketetapan reaksi, kedalaman
perasaan, kepuasan merespon, tanggung jawab dalam memberikan respon terhadap
stimulus dari luar yang datang pada dirinya.
Valuing berkenaan dengan nilai atau kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang
diterimanya. Dalam hal ini termasuk kesediaan menerima nilai, latar belakang atau
pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi,
termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang
telah dimilikinya.
Internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
10. 7
Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus
memperhatikan ranah afektif.
Teknik pengukuran afektif dapat dilakukan dengan berbagai ragam misal:
1. Skala bertingkat (rating scale; suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil
pertimbangan).
2. Angket (questionaire; sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh siswa).
3. Swalapor (berupa sejumlah pernyataan yang menggambarkan respon diri terhadap
sesuatu).
4. Wawancara (interview; tanya jawab atau dialog untuk menggali informasi terkait dengan
afek tertentu).
5. Inventori bisa disebut juga sebagai interviu tertulis. Dilihat dari banyaknya jajaran kalimat
yang isinya hanya perlu di dijawab dengan tanda check, inventori dapat disebut checklist
(menandai), daftar atau inventarisasi pribadi, dan lain-lain alat atau teknik nontes.
Secara rinci, dalam buku Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus
dijelaskan, terdapat 8 langkah dalam membuat instrumen sikap dan minat:
1. Memilih ranah (karakteristik) afektif yang akan dinilai, misal minat siswa terhadap mata
pelajaran PAI.
2. Menentukan indikator, misal indikator minat siswa terhadap mapel PAI meliputi
kehadiran di kelas, banyak bertanya, mengumpulkan tugas tepat waktu.
3. Memilih tipe skala yang digunakan (metode dan tingkat skala pengukuran).
4. Menelaah instrumen dengan teman sejawat (validasi, judgment).
5. Memperbaiki instrumen.
6. Menyiapkan inventori laporan diri.
7. Menentukan skor inventori.
8. Membuat hasil analisis inventori.
2.3 Ranah Pengukuran Psikomotorik
Istilah psychomotor, psikomotor terkait dengan kata motor, sensory-motor, atau perceptual-
motor. Ranah psikomotor erat kaitannya dengan kerja otot yang menjadi penggerak tubuh dan
bagian-bagiannya, mulai dari gerak yang paling sederhana seperti gerakan-gerakan dalam
11. 8
shalat sampai dengan gerakan-gerakan yang kompleks seperti gerakan-gerakan dalam praktik
manasik ibadah haji. Ada beda makna antara skills (keterampilan) dan abilities (kemampuan).
Keterampilan lebih terkait dengan psikomotor, sedangkan kemampuan terkait dengan kognitif.
Pengukuran karakteristik (gerak) dalam ranah psikomotor dilakukan terhadap proses maupun
hasil belajar yang berupa tampilan perilaku atau kinerja. Dalam hal ini kita bisa menggunakan
kriteria atau prinsip-prinsip : kecermatan, inderawi, kreatif, efektif. Menurut Antony J. Nitko
(1994) untuk mengukur gerak motorik ada dua pendekatan:
(1) Pengamatan dan pengukuran pada saat proses berlangsung;
(2) Pengamatan dan pengukuran pada hasil dari gerakan motorik. Pendekatan pengukuran
proses memerlukan kecermatan dan konsentrasi serta waktu yang relatif lama. Sementara
pengukuran dengan pendekatan hasil relatif lebih mudah mengamatinya. Pengukuran
karakteristik psikomotor yang baik adalah menggunakan dua pendekatan tersebut. Pengukuran
karakteristik psikomotor dapat menggunakan beraneka model instrumen, misal:
a. Checklist (menandai).
b. Identification Test (tes identifikasi)
c. Ranking (urutan).
d. Numerical Scales (skala angka).
e. Graphic Rating Scales (skala rating grafik).
Kesemua model ini menggunakan pendekatan observasi (pengamatan). Pengamatan terhadap
karakteristik psikomotor dilakukan dalam upaya untuk menemukan kesesuaian teori (materi
belajar yang pernah dipelajari) dan tampilan atau kinerja yang dapat ditunjukkan oleh siswa.
Guru yang melakukan pengukuran karakteristik psikomotor siswa dengan menggunakan tes
tindakan perlu memahami 4 hal : kecepatan, kecermatan, gerak dan waktu, serta ketahanan dan
kemampuan fisik. Keempat hal ini masing-masing dapat dijabarkan ke dalam 4 jenis tes yaitu :
tes kecepatan, tes kecermatan, tes gerak dan waktu, serta tes ketahanan dan kemampuan fisik.
Pengukuran karakteristik psikomotor dengan menggunakan tes tindakan perlu ditempuh
dengan serangkaian langkah sebagai berikut :
(1) Identifikasi gerak motorik yang dikehendaki berdasarkan kompetensi dasar yang
relevan, untuk hal ini perlu dibuat kisi-kisi.
(2) Tentukan apakah proses atau hasil yang hendak diukur.
12. 9
(3) Membuat butir-butir tes beserta kunci jawaban (poin-poin atau rambu-rambu jawaban).
(4) Tentukan skala pengukurannya, cara penskorannya.
(5) Lakukan validasi isi tes.
(6) Revisi berdasarkan hasil validasi.
(7) Sebelum digunakan, sebaiknya diujicoba kemudian dianalisis.
(8) Revisi berdasar hasil ujicoba dan analisis.
(9) Hasil tes siap digunakan.
Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan Aktivitas fisik, misalnya lari,
melompat, melukis, menari, memukul, dan Sebagainya. Untuk melakukan pengukuran hasil
belajar ranah psikomotor, ada dua hal yang Perlu dilakukan oleh pendidik, yaitu membuat soal
dan membuat perangkat/ Instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik. Soal untuk
hasil belajar Ranah psikomotor dapat berupa lembar kerja, lembar tugas, perintah kerja, dan
Lembar eksperimen. Instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat Berupa
lembar observasi atau portofolio.Selanjutnya, untuk menilai hasil belajar peserta didik pada
soal ranah psikomotor Perlu disiapkan lembar daftar periksa observasi, skala penilaian, atau
portofolio. Tidak ada perbedaan mendasar antara konstruksi daftar periksa observasi dengan
Skala penilaian. Penyusunan kedua instrumen itu harus mengacu pada soal atau Lembar
perintah/lembar kerja/lembar tugas yang diberikan kepada peserta didik. Berdasarkan pada soal
atau lembar perintah/lembar tugas dibuat daftar periksa Observasi atau skala penilaian. Pada
umumnya, baik daftar periksa observasi Maupun skala penilaian terdiri atas tiga bagian, yaitu:
(1) persiapan, (2) Pelaksanaan, dan (3) hasil.
Dalam melatihkan kemampuan psikomotor atau keterampilan gerak ada beberapa langkah
yang harus dilakukan agar pembelajaran mampu membuahkan hasil yang optimal. Mills
(1977) menjelaskan Bahwa langkah-langkah dalam mengajar praktik adalah (a) menentukan
tujuan dalam bentuk perbuatan, (b) Menganalisis keterampilan secara rinci dan berutan, (c)
mendemonstrasikan keterampilan disertai dengan Penjelasan singkat dengan memberikan
perhatian pada butir-butir kunci termasuk kompetensi kunci yang Diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan dan bagian-bagian yang sukar, (d) memberi kesempatan kepada
Peserta didik untuk mencoba melakukan praktik dengan pengawasan dan bimbingan, (e)
memberikan Penilaian terhadap usaha peserta didik.
13. 10
Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat
dibedakan Menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi.
Imitasi adalah Kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan
yang dilihat atau diperhatikan Sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul
bola dengan tepat karena pernah melihat Atau memperhatikan hal yang sama sebelumnya.
Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan Sederhana yang belum pernah dilihat
tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, Seorang peserta didik
dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori Yang
dibacanya. Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang
akurat Sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik dapat
mengarahkan bola Yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan. Kemampuan pada
tingkat artikulasi adalah Kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga
hasil kerjanya merupakan sesuatu yang Utuh. Sebagai contoh, peserta didik dapat mengejar
bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga Arah bola sesuai dengan target yang
diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat melakukan tiga Kegiatan yang tepat, yaitu
lari dengan arah dan kecepatan tepat serta memukul bola dengan arah yang tepat Pula.
Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek,
yakni Kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi.
Psikomotorik (keterampilan) Psikomotorik adalah kemampuan yang menyangkut kegiatan
otot dan fisik.Menurut Davc (1970) klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori
yaitu :
a. Peniruan
terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan yang
diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot saraf. Peniruan ini pada umumnya
dalam bentuk global dan tidak sempurna.
b. Manipulasi
Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-
gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa
menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
c. Ketetapan
14. 11
memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan.
Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat
minimum.
d. Artikulasi
Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan
mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan yang
berbeda.
e. Pengalamiahan
Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik
maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat
kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa domain psikomotorik dalam taksonomi
instruksional pengajaran adalah lebih mengorientasikan pada proses tingkah laku atau
pelaksanaan, di mana sebagai fungsinya adalah untuk meneruskan nilai yang terdapat lewat
kognitif dan diinternalisasikan lewat afektif sehingga mengorganisasi dan diaplikasikan dalam
bentuk nyata oleh domain psikomotorik ini.
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus
dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil
belajar adalah: Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi
pelajaran yang telah diberikan pada mereka?
Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya? Apakah materi pelajaran yang telah
diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya
sehari-hari? Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah
itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan
dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
15. 12
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom,
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah
kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Afek merupakan karakteristik atau unsur afektif yang diukur, ia bisa berupa minat, sikap,
motivasi, konsep diri, nilai, apresiasi, dan sebagainya. Kita hanya dapat “memotretnya” melalui
perilaku wujud, apakah perkataan atau perbuatan.
Ranah psikomotor erat kaitannya dengan kerja otot yang menjadi penggerak tubuh dan
bagian-bagiannya, mulai dari gerak yang paling sederhana seperti gerakan-gerakan dalam shalat
sampai dengan gerakan-gerakan yang kompleks seperti gerakan-gerakan dalam praktik manasik
ibadah haji. Ada beda makna antara skills (keterampilan) dan abilities (kemampuan).
Keterampilan lebih terkait dengan psikomotor, sedangkan kemampuan terkait dengan kognitif.
Hasil belajar ranah kognitif, psikomotor, dan afektif tidak dijumlahkan, karena dimensi
yang diukur berbeda. Masing-masing dilaporkan sendiri-sendiri dan memiliki makna yang sama
penting. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan kognitif tinggi, kemampuan psikomotor
cukup, dan memiliki minat belajar yang cukup. Namun ada peserta didik lain yang memiliki
kemampuan kognitif cukup, kemampuan psikomotor tinggi. Bila skor kemampuan kedua peserta
didik ini dijumlahkan, bisa terjadi skornya sama, sehingga kemampuan kedua orang ini tampak
16. 13
sama walau sebenarnya karakteristik kemampuan mereka berbeda. Selain itu, ada informasi
penting yang hilang, yaitu karakteristik spesifik kemampuan masing-masing individu.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. (Jakarta: Bina Aksara, Cet. V. 1989).
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta,1999),hal.37.
Dikmenum Diknas. Kurikulum 2004 SMA pedoman khuus pengembangan silabus dan penilaian
mata pelajaran pendidikan agama Islam, Buku 7.1.(Jakarta: 2003).html diakses 21/10/2010.
http://hadirukiyah.blogspot.com/2010/07/kognitif-afektif-dan-psikokomotorik.
http://www.unjabisnis.com/2010/02/efektif-dan-psikomotor.html diakses 22/10/2010.
http://zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan-
psikomotorik diakses 21/10/2010.
Joesmana, Pengukuran Dan Evaluasi Dalam Pengajaran. (Jakarta: Depdikbud, 1988)
hal. 35.
Prof. Drs. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pres, 2009).