Artikel farida aryani stier dampak penerapan perubahan ptkp terhadap perhitungan pajak penghasilan terutang bagi wajib pajak orang pribadi-publikasi jie unbara eds april 2016
Artikel Farida Aryani STIER: Dampak Penerapan Perubahan PTKP Tahun 2015 Terhadap Perhitungan Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Orang Pribadi. Dipublikasikan pada JIE UNBARA, Edisi April 2016, Volume 9, Nomor 1, Hal. 109-124. ISSN: 2085 - 0352X.
Similar to Artikel farida aryani stier dampak penerapan perubahan ptkp terhadap perhitungan pajak penghasilan terutang bagi wajib pajak orang pribadi-publikasi jie unbara eds april 2016
PPT Pengertian dan perbedaan Tax Review & Tax Planning.pdfyansugondo1
Similar to Artikel farida aryani stier dampak penerapan perubahan ptkp terhadap perhitungan pajak penghasilan terutang bagi wajib pajak orang pribadi-publikasi jie unbara eds april 2016 (20)
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
Artikel farida aryani stier dampak penerapan perubahan ptkp terhadap perhitungan pajak penghasilan terutang bagi wajib pajak orang pribadi-publikasi jie unbara eds april 2016
1. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
DAMPAK PENERAPAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 122/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN PENGHASILAN
TIDAK KENA PAJAK (PTKP) TERHADAP PERHITUNGAN PAJAK
PENGHASILAN TERUTANG BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
(Studi Kasus Pada PT. MUFALQI Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin)
Farida Aryani*
ABSTRACT
The non-taxable income is a reflection of basic need for personal tax payer that
may not be charged for the tax. The non-taxable income is amount of income that
could be lessened for the net-income of personal tax payer, so that it could be
achieved taxable income. The available obligation that is considered in non
taxable income is based on the condition of the tax payer in the early year. The
non taxable income as explained in the rules of the financial minister No.
162/PMK.011/2012 has been changed by the government with the decision of
financial minister No.122/PMK.010/2015 about the adjustment of the amount for
the non taxable income. This change gives effects for the increasing amount of the
non taxable income that is 48.13%, so that it causes the decreasing amount of
income tax as explained in the chapter 21 of the tax payer that must be cut for the
income received 43.74%. The decreasing of income tax will increase the
purchasing power for the tax payer due to the fact that the amount of net income
for the tax payer is bigger than before. Besides, the decreasing amount of income
tax gives effect for the surplus of the tax payment. For the surplus of the tax
payment, the mechanism of tax administration requires the tax cutter to cut or
collect the tax for personal tax payer to do revision or recalculation the unpaid
tax for the previous tax term from January to June due to the fact that this rule
was issued on June 29, 2015, but it is applied since January 2015 and also report
back the annual tax notification – term of the tax accurately based on the rules of
the newest non taxable income.
Keywords: Income Tax, Non-Taxable Income, Taxable Income.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan perkembangan di bidang ekonomi dan moneter serta
perkembangan harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat, serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008, maka pemerintah memandang
perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai besarnya
2. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
penghasilan tidak kena pajak. Dalam rangka penyesuaian terhadap besarnya
penghasilan tidak kena pajak, Menteri Keuangan telah mengadakan pertemuan
konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 25
Juni 2015, sehingga pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor
122/PMK.010/2015 menetapkan tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan
Tidak Kena Pajak pada tanggal 29 Juni 2015.
Diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015
ini, berarti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 dinyatakan
dicabut dan tidak berlaku lagi sejak diundangkannya peraturan PTKP yang
terbaru. Dengan demikian penerapan PTKP berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 ini hanya berlaku sampai dengan 31
Desember 2014. Meskipun Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/
PMK.010/2015 ditetapkan pada tanggal 29 Juni 2015, namun pelaksanaan efektif
diberlakukan mulai tahun pajak 2015, artinya peraturan ini diberlakukan untuk
perhitungan pajak terhitung sejak masa pajak Januari 2015. Pemberlakuan
peraturan PTKP baru yang berlaku surut ini, tentu saja akan memberikan dampak
terhadap perhitungan pajak terhutang bagi Wajib Pajak Orang Pribadi untuk masa
pajak sebelum dan sesudah dikeluarkanya peraturan tersebut. Dalam peraturan ini
terlihat bahwa jumlah PTKP mengalami peningkatan yang cukup signifikan,
sehingga akan menurunkan jumlah dasar pengenaan pajak yaitu penghasilan kena
pajak menjadi lebih kecil dan pajak terutang juga akan menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan pajak terutang pada masa pajak sebelumnya. Adanya
penurunan jumlah pajak terutang ini tentu saja akan meningkatkan jumlah
penghasilan bersih setelah pajak yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi.
Dengan demikian penyesuaian besarnya PTKP diharapkan dapat
meningkatkan daya beli masyarakat yang akan dapat berdampak pada peningkatan
produk domestik bruto nasional, baik melalui konsumsi maupun peningkatan
tabungan. Guna menganalisis dampak penerapan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 122/PMK.010/2015 tentang PTKP terhadap perhitungan pajak terutang
bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, maka penulis memilih sepuluh karyawan tetap
PT. Mufalqi Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin sebagai dasar analisis dalam
pembahasan.
3. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, penulis akan melakukan pengkajian terhadap
masalah berikut ini:
1. Bagaimana dampak perubahan PTKP terhadap perhitungan pajak terutang
Wajib Pajak Orang Pribadi untuk masa pajak baik sebelum maupun sesudah
dikeluarkannya Peraturan Kemenkeu No. 122/ PMK.010/2015?
2. Bagaimana mekanisme perpajakan atas penerapan Peraturan Kemenkeu
No.122/ PMK.010/2015 yang harus dilaksanakan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi/Pemotong Pajak?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) dampak perubahan PTKP
terhadap perhitungan pajak terutang Wajib Pajak Orang Pribadi karyawan tetap
PT. Mufalqi untuk masa pajak baik sebelum maupun sesudah dikeluarkannya
Peraturan Kemenkeu No. 122/ PMK.010/2015, dan (2) mekanisme perpajakan
atas penerapan Peraturan Kemenkeu No.122/ PMK.010/2015 yang harus
dilaksanakan oleh PT. Mufalqi sebagai Wajib Pajak Pemotong Pajak Orang
Pribadi. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi PT.
Mufalqi dalam menghitung pajak terutang bagi karyawan tetapnya secara tepat
dan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku
serta melaksanakan mekanisme perpajakan yang benar sehingga meningkatkan
kepatuhan perpajakan.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian terapan (applied research). Sekaran
(2006:9), mengemukakan bahwa penelitian terapan yaitu penelitian yang
dilakukan untuk memecahkan masalah mutakhir yang dihadapi oleh manajer
dalam konteks pekerjaan, yang menuntut solusi tepat waktu.
Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan berfokus pada penjelasan
sistematis tentang fakta yang diperoleh saat penelitian dilakukan, dan merupakan
penelitian kuantitatif. Penggunaan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dalam
penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang konkrit mengenai
4. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
dampak penerapan Peraturan Kemenkeu No.122/ PMK.010/2015 terhadap
perhitungan pajak terutang bagi Wajib Pajak Orang Pribadi.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa daftar
penghasilan sepuluh karyawan tetap PT. Mufalqi Sekayu Kabupaten Musi
Banyuasin.
TINJAUAN PUSTAKA
Halim, dkk (2014:65), menyatakan bahwa: untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri,
penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP). Sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan
menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau
kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang
dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala
keluarga. Penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditentukan
menurut keadaan wajib pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun
pajak.
Menurut Resmi (2014:93), Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak. Wajib Pajak
Orang Pribadi yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam
garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua,
mertua, anak kandung, atau anak angkat diberikan tambahan Penghasilan Tidak
Kena Pajak untuk paling banyak tiga orang. Anggota keluarga tersebut dapat
menjadi tanggungan sepenuhnya apabila tidak mempunyai penghasilan dan
seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
Selanjutnya Sambodo (2015: 94), Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
merupakan cerminan kebutuhan dasar untuk hidup (basic need) si karyawan yang
tidak boleh dikenakan pajak. Berlakunya jumlah tanggungan tersebut berdasarkan
kondisi wajib pajak pada awal tahun atau awal bagian tahun pajak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 162/PMK.011/2012 tentang
Pajak Penghasilan, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditetapkan seperti
yang disajikan pada tabel 1.
5. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
Tabel 1
PTKP Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 162/PMK.011/2012
Keterangan
Besarnya PTKP
Per Tahun (Rp)
Diri Wajib Pajak orang pribadi 24.300.000
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin 2.025.000
Tambahan untuk istri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami
24.300.000
Tambahan untuk setiap tanggungan (maksimal 3
orang)
2.025.000
Selanjutnya dalam rangka pemotongan Pajak Penghasilan bagi Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk
apapun (PPh Pasal 21) dan pelaporan Pajak Penghasilan dalam SPT Tahunan PPh
Orang Pribadi Tahun 2015 dan seterusnya, maka pemerintah pada pertengahan
tahun 2015 menetapkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015,
seperti yang disajikan pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2
PTKP Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015
Keterangan Besarnya PTKP
Per Tahun (Rp)
Diri Wajib Pajak orang pribadi 36.000.000
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin 3.000.000
Tambahan untuk istri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami
36.000.000
Tambahan untuk setiap tanggungan (maksimal 3
orang)
3.000.000
6. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
Meskipun perubahan PTKP ini dikeluarkan bulan Juni 2015, namun
diberlakukan mulai 1 Januari 2015 dan efektif diterapkan bulan Agustus 2015.
Hal ini tentu saja akan berdampak pada jumlah pajak penghasilan yang akan
dipotong atas penghasilan wajib pajak orang pribadi serta pelaporan SPT- Masa
Pajak sebelum diterapkannya peraturan ini.
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa selain diri wajib pajak,
Penghasilan Tidak Kena Pajak diperkenankan juga untuk wajib pajak yang
mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak kandung,
anak angkat, diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk paling
banyak 3 (tiga) orang.
Tambahan PTKP untuk Anggota Keluarga Sedarah dan Semenda yang
Menjadi Tanggungan
Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda
dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk paling
banyak 3 (tiga) orang. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai
penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, pengertian kekeluargaan
sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang dimana yang seorang
adalah keturunan dari yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak
asal yang sama. Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah
kelahiran. Setiap kelahiran disebut derajat. Urutan derajat yang satu dengan
derajat yang lain disebut garis. Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-
orang dimana yang satu merupakan keturunan yang lain. Dalam garis lurus,
dibedakan garis lurus kebawah dan garis lurus keatas. Garis lurus kebawah
merupakan hubungan antara bapak asal dan keturunannya; sedangkan garis lurus
keatas adalah hubungan antara seseorang dan mereka yang menurunkannya.
Selanjutnya kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian kekeluargaan
karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami-istri dan
7. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
keluarga sedarah dari pihak lain. Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan
cara menghitung yang sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan
sedarah. Pengertian keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus adalah: ayah,
ibu dan anak kandung. Sedangkan yang termasuk dalam pengertian keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus adalah: ayah mertua, ibu mertua, dan anak
tiri.
Anggota keluarga sedarah dan semenda berikut ini tidak dapat
diperhitungkan sebagai tanggungan untuk penghitungan tambahan PTKP:
Saudara kandung, karena termasuk dalam pengertian keluarga sedarah
kesamping satu derajat.
Saudara ipar, karena termasuk dalam pengertian keluarga semenda ke samping
satu derajat.
Saudara dari bapak/ibu, karena tidak termasuk dalam pengertian keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus.
Anak yang Telah Memiliki Penghasilan Sendiri
Dalam menghitung penghasilan kena pajak, penghasilan anak yang belum
dewasa digabung dengan pengahsilan orang tuanya. Dengan demikian, meskipun
anak tersebut telah memiliki pengahsilan sendiri dalam menghitung PTKP tetap
diperhitungkan sebagai tanggungan Wajib Pajak (orang tuanya). Pengertian belum
dewasa menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah mereka yang
belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.
Sedangkan menurut Undang-undang Pajak adalah anak yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
Penghasilan yang diperoleh atau diterima anak yang telah dewasa (telah
berumur 18 tahun atau lebih) akan dikenakan pajak tersendiri. Anak yang telah
berumur 18 tahun atau lebih dan telah memperoleh penghasilan sendiri, tidak lagi
diperhitungkan sebagai tanggungan dalam menghitung besarnya PTKP.
Sebaliknya apabila Wajib Pajak mempunyai anak yang telah berumur 18
tahun atau lebih, tetapi masih menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak (dan
belum menikah), anak tersebut masih diperhitungkan sebagai tanggungan Wajib
Pajak dalam menghitung besarnya PTKP.
8. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
Tambahan PTKP Untuk Anak Angkat
Selain untuk anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan
lurus satu derajat, tambahan PTKP juga diberikan untuk Wajib Pajak yang
memiliki tanggungan anak angkat. Namun demikian jumlah tanggungan yang
diperhitungkan dalam PTKP dibatasi maksimum 3 orang.
Pengertian anak angkat dalam penghitungan PTKP bukanlah pengertian
anak angkat sebagaimana dalam masyarakat sehari-hari yaitu seorang anak yang
diakui dan diangkat sebagai anak, dan juga bukanlah pengertian anak angkat
sebagaimana dimaksud dalamhukum perdata yang harus terlebih dahulu ada
pengesahan dari Hakim Pengadilan Negeri. Akan tetapi, pengertian anak angkat
yang dapat diperhitungkan dalam perundang-undangan pajak ditentukan dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Seseorang yang belum dewasa.
b. Yang tidak tergolong keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dari
Wajib Pajak.
c. Dan menjadi tanggungan sepenuhnya dari Wajib Pajak.
Pengertian menjadi tanggungan sepenuhnya menurut Undang-undang
Pajak Penghasilan berdasarkan keadaan yang dapat terlihat dari keadaan yang
nyata, yaitu:
Tinggal bersama-sama Wajib Pajak
Nampak secara nyata tidak mempunyai penghasilan sendiri.
Tidak pula turut dibantu oleh lain-lain anggota keluarga atau oleh orang tuanya
sendiri.
Sedangkan kalau Wajib Pajak sekedar menyumbang, membantu,
bertanggung jawab dan sebagainya, maka tidak termasuk dalam menjadi
tanggungan sepenuhnya.
PTKP Untuk Karyawati Kawin dan Wajib Pajak yang Belum Menikah
Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dapat dikurangkan adalah hanya
untuk dirinya sendiri. Namun demikian, bagi karyawati kawin yang menunjukkan
keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat (serendah-rendahnya
kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, selain
9. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
PTKP untuk dirinya sendiri diberikan tambahan PTKP untuk status menikah serta
untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Bagi karyawan dan karyawati yang belum berkeluarga (TK) untuk
pengurangan PTKP disamping untuk diri karyawan atau karyawati dapat pula
memperoleh tambahan pengurangan PTKP untuk anggota keluarga sedarah dan
semenda, termasuk anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya maksimal
3 orang.
PEMBAHASAN
Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
dilakukan dengan cara mengurangi seluruh penghasilan bruto dengan semua
biaya-biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan sehingga diperoleh
penghasilan neto. Selanjutnya untuk menghitung penghasilan kena pajak (PKP),
maka penghasilan neto dikurang dengan jumlah PTKP sesuai dengan kondisi
Wajib Pajak Orang Pribadi. Penentuan jumlah PPh terutang didasarkan pada
jumlah PKP dikalikan tarif pajak yang berlaku.
Penerapan perhitungan PTKP dalam penghitungan PPh pasal 21 terutang
bagi Wajib Pajak Orang Pribadi ini dilakukan dengan menggunakan data sepuluh
Wajib Pajak Orang Pribadi dari karyawan tetap Perusahaan PT. Mufalqi seperti
yang terlihat pada tabel 3. Setiap karyawan PT. Mufalqi selain menerima gaji
pokok sebulan juga diberikan tunjangan sebagai tambahan penghasilan. Setiap
karyawan membayar iuran pensiun sebesar 2% sebulan dari gaji pokok sebulan,
dan untuk perhitungan pajak semua karyawan diberikan pengurangan biaya
jabatan sebesar 5% dari penghasilan kotor sebulan dengan ketentuan maksimal
Rp. 500.000,- sebulan atau Rp. 6.000.000 setahun. Dari sepuluh karyawan tetap
PT. Mufalqi yang memiliki gaji terendah sebesar Rp. 3.554.000.- dan yang
tertinggi Rp. 6.085.000. selebihnya memperoleh gaji berkisar antara
Rp.4.000.000.- sampai dengan Rp. 5.000.000.
Tabel 3
Daftar Penghasilan Karyawan Sebulan
Tahun 2015
10. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
No.
Nama
Karyawan Status
Gaji
Pokok
Sebulan
Tunjangan
Penghasilan
Kotor
Sebulan
Biaya
Jabatan
Sebulan
Iuran
Pensiun
Sebulan
Penghasilan
Bersih
Sebulan
1
John
Hendra
K/2 4,000,000 1,700,000 5,700,000 285,000 80,000 5,335,000
2
Abdul
Halim
K/3 4,500,000 2,000,000 6,500,000 325,000 90,000 6,085,000
3
Wahyu
Saputra
K/1 3,500,000 1,000,000 4,500,000 225,000 70,000 4,205,000
4 Asrianto K/0 4,000,000 1,500,000 5,500,000 275,000 80,000 5,145,000
5
Bambang
Putra
K/3 4,300,000 2,000,000 6,300,000 315,000 86,000 5,899,000
6 Suntarja K/2 4,400,000 1,250,000 5,650,000 282,500 88,000 5,279,500
No.
Nama
Karyawan Status
Gaji
Pokok
Sebulan
Tunjangan
Penghasilan
Kotor
Sebulan
Biaya
Jabatan
Sebulan
Iuran
Pensiun
Sebulan
Penghasilan
Bersih
Sebulan
7
Arif
Jauhari
K/1 3,500,000 1,500,000 5,000,000 250,000 70,000 4,680,000
8 Ediyanto K/2 3,400,000 1,250,000 4,650,000 232,500 68,000 4,349,500
9 Romadoni TK/- 2,800,000 1,000,000 3,800,000 190,000 56,000 3,554,000
10
Bayu
Saputra
K/1 4,200,000 2,000,000 6,200,000 310,000 84,000 5,806,000
Sumber: PT. Mufalqi Tahun 2016
Berdasarkan tabel 3, maka penghitungan PPh pasal 21 Karyawan menurut
ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 162/PMK.011/2012 disajikan
seperti pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4
Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan
Berdasarkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Menurut Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 162/PMK.011/2012
No.
Nama
Karyawan
Status
Penghasilan
Bersih
Sebulan
Penghasilan
Tidak
Kena Pajak
Penghasilan
Kena Pajak
Sebulan
PPh
Pasal 21
Sebulan
1 John Hendra K/2 5,335,000 2,531,250 2,803,750 140,187.50
2 Abdul Halim K/3 6,085,000 2,700,000 3,385,000 169,250.00
3
Wahyu
Saputra
TK/1 4,205,000 2,193,750 2,011,250 100,562.50
4 Asrianto K/0 5,145,000 2,193,750 2,951,250 147,562.50
5
Bambang
Putra
K/3 5,899,000 2,700,000 3,199,000 159,950.00
6 Suntarja TK/2 5,279,500 2,362,500 2,917,000 145,850.00
7 Arif Jauhari K/1 4,680,000 2,362,500 2,317,500 115,875.00
8 Ediyanto K/2 4,349,500 2,531,250 1,818,250 90,912.50
11. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
9 Romadoni TK/- 3,554,000 2,025,000 1,529,000 76,450.00
10 Bayu Saputra K/1 5,806,000 2,362,500 3,443,500 172,175.00
Total 50,338,000 23,962,500 26,375,500 1,318,775.00
Sumber: PT. Mufalqi Tahun 2016 (data diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4 dapat dijelaskan bahwa,
jumlah penghasilan bersih sebulan sebesar Rp. 50.338.000,- untuk sepuluh
karyawan PT. Mufalqi dan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menurut
Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 162/PMK.011/2012 adalah sebesar Rp.
23.962.500, sehingga jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebulan sebesar Rp.
26.375.500.-. Berdasarkan PKP, maka Pajak Penghasilan pasal 21 Karyawan
sebulan yang dipungut adalah 5% dari PKP, sehingga total pajak terutang sebesar
Rp. 1.318.775. Perhitungan ini dilakukan oleh PT. Mufalqi ini selama delapan
bulan yaitu dari Januari sampai dengan Agustus 2015, karena meskipun peraturan
PTKP terbaru ini telah diundangkan namun bagian keuangan perusahaan baru
mengetahuinya pada awal bulan Agustus sehingga mereka baru menerapkannya
untuk perhitungan PPh terutang masa pajak bulan Agustus.
Selanjutnya untuk melihat dampak penerapan PTKP menurut Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 pada perhitungan pajak terutang
Wajib Pajak Orang Pribadi sepuluh orang karyawan PT. Mufalqi disajikan pada
tabel 5.
Tabel 5
Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan
Berdasarkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Menurut Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015
No.
Nama
Karyawan
Status
Penghasilan Penghasilan Penghasilan PPh
Bersih Tidak Kena Pajak Pasal 21
Sebulan Kena Pajak Sebulan Sebulan
1 John Hendra K/2 5,335,000 3,750,000 1,585,000 79,250
2 Abdul Halim K/3 6,085,000 4,000,000 2,085,000 104,250
12. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
3 Wahyu Saputra TK/1 4,205,000 3,250,000 955,000 47,750
4 Asrianto K/0 5,145,000 3,250,000 1,895,000 94,750
5 Bambang Putra K/3 5,899,000 4,000,000 1,899,000 94,950
6 Suntarja TK/2 5,279,500 3,500,000 1,779,500 88,975
7 Arif Jauhari K/1 4,680,000 3,500,000 1,180,000 59,000
8 Ediyanto K/2 4,349,500 3,750,000 599,500 29,975
9 Romadoni TK/- 3,554,000 3,000,000 554,000 27,700
10 Bayu Saputra K/1 5,806,000 3,500,000 2,306,000 115,300
Total 50,338,000 35,500,000 14,838,000 741,900
Sumber: PT. Mufalqi Tahun 2016 (data diolah)
Berdasarkan tabel 5 dapat dijelaskan bahwa total penghasilan neto wajib
pajak orang pribadi setiap bulan sebesar Rp. 50.338.000, dan penghasilan tidak
kena pajak adalah sebesar Rp. 35.500.000 sehingga total penghasilan kena pajak
adalah sebesar Rp. 14.838.000. Berdasarkan PKP ini, maka total jumlah PPh
terutang untuk sepuluh wajib pajak orang pribadi setiap bulannya yang harus
disetor dan dilaporkan oleh PT. Mufalqi adalah sebesar Rp. 741.900.
Dari perhitungan PPh terutang sebulan bagi sepuluh karyawan PT. Mufalqi
baik berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan: Nomor 162/PMK.011/2012,
maupun Nomor 122/PMK.010/2015, maka dapat disusun tabel perbedaan
perhitungan PPh pasal 21 Karyawan seperti yang disajikan pada tabel 6 berikut
ini.
Tabel 6
Perbedaan Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan
Menurut Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 162/PMK.011/2012
Dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 122/PMK.010/2015
No.
Nama
Karyawan
Status
PPh Pasal 21 Sebulan
Selisih
PPh Pasal 21
Sebulan
Menurut
Ketentuan
Peraturan
Menteri
Keuangan
No:162/
PMK.011/2012
Menurut
Ketentuan
Peraturan
Menteri
Keuangan
No: 122/
PMK.010/2015
1 John Hendra K/2 140,187.50 79,250 60,937.50
2 Abdul Halim K/3 169,250.00 104,250 65,000.00
3
Wahyu
Saputra
TK/1 100,562.50 47,750 52,812.50
4 Asrianto K/0 147,562.50 94,750 52,812.50
5 Bambang K/3 159,950.00 94,950 65,000.00
13. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
Putra
6 Suntarja TK/2 145,850.00 88,975 56,875.00
7 Arif Jauhari K/1 115,875.00 59,000 56,875.00
8 Ediyanto K/2 90,912.50 29,975 60,937.50
9 Romadoni TK/- 76,450.00 27,700 48,750.00
10 Bayu Saputra K/1 172,175.00 115,300 56,875.00
Total selisih perhitungan PPh pasal 21 576,875.00
Sumber: PT. Mufalqi Tahun 2016 (data diolah)
Berdasarkan tabel 6 dapat dijelaskan bahwa, total selisih pajak terutang
yaitu sebesar Rp. 1.318.775 - Rp. 741.900 = Rp. 576.875 sebulan atau mengalami
penurunan sebesar 43,74% dari pajak penghasilan terutang berdasarkan
perhitungan PTKP lama.
Dampak Penerapan PTKP Terhadap Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal
21 yang Terutang Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Implementasi perhitungan pajak penghasilan pasal 21 terutang berdasarkan
PTKP menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 162/PMK.011/2012 dapat
dilihat pada tabel 4. Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa total PTKP per
bulan untuk sepuluh Wajib Pajak sebesar Rp. 23.962.500 dan total Pajak
Penghasilan (PPh) pasal 21 sebulan yang harus dipotong atas sepuluh Wajib Pajak
adalah sebesar Rp. 1.318.775.
Selanjutnya perhitungan pajak penghasilan pasal 21 terutang berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 dapat dilihat pada tabel
5. Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa total PTKP per bulan untuk sepuluh
Wajib Pajak sebesar Rp. 35.500.000, sedangkan total Pajak Penghasilan (PPh)
pasal 21 yang harus dipotong atas sepuluh Wajib Pajak adalah sebesar
Rp. 741.900.
Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa perubahan Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP) yang meningkat lebih kurang 48,15% dari PTKP sebelumnya
akan mengurangi jumlah penghasilan kena pajak sebesar Rp. 11.537.500.-. atau
43,74%, sehingga memberikan dampak menurunnya jumlah pajak terutang
sebesar Rp. 576.875 seperti yang disajikan pada tabel 6. Penurunan jumlah pajak
14. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
terutang tersebut memberikan dampak peningkatan atas penghasilan setelah pajak
yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, sehingga memberikan pengaruh
yang sangat signifikan terhadap peningkatan daya beli wajib pajak.
Dampak Penerapan PTKP Terhadap Pelaporan SPT- Masa Pajak Sebelum
dan Sesudah Pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
122/PMK.010/2015.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 122/PMK.010/2015, dikeluarkan
oleh Pemerintah pada tanggal 29 Juni 2015, namun diberlakukan efektif sejak 1
Januari 2015. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak yang sangat signifikan
terhadap perhitungan pajak terutang bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah
dihitung dan dibayar pada beberapa bulan sebelumnya yaitu masa pajak Januari
sampai dengan Juni 2015. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi/Pemotong Pajak yang
telah menghitung pajak terutang berdasarkan peraturan PTKP tahun 2012
diwajibkan untuk melakukan perhitungan kembali atas perhitungan pajaknya
sesuai dengan peraturan terbaru tahun 2015. Perubahan peraturan ini
mengakibatkan PTKP mengalami peningkatan, sehingga jumlah pajak terutang
menjadi lebih kecil dari perhitungan pajak terutang masa pajak sebelumnya. Hal
ini mengakibatkan terjadinya kelebihan bayar pajak. Bagi Wajib Pajak/Pemotong
Pajak yang telah melaporkan pajak masanya melalui pelaporan SPT-Masa Pajak
sampai saat dikeluarkannya peraturan PTKP terbaru yaitu untuk masa pajak
Januari sampai dengan Juni 2015 harus melaksanakan mekanisme perpajakan
yaitu: melakukan perhitungan kembali atas pajak terutang masa pajak sebelum
menerapkan peraturan yang terbaru, kemudian melakukan revisi serta melaporkan
kembali SPT- Masa dan memperhitungkan pajak terutang hasil perhitungan
tersebut dalam SPT-Tahunan Wajib Pajak Pemotong pajak yang telah memungut
pajak atas wajib pajak orang pribadi yang menjadi pegawai atau karyawan.
Perhitungan kembali pajak terutang ini mengakibatkan kelebihan bayar pajak
yang telah disetor oleh Wajib Pajak Pemotong untuk masa pajak Januari sampai
dengan Juni tahun 2015. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat
dikompensasikan untuk pembayaran pajak terutang pada masa pajak berikutnya.
Meskipun peraturan ini telah diberlakukan namun masih banyak wajib
pajak orang pribadi maupun pemotong yang belum melaksanakannya, bahkan
15. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
sebagian besar wajib pajak yang belum mematuhi peraturan tersebut
mengemukakan bahwa mereka belum mengetahui adanya perubahan peraturan
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan peraturan perpajakan belum
tersosialisasi secara baik dan efektif kepada semua Wajib Pajak baik sebagai
pemotong maupun wajib pajak orang pribadi sebagai pembayar langsung. Disisi
lain, wajib pajak juga merasa antipati terhadap pajak karena menurut pandangan
wajib pajak, pembayaran pajak itu memberatkan mereka secara ekonomis dan
akan mengurangi penghasilan wajib pajak serta secara administrasi sering
menyulitkan wajib pajak akibat ketidakmengertian mereka terhadap peraturan
perpajakan yang berlaku.
SIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP), seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor: 122/PMK.010/2015 yang diterbitkan tanggal 29 Juni 2015 dan mulai
diberlakukan efektif 1 Januari 2015, sehingga pemberlakuan serta penerapan
peraturan ini memberikan dampak sebagai berikut:
1. Meningkatnya jumlah PTKP sebesar 48,15%, sehingga perubahan ini juga
mengakibatkan menurunnya jumlah Pajak Penghasilan pasal 21 terutang yang
harus dipotong atas Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar 43,74%.
2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang dipotong pajaknya, peningkatan jumlah
PTKP ini menurunkan jumlah pajak terutang sehingga atas pajak yang sudah
dipotong atau dibayar untuk masa pajak sebelumnya terjadi kelebihan bayar
pajak.
3. Bagi Pihak Pemotong Pajak yang telah memotong pajak atas Wajib Pajak
Orang Pribadi, harus melaksanakan mekanisme perpajakan dengan cara
melakukan: perhitungan kembali pajak terutang untuk masa pajak sebelum
diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 122/PMK.010/2015,
merevisi dan melaporkan kembali SPT-Masa secara benar sesuai ketentuan
yang berlaku sekarang dan melaporkan jumlah pajak terutang yang telah
dipungut/dipotong atas Wajib Pajak Orang Pribadi berdasarkan peraturan
terbaru dalam SPT-Tahunan tahun pajak 2015.
16. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
SARAN
Berdasarkan simpulan diatas penulis, memberikan saran atau masukan
kepada semua pihak terkait guna penegakan hukum (law inforcement) di bidang
perpajakan. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi/ Pemotong pajak segera
mengimplementasikan perubahan peraturan PTKP terbaru ini secara tepat
waktu dan segera melakukan revisi dan melaporkan SPT-Masa maupun SPT-
Tahunan, karena perubahan PTKP ini memberikan dampak positif bagi Wajib
Pajak orang pribadi yaitu kelebihan bayar pajak. Atas kelebihan bayar pajak ini
dapat dikompensasikan untuk pembayaran masa pajak berikutnya, sehingga
secara ekonomis mengurangi beban Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah
membayar/dipungut pajaknya.
2. Bagi pihak pemerintah dalam hal ini KPP di setiap wilayah diseluruh
Indonesia, khususnya KPP Pratama sebaiknya melakukan sosialisasi yang lebih
intensif dan dengan konsep pendekatan pajak sahabat rakyat, para petugas
pajak dengan sukarela dapat membimbing serta membina Wajib Pajak untuk
melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan penuh kesadaran dan tanggung
jawab sebagai warga Negara yang taat pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul.dkk. 2014. Perpajakan: Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus.
Jakarta: Salemba Empat.
Pemerintah Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, Tentang
Pajak Penghasilan. Jakarta: Dirjen Pajak.
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
162/PMK.011/2012 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak
Kena Pajak.
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
122/PMK.010/2015 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak
Kena Pajak.
Resmi, Siti. 2014. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
Sambodo, Agus. 2015. Pajak Dalam Entitas Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
17. [DIPUBLIKASIKAN PADA JURNAL ILMIAH
EKONOMIKA UNIVERSITAS BATURAJA VOLUME 9
NOMOR 1, APRIL 2016, HAL. 109 -124.]
* Dosen PNS Kopertis Wilayah II dipekerjakan pada STIE Rahmaniyah Sekayu
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Bussiness. 4Th
Edition. New York:
John Wiley&Son Inc.
Triyani. 2005. Tanggungan yang Dapat Diperhitungkan dalam PTKP. Jurnal
Perpajakan Indonesia. Volume 5 Nomor 2 edisi September 2005.