EFEKTIFITAS KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM MENYAMPAIKAN SPT TAHUNAN BADAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENERIMAAN PPh BADAN PADA KPP PRATAMA JAKARTA CAKUNG SATU (PERIODE 2011-2014)
Similar to EFEKTIFITAS KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM MENYAMPAIKAN SPT TAHUNAN BADAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENERIMAAN PPh BADAN PADA KPP PRATAMA JAKARTA CAKUNG SATU (PERIODE 2011-2014)
Similar to EFEKTIFITAS KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM MENYAMPAIKAN SPT TAHUNAN BADAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENERIMAAN PPh BADAN PADA KPP PRATAMA JAKARTA CAKUNG SATU (PERIODE 2011-2014) (20)
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
EFEKTIFITAS KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM MENYAMPAIKAN SPT TAHUNAN BADAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENERIMAAN PPh BADAN PADA KPP PRATAMA JAKARTA CAKUNG SATU (PERIODE 2011-2014)
1. EFEKTIFITAS KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM
MENYAMPAIKAN SPT TAHUNAN BADAN DALAM RANGKA
PENINGKATAN PENERIMAAN PPh BADAN PADA KPP PRATAMA
JAKARTA CAKUNG SATU (PERIODE 2011-2014)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akademik Dan Melengkapi
Sebagian Dari Syarat – Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Akuntansi
Oleh
LARASATI KENCANA PERTIWI
2011420034
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
JAKARTA
2015
2.
3.
4.
5. v
ABSTRAK
NIM :2011420034, Judul Skripsi :EFEKTIFITAS KEPATUHAN WAJIB
PAJAK BADAN DALAM MENYAMPAIKAN SPT TAHUNAN BADAN
DALAM RANGKA PENINGKATAN PENERIMAAN PPh BADAN PADA
KPP PRATAMA JAKARTA CAKUNG SATU (PERIODE 2012-2014),
Jumlah Hal : xii + 52 Hal,
Kata Kunci : Efektifitas, Kepatuhan Wajib Pajak, SPT, Penerimaan PPh Badan
Untuk mengevaluasi seberapa besar hubungan ketepatan Wajib Pajak
Badan dalam melaporkan/menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan dengan
tingkat penerimaan PPh Badan pada KPP Pratama Jakarta Cakung Satu.
Sosialisasi atau penyuluhan yang dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta
Cakung Satu belum menunjukan hasil yang maksimal. Dapat dilihat adanya
peningkatan pada WajibPajak Badan, tetapi pada penyampaian SPT Tahunan
Badan terjadinya penurunan karena masih banyaknya Wajib Pajak yang belum
patuh, sehingga jumlah realisasi penerimaan pajak pun belum mencapai target
yang telah ditentukan.
Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan terhadap pelaporan/penyampaian
SPT Tahunan Badan cenderung menurun. Total rata-rata penerimaan selama tiga
periode dari target pencapaiannya 8569,25% jadi beberapa tahun diantaranya
tahun 2012-2013 masih dibawah rata-rata target penerimaan. Perlu ditingkatkan
sosialisasi atau penyuluhan secara intensif yang berkaitan dengan hal perpajakan,
baik melalui talkshow, media massa maupun elektronik, dan mengoptimalkan
petugas pajak dan kualitas SDM agar potensi pajak yang besar dapat ditingkatkan
setiap tahunnya.
Daftar Acuan : (2006-2014)
Jakarta, Agustus 2015
Larasati Kencana Pertiwi
6. vi
KATA PENGANTAR
Bismil-laahir-rahmanir-raahiim
Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat yang telah diberikan kepada penulis, baik berupa kesehatan fisik dan
mental sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan akuntansi
pada Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada Jakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan motivasi sehingga memungkinkan skripsi ini terwujud.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Orang tua penulis, yang selalu mendoakan dan memberikan nasehat yang
terbaik untuk penulis.
2. Bapak Drs. Sukardi H. Sentono, SE, MM., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Darma Persada.
3. Bapak Ahmad Basid Hasibuan, SE, M.Si., selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada dan juga selaku
Pembimbing Materi yang telah memberikan waktu dan pikirannya dalam
memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu, khususnya bagian
Pengolah Data dan Informasi. Terima kasih bantuan yang sudah diberikan
selama penulis melakukan riset data.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak.Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat diterima dan
bermanfaat dengan baik.
Jakarta, Agustus 2015
Larasati Kencana Pertiwi
7. vii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL SKRIPSI..................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... iv
ABSTRAK............................................................................................... v
KATA PENGANTAR............................................................................. vi
DAFTAR ISI............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL.................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian............................ 4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Perpajakan.............................................................. 5
2.1.1 Pengertian Pajak.......................................................... 5
2.1.2 Fungsi Pajak................................................................ 6
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak........................................... 7
8. viii
2.1.4 Asas-asas Pemungutan Pajak...................................... 8
2.1.5 Cara Menghitung Pajak............................................... 9
2.2 Tinjauan Pajak Penghasilan Badan
2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Badan.......................... 10
2.2.2 Bukan Subjek Pajak..................................................... 11
2.2.3 Subjek Pajak Dalam Negeri......................................... 12
2.2.4 Objek Pajak Penghasilan.............................................. 13
2.2.5 Tarif Pajak Penghasilan Badan.................................... 14
2.3 Tinjauan Surat Pemberitahuan (SPT)
2.3.1 Pengertian SPT............................................................. 15
2.3.2 Kewajiban Menyampaikan SPT................................... 16
2.3.3 Tandatangan SPT.......................................................... 16
2.3.4 Jenis dan Bentuk SPT.................................................... 17
2.3.5 Isi SPT........................................................................... 18
2.3.6 Cara Penyampaian SPT................................................. 19
2.3.7 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT.............. 19
2.3.8 SPT Dianggap Tidak Disampaikan............................... 20
2.3.9 Pembetulan SPT............................................................ 20
2.3.10 SPT Kurang Bayar dan Lebih Bayar........................... 22
2.3.11 Sanksi Tidak Menyampaikan SPT.............................. 22
9. ix
2.4 TinjauanKepatuhan Wajib Pajak
2.4.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak............................... 23
2.4.2 Jenis Kepatuhan............................................................. 24
2.5 Tinjauan Efektifitas
2.5.1 Definisi Efektifitas......................................................... 25
2.6 Kerangka Berpikir..................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian...................................................................... 28
3.2 Jenis Data yang Digunakan...................................................... 28
3.3 Teknik Pengumpulan Data....................................................... 28
3.4 Metode Analisis Data............................................................... 29
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian....................................................... 32
4.1.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Jakarta Cakung Satu...... 32
4.1.2 Visi dan Misi KPP Pratama Jakarta Cakung Satu.......... 33
4.1.3 Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Cakung Satu..33
4.1.4 Tugas Secara Umum....................................................... 34
4.2 Analisis Data............................................................................. 36
4.2.1 Perbandingan Antara Wajib Pajak Badan Terdaftar Dengan
Wajib Pajak Badan Efektif............................................. 36
10. x
4.2.2 Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Menyampaikan SPT
TahunanBadan........................................................ .... 39
4.2.3 Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Rangka Peningkatan
Penerimaan PPh Badan................................................... 42
4.2.4 Hambatan yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak Dalam Menyampaikan SPT Tahunan dan Upaya
Peningkatannya............................................................... 45
4.3 Hasil Pembahasan
4.3.1 Perbandingan Antara Wajib Pajak Badan Terdaftar Dengan
Wajib Pajak Badan Efektif............................................. 47
4.3.2 Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Menyampaikan SPT
TahunanBadan................................................................. 47
4.3.3 Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Rangka Peningkatan
Penerimaan PPh Badan................................................... 48
4.3.4 Hambatan yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak Dalam Menyampaikan SPT Tahunan dan Upaya
Peningkatannya............................................................... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan................................................................................... 50
5.2 Saran............................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 51
LAMPIRAN
11. xi
DAFTAR TABEL
TABEL 4.1 Wajib Pajak Badan Terdaftar dan Wajib Pajak Badan
Efektif....................................................................................... 37
TABEL 4.2 Rata-rata Jumlah Wajib Pajak Badan Terdaftar dan Jumlah
Wajib Pajak Badan Efektif....................................................... 38
TABEL 4.3 Keadaan SPT Tahunan Badan.................................................. 39
TABEL 4.4 Jumlah SPT Tahunan Badan yang Diterima............................ 40
TABEL 4.5 Target dan Realisasi Penerimaan PPh Badan........................... 43
TABEL 4.6 Rata-rata Target dan Realisasi Penerimaan PPh Badan........... 45
12. xii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 Kerangka Pemikiran............................................................. 26
GAMBAR 2 Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Cakung Satu...... 33
13. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat dominan. Pada
saat ini kemandirian suatu negara dapat dilihat dari kemampuan warga negaranya
untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin
maupun pengeluaran pembangunan. Dan penerimaan pajak secara tidak langsung
bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat itu
sendiri.
Pendapatan dari sektor pajak sangat dibutuhkan, bahkan pemerintah
berupaya agar penerimaan dari sektor pajak dapat terus meningkat dari tahun
ketahun, karena sektor pajak merupakan sumber devisa negara. Pratama (2012),
pajak penghasilan merupakan beban yang timbul karena diberlakukannya
peraturan pajak kepada dunia usaha, dan beban pajak penghasilan tersebut
merupakan pos yang jumlahnya kadang kala cukup material yang dilaporkan di
dalam laporan keuangan perusahaan.
Perpajakan di Indonesia mulai tahun 1984 menganut self assessment
system, dimana sistem pemungutan pajak memberikan wewenang kepada Wajib
Pajak dalam menghitung, melaporkan, dan menyetorkan sendiri jumlah pajak
yang terutang. Adapun yang sudah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Selain itu, dalam pelaksanaan sistem Self Assessment juga dibutuhkan
kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak serta keinginan untuk membayar pajak.
14. 2
Kepatuhan membayar pajak pada Wajib Pajak Badan didasarkan pada kepatuhan
pelaporan SPT Tahunan. Karena kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan
SPT merupakan salah satu bentuk perwujudan peran serta masyarakat khususnya
Wajib Pajak dalam meningkatkan penerimaan Negara yang berasal dari pajak.
Finasari (2013), tingkat kepatuhan Wajib Pajak merupakan unsur terpenting
dalam mempengaruhi tingkat realisasi penerimaan pajak. Tingkat kepatuhan
Wajib Pajak dapat dilihat dari berbagai indikasi-indikasi tertentu, seperti realisasi
jumlah Wajib Pajak terdaftar, realisasi jumlah Wajib Pajak efektif, tingkat
penetapan pajak, ketepatan waktu dalam melaporkan pajak dan lain-lain.
Pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Trianasari (2008) selama ini ternyata kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama
Jakarta Cakung Dua dalam menyampaikan SPT Tahunan PPh badan masih sangat
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaporkan SPT dapat berakibat atau berpengaruh pada penerimaan pajak
penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak.
Penurunan setoran dan tingkat kepatuhan pelaporan pajak juga terjadi pada
KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu.Ditjen Pajak Mekar Satria Utama
mengatakan, kepatuhan pelaporan itu cenderung menurun dari 89% tahun lalu
menjadi 83% tahun ini.Tidak dijelaskan untuk besaran penurunan penerimaan
yang muncul akibat adanya penurunan kepatuhan tersebut (Tempo.co : 2015).
Kepatuhan Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan, yang terdaftar
di Kantor Pelayanan Pajak dan telah melakukan kewajiban perpajakannya, yaitu
dengan melunasi dan melaporkan SPT masa dan tahunannya tepat waktu
15. 3
(Oktaviani, 2007).Agar Wajib Pajak tetap berada dalam aturan yang benar dan
kepatuhan Wajib Pajak pun menjadi lebih meningkat, diperlukan upaya dari pihak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yaitu
dengan memberikan sosialisasi kepada Wajib Pajak agar memenuhi kewajiban
perpajakannya.Efektifitas diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul, “EFEKTIFITAS KEPATUHAN WAJIB PAJAK
BADAN DALAM MENYAMPAIKAN SPT TAHUNAN BADAN DALAM
RANGKA PENINGKATAN PENERIMAAN PPh BADAN PADA KPP
PRATAMA JAKARTA CAKUNG SATU(Periode 2011-2014)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang
masalah, permasalahan yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah tingkat efektifitas kepatuhan Wajib Pajak badan dalam
menyampaikan SPT Tahunan badandapatmempertahankan
penerimaan PPh badan pada KPP Pratama Jakarta Cakung Satu?
2. Apa hambatan yang mempengaruhi tingkat kepatuhan dan upaya apa
yang dilakukan untuk mempertahankan kepatuhan Wajib Pajak
badan dalam menyampaikan SPT Tahunan PPh badan pada KPP
Pratama Jakarta Cakung Satu?
16. 4
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengevaluasitingkat efektifitas kepatuhan Wajib Pajak badan
dalam menyampaikan SPT Tahunan badan dapat mempertahankan
penerimaan PPh badan pada KPP Pratama Jakarta Cakung Satu.
2. Untuk mengevaluasihambatan yang mempengaruhi tingkat
kepatuhan dan upaya apa yang dilakukan untuk mempertahankan
kepatuhan Wajib Pajak badan dalam menyampaikan SPT Tahunan
PPh badan pada KPP Pratama Jakarta Cakung Satu.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan, pemahaman mengenai peraturan
perpajakan, sistem perpajakan, dan alat ukur kemampuan teori yang
didapat dari perkuliahan maupun literatur yang ada dalam
penerapannya.
2. Bagi Instansi Terkait
Diharapkan dapat dijadikan bahan masukanyang dapat berguna bagi
instansi yang terkait.
3. Bagi Pihak Lain
Penulis berharap tulisan ini dapat memberikan informasi yang
bermanfaat dan juga sebagai bahan referensi bagi pembaca ataupun
peneliti, sehingga dapat melengkapi kekurangan yang ada di dalam
penulisan ini.
17. 5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Perpajakan
2.1.1 Pengertian Pajak
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat dominan.
Kemandirian suatu negara dapat dilihat dari kemampuan warga negaranya untuk
membiayai pengeluaran – pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun
pengeluaran pembangunan. Dan penerimaan pajak secara tidak langsung
bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat itu
sendiri.
Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum Perpajakan yang menyatakan bahwa :
Pajak juga merupakan suatu kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-
undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Feldmann yang dikutip oleh Waluyo (2010;2), mengatakan :
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada
penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya
kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-
pengeluaran umum.
18. 6
Menurut Adriani yang dikutip oleh Waluyo (2010;2), mengatakan:
Iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-
undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.
Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai
public investment.
2.1.2 Fungsi Pajak
Menurut Resmi (2014:3)dalam bukunya Teori & Kasus terdapat dua
fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi
regularend (pengatur) :
19. 7
1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh :
dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh : dikenakannya
pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian
pula terhadap barang mewah.
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Resmi (2014:11) dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem
pemungutan, yaitu :
1. Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur pajak
untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak
sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan.
2. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak
dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
20. 8
Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak
sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak.
3. Withholding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya
pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.1.4 Asas-asas Pemungutan Pajak
Asas-asas pemungutan pajak menurut Waluyo dalam bukunya Perpajakan
Indonesia (2010:13)menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan
pada asas-asas berikut :
1. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak
dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan
membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang
diterima.
2. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena
itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak
yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
3. Convenience
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajajk sebaiknya sesuai
dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak. Sebagai contoh :
pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan.
21. 9
4. Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan
kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin,
demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak.
2.1.5 Cara Menghitung Pajak
Menurut Resmi (2014:138)PPh terutang dihitung dari tarif dikalikan
penghasilan kena pajak :
Dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terutang dibedakan antara
Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri. Bagi Wajib Pajak dalam
negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan
Kena Pajak, yaitu :
1. Penghitungan PPh dengan dasar pembukuan.
2. Penghitungan PPh dengan dasar pencatatan.
Bagi Wajib Pajak luar negeri, Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar
penghitungan Pajak Penghasilan adalah sebesar penghasilan bruto, sehingga Pajak
Penghasilan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan
penghasilan bruto.
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak
= Tarif x (Peredaran bruto – pengeluaran/
biaya yang boleh dikurangkan)
22. 10
2.2 Tinjauan Pajak Penghasilan Badan
2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Badan
Menurut Ilyas dan Suhartono (2013:102) pengertian Pajak Penghasilan
adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak penghasilan atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Subjek pajak yang menerima
atau memperoleh penghasilan dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan (PPh) disebut Wajib Pajak. Pengertian badan adalah
sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer,perseroan lainnya, badan usaha milik negara
(BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.
Badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah
(BUMD) merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya
sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan,
dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan
merupakan subjek pajak.
23. 11
Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan,
perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang
sama, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :
1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN) atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau
pemerintah daerah.
4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
Unit pemerintah yang memenuhi empat syarat tersebut tidak akan terutang
Pajak Penghasilan apabila menerima penghasilan yang merupakan objek Pajak
Penghasilan.
2.2.2 Bukan Subjek Pajak
Menurut Fitriandi, Aryanto, dan Priyono (2014:99) dalam pasal 3 ayat 1
UU PPh menyebutkan pihak yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
1. Kantor perwakilan negara asing.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan
syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta
negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
24. 12
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi
anggota organisasi tersebut, dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2.2.3 Subjek Pajak Dalam Negeri
Menurut Fitriandi, Aryanto, dan Priyono (2014:92) dalam pasal 2 ayat 3
UU PPh subjek pajak dalam negeri adalah :
1. Orang pribadi :
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia.
b. Berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan/atau
c. Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Badan :
a. Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria. Kriteria yang pertama,
pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Kedua, pembiayaannya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
25. 13
Belanja Daerah. Ketiga, penerimaannya dimasukkan dalam anggaran
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Keempat, pembukuannya
diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
2.2.4 Objek Pajak Penghasilan
Menurut Ilyas dan Suhartono (2013:109) penghasilan yang dikenai pajak
adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima selama suatu tahun pajak,
dan bukan berdasarkan kumulatif kemampuan ekonomis tahun pajak sebelumnya.
Penghasilan yang dikenai pajak harus dapat dinilai satuan ekonomis dalam satuan
mata uang. Penghasilan yang dikenai pajak tidak tergantung dengan nama dan
bentuk yang diterima atau diperoleh namun tergantung hakekat ekonomis atas
penghasilan tersebut. Penghasilan yang dikenai pajak berasal dari dalam negeri
maupun luar negeri.
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib
Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi :
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
seperti gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, uang pensiun,
penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan
sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan (laba usaha).
26. 14
3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak,
seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau
hak yang tidak dipergunakan untuk usaha dan
4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi
dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.
2.2.5 Tarif Pajak Penghasilan Badan
Menurut Fitriandi, Aryanto, dan Priyono (2014:145) mengenai tarif PPh
Badan yaitu :
1. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b, Wajib Pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).
Sebagaimana yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, tarif tertinggi
dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang
mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
2. Tarif PPh Pasal 17 ayat (2) huruf b, Wajib Pajak badan dalam negeri yang
berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen)
dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek
di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh
tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah.
3. Tarif PPh Pasal 31E ayat (1), Wajib Pajak badan dalam negeri dengan
peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima
puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
27. 15
huruf b dan ayat (2) huruf a yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak
dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah).
2.3 Tinjauan Surat Pemberitahuan (SPT)
2.3.1 Pengertian SPT
Menurut Ilyas dan Suhartono (2013:23) Pasal 1 angka 11 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
menyebutkan bahwa pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran
pajak, Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak dan/atau harta dan kewajiban,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengaturan SPT tersebut selanjutnya dimuat dalam Peraturan
Pemerintahan Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan aturan
pelaksanaan pada tingkat di bawahnya seperti Peraturan Menteri Keuangan.
Berdasarkan definisi tersebut, fungsi SPT adalah :
1. Sarana melaporkan seluruh penghasilan objek PPh maupun bukan objek
PPh, harta dan kewajiban, termasuk penghitungan dan pembayaran pajak
suatu tahun pajak.
2. Sarana melaporkan jumlah pemotongan/pemungutan pajak dan
pembayarannya dalam suatu masa pajak.
28. 16
3. Sarana melaporkan penghitungan PPN dan atau PPnBM dalam suatu Masa
Pajak serta penyetorannya apabila terdapat pajak yang kurang dibayar.
2.3.2 Kewajiban Menyampaikan SPT
Menurut Ilyas dan Suhartono (2013:23) dalam Pasal 3 ayat (1) UU KUP
menyebutkan setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT)
dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan
huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam
mengisi Surat Pemberitahuan adalah :
1. Benar adalah benar dalam penghitungan, termasuk benar dalam penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalampenulisan dan
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
2. Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek
pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan.
3. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-
unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.
2.3.3 Tandatangan SPT
Menurut Ilyas dan Suhartono (2013:24) dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b UU
KUP menyebutkan tanda tangan SPT meliputi :
29. 17
1. Tanda tangan biasa.
2. Tanda tangan stempel.
3. Tanda tangan elektronik atau digital.
Tanda tangan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
tanda tangan biasa. Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) UU KUP menegaskan SPT Masa
atau Tahunan Wajib Pajak Badan harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi
atau kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani SPT.
2.3.4 Jenis dan Bentuk Surat Pemberitahuan (SPT)
Menurut Ilyas dan Suhartono (2013:24) jenis SPT sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Nomor 181/PMK.03/2007 yang telah diubah dengan
Nomor 152/PMK.03/2009 meliputi :
1. SPT Tahunan Pajak Penghasilan, yaitu SPT untuk suatu Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak.
2. SPT Masa, yaitu SPT untuk suatu Masa Pajak yang terdiri atas :
a. SPT Masa Pajak Penghasilan;
b. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; dan
c. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 9/PJ/2009 menegaskan :
1. SPT Tahunan terdiri dari : SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi,
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan, dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Badan bagi Wajib Pajak yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan
dalam mata uang Dollar Amerika Serikat.
30. 18
2. SPT Masa yang terdiri dari : PPh Pasal 21 dan 26, PPh Pasal 22, PPh Pasal
23 dan 26, PPh Pasal 25, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, Masa PPN,
dan Masa PPN bagi Pemungut PPN.
2.3.5 Isi Surat Pemberitahuan
Menurut Resmi (2014:45) untuk kepentingan keseragaman dan
mempermudah pengisian serta pengadministrasian perpajakan, bentuk dan isi
SPT, keterangan, dokumen yang harus dilampirkan dan cara yang digunakan
untuk menyampaikan SPT diatur bedarasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
1. SPT Tahunan
Suatu SPT terdiri dari SPT induk dan lampirannya sebagai suatu kesatuan
yang tidak terpisahkan. Untuk data dasar (formal) SPT paling sedikit
memuat :
a. Nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan alamat Wajib
Pajak;
b. Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang
bersangkutan; dan
c. Tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak.
2. SPT Masa
Dalam SPT Masa di samping data dasar berisi pula data materiil untuk
SPT Masa Pajak Penghasilan, yaitu memuat :
a. Jumlah Objek Pajak, jumlah pajak yang terutang, dan/atau jumlah
pajak dibayar;
b. Tanggal pembayaran atau penyetoran; dan
31. 19
c. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
2.3.6 Cara Penyampaian SPT
Menurut Ilyas dan Suhartono (2013:25) dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2)
UU KUP menegaskan penyampaian SPT dapat dilakukan :
1. Secara langsung dan diberikan tanda penerimaan surat, atau
2. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau
3. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman
surat, atau
4. E-Filling melalui Penyedia Jasa Aplikasi / Application Service Provider
(ASP) yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.3.7 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT
Menurut Ilyas dan Suhartono (2013:25) sesuai Pasal 3 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, batas waktu penyampaian SPT diatur :
1. Untuk SPT Tahunan badan, batas waktu pembayaran adalah sebelum
SPT Tahunan PPh disampaikan dan batas waktu pelaporan adalah akhir
bulan keempat setelah berakhirnya tahun atau bagian Tahun Pajak.
2. Untuk SPT Masa badan (PKP), batas waktu pembayaran adalah akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa
PPN disampaikan dan batas waktu pelaporan adalah akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
32. 20
2.3.8 SPT Dianggap Tidak Disampaikan
Menurut Ilyas dan Suhartono (2013:26) dalam Pasal 3 ayat (7) UU KUP
menegaskan SPT yang dianggap tidak disampaikan adalah :
1. SPT tidak ditandatangani.
2. SPT tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen. Menurut Peraturan
Menteri Keuangan No. 181/PMK.03/2007 :
a. SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan.
b. SPT harus dilampiri dengan keterangan dan/atau dokumen sesuai
dengan undang-undang perpajakan yaitu laporan keuangan bagi Wajib
Pajak yang wajib pembukuan, laporan keuangan yang diaudit apabila
diaudit oleh akuntan publik, surat kuasa apabila ditandatangani bukan
oleh pengurus atau Waib Pajak yang bersangkutan.
3. SPT lebih bayar disampaikan telah lewat 3 (tiga) tahun sesudah
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib
Pajak telah ditegur secara tertulis.
4. SPT disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan
/ menerbitkan surat ketetapan pajak.
2.3.9 Pembetulan SPT
Menurut Resmi (2014:46) Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat
membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah disampaikan dengan
menyampaikan pernyataan tertulis dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum
melakukan tindakan pemeriksaan.
33. 21
Apabila pembetulan Surat Pemberitahuan menyatakan rugi atau lebih
bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (dua)
tahun sebelum daluwarsa penetapan. Daluwarsa penetapan adalah jangka waktu 5
(lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian
tahun pajak, atau tahun pajak.
Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan
syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib
Pajak dengan kesadaran sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang
telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan, yang dapat
mengakibatkan :
1. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil.
2. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih
besar.
3. Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil, atau
4. Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses
pemerikasaan tetap dilanjutkan.
Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah
disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak
sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang
telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan
34. 22
tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima Surat Ketetapan
Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal
Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
2.3.10 SPT Kurang Bayar dan Lebih Bayar
Menurut Ilyas dan Suhartono (2013:27) SPT Kurang Bayar timbul apabila
jumlah pajak terutang suatu masa atau tahun pajak lebih besar dibandingkan
kredit pajak atau pajak yang dibayar. Pajak yang kurang dibayar yang tercantum
dalam SPT Masa harus disetor paling lambat 15 (lima belas) hari setelah saat
terutang atau berakhirnya masa pajak sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) UU KUP.
Pajak yang kurang dibayar yang tercantum dalam SPT Tahunan harus disetor
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajib Pajak orang
pribadi dan 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajib Pajak badan
sesuai Pasal 29 UU PPh.
SPT Lebih Bayar terjadi apabila jumlah pajak yang terutang suatu masa
atau tahun pajak lebih kecil dibandingkan jumlah kredit pajak atau pajak yang
dibayar. Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan permohonan restitusi
pajak atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
2.3.11 Sanksi Tidak Menyampaikan SPT (sanksi administrasi)
Menurut Ilyas dan Suhartono (2013:28) sesuai Pasal 7 ayat (1) UU KUP
menyebutkan sanksi administrasi tidak menyampaikan SPT, yaitu :
1. Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN.
2. Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya.
35. 23
3. Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Badan.
4. Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Orang Pribadi.
Sanksi administrasi berupa denda diatas tidak dilakukan terhadap :
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai Warga Negara Asing
yang tidak tinggal lagi di Indonesia.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang tidak melakukan kegiatan lagi di
Indonesia.
5. Wajib Pajak Badan yang tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar
sesuai dengan ketentuannya.
6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi.
7. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
8. Wajib Pajak lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
2.4 Tinjauan Kepatuhan Wajib Pajak
2.4.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Kepatuhan adalah tunduk atau
patuh pada ajaran atau aturan. Jadi dapat diartikan bahwa kepatuhan perpajakan
36. 24
merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan pajak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kepatuhan pajak yaitu kesadaran Wajib Pajak untuk tunduk terhadap
peraturan dan administrasi perpajakan yang berlaku tanpa perlu disertai dengan
aktivitas tindakan dari otoritas pajak sebelumnya (Simanjuntak dan Mukhlis,
2012:83-84).
Berdasarkan definisi kepatuhan tersebut dapat disimpulkan bahwa
kepatuhan adalah tindakan Wajib Pajak yang melaksanakan semua kewajiban
perpajakannya dan menikmati semua hak perpajakannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku. Predikat Wajib Pajak patuh dalam artian
disiplin dan taat, tidak sama dengan Wajib Pajak yang berpredikat pembayar
pajak dalam jumlah besar. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu
memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak patuh, meskipun memberi kontribusi
besar pada negara, jika masih memiliki tunggakan maupun dalam keterlambatan
penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat Wajib Pajak patuh.
2.4.2 Jenis Kepatuhan
Menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006 : 110) terdapat 2
(dua) jenis kepatuhan Wajib Pajak, yaitu :
1. Kepatuhan Formal
Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang
Perpajakan.
37. 25
2. Kepatuhan Material
Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara
substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material
perpajakan. Wajib Pajak yang sudah memenuhi kepatuhan material adalah
Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar Surat
Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya pada
Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu berakhir.
2.5 Tinjauan Efektifitas
2.5.1 Pengertian Efektifitas
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata efektif berarti berhasil atau
sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Sehingga efektifitas diartikan
sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah
ditentukan.
Pujiani dan Effendi (2009) secara umum efektifitas adalah pencapaian
tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dri serangkaian
alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya.
Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian
tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
Unsur yang penting dalam konsep efektifitas adalah pencapaian tujuan
yang sesuai dengan apa yang telah disepakati secara maksimal, tujuan merupakan
harapan yang dicita-citakan atau suatu kondisi tertentu yang ingin dicapai oleh
serangkaian proses.
38. 26
2.6 Kerangka Berpikir
Gambar 1
Kerangka Berpikir
Sumber : Diolah oleh penulis
Tingkat Kepatuhan
Jumlah Penyampaian
SPT
Penerimaan
Target Penerimaan Realisasi Penerimaan
Tingkat Efektif
WajibPajak
Badan
39. 27
Keterangan :
Pada skripsi ini penulis hanya membahas tentang PPh Badan. Untuk
meningkatkan penerimaan Negara melalui pajak khususnya PPh Badan, KPP
perlu menetapkan target SPT. Setelah itu KPP dapat melihat hasil dari realisasi
SPT yang diterima.
Dari realisasi SPT yang diterima dan SPT yang tidak diterima, dapat
dilihat bagaimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT.
Apakah sudah sesuai dengan pembayaran dan ketentuan yang berlaku. Dengan
adanya kesadaran dan kepatuhan dari Wajib Pajak diharapkan penerimaan pajak
dapat lebih optimal.
40. 28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung
Satu yang terletak di Jalan Pulo Buaran VI Blok JJ No.11 Kawasan Pulo Gadung
Jakarta Timur.
3.2 Jenis Data yang Digunakan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan sekunder.
1. Data Primer
Data yang diperoleh dalam melakukan penelitian ini merupakan
sumber-sumber asli yang berasal dari Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Jakarta Cakung Satu.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh secara tidak langsung, dimana pengambilan data
ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang mendukung
penulisan ini, yang tidak diperoleh dari perusahaan melainkan dari
internet.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
1. Penelitian Kepustakaan
Penelitian yang dilakukan untuk mencari keterangan dengan cara
membaca serta mempelajari bahan teoritis dari buku-buku literature,
41. 29
catatan kuliah serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti sehingga diperoleh suatu pemahaman yang
mendalam serta menunjang proses pembahasan mengenai masalah
yang diteliti.
2. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dilakukan dengan cara memilih lokasi yang akan
dijadikan objek penelitian, melakukan persiapan dalam mengkaji
bahan yang akan diteliti.
3. Penelitian Wawancara
merupakan komunikasi yang dilakukan penulis, berupa tanya jawab
secara langsung dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan atau
pengaruh dalam penelitian yang sedang dilakukan dengan
menggunakan daftar pertanyaan.
3.4 Metode Analisis Data
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan skripsi
ini adalah deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah metode yang
menggambarkan data dan fakta sejelas-jelasnya, selengkap-lengkapnya atas suatu
objek dalam bentuk uraian kalimat berdasarkan keterangan dari pihak-pihak yang
berhubungan dengan penelitian ini. Efektifitas data dalam penelitian ini yaitu
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menganalisis presentase Wajib Pajak badan pada KPP Pratama
Jakarta Cakung Satu dari tahun 2011-2014 yaitu membandingkan
42. 30
antara jumlah Wajib Pajak efektif dibagi dengan jumlah Wajib Pajak
terdaftar kemudian dikalikan 100% dengan rumus sebagai berikut :
Presentase Wajib Pajak :
Jumlah Wajib Pajak Efektif
Jumlah Wajib Pajak Terdaftar
× %
2. Menganalisis presentase kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama
Jakarta Cakung Satu dari tahun 2011-2014 yaitu membandingkan
antara jumlah pelaporan SPT Tahunan PPh badan dibagi dengan
jumlah Wajib Pajak badan efektif kemudian dikalikan 100% dengan
rumus sebagai berikut :
Presentase Kepatuhan WP Badan :
Jumlah Pelaporan SPT Tahunan Badan
Jumlah Wajib Pajak Badan Efektif
× %
3. Menganalisis presentase penerimaan pajak pada KPP Pratama
Jakarta Cakung Satu dari tahun 2011-2014 yaitu membandingkan
antara realisasi penerimaan pajak dibagi dengan rencana penerimaan
pajak kemudian dikalikan 100% dengan rumus sebagai berikut :
Presentase Penerimaan Pajak :
Realisasi Penerimaan Pajak
Rencana Penerimaan Pajak
× %
43. 31
Dari hasil rumus presentase tersebut, kriteria indikator efektifitas yaitu :
0% - 50% = belum efektif
51% - 65% = cukup efektif
66% - 80% = efektif
81% - 100% = sangat efektif
Kemudian data-data yang sudah terkumpul dari berbagai pengumpulan
data dan setelah di analisa menggunakan perhitungan selanjutnya diadakan analisa
data dengan cara membandingkan, menguraikan, merinci, mengolah dan memberi
arti terhadap permasalahan yang diteliti, sehingga dari uraian tersebut dapat
diambil suatu kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan.
44. 32
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung
Satu
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Cakung Satu
berkedudukan di jalan Pulo Buaran VI Blok JJ No. 11 Kawasan Industri
Pulogadung, Jakarta Timur. Pada tahun 2000 KPP PratamaJakarta Cakungdibagi
menjadi dua yaitu; KPP Jakarta Cakung Satu dan KPP Jakarta Cakung Dua.
KPP Pratama Jakarta Cakung Satu didirikan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juni 2001 dengan Luas
Tanah 7.145 M2
dan Luas Bangunan 1.541 M2
. Berdasarkan keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 87/PJ/2007 tanggal 11 Juni 2007, KPP Pratama Jakarta
Cakung Satu meliputi tiga kelurahan yaitu Kelurahan Jatinegara, Penggilingan,
dan Rawa Terate Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur.
Tugas dan fungsi KPP Pratama Jakarta Cakung Satu adalah melaksanakan
pengawasan administrasi dan pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak
dibidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung
lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan Undang-Undang
Perpajakan yang berlaku.
45. 33
4.1.2 Visi dan Misi KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
Visi KPP Pratama Jakarta Cakung Satu adalah menjadi model pelayanan
masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan yang
sangat dipercaya dan dibanggakan masyarakat.
Misi KPP Pratama Jakarta Cakung Satu adalah menghimpun penerimaan
negara dari sektor pajak yang mampu menunjang pembiayaan pemerintah
berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efesiensi
tinggi.
4.1.3 Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
Gambar 2
Struktur Organisasi
KEPALA KANTOR
Sub Bagian
Umum
SEKSI
EKSTENSIFIKASI
PERPAJAKAN
SEKSI
PENGOLAHAN
DATA DAN
INFORMASI
SEKSI
PELAYANAN
SEKSI
PENGAWASAN
DAN
KONSULTASI
SEKSI
PEMERIKSAAN
SEKSI
PENAGIHAN
KELOMPOK FUNGSIONAL
46. 34
*) Ada 4 seksi pengawasan dan konsultasi
Struktur Organisasi KPP Pratama Jakarta Cakung Satu terdiri dari :
1. Kepala Kantor
2. Kepala Sub Bagian Umum
3. Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
4. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi
5. Kepala Seksi Pelayanan
6. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
7. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
8. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
9. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
10. Kepala Seksi Pemeriksaan
11. Kepala Seksi Penagihan
12. Ketua Kelompok Fungsional I
13. Ketua Kelompok Fungsional II
4.1.4 Tugas Secara Umum
Tugas masing-masing seksi adalah :
1. Sub Bagian Umum : Melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata
usaha dan rumah tangga.
2. Seksi Ekstensifikasi perpajakan : Melakukan penilaian misal objek
PBB, pencairan data informasi perpajakan, penyelesaian mutasi
objek dan subjek pajak, penerbitan surat teguran pengembalian
SPOP, penyusunan monografi perpajakan.
47. 35
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi : Melakukan pengumpulan,
pencairan dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan,
penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan,
pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-spt dan
e-filling, serta penyiapan laporan kinerja.
4. Seksi Pelayanan : Melakukan penetapan dan penertiban produk
hukum perpajakan, pengadministrasian pada dokumen dan berkas
perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan serta
penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan
registrasi Wajib Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi : Melakukan pengawasan dari
kepatuhan perpajakan Wajib Pajak, bimbingan atau himbauan
kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknik perpajakan, penyusunan
profil Wajib Pajak, analisa kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data
Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, usulan
pembetulan ketetapan pajak, serta evaluasi hasil banding.
6. Seksi Pemeriksaan : Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan,
pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan
penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak, serta administrasi
pemeriksaan perpajakan lainnya.
7. Seksi Penagihan : Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak,
penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan
48. 36
dalam penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-
dokumen penagihan.
8. Kelompok Fungsional : Menguji kepatuhan Wajib Pajak melalui
pemeriksaan.
4.2 Analisis Data
4.2.1 Perbandingan Antara Wajib Pajak Badan Terdaftar Dengan Wajib
Pajak Badan Efektif
PPh Badan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak
badan atas penghasilannya sehubungan dengan pekerjaan atau jasanya. Dengan
demikian yang wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan Badan yaitu
pemberi kerja yang memberikan penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
Berikut ini adalah Wajib Pajak badan yang terdaftar dan Wajib Pajak
badan efektif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cakung Satu yang
mempunyai kewajiban menyampaikan atau melaporkan SPT Tahunan Badan,
yang disajikan di dalam tabel 4.1 dibawah ini :
49. 37
Tabel 4.1
Wajib Pajak Badan Terdaftar dan Wajib Pajak Badan Efektif di KPP
Pratama Jakarta Cakung Satu
TAHUN
JUMLAH WP
TERDAFTAR
JUMLAH WP
EFEKTIF
%
2011 2.973 2.232 75,08%
2012 3.191 2.451 76,81%
2013 3.381 2.662 78,73%
2014 3.555 2.863 80,53%
Sumber : KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
Dibawah ini adalah rumus untuk mengetahui presentase Wajib Pajak :
Presentase Wajib Pajak Badan=
Jumlah Wajib Pajak Badan Efektif
Jumlah Wajib Pajak Badan Terdaftar
× %
Pada Tahun 2011 :
2.232
2.973
× % = 75,08%
Pada Tahun 2012 :
2.451
3.191
× % = 76,81%
Pada Tahun 2013 :
2.662
3.381
× % = 78,73%
Pada Tahun 2014 :
2.863
3.555
× % = 80,53%
Dari hasil perhitungan diatas, jumlah Wajib Pajak PPh Badan meningkat
setiap tahunnya, untuk Wajib Pajak efektif pada tahun 2011 berjumlah 2.232
dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar sebesar 2.973 diperoleh presentase 75,08% .
Pada tahun 2012 Wajib Pajak efektif berjumlah 2.451 dengan jumlah Wajib Pajak
50. 38
terdaftar sebesar 3.191 diperoleh presentase 76,81%. Lalu tahun 2013 Wajib
Pajak efektif berjumlah 2.662 dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar sebesar
3.381diperoleh presentase 78,73%. Pada tahun 2014 Wajib Pajak efektif
berjumlah 2.863dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar sebesar 3.555 diperoleh
presentase 80,53%.
Hasil peningkatan jumlah Wajib Pajak badan tahun 2011-2014 dapat
dikatakan efektif menurut anggapan dari pihak KPP, karena angka presentase
yang diperoleh berada diatas 70%.
Tabel 4.2
Rata-rata Jumlah Wajib Pajak Badan Terdaftar dan Jumlah Wajib
Pajak Badan Efektif di KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
TAHUN
JUMLAH WP
TERDAFTAR
%
JUMLAH WP
EFEKTIF
%
2011 2.973 2.232
2012 3.191 7,332% 2.451 9,811%
2013 3.381 5,954% 2.662 8,608%
2014 3.555 5,146% 2.863 7,550%
Rata-rata 614,4% Rata-rata 865,63%
Sumber : KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
Namun anggapan dari pihak penulis, bila dihitung selama tiga periode
tersebut hasil dari jumlah Wajib Pajak badan terdaftar diperoleh rata-rata sebesar
614,4% dan jumlah Wajib Pajak badan efektif diperoleh rata-rata sebesar
865,63%.Hal ini dapat dikatakan belum efektif karena belum menggambarkan
51. 39
adanya peningkatan kepatuhan pada jumlah Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri
sebagai Wajib Pajak dan melakukan pembayaran pajak.
4.2.2 Kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan Badan
Pelaporan atau penyampaian SPT tepat waktu merupakan salah satu alat
ukur untuk menentukan kepatuhan Wajib Pajak. Karena dengan kepatuhannya
melaporkan SPT berarti Wajib Pajak telah melakukan peranannya mulai dari
menghitung, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang.
Keadaan dari SPT Tahunan Badan yang diterima di KPP Pratama Jakarta
Cakung Satu tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.3
Keadaan SPT Tahunan Badan
KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
TAHUN
KURANG
BAYAR
LEBIH
BAYAR
NIHIL
SPT YANG
DITERIMA
2011 522 27 467 1.016
2012 463 17 415 895
2013 658 23 495 1.176
2014 613 22 511 1.146
Jumlah 2.256 89 1.888 4.233
Sumber : KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
Pada tabel 4.2 diatas merupakan keadaan dari SPT Tahunan Badan yang
disampaikan kembali oleh Wajib Pajak ke KPP Pratama Jakarta Cakung Satu.
52. 40
Maka dapat dilihat jumlah SPT Tahunan Badan yang diterima dari tahun 2011
sampai dengan 2014 sebanyak 4.233 lembar. Dengan uraian, jumlah SPT kurang
bayar dari tahun 2011 sampai dengan 2014 sebanyak 2.256 lembar, untukjumlah
SPT lebih bayar sebanyak 89 lembar, dan jumlah SPT nihil sebanyak 1.888
lembar.
Peningkatan jumlah Wajib Pajak sesuai pada tabel 4.1, diharapkan juga
diikuti dengan kepatuhannya dalam melaporkan SPT. Dapat diketahui SPT
Tahunan Badan yang diterima sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan yang
disajikan pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.4
Jumlah SPT Tahunan Badan yang Diterima
KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
TAHUN
JUMLAH WP
EFEKTIF
SPT YANG
DITERIMA
SPT YANG
TIDAK
DITERIMA
%
2011 2.232 1.016 1.216 45,52%
2012 2.451 895 1.556 36,52%
2013 2.662 1.176 1.486 44,18%
2014 2.863 1.146 1.717 40,03%
Sumber : KPP Pratama Jakarta Cakung Satu
53. 41
Dibawah ini adalah rumus untuk mengetahui presentase Wajib Pajak :
Presentase Kepatuhan Wajib Pajak Badan =
Jumlah Pelaporan SPT Tahunan Badan
Jumlah Wajib Pajak Badan Efektif
× %
Pada Tahun 2011 :
1.016
2.232
× % = 45,52%
Pada Tahun 2012 :
895
2.451
× 100% = 36,52%
Pada Tahun 2013 :
1.176
2.662
× 100% = 44,18%
Pada Tahun 2014 :
1.146
2.863
× 100% = 40,03%
Dari perhitungan diatas, kepatuhan Wajib Pajak dalam pelaporan SPT
Tahunan badan pada tahun 2011 yang diterima sebanyak 1.016 dengan jumlah
Wajib Pajak badan efektif sebesar 2.232 diperoleh presentase 45,52%. Untuk
tahun 2012 SPT Tahunan badan yang diterima sebanyak 895 dengan jumlah
Wajib Pajak badan efektif sebesar 2.451 diperoleh presentase 36,52%. Pada tahun
2013 SPT Tahunan badan yang diterima sebanyak 1.176 dengan jumlah Wajib
Pajak badan efektif sebesar 2.662 diperoleh presentase 44,18%. Pada tahun 2014
SPT Tahunan badan yang diterima sebanyak 1.146dengan jumlah Wajib Pajak
badan efektif sebesar 2.863 diperoleh presentase 40,03%.
Dari data SPT Tahunan Badan, maka dapat dikatakan meningkatnya
jumlah Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Tahunan badan sebanyak
54. 42
5.975 dari jumlah Wajib Pajak badan efektif. Jika dilihat dari SPT Tahunan badan
yang tidak diterima pada tahun 2011 sebanyak 1.216 dari jumlah Wajib Pajak
badan efektif sebesar 2.232. Pada tahun 2012 SPT Tahunan badan yang tidak
diterima meningkat sebanyak 1.556 dari jumlah Wajib Pajak badan efektif sebesar
2.451. Pada tahun 2013 SPT Tahunan badan yang tidak diterima mengalami
penurunan yang sangat tipis sebanyak 1.486 dari jumlah Wajib Pajak badan
efektif sebesar 2.662. Terakhir pada tahun 2014 SPT Tahunan badan yang tidak
diterima sebanyak 1.717 atau meningkat sebanyak 231 SPT dari jumlah Wajib
Pajak badan efektif sebesar 2.863.
Tingkat pelaporan/penyampaian SPT Tahunan badan dari tahun 2011-
2014 dapat dikatakan belum efektif karena angka presentasenya berada di 40%.
Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan jumlah SPT Tahunan badan yang
diterima dengan SPT Tahunan badan yang tidak diterima dan jumlah Wajib Pajak
badan efektif. Gambaran ini menunjukkan bahwa kurangnya kepatuhan dan
kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu dalam
hal melaporkan/menyampaikan SPT Tahunannya.
4.2.3 Kepatuhan Wajib Pajak dalam Rangka Peningkatan Penerimaan PPh
Badan
Melalui SPT Tahunan Badan yang disampaikan dapat diketahui berapa
besarnya pajak yang harus dibayar dan sebagai penerimaan PPh Badan tersebut.
Mengenai jumlah target dan realisasi PPh Badan di KPP Pratama Jakarta Cakung
Satu dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini :
55. 43
Tabel 4.5
Target dan Realisasi Penerimaan PPh Badan di KPP Pratama
Jakarta Cakung Satu
TAHUN
TARGET
PENERIMAAN PAJAK
REALISASI
PENERIMAAN PAJAK
%
2011 210.614.528.400 216.858.140.837 102,96%
2012 80.016.730.000 53.577.711.874 66,96%
2013 73.518.700.000 61.982.670.457 84,31%
2014 75.563.119.221 66.905.034.056 88,54%
Sumber : KPP Pratama Jakarta Cakung Satu yang diolah Penulis
Presentase Penerimaan Pajak =
Realisasi Penerimaan Pajak
Target Penerimaan Pajak
× 100%
Pada Tahun 2011 :
216.858.140.837
210.614.528.400
× 100% = 102,96%
Pada Tahun 2012 :
53.577.711.874
80.016.730.000
× 100% = 66,96%
Pada Tahun 2013 :
61.982.670.457
73.518.700.000
× 100% = 84,31%
Pada Tahun 2014 :
66.905.034.056
75.563.119.221
× 100% = 88,54%
Berdasarkan pada tabel 4.4 diatas realisasi penerimaan PPh Badan belum
mencapai target dari yang telah direncanakan, hanya pada tahun 2011 yang telah
tercapai yaitu realisasi penerimaan sebesar 216.858.140.837 dari target
penerimaan PPh Badan yang sebesar 210.614.528.400 diperoleh presentase
102,96%.
56. 44
Pada tahun 2012 realisasi penerimaan sebesar 53.577.711.874 dari target
penerimaan PPh Badan yang sebesar 80.016.730.000 diperoleh presentase
66,96%. Pada tahun 2013 realisasi penerimaan sebesar 61.982.670.457 dari target
penerimaan PPh Badan yang sebesar 73.518.700.000 diperoleh presentase
84,31%. Pada tahun 2014 realisasi penerimaan sebesar 66.905.034.056 dari target
penerimaan PPh Badan sebesar 75.563.119.221 diperoleh presentase 88,54%.
Dari perhitungan di atas, jumlah realisasi penerimaan pajak pada tahun
2011-2014 dapat dikatakan sangat efektifmenurut anggapan pihak KPP, karena
angka presentasenya berada di atas 80%. Walaupun terjadi penurunan signifikan
penerimaan pajak dari tahun 2011 ke 2012 yang dikarenakan pindahnya Wajib
Pajak besar ke KPP Madya Jakarta Timur dan ke KPP Khusus.Terdapat 31 Wajib
Pajak yang pindah dengan total penerimaan sebesar 198.717.551.303 (Lampiran
2).
57. 45
Tabel 4.6
Rata-rata Target danRealisasiPenerimaan PPh Badan di KPP Pratama
Jakarta Cakung Satu
TAHUN TARGET % PENERIMAAN %
2011 210.614.528.400 216.858.140.837
2012 80.016.730.000 -62,007% 53.577.711.874 -75,293%
2013 73.518.700.000 -8,120% 61.982.670.457 15,687%
2014 75.563.119.221 2,780% 66.905.034.056 7,941%
Rata-rata -2244,9% Rata-rata -1722,16%
Sumber : KPP Pratama Jakarta Cakung Satu yang diolah Penulis
Bila dilihat dari hasil perhitungan rata-rata jumlah Wajib Pajak badan
efektif dengan hasil perhitungan rata-rata jumlah realisasi penerimaan pajak
selama tiga periode tersebut dapat dikatakan belum efektif menurut anggapan
pihak penulis. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan jumlah Wajib Pajak
efektif sebesar865,63%tetapipada rata-rata jumlah realisasi penerimaan pajak
mengalami penurunan sebesar -1722,16%. Artinya total penerimaan pajak dari
yang ditargetkan terjadi penurunan.
4.2.4 Hambatan yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Dalam Menyampaikan SPT Tahunan dan Upaya Peningkatannya
Ada beberapa hal yang mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak
dalam menyampaikan SPT Tahunan, yaitu :
58. 46
1. Kurangnya kesadaran dari Wajib Pajak itu sendiri untuk melaksanakan
kewajiban perpajakannya khususnya dalam menyampaikan SPT Tahunan.
2. Kurangnya pemahaman Wajib Pajak tentang perpajakan maupun Undang-
Undang Perpajakan khususnya PPh Badan dan aturan pelaksanaannya.
Selain itu, masih terbatasnya pengetahuan Wajib Pajak tentang perpajakan
dan belum dipahaminya ketentuan perpajakan maupun sanksi yang dapat
ditimbulkan karena tidak membayar pajak.
3. Kurangnya sosialisasi atau penyuluhan dari aparatur perpajakan kepada
Wajib Pajak.
Dengan mengetahui hambatan-hambatan tersebut, maka terdapat upaya
yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Melakukan sosialisasi atau penyuluhan langsung di KPP yang dilakukan
oleh aparatur pajak dengan bertanya langsung kepada Wajib Pajak. Ada
pula sosialisasi atau penyuluhan tidak langsung yang dilakukan oleh
aparatur pajak dengan Wajib Pajak melalui bantuan media elektronik.
2. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan. Pengawasan dilakukan terhadap
penyampaian SPT dan jumlah pajak terutang dengan cara mengirim
tagihan pajak. Sedangkan pemeriksaan ditujukan kepada Wajib Pajak yang
kurang bayar, lebih bayar mengajukan restitusi, Wajib Pajak yang tidak
menyampaikan SPT, dan Wajib Pajak yang tidak terdaftar. Pengawasan
dan pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
kepatuhan.
59. 47
4.3 Hasil Pembahasan
4.3.1 Perbandingan Antara Wajib Pajak Badan Terdaftar Dengan Wajib
Pajak Badan Efektif
Dalam hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa pada saat melakukan
penyuluhan pihak perwakilan dari KPP yang ditunjuk adalah orang yang benar-
benar mengerti dalam masalah perpajakan agar lebih mudah untuk menjelaskan
kepada Wajib Pajak dan dapat menjawab apabila Wajib Pajak bertanya mengenai
perpajakan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Cakung
Satu dalam penyuluhan, salah satunya adalahpengadaan talkshow atau seminar-
seminar yang biasanya diadakan di perusahaan.
Dapat dilihat pada tabel 4.1, rata-rata dari total Wajib Pajak Badan selama
tiga periode diperoleh presentase sebesar7778,75%.Hal ini bagi pihak KPP
menunjukan hasil yang efektif, karena dengan penyuluhan tersebut Wajib Pajak
mulai sadar akan pentingnya mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan
melakukan kewajiban perpajakannya.
4.3.2 Kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan Badan
Setelah menjadi Wajib Pajak badan yang terdaftar dan memiliki NPWP,
Wajib Pajak pun harus melakukan perhitungan hingga penyampaian SPT
Tahunan. Penyampaian SPT Tahunan merupakan suatu kewajiban yang dilakukan
oleh Wajib Pajak, tetapi kenyataannya kesadaran Wajib Pajak dalam
menyampaikan SPT Tahunan tersebut belum maksimal.
60. 48
Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4 yang menunjukan bahwa kepatuhan
Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan belum efektif dikarenakan rata-
rata dari total SPT yang diterima selama tiga periode diperoleh presentase sebesar
4156,25%.
Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan SPT (lewat dari batas waktu
yang ditetapkan) dapat dikenakan denda untuk SPT Masa PPN sebesar Rp500.000,
SPT Masa lainnya sebesar Rp100.000, dan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan
sebesar Rp1.000.000.
4.3.3 Kepatuhan Wajib Pajak dalam Rangka Peningkatan Penerimaan PPh
Badan
Melalui SPT Tahunan Badan yang disampaikan, terlihat peningkatan pada
penerimaan pajak dan hal tersebut menunjukan hasil yang sudah efektif. Dapat
dilihat pada tabel 4.4, rata-rata dari total penerimaan pajak selama tiga periode
diperoleh presentase sebesar 8569,25%.
Dari perhitungan di atas, jumlah realisasi penerimaan pajak pada tahun
2011-2014 dapat dikatakan sangat efektif menurut anggapan pihak KPP, karena
angka presentasenya berada di atas 80%. Namun anggapan dari pihak penulis
dapat dikatakan belum efektif, karena terjadinya peningkatan jumlah Wajib Pajak
efektif sebesar 865,63% tetapi pada rata-rata jumlah realisasi penerimaan pajak
mengalami penurunan sebesar -1722,16%.
61. 49
4.3.4 Hambatan yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Dalam Menyampaikan SPT Tahunan dan Upaya Peningkatannya
Adanya hambatan yang dihadapi dalam meningkatkan penerimaan pajak
yaitu kurangnya kesadaran dari Wajib Pajak itu sendiri untuk melaksanakan
kewajiban perpajakannya khususnya dalam menyampaikan SPT
Tahunan.Kurangnya pemahaman dan pengetahuan Wajib Pajak tentang
perpajakan maupun Undang-Undang Perpajakan khususnya PPh Badan dan aturan
pelaksanaannya. Kurangnya sosialisasi atau penyuluhan dari aparatur perpajakan
kepada Wajib Pajak.
Upaya yang dilakukan yaitu melakukan sosialisasi atau penyuluhan
langsung di KPP yang dilakukan oleh aparatur pajak dengan bertanya langsung
kepada Wajib Pajak. Ada pula dengan sosialisasi atau penyuluhan tidak langsung
yang dilakukan oleh aparatur pajak dengan Wajib Pajak melalui bantuan media
elektronik.
62. 50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis,
maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Efektifitas tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan terhadap pelaporan /
penyampaian SPT Tahunan Badan cenderung menurun.
2. Total rata-rata penerimaan selama tiga periode dari target pencapaiannya
8569,25% jadi beberapa tahun diantaranya tahun 2012-2013 masih
dibawah rata-rata target penerimaan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis memberikan saran kepada
KPP Pratama Jakarta Cakung Satu, diantaranya :
1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan Badan harus
dipertahankan, agar penerimaan PPh Badan dapat dioptimalkan.
2. Melakukan sosialisasi atau penyuluhan secara intensif yang berkaitan
dengan hal perpajakan melalui talkshow, media massa, media elektronik
dan spanduk. Hal ini dikarenakan masih banyak Wajib Pajak yang belum
memiliki kesadaran dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
63. 51
DAFTAR PUSTAKA
Devano, S. dan Rahayu, S. K. 2006. Perpajakan : Konsep, Teori, dan Isu. Edisi 1.
Jakarta: Kencana.
Fitriandi, Primandita; Yuda Aryanto dan Agus Puji Priyono. 2014. Kompilasi
Undang-Undang Perpajakan Terlengkap. Jakarta: Salemba Empat.
Harinurdin, Erwin. 2009. Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan. Jurnal Ilmu
Administrasi dan Organisasi. Volume 16, Nomor 2. (11 Januari 2015)
Ilyas, B. Wirawan dan Suhartono, Rudy. 2013. Perpajakan. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Pujiana, Melli dan Effendi, Rizal. 2009. Analisis Efektivitas Penggunaan E-
System Terhadap Penerimaan Pajak. Jurusan Akuntansi STIE MDP.
Palembang. (3 Juli 2015)
Purwono, Herry. 2011. Dasar-dasar Perpajakan & Akuntansi Pajak. Jakarta:
Erlangga.
Resmi, Siti. 2014. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
Simanjuntak, T.H dan Imam Mukhlis. 2012. Dimensi Ekonomi Perpajakan dalam
Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Ratih Asa Sukses.
Trianasari, Ilhami. 2008. Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam
Menyampaikan SPT Tahunan Badan Terkait Upaya Optimalisasi
64. 52
Penerimaan PPh Badan Pada KPP Pratama Jakarta Cakung Dua.
Jurusan Akuntansi UNSADA. Jakarta.
Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak (10 Januari 2015)
kbbi.web.id/efektif (11 Januari 2015)
kbbi.web.id/patuh (11 Januari 2015)
m.tempo.co/read/news/2015/04/23/092660306/setoran-dan-tingkat-kepatuhan-
pelaporan-pajak-menurun (27 April 2015)
65. TAHUN JUMLAH WP EFEKTIF JUMLAH WP TERDAFTAR
2011 2,232 2,973
2012 2,451 3,191
2013 2,662 3,381
2014 2,863 3,555
Tahun Kurang Bayar Lebih Bayar Nihil SPT Diterima SPT Tidak Diterima
2011 522 27 467 1,016 1,216
2012 463 17 415 895 1,556
2013 658 23 495 1,176 1,486
2014 613 22 511 1,146 1,717
TAHUN PENERIMAAN TARGET
2011 216,858,140,837 210,614,528,400
2012 53,577,711,874 80,016,730,000
2013 61,982,670,457 73,518,700,000
2014 66,905,034,056 75,563,119,221
*) Terjadi penurunan signifikan penerimaan dari tahun 2011 ke 2012 karena pindahnya WP-WP besar ke KPP Madya Jakarta Timur dan KPP Khusus
Lampiran 1
JUMLAH WP BADAN PER AWAL TAHUN
JUMLAH SPT TAHUNAN PPH BADAN
Realisasi Penerimaan PPh Badan per tahun
70. DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Larasati Kencana Pertiwi
Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 17 Januari 1994
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Jl. Madrasah II No.5 RT 008/010 Duren Sawit,
Jakarta Timur 13440
Email : larasatikencanap@gmail.com
PENDIDIKAN
SD Negeri Penggilingan 01 Pagi, Jakarta Timur Lulus Tahun 2005
SMP Negeri 138, Jakarta Timur Lulus Tahun 2008
SMA Negeri 59, Jakarta Timur Lulus Tahun 2011