Dokumen tersebut membahas beban gempa pada struktur jembatan dan tipe-tipe struktur jembatan yang sesuai untuk daerah gempa berbeda, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis struktur jembatan.
1. BEBAN GEMPA PADA JEMBATAN
DISUSUN OLEH :
NAMA : MUHAMMAD FARKHAN
KELAS : T. SIPIL C
NIM : 171003222010702
DOSEN PENGAMPU : M. AFIF SALIM ST,. MT.
FAKULTAS TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SEMARANG
2. Struktur jembatan harus memenuhi dua tingkat kriteria kinerja di dalam
memikul beban gempa. Tingkat kinerja yang pertama, adalah yang
berhubungan dengan Gempa Rencana, yang mungkin terjadi berulang-
ulang selama umur rencana dari jembatan tersebut. Sedangkan tingkat
kinerja yang kedua adalah berhubungan dengan Gempa Kuat, yang
jarang terjadi atau mungkin terjadi sekali selama umur rencana dari
jembatan.
Pada saat terjadi Gempa Rencana, gaya-gaya, perpindahan-
perpindahan, dan pengaruh-pengaruh lain, dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada struktur jembatan, akan tetapi kerusakan ini
tidak parah, dan terbatas hanya pada beberapa tempat saja. Kerusakan
yang terjadi dapat dengan mudah diperbaiki dengan biaya yang relatif
murah. Struktur jembatan termasuk jalan-jalan pendekatnya (oprit),
harus segera dapat dilewati kendaraan lagi segera setelah terjadinya
gempa rencana ini.
Pada tingkat kinerja yang kedua, akibat terjadinya Gempa Kuat, tingkat
kerusakan yang terjadi pada struktur jembatan dapat sangat parah,
akan tetapi struktur jembatan tidak diperbolehkan untuk mengalami
runtuh. Jembatan harus dapat digunakan untuk lalu lintas darurat
segera setelah diadakan perbaikan sementara
3. RESPON ELASTIS & INELASTIS
Respon Elastis
Jika struktur direncanakan tetap bersifat elastis pada saat terjadi gempa
rencana dan gempa kuat, maka struktur akan bergoyang dengan
simpangan horisontal dari titik o ke titik d, sedangkan beban gempa
yang bekerja pada struktur sebesar Vb. Respon struktur akan mengikuti
garis o-b. Setelah mencapai titik b, respon struktur akan kembali ke titik
o, dan kemudian ke titik a, untuk kemudian kembali lagi ke titik o. Luas
daerah obd yang diarsir merupakan ukuran dari besarnya energi
potensial yang terjadi di dalam struktur. Karena struktur bergetar dari titik
o ke titik d, dan kemudian kembali ke titik c, maka energi potensial yang
ada akan berubah menjadi energi kinetik.
4. Respon Inelastis
Luas daerah oefg merupakan ukuran dari besarnya energi potensial
yang terjadi di dalam struktur. Karena pada respon inelastis struktur
tidak dapat kembali lagi pada kedudukannya yang semula yaitu titik o,
maka hanya bagian hfg dari energi potensial yang akan berubah
menjadi energi kinetik. Dengan demikian pada respon inelastis terjadi
lendutan horisontal yang bersifat permanen sebesar oh.
5. TIPE STRUKTUR JEMBATAN
Jembatan Tipe A
- Pilar-pilar dari jembatan bersifat daktail
- Bangunan atas jembatan (balok dan pelat), merupakan sistem struktur yang
menerus (monolit)
- Semua pilar jembatan menyatu secara monolit dengan bangunan atas dan
pondasi
- Semua gaya lateral termasuk beban gempa horisontal, sepenuhnya ditahan oleh
pilar jembatan
- Bangunan atas jembatan dapat tergelincir pada pangkal jembatan (abutment),
tetapi harus dicegah agar tidak jatuh kebawah
- Struktur jembatan ini sesuai digunakan pada daerah kegempaan kuat yaitu
Wilayah Gempa 5 dan Wilayah Gempa 6
Pada Jembatan Tipe A disarankan mengunakan pilar berbentuk bulat, serta
konfigurasi struktur jembatan harus memenuhi persyaratan :
(L/d) maksimum : (L/d) minimum £ 2 : 1
dimana L adalah adalah jarak antara sendi-sendi plastis yang terbentuk di pilar, dan
d
adalah dimensi potongan melintang dari pilar jembatan.
6. Struktur Jembatan Tipe A
Pergeseran untuk penahan memanjang
Penahan untuk gerakan melintang
Sambungan dilatasi untuk
jembatan panjang (khusus
didetail untuk gaya dan
deformasi termasuk gempa)
7. Jembatan Tipe B
- Pilar-pilar dari jembatan bersifat daktail
- Bangunan atas jembatan (balok dan pelat), merupakan sitem struktur yang tidak
menerus dan tidak menyatu secara monolit dengan pilar-pilar jembatan
- Semua pilar jembatan harus menyatu secara monolit dengan pondasi
- Semua gaya lateral termasuk beban gempa horisontal, sepenuhnya ditahan oleh
pilar jembatan
- Bangunan atas jembatan dapat tergelincir pada pangkal jembatan (abutment),
tetapi harus dicegah agar tidak jatuh ke bawah
- Struktur jembatan ini sesuai digunakan pada daerah kegempaan sedang yaitu
Wilayah Gempa 3 dan Wilayah Gempa 4
Dimensi potongan melintang dari pilar Jembatan Tipe B juga harus memenuhi
persyaratan konfigurasi seperti Jembatan Tipe A.
9. Jembatan Tipe C
- Pilar-pilar dari jembatan bersifat elastis (tidak daktail)
- Bangunan atas jembatan (balok dan pelat), merupakan sitem struktur yang tidak
menerus dan tidak menyatu secara monolit dengan pilar-pilar jembatan
- Semua gaya lateral termasuk beban gempa horisontal, sepenuhnya ditahan oleh
pilar jembatan
- Bangunan atas jembatan dapat tergelincir pada pangkal jembatan (abutment),
tetapi harus dicegah agar tidak jatuh ke bawah
- Umumnya digunakan pada jembatan-jembatan kecil dengan satu atau dua
bentang
Struktur Jembatan Tipe C
10. Tipe Jembatan selain Tipe A , B dan C
Jembatan Konstruksi Khusus
- Jembatan yang ditumpu oleh struktur kabel
- Jembatan lengkung
- Jembatan yang menggunakan penyerap energi khusus
Jembatan Dengan Geometri Khusus
- Jembatan dengan pilar yang tinggi, sehingga berat pilar lebih dari 20%
berat bangunan atas jembatan
- Jembatan dimana kekakuan pilar berbeda lebih dari yang disyaratkan
- Jembatan dengan panjang bentang lebih dari 200 m
- Jembatan dengan lengkung horisontal yang besar
Jembatan Pada Lokasi Yang Sulit
- Jembatan yang melalui atau dekat patahan aktif
- Jembatan yang terletak di dekat lereng yang tidak stabil
- Jembatan dengan pondasi terletak di atas lapisan pasir lepas
- Jembatan dengan pondasi terletak di atas lapisan tanah sangat lunak
11. PEMILIHAN JENIS JEMBATAN YANG SESUAI
Struktur jembatan Tipe A mempunyai perilaku seismik yang paling baik
dibandingkan Tipe B dan Tipe C, sehingga harus dipilih untuk jembatan
yang terletak di zona kegempaan berat yaitu Wilayah Gempa 6 atau 5.
Struktur jembatan Tipe B sesuai digunakan untuk jembatan-jembatan di
zona kegempaan sedang, yaitu Wilayah Gempa 4 atau 3. Jembatan
Tipe B akan mengalami deformasi permanen yang berlebihan jika
digunakan di zona kegempaan kuat. Untuk jembatan-jembatan kecil
atau untuk jembatan-jembatan sementara, dapat digunakan Jembatan
Tipe C. Meskipun mengalami kerusakan, Jembatan Tipe A dan Tipe B
pada umumnya mampu menahan goncangan tanah akibat Gempa Kuat,
karena kedua type jembatan ini direncanakan bersifat daktail. Jembatan
Tipe C akan mengalami keruntuhan pada saat terjadi Gempa Kuat,
karena struktur jembatan ini tidak dirancang berperilaku daktail.
Jembatan Tipe A dan Tipe B, sebaiknya didukung pada pondasi yang
daktail. Pondasi yang daktail dapat dicapai dengan penggunaan tiang-
tiang vertikal. Tiang-tiang vertikal harus dalam perbandingan sedemikian
rupa sehingga daerah sendi plastis berada pada kedalaman dangkal.
Hal ini dimaksudkan agar dapat dilakukan perbaikan jika pondasi
mengalami kerusakan akibat Gempa Kuat.
12. Agar balok-balok jembatan tidak terlepas dari dudukannya atau jatuh
kebawah akibat gerakan gempa kearah melintang jembatan, maka pada
pilar dan pangkal jembatan perlu diberi konstruksi penahan lateral.
13. Selain konstruksi penahan lateral, pada pangkal jembatan dimana tidak
terdapat penahan memanjang, atau pada pilar dimana balok-balok
jembatan tidak direncanakan menerus, maka perlu adanya persyaratan
jarak lebih minimum antara ujung-ujung balok jembatan dan tepi
perletakan. Persyaratan jarak minimum tersebut adalah :
d0 = 0,7 + 0,005 S untuk S < 100 m, atau
d0 = 0.8 + 0.004 S untuk S > 100 m
dimana d0 = jarak lebih minimum antara ujung balok dan tepi perletakan
(m) dan S = panjang bentang jembatan (m).
14. WAKTU GETAR JEMBATAN
Untuk struktur jembatan yang dapat dimodelkan sebagai sistem dengan
satu derajat kebebasan, waktu getar dapat dihitung dengan rumus :
dimana :
WT = Berat nominal total dari bangunan atas termasuk beban mati
tambahan dan setengah berat pilar
g = Percepatan gravitasi yang besarnya adalah 980 cm/dt2.
K = Kekakuan pilar-pilar jembatan, yang dinyatakan sebagai
besarnya gaya horisontal yang diperlukan untuk menghasilkan satuan
lendutan pada puncak pilar.
= 3 EI/L3 , untuk pilar kantilever dimana dasar pilar terjepit dan puncak
pilar bebas, L adalah panjang atau tinngi pilar
= 12 EI/L3 , untuk pilar monolit, dimana dasar dan puncak pilar terjepit, L
adalah tinggi pilar. Anggapan puncak terjepit adalah wajar jika pelelehan
plastis terjadi pada puncak pilar sedangkan bangunan atas atau balok
kepala pilar tetap elastis.