1. Dokumen tersebut membahas perencanaan pembangunan jembatan sungai Belimbing di perbatasan desa Rempung-Anjani dengan panjang bentang 17 meter menggunakan sistem balok komposit.
2. Dokumen menjelaskan latar belakang proyek, maksud dan tujuan penelitian, lingkup bahasan yang meliputi perhitungan konstruksi awal dan alternatif, serta sistematika penulisan laporan.
3. Dibahas pula landasan teori terkait
Struktur kolom komposit adalah struktur kolom yang terdiri dari beton bertulang dan diisi dengan profil baja. Mempunyai keuntungan pengerjaan yang cepat karena biasanya menggunakan balok baja sebagai struktur horizontalnya.
Struktur kolom komposit adalah struktur kolom yang terdiri dari beton bertulang dan diisi dengan profil baja. Mempunyai keuntungan pengerjaan yang cepat karena biasanya menggunakan balok baja sebagai struktur horizontalnya.
Perbandingan Pondasi Sumuran dan Pondasi Tiang Pancang Beton Kasus : Abutmen...ikhsan setiawan
Pembangunan jembatan yang berlokasi di desa Gunungsari, Kecamatan
Arjosari Kabupaten Pacitan dengan ukuran panjang 110 meter dan lebar 8
meter yang terbagi dalam 4 segmen yaitu bentang utama 40 meter dan bentang
tambahan 20+25+25 meter. Konstruksi bangunan atas dipakai balok pratekan
dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh produsen. Dalam skripsi ini akan
dibahas perencanan pondasi jembatan dengan tiang pancang atau dengan
sumuran mana yang lebih efektif. Dan efisien dari segi biaya pembangunan
jembatan tersebut lebih murah jika menggunakan pondasi pancang
dibandingkan dengan pondasi sumuran.
Kata kunci : Pondasi sumuran, pondasi pancang, evaluasi
Aksi Nyata PMM perencanaan pembelajaran SMP?paket B
Bangunan atas gelagar induk beton bertulang
1. BANGUNAN ATAS GELAGAR INDUK BETON BERTULANG
MENJADI GELAGAR INDUK BAJA PROFIL PADA
JEMBATAN SUNGAI BELIMBING
BENTANG 17 M DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR
2. I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya taraf hidup yang ditunjang oleh pesatnya
perkembangan ekonomi dan teknologi, tuntutan sarana transportasi terus meningkat baik segi
kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut berkaitan dengan meningkatnya mobilitas manusia
dan barang yang dituntut cepat, aman dan nyaman.
Jembatan jalan raya adalah merupakan suatu konstruksi yang dibangun guna
menghubungkan jalan yang terputus akibat adanya sesuatu penghalang yang terletak lebih
rendah dari jembatan tersebut. Penghalang dapat berupa sungai, selat, danau, rawa-rawa,
lembah, jalan, saluran irigasi dan lain sebagainya. Sehingga dengan dibangunnya jembatan
akan memperlancar arus lalu lintas dan penopang berkembangnya daerah setelah jembatan
tersebut.
Prasarana perhubungan khususnya jembatan mempunyai arti penting bagi suatu
negara. Jembatan memegang kedudukan dan peranan dalam berbagai bidang, antara lain
bidang ekonomi, sosial, politik, hankam dan budaya. Oleh karena itu, keadaan jembatan
merupakan salah satu barometer bagi kemajuan ekonomi suatu negara.
Mengingat akan fungsi, serta kebutuhan prasarana perhubungan darat yang lebih baik
dan lancar, maka pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum Tingkat I Nusa Tenggara Barat
menganggap perlu untuk membangun jembatan Sungai Belimbing yang terletak di perbatasan
desa Rempung – Anjani Kabupaten Lombok Timur.
Adapun perencanaan jembatan Sungai Belimbing dilakukan dengan menggunakan
sistem balok komposit yakni dengan penggabungan balok profil baja dengan pelat beton
bertulang.
3. Mengacu pada kondisi tersebut, maka pada skripsi ini dilakukan suatu perencanaan
bangunan atas dengan sistem balok komposit dan tetap menggunakan kondisi pembebanan
dan kelasifikasi yang berlaku di Indonesia. Adapun judul dari kajian pada skripsi ini adalah
“Pengaruh pola pembebanan dan dimensi gelagar induk terhadap defleksi pada jembatan
sungai belimbing di perbatasan desa Rempung-Anjani dengan panjang bentang 17 m”
B. Maksud dan Tujuan
Penyusunan skripsi ini diilhami oleh fenomena di lapangan bahwa pada jembatan
sungai Belimbing di desa Rempung-Anjani terjadi lendutan berlebihan pada gelagar
induknya, sehingga struktur di atasnyapun mengalami penurunan yang signifikan.
Berdasarkan kenyataan tersebut d iatas, skripsi ini disusun dengan maksud dan tujuan
antara lain :
1. Memperoleh suatu struktur yang lebih kaku dan lebih kuat dari pada balok dan pelat yang
sama tetapi tidak bekerja sebagai struktur komposit.
2. Memeriksa dan mengadakan suatu evaluasi terhadap perancangan teknis dari jembatan
Belimbing.
3. Untuk dijadikan acuan atau referensi dalam perancangan dan analisa terhadap pembangunan
jembatan jalan raya dengan struktur komposit di masa yang akan datang.
C. Lingkup Bahasan
Sesuai dengan uraian di atas, maka perencanaan dititikberatkan pada analisis
bangunan atas komposit dengan balok sederhana berdasarkan kriteria Bina Marga, yang
meliputi:
1. Perhitungan lantai kendaraan dan trotoir.
4. 2. Perhitungan perencanaan gelagar induk dengan menggunakan sistem balok
konvensional/balok beton (kondisi awal).
3. Perhitungan gelagar induk dengan menggunakan sistem balok komposit (alternatif).
D. Sistematika Penyusunan
Mengenai sistematika penyusunan skripsi ini adalah :
BAB I : Pendahuluan
Terdiri dari : latar belakang, maksud dan tujuan, lingkup bahasan dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Meliputi : umum, dasar-dasar perencanaan, analisis pembebanan, gelagar
BAB III : Perhitungan Konstruksi
Berisi antara lain perhitungan konstruksi kondisi awal dan perhitungan konstruksi alternatif
BAB IV : Pembahasan
BAB V : Penutup
Terdiri atas kesimpulan dan saran-saran.
5. II. LANDASAN TEORI
A. Umum
A.1. Balok Sederhana
Balok yang digunakan untuk mentransfer beban vertikal, dengan elemen struktur
horisontal diletakkan sederhana di atas dua elemen sturktur vertikal merupakan struktur dasar
yang digunakan arsitek sejak dulu. Pada sistem tersebut, secara sederahana balok digunakan
sebagai elemen penting dalam struktur. Meskipun dianggap sederhana dalam hal sturktur,
balok mempunyai karakteristik internal yang lebih rumit dalam meikul beban dibandingkan
dengan jenis elemen sturktur lainnya.
Galileo Galilei telah mengemukakan teori kekuatan bahan dengan memecahkan
masalah lentur secara sistematis. Masalah lentur yang dimaksud adalha studi mengenai
tegangan dan deformasi yang timbul pada elemen yang mengalami aksi gaya yang umumnya
tegak lurus pada sumbu elemen, sehingga salahs satu tepi serat mengalami perpanjangan dan
tepi serat lainnya mengalami perpendekan. Dar konsep tersebut maka dapat diambil suatu
prinsip umum balok sederhana yang antara lain :
a. Tegangan dan Deformasi Pada Penampang Melintang
Setiap penampang melintang balok, aksi dari beban menimbulkan pola deformasi
yang menyebabkan adanya serat balok yang memanjang dan ada yang memendek. Deformasi
itu berubah secar alinier atau hampir linier dair perpanjangan maksimum ke perpendekan
maksimum yang keduanya terletak pada serat-serat tepi. Dengan demikian, ada serat di
daerah tengah balok yang tidak terjadi perpanjangan maupun perpendekan, daerah tersebut
dinamakan sumbu netral.
Besarnya tegangan yang timbul pada balok akibat beban mempunyai hubungan
dengan deformasi. Bila balok tersebut terbuat dari material elastis linier, maka tegangan yang
timbul akibat lentur akan berbanding langsung dengan deformasi yang ada. DengAn
6. demikian pada balok tersebut, tegangan akibat beban akan maksimum pada serat terluar
balok dan mengecil secara linier menuju nol pada sumbu netral.
b. Distribusi Gaya Pada Balok
Prinsip dasar untuk mencari distribusi gaya geser dan momen adalha keseimbangan
bagian balok yang ditinjau, antara gaya geser eksternal (VE) dengan gaya geser internal (VR)
dan momen eksternal (ME) dengan momen internal (MR). Jadi distribusi momen dan geser
dapat diperoleh dengan meninjau keseimbangan bagian-bagian yang berbeda pada struktur
dan menghitung momen serta geser untuk setiap potongan tersebut.
c. Tegangan Lentur
Besar tegangan lentur (b) yang ada pada suatu titik bergantung pada momen
eksternal (M) pada penampang. Besar b juga sebanding dengan jarak (y) lokasi titik yang
ditinjau ke sumbu netral balok. Tegangan lentur (b) berbanding terbalik dengan besaran
momen inersia (I) yang bergantung pada ukuran dan bentuk balok itu sendiri. Apabila ukuran
balok bertambah, maka tegangan pada suatu titik dari balok akan berkurang untuk suatu
harga I.
Karena tegangan lentur (b) berbanding langsung dengan momen (M) dan berbanding
langsung dengan parameter lokasi (y) serta berbanding terbalik dengan besaran I, maka
tegangan tersebut dapat ditulis sebagai :
............................................................................................... (2.1)
d. Tegangan Geser
Gaya resultan dari tegangan geser balok yaitu gaya geser internal (VR), sama besar
tetapi berlawanan arah dengan gaya geser eksternal (VE). Agar keseimbangan horisontal
terpenuhi, maka tegangan lentur pada muka kiri penampang yang mempunyai resultan ke kiri
harus diimbangi oleh suatu gaya internal yang berlawanan arah (ke kanan).
Dengan demikian tegangan geser horisontal dapat dirumuskan sebagai berikut :
8. A.2. Balok Komposit
Salah satu aplikasi umum terjadinya aksi komposit antara dua material pada struktur
adalah antara balok baja dan plat beton di bagia natasnya. Berbagai tipe dari balok baja dapat
bekerja secara komposit dengan plat beton. Aksi tersebut antara lain didapat dengan
menyelimuti keseluruhan baja itu dengan beton. Dengan menyelimuti hanya sebagian kecil
dari baja, setiap sayap dari profil, atau dengan menyelimuti penghubung antara baja dan
beton untuk menyediakan transfer geser antara kedau bahan tersebut seperti yang umum
dilakukan.
Studi awal untuk menyelidiki aksi komposit antara baja dengan beton mulai dilakukan
oleh Mc. Kay, 1923. Dijelaskan bahwa untuk balok yang diselimuti ikatan tergantung pada
interaksi antara baja dengan beton. Seorang peneliti lain Viest, 1960, pada laporan hasil
penelitiannya mencatat bahwa faktor pening pada aksi komposit adalah ikatan antara beton
dan baja. Sejak seorang perencana mulai meletakkan plat beton di atas balok baja, ia harus
mulai mempelajari perilaku dari penghubung geser (shear connector). Penghubung geser ini
dibutuhkan untuk menghasilkan interaksi antara plat beton dengan profil baja.
a. Aksi Komposit
Pada pengembangan konsep dari kekakuan komposit, mula-mula dipertimbangkan
balok non komposit (Gambar 2.1). Jika gesekan antara plat beton dan balok baja diabaikan,
balok dan plat masing-masing menahan sebagian beban. Ketika plat berubah bentuk karena
beban-beban vertikal, permukaan yang bawah mengalami tarik dan bertambah panjang,
sedangkan permukana yang atas mengalami tekanan yang memendek. Karena gesekan
diabaikan maka hanya gaya dalam vertikal yang bekerja antara plat dan balok.
Gambar 2.1. Defleksi Balok dan Komposit
Ketika sistem berlaku seperti komposit (Gambar 2.2), tidak ada gelincir yang terjadi
antar aplat dan balok. Gaya geser ke arah horisontal mulai dikembangkan ketika bekerja di
9. permukaan bawah menekan dan memendeknya dan bila bekerja di permukaan atas
memanjangkannya.
Gambar 2.2. Defleksi Balok Komposit
Dengan suatu penggambaran dari distribusi regangan yang terjadi ketika tidak ada
interaksi antara plat beton dengan balok baja (Gambar 2.3), dapat dilihat bahwa momen yang
dapat ditahan sama dengan :
M = Mplat + Mbalok ................................................................. (2.3)
Gambar 2.3. Distribusi Regangan Tanpa Interaksi
B. Dasar-Dasar Perancangan
B.1. Pembebanan
Macam pembebanan yang bekerja pada struktur jembatan merupakan unsur penting
dalam perencanaan jematan jalan raya, jalan rel maupn jenis jembatan lainnya. Untuk
jembatan jalan raya, acuan yang digunakan untuk menghitung beban yang bekerja adalah
berdasarkan Pedoman Peraturan Pembebanan Jembatan Jalan Raya tahun 1987 (PDPJJR,
1987) serta klasifikasi jalan yang masuk ke dalam jembatan tersebut. Adapun macam bebas
yang perlu dihitung untuk jembatan adalah seperti yang diuraikan berikut ini :
A. Beban Primer
Beban primer adalah beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan
tegangan pada setiap perencanaan jembatan.
10. 1. Beban Mati
Merupakan beban yang berasal dari berat struktur yang harus diperkirakan terlebih
dahulu, bersama dengan seluruh peralatan atau bangunan lainnya yang bersifat permanen.
Beban mati dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Beban Lantai Kendaraan
Untuk jembatan jalan raya beban lantai kendaraan terdiri atas : aspal, air hujan, berat
kerb. Trotoar, tiang sandaran, aspal perkerasan pada trotoar, besi siku pada tepi trotoar, dan
sebagainya.
b. Beban Struktur Utama
Beban yang merupakan struktur utama dari jembatan, seperti gelagar jembatan,
rangka utama, tambatan angin, alat penyambung, dll.
2. Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan yang
bergerak/lalu lintas dan atau berat orang-orang yang berjalan yang dianggap bekerja pada
struktur jembatan.
Beban hidup dapat dikategorikan menjadi beberapa macam, antara lain :
a. Beban T
Yaitu merupakan beban terpusat, yang digunakan untuk menghitung kekuatan lantai
kendaraan atau sistem lantai kendaraan. Beban T merupakan beban yang berupa kendaraan
truk yang mempunyai beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton dan dianggap akan
11. menyebar ke bawah dengan sudut 45° memanjang pelat lantai kendaraan. Susunan dan
kedudukan beban T adalah seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.6. Susunan dan Kedudukan Beban T
Dengan :
a1 = a2 = 30 cm
b1 = 12,50 cm
b2 = 50,00 cm
Ms = muatan rencana sumbu = 20 ton
b. Beban D
Yaitu merupakan beban yang diperlukan dalam perhitungan kekuatan gelagar-gelagar,
baik gelagar memanjang maupun gelagar melintang. Adapun jalur lalu lintas jembatan jalan
raya mempunyai lebar minimum sebesar 2,75 meter dan lebar maksimum 3,75 meter.
Beban D atau disebut juga beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalu
lintas yang terdiri atas beban terbagi rata sebesar “q” ton per meter panjang per jalur, dan
beban garis “p” ton per jalur lalu lintas tersebut.
Beban D tersebut adalah sebagaimana gambar berikut:
Gambar 2.7. Sketsa beban D
Besar muatan terbagi rata q ditentukan sebagai berikut:
q = 2,2 t/m’, untuk L < 30 cm...................................................................(2.5)
q = 2,2 t/m’ - (L – 30) t/m’, untuk 30 < L < 60 m ...................................(2.6)
q = 1,1 (L + ) t/m’, untuk L > 60 m ..........................................................(2.7)
dengan :
L = panjang bentang jembatan dalam meter
t/m’ = ton per meter panjang, per jalur
12. Dalam penggunaan muatan D tersebut pada jembatan berlaku ketentuan bahwa,
apabila jembatan mempunyai lebar lantai kendaraan lebih dari 5,5 m muatan D sepenuhnya
hanya berlaku padal ebar jalur 5,5 m, sedangkan lebar selebihnya dibebani 50% dari muatan
D tersebut (lihat gambar 2.8). Muatan D tersebut harus diletakkan sedemikian rupa sehingga
menghasilkan pengaruh yang terbesar.
Gambar 2.8. Ketentuan penggunaan beban D
Jadi, beban D per meter lebar jembatan menjadi sebagai berikut :
Beban terbagi rata ....................................................................................(2.8)
Beban garis ...............................................................................................(2.9)
Angka pembagi 2,75 meter di atas selalu tetap dan tidak tergantung pada lebar jalur
lalu lintas.
Beban D tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan
pengaruh maksimum dengan pedoman sebagai berikut:
Dalam menghitung momen-momen maksimum akibat beban hidup (beban terbagi rata
q dan beban garis p) pada gelagar menerus di atas beberapa perletakan digunakan ketentuan-
ketentuan berikut ini:
Satu beban garis untuk momen positif yang menghasilkan pengaruh maksimum.
Dua beban garis untuk momen negatif yang menghasilkan pengaruh maksimum.
Dalam menghitung momen maksimum positif akibat beban hidup (beban terbagi rata
q dan beban garis p) pada gelagar di atas dua perletakan digunakan beban terbagi rata q
sepanjang bentang gelagar dan satu beban garis p.
Dalam menghitung reaksi perletakan pada pangkal jembatan dan pilar perlu
diperhatikan jumlah jalur lalu lintas.
3. Beban Kejut
13. Muatan ini diperhitungkan untuk pengaruh-pengaruh akibat getaran-getaran dan
pengaruh-pengaruh dinamis lainnya. Tegangan-tegangan akibat beban garis P harus dikalikan
dengan koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum, sedangkan beban merata q
dan beban T tidak dikalikan dengan koefisien kejut.
Adapun koefisien kejut dirumuskan sebagai berikut :
.............................................................................(2.10)
dengan :
K = koefisien kejut
L = panjang bentang
4. Gaya Akibat Tekanan Tanah
Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah harus direncanakan dapat menahan
tekanan tanah sesuai ketentuan-ketentuan dan rumus-rumus yang ada.
14. B. Beban Sekunder
1. Beban Angin
Pengaruh muatan angin sebesar 150 kg/m pada jembatan ditinjau berdasarkan
bekerjanya muatan angin horisontal terbagi rata pada bidang vertikal jembatan dalam arah
tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Jumlah luas bidang vertikal bangunan atas jembatan
yang dianggap terkena angin ditetapkan sebesar suatu prosentase tertentu terhadap luas
bagian-bagian sisi jembatan dan luas bidang vertikal muatan hidup.
Bidang vertikal muatan hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan bidang vertikal
yang mempunyai tinggi menerus sebesar 2 m di atas lantai kendaraan. Dalam menghitung
luas bagian-bagian sisi jembatan yang terkena angin dapat digunakan ketentuan sebagai
berikut:
a. Kendaraan Tanpa Muatan Hidup
Untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar 100% luas bidang sisi jembatan yang
langsung terkena angin, ditambah 50% luas bidang sisi lainnya.
b. Keadaan dengan muatan hidup
Untuk jembatan diambil sebesar 30% luas bidang menurut (a), untuk beban hidup diambil
sebesar 100% luas bidang sisi yang langsung terkena angin.
2. Gaya Rem dan Traksi
Pengaruh gaya-gaya dalam arah memanjagn jembatan akibat gaya rem harus ditinjau.
Pengaruh ini harus diperhitungkan sebesar 5% dari beban D tanpa koefisien kejut, bekerja ke
arah sumbu memanjang jembatan dan berlaku untuk kedua jurusan lalu lintas. Gaya rem
teresbut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangpak
setinggi 1,80 meter di atas permukaan lantai kendaraan.
15. 3. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Peninjauan diadakan terhadap timbulnya tegangan-tegangan struktural oleh karena
adanya perubahan bentuk akibat perbedana suhu. Perbedaan suhu ditetapkan sesuai dengan
data perkembangan suhu setempat.
Pada umumnya, perbedaan suhu tersebut dapat dihitung dengan mengambil perbedaan
suhu, untuk:
a. Bangunan baja
Perbedaan suhu maksimum dan minumum sebesar 30°C
Perbedaan suhu antara bagian-bagian jmbatan diambil sebesar 15°C
b. Bangunan beton
Perbedaan suhu maksimum dan minimum sebesar 15°C. perbedaan suhu antara bagian-
bagian jembatan < 10°C, tergantung dimensi penampang.
4. Gaya Rangkak dan Susut
Pengaruh rangkak dan susut antara bahan beton dan baja terhadap struktur, apabila
tidak ada ketentuan lain dapat dianggap senilai dengan gaya yang timbul akibat turunnya
suhu sebesar 15°C.
5. Gaya Akibat Gempa Bumi
Perlu diperhitungkan dalam perancangan jembatan yang dibangun pada daerah-daerah
yang terdapat kemungkinan adanya pengaruh gempa. Pengaruh ini merupakan suatu gaya
horisontal yang bekerja pada titik berat struktur atau bagian struktur dalam arah yang paling
kritis.
Gaya gempa ditentukan dengan rumus :
K = E.G.......................................................................................(2.11)
16. Dengan :
K = gaya horisontal akibat gempa
E = Koefisien gempa, yang tergantung pada jenis pondasi dan letak geografis.
G = Muatan mati struktur/bagian struktur yang ditinjau.
6. Gaya Akibat Gesekan Pada Tumpuan-Tumpuan Bergerak
Jembatan harus pula ditinjau terhadap gaya yang timbul akibat gesekan pada
tumpuan-tumpuan bergerak, karena adanya pemuaian dan penyusutan dari jembatan akibat
perbedaan suhu atau akibat-akibat lain. gaya gesek yang timbul hanya ditinjau akibat beban
mati saja, sedang besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan yang
bersangkutan dengan nilai sebagai berikut :
a. Tumpuan rol baja
- Dengan satu atau dua rol.......................................................................... 0,01
- Dengan tiga atau lebih rol........................................................................ 0,05
b. Tumpuan gesekan
- Antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja ........................... 0,15
- Antara baja dengan baja atau besi tuang.................................................. 0,25
- Antara karet dengan baja atau beton............................................. 0,15 – 0,18
Tumpuan-tumpuan khusus harus disesuaikan dengan persyaratna spesifikasi dari
pabrik material yang bersangkutan atau didasarkan atas hasil percobaan dan mendapat
persetujuan dari pihak yang berwenang.
C. Beban Khusus
1. Gaya Sentrifugal
17. Peninjauan ini hanya untuk struktur yang terletak pada daerah tikungan. Konstruksi
jembatan yang ada pada tikungan harus diperhitungkan terhadap suatu gaya horisontal radial
yang dianggap bekerja pada tinggi 1,80 meter di atas lantai kendaraan.
2. Beban dan Gaya Selama Pelaksanaan
Gaya-gaya khusus yang mungkin timbul dalam masa pelaksanaan pembangunan
jembatan, harus ditinjau dan besarnya dihitung sesuai dengan cara pelaksanaan pekerjaan
yang digunakan.
B.2. Penyebaran Gaya
A. Beban Mati
1. Beban Mati Primer
Beban mati yang digunakan dalam perhitungan kekuatan gelagar-gelagar (baik
gelagar tengah maupun gelagar pinggir) adalah berat sendiri pelat dan sistem lainnya yang
dipikul langsung oleh masing-masing gelagar tersebut.
2. Beban Mati Sekunder
Beban mati sekunder yaitu termasuk kerb, trotoir, tiang sandaran dan lain-lain yang
dipasang setelah pelat dicor dan dapat dianggap terbagi rata di semua gelagar.
B. Beban Hidup
1. Beban T
Dalam menghitung kekuatan lantai akibat beban T dianggap bahwa beban tersebut
menyebar ke bawah dengan sudut 45° sampai ke tengah-tengah tebal pelat lantai kendaraan.
2. Beban D
18. Dalam menghitung momen dan gaya lintang dianggap bahwa gelagar-gelagar
mempunyai jarak dan kekuatan yang sama atau hampir sama, sehingga penyebaran beban D
melalui lantai kendaraan ke gelagar-gelagar harus dihitung dengan cara sebagai berikut :
Gelagar tengah
Beban hidup yang diterima oleh gelagar tengah adalah sebagai berikut :
Beban merata .....................................................................(2.12)
Beban garis .......................................................................(2.13)
Dengan :
a = faktor distribusi
= 0.75, bila kekuatan gelagar melintag diperhitungkan
= 1.00, bila kekuatan gelagar melintang tidak diperhitungkan.
s = jarak gelagar yang berdekatan dalam meter, diukur dari sumbu ke sumbu
19. Gelagar Pinggir
Beban hidup yang diterima oleh gelagar pinggir adalah beban hidup tanpa
memperhitungkan faktor distribusi (a=1.00). Akan tetapi bagaimanapun juga gelagar pinggir
harus direncanakan minimum sama kuat dengan gelagar tengah. Dengan demikian beban
hidup yang diterima setiap gelagar pinggir adalah :
Beban merata ..........................................................................................(2,14)
Beban garis .............................................................................................(2,15)
Dengan :
s’ = lebar pengaruh beban hidup dalam meter
B.3. Kombinasi Pembebanan
Konstruksi jembatan beserta bagian-bagiannya harus ditinjau terhadap kombinasi
pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat-sifat serta kemungkinan
pada setiap beban, tegangan yang digunakan dalam pemeriksana kekuatan konstruksi yang
bersangkutan dinaikkan terhadap tegangan yang diijinkan sesuai dengan keadaan elastis.
Tegangan yang digunakan dinyatakan dalam prosen terhadap tegangan yang diijinkan
sesuai kombinasi pembebanan dan gaya dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.
20. Tabel 2.1 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan dan gaya Tegangan *)
I. M + (H + K) + Ta +Tu
II. M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm
III. Kombinasi I + Rm + Gg + A + SR + TM + S
IV. M + Gh + Tag + Gg + Tu
V. M + Pl
VI. M + (H + K) + Ta + S + Tg
100%
125%
140%
150%
130%
150%
*) tegangan yang digunakan terhadap tegangan ijin keadaan elastis
Dengan :
M = beban mati
(H + K) = beban hidup dengan faktor kejut
Ta = gaya tekanan tanah
Tu = gaya angkat
Ah = gaya akibat aliran dan hanyutan
A = beban angin
Gg = gaya gesek pada tumpuan bergerak
SR =gaya akibat susut dan rangkak
Tm = gaya akibat perubahan suhu
Rm = gaya akibat rem
S = gaya sentripugal
Gh = gaya horisontal ekuivalen akibat gempa bumi
Tag = gaya tekanan tanah akibat gempa bumi
Ahg = gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa
Pl = gaya-gaya pada saat pelaksanaan
Tb = gaya tumbuk
B.4. Analisis dan Desain Balok Beton Bertulang
A. Kondisi Regangan Seimbang
21. Definisi regangan seimbang pada suatu penampang merupakan suatu kondisi dimana
tulangan tarik mencapai tegangan leleh yang disyaratkan (fy) pada saat yang bersamaan beton
mencapai regangan batas sebesar 0,003.
Untuk menjamin bahwa pola keruntuhan secara daktail dapat tercapai, maka diadakan
batasan maksimum rasio tulangan sebesar 0,75 dari Pb.
Berikut ini diberikan harga Pb, Pmaks dan Pmin dari penampang persegi.
Pb = ........................................................................................................(2.16)
Pmaks = 0,75 Pb.........................................................................................(2.17)
Pmin = ......................................................................................................(2.18)
dengan : P = rasio tulangan
Apabila jumlah batas tulangan tersebut dapat dipenuhi akan memberikan jaminan
bahwa keruntuhan daktail dapat berlangsung dengan diawali melelehnya tulangan tarik dan
keruntuhan getas dapat dihindari.
Batas minimum penulangan tersebut diperlukan untuk lebih menjamin struktur tidak
hancur tiba-tiba seperti yang terjadi pada struktur tanpa tulangan.
B. Balok Bertulangan Rangkap
Analisa balok bertulangan rangkap pada dasarnya sama dengan balok bertulangan
tunggal (tarik) hanya ada satu tambahan anggapan yang penting yakni bahwa tegangan
tulangan tekan f’s merupakan fungsi dari regangnya tepat pada titik berat tulangan tekan.
Gambar 2.9. Diagram tegangan regangan balok bertulang rangkap
Untuk mempermudah dan memahami analisis penampang balok bertulang rangkap,
berikut diberikan langkah-langkah perhitungannya.
1. Anggap semua tulangan telah leleh, fs = f’s = fy dan As = As’
2. Hitung tinggi blok tekan a, dengan persamaan :
3. Tentukan letak garis netral c
22. 4. Dengan menggunakan diagram tegangan regangan, periksa tulangan tekan maupun tulangan
tarik untuk membuktikan anggapan awal benar.
Dengan menganggap s > y yang berarti tulangan tarik telah leleh, akan timbul salah satu
dari dua kondisi berikut :
a. Kondisi I
’s > y, menunjukkan bahwa anggapan awal adalah benar dan tulangan tekan telah leleh.
b. Kondisi II
’s < y yang berarti bahwa anggapan awal salah dan tulangan tekan belum leleh.
Kondisi I
5. Hitung kapasitas momen teoritis Mn1 dan Mn2
Mn1 = As’.fy (d-d’)
Mn2 = As.fy (d-1/2 a)
Mn = Mn1 + Mn2
6. Mr = Mn
7. Periksalah syarat dektilitas
Paktual < 0,75 Pb
Kondisi II
5. Cari nilai C dari persamaan berikut :
(0,85 f’C.B.1) C2 + (600 As’ – As.fy) C – 600 As’.d’ = 0
6. Hitung tegangan pada tulangan tekan
7. Carilah nilai dari persamaan :
a = 1.c
8. Menghitung gaya tekan baik akibat tulangan tekan (Cs) maupun beton Cc
23. Cc = 0,85 f’c.b.a
Cs = As’.f’s
Kemudian diperiksa dengan menghitung gaya tarik T
T = As.Fy
T = Cc + Cs
9. Menghitung kuat momen tahanan ideal untuk masing-masing kopel:
Mn1 = Cc (d-1/2 a)
Mn2 = Cs (d – d’)
Mn = Mn1 + Mn2
10. Hitunglah momen rencana Mr
Mr = Mn
11. Pemeriksaan daktilitas
As – A’s < 0,75 As,b atau
P – P’ < 0,75 Pb
C. Balok T
Dalam merencanakan balok T, langkah awal disarankan untuk menentukan apakah
balok tersebut berperilaku sebagai balok T persegi ataukah balok T murni. Apabila
ditentukan sebagai balok T persegi, maka prosedur perencanaan sama dengan perencanaan
balok persegi bertulangan tarik. Sedangkan balok T murni perencanaan dilakukan dengan
perkiraan diikuti dengan analisa.
Lebar efektif balok T diambil nilai terkecil dari :
dengan :
L = panjang bentang balok (mm)
bw = lebar badan balok (mm)
hf = tebal flens (mm)
24. d = jarak antara dua balok berdekatan dari sumbu ke sumbu (mm)
Gambar 2.10. Balok T sebagai sistem lantai
Adapun langkah-langkah perencanaan balok T :
1. Menghitung Mu
2. Tentukan tinggi efektif d
3. Tentukan lebar efektif be
4. Hitunglah momen rencana Mr
Mr = 0,85 f’c.b.hf (d-½ hf)
5. Apabila Mr > Mu, balok berperilaku sebagai balok T persegi dengan lebar b.
Apabila Mr < Mu, balok berperilaku sebagai balok T murni.
6. Menghitung Kperlu
7. Dari tabel lampiran tentukan nilai P berdasarkan Kperlu
8. Menghitung Asperlu
Asperlu = P.b.d
9. Periksa daktual > dteoritis
10. Pemeriksaan daktilitas
Asmaks > Asaktual
Apabila sebagai balok T murni, langkah penyelesaian adalah sebagai berikut :
6. Tentukan Z = d – ½ hf
7. Hitunglah As
8. Pilihlah tulangan tarik.
9. Tentukan tinggi efektif aktual daktual, dan lakukan analisis balok.
D. Kuat Geser Balok
25. Perencanaan geser untuk komponen struktur didasarkan anggapan bahwa beton
menahan sebagian gaya geser, sedangkan kelebihannya dilimpahkan kepada tulangan geser.
Kemampuan beton menahan geser ditentukan dengan persamaan :
Vc = 1/6 Vf’c.bw.a .....................................................................(2.19)
dengan :
f’c = mutu beton (MPa)
bw = lebar balok (mm)
d = tinggi efektif (mm)
Apabila gaya geser yang bekerja Vu lebih besar dari kapasitas geser balok Vc, maka
diperlukan tulangan geser. Apabila gaya geser yang bekerja di sembarang tempat lebih besar
dari ½ Vc, maka dipasang tulangan geser minimum yang disyaratkan.
Pada Sk-SNI T-15-1991-03 pasal 3.4.1, dinyatakan bahwa dasar perencanaan
tulangan geser adalah :
Vu < Vc ....................................................................................(2.20)
dimana :
Vu = Vc + Vs..............................................................................(2.21)
sehingga :
Vu = Vc + Vs..............................................................................(2.22)
Dengan :
Vu = kuat geser rencana
Vc = kuat geser sumbangan beton
Vs = kuat geser sumbangan tulangan beser
Kuat geser nominal yang dapat disediakan tulangan geser Vs, dapat dihitung dengan
persamaan :
26. ....................................................................................................(2.23)
dengan :
Av = luas tulangan geser (mm2)
Fv = mutu baja tulangan geser (MPa)
S = jarak sengkang/tulang geser (mm)
B.5. Lendutan
Menurut Salman, CG (1991) lendutan maksimum akibat beban mati dan beban hidup
harus lebih kecil dari L, atau menurut persamaan :
f = L............................................................................................(2.24)
Sedangkan lendutan yang terjadi dapat dicari dengan persamaan :
....................................................................................................(2.25)
dengan :
f = lendutan maksimum (cm)
f’ = lendutan yang terjadi (cm)
B.6. Analisis dan Desain Balok Profil Baja
A. Tegangan Yang Diijinkan Untuk Beton
Berdasarkan standar spesifikasi untuk jembatan jalan raya tipe balok gabungan,
tegangan ygan diijinkan untuk lantai beton dengan tulangan biasa dapat dilihat pada Tabel
2.2. Bahan untuk lantai beton yang dipergunakan harus memenuhi 28 > 200 kg/cm2
.
Tabel 2.2. Tegangan Yang Diijinkan Untuk Lantai Beton Dengan Tulangan Biasa
No Macam Tegangan
Tegangan Yang Diijinkan Pada 28 Hari
28 (kg/cm2)
1. Tekan
2. Tarik :
a. Karena beban
b. Tegangan permanen (karena
beban mati, susut rangkak,
pratekan beton pada ujung-ujung
balok)
c. Tegangan selama pelaksanaan
10
0
27. termasuk tegangan karena
pengubahan tegangan. -5
3. Geser 10
4. Lekat 8
5. Tahanan dukung pada pasak 60
6. Tahanan dukung untuk batang
melingkar
100
B. Tegangan Yang Diijinkan Untuk Balok Baja
Tegangan yang diijinkan untuk balok baja dan besi beton disesuaikan dengan
peraturan-peraturan yang ada di Indonesia.
C. Peningkatan Tegangan Yang Diijinkan Dalam Baja
Bila tegangan yang diijinkan ditingkatkan berhubung ditinjaunya macam-macam
beban sekunder atau beban khusus, maka peningkatan tegangan yang diijinkan tidak boleh
melebihi sebagian yang tertera dalam Tabel 2.3.
28. Tabel 2.3. Peningkatan Tegangan Yang Diijinkan Dalam Baja
No Keadaan Pembebanan
Untuk Serat Tepi
Balok Baja Dalam
Daerah
Kenaikan Dalam & Pada
Balok Gabungan
Momen
Positif
Momen
Negatif
1 Tegangan selama
pelaksanaan (sementara)
Tekanan
Tarikan
25
25
25
25
2 Tegangan karena beban
utama, efek susut dan rangka
pada beton
Tekanan
Tarikan
15
5
0
0
3 Tegangan karena beban
utama, efek susust dan
perbedaan temperatur antara
beton dan balok baja
Tekanan
Tarikan
30
20
15
15
D. Keamanan Terhadap Leleh Balok Gabungan
Untuk keadaan yang paling tidak menguntungkan dari kombinasi 2 kali tegangan
hidup termasuk kejut, 1,3 kali tegangan mati dan tegangan karena rangkak beton dan
pratekan tegangan pada serat-serat tepi dari baja tidak boleh melampaui tegangan leleh baja
dan tegangan karena rangkak beton dan pratekan, tegangan leleh baja serat-serat tepi beton
tidak boleh melampaui 3/5 kali 28, dimana n sesuai dengan perbandingan modulus elastisitas
baja terhadap beton (dipakai 10). Atau dalam persamaan :
2 (H + K) + 1,3 M + SR = 3/5 28
E. Lendutan
Balok gabungan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga lendutan maksimum
karena beban hidup (tidak termasuk kejut) tidak melampaui 1/500 kali panjang bentang
teoritis.
F. Momen Batas Pada Daerah Momen Positif
a. Kondisi I : Garis netral terletak di dalam plat beton.
Gambar 3.1. Diagram Regangan-Tegangan Balok Komposit Dengan Letak Garis Netral Pada Plat beton.
Persamaan umum :
29. Cc + Cr = T................................................................................(2.26)
dengan :
Cc = kuat tekan pada pelat beton
Cr = kuat tekan pada tulangan pelat beton
T = gaya tarik pada profil baja
Dimana :
Cc = 0,85 f’c.be.1.c..................................................................(2.27)
Cr = Ar.fsy .................................................................................(2.28)
T = As.fy....................................................................................(2.29)
f’c = mutu beton (MPa)
bE = lebar efektif pelat beton (mm)
1 = 0,85 untuk mutu beton f’c < 30 MPa
= 0,85 – 0,008 (f’c – 30) untuk f’c 30 – 55 MPa
= 0,65 untuk mutu beton f’c > 55 MPa
c = letak garis netral
Ar = luas tulangan tekan pada pelat beton (mm2)
As = luas baja profil
Fsy= tegangan leleh tulangan tekan (MPa)
Fy = tegangan leleh baja profil (MPa)
Sehingga :
Cc = T - Cr
0,85.fc’ . bE. 1 . c = AS . fy – Ar . fsy ...................................................... (2.30)
Momen terhadap garis kerja c, menghasilkan
Mu = AS . fy (dS – 0,5 1 . c) – Ar . fsy {(0,5 1 . c) – p}............(2.31)
30. Bila pengaruh dari tulangan plat diabaikan :
....................................................................................................(2.32)
Mu = AS . fy (dS – 0,5 1 . c).......................................................(2.33)
31. b. Kondisi II : Garis netral terletak di laur plat beton
Strain Diagram Stress diagram
Gambar 3.2. Diagram Regangan-Tegangan Balok Komposit Dengan Letak Garis Netral Pada
Baja
Persamaan Umum :
Cc = Gaya tekan pada plat beton
= 0,85 . fC’ . bE . 1 . t..........................................................(2.34)
Cr = Gaya tekan pada tulangan plat beton
= Ar . fsy
Untuk mempermudah perhitungan, pertama-tama seluruh profil baja dianggap
mengalami tarikan sehingga melelh. Kemudian untuk tetap memenuhi syarat keseimbangan,
maka sebagian luasan baja yang sebenarnya mengalami tekanan dianggap tertekan sebesar
dua kali tegangan lelehnya.
T = AS . fy
CS = 2 . A’S . fy ...........................................................................(2.35)
dengan :
A’S = Luasan baja yang mengalami tekanan
= ............................................................................................................(2.36)
maka diambil :
1 = 1,00
Bila profil baja yang digunakan untuk penampang I dengan tebal flens T, dan lebar
flens B serta tebal bagian yang konstan W, maka kejadian ini dapat dibagi menjadi dua
bagian :
1. Garis netral pada saat hancur berada dalam flens atas dari profil :
(2.37)
Untuk :
32. (t + g) < c (t + g + T)
Momen terhadap garis kerja c dengan mengabaikan pengaruh tulangan.
Mu = T (dS – 0,5t) – CS (0,5 t + g + )...............................................(2.38)
Mu = AS . fy (ds – 0,5 t) – 2A’S . fy (0,5 t + g + 0,5 d’S) ..................(2.39)
2. Garis netral pada saat hancur berada pada badan profil baja
c = t + g + T ()..................................................................................(2.40)
Untuk : A’S > B . T
Dimana :
r = jari-jari radius pada pertemuan badan dan profil (tabel profil)
33. Momen terhadap garis kerja c, dengan mengabaikan pengaruh tulangan plat adalah :
Mu = [ AS . fy (ds – 0,5t) – 2B . T. f7 (0,5t + g + o,5T]
- [2fy (A’S – B.T – 0,4292 . r2) ]
- [ 0,4292 . r2 . 2fy (0,5t + g + T + 0,223r)]................(2.41)
G. Momen Batas Pada Daerah Momen Negatif
Garis Netral Jatuh Pada Balok
Pada kebanyakan balok komposit, garis netral jatuh pada badan di daerah momen
negatif. Untuk garis netral jatuh di luar balok, luas dari tulangan plat (Ar) harus lebih besar
daripada luasan balok baja (AS), hal ini merupakana keadaan yang tidak diinginkan.
Untuk menyederhanakan penurunan rumusnya, diagram tegangan dimodifikasi
dengan menambahkan gaya yang sama tetapi berlawanan arahnya di luasan balok yang
menahan tekan.
Gambar 3.3. Diagram Regangan-Tegangan Balok Komposit Akibat Moment Negatif
Ambil A’S = Luasan baja yang tertekan
Persamaan dari gaya-gaya yang bekerja :
C = AS . fy ..................................................................................(2.42)
T = 2 A’S . fy ..............................................................................(2.43)
TrO = Ar . fsy ..............................................................................(2.44)
Dari persamaan keseimbangna gaya memberikan :
C = T + Tr ..................................................................................(2.45)
A’S = .........................................................................................(2.46)
Tiga kedudukan garis netral harus dipertimbangkan (asumsi balok komposit terdiri atas sayap
atas dengan lebar B, dan tebal T, serta tebal badan t)
a) Garis netral terletak pada badan
A’S = B . T + t (c– (T + g + t) ).............................................................(2.47)
34. c = (T + g + t) + ..................................................................(2.48)
b) Garis netral terletak pada sayap
A’S = B (c – (g + t) )..............................................................................(2.49)
c = (g + t) + ...........................................................................................(2.50)
c) Garis netral antara plat dan sayap baja
A’S = 0
Jadi, AS . fy = Ar . fsy ..............................................................................(2.51)
Dan letak garis netral dapat dicari dari diagram regangan.
35. Momen penulangan plat menjadi :
Mu = AS . fy (ds – c) 2 A’S . fy (t + g + dS’ – c) ......................................(2.52)
Dimana :
dS’ = Jarak dari sayap atas balok baja ke pusat A’S
H. Lebar Efektif
Untuk menghitung sifat penampang efektif secara praktis, konsep lebar efektif perlu
diterapkan. Analisis lebar efektif melibatkan penerapan teori elastisitas plat, dengan memakai
balok menerus yang tak terhingga panjangnya pada tumpuan yang berjarak sama dan sayap
yang lebar tak terhingga dengan tebal yang relatif kecil terhadap tinggi ekuifalen sama seperti
yang dipikul oleh sistem yang sesungguhnya.
Suatu sistem komposit dari balok baja dan plat beton dapat dianggap sebagai
serangkaian balok T bersayap lebar yang saling berhubungan. Lebar sayap dari balok T inilah
disebut lebar efektif. Untuk menentukan lebar efektif dapat dibuat suatu rumusan pendekatan
atas dasar percobaan-percobaan dengan analisa teori.
Berdasarkan Standar Spesifikasi untuk Jembatan Jalan Raya Tipe Balok Gabungan,
lebar efektif sayap (bE) adalah harga terendah yang dihitung dengan persamaan berikut :
Gambar 2.6. Lebar Efektif
bE < L / 4
bE < bo (untuk jaran antara balok yang sama)
bE < B + 16 tS
Diketahui :
L = Bentang profil baja
bo = Jarak as antara profil baja
B = Lebar sayap profil baja
bE = Lebar efektif
36. be = Setengah lebar efektif dikurangi lebar sayap profil baja
I. Alat Penghubung Geser
Gaya geser horisontal yang timbul antara plat beton dan balok baja selama
pembebanan harus ditahan agar penampang komposit bekerja secara monolit walaupun
lekatan yang timbul antara plat beton dan plat baja mungkin cukup besar, lekatan ini tidak
dapat diandalkan untuk memberi interaksi yang diperlukan. Sebagai gantinya, alat
penghubung geser mekanis yang disambung ke puncak balok harus diberikan.
Alat penghubung geser harus cukup kaku untuk menghasilkan interaksi penuh. Hal ini
akan memerlukan pengaku yang sangat tegar. Dalam konsep kekuatan batas, setiap alat
penghubung geser pada momen lentur batas akan memikul bagian yang sama besar dari gaya
tekan maksimum total yang timbul pada plat beton. Hal ini berarti alat penghubung geser
diperlukan untuk memindahkan gaya tekan yang timbul pada plat beton di tengah bentang ke
balok baja dalam jarak ½ L, karena tidak ada gaya tekan yang timbul pada plat beton diujung
bentang yang momennya nol. Gaya tekan yang harus ditahan tersebut tidak dapat lebih besar
daripada gaya tekan yang dapat ditahan oleh beton, yaitu :
Cmax = 0,85 . fc’ . bE . tS .............................................................(2.55)
atau jika gaya tarik batas di dasar plat lebih kecil dari Cmax, maka
Tmax = AS . fy ..............................................................................(2.54)
maka, jika suatu alat penyambung yang diberikan mempunyai kapasita batas qult, jumlah total
alat penghubugn geser yang diberikan (N) antara titik-titik tempat terjadinya momen
maksimum dan titik-titik tempat terjadinya momen nol adalah :
....................................................................................................(2.55)
Dari kedua harga ini diambil yang paling kecil dengan pendekatan kekuatan batas, jumlah
total penghubung geser yang diperlukan tersebut dibagi-bagikan sepanjang daerah antara titik
momen maksimum dan momen nol.
37. B.7. Pembagian Kelas Jembatan
Menurut standar Bina Marga, pengambilan kelas jembatan berdasarkan pada kelas
jalan yang akan dihubungkan dan juga berdasarkan atas jumlah arus lalu lintas yang lewat
pada jalur tersebut. Disamping itu juga diperhatikan faktor kenaikan jumlah lalu lintas selama
umur pemakaian jalan.
Macam muatan kelas jalan :
Muatan jembatan kelas I
Muatan jembatan kelas II
Muatan jembatan kelas III
Disamping itu, salah satu kriteria dalam pembagian kelas jembatan adalah menurut
ukuran dari jembatan yang bersangkutan. Adapun pembagian kelas jembatan menurut
ukurannya disusun dalam tabel berikut.
Tabel 2.2. Pembagian Kelas Jembatan Menurut Ukurannya
Lebar jalur
Lalu lintas
(m)
Lebar
Trotoir
(m)
Lebar
Total
(m)
Muatan yang
Dipergunakan
Jumlah
balok utama
(bh)
Type komposit
Kelas – I
7,00 m 2 x 1,00 m 9,92 m 100% muatan T
100% muatan D
Spec No. 12/70
6
Type komposit
Kelas – II
6,00 m 2 x 0,50 m 7,92 m 70% muatan T
70% muatan D
Spec No. 12/70
5
Type komposit
Kelas – III
3,50 m 2 x 0,50 m 5,42 m 50% muatan T
50% muatan D
Spec No. 12/70
3
Muatan masing-masing kelas jembatan tersebut terdiri atas:
Kelas I, 100% muatan T dan 100% muatan D.
Kelas II, 70% muatan T dan 70% muatan D.
Kelas III, 505 muatan T dan 50% muatan D.
38. Dan lebar bidang kontak, antara roda dengan pelat lantai kendaraan untuk masing-
masing kelas adalah sebagai berikut:
Muatan kelas I : a1 = 30 cm, b1 = 12,5 cm, b2 = 50 cm
Muatan kelas II : a1 = 14 cm, b1 = 9 cm, b2 = 35 cm
Muatan kelas III : a1 = 10 cm, b1 = 6 cm, b2 = 25 cm
39. IV. PEMBAHASAN
Penulisan skripsi ini merupakan solusi alternatif dalam menyelesaikan persoalan yang
terjadi pada jembatan Sungai Belimbing yakni terjadi lendutan yang berlebihan pada gelagar
induknya. Solusi alternatif yang ditawarkan penulis adalah penggantian gelagar induk beton
bertulang menjadi gelagar induk profil baja. Dengan demikian, secara tidak langsung penulis
mencoba untuk mengganti sistem pada jembatan Sungai Belimbing yaitu dari sistem
jembatan beton bertulang (konvensional) menjadi jembatan sistem balok komposit.
Jembatan sistem komposit yang ditawarkan merupakan perubahan/penggantian pada
balok gelagarnya saja, sedangkan struktur yang lain misalnya struktur bangunan bawah
ataupun struktur pelat lantai kendaraan dan struktur-struktur lain di atasnya dianggap tetap.
Sehingga dengan demikian pembebanan pada balok baja profil identik dengan pembebanan
pada sistem sebelumnya.
Asumsi lain yang digunakan adalah mutu beton, mutu baja dan jumlah gelagar tetap
seperti semula atau memakai data sebelumnya.
Sketsa potongan melintang dari jembatan sistem komposit yang ditawarkan dapat
dilihat pada gambar 4.1. di bawah ini :
Gambar 4.1 Sketsta potongan melintang jembatan
A. Pembebanan Gelagar
a. Gelagar Tengah
a.1. Beton Mati
1) Beban mati merata q
Beban mati ditinjau per meter panjang gelagar memanjang
- Berat sendiri pelat lantai kendaraan = 875,00 kg/m
- Berat lapisan perkerasan (aspal) = 192,50 kg/m
- Berat genangan air hujan = 87,50 kg/m
40. - Berat kerb = 93,75 kg/m
- Berat trotoir = 308,00 kg/m
- Berat pipa sandaran = 15,52 kg/m
- Berat tiang sandaran = 118,50 kg/m
- Berat sendiri balok bajak profil
(untuk pendekatan berat profil sesungguhnya
diasumsikan 15 x L kg/m2) = 15 x 17 m = 255,00 kg/m
q = 1945,77 kg/m
- Berat lain-lain = 5% x q = 97,29 kg/m
qtotal = 2043,06 kg/m
2) Beban mati terpusat q
- Berat diafragma
(Asumsi dipakai profil WF 8 x 5 ¼) = q x s
= 25,3 x 1,75
= 44,275 kg
a.2. Beban Hidup
1) Beban hidup merata q
Beban hidup merata q sama dengan beban hidup pada gelagar tengah kondisi awal, yaitu:
2) Beban hidup garis (P’)
Beban hidup garis P sama dengan beban hidup garis pada gelagar tengah kondisi awal, yaitu:
Beban hidup dengan koefisien kejut Pk’ adalah :
Pk’ = 7636,364 x 1,299
= 9919,636 kg
b. Gelagar Pinggir
41. b.1. Beban Mati
1) Beban mati merata q
Beban mati merata ditinjau permeter panjang gelagar memanjang terdiri atas:
- Berat sendiri pelat lantai kendaraan = 737,500 kg/m
- Berat perkerasan aspal = 41,250 kg/m
- Berat genangan air hujan = 73,750 kg/m
- Berat kerb = 93,750 kg/m
- Berat trotoir = 308,000 kg/m
- Berat pipa sandaran = 15,520 kg/m
- Berat tiang sandaran = 118,500 kg/m
- Berat sendiri balok bajak profil
(untuk pendekatan berat profil sesungguhnya
Diasumsikan 15 x L kg/m2) = 15 x 17 m = 255,000 kg/m
q = 1643,270 kg/m
- Berat lain-lain = 5% x q = 82,164 kg/m
qtotal = 1725,434 kg/m
2) Beban mati terpusat P
- Berat diafragma
(Asumsi memakai profil WF 8 x 5 ¼) = q x 0,5 s
= 25,3 x 0,5 (1,75)
= 22,139 kg
b.2. Beban Hidup
1) Beban hidup merata q
Beban hidup merata pada gelagar pinggir sama dengan beban hidup merata gelagar pinggir
pada kondisi awal yaitu:
42. 2) Beban hidup garis P
Beban hidup garis sama dengan beban hidup garis pada gelagar pinggir kondisi awal yaitu:
P = 1200 kg
K = 1,299
Beban hidup garis P’ tanpa koefisien kejut adalah :
Beban hidup garis dengan koefisien kejut Pk’ adalah:
Pk’ = 2945,455 x 1,299
= 3926,146 kg
Akan tetapi bagaimanapun juga gelagar pinggir harus direcanakan minimum sama kuat
dengan gelagar tengah. Maka, dalam perencanaan didasarkan pada pembebanan gelagar
tengah.
B. Dimensi Balok Induk
Perkiraan dimensi balok induk dapat dilakukan pendekatan dengan menggunakan
pembebanan dengan beban mati.
Diketahui :
Beban mati merata q = 2043,06 kg/m
Beban mati terpusat P = 44,275 kg
Sketsa balok induk dengan pola pembebanan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.2. berikut.
Gambar 4.2. Sketsa pembebanan balok induk
Reaksi Perletakan
RA = RB = 0,5 (q.L + 5.P)
= 0,5 ((2043,06 x 17) + (5 x 44,275))
= 17476,698 kg
Momen Lentur
43. Mx = RA.x – 0,5.q.x2 – P1.x – P2 (x-4,25)
Mmaks = d = 0
RA – q.x – P1 – P2 = 0
17476,698 0 2043,06x – 44,275 - 44,275 = 0
x = 8,5
Mmaks = 17476,698 x 8,5 – 0,5 x 2043,06 x 8,52 – 44,275 x 8,5 – 44,275 (8,5 – 4,25)
= 74181,884 kgm
= 7418188,4 kgcm
Modulus tampang Wx yang dibutuhkan balok profil adalah :
44. Dicoba profil WF 27 x 14 dengan data dan sketsa sebagai berikut :
A = 694 mm
B = 358 mm
t1 = 18,42 mm
t2 = 30,23 mm
h = 633,54 mm
As = 336,1 cm2
q = 263,4 kg/m
Ix = 280100 cm4
Wx = 8077 cm3
Gambar 4.3. Penampang profil rencana
Momen nominal Mn dari penampang profil adalah :
Sedangkan Momen rencana Mr yang dapat ditahan profil adalah :
C. Dimensi Diafragma
Diafragma direncakan memakai profil WF juga, yaitu profil WF 8 x 5¼. Dalam
perencanaan diafragma digunakan beban angin yang bekerja setinggi gelagar induk dengan
besar V = 150 kg/m2. Panjang bentang gelagar adalah s = 1,75 m. Sketsa diafragma dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4.4. Sketsta diafragma
Adapun data-data tentang profil WF 8 x 5¼ sebagai diafragma adalah sebagai berikut :
A = 203 mm As = 32,3 cm2
B = 133 mm Ix = 234 cm4
45. t1 = 5,84 mm Wx = 231,1 cm3
t2 = 7,82 mm ix = 8,53 cm
q = 25,3 kg/m
Jarak diafragma Y = 4,25 m
q = 150 x 4,25
= 637, 5 kg/m
Gaya tekan akibat angin P = 0,5 (637,5 x 0,694)
= 221,213 kg
Nilai kelangsingan batang tekan λ adalah :
Dan nilai kelangsingan batas g adalah :
Dan perbandingan kelangsingan batang tekan dengan kelangsingan batas s adalah :
Faktor tekuk untuk batang tekan sedang adalah :
Tegangan yang terjadi adalah :
D. Pemeriksaan Penampang Komposit
Oleh karena gelagar tengah lebih menentukan daripada gelagar pinggir, maka
pemeriksaan terhadap penampang komposit dilakukan terhadap gelagar tengah. Sedangkan
lebar efektif be tetap menggunakan lebar efek sebelumnya yaitu be = 1,75 m.
Pembebanan Gelagar
a. Beban mati
1. Beban mati merata q
46. Beban mati ditinjau permeter panjang gelagar memanjang
- Berat sendiri pelat lantai kendaraan = 875,00 kg/m’
- Berat lapisan perkerasan aspal = 192,50 kg/m’
- Berat genangan air hujan = 87,50 kg/m’
- Berat kerb = 93,75 kg/m’
- Berat trotoir = 308,00 kg/m
- Berat pipa sandaran = 15,52 kg/m
- Berat tiang sandaran = 118,50 kg/m
- Berat sendiri balok baja profil = 263,4 kg/m
q = 1954,170 kg/m
- Berat lain-lain = 50% q = 97,709 kg/m +
qtotal = 2051,879 kg/m
2. Beban mati terpusat P
Berat diafragma = q x s
= 25,3 x 1,75
= 44,275 kg
b. Beban hidup
1. Beban hidup merata q
Beban hdiup merata q sama dengan beban hidup pada gelagar tengah kondisi awal, yaitu:
2. Beban hidup garis P
Beban hidup garis P sama dengan beban hidup garis pada gelagar tengah kondisi awal, yaitu:
Beban hidup dengan koefisen kejut Pk’ adalah :
Pk’ = 7636,364 x 1,299
47. = 9919,636 kg
E. Statistika Beban Primer
a. Statistika beban mati
Gambar 4.5. Pembebanan akibat beban mati
Reaksi perletakan
RA = RB = 0,5 ((2051,879 x 17) + (5 x 44,275))
= 17551,659 kg
Momen lentur
Momen maksimum terletak pada tengah bentang yaitu 8,5 m
Mmaks = RA.x – 0,5q.x2 - P1.x – P2 (x – 4,25)
= 17551,659 x 8,5 – 0,5 x 2051,879 x 8,52 – 44,275 x 8,5 – 44,275 x 4,25
= 74500,466 kgm
b. Statistika beban hidup
Gambar 4.6. Pembebanan akibat beban hidup
Reaksi perletakan
RA = RB = 0,5 ((1400 x 17) + (9919,636))
= 16859,818 kg
Momen lentur
Mmaks = RA.x – 0,5q.x2
= 16859,818 x 8,5 – 0,5 x 1400 x 8152
= 92732,453kgm
48. F. Statistika Beban Sekunder
a. Beban Angin (A)
1. Beban angin pada jembatan
h = hprofil + hpelat + htrotoir
= 0,694 + 0,20 + 0,25
= 1,144 m
Besar gaya akibat angin pada bidang jembatan adalah :
A1 = 50% x 150 x 1,144
= 85,80 kg/m
(dianggap bekerja merata sepanjang
gelagar memanjang)
2. Beban angin pada muatan hidup (kendaraan)
Beban angin pada kendaraan dapat dilukiskan sebagaimana dalam gambar berikut:
Gambar 4.7. Sketsa beban angin pada jembatan
Besar gaya akibat angin pada kendaraan :
A2 = 1250 kg/m2 x 2m
= 300 kg/m
(dianggap sebagai beban merata yang bekerja
sepanjang gelagar memanjang)
q = q1+ q2
= 182,977 kg/m
49. Gambar 4.8. Sketsa beban angin
Reaksi perletakan
RA = RB = 0,5 (182,977 x 17)
= 1555,305 kg
Bidang Momen
Mmaks = x 182,977 x 172
= 661,044 kgm
b. Beban Akibat Perbedaan Suhu (Tm)
Diketahui :
Luas penampang balok profil As = 336,1 cm2
Perbedaan suhu maksimum-minimum bagian jembatan Δt = 15°C
Koefisien muai panjang = 12x10-6/°C
Modulus elastistias E = 2,1x106 kg/cm2
Besar gaya akibat perbedaan suhu Tm adalah :
Tm = E x x t x As
= 2,1x106 x 12x10-6 x 15 x 336,1
= 127045,800 kg
Gambar 4.9. Sketsa gaya akibat perbedaan suhu
Lengan momen pada pembebanan akibat perbedaan suhu adalah jarak masing-masing sumbu
kedua bahan yaitu balok profil dengan pelat lantai kendaraan, yaitu:
h = 0,5 (hbalok + hpelat)
= 0,5 (20 + 69,4)
= 44,7 cm
Momen akibat perbedaan suhu MTm adalah :
50. MTm = Tm x h
= 127045,8 x 0,447 m
= 56789,473 kgm
c. Beban Akibat Pengaruh Susut dan Rangkak (SR)
Gaya dan momen akibat pengaruh susut dan rangkak disebabkan oleh termasuk pengaruh
temperatur. Oleh karena itu besar gaya dan momen akibat susut dan rangkak disamakan
dengan gaya dan momen akibat perbedaan suhu.
SR = 127045,8 kg
MSR = 56789,473 kg
d. Beban Rem dan Traksi (Rm)
Pengaruh gaya rem dan traksi diperhitungkan sebesar 5% dari beban D tanpa faktor kejut
yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada.
Rm = 50% ((1400 x 17) + (7636,364))
= 1571,818 kg
Bekerja setinggi 1,80 m di atas lantai kendaraan dan dianggap bekerja sepanjang jalur lalu
lintas yang ada.
MRM = Rm x e
= 1571,818 x 2,45
= 3850,954 kgm
Sketsa pembebanan rem dan traksi dapat dilihat kembali pada gambar 3.13 pada kondisi
awal.
e. Beban Akibat Gempa Bumi (Gh)
Diketahui :
Beban mati merata q = 2051,879 x 17 = 34881,945 kg
Beban mati terpusat P = 44,275 x 5= 221,375 +
QT = 35103,320 kg
51. Koefisien geser dasar C = 0,18 (lampiran)
Faktor keutamaan I = 1 (lampiran)
Faktor bahan S = 1 (lampiran)
Maka :
Gaya akibat gempat Gh adalah :
Gh = C.I.S.QT
= 0,18 x 1 x 1 x 35103,320
= 6318,598 kg
Lengan momen akibat gempa adalah segaris dengan sumbu balok profil. Maka momen akibat
gaya gempa MGh adalah :
MGh = Gh x 0,5 (hbalok)
= 6318,598 x 0,5 (0,694)
=2192,554 kgm
f. Gaya Akibat Gesek pada Tumpuan Bergerak (Gg)
Diketahui :
Koefisien gesek g = 0,05 (tumpuan dengan tiga atau lebih rol)
Maka, gaya gesek pada tumpuan bergerak adalah :
Gg = g x QT
= 0,05 x 35103,320
= 1755,166 kg
Sedangkan momennya adalah :
MGg= Gg x 0,5 (hbalok)
= 1755,166 x 0,5 (0,694)
= 609,043 kgm
G. Kombinasi Gaya Lintang dan Momen Lentur
52. Dalam perencanaan alternatif ini kombinasi gaya lintang dan momen dilakukan
dengan persamaan yang sama seperti pada perencanaan awal yang berdasarkan pada Buku
Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR 1987).
Hasil dari kombinasi momen tersebut adalah sebagai berikut :
Kombinasi I = 167233,919 kgm
Kombinasi II = 156238,799 kgm
Kombinasi III = 208487,790 kgm
Kombinasi IV = 51534,709 kgm
Sedangkan kombinasi gaya lintang diperoleh :
Kombinasi I = 3411,477 kg
Kombinasi II = 219962,984 kg
Kombinasi III = 209560,976 kg
Kombinasi IV = 17083,615 kg
Dari hasil kombinasi momen dan gaya lintang tersebut diperoleh momen dan
gaya lintang yang menentukan, berturut-turut adalah :
Momen diperoleh dari kombinasi III = 208487,790 kgm
Gaya lintang diperoleh dari kombinasi II = 219962,984 kg
H. Pemeriksaan Kapasitas Momen Penampang Komposit
Telah diketahui bahwa balok baja profil dan pelat lantai bekerja sama membentuk
sistem balok komposit. Balok komposit yang dimaksud dianggap memiliki penampang balok
T dengan lebar efektif bE. Skesta penampang dan diagram gaya pada balok T tersebut dapat
dilukiskan berturut pada gambar 4.10 dan 4.11 berikut ini.
53. Gambar 4.10. Lebar efektif pada balok komposit
Gambar 4.11. Diagram tegangan-regangan penampang komposit
Lebar efektif penampang adalah nilai terkecil dari persamaan berikut :
(menentukan)
Jadi lebar efektif bE berpenampang seperti di atas adalah bE = 175 cm.
Gaya tekan pada pelat lantai kendaraan CC adalah :
CC = 0,85 x f’c x bE x t
54. = 0,85 x 20 x 1750 x 200
= 5950000 N
= 595000 kg
Gaya tekan pada tulangan tekan (tulangan pelat arah memanjang adalah tulangan tekan pada
sistem balok komposit dengan lebar efektif bE) sebesar :
Cr = As’ x fy
Diketahui :
Tulangan memanjang pelat lantai dua lapis masing-masing = 12-100
As’ = 4071,6 mm2
Maka :
Cr = 40,716 x 2400
= 97718,4 kg
Gaya tarik pada baja profil T adalah :
T = As x fy
= 336,1 x 2400
= 806640 kg
Sehinga, luasan baja profil yang mengalami gaya tekan As’ adalah :
Letak garis netral c dapat ditentukan sebagai :
55. Gaya tekan pada baja profil Cs adalah :
Cs = 2 x As’ x fy
= 2 x 23,734 x 2400
= 113923,2 kg
Kontrol keseimbangan gaya :
T – Cc – Cr – Cs = 0
806640 – 595000 – 97718,4 – 113923,2 = 0
-1,6 = 0
-1,6 0 ......................(OK)
Kapasitas momen nominal penampang komposit Mn adalah :
Sedangkan kapasitas momen rencana Mr penampang diperoleh :
Mr = Mn
= 0,8 Mn
= 27903802,70 kgcm
= 279038,028 kgm > 208487,79 kgcm
Mr > Mu (OK)
56. Dengan nilai momen rencana lebih besar daripada momen perlu (Mr > Mu), maka
penampang komposit mampu melawan beban yang bekerja.
I. Kontrol Kemampuan Profil
a. Pemeriksaan Penampang Profil
1.
2.
Oleh karena profil memenuhi dua persamana di atas, maka profil merupakan penampang
tidak berubah bentuk.
b. Kontrol Terhadap Tegangan Kip kip
Pada perletakan dianggap tidak ada pengaku samping, maka :
Tegangan di tengah bentang (akibat momen maksimum) maks adalah :
57. >
Maka diperlukan pengaku samping/penegar pada perletakan A dan B.
Kontrol ulang setelah pengaku samping terpasang
c1 = 1090,152
c2 = 1,323 x 106
Jadi, balok profil memerlukan sokongan lateral yang selanjutnya dipasang dengan jarak 4,25
meter.
Diagram momen kombinasi yang memiliki pengaruh terbesar (kombinasi III) dapat
dilukiskan seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.12. Diagram momen kombinasi III dengan sketsa penempatan sokongan lateral
58. Tinjau batang C – D
Dimana :
Oleh karena * negatif, maka * diambil 0, maka :
C3 = c2 = 0,63 E/
= 826,875
Karena 250 < c1 < c3, maka :
Momen di tengah bentang C – D (MF) adalah :
MF = 195131,083 kgm
59. Maka tegangan di tengah bentang tersebut cd adalah :
..................................................... >
(Tidak aman)
Antara tegangan di tengah bentang C – D dengan tegangan ijin kip terdapat selisih sebesar :
Yang berarti bahwa penampang profil tidak mampu melawan gaya kip. Akan tetapi profil
tersebut tetap digunakan dengan asumsi selisih tegangan disalurkan pada saat pelat lantai
yang secara praktis berfungsi juga sebagai sokongan lateral.
Sehingga penampang profil aman dari bahaya kip setelah dipasang sokongan lateral
walaupun pada setiap jarak 4,25 cm.
J. Pemeriksaan Lendutan
Lendutan ditinjau terhadap muatan sesungguhnya yang bekerja pada penampang
komposit. Panjang bentang L adalah jarak antara momen-momen yang mempunyai nilai nol.
Lendutan maksimum yang diijinkan maks adalah :
Momen inersia Ix penampang komposit
60. Gambar 4.13. Penampang balok komposit
Titik berat gabungan sejajar sumbu Y adalah :
Momen inersia total Ix adalah :
Ix = Ix1 + Ix2
= 1009486,141 cm4
a. Lendutan akibat momen lentur
1) Akibat muatan mati
L = 17 m = 1700 cm
q = 2051,879 kg/m = 20,519 kg/cm
P = 5 x 44,275 kg = 221,375 kg
61. Ix = 1009486,141 cm4
E = 2,1 x 106 kg/cm2
2) Akibat muatan hidup
q = 1400 kg/m = 14 kg/cm
Pk = 9919,636 kg
62. b. Lendutan akibat gaya lintang
G = modulus geser
Lendutan akibat gaya lintang diperoleh menurut persamaan :
Oleh karena gaya yang bekerja dua macam yakni beban merata dan beban terpusat, maka
momen maksimum Mmaks juga terdiri dari dua macam yaitu momen maksimum akibat beban
merata dan momen maksimum akibat beban terpusat.
1) Lendutan akibat beban mati
2) Lendutan akibat beban hidup
63. Lendutan total yaitu lendutan akibat momen lentur dan gaya lintang, baik itu pengaruh beban
mati maupun beban hidup, merata ataupun terpusat, dapat diketahui, yaitu sebesar :
total = d1 + d2 + d3 + d4
= 1,063 + 1,197 + 0,079 + 0,098
= 2,437 cm < mak .................................................(OK)
K. Perencanaan Penghubung Geser (Shear Connector)
Sebagaimana diketahui bahwa balok komposit adalah balok yang tersusun atas
dua jenis bahan berbeda yang disatukan sedemikian sehingga menjadi satu kesatuan yang
monolit. Kekuatan dari dua buah bahan tersebut tergantung dari kekuatan terhadap gaya geser
yang terjadi diantara kedua sisi bahan yang saling berhubungan yang mana akibat beban akan
terjadi lendutan pada masing-masing balok. Lendutan ini akan berkurang kalau dua bahan
yang disatukan tadi monolit, artinya gaya geser ditahan oleh alat penyambung atau pemersatu
kedua balok yang disebut penyambung geser (shear connector).
Pada jembatan Sungai Belimbing, dengan perencanaan sistem balok komposit ini
direncanakan akan memakai penghubung geser (shear connector) jenis stud berkepala.
Stud berkepala yang dimaksud dengan spesifikasi:
Diamter stud d = 1” = 25,4 mm
Tinggi stud H = 15 cm = 150 mm
Diperoleh perbandingan :
Untuk stud dengan > 4, maka kapasitas geser batas qult untuk satu buah stud, adalah :
Dengan :
64. Maka :
Dari pemeriksaan penampang komposit diperoleh :
Gaya horisontal H (tekan)
- Gaya tekan pada beton Cc sebesar : Cc = 595000 kg
= 5950 kN
- Gaya tekan pada tulagn tekan sebesar : Cr = 97718,4 kg
= 977,184 kN
- Gaya tekan pada baja profil sebesar : Cs = 113923,2 kg
= 1139,232 kN
Gaya horisontal tekan total diperoleh :
Cc + Cr + Cs = 5950 + 977,184 + 1139,232
= 8066,416 kN
Gaya horisontal tarik pada baja profil sebesar :
T = 806640 kg
= 8066,4 kN < 8066,416 kN
Oleh karena gaya horisontal tarik lebih kecil daripada gaya horisontal tekan, maka dalam
menghitung jumlah penghubung geser dipakai gaya horisontal tarik.
Jumlah total penghubung geser pada setengah bentang jembatan adalah :
65. Gaya geser antara pelat beton dan baja profil (Sr) adalah :
Diketahui :
Vu = Dmaks = 219962,984 kg
Q = bE x ts x (c – ts)
= 175 x 20 x (20,663 – 20)
= 2320,5 cm3
Ix = 1009486,141 cm4
Maka :
Jarak yang diperlukan antara penghubung gser Pr adalah :
Kontrol jumlah penghubung geser :
66. Panjang setengah bentang jembatan adalah 850 cm
Maka, jumlah penghubung geser adalah :
................(OK)
Penempatan penghubung geser sesuai gambar berikut.
Gambar 4.14. Denah penempatan penghubung geser
67. L. Perencanaan Perletakan
a. Perletakan gelinding (rol)
Diketahui :
Gaya lintang yang menentukan adalah gaya lintang hasil kombinasi 1 yaitu sebesar :
Du = Dmaks = 48037,7 kg
= 480377 N
Maka, luas penampang bidang tumpuan At adalah :
Panjang rol L dibuat :
L = Bprofil + 5 cm
= 35,8 + 5 cm
= 40,8 cm
Lebar tumpuan b dibuat :
Tebal pelat duduk s adalah :
68. s1 = s = 6 cm
Diameter rol d4 adalah :
Diketahui :
= tegangan kontak
untuk Fe – 6 baja tempa adalah 9500 kg/cm2
Maka :
d5 diambil misalkan 2,5 cm
Maka :
d3 = d4 + 2 (d5)
= 10 + 2 (2,5)
= 15 cm
69. Gambar 4.1.5 Sketsa tumpuan rol
b. Perletakan engsel
h = ½ (s + s1 + d4)
= ½ (6 + 6 + 10)
= 11 cm
Dari tabel Muller-Breslau (lampiran) diperoleh :
Dengan :
Misalkan :
70. q = jumlah rusuk
= 2 buah
Maka :
Diameter engsel d1 adalah :
71. Gambar 4.16. Sketsa tumpuan engsel
M. Perencanaan Penegar (Stiffeners)
Diketahui bahwa pada perletakan balok profil memerlukan pengaku samping (stiffereners)
untuk menjamin balok profil mampu melawan gaya lintang yang terjadi.
Gaya lintang yang menentukan adalah hasil kombinasi II yaitu sebesar ;
Dmaks = 219962,984 kg
Kapasitas profil melawan gaya lintang adalah sebesar :
Dengan :
c’ = panjang penyebaran gaya lintang
= lebar perletakan b
d’ = jarak dari bagian yang lurus pada badan profil sampai sisi luar dari flens.
72. Gambar 4.17. Detail profil WF 27x14
Maka :
D = 1,842 (30 + 5,203) 1600
= 103750,282 kg < Dmaks
Gaya lintang sisa yang tidak bisa dilawan penampang adalah sebesar :
Dsisa = Dmaks – D
= 219962,984 – 103750,282
= 116212,702 kg
Maka, luas penampang penegar minimum yang diperlukan adalah :
Dicoba memakai penegar dengan lebar b = 30 cm
Maka, tebal pelat penegar adalah sebesar :
73. Pelat penegar tersebut dipasang pada kedua sisi badan profil, sehingga masing-masing sisi
badan profil mendapat penegar dengan lebar :
Gambar 4.18. Penampang profil dengan penegar
Pemeriksaan terhadap Tekuk
Kedua pelat penegar bersama flens dan badan profil bekerja sama sebagai kolom.
Lebar pelat badan yang dianggap bekerja sama dengan penegar adalah sama dengan lebar
perletakan yaitu sebesar 30 cm, seperti yang ditunjukkan potongan A-A pada gambar di atas.
Maka momen inersia penampang profil sekarang menjadi : (dengan mengabaikan flens di
luar penegar).
Luas penampang A1’ sekarang menjadi :
Dan jari-jari inersia arah sumbu x ix menjadi :
74. Panjang tekuk Lk adalah sama dengan h profil yaitu :
Lk = A – 2 (t2)
= 69,4 – 2 (3,023)
= 63,354 cm
Angka kelangsingan penampang tersebut sebagai kolom adalah :
Perbandingan kelangsingan kolom (penampang) terhadap kelangsingan batas adalah :
Jadi, penampang adalah aman terhadap tekuk.
Dengan demikian kapasitas dukung penampang sebagai lomok dapat diketahui, yaitu :
............(OK)
75. Jadi, penampang mampu melawan gaya lintang setelah dipasang penegar samping pada
kedua sisinya.
76. V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisa dan pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan,
antara lain :
a. Pada struktur jembatan sistem konvensional (kondisi awal)
1. Dimensi/ukuran diafragma b x h = 500 x 600 mm2, adalah terlalu besar dan tidak sesuai
dengan beban yang akan diterima. Sehingga perencanaan diafragma tidak ekonomis (boros).
- Ukuran balok induk beton (Gelagar memanjang) dengan dimensi b x h = 450 x 1100 mm2,
adalah terlalu kecil. Balok induk tersebut memang mampu melawan momen akibat beban
yang bekerja akan tetapi oleh karena ukuran terlalu kecil, maka inersianya pun kecil sehingga
menyebabkan lendutan yang terlalu besar.
b. Pada struktur sistem komposit (alternatif)
1. Diafragma direncanakan dengan profil WF 8x5¼ dengan data-data sebagai berikut :
A = 203 mm
B = 133 mm
t1 = 5,84 mm
t2 = 7,82 mm
Profil tersebut mampu melawan beban yang bekerja dan relatif ekonomis.
2. Gelagar induk direncanakan menggunakan profil WF 27x14 dengan data-data sebagai
berikut :
A = 694 mm
B = 358 mm
t1 = 18,42 mm
77. t2 = 30,23 mm
Kapasitas momen rencana penampang komposit Mr = 279038,028 kgm, sedangkan momen
batas yang dibutuhkan Mu = 208487,79 kg (Mr > Mu).
Maka, penampang komposit mampu melawan beban yang bekerja.
3. Lendutan yang terjadi lebih kecil dari lendutan maksimum yang disyaratkan. Lendutan
maksimum yang disyaratkan sebesar :
Sedangkan lendutan total yang terjadi adalah :
= 1 + 2 + 3 + 4
= 1,063 + 1,197 + 0,079 + 0,098
= 2,437 cm < maks
Jadi, secara teoritis perencanaan alternatif jembatan Belimbing dengan sistem komposit
adalah aman dan memenuhi kriteria-kriteria yang disyaratkan.
78. B. Saran
Dalam merencanakan bangunan sipil pada umumnya dan bangunan jembatan
khususnya, hendaknya dilakukan berdasarkan standar dan atau spesifikasi yang telah
disyaratkan. Sehingga, dengan demikian perencanaan tersebut dapat dipertanggungjawabkan
secara teoritis maupun praktek.
Perencanaan yang menyimpang dari standar yang telah disyaratkan dapat
digunakan apabila secara matematis atau teoritis mendekati keadaan sebenarnya di lapangan
dan itupun harus dilakukan pengujian laboratorium terlebih dahulu dan mendapat persetujuan
dari pengawas ahli