4. PELABUHAN PERIKANAN (FISHING PORT)
• Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.08/ MEN/2012;
Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas
daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat
kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat
ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
4
5. Karakteristik Pelabuhan Perikanan yang Baik
1 Jarak tidak terlalu jauh dari fishing ground
2 Lokasi terhubung dengan daerah pemasaran ikan
3 Memiliki lahan yang cukup untuk pendaratan ikan dan industri penunjang lainnya
4 Aman secara alami atau buatan bagi kapal yang berlabuh dari segala cuaca setiap
waktu
5 Kedalaman perairan pada alur pelabuhan dan pangkalan pelabuhan memadai
6 Biaya untuk perawatan pelabuhan murah
7 Lokasi cocok untuk pembangunan pemecah gelombang, pangkalan pelabuhan, dan
fasilitas-fasilitas lainnya yang disesuaikan dengan perencanaan terpadu
8 Memiliki lahan pengembangan yang cukup luas sehingga tidak menyulitkan bila
diperlukan adanya pengembangan pelabuhan
5
6. Profil Pelabuhan Perikanan Indonesia
• Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.08/ MEN/2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 440), pelabuhan
perikanan dibagi menjadi 4 kategori utama yaitu :
–PPS (pelabuhan perikanan samudera)
–PPN (pelabuhan perikanan nusantara)
–PPP (pelabuhan perikanan pantai)
–PPI (pangkalan pendaratan ikan)
6
7. No
Kriteria
pelabuhan perikanan
PPS PPN PPP PPI
1 Daerah operasional
kapal ikan yang dilayani
teritorial
Wilayah
perairan
Indonesia,
Zona Ekonomi
Ekslusif
(ZEEI) dan
laut lepas
Perairan
indonesia dan
ZEEI
Perairan
Indonesia
Perairan
Indonesia
2 Fasilitas tambat/labuh
kapal
>60 gt 30-60 gt 10-30 gt 5-10 gt
3 Panjang dermaga
dan kedalaman kolam
>300 m ;>3 m 150-300 m ;
>3 m
100-150 m ;
>2 m
50-100 m ;
>1 m
4 Kapasitas
menampung kapal
>6000 gt
(ekivalen
dengan 100
buah kapal
berukuran 60
gt)
>2250 gt
(ekivalen
dengan 75 buah
kapal
berukuran 30
gt)
>300 gt
(ekivalen
dengan 30 buah
kapal
berukuran 10
gt)
>75 gt
(ekivalen
dengan 15 buah
kapal
berukuran
5 gt)
7
8. 8
No
Kriteria
pelabuhan perikanan
PPS PPN PPP PPI
5 Volume ikan yang
didaratkan
Rata-rata 50
ton/hari
Rata-rata 30
ton/hari
- -
6 Luas lahan > 20 ha 10-20 ha 5-10 ha 2-5 ha
7 Tata ruang (zonasi)
pengolahan
/pengembangan industri
perikanan
Ada Ada Ada Tidak
13. Fasilitas Pokok (Basic facilities)
1.Fasilitas perlindungan (Protective facilities)
Breakwater (pemecah gelombang) : bangunan maritim yang dibuat
dengan tujuan sebagai pelindung utama pelabuhan buatan.
Maksud : melindungi daerah perairan di dalam pelabuhan yaitu
dengan memperkecil tinggi gelombang laut dan mengurangi
sedimentasi.
13
14. 2. Fasilitas tambat (Mooring facilities)
• Untuk berlabuh atau bertambat dengan tujuan membongkar muatan, mempersiapkan
keberangkatan, memperbaiki kerusakan dsb
• Macam dan nama bangunan: tempat pendaratan (landing places), dermaga
(mooring quays, wharf, pier), slipway, bollard dsb
14
15. 3. Fasilitas perairan (Water side
facilities)
• Bagian perairan di dalam pelabuhan
yang dipergunakan untuk manuver kapal
dalam areal pelabuhan dengan aman dan
untuk berlabuh atau tambat sementara
waktu di kolam pelabuhan
• Macam dan nama fasilitas:
– Muara pelabuhan (port entrance) :
suatu gerbang untuk keluar masuknya
kapal
15
18. Tahapan Perencanaan Pembangunan Pelabuhan Perikanan
• Mengacu kepada Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional
dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.08/ MEN/2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 440),
perencanaan pembangunan pelabuhan perikanan dibagi menjadi
3 tahap yaitu :
–Tahap Studi Kelayakan
–Tahap Rencana Induk Pelabuhan Perikanan
–Tahap Desain rinci
18
19. 1.Tahap Studi Kelayakan
Dalam tahap ini diperhatikan:
• kesesuaian dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil/Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota;
• dukungan ketersediaan sumber daya ikan dan WPP-NRI;
• ketersediaan sumber daya manusia; dan
• keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi
pelabuhan.
Informasi yang diinginkan:
• informasi sumber daya ikan
• kelayakan sarana dan prasarana wilayah;
• kelayakan teknis; dan
• kelayakan sosial-ekonomi.
19
20. 2.Tahap Rencana Induk Pelabuhan Perikanan
Rencana induk pelabuhan perikanan berisi rencana tata guna tanah
dan perairan yang meliputi rencana peruntukan wilayah kerja dan
wilayah pengoperasian pelabuhan perikanan.
Informasi yang diinginkan:
• latar belakang;
• gambaran umum kondisi lokasi;
• kerangka kebijakan strategi pembangunan pelabuhan perikanan;
• tahapan dan jangka waktu pelaksanaan pembangunan pelabuhan
perikanan;
• rencana titik koordinat wilayah kerja dan wilayah pengoperasian
pelabuhan perikanan;
• rencana fasilitas yang akan dibangun;
• perkiraan kebutuhan anggaran;
• rencana pengelolaan pelabuhan perikanan; dan
• gambar tata letak (lay out) 20
21. 3.Tahap Desain Rinci
Desain Rinci merupakan tahapan perencanaan pelabuhan perikanan
untuk mendapatkan dokumen teknis detail mengenai konstruksi
pelabuhan perikanan.
Informasi yang diinginkan:
• kondisi mekanika tanah;
• kondisi met-ocean;
• kondisi topografi dan bathymetri;
• struktur dan model konstruksi yang direncanakan;
• gambar desain;
• rincian anggaran biaya; dan
• spesifikasi teknis fasilitas yang akan dibangun.
21
23. DIAGRAM ALIR METODOLOGI KERJA
MULAI
PENGUMPULAN DATA DATA ANGIN PETA DASAR MET-OCEAN
ANALISA DAN
PENGOLAHAN
ARUS SEDIMEN PASANG
SURUT
HINDCASTING ELEVASI PENTING
SIMULASI
NUMERIK
MODEL ARUS
MODEL GELOMBANG
MASTER PLAN
LAYOUT AKHIR
DESAIN TIPE STRUKTUR (DERMAGA
&BREAKWATERI)
MATERIAL
KONSTRUKSI
DESAIN STRUKTUR
PELAPORAN
GAMBAR dan DOKUMEN
TENDER
METODE KONSTRUKSI
SELESAI
ARUS BARANG
PROYEKSI KEBUTUHAN JENIS DAN
JUMLAH MATERIAL HANDLING
MODEL SEDIMEN
JENIS KAPAL
TANAH
HASIL LAB
GELOMBANG
24. Standar dan Code Perencanaan Pelabuhan
• OCDI, Technical Standard and Commentaries for Port and Harbour Facilities
in Japan, 2002.
• British Standard (BS 6349) Maritime Structures, 2013.
• AISC, Manual of Steel Construction, Load and Resistance Factor Design,
AISC, 1994.
• SNI 1726-2002, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan
Gedung.
• SNI 03-2847 2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung
Standar dan Code yang digunakan di Indonesia, diantaranya adalah:
25. PETA TOPOGRAFI DAN BATHYMETRI
Peta topografi dan bathymetri didapat dari hasil survey
topografi dan batimetri.
Kedalaman/elevasi peta topografi dan batimetri diikatkan
kepada datum yang sama dan disepakati.
28. 28
Method of Topographic Survey
Peralatan yang dipergunakan dalam survei topografi
antara lain meliputi:
•Total Station (1 buah)
•GPS hand held (2 buah)
•Rambu ukur (2 set)
•Laptop (1 buah)
30. Motode Pengamatan Pasut
Dilaksanakan 30 hari (Mengacu ke IHO Standards for Hydrography Surveys), diukur setiap interval
1 jam.
Menggunakan Automatic Tide Gauge dan Tide Pole sebagai data cadangan.
Hasil pengamatan ini diikatkan (levelling) ke BM di areal darat
Thalimedes
Tide pole
Sea water level
0 tide
32. Komponen Pasang Surut
(Metode Least Square)
Mulai
Selesai
Tipe Pasang Surut Elevasi Muka Air
Penentuan Elevasi
Muka Air Rencana
Data
Pengamatan Pasang Surut
15 x 24 jam
Peramalan Fluktuasi
Muka Air
Grafik Perbandingan
Fluktuasi Muka Air
Bil. Formzall
Klasifikasi Pasang
Surut
Amplitudo dan Beda Fase
HHWL (Highest High Water Level)
MHWS (Mean High Water Spring)
MHWL (Mean High Water Level)
MSL (Mean Sea Level)
MLWL (Mean Low Water Level)
MLWS (Mean Low Water Spring)
LLWL (Lowest Low Water Level)
Muka Air Ramalan
Hasil
Tipe Pasang Surut
Grafik Perbandingan Fluktuasi Muka Air
Elevasi Muka Air Rencana
Analisis Pasang
Surut
33. Elevasi Muka Air Penting
Elevasi Muka Air Keterangan
HHWL (Highest High Water Level) Air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
MHWS (Mean High Water Spring) Rata-rata muka air tinggi saat purnama.
MHWL (Mean High Water Level) Rerata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.
MSL (Mean Sea Level) Muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata.
MLWL (Mean Low Water Level) Rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun.
MLWS (Mean Low Water Spring) Rata-rata muka air rendah saat purnama.
LLWL (Lowest Low Water Level) Air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
34. DATA ARUS (VEKTOR ARUS)
0,2d, neap tide
Jam (27-28 Agustus 2015)
09 10 11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 00 01 02 03 04 05 06 07 08
Skala
20 cm/sec
0.2d
0.6d
0.8d
Vektor arus di C-1
600
400
200
Neap Tide
18 19
N
S
E
SE
NE
NW
SW
W
Jam (27-28 Agustus 2015)
09 10 11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 00 01 02 03 04 05 06 07 08
Skala
20 cm/sec
0.2d
0.6d
0.8d
Vektor arus di C-4
600
400
200
Neap Tide
18 19
N
S
E
SE
NE
NW
SW
W
36. Survey Arus
• Pengukuran arus (besaran dan arah) dilakukan secara simultan selama 26 jam pada saat spring dan
neap tide dengan interval 1 jam
Data yang dicatat adalah data arus umum, yang akan dianalisis
lebih lanjut untuk mendapatkan arus pasang surut (Tidal Current)
Data arus pasang surut akan digunakan untuk kalibrasi model pola
arus akibat pasang surut di areal laut
Pola arus ini akan berguna untuk manuvering kapal
Pergerakan penyebaran sedimen dapat diprediksi berdasarkan
pola arus pasang surut tersebut
Perhitungan pembebanan untuk desain struktur dermaga
38. DATA SEDIMEN DASAR
• Sedimen dasar di lokasi S0-1 kandungan lanau 60%, pasir dan gravel 40%
39. Survey Sedimen
• Sampel akan dianalisis lebih lanjut di laboratorium untuk mendapatkan
konsentrasi sedimen (TSS) dan diameter butir serta jenis sedimen
(clay/silt/sand)
• Hasil analisis laboratorium akan digunakan sebagai input model untuk
penyebaran sedimen dan tingkat sedimentasi yang terjadi
• Prediksi tingkat sedimentasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai
pedoman dalam prosedur operasional pemeliharaan pelabuhan
Pengambilan sampel sedimen
dilakukan pada lokasi yang sama
dengan pengukuran arus
Sampel sedimen yang diambil adalah
sampel sedimen dasar dan sedimen
layang
Pengambilan sampel sedimen dasar
dilakukan dengan alat sediment grab Sedimen Grab
43. ANALISIS HIDRO-OSEANOGRAFI
• Peramalan gelombang
• Permodelan arus, sedimen, dan gelombang
• Analisa keamanan operasional pelabuhan
• Perhitungan kebutuhan kedalaman dan lebar alur dan kolam
pelabuhan
• Penentuan alat navigasi
44. ANALISA GELOMBANG
Dengan menggunakan metode hindcasting, peramalan gelombang dari
data angin jam-jaman dan panjangnya area pembentukan gelombang
(fetch).
Data hasil hindcasting akan di verifikasi dan kalibrasi dengan data hasil
pengamatan gelombang 3 bulan. Dengan menganalisa spektrum
gelombang pengamatan dan akhirnya tinggi gelombang dan perioda
gelombang tahunan.
Hasilnya akan dilanjutkan dengan menyusun distribusi gelombang dan
gelombang ekstrim.
Didapat gelombang desain.
45. Diagram Alir proses penentuan
gelombang desain
Mulai
Pengumpulan data angin jam-
jaman 15 tahun terbaru
Penentuan area pembentukan gelombang
Proses Hindcasting
Hasil (Hs dan Tp)
Data hasil pengamatan gelombang
Analisa spektrum gelombang
Hasil (Hs dan Tp)
Verifikasi dan
kalibrasi
Analisa distribusi gelombang
Analisa gelombang ekstrim
(perioda ulang
2,5,10,25,50,100,200)
Penentuan gelombang desain
Selesai
46. < 0.2 0.2-0.4 0.4-0.6 0.6-0.8 >0.8 Total < 0.2 0.2-0.4 0.4-0.6 0.6-0.8 >0.8 Total
North 0 0 0 0 0 0 North 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
North North East 0 0 0 0 0 0 North North East 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
North East 0 0 0 0 0 0 North East 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
East North East 0 0 0 0 0 0 East North East 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
East 477 373 81 15 10 956 East 4.49 3.51 0.76 0.14 0.09 9.00
East South East 391 127 6 0 0 524 East South East 3.68 1.20 0.06 0.00 0.00 4.93
South East 508 179 14 1 1 703 South East 4.78 1.69 0.13 0.01 0.01 6.62
South South East 611 407 49 7 0 1074 South South East 5.75 3.83 0.46 0.07 0.00 10.11
South 1229 1448 627 286 146 3736 South 11.57 13.63 5.90 2.69 1.37 35.17
South South West 914 746 155 32 8 1855 South South West 8.60 7.02 1.46 0.30 0.08 17.46
South West 0 0 0 0 0 0 South West 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
West South West 0 0 0 0 0 0 West South West 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
West 0 0 0 0 0 0 West 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
West North West 0 0 0 0 0 0 West North West 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
North West 0 0 0 0 0 0 North West 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
North North West 0 0 0 0 0 0 North North West 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Ada gelombang 8848 Ada gelombang 83.29
Tenang 0 Tenang 0.00
Tidak tercatat 1775 Tidak tercatat 16.71
Total 10623 Total 100
Arah
Tinggi Gelombang (m)
Arah
Prosentase Tinggi Gelombang (persen)
Contoh Hasil Analisis Hindcasting Gelombang
48. Hindcasting Gelombang
Data:
- Angin
- Peta Global
Panjang Fetch
Fetch Limited Duration Limited
Output:
Arah dan Tinggi Gelombang
Periode
Desain
Hindcasting gelombang dilakukan berdasarkan
data angin (data sekunder diambil dari airport
terdekat, minimum 10 tahun) dan peta lokasi
(Global)
Data angin yang digunakan adalah data angin
dengan interval 1 jam
Hasil analisis hindcasting dapat digunakan
untuk menentukan arah, tinggi dan perioda dari
gelombang dominan dan gelombang ekstrem
Data gelombang digunakan untuk desain
elevasi dermaga dan bangunan laut lainnya,
Data gelombang juga digunakan untuk desain
struktur dermaga dan bangunan laut lainnya
49. Pemodelan Arus, Gelombang dan Sedimentasi
• Menggunakan program numerik, tujuannya untuk mendapatkan
gambaran lokasi studi yang lebih luas secara ruang dan waktu,
sesuai dengan waktu perencanaan.
• Salah satu program numerik yang dapat digunakan adalah
Surface Water Modeling System (SMS) dari USACE
– Arus Modul RMA2
• Input : Bathimetri, Pasang Surut
• Output : Pola Arus
– Sedimentasi Modul Sed2D
• Input : Bathimetri, Sediment Source, Output RMA2
• Output : Pola penyebaran sedimen dan sediment rate
– Gelombang Modul CGWAVE
• Input : Bathimetri, arah, periode dan tinggi gelombang
• Output : Ketinggian gelombang
50. Contoh Hasil Model Matematik Arus Pasang Surut
- Pelabuhan Cilacap, Jawa Tengah
53. Contoh Hasil Model Matematis Sedimentasi
- Pelabuhan Cilacap Jawa Tengah
54. CONTOH APLIKASI DATA HIDRO-OSEANOGRAFI TERHADAP ANALISA BATAS
KONDISI OPERASI KAPAL
1. Wave
2. Current
55. 1.8 B
LOA = Length Overall
d = Loaded Draught
B = Moulded Breadth
Contoh Data Teknis Kapal
Sumber: TECHNICAL STANDARDS AND COMMENTARIES FOR PORT AND HARBOUR FACILITIES IN JAPAN, The Overseas Coastal Area Development
Institute of Japan
55
56. Contoh penentuan syarat batas tinggi gelombang operasi di pelabuhan
56
• PIANC memberikan batasan tinggi gelombang
yang masih memungkinkan pelabuhan
beroperasi dengan aman.
• Diatas tinggi gelombang yang dijinkan
tersebut, pelabuhan dianggap berbahaya
untuk beroperasi.
• Prosentase waktu pelabuhan tidak dapat
beroperasi karena gelombang biasa disebut
dowtime.
57. Contoh perhitungan downtime dan pemilihan lokasi
57
Orientasi dermaga di Titik 1
Orientasi dermaga di Titik 2
Orientasi dermaga di Titik 3 Orientasi dermaga di Titik 4
58. CONTOH APLIKASI DATA HIDRO-OSEANOGRAFI TERHADAP ANALISA KEBUTUHAN
ALUR
2 2 2
BM BC PL add
w w w w w
BM
BC
PL
add
w lebar dasar Basic Manuevering Lane
w lebar dasar Bank Clearance
w lebar alur dasar passing lane
w lebar tambahan akibat kondisi lingkungan
Untuk two-way traffic adalah
Ship Manueverability good moderate poor
Basic 1,3B 1,5B 1,8B
Lebar alur dasar untuk Basic Manuevering Lane dapat ditentukan dari tabel berikut
(PIANC)
Lebar Bank
Clearance
Kecepatan
Kapal
Alur Tdk
terlindung
Alur
Terlindung
Alur sisi landai Cepat
Sedang
Lambat
0,7B
0,5B
0,3B
0.0
0,5B
0,3B
Alur sisi tegak Cepat
Sedang
Lambat
1,3B
1,0B
0,5B
0.0
1,0B
0,5B
Lebar alur dasar untuk Bank Clearance dapat ditentukan dari tabel berikut
(PIANC)
Lebar alur dasar
Alur Tdk
terlindung
Alur
Terlindung
Kecepatan kapal
Cepat >12 knot
Sedang 8-12 knot
Lambat
2,0B
1,6B
1,2B
0.0
1,4B
1,0B
Kepadatan Traffic
lengang
sedang
sibuk
0,0B
0,2B
0,5B
0.0
0,2B
0,4B
Lebar alur dasar untuk Passing Lane dapat ditentukan dari tabel berikut
(PIANC)
Pada perencanaan alur masuk untuk Pelabuhan, MISAL direncanakan untuk two-way traffic dengan kondisi sebagai
berikut:
(i)Ship Manueverability : Moderat (1.5 B)
(ii)Alur sisi landai, kecepatan kapal : Sedang (0.5 B)
(iii)Lebar alur paasing line, kecepatan kapal : Sedang (1.6 B) Alur tidak terlindungi
: Sedang (1.4 B) Alur terlindung
(i)Lebar alur paasing line, kepadatan traffic : Sedang (0.2 B)
No. Jenis
Ukuran Lebar Alur
Tongkang Kapal
Kapal Kapal
Lebar Kapal Tidak Terlindung Terlindung
m Rumus m Rumus m
1 Cargo 1,500 DWT 67 5.4 B 65 5.2 B 62
59. CONTOH APLIKASI DATA HIDRO-OSEANOGRAFI TERHADAP ANALISA KEBUTUHAN
KEDALAMAN
Seabad Condition Rock Bottom Medium Bottom Soft Bottom
Net underkeel clearance 1.0 0.75 0.5
Terbuka Terlindung
Alur kapal 0.3 D 0.25 D
Berthing area 0.2 D 0.15 D
Net underkeel clearance dapat ditentukan dari tabel berikut (PIANC)
Gross underkeel clearance dapat ditentukan dari tabel berikut (PIANC)
No. Jenis Komoditas
Ukuran Dimensi Kedalaman Alur
Tongkang Kapal
Kapal Kapal
Draft
Rumus m
1
Cargo 1,500 DWT 3.9
1.15 D 4.5
60. CONTOH APLIKASI DATA HIDRO-OSEANOGRAFI TERHADAP ANALISA KOLAM PUTAR
No. Tahap
Ukuran Dimensi Lebar Kolam Putar
Tongkang Kapal
Kapal Kapal
Length
Overall, m
B Rumus m
1 Cargo 1,500 DWT 62 12 1,5LOA 100.00
61. • Pemasangan Alat Bantu Navigasi (Navigational Aids)
Tujuan yang ingin dicapai dari pemasangan alat bantu navigasi ialah :
- Memberikan peringatan/tanda-tanda terhadap bahaya yang tersembunyi
seperti adanya batu karang, beting diperairan pelayaran.
- Memberi petunjuk/bimbingan agar kapal bisa berlayar dengan aman
disepanjang pantai, sungai , selat, dan alur masuk kepelabuhan.
Demikian juga pada waktu kapal merapat dan membuang jangkar.
62. • Sistem Navigasi
Sistem Alat Bantu Navigasi diatur dalam
International Maritime Organization. Di
Indonesia regulasi mengenai sistem alat bantu
navigasi diatur oleh AdPel dan Dinas
Perhubungan Laut
Sistem Navigasi ini biasa disebut Lateral
System. Dimana pada jalur navigasi, kapal
diarahkan untuk bergerak lurus dengan bantuan
beberapa alat bantu navigasi
63. • Alat Navigasi
Alat navigasi yanq digunakan antara lain :
1.Pelampung (Buoys) dan Channel markers. Pelampung dan channel markers ini digunakan
terutama untuk memberi tanda di pantai masuk pelabuhan dan alur pelayaran.
2.Lampu Suar (Beacon light). Diletakkan antara lain di pier, wharf, dolphin, dan bangunan
kelautan lainnya. Gunanya untuk memberitahukan keberadaan bangunan-bangunan tersebut.
64. • Pelampung (Buoy)
Berdasarkan kondisi di rencana area alur pelayaran, dimana penerangan cukup minim,
maka tipe buoys yang digunakan adalah light buoy. Yaitu buoy dengan penambahan lampu
khusus (Marine Lantern) dibagian atasnya dan bisa dilengkapi dengan radar reflector.
Bouy ini akan dijangkar pada suatu tempat tertentu, dengan menggunakan rantai terhubung
dengan jangkar terbuat dari blok beton yang telah dilengkapi dengan pengait.
Beberapa buoys yang akan digunakan sebagai alat bantu Navigasi adalah :
65. 1. Can Buoys (Pelampung Tangan Kiri)
Can buoys mengapung dengan lampu, dicat hijau dan diberi
nomor dengan angka ganjil dan ditempatkan disebelah kiri
alur atau sebelah kiri pintu kolam pelabuhan pada arah kapal
masuk dari laut.
2. Nun Buoys (Pelampung Tangan Kanan)
Nun buoys mengapung dengan lampu, pada bagian atas
dipasang tanda berbentuk segitiga, dicat merah dan diberi
nomor dengan angka genap. Diletakkan disebelah kanan
alur pada arah kapal masuk dari laut.
Can Buoy Nun Buoy
66. 3. Warning Buoy
Warning buoys mengapung memakai lampu tetapi biasanya tanpa lampu, pada
bagian atas berbentuk silang, dibuat dari logam, dicat dengan warna kuning.
Diletakkan pada daerah khusus di daerah dangkal yang terdapat dialur.
67. Sistem mooring pada lightbouy adalah
dengan menggunakan rantai yang
diikatkan pada jangkar terbuat dari beton
dengan berat ± 9 ton
68. • Suar (Beacon)
Suar yang akan dipasang adalah tipe tiang suar (pile beacon). Berupa lampu suar yang
diletakan pada tiang baja. Diletakan di area pelabuhan dan tepat pada garis tengah alur
pelayaran. Digunakan sebagai petunjuk bagi kapal.
69. ANALISIS GEOTEKNIK
• Interpretasi stratigrafi tanah
• Analisis daya dukung tiang tunggal
• Analisis Stabilitas Causeway
Analisis didasarkan pada:
Hasil penyelidikan tanah Lapangan
Hasil Penyelidikan Laboratorium
70. ANALISIS DAYA DUKUNG TIANGTUNGGAL
t
qp
Clay Sand
Pancang Pancang
Tiang Bor Tiang Bor
a C a C
Untuk Pancang
API
Untuk Tiang Bor
Kulhawy (1984)
Reese (1988)
0.2 N
(Meyerhof)
0.2 N – 0.24 N
(Rata2 antara
Meyerhof (1976) dan
Reese+Wright (1977)
9 C
40 N
< 1600 t/m2
N=(N1+N2)/2
7-13 N (t/m2)
< 400 (t/m2)
(Reese+Wrihgt,1977)
(Meyerhof)
Qult = 2pr S Dl t Ap qp
• AXIAL
77. Klasifikasi Tanah
Lokasi Bor
Rata-rata N-SPT Sampai 30
m
Jenis Tanah
BR-1 39 Tanah Sedang
BR-2 3 Tanah Lunak
BR-3 3 Tanah Lunak
BR-4 17 Tanah Sedang
BR-4
2
4
50
48
50
50
50
50
50
50
-25
-20
-15
-10
-5
0
0 20 40 60 80 100
HARD
SILTY
CLAY
SILTYCLAY
VERY
HARD
SILTY
Depth
(m)
N-SPT
80. Angka Keamanan Minimum Yang Umum Digunakan Di Negara Lain
Kondisi Lingkungan
Keandalan Parameter
Kurang Cukup
Temporer Permanen Temporer Permanen
Tidak ada hunian manusia 1.3 1.5 1.25 1.3
Banyak bangunan sekitar 1.5 2.0 1.3 1.5
Pengaruh Biaya dan konsekuensinya terhadap
keruntuhan lereng
Faktor ketidakpastian terhadap data-
data lapangan
Small Large
Biaya perbaikan sebanding dengan biaya konstruksi. Keruntuhan lereng tidak
membahayakan jiwa manusia atau properti lainnya.
1.25 1.5
Biaya perbaikan jauh lebih besar dibanidngkan dengan biaya konstruksi. Keruntuhan
lereng membahayakan jiwa manusia atau properti lainnya.
1.5 2.0
Angka Keamanan Minimum
81. Analisis Struktur
• Perencanaan sistem struktur dan lay-out
– Tipe Struktur; misal deck-on-pile
– Tiang pancang baja/beton, struktur atas beton
• Komponen struktur
– Dolphin (berthing dan mooring)
– Loading Platform
– Trestle / access bridge
83. Prinsip Perencanaan Struktur
• Struktur harus mampu menerima beban-beban yang
bekerja padanya tanpa mengalami kegagalan.
• Struktur harus memiliki
– Kekuatan (tegangan yang terjadi kurang dari kemampuan
maksimum struktur)
– Kekakuan (deformasi yang terjadi lebih kecil dari deformasi
maksimum)
– Kestabilan (tidak mengalami deformasi besar akibat perubahan
beban yang sedikit)
84. Beban
• Beban Mati
• Berat sendiri struktur dan peralatan yang terpasang permanen pada
struktur
• Beban Hidup
• Beban operasional struktur
• Biasanya beban merata, ditembah beban operasional khusus dari
peralatan
• Beban Berthing dan Mooring
• Beban akibat tumbukan pada saat sandar
• Beban akibat tarikan kapal yang tertambat
• Beban Lingkungan
• Gaya-gaya akibat arus, angin, gelombang
• Beban Gempa
85. Beban Berthing
• Perhitungan energi sandar kapal (fungsi dari jenis kapal
dan ukuran kapal, kecepatan, dan cara sandar)
• Pemilihan fender
• Reaksi fender menjadi beban berthing
89. Hasil Analisis Struktur
• Rasio tegangan pada elemen baja (kekuatan elemen
baja).
• Reaksi (daya dukung tanah)
• Deformasi (kekakuan struktur)
• Gaya-gaya dalam pada struktur atas (untuk perencanaan
dimensi dan penulangan struktur atas)
90. Re-Analisis
• Proses desain bersifat iteratif, analisis diulangi jika
terdapat perubahan komponen struktur.
• Perubahan dilakukan apabila:
• Tidak memenuhi persyaratan kekuatan dan/atau kekakuan
• Terlalu besar dan boros
• Hasil akhir: struktur yang kuat dan optimal / ekonomis.
91. 4. Beban Mooring dan Perencanaan Bollard
Tabel berikut menunjukkan beban mooring yang terjadi pada berbagai ukuran kapal berdasarkan OCDI.
Tabel Gaya Tarik Pada Vessel
Berdasarkan tabel diatas, dipakai beban mooring sebesar 500 kN pada masing-masing bollard.
STRUKTUR
93. • Kekuatan Tiang Pancang
Frame DesignSect DesignType Status Ratio RatioType Combo Location
Text Text Text Text Unitless Text Text m
11 SPP PLATFORM Column No Messages 0.68 PMM COMB2-4 24
14 SPP PLATFORM Column No Messages 0.65 PMM COMB2-3 24
8 SPP PLATFORM Column No Messages 0.65 PMM COMB2-3 24
17 SPP PLATFORM Column No Messages 0.65 PMM COMB2-4 24
10 SPP PLATFORM Column No Messages 0.65 PMM COMB2-4 24
9 SPP PLATFORM Column No Messages 0.64 PMM COMB2-4 24
15 SPP PLATFORM Column No Messages 0.64 PMM COMB2-3 24
16 SPP PLATFORM Column No Messages 0.64 PMM COMB2-3 24
12 SPP PLATFORM Column No Messages 0.58 PMM COMB2-3 24
18 SPP PLATFORM Column No Messages 0.55 PMM COMB2-3 24
Berikut diperlihatkan nilai rasio tegangan maksimum tiang pancang pada struktur loading platform. Seluruh tiang
pancang memiliki rasio kurang dari 1.0 dan telah memenuhi persyaratan kekuatan.
Tabel Rasio Tegangan Maksimum Tiang Pancang pada Struktur Loading Platform
1. Loading Platform
A. Hasil Analisis Struktur
96. Merupakan tipe struktur yang fleksibel dan mempunyai daya penyerapan
gelombang yang besar dan dapat menyesuaikan terhadap perubahan tanah
fundasi.
Tipe ini sangat banyak dipakai karena mudah dan sederhana.
Rubble Mound (Breakwater Miring)
Armour
Underlayer
Core
97. Rumus Stabilitas (Hudson Formula)
Rekomendasi ukuran batuan untuk masing-masing lapisan
Desain Rubble Mound
98. Material yang biasa digunakan pada Rubble Mound adalah batu dengan
berbagai ukuran sesuai dengan posisinya pada breakwater.
Atau material lain yang digunakan dalam kondisi tertentu.
101. 237
150
127
150°
610
405
462
136°
1
3
2
238
150
1
3
KOORDINAT
X
NO.
BC 1
BEACON
BC 2
KOORDINAT
X
NO.
1
3
5
CAN BUOY
7
KOORDINAT
X
NO.
2
4
6
NUN BUOY
8
KOORDINAT
X
NO.
W 1
WARNING BUOY
W 2
W 3
610122.334 111989.221
610441.279 111469.430
610325.115 111081.441
610246.070 110995.615
610034.985 111937.877
610294.759 111450.415
610217.074
610159.323 111050.318
111158.418
610370.100
610256.122
610368.386
111617.946
111596.549
111213.902
610524.795
610529.557
111237.659
111229.897
Contoh layout alat navigasi
102. • Analisis Harga Satuan
Tiang Pancang Beton Spunpile 600mm (Bottom)
Tiang Pancang Beton Spunpile 600mm (Middle)
JENIS PEKERJAAN : TIANG PANCANG BETON SPUNPILE 600 MM (BOTTOM)
HARGA SATUAN/ M : Rp 1,459,100.00
No U R A I A N SATUAN KWANTITAS HARGA SATUAN JUMLAH
1. BAHAN
- Tiang Pancang Beton CSP 600 mm (Bottom) m 1.00 1,114,000.00 1,114,000.00
- Biaya Asuransi angkutan tiang pancang % 0.00 1,114,000.00
2. UPAH & TRANSPORT
- Trailer Pengangkut oh 0.02 3,570,000.00 71,400.00
- Craw ler Crane kapasitas 100 t jam 0.20 1,368,500.00 273,700.00
Total 1,459,100.00
ANALISIS HARGA SATUAN PEKERJAAN
JENIS PEKERJAAN : TIANG PANCANG BETON SPUNPILE 600 MM (MIDDLE)
HARGA SATUAN/ M : Rp 1,507,100.00
No U R A I A N SATUAN KWANTITAS HARGA SATUAN JUMLAH
1. BAHAN
- Tiang Pancang Beton CSP 600 mm (Bottom) m 1.00 1,162,000.00 1,162,000.00
- Biaya Asuransi angkutan tiang pancang % 0.00 1,162,000.00
2. UPAH & TRANSPORT
- Trailer Pengangkut oh 0.02 3,570,000.00 71,400.00
- Craw ler Crane kapasitas 100 t jam 0.20 1,368,500.00 273,700.00
Total 1,507,100.00
ANALISIS HARGA SATUAN PEKERJAAN
Contoh analisis biaya
103. • Rencana Anggaran Biaya
Demaga 1A (Platform)
No Pekerjaan Volume Unit Harga Satuan Jumlah
B DERMAGA
i PLATFORM
1 Beton pracetak
a Pile Cap 11.97 m
3 3,612,186.59 43,241,485.61
b Balok 25.56 m
3 3,508,052.83 89,665,830.29
c Slab 34.78 m
3 3,052,594.73 106,175,960.40
d Handling 110.00 buah 545,878.20 60,046,602.00
2 Baja tulangan untuk beton pracetak 18,078.30 kg 21,667.67 391,714,638.56
3 Beton cast in situ 43.94 m
3 2,091,072.08 91,874,492.86
4 Beton Pengisi Tiang Pancang 6.07 m3 2,091,072.08 12,691,881.18
5 Baja tulangan untuk beton cast in situ 10,001.22 kg 21,667.67 216,703,164.92
6 Tiang pancang
a Tiang pancang Spunpile Bottom 336.00 m 1,459,100.00 490,257,600.00
b Tiang pancang Spunpile Middle 525.00 m 1,507,100.00 791,227,500.00
c Tranportasi ke titik pemancangan 21 titik 4,066,030.00 85,386,630.00
d Pemancangan 740.50 m 410,184.05 303,741,287.26
e Penyambungan 42 bh 908,024.00 38,137,008.00
f Pemotongan CSP 21 bh 1,083,650.00 22,756,650.00
7 Lampu penerangan 4.00 bh 16,400,000.00 65,600,000.00
TOTAL BIAYA PEKERJAAN 2,809,220,731.09
PLATFORM
Contoh analisis biaya (lanjutan)