2. DEFINISI NYERI
Mc Caffery [1968]
Mendefnisikan nyeri sebagai apa pun yang dikatakan orang
yang mengalami, kapan saja dia mengatakan hal tersebut.
Definisi ini menekankan bahwa nyeri merupakan pengalaman
subjektif yang tidak disertai dengan ukuran objektif.
Nyeri ditentukan oleh PASIEN bukan DOKTER
3. DEFINISI NYERI
International Association for the Study of Pain (IASP)
Sensasi ketidaknyamanan dan PENGALAMAN EMOSI
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan baik
potensial maupun aktual.
Pernyataan atau keluhan pasien tentang nyeri merupakan
alat paling akurat dalam menentukan nyeri
8. KOMPONEN NYERI
Perilaku strategi yang digunakan seseorang
untuk mengekspresikan
MENGHINDAR
MENGHADAPI / MENGATASI
Fisiologis mengacu pada respons fisiologis
tubuh
Nociception
Stress
9. KLASIFIKASI NYERI
a. Klasifikasi nyeri berdasarkan sumbernya, yaitu:
1. Nyeri somatik luar
Perasaan tidak nyaman dengan rangsangan dari kulit, jaringan subkutan dan
membran mukosa. Keluhan yang timbul berupa seperti sensasi terbakar,
tajam, dan dapat dilokalisasi.
2. Nyeri somatik dalam
Digambarkan sebagai nyeri tumpul (dullness) akibat stimulus pada otot,
jaringan ikat, sendi, tulang sehingga tidak dapat dilokalisasi dengan baik.
3. Nyeri viseral
Respon yang timbul akibat adanya rangsangan pada organ somatik yang
menutupinya seperti pleura, parietalis, pericardium, dan peritoneum.
10. KLASIFIKASI NYERI
b. Klasifikasi nyeri berdasarkan jenisnya (Anitescu, Benzon, & Wallace,
2017) :
1. Nyeri nosiseptif
Nyeri yang timbul akibat kerusakan jaringan somatic ataupun visceral.
Stimulasi nosiseptor akan mengakibatkan tersekresinya mediator inflamasi
dari jaringan, sel imun dan ujung saraf sensoris dan simpatik.
2. Nyeri neurogenik
Nyeri akibat adanya disfungsi primer pada sistem saraf perifer seperti lesi
pada daerah sekitar saraf perifer. Umumnya penderita akan merasakan
seperti ditusuk-tusuk disertai sensasi panas dan tidak mengenakkan pada
fungsi perabaan.
3. Nyeri psikogenik
Nyeri yang berkaitan dengan adanya gangguan pada kejiwaan seseorang yang
direpresentasikan dengan kasus depresi maupun kecemasan.
11. KLASIFIKASI NYERI
c. Klasifikasi nyeri berdasarkan waktu:
1. Nyeri akut
Keluhan yang tidak mengenakkan berkaitan dengan kerusakan jaringan
dengan durasi mendadak dengan intensitas nyeri ringan hingga berat dan
telah dialami penderita ≤ 3 bulan (PPNI, 2016)
2. Nyeri kronik
Pengalaman nyeri berkaitan dengan kerusakan aktual maupun fungsional,
yang terjadi secara lambat dengan intensitas ringan hingga berat dan konstan
yang telah dirasakan selama ≥ 3 bulan (PPNI, 2016)
12. KLASIFIKASI NYERI
d. Klasifikasi nyeri berdasarkan derajatnya :
1. Nyeri ringan dirasakan secara hilang timbul dan pada umumnya terjadi
saat melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Nyeri sedang timbul secara terus menerus dan menyebabkan
terganggunya aktivitas dan dapat hilang saat penderita beristirahat.
3. Nyeri berat dapat terjadi secara menerus sepanjang hari dan
menyebabkan penderita tidak mampu beristirahat.
13. TEORI NYERI
Menurut Asmadi (2008) Ada beberapa teori yang menjelaskan mekanisme
nyeri. Teori tersebut diantaranya :
• Teori Spesifik
Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan struktur tubuh
melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap indra perasa bersifat
spesifik, artinya saraf sensoris dingin hanya dapat diransang oleh sensasi
dingin. Menurut teori ini, timbulnya sensasi nyeri berhubungan dengan
pengaktifan ujung-ujjung serabut saraf bebas oleh perubahan mekanik,
ransangan kimia atau temperature yang berlebihan, persepsi nyeri yang
dibawa serabut saraf nyeri diproyeksikan oleh spinotalamik ke spesifik
pusat nyeri di thalamus.
14. TEORI NYERI
• Teori Intensitas
Nyeri adalah hasil ransangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap ransangan
sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat.
• Teori gate control
Teori ini menjelaskan mekanisme transisi nyeri. Kegiatannya tergantung pada
aktifitas saraf afferen berdiameter besar atau kecil yang dapat memengaruhi
sel saraf di substansia gelatinosa. Aktivitas serat yang berdiameter besar
menghambat transmisi yang artinya pintu ditutup sedangkan saraf yang
berdiameter kecil mempdermudah transmisi artinya pintu diobuka.
15. FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI NYERI
• Usia
Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu.
Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur
pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat
mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan dalam mengungkapkan nyeri
yang dialami, takut akan tindakan keperawatan yang harus di terima nantinya
(Potter & Perry, 2006).
Pada pasien lansia, perawat harus melakukan pengkajian lebih rinci ketika seorang
lansia melaporkan adanya nyeri. Seringkali lansia memiliki sumber nyeri lebih dari
satu. Terkadang penyakit yang berbeda-beda yang diderita lansia menimbulkan
gejala yang sama, sebagai contoh nyeri dada tidak selalu mengindikasikan
serangan jantung, Nyeri dada dapat timbul karena gejala arthritis pada spinal dan
gangguan abdomen. Sebagai lansia terkadang pasrah terhadap hal yang
dirasakan, menganggap bahwa hal tersebut merupakan kopnsekuensi penuaan
yang tidak bisa dihindari (Nugroho, 2010).
16. FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI NYERI
• Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam berespon
terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya yang menganggap bahwa seorang anak laki-
laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis dibandingkan anak perempuan
dalam situasi yang sama ketika merasakan nyeri. Akan tetapi dari penelitian
memperlihatkan hormon seks pada mamalia berpengaruh terhadap tingkat toleransi
terhadap nyeri. Hormon seks testosteron menaikkan ambang nyeri pada percobataan
binatang, sedangkan estrogen meningkatkan pengenalan/sensitivitas terhadap nyeri.
Pada manusia lebih komplek, dipengaruhi oleh personal, sosial, budaya dan lain-lain
(Nugroho, 2010).
17. FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI NYERI
• Budaya
Petugas kesehatan seringkali berasumsi bahwa cara yang dilakukan dan
hal yang diyakini adalah sama dengan cara dan keyakinan orang lain.
Dengan demikian, mencoba mengira klien akan berespon terhadap nyeri.
Misalnya, apabila seorang perawat yakin bahwa menangis dan merintih
mengindikasikan suatu ketidakmampuan untuk mentolerasi nyeri,
Akibatnya pemberian terapi mungkin tidak cocok untuk klien. Seorang
klien yang menangis keras tidak selalu mempersepsikan pengalaman nyeri
sebagai sesuatu yang berat atau mengharapkan perawat melakukan
intervensi (Potter & Perry, 2006).
18. FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI NYERI
• Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin
tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu
hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa
pelatihan pengurangan stress praoperatif menurunkan nyeri saat pasca operatif.
Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan
persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat
mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara
umum, cara yang efektif untuk nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri
ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2003).
19. FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI NYERI
• Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak
selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada
masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian
episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat maka ansietas
atau bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri
dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut berhasil
dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan
sensasi nyeri. Akibatnya, klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan
yang diperlukan untuk menghindarkan nyeri (Potter & Perry, 2006).
20. FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI NYERI
• Efek plasebo
Efek placebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan
lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar-benar bekerja.
Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan efek positif. Harapan
positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau
intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima pasien tentang
keefektifan intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya. Individu yang
diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti
akan mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa
medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan pasien perawat
yang positif dapat juga menjadi peran yang penting dalam meningkatkan efek plasebo
(Smeltzer & Bare, 2003).
21. FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI NYERI
• Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari
orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung
pada keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran
keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah.
Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam
menghadapi nyeri (Potter & Perry, 2006).
• Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal
yang sangat tak tertahankan. Secara terus- menerus klien kehilangan kontrol dan tidak
mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan
untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti
sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti
berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai
rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien. (Potter & Perry, 2006).
22. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN
DAN KENYAMANAN
Menurut Potter & Perry, 2006 menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi
keamanan dan keselamatan meliputi :
Emosi
Kondisi psikis dengan kecemasan, depresi, dan marah akan mudah mempengaruhi
keamanan dan kenyamanan
Status Mobilisasi
Status fisik dengan keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran
menurun memudahkan terjadinya resiko cedera
Gangguan Persepsi Sensori
Adanya gangguan persepsi sensori akan mempengaruhi adaptasi terhadaprangsangan
yang berbahaya seperti gangguan penciuman dan penglihatan
23. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN
DAN KENYAMANAN
Keadaan Imunitas
Daya tahan tubuh kurang memudahkan terserang penyakit
Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran yang menurun, pasien koma menyebabkan responterhadap
rangsangan, paralisis, disorientasi, dan kurang tidur.
Informasi atau Komunikasi
Gangguan komunikasi dapat menimbulkan informasi tidak diterima dengan baik.
Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi
sebelumnya.
24. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEAMANAN DAN KENYAMANAN
Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi
sebelumnya.
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok
Status nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah menimbulkan
penyakit, demikian sebaliknya dapat beresiko terhadap penyakit tertentu.
Usia
Pembedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia anak- anak dan
lansia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri
25. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN
DAN KENYAMANAN
Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
merespon nyeri dan tingkat kenyamanannya.
Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi
26. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAMANAN
DAN KENYAMANAN
Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
merespon nyeri dan tingkat kenyamanannya.
Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi