Tanaman katuk dapat diperbanyak dengan stek dari batang yang sudah berkayu. Kendala perbanyakan stek katuk, lamanya muncul akar dan tunas, oleh karena itu untuk memacu pertumbuhan akar dan tunas perlu diberi zat pengatur tumbuh
PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
Laporan vegetatif tanaman katuk
1. LAPORAN PRAKTIKUM
PERBANYAKAN VEGETATIF TANAMAN
Oleh:
EKAL KURNIAWAN
A.1411129
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
BOGOR
2018
2. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul
“Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Root-Up dan Urin Sapi terhadap
Pertumbuhan Stek Tanaman Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr.)”.
Laporan praktikum ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbanyakan
Vegetatif Tanaman.
Laporan ini disusun agar pembaca dapat mengetahui secara mendalam
tentang perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan berbagai sumber referensi.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada Ibu Arifah Rahayu selaku dosen mata
kuliah Perbanyakan Vegetatif Tanaman. Serta pihak-pihak terkait yang membantu
dalam menyelesaikan laporan praktikum ini.
Penyusun mengakui masih banyak kekurangan dalam laporan praktikum ini
karena keterbatasan ilmu, pengetahuan dan pengalaman. Semoga dengan laporan
praktikum ini dapat memberikan manfaat kepada penyusun khususnya dan
kepada setiap pembaca umumnya.
Bogor, Maret 2018
Penyusun
3. I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr.) termasuk kedalam famili
Euphorbiaceae, yang banyak dikonsumsi sebagai sayuran berkhasiat dan dikenal
sebagai laktogogum atau penambah air susu ibu (ASI) (Rahmanisa dan Aulianova
2016). Di Indonesia tanaman katuk biasanya dibudidayakan di pekarangan rumah
atau di kebun secara komersial dan bagian yang dapat dimanfaatkan yaitu daun
berikut bagian pucuk batang yang masih muda (Sudiarto et al. 2002). Selain untuk
penambah ASI, katuk juga banyak digunakan sebagai obat antikuman, antilemak
dan antioksidan (Santoso 2013).
Katuk termasuk kedalam sayuran indijenes (indigenous) yang merupakan
sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman
dahulu (Suryadi dan Kusmana 2004). Menurut Soetiarso (2010) sayuran indijenes
memiliki beberapa karakteristik yang cukup menjanjikan, antara lain dapat
beradaptasi baik dalam kondisi lingkungan yang relatif beragam, merupakan
alternatif sumber protein, vitamin dan mineral.
Katuk dapat tumbuh didataran rendah sampai dengan ketinggian 2100 m
diatas permukaan laut (dpl) (Sudiarto et al. 2002). Tanaman katuk dapat
diperbanyak dengan stek dari batang yang sudah berkayu. Kendala perbanyakan
stek katuk, lamanya muncul akar dan tunas, oleh karena itu untuk memacu
pertumbuhan akar dan tunas perlu diberi zat pengatur tumbuh (Silalahi et al.
2015).
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati pertumbuhan pada
stek tanaman katuk (Saoropus androgynus (L.) Merr) dengan perlakuan
menggunakan Root-Up dan Urin Sapi.
4. II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.)
Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) merupakan tanaman berupa
perdu yang tumbuh menahun berasal dari India dan Srilanka, kemudian menyebar
ke kawasan Asia Tenggara (Indonesia, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand dan
Myanmar) (Petrus 2013). Tanaman katuk dapat diklasifikasikan kedalam divisi
Magnoliophyta, kelas: Magnoliopsida, ordo: Malpighiales, famili:
Euphorbiaceae, sub-famili: Phyllanthaceae, genus: Sauropus dan spesies:
Sauropus androgynus L. (Rukmana dan Harahap 2003).
Tanaman katuk terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.
Sistem perakarannya menyebar ke segala arah dan dapat mencapai kedalaman
antara 30-50 cm (Andini 2014). Batang tanaman katuk tumbuh tegak dan berkayu.
Daun katuk merupakan daun majemuk yang berjumlah genap, berbentuk lonjong
sampai bulat dengan panjang 2-6 cm dan lebar 1.25-3 cm (Gambar 1) (Rukmana
dan Harahap 2003).
Gambar 1. Morfologi Daun Katuk
Tanaman katuk berbunga tunggal atau berkelompok tiga, keluar di ketiak
daun atau diantara satu daun dengan daun lainnya yang terdiri dari bunga jantan
dan bunga betina dalam satu tanaman (Monocius) (Gambar 2) (Sudiarto et al.
2002). Bunga jantan berbentuk seperti giwang, berwarna merah kecoklatan dan
bunga betina memiliki kelopak dan mahkotanya serupa, berwarna merah atau
kekuningan dengan bintik merah, masing-masing berjumlah 3, tipis berlepasan,
tidak mudah luruh dan tetap menempel pada buah (Santoso 2013).
5. Gambar 2. Morfologi Bunga Katuk, a) bunga jantan, b) bunga betina
Katuk dapat tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 500-1.300 m dpl
dengan pH tanah 5,5-6 (Anas et al. 2012). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi
(1998) dalam Rohmawati (2013) tanaman katuk memiliki adaptasi tropika dan
subtropika serta produktif sepanjang tahun walaupun tanaman cenderung agak
dorman pada cuaca dingin. Toleran terhadap panas, kelembaban, sensitive
terhadap dingin dan tanah salin (Rahmat dan Nurawan 1997).
2.2. Stek dan ZPT Tanaman
Stek (cutting atau stuk) adalah salah satu cara pembiakan tanaman tanpa
melalui proses penyerbukan (vegetatif) dengan menumbuhkan bagian atau
potongan batang, cabang, akar muda, pucuk dan daun tanaman (Prastowo et al.
2006). Perbanyakan tanaman dengan memakai stek diperlukan pengetahuan
mengenai berbagai jenis tanaman dan berbagai cara yang mungkin dilakukan agar
tanaman tersebut dapat diperbanyak (Aziz 2012).
Perbanyakan dengan cara stek mampu menghasilkan bibit dalam jumlah
banyak dan seragam. Hidayanto et al. (2003) menyatakan hal penting yang harus
diperhatikan sebelum melakukan stek, yaitu ukuran panjang stek yang berkaitan
dengan cadangan makanan pada stek yang dibutuhkan sebagai sumber energi
untuk perkembangan akar, tunas dan daun.
Usaha lain untuk meningkatkan produktivitas stek dapat dilakukan dengan
penggunaan hormon atau zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh (ZPT)
merupakan senyawa organik bukan hara yang mempengaruhi proses fisiologi
suatu tanaman (Widyastuti dan Tjokrokusumo 2006). Menurut Kurnianti (2012)
seringkali ZPT yang secara alami ada dalam tanaman berada di bawah optimal,
6. sehingga dibutuhkan sumber dari luar. Pemberian hormon tumbuhan (ZPT) dari
luar sistem individu disebut juga dengan hormon eksogen, yaitu dengan
memberikan bahan kimia sintetik yang dapat berfungsi dan berperan seperti
halnya hormon endogen, sehingga mampu menimbulkan rangsangan dan
pengaruh pada tumbuhan seperti layaknya fitohormon alami (Davies 2004).
7. III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum vegetatif tanaman mengenai perlakuan stek pada Katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr.) dimulai pada bulan Oktober sampai Desember
2017, yang bertempat di Kebun Prodi Agroteknologi Universitas Djuanda Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu cangkul, sekop kecil,
meteran, gunting stek, dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu batang katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr.), Root-Up, urine sapi, polibag, tanah, dan arang
sekam.
3.3. Pelaksanaan Praktikum
Media arang sekam dan tanah dicampur dan diaduk dengan perbandingan
1:1 menggunakan cangkul. Media yang telah tercampur dimasukkan ke dalam
polibag dengan ukuran diameter 15 cm dan panjang 20 cm. Bahan stek dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu bahan stek yang dicelupkan dalam zat pengatur
tumbuh Root-up, bahan stek yang direndam dalam urine sapi, dan bahan stek yang
tidak menggunakan perlakuan apapun (kontrol). Bahan yang telah siap kemudan
dimasukkan kedalam polibag, masing-masing polibag berisi 3-4 bahan stek.
Bahan stek disimpan dalam naungan berbahan plastik UV untuk menjaga
kelembapan dan intensitas cahaya pada tanaman.
8. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum
Praktikum berlangsung dari bulan Oktober sampai Desember 2017 di
lahan percobaan Program Studi Agroteknologi Universitas Djuanda Bogor. Lahan
percobaan Program Studi Agroteknologi berlokasi di Kecamatan Ciawi.
Kecamatan Ciawi berada di kaki Gunung Pangrango dan Gunung Gede serta
Gunung Salak yang memiliki jenis tanah andosol (Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian 2014).
Tanaman yang dipilih untuk bahan stek diambil dari tanaman yang sehat
dan bebas dari penyakit. Bahan stek yang digunakan yaitu bagian batang atas,
batang tengah dan batang bawah. Stek ditanam dalam media berupa tanah dan
arang sekam yang sudah diaduk.
Bahan stek yang sudah ditanam disimpan di dalam naungan berupa
kerangka plastik UV yang berguna untuk menjaga kestabilan lingkungan, sinar
matahari langsung dan air hujan yang berlebih. Akan tetapi selama di dalam
naungan sebagian tanaman mengalami kekeringan akibat kekurangan air. Pada
minggu ke 4 setelah tanam, sebagian tanaman mulai mengalami kematian.
4.2. Hasil dan Pembahasan
Pada praktikum perbanyakan stek katuk parameter yang diamati berupa
jumlah stek tumbuh, stek berakar, jumlah dan panjang akar/stek, jumlah dan
panjang tunas pada berbagai perlakuan (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil pengamatan stek tanaman katuk dengan berbagai perlakuan
Parameter
Perlakuan
Urin Sapi ZPT Root-Up Kontrol
(1) (2) (3) (1) (2) (3) (1) (2) (3)
Persentase stek tumbuh 4 4 3 3 4 4 4 4 4
Persentase stek berakar 4 4 3 3 4 4 4 4 4
Jumlah akar 23 32 41 93 83 65 38 30 30
Panjang akar 6 11 11 8 8 8 11 9 11
Jumlah tunas 1 1 1 1 1 11 2 1 1
Panjang tunas 2 1 2 2 10 3 1 1 2
9. Hasil pengamatan persentase stek tumbuh pada perlakuan ZPT Root-Up
menunjukkan hasil yang sama baik dengan perlakuan urin sapi dan kontrol, hal ini
menyatakan hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan. Hasil yang
sama juga ditunjukkan pada persentase stek berakar. Jumlah akar dan panjang
akar yang paling baik dihasilkan dari perlakuan ZPT Root-Up (Gambar 3).
Menurut Suprapto (2004), pemberian zat pengatur tumbuh pada bagian
tumbuhnya akar tidak hanya menambah panjang akar, tetapi juga memperbanyak
akar lateral.
Gambar 3. a) stek katuk dengan perlakuan ZPT Root-Up
b) stek katuk dengan perlakuan urin sapi
c) stek katuk tanpa perlakuan (kontrol)
Persentase jumlah akar dan panjang akar pada perlakuan urin sapi dan
kontrol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Prihastanti et al. (2012)
menyatakan, faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dari stek batang
tanaman, antara lain suhu, intensitas cahaya matahari, serta pengaruh dalam
perawatan stek yaitu penyiraman. Hal ini memungkinkan akar tidak dapat tumbuh
karena cekaman lingkungan.
Jumlah tunas dan panjang tunas yang paling baik ditunjukkan pada
perlakuan ZPT Root-Up. Hal ini diduga ZPT akan merangsang pertumbuhan
suatu tanaman dalam membantu pembentukan fitohormon yang ada didalam
tanaman dan menggantikan fungsi dan peran hormon. Menurut Ramadan et al.
(2016) penggunaan zat pengatur tumbuh perlu diperhatikan konsentrasinya, zat
pembawanya, waktu penggunaan dan bagian tanaman yang diperlukan.
10. V. KESIMPULAN
Pada praktikum perbanyakan tanaman katuk secara stek dengan berbagai
perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Persentase jumlah akar
dan panjang akar yang menunjukkan hasil paling baik dihasilkan oleh perlakuan
ZPT Root-Up.
11. DAFTAR PUSTAKA
Anas D, Susila, Syukur M, dan Dharma. 2012. Tanaman Sayuran Indigenous.
Bogor: Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB.
Andini D. 2014. “Potential of katuk leaf (Sauropus Androgynus L. Merr) as
aphrodisiac.” Journal Majority 3(7): 17-22.
Aziz S A. 2012. Perbanyakan Tanaman Dengan Memakai Setek. Bogor:
Southeast Asian Food And Agricultural Science and Technology.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2014. Tanah Andosol di
Indonesia Karakteristik, Potensi, Kendala, dan Pengelolaannya Untuk
Pertanian. Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Kementerian Pertanian.
Davies F. 2004. Plant Hormones in Plant Plant Hormones in Plant Propagation.
Texas: Texas A&M University.
Hidayanto M, Nurjanah S, dan Yossita. 2003. “Pengaruh panjang stek akar dan
konsentrasi natriumnitrofenol terhadap pertumbuhan stek akar sukun
(Artocarpus communis F.).” Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian 6(2): 154-160.
Kurnianti N. 2012. Hormon tumbuhan atau zpt (zat pengatur tumbuh). Tani Jogo
Negoro [Internet]. [Diakses pada 2018 Februari 15]. Tersedia pada:
www.tanijogonegoro.com/2012/11/hormon-tumbuhan-atau-zpt-zat-
pengatur.html
Petrus A. 2013. “Sauropus androgynus (L.) Merrill-A potentially nutritive
functional leafy-vegetable.” Asian Journal of Chemistry 25(17): 9425-
9433.
Prastowo N H, Roshetko J M, Maurung G, dan Nugraha. 2006. Tehnik
Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah. Bogor: World
Agroforestry Centre (ICRAF) dan Winrock International.
Prihastanti E, Jinus, dan Haryanti S. 2012. “Pengaruh zat pengatur tumbuh (ZPT)
Root-Up dan super GA terhadap pertumbuhan akar stek tanaman
jabon (Anthocephalus candamba Miq).” Jurnal Sains dan Matematika
20(2): 35-40.
Rahmanisa S, dan Aulianova T. 2016. “Efektivitas ekstraksi alkaloid dan sterol
daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap produksi ASI.” Majority
5(1): 117-121.
Rahmat E M, dan Nurawan A. 1997. “Pengaruh zat pengatur tumbuh 2,4-D dan
pemupukan nitrogen terhadap pertumbuhan tanaman katuk (Sauropus
androgynus Merr.).” Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3(3): 20-21.
12. Ramadan V R, Kendarini N, dan Ashari S. 2016. “Kajian pemberian zat pengatur
tumbuh terhadap pertumbuhan stek tanaman buah naga (Hylocereus
costaricensis).” Jurnal Produksi Tanaman 4(3): 180-186.
Rohmawati I. 2013. “Penentuan dosis pemupukan N, P dan K pada budidaya
katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.).” [Tesis]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Rukmana R, dan Harahap I M. 2003. Katuk : Potensi dan Manfaatnya.
Yogyakarta: Kanisus.
Santoso U. 2013. Katuk Multi Khasiat. Bengkulu: BPFP UNIB.
Soetiarso. 2010. “Sayuran indigenous alternatif sumber pangan bernilai gizi
tinggi.” Iptek Hortikultura 6(1): 1-6.
Sudiarto, Maslahah N, dan Sukmajaya D. 2002. “Pengaruh pupuk organik
terhadap pertumbuhan dan produksi katuk (Sauropus androgynus (L)
Merr.).” Jurnal Littri 8(3): 77-82.
Suprapto A. 2004. “Auksin : zat pengatur tumbuh penting meningkatkan mutu
stek tanaman.” Jurnal Pertanian 21(1): 81-90.
Suryadi dan Kusmana. 2004. Mengenal Sayuran Indijenes. Bandung: Balitsa.
Widyastuti N, dan Tjokrokusumo D. 2006 “Peranan beberapa zat pengatur
tumbuh (ZPT) tanaman pada kultur in vitro.” Jurnal Sains dan
Teknologi BPPT 3(5): 55-63.