SlideShare a Scribd company logo
1 of 60
Download to read offline
PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH (SINTETIK DAN ALAMI) DAN
VARIETAS KRISAN (Chrysanthemum morifolium R.) DALAM
MENGHASILKAN STEK KRISAN YANG BERKUALITAS
SKRIPSI
A. 0910474
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2013
PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH (SINTETIK DAN ALAMI) DAN
VARIETAS KRISAN (Chrysanthemum morifolium R.) DALAM
MENGHASILKAN STEK KRISAN YANG BERKUALITAS
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Agroteknologi pada Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor
A. 0910474
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2013
“Dialah yang menjadikan matahari dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu), Allah tidak menciptakan
yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada
pertukaran malam dan siang itu dan pada yang diciptakanAllah di langit dan di
bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang
bertakwa”.
(Q.S. Yunus: 5-6)
Skripsi ini kupersembahkan untuk
Ayah dan Ibunda tercinta
Judul Skripsi : Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (Sintetik Dan Alami)
Dan Varietas Krisan (Chrysanthemum Morifolium R.)
Dalam Menghasilkan Stek Krisan Yang Berkualitas
Nama :
NIM : A.0910474
Program Studi : Agroteknologi
Jurusan : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian
Disetujui :
Ir. Setyono, M.Si
Pembimbing I
Dr. Drs. Budi Winarto, M.Se
Pembimbing II
Disahkan
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Djuanda Bogor
(Dr. Ir. Elis Dihansih, M.Si)
NIP 19639591 1989032002
Tanggal Lulus : .... Oktober 2013
ABSTRACT
A.0910474 . " Effect of plant growth regulator ( synthetic and natural ) and
varieties of Chrysanthemum ( Chrysanthemum morifolium R. ) in
Chrysanthemum cuttings Generate Qualified " . Under the guidance :
Setyono and Budi Winarto .
This study aims to obtain quality seeds, and speed up the rooting to the
treatment plant growth regulator (PGR) synthetic and naturally in some varieties
of chrysanthemum (Chrysanthemum morifolium R.). research results are expected
to be an alternative method of using plant growth regulator effective and
environmentally friendly. The research was conducted from March to April 2013
at the Research Institute of Ornamental Plants (Balithi). The study design used
completely randomized design (CRD) factorial design. The first factor is the type
of plant growth regulator which consists of four levels ie Z0 = control, Z1 =
indole acetic acid (IAA), Z2 = naphthalene acetic acid (NAA), Z3 = Urine
pregnant cow, and Z4 = Cow urine is not pregnant. The second factor is the type
of chrysanthemum varieties which consists of four levels ie B1 = type Puspita
Rainbow spray, spray-type B2 = Puspita Nusantara, B3 = standard type Sakuntala,
and B4 = standard type Pasopati. The results of the study did not show any real
influence factor chrysanthemum varieties (B) and the type of plant growth
regulator (Z) to the percentage of live cuttings, rooted cuttings percentage and
percentage of cuttings sprout. PGR treatment of pregnant cow urine (Z3) shows
the cuttings root growth and shoot length on the age of the plant (5-10 HST)
better. Growth cuttings root length, number of primary root and shoot length on
the age of the plant cuttings (7-10 HST) varieties of chrysanthemum cuttings
Psopati (B4) is better. The influence of the type of PGR and chrysanthemum
varieties found only in the number of secondary roots, root diameter and length of
the shoot cuttings at age 11 HST.
Keywords: Chrysanthemum morifolium R., type of plant growth regulator (PGR)
natural and synthetic.
ABSTRAK
A.0910474. “Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (Sintetik dan Alami) dan
Varietas Krisan (Chrysanthemum morifolium R.) dalam Menghasilkan Stek
Krisan yang Berkualitas”. Dibawah bimbingan: Setyono dan Budi Winarto.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bibit yang berkualitas, dan
mempercepat perakaran dengan perlakuan zat pengatur tumbuh (ZPT) sintetik dan
alami pada beberapa varietas krisan (Chrysanthemum morifolium R.). hasil
penelitian diharapkan dapat menjadi alternatif metode penggunaan ZPT yang
efektif dan ramah lingkungan. Penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai
dengan April 2013 di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI). Rancangan
penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor
pertama adalah jenis ZPT yang terdiri atas empat taraf yaitu Z0 = kontrol, Z1 =
Asam indol asetat (IAA), Z2 = Asam naftalen asetat (NAA), Z3 = Urin sapi
bunting, dan Z4 = Urin sapi tidak bunting. Faktor kedua adalah tipe varietas
krisan yang terdiri dari empat taraf yaitu B1 = tipe spray Puspita Pelangi, B2 =
tipe spray Puspita Nusantara, B3 = tipe standard Sakuntala, dan B4 = tipe
standard Pasopati. Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata
faktor varietas krisan (B) dan jenis ZPT (Z) terhadap persentase stek hidup,
persentase stek berakar dan persentase stek bertunas. Perlakuan ZPT urin sapi
bunting (Z3) menunjukkan pertumbuhan akar stek dan panjang tunas pada umur
tanaman (5-10 HST) lebih baik. Pertumbuhan panjang akar stek, jumlah akar
primer dan panjang tunas stek pada umur tanaman (7-10 HST) stek krisan varietas
Psopati (B4) lebih baik. Pengaruh antara jenis ZPT dan varietas krisan hanya
terdapat pada jumlah akar sekunder, diameter akar, dan panjang tunas stek pada
umur 11 HST.
Kata kunci : Chrysanthemum morifolium R., jenis zat pengatur tumbuh (ZPT)
alami dan sintetik.
RINGKASAN
A.0910474. “Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (Sintetik dan Alami) dan
Varietas Krisan (Chrysanthemum morifolium R.) dalam Menghasilkan Stek
Krisan yang Berkualitas”. Dibawah bimbingan: Setyono dan Budi Winarto.
Seiring dengan peningkatan kesejahteraan penduduk di Indonesia, maka
kebutuhan tanaman hias juga meningkat. Untuk meiningkatkan ketentraman jiwa
orang mulai memikirkan nilai estetika atau keindahan yang segar dan alami.
Kehadiran tanaman hias di rumah-rumah, hotel, perkantoran, dan taman-taman
kota menjadi indikatornya. Disamping estetika, tanaman hias juga digunakan
sebagai bahan dasar minyak wangi, kosmetik dan obat-obatan. Penggunaan dan
pemanfaatan tanaman hias yang multifungsi membuat tanaman hias menjadi satu
bidang usaha yang prospektif dan perlu dikelola secara profesional, keadaan
demikian dampaknya nyata pada permintaan bunga potong dan bunga pot
terutama di kota-kota besar. Untuk meningkatkan produktivitas tersebut dengan
cara yang efesien, zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan salah satu alternatif
yang berguna untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan stek tanaman
krisan. ZPT sintetik maupun alami mempunyai daya guna yang sama, yaitu
merangsang proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan
menggiatkan terjadinya proses-proses biokimia dan fisiologi tanaman.
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu mulai dari 2 Maret sampai
dengan 30 April 2013, betempat di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALTHI)
Ciherang, Jawa Barat.
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola faktorial 5 x 4, sehingga terdapat 20 kombinasi perlakuan. Pada setiap
perlakuan dilakukan ulangan 3 kali sehingga terdapat 60 satuan percobaan, setiap
satuan percobaan ditanam 20 stek sehingga terdapat 1200 amatan.
Rata-rata kelembaban relatif (RH) selama penelitian berkisar antara
52,38% - 62%, suhu rata-rata antara 27 o
C – 32 o
C dan intensitas cahaya berkisar
14453,74 lux – 31123,80 lux. Menurut Gunawan (2006) pembentukan akar pada
stek memerlukan kelembaban antara 80% - 90%. Suhu udara yang tepat untuk
merangsang pembentukan akar primordial untuk setiap jenis tanaman berbeda-
beda (Rochiman dan Harjadi 1973). Suhu lingkungan ang baik untuk merangsang
pembentukan akar adalah 21o
C - 27o
C.
Secara umum stek krisan yang diberi perlakuan ZPT urin sapi bunting
(Z3) menunjukkan pengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan panjang akar stek
dan panjang tunas (pada umur tanam 5-10 HST). Stek krisan dengan varietas
Pasopati (B4) menunjukkan pertumbuhan lebih baik terhadap panjang akar stek,
jumlahakar primer dan panjang tunas (pada umur tanaman 7-10 HST). Secara
umum pengaruh interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan hanya terdapat pada
jumlah akar sekunder, diameter akar stek dan panjang tunas stek pada umur 11
HST.
Hasil dari penelitian bahwa semua ZPT dan semua varietas krisan mampu
menghasilkan stek yang berkualitas, dengan demikian urin sapi dapat menjadi
ZPT yang efektiof dan ramah lingkungan sebagai alternatif dari ZPT sintetik.
RIWAYAT HIDUP
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan
judul “Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (Sintetik dan Alami) dan Varietas
Krisan (Chrysanthemum Morifolium R.) dalam Menghasilkan Stek Krisan
yang Berkualitas.” Benar-benar karya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai
karya ilmiah pada perguruan tinggi atau dipublikasikan di lembar manapun.
Sumber referensi dari kutipan karya penulis lain dilakukan dengan benar dan
disebutkan dalam teks dan daftar pustaka.
Bogor, 23 Oktober 2013
A.0910474
PRAKARTA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya keapada Allah SWT yang
maha memberi rahmat dan anugerah, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini. Berawal dari keterkaitan penulis terhadap aplikasi teknik stek dalam
perbanyakan tanaman secara vegetatif yang lebih cepat dengan hasil lebih banyak
dan seragam, membuat penulis ingin memperdalam teknik stek dan mewujudkan
dalam judul skripsi. Penulis menyadari bahwa pengaetahuan ilmu mengenai
teknik stek yang dimilikinya masih sangat terbatas, sehingga tugas akhir yang
disusunnya masih sangat jauh dari sempurna.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian
studi di Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Setyono, M.Si dan Bapak Dr. Drs. Budi Winarto, M.Sc. Sebagai
pembimbing atas semua bimbingan, nasehat, kritikan dan saran selama
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Pimpinan Balai Penelitian Tanaman Hias (BALTHI) Jl. Raya Ciherang –
Pacet, Cianjur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian di instansi BALITHI.
Saya menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran kami harapkan bagi perbaikan hasil penelitian ini.
Bogor, 23 Oktober 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam perjalanan penyelesaian skripsi ini, saya menyadari banyak pihak
yang membantu baik moril, materil maupun doanya. Oleh karena itu pada
kesempatan ini saya sampaikan terima kasih kepada :
1. Gubernur Jawa Barat yang telah memberikan Beasiswa ke Jenjang
Pendidikan Stara 1 (S1) di Universitas Djuanda Bogor.
2. Ibu Dr. Ir. Elis Dihansih, M.Si, Dekan Fakultas Pertanian, Universitas
Djuanda.
3. Ibu Dr. Ir. Arifah Rahayu, M.Si, Ketua Jurusan Agroteknologi, Fakultas
Pertanian.
4. Seluruh staf maupun karyawan Balai Penelitian Tanaman Hias (BAITHI),
Jl. Raya Ciherang – Pacet, Cianjur dan Unit Pengelola Benih Sumber
(UPBS) Tanaman Hias Lanbow – Cipanas yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini.
5. Seluruh staf sekretariat Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor.
6. Ayahanda dan Ibu tercinta, serta kakak-kakak dan adik untuk semua doa,
pengorbanan, semoga Allah senantiasa melindungi dan memuliakannya.
7. Sahabat-sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang
selalu memberi masukan dan dukungan.
8. Teman-teman angkatan 2009 dan adik-adik kelas yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
9. Semua pihak yang secara lansung maupun tidak langsung telah membantu
dalam proses kuliah, praktikum dan penelitian.
Penulis berharap semoga karya tulis yang sederhana ini dapat memberi
manfaat bagi yang membutuhkannya dan semoga kita semua selalu berada dalam
lindungan Allah SWT. Aamiin.
Bogor, Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRACT ...............................................................................................
ABSTRAK ..................................................................................................
RINGKASAN..............................................................................................
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................
PERNYATAAN .........................................................................................
PRAKATA .................................................................................................
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR TABEL ......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1.2 Identifikasi Masalah ...................................................................
1.3 Tujuan ........................................................................................
1.4 Hipotesis Penelitian ....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
2.1 Tanaman Krisan .........................................................................
2.2 Stek ............................................................................................
2.3 Media .........................................................................................
2.4 Zat Pengatur Tumbuh .................................................................
2.5 Urine Sapi ..................................................................................
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN ....................................
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
3.2 Bahan dan Alat ...........................................................................
3.3 Metode Penelitian .......................................................................
3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................
4.1 Keadaan Umum ..........................................................................
4.2 Hasil Pengamatan .......................................................................
4.3 Pembahasan ................................................................................
BAB V PENUTUP ......................................................................................
5.1 Kesimpulan ................................................................................
5.2 Saran ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................................
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Bentuk bunga krisan berdasarkan susuanan dan jumlah mahkota
bunga ...............................................................................................
2. Beberapa sifat urin sapi sebelum dan sesudah difermentasi ...............
3. Kandungan hara beberapa jenis kotoran hewan .................................
4. Waktu pembentukan akar .................................................................
5. Persentase stek tumbuh krisan umur 1 MST – 2 MST .......................
6. Persentase stek berakar krisan umur 1 MST – 2 MST .......................
7. Persentase stek berakar krisan umur 1 MST – 2 MST .......................
8. Panjang akar stek krisan ...................................................................
9. Jumlah akar primer stek krisan .........................................................
10. Jumlah akar sekunder stek krisan ......................................................
11. Diameter akar stek krisan pada perlakuan ZPT .................................
12. Hasil sidik ragam pengaruh ZPT dan tipe krisan terhapad panjang
tunas akar stek krisan ........................................................................
13. Panjang tunas stek krisan umur 5 – 10 HST ......................................
14. Panjang tunas stek krisan umur 11 HST ............................................
15. Panjang tunas stek krisan umur 12 HST ............................................
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Sidik ragam waktu pertumbuhan akar stek .......................................
2. Sidik ragam persentase stek tumbuh krisan ......................................
3. Sidik ragam persentase stek berakar krisan ......................................
4. Sidik ragam persentase stek bertunas krisan .....................................
5. Sidik ragam panjang akar stek krisan ...............................................
6. Sidik ragam jumlah akar primer stek krisan .....................................
7. Sidik ragam jumlah akar sekunder stek krisan .................................
8. Sidik ragam diameter akar stek krisan ..............................................
9. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 05 HST .......................
10. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 06 HST .......................
11. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 07 HST .......................
12. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 08 HST .......................
13. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 09 HST .......................
14. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 10 HST .......................
15. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 11 HST ........................
16. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 12 HST ........................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan peningkatan kesejahteraan penduduk di Indonesia, maka
kebutuhan tanaman hias juga meningkat. Untuk meningkatkan ketentraman jiwa
orang mulai memikirkan nilai estetika atau keindahan yang segar dan alami.
Kehadiran tanaman hias di rumah-rumah, hotel, perkantoran, dan taman-taman
kota menjadi indikatornya. Di samping estetika, tanaman hias juga digunakan
sebagai bahan dasar minyak wangi, kosmetik, dan obat-obatan. Penggunaan dan
pemanfaatan tanaman hias yang multifungsi membuat tanaman hias menjadi satu
bidang usaha yang prospektif dan perlu dikelola secara profesional. Keadaan
demikian dampaknya pada permintaan bunga potong dan bunga pot terutama di
kota-kota besar. Permintaan pasar yang tinggi akan produk bunga potong,
termasuk krisan menjadikan usaha tanaman hias mempunyai prospek yang cerah
untuk dikembangkan baik pada saat ini maupunyang akan datang (Balai Penelitian
Tanaman Hias 2000).
Menurut rukman dan Mulyana (1997), usaha produk krisan di Indonesia
dihadapkan pada beberapa kendala, antara lain ketergantungan pada bibit luar
negri seperti Belanda, Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang yang harganya mahal.
Selain itu, bila tanaman akan diperbanyak perlu membayar royalti 10% dari harga
jual tiap tangkainya. Kondisi tersebut menyebabkan harga jual bibit tinggi dan
menurunkan keuntungan petani atau pengusaha tanaman krisan. Masakah lain
adalah degenerasi bibit, yaitu penurunan mutu benih sejalan dengan bertambahnya
umur tanaman induk dan rendahnya mutu bibit yang dihasilkan. Hal ini
dikernakan tanaman krisan diperbanyakdengan stek pucuk mauoun anakan
(Rukman dan Mulyana 1997). Untuk menghindari atau mengurangi degenerasi
benih, produsen dituntut agar memperbarui tanaman induk secara periodik bila
gejala degenerasi mulai tampak. Oleh karena itu, pengembangan varietas yang
telah dihasilkan oleh pemulia tanaman dan penerapan teknik perbanyakan yang
tepat di harapkan dapat mengatasi masalah tersebut.
Untuk meningkatkan produktivitas tersebut dengan cara yang efisien, zat
pengatur tumbuh (ZPT) merupakansalah satu alternatif yang berguna untuk
memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman krisan. ZPT sintetik
maupun alami mempunyai daya guna yang sama, yaitu merangsang proses
pertumbuhandan perkembangan tanaman dengan menggiatkan terjadinya proses-
proses biokimia dan fisiologi tanaman.
Penggunaan ZPT sintetik cukup populer pada saat ini. Terutama untuk
tanaman bernilai ekonomi tinggi atau pada pembibitan tanaman. ZPT alami yang
terdapat dalam urin sapi perlu dipertimbangkan penggunaannya, karena mudah
didapat, murah harganya serta mudah penggunaannya. Auksin yang terkandung
dalam urin sapi terdiri dari auksin-a (aukentriollic acid), auksin-b dan auksin lain
(hetero auksin) yang merupakan IAA (Indol Acetic Acid). Auksin tersebut berasl
dari berbagai zat yang terkandung dalam protein hijauan dari makanan ternak
(Hadisuito 2007). Di dalam tubuh ternak auksin tidak terurai, sehingga
dikeluarkan sebagai filtrat bersama dengan urin yang mengeluarkan zat spesifik
yang mendorong perakaran. Urin ternak secara terbatas dapat menggantikan
fungsi ZPT sintetik yang diperlukan untuk memacu berakarnya stek krisan. ZPT
dari kelompok auksin dapat meningkatkan peresentase stek yang berakar serta
meningkatkan jumlah dan kualitas akar yang terbentuk (Hartman dan Kester
1983).
Berdasarkan hal tersebut di atas perlu dilakuka penelitian untuk mengetahui
pengaruh zat pengatur tumbuh sintetik dan alami terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman bunga kristan.
1.2 Identifikasi Masalah
Untuk memenuhi produsen kristan di dalam negeri yang semakin meningkat,
penyediaan bibit dalam jumlah besar sangat di perlukan. Perbanyakan bibit
dengan cara vegetatif melalui stek adalah salah satu alternatif yang diharapkan
dapat mengatasi kebutuhan bibt secara cepat (Gunawan 1992). Stek merupakan
salah satu cara perbanyakan vegetatif. Menurut Denis (1979), stek adalah
pemotongan atau pemisahan bagian dari tanaman (akar, batang, daun dan tunas)
dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut membentuk akar. Dari pengertian ini,
maka stek digolongkan berdasarkan bagian tanaman yang dipotong, yaitu stek
akar, stek batang dan stek daun.perbanyakan dengan stek sangat sederhana dan
tidak memerlukan teknik yang rumit. Prinsip dasarnya hanya memotong untuk
menghasilkan jaringan kambium tempat akar akan tumbuh (Adams, 1995).
Keuntungan perbanyakan stek yang lain adalah bahan stek yang dibutuhkan
hanyasedikit tetapi dapat menghasilkan bibit tanaman yang banyak, tanaman yang
dihasilkan mempunyai persamaan dalam umur, ukuran dan sifat tanaman yang
dihasilkan sama dengan induknya, serta dapat diperoleh tanaman yang sempurna
(mempunyai akar, batang dan daun) dalam waktu yang relatif singkat (Wudianto,
2002). Sedangkan Hatman, Kester dan Davies (1990) mengemukakan beberapa
segi positif dari perbanyakan cara stek, yaitu tidak memerlukan tenaga terlatih,
dapat dilakukan secara massal, tidak mengalami kemungkinan pengaruh buruk
batang bawah, kemurnian klon lebih terjamin dan masa juvenil dapat diperpendek.
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam
kondisi rendah yang dapat mendukung, menghambat, dan mengubah pertumbuhan
dan perkembangan tanaman secara kuantitatifmaupun kualitatif (Moore 1979).
Hatman da Kester (1978) menambahkan bahwa zat pengatur tumbuhan adalah
salah satu bahan sintetik atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses
fisiologis. ZPT dalam tanaman terdiri atas lima kelompok yaitu auksin, giberelin,
sitokinin, etilen dan inhibitor dengan ciri khas sertra pengaruh yang berlainan
terhadap proses fisiologis (Sriyanti dan Wijayani 1994).
ZPT alami yang terdapat dalam urin sapi perlu dipertimbangkan
penggunaannya, karena mudah didapat, muah harganya serta mudah
penggunannya. Auksin yang terkandung dalam urin sapi terdiri auksin-a
(aukentriollic acid), auksin-b dan auksin lain (hetero auksin) yang merupakan IAA
(Indol Acetic Acid). Auksin tersebut berasal dari berbagai zat yang terkandung
dalam protein hijauan dari makanannya (Hadisuwito 2007). Karena auksin tidak
terurai dalam tubuh maka auksin dikeluarkan sebagai filtrat bersama bersama
dengan urin yang mengeluarkan zat spesifik yang mendorong perakaran. Urin
ternak secara terbatas dapat menggantikan fungsi ZPT sintetik yang di perlukan
untuk memacu berakarnya stek krisan. ZPT dari kelompok auksin dapat
meningkatkan persentase stek yang berakar serta meningkatkan jumlah dan
kualitas akar yag terbentuk (Hatman dan Kester 1983).
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitia ini adalah memperoleh bibit yang berkualitas, dan
mempercepat perakaran dengan perlakuan ZPT alami dan sintetik. Hasil
penelitian diharapkan dapat menjadi alternatif metode penggunaan zat pengatur
tumbuh (ZPT) yag efektif dan ramah lingkungan.
1.4 Hipotesis Penelitian
1. Terdapat pengaruh ZPT terhadap pertumbuhan akar stek krisan
(Chrysanthemum morifolium R).
2. Terdapat respon pengakaran yang berbeda pada beberapa varietas krisan
(Chrysanthemum morifolium R).
3. Terdapat pengaruh interaksi antara ZPT dengan varietas bunga krisan
terhadap pengakaran stek krisan (Chrysanthemum morifolium R).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Krisan
2.1.1 Daerah Asal dan Penyebarann
Bunga kristan atau seruni bukan tanaman asal Indonesia. Berdasarkan
penelusuran yang dilakukan oleh para ahli botani disimpulkan pusat keaneka
ragaman krisan terdapat asal di dataran Cina. Rintisan budidaya krisan sebagai
tanaman hias terjadi di Cina sekitar 2000 tahun yang lalu. Namun jenis atau
varietas krisan yang dikembangkan di Cina, ternyata berasal dari Jepang (Smith
dan Laurie 1928).
Pembudidayaan bunga krisan sudah lama dikenal di daerah pegunungan
misalnya di Cipanas dan Cianjur. Menurut Soekartawi (1996), usaha ini
dijalankan oleh petani bunga di Cipanas sejak zaman penjajahan Belanda.
Varietas bunga krisan yang bisa ditanam di Indonesia terdiri atas krisan lokal,
krisan introduksi (krisan modern atau krisan hibrida) dan varietas yang dihasilkan
oleh Balai Penelitian Tanaman Hias (Soekartawi 1996).
Hingga kini belum ditemukan data atau informasi yang pasti tentang waktu
pertama kali introduksi krisan ke Indonesia. Namun, beberapa literatur
menyebutkan bahwa pada tahun 1800 krisan mulai dikoleksi di Indonesia, sejak
tahun 1940 krisan dikembangkan sebagai tanaman hias potensial dan sekarang
diusahakan secara komersial (Rukman dan Mulyana 1997).
2.1.2 Botani dan Morfologi
Menurut Holmes (1993) botani krisan dapat dikelompokkan ke dalam :
Kingdom Plantae, diviso Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, kelas
Dicotyledonae, ordo Asterales, famili Asteraceae, genus Chrysanthemum, species
Chrysanthemum morifolium.
Krisan mempunyai banyak (lebih dari 1000) species. Menurut Rukman
dan Mulyana (1997) beberapa species krisan yang dikenal antara lain adalah C.
Daisy, C. indicum, C. coccineum, C. frustescens, C. maximum, C hornorum, dan
C. parthenium. Varietas krisan yang banyak ditanam di Indonesia umumnya
diintroduksi dari luar negeri, terutama dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang.
Bunga krisan terdiri dari beberapa varietas di antaranya White Fiji, Yellow Fiji,
Holday, Alousi, Astro, Snowdon White, Cassandra, dan pingpong. Bentuk bunga
krisan dibedakan atas 13 kategori berdasarkan susunan dan jumlah mahkota bunga
(Laurie and Kenard 1979). Bunga krisan spray terdiri atas varietas Puma, Yellow
Puma, White Regent, Town talk, heidi Yellow, Heidi White, Zroland, Pompon,
Soraya, Wendi, Caymano, dan Casablanca (Isabella 2003).
Krisan tumbuh menyemak dengan daur hidup sebagai tamanan semusim
ataupun tahunan, dan tunbuh tegak dengan batang yang lunak dan berwarna hijau.
Ciri khas tanaman krisan dapat diamati pada bentuk daun, yaitu bagian tepi dari
daun memiliki celah dan bergerigi dan tersusun dengan berselang seling pada
batang. Bunga krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam
tangkai berukuran pendek sampai panjang, serta termasuk bunga lengkap. Bunga
krisan merupakan bunga majemuk yang terdiri atas bunga pita dan bunga tabung.
Pada bunga pita terdapat bunga betina (pistil), sedangkan bunga tabung terdiri atas
bunga jantan dan bunga betina (biseksual) dan biasanya fertil (Kopranek 1980).
Bentuk bunga beraneka macam, tetapi organisasi pencinta krisan, Nasional
Chrysanthemum Society (NSC) mengklasifisikannya kedalam 13 kategori
berdasarkan susunan dan jumlah mahkota bunga, sebagaimana disajikan dalam
Tabel 1. Bentuk bunga krisan berdasarkan susuanan dan jumlah mahkota bunga.
No. Bentuk Bunga Ciri khas, susunan dan mjumlah mahkota bunga
1. Single Pada tiap tangkai hanya terdapat 1 kuntum bunga dan
susunan mahkota bunga hanya 1 lapis petal.
2. Semi-double Mahkota bunga (corolla) tersusun dari 5 lapis petal.
3. Spoon Helai bunganya berbentuk seperti sendok.
4. Quill Helai bunganya berbentuk seperti bulu ayam.
5. Laciniated Helai bunganya berbentuk langsing dengan ujung
berbelah, tetapi saling melekuk membentuk tabung.
6. Spider Helai bunganya berbentuk ramping, seolah-olah
seperti laba-laba.
7. Thistle Helai bunganya berbentuk ramping, tetapi
menggulung, bagian ujung tetap membuka sehingga
mirip lubang kecil.
8. Anemone Helai bunganya berbentuk lebar, menyebar keluar
dengan piringan dasar lebar.
9. Incurve Helai bunganya berbentuk lengkung ke dalam
tersusun rapat, dan membentuk kepala bunga
membulat.
10. Reflex Helai bunganya melengkung ke luar.
11. Reflexing incurve Helai bunganya bentuknya mirip incurve, tetapi amat
melekuk.
12. decorative Bunganya berbentuk bulat seperti bola, mahkota
bunga rapat, di tengah pendek dan semakin ke tepi
semakin panjang, serta piringan dasar bunga tidak
tampak.
13. Pompon Bentuk bunganya mirip decorative, tetapi mahkota
bunganya menyebar ke semua arah.
Sumber : Haryani (1995)
2.1.3 Syarat Tumbuh
Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2006) kristan dapat
tumbuh dengan baik pada kisaran suhu harian 13-170
C. Pada fase vegetatif
kisaran suhu harian untuk pertumbuhan optimal yaitu 22-280
C pada siang hari dan
tidak melebihi 260
C pada malam hari. Menurut Rukmana dan Mulyana (1997)
suhu yang paling ideal untuk fase generatif adalah 16-180
C.
Menurut Rukmana dan Mulyana (1997) tanaman krisan membutuhkan
kondidsi kelembaban udara tinggi. Pada fase pertumbuhan awal, seperti
perkecembahan benih atau pembentukan akar bibit stek diperlukan kelembaban
udara antara 90-95%. Tanaman muda sampai dewasa tumbuh dengan baik pada
kondisi kelembaban udara antara 70-90%.
Kelembaban udara yang tinggi perlu diimbangi dengan sirkulasi udara
yang memadai (lancar) di sekitar kebun. Bila kelembaban udara tinggi, sementara
sirkulasi udara kurang baik dapat menginduksi perkembangan organisme
penyebab penyakit cendawan. Hujan deras atau keadaan curah hujan tinggi yang
langsung menerpa tanaman krisan juga menyebabkan tanaman mudah roboh,
rusak, dan kualitas bunga rendah. Oleh karena itu pembudidayaan krisan di daerah
bercurah hujan tinggi dapat dilakukan di dalam bangunan rumah plastik dan
rumah kaca. Krisan merupakan tanaman hari pendek yang membutuhkan lama
penyinaran kurang lebih 9-10 jam untuk membentuk tunas-tunas bunga. Apabila
lama penyinaran melebihi dari yang dibutuhkan, maka pembungaan akan
terhambat (Beckett 1983).
Untuk mendapatkan bunga yang berkualitas baik, tanaman krisan
membutuhkan cahaya yang lebih lama daripada panjang hari normal. Penambahan
panjang hari dapat dilakukan dengan penyinaran buatan setelah matahari terbenam
atau selama priode gelap. Penambahan cahaya pada tanaman dapat berfungsi
memanipulasi fotoperiode dan meningkatkan laju fotosintesis. Peningkatan hasil
fotosintesis berpengaruh terhadap laju pertumbuhan generatif yaitu pembentukan
pembungaan (Kofranek 1980). Perlakuan hari panjang dihentikan apabila tanaman
mencapai tinggi yang diinginkan sekitar 35-50 m dan kemudian tanaman
diberikan perlakuan hari pendek untuk inisiasi pembungaan (Isabella 2003).
Menurut Rukmana dan Mulyana (1997) kadar CO2 memegang peranan
penting dalam pertumbuhan krisan dalam pertumbuhan krisan. Kadar CO2 yang
ideal dan dianjurkan untuk memacu kemampuan fotosintesis tanaman krisan
adalah antara 600-900 ppm. Oleh karena itu pada pembudidayaan tanaman krisan
dalam bangunan tertutup seperti rumah pelastik dan rumah kaca, dapat
ditambahakan CO2 hingga mencapai kadar yang dianjurkan.
Menurut Kofranek (1980) tanah yang ideal untuk tanaman krisan adalah
bertekstur lempung berpasir, mempunyai drainase dan aerasi yang baik dan
mengandung bahan organik yang tinggi dengan pH sedikit asam, tingkat
kemasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman krisan adalah sekitar 5,5
sampai 6,5.
2.1.4 Teknik Budidaya
Tahapan budidaya bunga krisan terdiri dalam beberapa bagian yaitu:
pengadaan bibit, penyediaan media, proses penumbuhan akar pada bibit,
pengolahan lahan, penanaman, masa long day, pemeliharaan tanaman dan panen.
Pengadaan bibit bunga krisan diperoleh dari tanaman induk yang telah
dibudidayakan sesuai dengan jenis dan tipe varietas krisan. Pengadaan bibit baru
diberikan setelah 3-4 kali tanam, dengan tujuan untuk menjaga kualitas bibit
bunga krisan agar tetap terjaga serta sesuai standar yang diharapkan.
Media yang disiapkan dalam penanaman pertama dalam budidaya bibit
krisan adalah pengadaan media tray sebagai wadah untuk tumbuh akar. Setelah itu
dilakukan pencampuran media tanam arang sekam, kemudian dimasukkan ke
dalam tray dan siap untuk ditanam bibit. Sebelum ditanam, bibit terlebih dahulu
direndam dalam zat pengatur tumbuh (ZPT) induksi akar. Setelah itu bibit siap
untuk ditanam tray, setiap lubang pada tray ditanam oleh bibit krisan 2-4 batang
bibit bunga krisan. Tray yang sudah ditanami bibit, kemudian diletakan di meja
tanam yang terbuat dari bambu dengan tinggi 50 cm, lebar 1 meter, dan panjang 5
meter (bech).
Proses penanaman bibit krisan sampai pada pertumbuhan akar bibit adalah
selama kurun waktu 2 minggu, dalam proses ini dilakukan penyiraman sebanyak
1-2 kali dalam sehari dengan tujuan menjaga kelembaban media tanam dan bibit
krisan. Proses penumbuhan akar pada bibit bunga krisan ini dilakukan di tempat
yang steril, dengan tujuan agar bibit tetap keadaan segar serta memiliki kualitas
yang terjaga.
Pengolahan lahan dalam pembibitan bunga krisan dilakukan dalam dua
tahap. Tahap pertama yaitu pengolahan lahan dengan membuat bedengan
berdiameter 1 x 15 meter dengan melibatkan 2 HOK. Setelah itu bedengan yang
sudah jadi kemudian dicampur rata dengan pupuk organik, kotoran ayam, sekam
serta kapur dengan cara diaduk secara manual dengan menggunakan cangkul
adapun perbandingan antar pupuk organik, kotoran ayam, sekam dan kapur adalah
1 : 2 : 2 : 2. Kemudian bedengan ditata kembali dengan tinggi 15 cm dan jarak
antar bedengan adalah 30-40 cm dan terdiri atas 4 bedengan setiap greenhouse.
Tahap kedua merupakan proses pendiaman. Tanah yang sudah diolah kemudian
ditutup dengan plastik UV kemudian didiamkan selama 1 minggu, dengan tujuan
tanah sudah semakin subur dan siap untuk dilakukan penanaman. Teknik
penanaman bibit krisan adalah dengan cara menyediakan jaring dengan diameter 1
x 15 meter dengan diameter lubang 10 x 10 cm, kemudian ditanam bibit krisan
disetiap pojok lubang jaring tersebut.
Masa long day bertujuan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif secara
maksimal dengan penambahan penyinaran lampu 25 watt sekitar 4,5 jam dengan
jarak antar lampu 2,3 meter dan ketinggian lampu 3 meter, sehingga menghasilkan
intensitas 80 lux panas cahaya yang sampai pada pucuk tanaman. Jadwal nyala
lampu adalah pada jam 22.00-00.00, kemudian padam sampai 00.30 dan menyala
kembali dari pukul 00.30-03.00 secara otomatis. Pada masa long day kegiatan
yang dilakukan berupa persemaian dan pembuangan pucuk terminal (topping)
dengan masa masing-masing tiga minggu. Menurut Ade (2002) mengingat
tanaman krisan adalah tanaman hari pendek, makanuntuk mendapatkan bunga
yang diharapkan sesuai dengan waktu yang dibutuhkan, maka perlu dilakukan
penambahan cahaya pada tanaman. Penambahan cahaya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan tanaman akan cahaya matahari, untuk memacu
pertumbuhan organ vegetatif. Untuk tujuan bunga potong, maka diperlukan
cahaya selama 4 jam sejak tanam, sampai umur 1 bulan. Setelah sebulan
penambahan cahaya dihentikan. Teknik meletakan lampu yaitu dengan mengatur
jarak setiap titik lampu 3 m, dengan asumsi tinggi setiap titik lampu 1,5 m, lampu
pijar penggunaannya 75 watt atau lampu mengandung ultra violet 15 watt. Jika
tinggi tanaman belum tercapai yaitu kurang dari 35-45 cm, maka perlu
ditambahkan waktu penerangan selama 1 minggu (Turang 2007).
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian hama dan
penyakit tanaman. Penyiraman dilakukan sebanyak satu kali sehar sedangkan
untuk pemberian nutrisi dengan menggunakan ABMix yaitu dilakukan sebanyak 1
minggu sekali. Penyiraman dilakukan dengnan manual yaitu dengan
menggunakan selang suplayer yang langsung disiramkan kepada tanaman.
Penyiraman dilakukan mulai pukul 07.00-16.00 secara bergantian sampai merata
ke seluruh bagian tanaman.
Hama yang menyerang tanaman krisan antara lain ulat tanah (Agrotis
ipsilon), thrips (Thrips tabacci), tungau merah (Tetranycus sp), penggerak daun
(Liriomyza sp). Ulat tanah (Agrotis ipsilon) menyerang ujung batang tanaman
muda, sehingga pucuk dan tangkai terkulai, dikendalikan dengan mengumpulkan
ulat pada senja hari, kemudian disemprot dengan insektisida. Thrips (Thrips
tabacci) menyebabkan pucuk dan tunas-tunas samping berwarna keperak-perakan
atau kekuning-kuningan seperti perunggu, terutama pada permukaan bawah daun.
Pengendalian thrips dilakukan dengan mengatur waktu tanam yang baik dan
memasang perangkap berupa lembar kertas yang mengandung perekat. Tungau
merah (Tetranycus sp) menyebabkan daun yang terserang berwarna kuning
kecoklat-coklatan, terpelintir, menebal, dan bercak-bercak kuning sampai coklat,
dikendalikan dengan memotong bagian tanaman yang terserang berat kemudian
dibakar. Serangan penggerak daun (Liriomyza sp) berupa daun menggulung
seperti terowongan kecil, berwarna putih keabu-abuan yang mengelilingi
permukaan daun. Pengendalian hama ini dilakukan dengan memotong daun yang
terserang dan penggiliran tanaman (Merai dan Makal 2007).
Menurut Prabawati et.al. (2002) penyakit yang menyerang tanaman krisan
antara lain karat atau rust, virus kerdil dan mozaik. Penyakit karat disebabkan
jamur puccinia sp. Karat hitam disebabkanoleh cendawan P. chrysantemi, karat
putih disebabkan oleh P. horiana P.Henn. Gejala serangan penyakit karat ini
berupa bintil-bintil coklat/hitam pada sisi bawah daun dan rejadi lekukan-lekukan
mendalam yang berwarna pucat pada permukaan daun bagian atas. Bila serangan
hebat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bunga. Pengendalian terhadap
penyakit ini dengan cara menanam bibit yang tahan hama dan penyakit,
perompesan daun yang sakit, dan memperlebar jarak tanam. Virus kerdil da
mozaik disebabkan oleh virus kerdil krisan (Chrysanhemum stunt Virus) dan
Virus Mozaik Lunak Krisan (Chrysanthemum Mild Mosaic Virus). Tanaman
yang di serang tumbuh kerdil, tidak membentuk tunas samping, berbunga lebih
awal dibandingkan tanaman sehat, dan warna bunganya pucat. Penyakit kerdil
ditularkan oleh alat-alat pertanian yang tercemar penyakit dan pekerja kebun.
Virus mozaik menyebabkan daun belang hijau dan kuning, kadang-kadang
bergaris-garis. Pengendalian penyakit ini dengan menggunakan bibit bebas virus,
mencabut tanaman yang sakit, menggunakan alat-alat pertanian yang bersih dan
penyemprotan insektisida untuk pengendalian vektor virus.
Pada umumnya pemanenan bibit krisan yang telah berakar dapat dilakukan
setelah tanaman berumur 12-14 hari. Waktu panen itu dipengaruhi oleh faktor
cuaca dan varietas bibit. Kriteria bibit yang baik adalah sehat atau tidak terserang
hama dan penyakit, akarnya mempunyai panjang lebih dari 2 cm dan menyebar
secara seragam disekeliling batang, batangnya cukup besar, dan memiliki tinggi
10-15 cm. Pemanenan bibit dilakukan dengan cara mencabut stek yang telah
berakar kemudian memasukannya ke dalam kantong plastik dengan kapasitas 26
buah. Stek tersebut diberi label dan disimpan dalam ruang penyimpanan yang
berpendingin sementara waktu sebelum bibit siap dikirimkan kepada konsumen.
Adapun untuk penanaman dilapangan baik produksi ataupun regenerasi indukan,
bibit yang sudah berakar ini langsung dibawa ke lahan untuk ditanam. Batas
penyimpanan bibit adalah 14 hari untuk bibit yang sudah berakar.
Menurut Syarif (2007) panen dan pascapanen merupakan tahapan penting
dalam usahatani karena tanpa penanganan yang baik akan mengakibatkan
kerugian yang cukup besar. Kerugian yang dapat diakibatkan oleh kesalahan
dalam penanganan panen di Indonesia mencapai rata-rata 21% dari produk yang
dihasilkan. Penanganan pascapanen pada produksi bunga potong bertujuan untuk
mempertahankan kesegaran bunga. Tahapan pascapanen yang penting adalah: 1).
Penentuan waktu yang tepat, 2). Teknik panen, 3). Transportasi hasil panen, 4).
Penempatan hasil panen, 5). Sortasi, 6). Packing, 7). Penyimpanan, 8).
Transportasi dari kebun ke rumah atau kios dan 9). Distribusi ke konsumen (Flora
Serial 2006).
2.2 Stek
Perbanyakan tanaman dengan cara stek merupakan salah satu alternatif
yang banyak dipilih orang karena dapat dilakukan secara sederhana dan tidak
memerlukan teknik-teknik tertentu seperti pada penyambungan. Perbanyakan
secara stek merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan melakukan
pemotongan, pemisahan beberapa bagian tanaman seperti batang, akar, daun, dan
tunas agar bagian tersebut dapat membentuk akar dan menjadi indovidu baru
(Wiriandinata dan Girmansyah 2001). Rusmayasari (2009) mengemukakan bahwa
bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan stek dibedakan menjadi 6
macam yaitu stek batang, stek pucuk, stek akar, stek daun, stek mata (tunas), dan
stek umbi.
Kelebihan dari perbanyakan tanaman dengan cara stek yaitu dapat
diperoleh bibit tanaman dengan jumlah yang banyak, tanaman yang dihasilkan
dari stek biasanya mempunyai sifat yang sama dengan induknya, memiliki umur
yang seragam, tahan terhadap penyakit, serta diperoleh tanaman yang sempurna
yaitu tanaman yang telah mempunyai akar, batang dan daun dalam waktu yang
relatif singkat (Putri dan Sudianta 2009).
Perbanyakan cara stek dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor tanaman,
lingkungan, dan pelaksanaan. Faktor tanaman meliputi macam-macam bahan stek,
kandungan bahan makanan dalam stek yang digunakan. Bahan stek yang
mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen cukup akan mempermudah
terbentuknya akar. Pembentukan akar terjadi karena adanya dorongan auxin dan
karbohidrat. Zat-zat tersebut akan ter akumulasi pada bagian dasara stek dan akan
merangsang terbentuknya akar (Oktaviani et.al 2009).
2.3 Media
Media tumbuh yang baik untuk budidaya tanaman adalah media yang
mampu menunjang peretumbuhan dan perekembangan akar serta mencukupi
kebutuhan air dan unsur hara (Putri 2006). Sekam merupakan kulit biji padi yang
diperoleh dari proses penggilingan bulir padi. Kelebihan sekam adalah mudah
mengikat air, tidak cepat lapuk, tidak cepat menggumpal, tidak mudah ditumbuhi
jamur dan bakteri, dapat menyerap senyawa toksin atau racun dan melepaskannya
kembali pada saat penyiraman dan sebagai sumber kalium bagi tanaman
(Purwanto 2007). Arang sekam mengandung unsur Karbon (C) tinggi, sumber
Kalium (K) untuk menggemburkan media tanam, Nitrogen (N), dan mangan
(Mn), sehingga untuk menghindari keracunan Mn, pakai pupuk dengan
kandungan Mn sedikit (Redaksi Trubus ; 2006).
2.4 Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan zat pengatur pertumbuhan yang
biasa digunakan untuk memacu pertumbuhan seperti mempercepat pembuangan
dan mempertinggi kemampuan berakar pada proses penyetekan ataupun dapat
digunakan sebagai penghambat pertumbuhan (Retardan). Zat pengatur tumbuh
adalah senyawa organik bukan hara yang dalam jumlah tertentu aktif merangsang
ataupun merusak pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Kramer and
Kozlowsky 1960). Hartman dan Kester (1978) menambahkan bahwa zat pengatur
tumbuh adalah salah satu bahan sintesis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi
proses pisiologis.
ZPT dalam tanaman terdiri atas lima kelompok yaitu auksin, gibrelin,
sitokinin, etilen dan inhibitor dengan ciri khas serta pengaruh yang berlainan
terhadap proses pisiologis (Sriyanti dan Wijayani 1994). Golongan ZPT yang
sering digunakan adalah auksin dan sitokinin. Auksin biasanya diberikan dalam
bentuk asam naftalen asetat (NAA), asam indol butiran (IBA), asam indol asetat
(IAA) dan diklorofenoksi asetat (2,4-D), sedangkan sitokinin dalam bentuk
benziladenin (BA), benzilaminopurin (BAP), kinetin dan 2-iP (Hussey (1978).
Menurut Heddy (1986), auksin adalah senyawa organik yang dapat mengatur
segala bentuk gejala pertumbuhan tanaman dan dapat aktif di luar titik tumbuhnya
dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga auksin tidak dapat terlepas dari proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZPT dari kelompok auksin dapat
meningkatkan persentase stek yang berakar serat meningkatkan jumlah dan
kualitas akar yang terbentuk (Hartman dan Kester 1983). Auksin seperti IAA,
NAA, dan IBA banyak dipakai pada tanaman berkayu dan tanaman berbatang
lunak untuk mendorong pertumbuhan akar pada proses penyetekan (Wattimena
1987). Kusumo (1984) menyatakan bahwa perakaran yang timbul pada stek
disebabkan oleh dorongan auksin yang berasal dari tunas dan daun. Tunas yang
sehat pada batang adalah sumber auksin dan merupakan faktor penting dalam
perakaran.
Pengaruh rangsangan auksin terhadap jaringan berbeda-beda. Rangsangan
yang paling kuat terjadi pada sel-sel meristem apikal batang dan koleoptil. Pada
konsentrasi tinggi, auksin lebih bersifat menghambat daripada merangsang
pertumbuhan. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan adanya
indikasi bahwa auksin dapat menaikan tekanan osmotik, meningkatkan sintesis
protein dan meningkatkan permeabilitas sel terhadap air (Sriyanti dan Wijayani
1994). Wattimena (1992) juga menyatakan bahwa peran fisiologi sitokinin selain
mendorong pembelahan sel, juga mempengaruhi morfogenesis, pertunasan,
perbentukan kloroplas, pemecahan dormansi dan pembentukan stomata.
2.5 Urine Sapi
Air seni (urine) merupakan hasil ekskresi dari ginjal yang mengandung air,
urea, dan produk metabolik yang lain. Urin mengandung pula berbagai jenis
mineral dan hormon yang diekstrak dari makanan yang dicerna di dalam usus.
Menurut During dan McNaught (1916), air seni merupakan sumber ekskresi N
yang penting artinya dalam hubungan tanah dengan hewan. Air seni merupakan
sumber unsur N, K dan Mg yang penting dan kandungan N dan K beragam
menurut jenis pakan (ransum) serta musim, yaitu kandungannya paling tinggi
pada akhir musim rontok bertepatan dengan bentuk pakan rumput gajah yang aga
kering.
Ada dua jenis hormon penting yang dikandung air seni ternak yaitu auksin
dan asam giberelin (GA). Kadar auksin beragam dari 161,64 sampai 782,78 ppm
sedangkan GA dari 0 sampai 937,88 ppm. Keragaman kadar tersebut paling besar
dipengaruhi oleh jenis ternak dan lebih jauh pada jenis pakan yang diberikan.
Ternak yang banyak makan rumput serta hijauan lainnya mengeluarkan air seni
yang cenderung banyak mengandung auksin dan GA (Warlina 1994). Kandungan
unsur hara dalam urine sapi relatif rendah dengan kandungan N 0.52%, P 0.01%,
K 0.56% dan Ca 0.007% (Hadisuwito 2007).
Urine sapi adalah limbah hewan ternak yang mengandung auksin dan
senyawa nitrogen. Auksin yang terkandung dalam urine sapi terdiri dari auksin-a
(auxentriollic acid), auksin-b dan auksin lain (hetero auksin) yang merupakan IAA
(Indol Acetic Acid). Auksin tersebut berasal dari berbagai zat yang terkandung
dalam protein hijauan dari makanannya. Karena auksin tidak terurai dalam tubuh
maka auksin dikeluarkan sebagai filtrat bersama dengan urine yang mengeluarkan
zat spesifik yang mendorong perakaran. Kadar auksin dan GA dalam air seni
cenderung lebih tinggi pada ternak betina daripada ternak jantan. Demikian pula
dalam air seni sapi kereman kadarnya lebih tinggi daripada dalam air seni sapi
pekerja. Air seni ternak secara terbatas dapat menggantikan fungsi zat pengatur
tumbuh sintetik yang diperlukan untuk memacu berkarnya stek krisan.
Untuk mengolah limbah dari kotoran sapi (urine) tersebut menjadi produk
yang lebih bermanfaat dan potensial meningkatkan pendapatan masyarakat
peternak, diperlukan paket teknologi fermentasi dengan melibatkan peran bakteri
(mikroorganisme) untuk mengubah atau mentransformasikan senyawa kimia ke
substrat organik sehingga bisa diimplementasikan langsung sebagai nutrisi pada
tanaman pertanian seperti tanaman padi, sayur-mayur dan tanaman perkebunan
(Rahman, 1989; Lingga, 1993; Anonim, 2004).
Dari hasil penelitian Naswir (2003), diperoleh bahwa adanya peningkatan
kandungan unsur-unsur kimia (yang diperlukan tanaman) dalam urin sapi yang
difermentasi bila dibandingkan dengan yang belum difermentasi (Tabel 2).
Disebutkan pula bahwa zat-zat yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan
tanaman terutama hormon auksin, sitokinin dan kalium terkandung didalam urin
yang telah dipermentasi (Masbulan 2004).
Table 2. beberapa sifat urin sapi sebelum dan sudah difermentasi
Unsur Hara N P K Ca Na Fe Zn Warna
Sebelum
Fermentasi
1,1 0,5 0,9 1,1 0,2 3726 101 Kuning
Sesudah
Permentasi
2,7 1,5 1,3 5,8 7,2 7692 624 Hitam
Sumber: Naswir (2003).
Secara umum, kandungan hara dalam kotoran jauh lebih rendah daripda
pupuk kimia (Table 3) sehingga takaran penggunaannya juga akan lebih tinggi.
Table 3. kandungan hara beberapa jenis kotoran hewan
Sumber
N P K Ca Mg S Fe
%
Sapi Perah 0,53 0,35 0,41 0,28 0,11 0,05 0,004
Sapi Daging 0,53 0,15 0,3 0,12 0,1 0,09 0,004
Kuda 0,7 0,1 0,58 0,79 0,14 0,07 0,01
Unggas 1,5 0,77 0,89 0,3 0,88 0 0,1
Domba 1,28 0,19 0,93 0,59 0,19 0,09 0,02
Sumber : Tan (1993).
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan yaitu mulai dari 2 Maret sampai
dengan 30 April, bertempat di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) Ciherang, Jawa
Barat.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Bahan utama dalam penelitian ini adalah ZPT dan stek krisan. Media dasar ZPT
yang digunakan yaitu air (kontrol), asam indol asetat, (IAA), asam naftalen asetat (NAA),
urin sapi bunting dan urin sapi tidak bunting. Stek krisan yang digunakan terdiri atas
empat varietas krisan dari dua jenis krisan yang berbeda yaitu dua jenis spray dan dua
jenis standard. Tipe spray terdiri atas varietas Sakuntala dan Pasopati. Stek krisan yang
digunakan berupa stek pucuk dari BALITHI Cipanas – Landbow.
3.2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah bench, embrat, bak
perendam, luk meter, penggaris, pinset, skalpel, gelas ukur, botol kultur, tisu, gunting,
spidol putih dan timbangan analitik.
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
faktorial 5 x 4 , sehingga terdapat 20 kombinasi perlakuan. Pada setiap perlakuan
dilakukan ulangan 3 kali sehingga terdapat 60 satuan percobaan, setiap satuan percobaan
ditanam 20 stek sehingga terdapat 1200 amatan.
Faktor pertama adalah jenis pengatur tumbuh (ZPT) yang terdiri dari lima taraf yaitu :
Z0 = Kontrol
Z1 = Asam Indol Asetat (IAA) + Konsentrasi
Z2 = Asam naftalen asetat (NAA)
Z3 = Urin sapi bunting
Z4 = Urin sapi tidak bunting
Faktor kedua adalah tipe bunga yang terdiri dari empat taraf yaitu :
B1 = Varietas Puspita Pelangi
B2 = Varietas Puspita Nusantara
B3 = Varietas Sakuntala
B4 = Varietas Pasopati
Model statistik yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola faktorial :
Yijk = µ + Zi + Bj + (ZB) ij + Ɛ ijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan karena faktor jenis bunga krisan ke-I dan jenis ZPT ke-j
ulangan ke-k.
µ = Nilai tengah umum.
Zi = Pengaruh dari taraf ke-i variasi jenis ZPT.
Bj = Pengaruh dari taraf ke-j variasi jenis stek bunga krisan.
(ZB) ij = Pengaruh interaksi antara taraf ke-i dari jenis ZPT dan taraf ke-j jenis stek
bunga krisan.
Ɛ ijk = Galat dari ulangan ke-k yang mendapat perlakuan ZPT dan taraf ke-i jenis stek
bunga krisan taraf ke-j.
Untuk mengetahui pengaruh percobaan, maka dari data diperoleh dilakukan sidik
ragam (uji F). jika perlakuan nyata berpengaruh selanjutnya akan dilakukan uji tukey atau
beda nyata jujur (BNJ) pada taraf nyata 0,05.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Media
Media tanam arang sekam dimasukkan ke dalam tray (wadah media tanam yang
terbuat dari plastik yang memiliki banyak kotak sebagai tempat penanaman stek krisan).
Pembuatan larutan konsentrasi ZPT seperti asam indol asetat (IAA) dan asam naftalen
asetat (NAA) dibuat dengan konsentrasi 2 mg/l. larutan dibuat dengan cara melarutkan 2
mg bahan aktif asam indol asetat (IAA) dan asam naftalen asetat (NAA) kedalam 1 liter
air. Untuk pembuatan konsentrasi urin sapi bunting dan urin sapi tidak bunting dengan
masing-masing konsentrasi 40 mg/l. larutan dibuat dengan cara melarutkan 40 mg urin
sapi bunting dan tidak bunting ke dalam 1 liter air. Urin sapi terlebih dahulu
difermentasikan selama lima hari. Hal ini sesuia dengan hasil penelitian dari Naswir
(2003) yang menunjukkan adanya peningkatan kandungan unsur-unsur kimia (yang
diperlukan tanaman) dalam air kencing sapi yang difermentasi bila dibandingkan dengan
yang belum difermentasi. Disebutkan pula bahwa zat-zat yang sangat bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman terutama hormon auksin, citokinin dan kalium terkandung di
dalam urin yang telah difermentasi (Mabulan 2004).
3.4.2 Penanaman
Stek krisan dipotong ± 5 cm, diberi perlakuan ZPT dengan cara bagian pangkal
stek direndam selama 5 menit sesuai dengan perlakuan yang diberikan, selanjutnya stek
ditanam.
3.4.3 Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyemaian, penyinaran dan penyiangan
gulma. Penyiraman dilakukan pada pagi hari dengan embrat (stek membutuhkan
kelembaban yang tinggi untuk tumbuh). Untuk mendorong pertumbuhan vegetatif
tanaman diberi penyinaran tambahan selama 4 jam dengan dua kali ulangan (20.00 –
24.00 dan 02.00 – 06.00). Penyiangan gulma dilakukan secara manual.
3.4.4 Panen
Panen mulai dilakukan pada 14 hari setelah tanam (HST). Waktu panen
dilakukan pada waktu pagi atau sore hari dalam satu waktu.
3.4.5 Pengamatan
Pengamatan dan pencatatan data dilakukan yaitu pengamatan harian dan
mingguan selama 2 MST (Minggu Setelah Tanam). Peubah yang diamati adalah sebagai
berikut :
Waktu pembentukan akar (hari), diamati sejak stek berumur tujuh hari setelah
tanam sampai 11 HST.
Persentase stek hidup, dilihat apabila stek masih segar. Pengamatan dan
pencatatan data dilakukan setiap hari selama 14 HST.
PSH
Persentase stek berakar, dihitung pada 14 HST. Denga mengguankan perhitungan :
PSB
Persentase stek tunas, dilihat apabila stek masih segar dan telah tumbuh tunas.
Pengamatan dan pencatatan data dilakukan tiap hari selama 14 HST.
PST
Panjang akar stek (cm), pengamatan dilakukan hanya pada akhir penelitian
berlangsung yaitu pada 14 HST.
Jumlah akar, pengamatan dilakukan terhadap jumlah akar primer dan jumlah akar
sekunder. Pengamatan dilakukan hanya pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada 14
HST.
Diameter akar, pengamatan dilakukan terhadap pangkal akar stek.
Panjang tunas (cm), diamati dari ketiak batang sampai ujung tunas pengamatan dimulai
pada 7 – 14 HST.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum
Pada awal penanaman stek tanaman krisan terlihat layu, namun setelah ke esokan
hari stek tidak layu dan mulai terlihat beradaptasi. Pada umur satu minggu setelah tanam
(MST) tidak ada stek yang mati atau terkena hama dan penyakit. Pada 2 MST sampai
stek tanaman bisa dipanen. Karena stek terkena penyakit karat daun yang disebabkan oleh
jamur Puccinia sp. Gejala karat ini berupa bintil-bintil coklat atau hitam pada sisi bawah
daun. Bila penyakit karat daun ini menyerang dengan hebat terhadap krisan dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengendalian
terhadap penyakit karat daun dengan cara perompesan daun yang sakit, dan memperlebar
jarak tanam. Stek krisan varietas Puspita Nusantara yang hanya terkena penyakit karat
daun. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dilingkungan pertanaman stek.
Kelembaban media tanam sangat menentukan keberhasilan stek untuk hidup dan
berkembang. Penyiraman stek dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari, namun
dimusim hujan penyiraman dikurangi menjadi satu hari seklai. Selama penelitian
berlangsung rata-rata kelembaban relatif (RH) antara 52,38% - 62%, suhu rata-rata antara
27 °C – 32 °C dan intensitas cahaya berkisar 14453,74 lux – 31123,80 lux.
4.2 Hasil Pengamatan
4.2.1 Waktu Pembentukan Akar
Hasil sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan waktu pembentukan akar stek
krisan dipengaruhi oleh jenis ZPT, tetapi tidak dipengaruhi oleh varietas krisan dan
interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan.
Stek yang tanpa perlakuan ZPT atau kontrol (Z0) memiliki waktu pembentukan
akar lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan ZPT yang lainnya (IAA(Z1),
NAA(Z2), urin sapi bunting (Z3) dan urin sapi tidak bunting (Z4)). Hasil penelitian
terhadap waktu pembentukan akar dapat dilihat papda Tabel 1.
Tabel 1. Waktu Pembentukan Akar
Perlakuan Rata-rata
Jenis ZPT
Z0
Z1
Z2
Z3
Z4
6.40 b
5.93 a
5.93 a
5.67 a
5.73 a
Varietas Krisan
B1 9.33
B2 9.25
B3 9.17
B4 9.33
Interaksi tn
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.
4.2.2 Persentase Stek Tumbuhan
Hasil sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa persentase stek tumbuhan
krisan tidak dipengaruhi oleh jenis ZPT, varietas krisan, dan interaksi antara jenis ZPT
dan varietas krisan. Semua stek tumbuh 100%. Hasil penelitian terhadap persentase stek
hidup pada umur 1 MST – 2 MST dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase Stek Tumbuh (%) Krisan Umur 1 MST – 2 MST.
Perlakuan
Umur Pengamatan
1 MST 2 MST
Jenis ZPT
Z0 100 100
Z1 100 100
Z2 100 100
Z3 100 100
Z4 100 100
Varietas Krisan
B1 100 100
B2 100 100
B3 100 100
B4 100 100
Interaksi tn tn
4.2.2. Persentase Stek Berakar
Hasil sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa persentase stek berakar
krisan tidak dipengaruhi oleh jenis ZPT, varietas krisan dan interaksi antara jenis ZPT
dan varietas krisan. Semua stek berakar 100%. Pengamatan penelitian terhadap
persentase stek berakar pada umur 1 MST – 2 MST dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Persentase Stek Berakar (%) Krisan Umur 1 MST – 2 MST.
Perlakuan
Umur Pengamatan
1 MST 2 MST
Jenis ZPT
Z0 100 100
Z1 100 100
Z2 100 100
Z3 100 100
Z4 100 100
Varietas Krisan
B1 100 100
B2 100 100
B3 100 100
B4 100 100
Interaksi tn tn
4.2.3 Persentase Stek Bertunas
Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa persentase stek bertunas
krisan tidak dipengaruhi oleh jenis ZPT, varietas krisan dan interaksi antara jenis ZPT
dan varietas krisan. Semua stek bertunas 100%. Pengamatan penelitian terhadap
persentase stek bertunas pada umur 1 MST – 2 MST dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Stek Bertunas (%) Krisan Umur 1 MST – 2 MST.
Perlakuan
Umur Pengamatan
1 MST 2 MST
Jenis ZPT
Z0 100 100
Z1 100 100
Z2 100 100
Z3 100 100
Z4 100 100
Varietas Krisan
B1 100 100
B2 100 100
B3 100 100
B4 100 100
Interaksi tn tn
4.2.4. Panjang Akar Stek
Hasil sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan panjang akar stek krisan
dipengaruhi oleh jenis ZPT dan varietas krisan tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi
antara jenis ZPT dan varietas krisan.
Stek yang diberi ZPT urin sapi bunting (Z3) memiliki akar yang lebih panjang
dibandingkan kontrol (Z0) dan IAA (Z1), tetapi tidak berbeda nyata dengan stek yang
diberi ZPT NAA (Z2) dan urin sapi tidak bunting (Z4). Stek krisan varietas Pasopati (B4)
nyata memiliki akar lebih panjang dibandingkan dengan varietas Puspita Pelangi (B1),
varietas Puspita Nusantara (B2) dan varietas Sakuntala (B3). Panjang ajar stek krisan
dapat dilihat pada Taebl 5.
Tabel 5. Panjang Akar Stek Krisan
Perlakuan Rata-rata (cm)
Jenis ZPT
Z0
Z1
Z2
Z3
Z4
2.64 a
2.71 a
2.93 ab
3.18 b
2.89 ab
Varietas Krisan
B1 4.14 a
B2 4.33 a
B3 4.26 a
B4 5.21 b
Interaksi tn
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.
4.2.5. Jumlah Akar
4.2.5.1 Jumlah Akar Primer
Hasil sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa jumlah akar primer krisan
dipengaruhi oleh jenis ZPT dan varietas krisan, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi
antara jenis ZPT dan varietas krisan.
Stek krisan varietas Puspita Pelangi (B1) nyata memiliki jumlah akar primer lebih
banyak dibandingkan dengan varietas Puspita Nusantara (B2) dan varietas Sakuntala
(B3), tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Pasopati (B4). Jumlah akar primer stek
krisan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Akar Primer Stek Krisan
Perlakuan Rata-rata
Jenis ZPT
Z0
Z1
Z2
Z3
Z4
16.37
16.85
17.27
17.53
17.60
Varietas Krisan
B1 19.18 c
B2 16.74 b
B3 13.80 a
B4 18.77 c
Interaksi tn
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.
4.2.5.2. Juumlah Akar Sekunder
Hasil sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa jumlah akar sekunder stek
krisan dipengaruhi oleh jenis ZPT, varietas krisan, dan interaksi antara varietas krisan dan
tipe ZPT.
Stek krisan varietas Puspita Pelangi (B1) yang diberikan perlakuan ZPT urin sapi
bunting (Z3) memiliki jumlah akar sekunder nyata lebih banyak dibandingkan dengan
stek yang diberi perlakuan ZPT NAA (B2), tetapi tidak berbeda nyata dengan jenis ZPT
kontrol (Z0), IAA (Z1) dan urin sapi tidak bunting (Z4). Stek krisan varietas Puspita
Nusantara (B2) yang diberikan perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z3) memiliki jumlah
akar sekunder nyata lebih banyak dibandingkan yang diberi perlakuan ZPT urin sapi tidak
bunting (Z4), tetapi tidak berbeda nyata dengan yang lainnya (kontrol (Z0), IAA (Z1),
NAA (Z2)). Stek krisan varietas Sakuntala (B3) dan varietas Pasopati (B4) yang diberi
perlakuan ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi bunting (Z3) dan urin sapi
tidak bunting (Z4) memiliki jumlah akar tidak berbeda nyata. Jumlah akar sekunder stek
krisan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Akar Sekunder Stek Krisan
Perlakuan Tipe Krisan
Jenis ZPT B1 B2 B3 B4
Z0 12.60 bcde 9.00 abcde 3.90 ab 13.83 bcde
Z1 15.10 cde 7.03 abcd 4.73 abc 15.97 de
Z2 9.13 abcd 7.03 abcd 3.47 ab 15.33 cde
Z3 22.33 e 13.83 bcde 0.57 a 21.57 e
Z4 17.33 de 1.50 a 7.00 abcd 15.17 cde
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.
4.2.6. Diameter Akar
Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa diameter akar stek krisan
dipengaruhi oleh jenis ZPT, varietas krisan dan adanya pengaruh nyata pada interaksi
antara jenis ZPT dan varietas krisan.
Stek krisan varietas Puspita Pelangi (B1), varietas Puspita Nusantara (B2) dan
varietas Pasopati (B4) yang diberi perlakuan ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2),
urin sapi bunting (Z3) dan urin sapi tidak bunting (Z4) memiliki diamter akar stek tidak
berbeda nyata . Stek krisan varietas Sakuntala (B3) yang diberi ZPT urin sapi bunting
(Z3) nyata memiliki diameter akar stek lebih rendah dibandingkan dengan yang diberi
ZPT NAA (Z2) dan urin sapi tidak bunting (Z4), tetapi tidak berbeda nyata dengan yang
diberi ZPT kontrol (Z0) dan IAA (Z1). Diameter akar stek krisan dapat dilihat pada Tabel
8.
Tabel 8. Diameter Akar Stek Krisan Pada Perlakuan ZPT.
Perlakuan Tipe Krisan
Jenis ZPT B1 B2 B3 B4
Z0 0.04 ab 0.07 bc 0.06 abc 0.06 abc
Z1 0.06 abc cde 0.07 abc 0.05 abc 0.06 abc
Z2 0.07 abc 0.09 c 0.07 bc 0.06 abc
Z3 0.06 abc 0.08 c 0.03 a 0.07 bc
Z4 0.07 bc 0.08 c 0.07 abc 0.07 abc
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.
4.2.7. Panjang Tunas
Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa panjang tunas stek krisan
dipengaruhi oleh perlakuan jenis ZPT, varietas krisan dan adanya pengaruh nyata pada
interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan. Penambahan panjang tunas stek krisan
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabe l 9. Hasil Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh ZPT dan Varietas Krisan
Terhadap Panjang Tunas Akar Stek Krisan.
Umur
(HST)
Z B Z*B
5 tn ** tn
6 tn ** tn
7 ** tn tn
8 * tn tn
9 ** tn tn
10 ** tn tn
11 ** ** **
12 ** ** **
Keterangan :
Z : Jenis ZPT tn : Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%
B : Varietas Krisan ** : Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%
Z*B : Interaksi Z dan B * : Berpengaruh nyata pada taraf 5%
Pada umur 5 HST dan 6 HST, stek krisan varietas Pasopati (B4) memiliki tunas
lebih panjang dibandingkan dengan varietas Puspita Pelangi (B1), tetapi tidak berbeda
nyata dengan panjang tunas varietas Puspita Nusantara (B2) dan varietas Sakuntala (B3).
Pada umur 7 HST, stek krisan yang diberi ZPT urin sapi bunting (Z3) memiliki tunas
lebih panjang dibandingkan dengan stek yang diberi perlakuan ZPT kontrol (Z0) dan
NAA (Z2), tetapi tidak berbeda nyata dengan yang diberi jenis ZPT IAA (Z1) dan urin
sapi tidak bunting (Z4).
Pada umur 8 HST dan 10 HST, stek krisan yang diberi ZPT urin sapi bunting
(Z3) memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan stek yang diberi perlakuan ZPT
lainnya (kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi tidak bunting (Z4)). Pada umur 9
HST, stek yang diberi ZPT urin sapi bunting (Z3) tidak berbeda nyata dengan ZPT urin
sapi tidak bunting (Z4), tetapi berbeda nyata dengan lainnya (kontrol (Z0), IAA (Z1),
NAA (Z2) ). Panjang tunas stek krisan umur 5 – 10 HST dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Panjang Tunas Stek Krisan Umur 5-10 HST
Perlakuan
Panjang Tunas
Umur Stek Krisan (HST)
5 6 7 8 9 10
Jenis ZPT
Z0 2,52 3,76 4,33 a 5,18 a 5,83 a 6,43 a
Z1 2,43 3,78 4,45 abc 5,29 bc 5,88 ab 6,47 a
Z2 2,45 3,77 4,38 ab 5,24 b 5,88 ab 6,43 a
Z3 2,46 3,84 4,57 c 5,50 d 6,15 c 7,18 b
Z4 2,50 3,82 4,47 bc 5,36 c 6,02 bc 6,60 a
Varietas Krisan
B1 2,39 a 3,65 a 4,43 5,32 5,91 6,58
B2 2,47 a 3,83 b 4,47 5,33 5,95 6,63
B3 2,48 ab 3,85 b 4,43 5,27 5,99 6,61
B4 2,55 b 3,85 b 4,43 5,35 5,95 6,67
Interaksi
ZxB tn tn tn tn tn tn
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda
nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%
Panjang tunas 11 HST stek krisan varietas Puspita Pelangi (B1) yang
diberi perlakuan jenis ZPT urin sapi bunting (Z3) nyata memiliki tunas lebih
panjang dibandingkan dengan jenis ZPT yang lain kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA
(Z2), dan urin sapi tidak bunting (Z4). Pada stik krisan varietas Puspita Nusantara
(B2) yang diberi perlakuan ZPT NAA (Z4), kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2),
urin sapi bunting (Z3) dan urin sapi tidak bunting (Z4) memiliki panjang tunas
tidak berbeda nyata. Stek krisan varietas Sakuntala (B3) yang diberi perlakuan
ZPT urin sapi bunting (Z3) memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan
tanpa perlakuan ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi tidak bunting
(Z4). Stek krisan varietas Pasopati (B4) yang diberi perlakuan ZPT urin sapi
bunting (Z3) nyata memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan stek yang
diberi ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1) NAA (Z2) dan urin sapi tidak bunting (Z4).
Panjang tunas stek krisan umur 11 HST dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Panjang Tunas Stek Tanaman Krisan Umur 11 HTS
Umur
Perlakuan Tipe Krisan
Jenis ZPT B1 B2 B3 B4
11 HST
Z0 6,90 a 7,23 abc 6,90 a 7,00 ab
Z1 6,97 ab 7,20 ab 7,23 abc 7,20 ab
Z2 6,90 a 7,30 bc 7,27 bc 7,13 ab
Z3 7,57 cd 7,20 ab 7,83 d 7,77 d
Z4 7,17 ab 7,07 ab 7,23 abc 7,27 bc
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda
nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.
Panjang tunas 12 HTS stek krisan varietas Puspita Pelangi (B1) yang
diberi perlakuaa jenis ZPT urin sapi bunting (Z3) nyata memiliki tunas lebih
panjang dibandingkan dengan ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1), dan NAA (Z2), tetapi
tidak berbeda nyata dengan urin sapi tidak bunting (Z4). Pada stek krisan varietas
Puspita Nusantara (B2) yang diberi perlakuan ZPT NAA (Z2) dan urin sapi
bunting (Z3) nyata memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan jenis ZPT
IAA (Z1) dan urin sapi tidak bunting (Z4), tetapi tidak berbeda nyata dengan
kontrol (Z0). Stek krisan varietas Sakuntala (B3) yang diberi perlakuan ZPT urin
sapi bunting (Z3) nyata memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan tanpa
perlakuan atau kontrol (Z0), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan ZPT
yang lainnya IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi bunting (Z3), dan urin sapi tidak
bunting (Z4). Stek krisan varietas Pasopati (B4) yang diberi perlakuan ZPT urin
sapi bunting (Z4) nyata memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan stek
yang tanpa perlakuan atau kontrol (Z0), NAA (Z2) dan urin sapi tidak bunting
(Z4), tetapi tidak berbeda nyata dengan ZPT IAA (Z1). Panjang tunas stek krisan
umur 12 HST dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Panjang Tunas Stek Krisan Umur 12 HST
Umur
Perlakuan Tipe Krisan
Jenis ZPT B1 B2 B3 B4
12 HST
Z0 7,57 ab 7,87 bcde 7,33 a 7,97 bcdef
Z1 7,70 abc 7,83 bcd 8,20 def 8,17 def
Z2 7,57 ab 8,30 ef 8,23 def 7,83 bcd
Z3 8,23 def 8,30 ef 8,30 ef 8,33 f
Z4 7,87 bcde 7,57 ab 8,10 cdef 7,83 bcd
4.3 Pembahasan
Rata-rata kelembaban relatif (RH) selama penelitian berkisar antara
52,38% - 62%, suhu rata-rata antara 270
C – 320
C dan intensitas cahaya berkisar
14453,74 lux – 31123,80 lux. Menurut Gunawan (2006) pembentukan akar pada
stek memerlukan kelembaban antara 80% - 90%. Suhu udara yang tepat untuk
merangsang pembentukan akar primordial untuk setiap jenis tanaman berbeda-
beda (Rochiman dan Harjadi 1973). Suhu lingkungan yang baik untuk
merangsang pembentukan akar adalah 210
C – 270
C.
Stek krisan varietas Puspita Nusantara terkena serangan penyakit karat
daun yang disebabkan oleh jamur Puccinia sp. Gejala karat daun ini berupa bintil-
bintil coklat atau hitam pada sisi bawah yang menembus ke atas bagian daun.
Pengendalian terhadap penyakit karat daun dengan cara perompesan daun yang
sakit, dan memperlebar jarak tanam. Hal tersebut diduga penyakit menyerang
bibit dari tanaman induk yang terinfeksi. Penyebarannya pada tanaman, dari satu
daun ke daun lain atau dari satu tanaman ke tanaman lain, dilakukan oleh angin,
air, getaran selama pemeliharaan, pakaian pekerja, peralatan pertanian, dan
sebagainya (2009).
Hasil penelitian menunjukkan varietas krisan (B) dan jenis ZPT (Z) tidak
berpengaruh nyata terhadap peresentase stek hidup, persentase stek akar dan
peresentase stek betunas. Hal tersebut diduga bahan stek krisan yang digunakan
dari bagian pucuk memiliki kemampuan pengakaran yang hampir sama. Menurut
Dwidjoseputro (1992), pembentukan akar stek dapat dirangsang oleh adanya
pucuk dan daun, karena diketahui pucuk dan daun merupakan sumber penghasil
hormon auksin alami (endogen). Hormon auksin yang dihasilkan dari pucuk akan
ditranslokasikan ke bagian bawah stek melului jaringan floem. Terakumulasinya
hormon di dasar bagian stek membentuk kalus yang selanjutnya berkembang
menjadi akar. Bahan stek yang diambil dari bagian tanaman yang berumur muda
(stek pucuk) lebih mudah berakar, karena pada stek pucuk proses pembelahan sel
dan pemanjangan sel akar lebih cepat.
Secara umum stek krisan yang diber perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z3)
menunjukkan pengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan panjang akar stek dan
panjang tunas. Hal ini diduga urin sapi bunting mengandung sitokinin, auksin, dan
giberelin yang dapat merangsang proses pembelahan sel, pemanjangan sel, dan
diferensiasi jaringan tanaman. Hasil penelitian Naswir (2003) menunjukkan
adanya peningkatan kandungan unsur-unsur kimia (yang diperlukan tanaman)
dalam urin sapi yang difermentasi bila dibandingkan dengan yang belim
difermentasi. Disebutkan pula bahwa zat-zat yang sangat bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman terutama hormon auksin, sitokinin dan kalium terkandung
didalam urin yang telah difermentasi (Masbulan 2005).
Secara umum stek krisan varietas Pasopati (B4) menunjukkan lebih baik
terhadap pertumbuhan panjang akar stek, jumlah akar primer, dan panjang tunas
stek krisan pada umur 5 HST – 6 HST. Hal ini diduga varietas Pasopati (B4)
memiliki biomasa yang sangat besar berperan terhadap proses pertumbuhan dan
perkembangan. Peningkatan biomasa tanaman juga bisa disebabkan adanya suplai
hara yaitu baik unsur hara makro maupun mikro yang berperan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Fahrudin (2009), semakin
besar boimasa suatu tanaman menunjukkan proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman berjalan dengan baik. Menurut Weier (1982), peningkatan
jumlah akar yang tumbuh akan berpengaruh terhadap luas bidang penyerapan
unsur hara. Semakin luas bidang penyerapan maka kan semakin banyak air dan
unsur hara yang diserap sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
Secara umum pengaruh interaksi antara jenis ZPt dan varietas krisan hanya
terdapat pada jumlah akar sekunder, diameter akar stek, dan panjang tunas stek
pada umur 11 HST dan 12 HST. Pada jumlah akar sekunder, stek krisan varietas
Puspita Pelangi (B1) yang diberi perlakuan jenis ZPT urin sapi bunting (Z3) nyata
memiliki jumlah akar sekunder lebih banyak dibandingkan dengan jenis ZPT
lainnya (kontrol (Z0). IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi bunting (Z3) dan urin sapi
tidak bunting (Z4). Hal ini diduga jenis ZPT urin sapi bunting memiliki unsur hara
yang dibutuhkan oleh tanaman seperti auksin. Auksin tersebut berasal dari
berbagai zat yang terkandung dalam protein hijauan dari makanan dan sifat auksin
tidak terurai dalam tubuh maka auksin dikeluarkan sebagai filtrat bersama dengan
urin yang mengeluarkan zat spesifik yang mendorong perakaran. Auksin seperti
IAA, NAA dan IBA banyak dipakai pada tanaman berkayu dan tanaman
berbatang lunak untuk mendorong pertumbuhan akar pada proses penyetekan
(Wattimena 1987). Penggunaan urin yang telah difermentasi dapat mengubah dan
mengembangkan unsur hara kimia yang terkandung dalam urin sapi.
Pada diameter akar stek, stek krisan varietas Puspita Nusantara (B2) yang
diberi perlakuan ZPT NAA (Z2) nyata memiliki diameter akar lebih baik
dibandingkan dengan stek yang diberi perlakuan ZPT lainnya (kontrol (Z0), IAA
(Z10, NAA (Z2), urin sapi bunting (Z3), dan urin sapi tidak bunting (Z4). Pada
panjang tunas akar, stek krisan berinteraksi dengan jenis ZPT pada umur 11 HST,
varietas Sakuntala (B3) yang diberi perkauan ZPT urin sapi bunting (B3) nyata
memiliki tunas akar lebih panjang dibandingkan dengan stek yang diberi
perlakuan ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi tidak bunting (Z4).
Pada mur 12 HST, varietas Pasopati (B4) yang diberi perlakuan ZPT urin sapi
bunting (Z3) nyata memiliki tunas akar lebih panjang dibandingkan dengan stek
yang diberi perlakuan ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), dan urin sapi tidak
bunting (Z4). Hal ini diduga persediaan karbohidrat dan nitrogen pada bahan stek
sangat mempengaruhi perkembangan akar dan tunas stek. Menurut Salisbury dan
Ross (1995) kandungan C/N rasio yang tinggi akan mempercepat pembentukan
akar primordial, sedangkan C/N rasio yang rendah lebih menunjang pertumbuhan
tunas.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Secara umum stek krisan yang diberi perlakuan ZPT urin sapi bunting
(Z3) menunjukkan pengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan panjang akar stek
dan panjang tunas (pada umur tanam 5-10 HST).
Stek krisan dengan varietas Pasopati (B4) menunjukkan pertumbuhan
lebih baik terhadap panjang akar stek, jumlah akar primer dan panjang tunas (pada
umur tanam 7-10 HST).
Secara umum pengaruh interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan
hanya terdapat pada jumlah akar sekunder, diameter akar stek, dan panjang tunas
stek pada umur 11 HST dan pada umur 12 HST.
Semua ZPT dan semua varietas krisan mampu menghasilkan stek yang
berkualitas, dengan demikian urin sapi dapat menjadi ZPT yang efektif dan
ramah lingkungan sebagai alternatif dari ZPT sintetik.
5.2 Saran
Sebaiknya bahan stek dipilih dari tanaman induk yang sehat (tidak
terinfeksi oleh penyakit dan hama bawaan), sehingga stek bisa tumbuh dengan
baik.
Diperlukan pengujian analisis kandungan auksin alami urin sapi bunting
dan urin sapi tidak bunting, agar dapat dijadikan dasar menentukan kandungan
auksin yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C. R. 1995. Principles of Horticulture. London: Butterworth Heinmann
Ltd. 204p.
Ade S. 2002. Bahan kuliah Botani. Bandung : Fakultas Pertanian Unpad.
Balai Penelitian Tanaman Hias. 2009. Deskripsi Klon-Klon Unggul Krisan Tipe
Spray dan Standar. Ciherang : Balai Penelitian Tanaman Hias. 31 (6). 15-
17.
Balai Penelitian Tanaman Hias. 2009. Warta Pertanian dan Pengembangan
Pertanian. Ciherang : balai Penelitian Tanaman Hias. 31 (6). 15-17.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2006. Pedoman Umum Prima Tani
Terintegrasi. Sumatera Utara : BPTP.
Basuki, T. A. 2008. Pengaruh Macam Komposisi Hidroponik Terhadap
Pertumbuhan Hasil Selada (Lactuca sativa L.). [Skripsi] Yogyakarta:
Fakultas Pertanian UGM.
Beckett, K. A. 1983. The Concise Encylopedia of Golden Plants. P : 80-83.
Budiarto K, Sulyo Y, Maaswinkel R, Wuryaningsih S. 2006. Budidaya Krisan
Bunga Potong, Prosedur Sistem Produksi. Jakarta : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura.
Denisen E. L. 1979. Principes of Horticulture. New ork: The Macmillan
Company. 483 p.
Deputi Menegristek. 2007. Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan IPTEK
http://www.ristek.go.id. [29 Januari 2013].
Dwidjoseputro D. 1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Gramedia.
Flori, Kultura. 2007. Krisan Menata Pasar Nasional, Membidik Pasar Jepang. 2
(6). 22-23.
Flora Serial. 2006. Herba dan Tanaman Hias, Penangkal Nyamuk dan Polusi
Udara. Jakarta : Penerbit PT. Samidra Utama.
Hunawan. L. W. 1992. Teknik Kultur Jaringan/ Laboratorium Kultur Jaringan.
Bogor : Pusat Tanaman Antar Universitas-IPB. Hal 87.
Gunawan. L.M. 1995. Teknik Kultur In Vitro dalam Hortikulura. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Harjoko. B. 2007. Membuat Rumah Naungan Tanaman. Tomohon Makalah
pelatihan penanganan bunga potong di kota Tomohon.
Hartmann, H. T, D. E. Kester and F. T. Davies. 1990. Plant Propagation,
Prinsiple and Prancties. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Engle Wood
Cliff.
Haryani. 1995. 1001 Macam Krisan Nan Elok. Trubus No. 308,Th. XXVI, Juli
1995.
Hilman Y. 2006. Teknologi Produksi Krisan. Cianjur: Balai Penelitian Tanaman
Hias.
Holmes, S. 1993. Outleneod of plant classification. New York: Mc Graw Hill
Book Co.
Kofranek, A.M. 1980. Cut Chrysanthemum, p. 3-45. In R.A Larso ed.introcution
to floriculture. New York: Academik Press, Inc. 607 p.
Laurie, A.D.C. Kiplinger Kennard S.N. 1979. Commercial Flower Forcing. Eight
Edition. New York: McGraw – Hit Company.
Lena Persson and Rolf U. Larsen. 1988. Adapting A Prediction Model For Flower
Defelopmentin Chrysanthenum to New Cultivar. Departemen of
Holticulture Alnarp Sweden.
Merai, dan Makal, J. 2007. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Manado:
Fakultas Pertanian Unsrat.
Moko, H. 2004. Teknik Perbanyakan Tanaman Hutan Secara Vegetatif.
Yokyakarta: Puslitbang Di dalam Informasi Teknis Vol. 2.
Muhit, A. dan L. Qodriyah. 2006. Respon beberapa kultivar mawar (Rosa hybrida
L.) pada media hidroponik trhadap pertumbuhan dan produksi bunga.
Buletin Teknik Pertanian 11: 29-32.
Naswir. 2003. Pemanfaatan Urine Sapi Yang Dipermentasi sebagai Nutrisi
Tanaman. Bogor: Pengantar Flasafah Sains. Progran Pascasarjana. IPB.
Oktavidiati E, Chozin M A, Wijayanto N, Ghulamahdi M, Darusman L K. 2009.
Pertumbuhan tanaman dan kandungan total filantin dan hipofilantin
aksesi menira (Phyllanthus sp. L) pada berbagai tingkat naungan. Jurnal
Littri 17:25-31.
Prabawati, S. 2002. Krisan Awet 20 hari dengan ”Gula Pasir” Trubus. Edisi
Maret, Th. XXXII, No.376. Hal. 100.
Putri, D. D. dan Sudianta I. 2009. aplikasi penggunaan ZPT pada perbanyakan
(Rhododendron javanicum Benn) secara vegetatif (Stek Pucuk). Balai:
UPT Balai Konserfasi Tumbuhan Kebun Raya ‘Eka Karya’ LIPI
Candikuning Baturiti Tabana Bali.
Putri, D. M. S. 2006. Pengaruh jenis mendia terhadap pertumbuhan begonia
imperialis dan Begonia ‘Bethlehem star’. Jurnal Biodiversitas. 7: 168-170.
Purwanto, A W. 2007. Budidaya Ex-Situ Nepenthes Kantong Semar Nan Eksotis.
Yogyakarta: Kanisius
Rukmana. R. A. E. Mulyana. 1997. Krisan (Seri Bunga Potong). Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Rochiman K dan Harjadin SS. 1973. Pembiakan Vegetatif. Bogor: Departemen
Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Salisbury, F. B dan Ross W C. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid tiga.
Sanjaya. LL. 2008. Spesies dan Varietas-varietas Krisan. Teknologi Budidaya
Krisan. Jakarta: Balai Penelitian Tanaman Hias, Puslitbang Hortikultura,
Badan Litbang Pertanian.
Smith E. D dan Laurie. 1928. Perbanyakan Cepat Klon-Klon Unggulan Krisan
Secara In Vitro [skripsi]. Serpong: Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Teknologi Indonesia.
Soekartawi. 1996. Manjemen Agribisnis Bunga Potong. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Sriyanti, D. P. dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan Tanaman.
Yogyakarta : Kanisius
Satasiun Karantina Tumbuhan Soekarno Hatta. 2003. Laporan Tahunan Tahun
2003. Jakarta: Stasiun Karantina Tumbuhan Soekaro Hatta.
Steenis. CGGJ. 1980. Flora, PT.Pradya Paramita. Jakarta.
Supriyanto. 1996. Pelatihan Pemantapan Manajemen Pembenihan dan
Persemaian Angkatan VI dan VII. Bandung.
Sayrif, K. 2007. Budidaya Tanaman Hias. Tomohon: Makalah pelatihan
penanganan bunga potong di kota Tomohon.
Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. New York: Marcel Dekker.
Turang, A. 2007. Mimpi Kota Tomohon Sebagai Kota Bunga. Tomohon:
Komentar Edisi Juni 2007.
Wediyanto, A. 2007. Standar Oprasional Prosedur Budidaya Krisan Potong.
Jakarta: Direktorat Budidaya Tanaman Hias Departemen Pertanian.
Weier T E. 1992. Botany. Canada: Jhon Willey and Sons Publishing.
Wudianto, R. 2002. Membuat Stek, Cangkok dan Okulasi. Jakarta: Penebar
Swadaya. 172 hal.
Yusmaini, F. 2009. Pengaruh Jenis Bahan Stek dan Penyungkupan Terhadap
Keberhasilan dan Vigor Stek Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M.).
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Sidik Ragam Waktu Pembentukan Akar
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
TOTAL 59 14,58
B 3 0,18 0,06 0,33 tn 2,84
Z 4 6,17 1,54 8,41 * 2,61
BXZ 12 0,90 0,07 0,41 tn 2,00
Galat 40 7,33 0,18
KK: 3,54%
Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Persentase Stek Tumbuh Krisan
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 0
B 3 0 0 0 0
Z 4 0 0 0 0
BXZ 12 0 0 0 0
Galat 40 0 0
KK: 0%
Tabel Lampiran 3. Sidik Ragam Persentase Stek Berakar Krisan
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 0
B 3 0 0 0 0
Z 4 0 0 0 0
BXZ 12 0 0 0 0
Galat 40 0 0
KK: 0%
Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Persentase Stek Bertunas Krisan
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 50 0
B 3 0 0 0 0
Z 4 0 0 0 0
BXZ 12 0 0 0 0
Galat 40 0 0
KK: 0%
Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Panjang Akar Stek Krisan
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 22,86
B 3 6,95 2,32 10,62 ** 2,84
Z 4 3,29 0,82 3,77 * 2,61
BXZ 12 3,90 0,32 1,49 tn 2,00
Galat 40 8,73 0,22
KK: 3,91%
Tabel Lampiran 6. Sidik Ragam Jumlah Akar Primer Stek Krisan
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 487,45
B 3 272,16 90,72 28,58 ** 2,84
Z 4 12,76 3,19 1,00 tn 2,61
ZXB 12 75,58 6,30 1,98 tn 2,00
Galat 40 126,95 3,17
KK: 14,84%
Tabel Lampiran 7. Sidik Ragam Jumlah akar Skunder Stek Krisan
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 2800,58
B 3 1622,94 540,98 45,88 ** 2,84
Z 4 236,76 59,19 5,02 2,61
ZXB 12 469,19 39,10 3,32 * 2,00
Galat 40 471,69 11,79
KK: 0,83%
Tabel Lampiran 8. Sidik Ragam Diameter Akar Stek Krisan
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 0,012
B 3 0,003 0,001 8,29 ** 2,84
Z 4 0,001 0,0003 2,62 * 2,61
ZXB 12 0,003 0,0003 2,40 * 2,00
Galat 40 0,005 0,0001
KK: 0,09%
Tabel Lampiran 9. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 05 HST
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 1,01
B 3 0,19 0,06 5,39 ** 2,84
Z 4 0,07 0,02 1,41 tn 2,61
ZXB 12 0,26 0,02 1,84 tn 2,00
Galat 40 0,48 0,01
KK: 0,83%
Tabel Lampiran 10. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 06 HST
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 1,18
B 3 0,43 0,14 13,29 ** 2,84
Z 4 0,06 0,01 1,36 tn 2,61
ZXB 12 0,25 0,02 1,95 tn 2,00
Galat 40 0,43 0,01
KK: 0,83%
Tabel Lampiran 11. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 07 HST
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 1,08
B 3 0,02 0,01 0,68 tn 2,84
Z 4 0,39 0,10 8,11 ** 2,61
ZXB 12 0,19 0,02 1,31 tn 2,00
Galat 40 0,48 0,01
KK: 0,83%
Tabel Lampiran 12. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 08 HST
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 1,70
B 3 0,05 0,02 0,90 tn 2,84
Z 4 0,71 0,18 9,13 ** 2,61
ZXB 12 0,15 0,01 0,65 tn 2,00
Galat 40 0,78 0,02
KK: 1,18%
Tabel Lampiran 13. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 09 HST
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 1,71
B 3 0,04 0,01 0,91 tn 2,84
Z 4 0,82 0,21 12,85 ** 2,61
ZXB 12 0,21 0,02 1,07 tn 2,00
Galat 40 0,64 0,02
KK: 1,05%
Tabel Lampiran 14. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 10 HST
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 6,50
B 3 0,06 0,02 0,64 tn 2,84
Z 4 4,97 1,24 41,41 ** 2,61
ZXB 12 0,26 0,02 0,76 tn 2,00
Galat 40 1,2 0,03
KK: 1,26%
Tabel Lampiran 15. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 11 HST
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 4,30
B 3 0,34 0,11 8,84 ** 2,84
Z 4 2,33 0,58 44,78 ** 2,61
ZXB 12 1,11 0,09 7,12** 2,00
Galat 40 0,52 0,01
KK: 0,83%
Tabel Lampiran 16. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 12 HST
SUMBER DB JK KT F
F
Tabel
0.05
Total 59 4,58
B 3 0,45 0,15 9,00 ** 2,84
Z 4 0,67 0,17 10,00 ** 2,61
ZXB 12 2,80 0,23 14,00 ** 2,00
Galat 40 0,66667 0,02
KK: 1,18%
Keterangan : * : Nyata pada Uji F 5%
** : Sangat Nyata pada Uji F 5%
tn : Tidak Nyata pada Uji F 5%

More Related Content

What's hot

Istilah istilah dalam rancangan percobaan
Istilah istilah dalam rancangan percobaanIstilah istilah dalam rancangan percobaan
Istilah istilah dalam rancangan percobaanIr. Zakaria, M.M
 
Acara iv pemeliharaan tanaman
Acara iv pemeliharaan tanamanAcara iv pemeliharaan tanaman
Acara iv pemeliharaan tanamanperdos5 cuy
 
Brosur Penyuluhan Pestisida Nabati
Brosur Penyuluhan Pestisida NabatiBrosur Penyuluhan Pestisida Nabati
Brosur Penyuluhan Pestisida Nabatigalang7813
 
Unsur hara makro
Unsur hara makroUnsur hara makro
Unsur hara makroEva Nugraha
 
Laporan Praktikum Pupuk Kompos
Laporan Praktikum Pupuk KomposLaporan Praktikum Pupuk Kompos
Laporan Praktikum Pupuk KomposRizka Pratiwi
 
Laporan Praktikum Pengukuran luas daun
Laporan Praktikum Pengukuran luas daunLaporan Praktikum Pengukuran luas daun
Laporan Praktikum Pengukuran luas daunSandi Purnama Jaya
 
pengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan jagung
pengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan jagungpengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan jagung
pengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan jagungMaya Pradana
 
Laporan praktikum irigasi dan drainasi
Laporan praktikum irigasi dan drainasiLaporan praktikum irigasi dan drainasi
Laporan praktikum irigasi dan drainasifahmiganteng
 
Laporan kadar air benih (autosaved)
Laporan kadar air benih (autosaved)Laporan kadar air benih (autosaved)
Laporan kadar air benih (autosaved)Mohammad Muttaqien
 
Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung AGROTEKNOLOGI
 
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATANTEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATANRepository Ipb
 
Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok
 Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok
Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkokFebrina Tentaka
 
IDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMAIDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMANovia Dwi
 
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAcara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAlfian Nopara Saifudin
 
Makalah Panen dan Pascapanen
Makalah Panen dan PascapanenMakalah Panen dan Pascapanen
Makalah Panen dan PascapanenGoogle
 
Laporan Praktikum Kesuburan Tanah
Laporan Praktikum Kesuburan TanahLaporan Praktikum Kesuburan Tanah
Laporan Praktikum Kesuburan Tanahedhie noegroho
 
Laporan tetap genetika tentang monohibrid, dihibrid, gen yang dipengaruhi ole...
Laporan tetap genetika tentang monohibrid, dihibrid, gen yang dipengaruhi ole...Laporan tetap genetika tentang monohibrid, dihibrid, gen yang dipengaruhi ole...
Laporan tetap genetika tentang monohibrid, dihibrid, gen yang dipengaruhi ole...f' yagami
 

What's hot (20)

Istilah istilah dalam rancangan percobaan
Istilah istilah dalam rancangan percobaanIstilah istilah dalam rancangan percobaan
Istilah istilah dalam rancangan percobaan
 
Acara iv pemeliharaan tanaman
Acara iv pemeliharaan tanamanAcara iv pemeliharaan tanaman
Acara iv pemeliharaan tanaman
 
Brosur Penyuluhan Pestisida Nabati
Brosur Penyuluhan Pestisida NabatiBrosur Penyuluhan Pestisida Nabati
Brosur Penyuluhan Pestisida Nabati
 
Unsur hara makro
Unsur hara makroUnsur hara makro
Unsur hara makro
 
Laporan Praktikum Pupuk Kompos
Laporan Praktikum Pupuk KomposLaporan Praktikum Pupuk Kompos
Laporan Praktikum Pupuk Kompos
 
Laporan kompos
Laporan komposLaporan kompos
Laporan kompos
 
Ppt tanaman obat
Ppt tanaman obatPpt tanaman obat
Ppt tanaman obat
 
PEMBUATAN KOMPOS
PEMBUATAN KOMPOSPEMBUATAN KOMPOS
PEMBUATAN KOMPOS
 
Laporan Praktikum Pengukuran luas daun
Laporan Praktikum Pengukuran luas daunLaporan Praktikum Pengukuran luas daun
Laporan Praktikum Pengukuran luas daun
 
pengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan jagung
pengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan jagungpengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan jagung
pengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan jagung
 
Laporan praktikum irigasi dan drainasi
Laporan praktikum irigasi dan drainasiLaporan praktikum irigasi dan drainasi
Laporan praktikum irigasi dan drainasi
 
Laporan kadar air benih (autosaved)
Laporan kadar air benih (autosaved)Laporan kadar air benih (autosaved)
Laporan kadar air benih (autosaved)
 
Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung
 
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATANTEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
 
Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok
 Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok
Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok
 
IDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMAIDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMA
 
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAcara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
 
Makalah Panen dan Pascapanen
Makalah Panen dan PascapanenMakalah Panen dan Pascapanen
Makalah Panen dan Pascapanen
 
Laporan Praktikum Kesuburan Tanah
Laporan Praktikum Kesuburan TanahLaporan Praktikum Kesuburan Tanah
Laporan Praktikum Kesuburan Tanah
 
Laporan tetap genetika tentang monohibrid, dihibrid, gen yang dipengaruhi ole...
Laporan tetap genetika tentang monohibrid, dihibrid, gen yang dipengaruhi ole...Laporan tetap genetika tentang monohibrid, dihibrid, gen yang dipengaruhi ole...
Laporan tetap genetika tentang monohibrid, dihibrid, gen yang dipengaruhi ole...
 

Similar to Skripsi agroteknologi unida

Laporan vegetatif tanaman katuk
Laporan vegetatif tanaman katukLaporan vegetatif tanaman katuk
Laporan vegetatif tanaman katukEkal Kurniawan
 
Komunitas kupu kupu di ruang terbuka hijau (rth) dki jakarta
Komunitas kupu kupu di ruang terbuka hijau (rth) dki jakartaKomunitas kupu kupu di ruang terbuka hijau (rth) dki jakarta
Komunitas kupu kupu di ruang terbuka hijau (rth) dki jakartaAfifi Rahmadetiassani
 
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...Repository Ipb
 
OPTIMASI PERTUMBUHAN DAN MULTIPLIKASI LINI KLON PLBS ANGGREK Spathoglottis pl...
OPTIMASI PERTUMBUHAN DAN MULTIPLIKASI LINI KLON PLBS ANGGREK Spathoglottis pl...OPTIMASI PERTUMBUHAN DAN MULTIPLIKASI LINI KLON PLBS ANGGREK Spathoglottis pl...
OPTIMASI PERTUMBUHAN DAN MULTIPLIKASI LINI KLON PLBS ANGGREK Spathoglottis pl...Repository Ipb
 
Benih Unggul Kemenyan Toba (Styrax sumatrana): Eksplorasi dan Pengujian Benih
Benih Unggul Kemenyan Toba (Styrax sumatrana): Eksplorasi dan Pengujian BenihBenih Unggul Kemenyan Toba (Styrax sumatrana): Eksplorasi dan Pengujian Benih
Benih Unggul Kemenyan Toba (Styrax sumatrana): Eksplorasi dan Pengujian Benihcutlanny
 
ppt hubungan serangga dengan jamur tiram
ppt hubungan serangga dengan jamur tiramppt hubungan serangga dengan jamur tiram
ppt hubungan serangga dengan jamur tiramrahmatanislami
 
PENGARUH MUTASI INDUKSI MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN Caladi...
PENGARUH MUTASI INDUKSI MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN Caladi...PENGARUH MUTASI INDUKSI MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN Caladi...
PENGARUH MUTASI INDUKSI MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN Caladi...Repository Ipb
 
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...Sultan Herlino
 
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeniOperator Warnet Vast Raha
 
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeniOperator Warnet Vast Raha
 
aaEFEKTIVITAS ANTI BAKTERI EKSTRAK DAUN SIRIH thdp Enterococcus faecalis scr ...
aaEFEKTIVITAS ANTI BAKTERI EKSTRAK DAUN SIRIH thdp Enterococcus faecalis scr ...aaEFEKTIVITAS ANTI BAKTERI EKSTRAK DAUN SIRIH thdp Enterococcus faecalis scr ...
aaEFEKTIVITAS ANTI BAKTERI EKSTRAK DAUN SIRIH thdp Enterococcus faecalis scr ...IsmedsyahSyah1
 
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...Repository Ipb
 
STUDI_ALELOPATI_Wedelia_trilobata_Ageratum_conyzoides_Chromolaena_odorata.pdf
STUDI_ALELOPATI_Wedelia_trilobata_Ageratum_conyzoides_Chromolaena_odorata.pdfSTUDI_ALELOPATI_Wedelia_trilobata_Ageratum_conyzoides_Chromolaena_odorata.pdf
STUDI_ALELOPATI_Wedelia_trilobata_Ageratum_conyzoides_Chromolaena_odorata.pdfAgathaHaselvin
 

Similar to Skripsi agroteknologi unida (20)

16801 50544-1-pb (1)
16801 50544-1-pb (1)16801 50544-1-pb (1)
16801 50544-1-pb (1)
 
Ringkasan vanili
Ringkasan vaniliRingkasan vanili
Ringkasan vanili
 
Laporan vegetatif tanaman katuk
Laporan vegetatif tanaman katukLaporan vegetatif tanaman katuk
Laporan vegetatif tanaman katuk
 
Komunitas kupu kupu di ruang terbuka hijau (rth) dki jakarta
Komunitas kupu kupu di ruang terbuka hijau (rth) dki jakartaKomunitas kupu kupu di ruang terbuka hijau (rth) dki jakarta
Komunitas kupu kupu di ruang terbuka hijau (rth) dki jakarta
 
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
 
OPTIMASI PERTUMBUHAN DAN MULTIPLIKASI LINI KLON PLBS ANGGREK Spathoglottis pl...
OPTIMASI PERTUMBUHAN DAN MULTIPLIKASI LINI KLON PLBS ANGGREK Spathoglottis pl...OPTIMASI PERTUMBUHAN DAN MULTIPLIKASI LINI KLON PLBS ANGGREK Spathoglottis pl...
OPTIMASI PERTUMBUHAN DAN MULTIPLIKASI LINI KLON PLBS ANGGREK Spathoglottis pl...
 
68 124-1-sm
68 124-1-sm68 124-1-sm
68 124-1-sm
 
Benih Unggul Kemenyan Toba (Styrax sumatrana): Eksplorasi dan Pengujian Benih
Benih Unggul Kemenyan Toba (Styrax sumatrana): Eksplorasi dan Pengujian BenihBenih Unggul Kemenyan Toba (Styrax sumatrana): Eksplorasi dan Pengujian Benih
Benih Unggul Kemenyan Toba (Styrax sumatrana): Eksplorasi dan Pengujian Benih
 
6829 19209-1-pb
6829 19209-1-pb6829 19209-1-pb
6829 19209-1-pb
 
ppt hubungan serangga dengan jamur tiram
ppt hubungan serangga dengan jamur tiramppt hubungan serangga dengan jamur tiram
ppt hubungan serangga dengan jamur tiram
 
Jarak Tanam bayam merah.pdf
Jarak Tanam bayam merah.pdfJarak Tanam bayam merah.pdf
Jarak Tanam bayam merah.pdf
 
PENGARUH MUTASI INDUKSI MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN Caladi...
PENGARUH MUTASI INDUKSI MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN Caladi...PENGARUH MUTASI INDUKSI MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN Caladi...
PENGARUH MUTASI INDUKSI MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN Caladi...
 
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
 
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
 
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
 
Makalah_22 Makalah laporan 4 rektan 2 kel5
Makalah_22 Makalah laporan 4 rektan 2 kel5Makalah_22 Makalah laporan 4 rektan 2 kel5
Makalah_22 Makalah laporan 4 rektan 2 kel5
 
aaEFEKTIVITAS ANTI BAKTERI EKSTRAK DAUN SIRIH thdp Enterococcus faecalis scr ...
aaEFEKTIVITAS ANTI BAKTERI EKSTRAK DAUN SIRIH thdp Enterococcus faecalis scr ...aaEFEKTIVITAS ANTI BAKTERI EKSTRAK DAUN SIRIH thdp Enterococcus faecalis scr ...
aaEFEKTIVITAS ANTI BAKTERI EKSTRAK DAUN SIRIH thdp Enterococcus faecalis scr ...
 
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
 
Isi
IsiIsi
Isi
 
STUDI_ALELOPATI_Wedelia_trilobata_Ageratum_conyzoides_Chromolaena_odorata.pdf
STUDI_ALELOPATI_Wedelia_trilobata_Ageratum_conyzoides_Chromolaena_odorata.pdfSTUDI_ALELOPATI_Wedelia_trilobata_Ageratum_conyzoides_Chromolaena_odorata.pdf
STUDI_ALELOPATI_Wedelia_trilobata_Ageratum_conyzoides_Chromolaena_odorata.pdf
 

More from Ekal Kurniawan

Laporan vegetatif pamelo
Laporan vegetatif pameloLaporan vegetatif pamelo
Laporan vegetatif pameloEkal Kurniawan
 
Laporan vegetatif tanaman sansevieria
Laporan vegetatif tanaman sansevieriaLaporan vegetatif tanaman sansevieria
Laporan vegetatif tanaman sansevieriaEkal Kurniawan
 
Laporan vegetatif tanaman puring
Laporan vegetatif tanaman puringLaporan vegetatif tanaman puring
Laporan vegetatif tanaman puringEkal Kurniawan
 
Margin pemasaran tanaman pangan
Margin pemasaran tanaman panganMargin pemasaran tanaman pangan
Margin pemasaran tanaman panganEkal Kurniawan
 
Karakter agronomi berbagai aksesi tanaman katuk (
Karakter agronomi berbagai aksesi tanaman katuk (Karakter agronomi berbagai aksesi tanaman katuk (
Karakter agronomi berbagai aksesi tanaman katuk (Ekal Kurniawan
 
Kmb persentations (Peran Mahasiswa)
Kmb persentations (Peran Mahasiswa)Kmb persentations (Peran Mahasiswa)
Kmb persentations (Peran Mahasiswa)Ekal Kurniawan
 
Pengenalan teori Akuntansi
Pengenalan teori AkuntansiPengenalan teori Akuntansi
Pengenalan teori AkuntansiEkal Kurniawan
 
Perbaikan sistem tataniaga
Perbaikan sistem tataniagaPerbaikan sistem tataniaga
Perbaikan sistem tataniagaEkal Kurniawan
 
Pengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan kacang tanah
Pengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan kacang tanahPengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan kacang tanah
Pengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan kacang tanahEkal Kurniawan
 
Budidaya tanaman kale (brasicca oleraceae var. acephala)
Budidaya tanaman kale (brasicca oleraceae var. acephala)Budidaya tanaman kale (brasicca oleraceae var. acephala)
Budidaya tanaman kale (brasicca oleraceae var. acephala)Ekal Kurniawan
 
Pascapanen Buah dan Sayur
Pascapanen Buah dan SayurPascapanen Buah dan Sayur
Pascapanen Buah dan SayurEkal Kurniawan
 
“Pengaruh pemberian pupuk hayati dengan berbagai perlakuan terhadap budidaya ...
“Pengaruh pemberian pupuk hayati dengan berbagai perlakuan terhadap budidaya ...“Pengaruh pemberian pupuk hayati dengan berbagai perlakuan terhadap budidaya ...
“Pengaruh pemberian pupuk hayati dengan berbagai perlakuan terhadap budidaya ...Ekal Kurniawan
 
Pertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutanPertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutanEkal Kurniawan
 

More from Ekal Kurniawan (20)

Laporan vegetatif pamelo
Laporan vegetatif pameloLaporan vegetatif pamelo
Laporan vegetatif pamelo
 
Laporan vegetatif tanaman sansevieria
Laporan vegetatif tanaman sansevieriaLaporan vegetatif tanaman sansevieria
Laporan vegetatif tanaman sansevieria
 
Laporan vegetatif tanaman puring
Laporan vegetatif tanaman puringLaporan vegetatif tanaman puring
Laporan vegetatif tanaman puring
 
Margin pemasaran tanaman pangan
Margin pemasaran tanaman panganMargin pemasaran tanaman pangan
Margin pemasaran tanaman pangan
 
Kerusakan pangan
Kerusakan panganKerusakan pangan
Kerusakan pangan
 
Karakter agronomi berbagai aksesi tanaman katuk (
Karakter agronomi berbagai aksesi tanaman katuk (Karakter agronomi berbagai aksesi tanaman katuk (
Karakter agronomi berbagai aksesi tanaman katuk (
 
Kmb persentations (Peran Mahasiswa)
Kmb persentations (Peran Mahasiswa)Kmb persentations (Peran Mahasiswa)
Kmb persentations (Peran Mahasiswa)
 
Pengenalan teori Akuntansi
Pengenalan teori AkuntansiPengenalan teori Akuntansi
Pengenalan teori Akuntansi
 
Nutrisi hidroponik f
Nutrisi hidroponik fNutrisi hidroponik f
Nutrisi hidroponik f
 
Perbaikan sistem tataniaga
Perbaikan sistem tataniagaPerbaikan sistem tataniaga
Perbaikan sistem tataniaga
 
Hidroponik
HidroponikHidroponik
Hidroponik
 
Pengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan kacang tanah
Pengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan kacang tanahPengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan kacang tanah
Pengaruh pengapuran terhadap pertumbuhan kacang tanah
 
Genetika mendel
Genetika mendelGenetika mendel
Genetika mendel
 
Blas padi
Blas padiBlas padi
Blas padi
 
Budidaya tanaman kale (brasicca oleraceae var. acephala)
Budidaya tanaman kale (brasicca oleraceae var. acephala)Budidaya tanaman kale (brasicca oleraceae var. acephala)
Budidaya tanaman kale (brasicca oleraceae var. acephala)
 
Pascapanen Buah dan Sayur
Pascapanen Buah dan SayurPascapanen Buah dan Sayur
Pascapanen Buah dan Sayur
 
Biogeokimia
BiogeokimiaBiogeokimia
Biogeokimia
 
Present
PresentPresent
Present
 
“Pengaruh pemberian pupuk hayati dengan berbagai perlakuan terhadap budidaya ...
“Pengaruh pemberian pupuk hayati dengan berbagai perlakuan terhadap budidaya ...“Pengaruh pemberian pupuk hayati dengan berbagai perlakuan terhadap budidaya ...
“Pengaruh pemberian pupuk hayati dengan berbagai perlakuan terhadap budidaya ...
 
Pertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutanPertanian berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan
 

Recently uploaded

PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 

Recently uploaded (20)

PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 

Skripsi agroteknologi unida

  • 1. PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH (SINTETIK DAN ALAMI) DAN VARIETAS KRISAN (Chrysanthemum morifolium R.) DALAM MENGHASILKAN STEK KRISAN YANG BERKUALITAS SKRIPSI A. 0910474 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR 2013
  • 2. PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH (SINTETIK DAN ALAMI) DAN VARIETAS KRISAN (Chrysanthemum morifolium R.) DALAM MENGHASILKAN STEK KRISAN YANG BERKUALITAS SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agroteknologi pada Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor A. 0910474 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR 2013
  • 3. “Dialah yang menjadikan matahari dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu), Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada yang diciptakanAllah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. Yunus: 5-6) Skripsi ini kupersembahkan untuk Ayah dan Ibunda tercinta
  • 4. Judul Skripsi : Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (Sintetik Dan Alami) Dan Varietas Krisan (Chrysanthemum Morifolium R.) Dalam Menghasilkan Stek Krisan Yang Berkualitas Nama : NIM : A.0910474 Program Studi : Agroteknologi Jurusan : Agroteknologi Fakultas : Pertanian Disetujui : Ir. Setyono, M.Si Pembimbing I Dr. Drs. Budi Winarto, M.Se Pembimbing II Disahkan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Djuanda Bogor (Dr. Ir. Elis Dihansih, M.Si) NIP 19639591 1989032002 Tanggal Lulus : .... Oktober 2013
  • 5. ABSTRACT A.0910474 . " Effect of plant growth regulator ( synthetic and natural ) and varieties of Chrysanthemum ( Chrysanthemum morifolium R. ) in Chrysanthemum cuttings Generate Qualified " . Under the guidance : Setyono and Budi Winarto . This study aims to obtain quality seeds, and speed up the rooting to the treatment plant growth regulator (PGR) synthetic and naturally in some varieties of chrysanthemum (Chrysanthemum morifolium R.). research results are expected to be an alternative method of using plant growth regulator effective and environmentally friendly. The research was conducted from March to April 2013 at the Research Institute of Ornamental Plants (Balithi). The study design used completely randomized design (CRD) factorial design. The first factor is the type of plant growth regulator which consists of four levels ie Z0 = control, Z1 = indole acetic acid (IAA), Z2 = naphthalene acetic acid (NAA), Z3 = Urine pregnant cow, and Z4 = Cow urine is not pregnant. The second factor is the type of chrysanthemum varieties which consists of four levels ie B1 = type Puspita Rainbow spray, spray-type B2 = Puspita Nusantara, B3 = standard type Sakuntala, and B4 = standard type Pasopati. The results of the study did not show any real influence factor chrysanthemum varieties (B) and the type of plant growth regulator (Z) to the percentage of live cuttings, rooted cuttings percentage and percentage of cuttings sprout. PGR treatment of pregnant cow urine (Z3) shows the cuttings root growth and shoot length on the age of the plant (5-10 HST) better. Growth cuttings root length, number of primary root and shoot length on the age of the plant cuttings (7-10 HST) varieties of chrysanthemum cuttings Psopati (B4) is better. The influence of the type of PGR and chrysanthemum varieties found only in the number of secondary roots, root diameter and length of the shoot cuttings at age 11 HST. Keywords: Chrysanthemum morifolium R., type of plant growth regulator (PGR) natural and synthetic.
  • 6. ABSTRAK A.0910474. “Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (Sintetik dan Alami) dan Varietas Krisan (Chrysanthemum morifolium R.) dalam Menghasilkan Stek Krisan yang Berkualitas”. Dibawah bimbingan: Setyono dan Budi Winarto. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bibit yang berkualitas, dan mempercepat perakaran dengan perlakuan zat pengatur tumbuh (ZPT) sintetik dan alami pada beberapa varietas krisan (Chrysanthemum morifolium R.). hasil penelitian diharapkan dapat menjadi alternatif metode penggunaan ZPT yang efektif dan ramah lingkungan. Penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai dengan April 2013 di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI). Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah jenis ZPT yang terdiri atas empat taraf yaitu Z0 = kontrol, Z1 = Asam indol asetat (IAA), Z2 = Asam naftalen asetat (NAA), Z3 = Urin sapi bunting, dan Z4 = Urin sapi tidak bunting. Faktor kedua adalah tipe varietas krisan yang terdiri dari empat taraf yaitu B1 = tipe spray Puspita Pelangi, B2 = tipe spray Puspita Nusantara, B3 = tipe standard Sakuntala, dan B4 = tipe standard Pasopati. Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata faktor varietas krisan (B) dan jenis ZPT (Z) terhadap persentase stek hidup, persentase stek berakar dan persentase stek bertunas. Perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z3) menunjukkan pertumbuhan akar stek dan panjang tunas pada umur tanaman (5-10 HST) lebih baik. Pertumbuhan panjang akar stek, jumlah akar primer dan panjang tunas stek pada umur tanaman (7-10 HST) stek krisan varietas Psopati (B4) lebih baik. Pengaruh antara jenis ZPT dan varietas krisan hanya terdapat pada jumlah akar sekunder, diameter akar, dan panjang tunas stek pada umur 11 HST. Kata kunci : Chrysanthemum morifolium R., jenis zat pengatur tumbuh (ZPT) alami dan sintetik.
  • 7. RINGKASAN A.0910474. “Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (Sintetik dan Alami) dan Varietas Krisan (Chrysanthemum morifolium R.) dalam Menghasilkan Stek Krisan yang Berkualitas”. Dibawah bimbingan: Setyono dan Budi Winarto. Seiring dengan peningkatan kesejahteraan penduduk di Indonesia, maka kebutuhan tanaman hias juga meningkat. Untuk meiningkatkan ketentraman jiwa orang mulai memikirkan nilai estetika atau keindahan yang segar dan alami. Kehadiran tanaman hias di rumah-rumah, hotel, perkantoran, dan taman-taman kota menjadi indikatornya. Disamping estetika, tanaman hias juga digunakan sebagai bahan dasar minyak wangi, kosmetik dan obat-obatan. Penggunaan dan pemanfaatan tanaman hias yang multifungsi membuat tanaman hias menjadi satu bidang usaha yang prospektif dan perlu dikelola secara profesional, keadaan demikian dampaknya nyata pada permintaan bunga potong dan bunga pot terutama di kota-kota besar. Untuk meningkatkan produktivitas tersebut dengan cara yang efesien, zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan salah satu alternatif yang berguna untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan stek tanaman krisan. ZPT sintetik maupun alami mempunyai daya guna yang sama, yaitu merangsang proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan menggiatkan terjadinya proses-proses biokimia dan fisiologi tanaman. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu mulai dari 2 Maret sampai dengan 30 April 2013, betempat di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALTHI) Ciherang, Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 5 x 4, sehingga terdapat 20 kombinasi perlakuan. Pada setiap perlakuan dilakukan ulangan 3 kali sehingga terdapat 60 satuan percobaan, setiap satuan percobaan ditanam 20 stek sehingga terdapat 1200 amatan. Rata-rata kelembaban relatif (RH) selama penelitian berkisar antara 52,38% - 62%, suhu rata-rata antara 27 o C – 32 o C dan intensitas cahaya berkisar 14453,74 lux – 31123,80 lux. Menurut Gunawan (2006) pembentukan akar pada stek memerlukan kelembaban antara 80% - 90%. Suhu udara yang tepat untuk
  • 8. merangsang pembentukan akar primordial untuk setiap jenis tanaman berbeda- beda (Rochiman dan Harjadi 1973). Suhu lingkungan ang baik untuk merangsang pembentukan akar adalah 21o C - 27o C. Secara umum stek krisan yang diberi perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z3) menunjukkan pengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan panjang akar stek dan panjang tunas (pada umur tanam 5-10 HST). Stek krisan dengan varietas Pasopati (B4) menunjukkan pertumbuhan lebih baik terhadap panjang akar stek, jumlahakar primer dan panjang tunas (pada umur tanaman 7-10 HST). Secara umum pengaruh interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan hanya terdapat pada jumlah akar sekunder, diameter akar stek dan panjang tunas stek pada umur 11 HST. Hasil dari penelitian bahwa semua ZPT dan semua varietas krisan mampu menghasilkan stek yang berkualitas, dengan demikian urin sapi dapat menjadi ZPT yang efektiof dan ramah lingkungan sebagai alternatif dari ZPT sintetik. RIWAYAT HIDUP
  • 10. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (Sintetik dan Alami) dan Varietas Krisan (Chrysanthemum Morifolium R.) dalam Menghasilkan Stek Krisan yang Berkualitas.” Benar-benar karya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau dipublikasikan di lembar manapun. Sumber referensi dari kutipan karya penulis lain dilakukan dengan benar dan disebutkan dalam teks dan daftar pustaka. Bogor, 23 Oktober 2013 A.0910474 PRAKARTA
  • 11. Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya keapada Allah SWT yang maha memberi rahmat dan anugerah, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Berawal dari keterkaitan penulis terhadap aplikasi teknik stek dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif yang lebih cepat dengan hasil lebih banyak dan seragam, membuat penulis ingin memperdalam teknik stek dan mewujudkan dalam judul skripsi. Penulis menyadari bahwa pengaetahuan ilmu mengenai teknik stek yang dimilikinya masih sangat terbatas, sehingga tugas akhir yang disusunnya masih sangat jauh dari sempurna. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian studi di Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Setyono, M.Si dan Bapak Dr. Drs. Budi Winarto, M.Sc. Sebagai pembimbing atas semua bimbingan, nasehat, kritikan dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Pimpinan Balai Penelitian Tanaman Hias (BALTHI) Jl. Raya Ciherang – Pacet, Cianjur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di instansi BALITHI. Saya menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan bagi perbaikan hasil penelitian ini. Bogor, 23 Oktober 2013 Penulis UCAPAN TERIMA KASIH
  • 12. Dalam perjalanan penyelesaian skripsi ini, saya menyadari banyak pihak yang membantu baik moril, materil maupun doanya. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya sampaikan terima kasih kepada : 1. Gubernur Jawa Barat yang telah memberikan Beasiswa ke Jenjang Pendidikan Stara 1 (S1) di Universitas Djuanda Bogor. 2. Ibu Dr. Ir. Elis Dihansih, M.Si, Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda. 3. Ibu Dr. Ir. Arifah Rahayu, M.Si, Ketua Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian. 4. Seluruh staf maupun karyawan Balai Penelitian Tanaman Hias (BAITHI), Jl. Raya Ciherang – Pacet, Cianjur dan Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) Tanaman Hias Lanbow – Cipanas yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. 5. Seluruh staf sekretariat Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda Bogor. 6. Ayahanda dan Ibu tercinta, serta kakak-kakak dan adik untuk semua doa, pengorbanan, semoga Allah senantiasa melindungi dan memuliakannya. 7. Sahabat-sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang selalu memberi masukan dan dukungan. 8. Teman-teman angkatan 2009 dan adik-adik kelas yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 9. Semua pihak yang secara lansung maupun tidak langsung telah membantu dalam proses kuliah, praktikum dan penelitian. Penulis berharap semoga karya tulis yang sederhana ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkannya dan semoga kita semua selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Aamiin. Bogor, Oktober 2013 Penulis DAFTAR ISI
  • 13. ABSTRACT ............................................................................................... ABSTRAK .................................................................................................. RINGKASAN.............................................................................................. RIWAYAT HIDUP .................................................................................... PERNYATAAN ......................................................................................... PRAKATA ................................................................................................. UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1.2 Identifikasi Masalah ................................................................... 1.3 Tujuan ........................................................................................ 1.4 Hipotesis Penelitian .................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2.1 Tanaman Krisan ......................................................................... 2.2 Stek ............................................................................................ 2.3 Media ......................................................................................... 2.4 Zat Pengatur Tumbuh ................................................................. 2.5 Urine Sapi .................................................................................. BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN .................................... 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 3.2 Bahan dan Alat ........................................................................... 3.3 Metode Penelitian ....................................................................... 3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................ BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 4.1 Keadaan Umum .......................................................................... 4.2 Hasil Pengamatan ....................................................................... 4.3 Pembahasan ................................................................................ BAB V PENUTUP ...................................................................................... 5.1 Kesimpulan ................................................................................
  • 14. 5.2 Saran .......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LAMPIRAN ...............................................................................................
  • 15. DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Bentuk bunga krisan berdasarkan susuanan dan jumlah mahkota bunga ............................................................................................... 2. Beberapa sifat urin sapi sebelum dan sesudah difermentasi ............... 3. Kandungan hara beberapa jenis kotoran hewan ................................. 4. Waktu pembentukan akar ................................................................. 5. Persentase stek tumbuh krisan umur 1 MST – 2 MST ....................... 6. Persentase stek berakar krisan umur 1 MST – 2 MST ....................... 7. Persentase stek berakar krisan umur 1 MST – 2 MST ....................... 8. Panjang akar stek krisan ................................................................... 9. Jumlah akar primer stek krisan ......................................................... 10. Jumlah akar sekunder stek krisan ...................................................... 11. Diameter akar stek krisan pada perlakuan ZPT ................................. 12. Hasil sidik ragam pengaruh ZPT dan tipe krisan terhapad panjang tunas akar stek krisan ........................................................................ 13. Panjang tunas stek krisan umur 5 – 10 HST ...................................... 14. Panjang tunas stek krisan umur 11 HST ............................................ 15. Panjang tunas stek krisan umur 12 HST ............................................
  • 16. DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Sidik ragam waktu pertumbuhan akar stek ....................................... 2. Sidik ragam persentase stek tumbuh krisan ...................................... 3. Sidik ragam persentase stek berakar krisan ...................................... 4. Sidik ragam persentase stek bertunas krisan ..................................... 5. Sidik ragam panjang akar stek krisan ............................................... 6. Sidik ragam jumlah akar primer stek krisan ..................................... 7. Sidik ragam jumlah akar sekunder stek krisan ................................. 8. Sidik ragam diameter akar stek krisan .............................................. 9. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 05 HST ....................... 10. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 06 HST ....................... 11. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 07 HST ....................... 12. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 08 HST ....................... 13. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 09 HST ....................... 14. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 10 HST ....................... 15. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 11 HST ........................ 16. Sidik ragam panjang tunas stek krisan umur 12 HST ........................
  • 17. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan peningkatan kesejahteraan penduduk di Indonesia, maka kebutuhan tanaman hias juga meningkat. Untuk meningkatkan ketentraman jiwa orang mulai memikirkan nilai estetika atau keindahan yang segar dan alami. Kehadiran tanaman hias di rumah-rumah, hotel, perkantoran, dan taman-taman kota menjadi indikatornya. Di samping estetika, tanaman hias juga digunakan sebagai bahan dasar minyak wangi, kosmetik, dan obat-obatan. Penggunaan dan pemanfaatan tanaman hias yang multifungsi membuat tanaman hias menjadi satu bidang usaha yang prospektif dan perlu dikelola secara profesional. Keadaan demikian dampaknya pada permintaan bunga potong dan bunga pot terutama di kota-kota besar. Permintaan pasar yang tinggi akan produk bunga potong, termasuk krisan menjadikan usaha tanaman hias mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan baik pada saat ini maupunyang akan datang (Balai Penelitian Tanaman Hias 2000). Menurut rukman dan Mulyana (1997), usaha produk krisan di Indonesia dihadapkan pada beberapa kendala, antara lain ketergantungan pada bibit luar negri seperti Belanda, Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang yang harganya mahal. Selain itu, bila tanaman akan diperbanyak perlu membayar royalti 10% dari harga jual tiap tangkainya. Kondisi tersebut menyebabkan harga jual bibit tinggi dan menurunkan keuntungan petani atau pengusaha tanaman krisan. Masakah lain adalah degenerasi bibit, yaitu penurunan mutu benih sejalan dengan bertambahnya umur tanaman induk dan rendahnya mutu bibit yang dihasilkan. Hal ini dikernakan tanaman krisan diperbanyakdengan stek pucuk mauoun anakan (Rukman dan Mulyana 1997). Untuk menghindari atau mengurangi degenerasi benih, produsen dituntut agar memperbarui tanaman induk secara periodik bila gejala degenerasi mulai tampak. Oleh karena itu, pengembangan varietas yang telah dihasilkan oleh pemulia tanaman dan penerapan teknik perbanyakan yang tepat di harapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Untuk meningkatkan produktivitas tersebut dengan cara yang efisien, zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakansalah satu alternatif yang berguna untuk
  • 18. memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman krisan. ZPT sintetik maupun alami mempunyai daya guna yang sama, yaitu merangsang proses pertumbuhandan perkembangan tanaman dengan menggiatkan terjadinya proses- proses biokimia dan fisiologi tanaman. Penggunaan ZPT sintetik cukup populer pada saat ini. Terutama untuk tanaman bernilai ekonomi tinggi atau pada pembibitan tanaman. ZPT alami yang terdapat dalam urin sapi perlu dipertimbangkan penggunaannya, karena mudah didapat, murah harganya serta mudah penggunaannya. Auksin yang terkandung dalam urin sapi terdiri dari auksin-a (aukentriollic acid), auksin-b dan auksin lain (hetero auksin) yang merupakan IAA (Indol Acetic Acid). Auksin tersebut berasl dari berbagai zat yang terkandung dalam protein hijauan dari makanan ternak (Hadisuito 2007). Di dalam tubuh ternak auksin tidak terurai, sehingga dikeluarkan sebagai filtrat bersama dengan urin yang mengeluarkan zat spesifik yang mendorong perakaran. Urin ternak secara terbatas dapat menggantikan fungsi ZPT sintetik yang diperlukan untuk memacu berakarnya stek krisan. ZPT dari kelompok auksin dapat meningkatkan peresentase stek yang berakar serta meningkatkan jumlah dan kualitas akar yang terbentuk (Hartman dan Kester 1983). Berdasarkan hal tersebut di atas perlu dilakuka penelitian untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh sintetik dan alami terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bunga kristan. 1.2 Identifikasi Masalah Untuk memenuhi produsen kristan di dalam negeri yang semakin meningkat, penyediaan bibit dalam jumlah besar sangat di perlukan. Perbanyakan bibit dengan cara vegetatif melalui stek adalah salah satu alternatif yang diharapkan dapat mengatasi kebutuhan bibt secara cepat (Gunawan 1992). Stek merupakan salah satu cara perbanyakan vegetatif. Menurut Denis (1979), stek adalah pemotongan atau pemisahan bagian dari tanaman (akar, batang, daun dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut membentuk akar. Dari pengertian ini, maka stek digolongkan berdasarkan bagian tanaman yang dipotong, yaitu stek akar, stek batang dan stek daun.perbanyakan dengan stek sangat sederhana dan
  • 19. tidak memerlukan teknik yang rumit. Prinsip dasarnya hanya memotong untuk menghasilkan jaringan kambium tempat akar akan tumbuh (Adams, 1995). Keuntungan perbanyakan stek yang lain adalah bahan stek yang dibutuhkan hanyasedikit tetapi dapat menghasilkan bibit tanaman yang banyak, tanaman yang dihasilkan mempunyai persamaan dalam umur, ukuran dan sifat tanaman yang dihasilkan sama dengan induknya, serta dapat diperoleh tanaman yang sempurna (mempunyai akar, batang dan daun) dalam waktu yang relatif singkat (Wudianto, 2002). Sedangkan Hatman, Kester dan Davies (1990) mengemukakan beberapa segi positif dari perbanyakan cara stek, yaitu tidak memerlukan tenaga terlatih, dapat dilakukan secara massal, tidak mengalami kemungkinan pengaruh buruk batang bawah, kemurnian klon lebih terjamin dan masa juvenil dapat diperpendek. Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam kondisi rendah yang dapat mendukung, menghambat, dan mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara kuantitatifmaupun kualitatif (Moore 1979). Hatman da Kester (1978) menambahkan bahwa zat pengatur tumbuhan adalah salah satu bahan sintetik atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses fisiologis. ZPT dalam tanaman terdiri atas lima kelompok yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen dan inhibitor dengan ciri khas sertra pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis (Sriyanti dan Wijayani 1994). ZPT alami yang terdapat dalam urin sapi perlu dipertimbangkan penggunaannya, karena mudah didapat, muah harganya serta mudah penggunannya. Auksin yang terkandung dalam urin sapi terdiri auksin-a (aukentriollic acid), auksin-b dan auksin lain (hetero auksin) yang merupakan IAA (Indol Acetic Acid). Auksin tersebut berasal dari berbagai zat yang terkandung dalam protein hijauan dari makanannya (Hadisuwito 2007). Karena auksin tidak terurai dalam tubuh maka auksin dikeluarkan sebagai filtrat bersama bersama dengan urin yang mengeluarkan zat spesifik yang mendorong perakaran. Urin ternak secara terbatas dapat menggantikan fungsi ZPT sintetik yang di perlukan untuk memacu berakarnya stek krisan. ZPT dari kelompok auksin dapat meningkatkan persentase stek yang berakar serta meningkatkan jumlah dan kualitas akar yag terbentuk (Hatman dan Kester 1983).
  • 20. 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitia ini adalah memperoleh bibit yang berkualitas, dan mempercepat perakaran dengan perlakuan ZPT alami dan sintetik. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi alternatif metode penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) yag efektif dan ramah lingkungan. 1.4 Hipotesis Penelitian 1. Terdapat pengaruh ZPT terhadap pertumbuhan akar stek krisan (Chrysanthemum morifolium R). 2. Terdapat respon pengakaran yang berbeda pada beberapa varietas krisan (Chrysanthemum morifolium R). 3. Terdapat pengaruh interaksi antara ZPT dengan varietas bunga krisan terhadap pengakaran stek krisan (Chrysanthemum morifolium R).
  • 21. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Krisan 2.1.1 Daerah Asal dan Penyebarann Bunga kristan atau seruni bukan tanaman asal Indonesia. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh para ahli botani disimpulkan pusat keaneka ragaman krisan terdapat asal di dataran Cina. Rintisan budidaya krisan sebagai tanaman hias terjadi di Cina sekitar 2000 tahun yang lalu. Namun jenis atau varietas krisan yang dikembangkan di Cina, ternyata berasal dari Jepang (Smith dan Laurie 1928). Pembudidayaan bunga krisan sudah lama dikenal di daerah pegunungan misalnya di Cipanas dan Cianjur. Menurut Soekartawi (1996), usaha ini dijalankan oleh petani bunga di Cipanas sejak zaman penjajahan Belanda. Varietas bunga krisan yang bisa ditanam di Indonesia terdiri atas krisan lokal, krisan introduksi (krisan modern atau krisan hibrida) dan varietas yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Hias (Soekartawi 1996). Hingga kini belum ditemukan data atau informasi yang pasti tentang waktu pertama kali introduksi krisan ke Indonesia. Namun, beberapa literatur menyebutkan bahwa pada tahun 1800 krisan mulai dikoleksi di Indonesia, sejak tahun 1940 krisan dikembangkan sebagai tanaman hias potensial dan sekarang diusahakan secara komersial (Rukman dan Mulyana 1997). 2.1.2 Botani dan Morfologi Menurut Holmes (1993) botani krisan dapat dikelompokkan ke dalam : Kingdom Plantae, diviso Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Asterales, famili Asteraceae, genus Chrysanthemum, species Chrysanthemum morifolium. Krisan mempunyai banyak (lebih dari 1000) species. Menurut Rukman dan Mulyana (1997) beberapa species krisan yang dikenal antara lain adalah C. Daisy, C. indicum, C. coccineum, C. frustescens, C. maximum, C hornorum, dan C. parthenium. Varietas krisan yang banyak ditanam di Indonesia umumnya diintroduksi dari luar negeri, terutama dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang.
  • 22. Bunga krisan terdiri dari beberapa varietas di antaranya White Fiji, Yellow Fiji, Holday, Alousi, Astro, Snowdon White, Cassandra, dan pingpong. Bentuk bunga krisan dibedakan atas 13 kategori berdasarkan susunan dan jumlah mahkota bunga (Laurie and Kenard 1979). Bunga krisan spray terdiri atas varietas Puma, Yellow Puma, White Regent, Town talk, heidi Yellow, Heidi White, Zroland, Pompon, Soraya, Wendi, Caymano, dan Casablanca (Isabella 2003). Krisan tumbuh menyemak dengan daur hidup sebagai tamanan semusim ataupun tahunan, dan tunbuh tegak dengan batang yang lunak dan berwarna hijau. Ciri khas tanaman krisan dapat diamati pada bentuk daun, yaitu bagian tepi dari daun memiliki celah dan bergerigi dan tersusun dengan berselang seling pada batang. Bunga krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam tangkai berukuran pendek sampai panjang, serta termasuk bunga lengkap. Bunga krisan merupakan bunga majemuk yang terdiri atas bunga pita dan bunga tabung. Pada bunga pita terdapat bunga betina (pistil), sedangkan bunga tabung terdiri atas bunga jantan dan bunga betina (biseksual) dan biasanya fertil (Kopranek 1980). Bentuk bunga beraneka macam, tetapi organisasi pencinta krisan, Nasional Chrysanthemum Society (NSC) mengklasifisikannya kedalam 13 kategori berdasarkan susunan dan jumlah mahkota bunga, sebagaimana disajikan dalam Tabel 1. Bentuk bunga krisan berdasarkan susuanan dan jumlah mahkota bunga. No. Bentuk Bunga Ciri khas, susunan dan mjumlah mahkota bunga 1. Single Pada tiap tangkai hanya terdapat 1 kuntum bunga dan susunan mahkota bunga hanya 1 lapis petal. 2. Semi-double Mahkota bunga (corolla) tersusun dari 5 lapis petal. 3. Spoon Helai bunganya berbentuk seperti sendok. 4. Quill Helai bunganya berbentuk seperti bulu ayam. 5. Laciniated Helai bunganya berbentuk langsing dengan ujung berbelah, tetapi saling melekuk membentuk tabung. 6. Spider Helai bunganya berbentuk ramping, seolah-olah seperti laba-laba. 7. Thistle Helai bunganya berbentuk ramping, tetapi menggulung, bagian ujung tetap membuka sehingga mirip lubang kecil. 8. Anemone Helai bunganya berbentuk lebar, menyebar keluar dengan piringan dasar lebar. 9. Incurve Helai bunganya berbentuk lengkung ke dalam tersusun rapat, dan membentuk kepala bunga
  • 23. membulat. 10. Reflex Helai bunganya melengkung ke luar. 11. Reflexing incurve Helai bunganya bentuknya mirip incurve, tetapi amat melekuk. 12. decorative Bunganya berbentuk bulat seperti bola, mahkota bunga rapat, di tengah pendek dan semakin ke tepi semakin panjang, serta piringan dasar bunga tidak tampak. 13. Pompon Bentuk bunganya mirip decorative, tetapi mahkota bunganya menyebar ke semua arah. Sumber : Haryani (1995) 2.1.3 Syarat Tumbuh Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2006) kristan dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu harian 13-170 C. Pada fase vegetatif kisaran suhu harian untuk pertumbuhan optimal yaitu 22-280 C pada siang hari dan tidak melebihi 260 C pada malam hari. Menurut Rukmana dan Mulyana (1997) suhu yang paling ideal untuk fase generatif adalah 16-180 C. Menurut Rukmana dan Mulyana (1997) tanaman krisan membutuhkan kondidsi kelembaban udara tinggi. Pada fase pertumbuhan awal, seperti perkecembahan benih atau pembentukan akar bibit stek diperlukan kelembaban udara antara 90-95%. Tanaman muda sampai dewasa tumbuh dengan baik pada kondisi kelembaban udara antara 70-90%. Kelembaban udara yang tinggi perlu diimbangi dengan sirkulasi udara yang memadai (lancar) di sekitar kebun. Bila kelembaban udara tinggi, sementara sirkulasi udara kurang baik dapat menginduksi perkembangan organisme penyebab penyakit cendawan. Hujan deras atau keadaan curah hujan tinggi yang langsung menerpa tanaman krisan juga menyebabkan tanaman mudah roboh, rusak, dan kualitas bunga rendah. Oleh karena itu pembudidayaan krisan di daerah bercurah hujan tinggi dapat dilakukan di dalam bangunan rumah plastik dan rumah kaca. Krisan merupakan tanaman hari pendek yang membutuhkan lama penyinaran kurang lebih 9-10 jam untuk membentuk tunas-tunas bunga. Apabila
  • 24. lama penyinaran melebihi dari yang dibutuhkan, maka pembungaan akan terhambat (Beckett 1983). Untuk mendapatkan bunga yang berkualitas baik, tanaman krisan membutuhkan cahaya yang lebih lama daripada panjang hari normal. Penambahan panjang hari dapat dilakukan dengan penyinaran buatan setelah matahari terbenam atau selama priode gelap. Penambahan cahaya pada tanaman dapat berfungsi memanipulasi fotoperiode dan meningkatkan laju fotosintesis. Peningkatan hasil fotosintesis berpengaruh terhadap laju pertumbuhan generatif yaitu pembentukan pembungaan (Kofranek 1980). Perlakuan hari panjang dihentikan apabila tanaman mencapai tinggi yang diinginkan sekitar 35-50 m dan kemudian tanaman diberikan perlakuan hari pendek untuk inisiasi pembungaan (Isabella 2003). Menurut Rukmana dan Mulyana (1997) kadar CO2 memegang peranan penting dalam pertumbuhan krisan dalam pertumbuhan krisan. Kadar CO2 yang ideal dan dianjurkan untuk memacu kemampuan fotosintesis tanaman krisan adalah antara 600-900 ppm. Oleh karena itu pada pembudidayaan tanaman krisan dalam bangunan tertutup seperti rumah pelastik dan rumah kaca, dapat ditambahakan CO2 hingga mencapai kadar yang dianjurkan. Menurut Kofranek (1980) tanah yang ideal untuk tanaman krisan adalah bertekstur lempung berpasir, mempunyai drainase dan aerasi yang baik dan mengandung bahan organik yang tinggi dengan pH sedikit asam, tingkat kemasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman krisan adalah sekitar 5,5 sampai 6,5. 2.1.4 Teknik Budidaya Tahapan budidaya bunga krisan terdiri dalam beberapa bagian yaitu: pengadaan bibit, penyediaan media, proses penumbuhan akar pada bibit, pengolahan lahan, penanaman, masa long day, pemeliharaan tanaman dan panen. Pengadaan bibit bunga krisan diperoleh dari tanaman induk yang telah dibudidayakan sesuai dengan jenis dan tipe varietas krisan. Pengadaan bibit baru diberikan setelah 3-4 kali tanam, dengan tujuan untuk menjaga kualitas bibit bunga krisan agar tetap terjaga serta sesuai standar yang diharapkan.
  • 25. Media yang disiapkan dalam penanaman pertama dalam budidaya bibit krisan adalah pengadaan media tray sebagai wadah untuk tumbuh akar. Setelah itu dilakukan pencampuran media tanam arang sekam, kemudian dimasukkan ke dalam tray dan siap untuk ditanam bibit. Sebelum ditanam, bibit terlebih dahulu direndam dalam zat pengatur tumbuh (ZPT) induksi akar. Setelah itu bibit siap untuk ditanam tray, setiap lubang pada tray ditanam oleh bibit krisan 2-4 batang bibit bunga krisan. Tray yang sudah ditanami bibit, kemudian diletakan di meja tanam yang terbuat dari bambu dengan tinggi 50 cm, lebar 1 meter, dan panjang 5 meter (bech). Proses penanaman bibit krisan sampai pada pertumbuhan akar bibit adalah selama kurun waktu 2 minggu, dalam proses ini dilakukan penyiraman sebanyak 1-2 kali dalam sehari dengan tujuan menjaga kelembaban media tanam dan bibit krisan. Proses penumbuhan akar pada bibit bunga krisan ini dilakukan di tempat yang steril, dengan tujuan agar bibit tetap keadaan segar serta memiliki kualitas yang terjaga. Pengolahan lahan dalam pembibitan bunga krisan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu pengolahan lahan dengan membuat bedengan berdiameter 1 x 15 meter dengan melibatkan 2 HOK. Setelah itu bedengan yang sudah jadi kemudian dicampur rata dengan pupuk organik, kotoran ayam, sekam serta kapur dengan cara diaduk secara manual dengan menggunakan cangkul adapun perbandingan antar pupuk organik, kotoran ayam, sekam dan kapur adalah 1 : 2 : 2 : 2. Kemudian bedengan ditata kembali dengan tinggi 15 cm dan jarak antar bedengan adalah 30-40 cm dan terdiri atas 4 bedengan setiap greenhouse. Tahap kedua merupakan proses pendiaman. Tanah yang sudah diolah kemudian ditutup dengan plastik UV kemudian didiamkan selama 1 minggu, dengan tujuan tanah sudah semakin subur dan siap untuk dilakukan penanaman. Teknik penanaman bibit krisan adalah dengan cara menyediakan jaring dengan diameter 1 x 15 meter dengan diameter lubang 10 x 10 cm, kemudian ditanam bibit krisan disetiap pojok lubang jaring tersebut. Masa long day bertujuan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif secara maksimal dengan penambahan penyinaran lampu 25 watt sekitar 4,5 jam dengan
  • 26. jarak antar lampu 2,3 meter dan ketinggian lampu 3 meter, sehingga menghasilkan intensitas 80 lux panas cahaya yang sampai pada pucuk tanaman. Jadwal nyala lampu adalah pada jam 22.00-00.00, kemudian padam sampai 00.30 dan menyala kembali dari pukul 00.30-03.00 secara otomatis. Pada masa long day kegiatan yang dilakukan berupa persemaian dan pembuangan pucuk terminal (topping) dengan masa masing-masing tiga minggu. Menurut Ade (2002) mengingat tanaman krisan adalah tanaman hari pendek, makanuntuk mendapatkan bunga yang diharapkan sesuai dengan waktu yang dibutuhkan, maka perlu dilakukan penambahan cahaya pada tanaman. Penambahan cahaya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan cahaya matahari, untuk memacu pertumbuhan organ vegetatif. Untuk tujuan bunga potong, maka diperlukan cahaya selama 4 jam sejak tanam, sampai umur 1 bulan. Setelah sebulan penambahan cahaya dihentikan. Teknik meletakan lampu yaitu dengan mengatur jarak setiap titik lampu 3 m, dengan asumsi tinggi setiap titik lampu 1,5 m, lampu pijar penggunaannya 75 watt atau lampu mengandung ultra violet 15 watt. Jika tinggi tanaman belum tercapai yaitu kurang dari 35-45 cm, maka perlu ditambahkan waktu penerangan selama 1 minggu (Turang 2007). Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyiraman dilakukan sebanyak satu kali sehar sedangkan untuk pemberian nutrisi dengan menggunakan ABMix yaitu dilakukan sebanyak 1 minggu sekali. Penyiraman dilakukan dengnan manual yaitu dengan menggunakan selang suplayer yang langsung disiramkan kepada tanaman. Penyiraman dilakukan mulai pukul 07.00-16.00 secara bergantian sampai merata ke seluruh bagian tanaman. Hama yang menyerang tanaman krisan antara lain ulat tanah (Agrotis ipsilon), thrips (Thrips tabacci), tungau merah (Tetranycus sp), penggerak daun (Liriomyza sp). Ulat tanah (Agrotis ipsilon) menyerang ujung batang tanaman muda, sehingga pucuk dan tangkai terkulai, dikendalikan dengan mengumpulkan ulat pada senja hari, kemudian disemprot dengan insektisida. Thrips (Thrips tabacci) menyebabkan pucuk dan tunas-tunas samping berwarna keperak-perakan atau kekuning-kuningan seperti perunggu, terutama pada permukaan bawah daun.
  • 27. Pengendalian thrips dilakukan dengan mengatur waktu tanam yang baik dan memasang perangkap berupa lembar kertas yang mengandung perekat. Tungau merah (Tetranycus sp) menyebabkan daun yang terserang berwarna kuning kecoklat-coklatan, terpelintir, menebal, dan bercak-bercak kuning sampai coklat, dikendalikan dengan memotong bagian tanaman yang terserang berat kemudian dibakar. Serangan penggerak daun (Liriomyza sp) berupa daun menggulung seperti terowongan kecil, berwarna putih keabu-abuan yang mengelilingi permukaan daun. Pengendalian hama ini dilakukan dengan memotong daun yang terserang dan penggiliran tanaman (Merai dan Makal 2007). Menurut Prabawati et.al. (2002) penyakit yang menyerang tanaman krisan antara lain karat atau rust, virus kerdil dan mozaik. Penyakit karat disebabkan jamur puccinia sp. Karat hitam disebabkanoleh cendawan P. chrysantemi, karat putih disebabkan oleh P. horiana P.Henn. Gejala serangan penyakit karat ini berupa bintil-bintil coklat/hitam pada sisi bawah daun dan rejadi lekukan-lekukan mendalam yang berwarna pucat pada permukaan daun bagian atas. Bila serangan hebat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bunga. Pengendalian terhadap penyakit ini dengan cara menanam bibit yang tahan hama dan penyakit, perompesan daun yang sakit, dan memperlebar jarak tanam. Virus kerdil da mozaik disebabkan oleh virus kerdil krisan (Chrysanhemum stunt Virus) dan Virus Mozaik Lunak Krisan (Chrysanthemum Mild Mosaic Virus). Tanaman yang di serang tumbuh kerdil, tidak membentuk tunas samping, berbunga lebih awal dibandingkan tanaman sehat, dan warna bunganya pucat. Penyakit kerdil ditularkan oleh alat-alat pertanian yang tercemar penyakit dan pekerja kebun. Virus mozaik menyebabkan daun belang hijau dan kuning, kadang-kadang bergaris-garis. Pengendalian penyakit ini dengan menggunakan bibit bebas virus, mencabut tanaman yang sakit, menggunakan alat-alat pertanian yang bersih dan penyemprotan insektisida untuk pengendalian vektor virus. Pada umumnya pemanenan bibit krisan yang telah berakar dapat dilakukan setelah tanaman berumur 12-14 hari. Waktu panen itu dipengaruhi oleh faktor cuaca dan varietas bibit. Kriteria bibit yang baik adalah sehat atau tidak terserang hama dan penyakit, akarnya mempunyai panjang lebih dari 2 cm dan menyebar
  • 28. secara seragam disekeliling batang, batangnya cukup besar, dan memiliki tinggi 10-15 cm. Pemanenan bibit dilakukan dengan cara mencabut stek yang telah berakar kemudian memasukannya ke dalam kantong plastik dengan kapasitas 26 buah. Stek tersebut diberi label dan disimpan dalam ruang penyimpanan yang berpendingin sementara waktu sebelum bibit siap dikirimkan kepada konsumen. Adapun untuk penanaman dilapangan baik produksi ataupun regenerasi indukan, bibit yang sudah berakar ini langsung dibawa ke lahan untuk ditanam. Batas penyimpanan bibit adalah 14 hari untuk bibit yang sudah berakar. Menurut Syarif (2007) panen dan pascapanen merupakan tahapan penting dalam usahatani karena tanpa penanganan yang baik akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Kerugian yang dapat diakibatkan oleh kesalahan dalam penanganan panen di Indonesia mencapai rata-rata 21% dari produk yang dihasilkan. Penanganan pascapanen pada produksi bunga potong bertujuan untuk mempertahankan kesegaran bunga. Tahapan pascapanen yang penting adalah: 1). Penentuan waktu yang tepat, 2). Teknik panen, 3). Transportasi hasil panen, 4). Penempatan hasil panen, 5). Sortasi, 6). Packing, 7). Penyimpanan, 8). Transportasi dari kebun ke rumah atau kios dan 9). Distribusi ke konsumen (Flora Serial 2006). 2.2 Stek Perbanyakan tanaman dengan cara stek merupakan salah satu alternatif yang banyak dipilih orang karena dapat dilakukan secara sederhana dan tidak memerlukan teknik-teknik tertentu seperti pada penyambungan. Perbanyakan secara stek merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan melakukan pemotongan, pemisahan beberapa bagian tanaman seperti batang, akar, daun, dan tunas agar bagian tersebut dapat membentuk akar dan menjadi indovidu baru (Wiriandinata dan Girmansyah 2001). Rusmayasari (2009) mengemukakan bahwa bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan stek dibedakan menjadi 6 macam yaitu stek batang, stek pucuk, stek akar, stek daun, stek mata (tunas), dan stek umbi.
  • 29. Kelebihan dari perbanyakan tanaman dengan cara stek yaitu dapat diperoleh bibit tanaman dengan jumlah yang banyak, tanaman yang dihasilkan dari stek biasanya mempunyai sifat yang sama dengan induknya, memiliki umur yang seragam, tahan terhadap penyakit, serta diperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang telah mempunyai akar, batang dan daun dalam waktu yang relatif singkat (Putri dan Sudianta 2009). Perbanyakan cara stek dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor tanaman, lingkungan, dan pelaksanaan. Faktor tanaman meliputi macam-macam bahan stek, kandungan bahan makanan dalam stek yang digunakan. Bahan stek yang mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen cukup akan mempermudah terbentuknya akar. Pembentukan akar terjadi karena adanya dorongan auxin dan karbohidrat. Zat-zat tersebut akan ter akumulasi pada bagian dasara stek dan akan merangsang terbentuknya akar (Oktaviani et.al 2009). 2.3 Media Media tumbuh yang baik untuk budidaya tanaman adalah media yang mampu menunjang peretumbuhan dan perekembangan akar serta mencukupi kebutuhan air dan unsur hara (Putri 2006). Sekam merupakan kulit biji padi yang diperoleh dari proses penggilingan bulir padi. Kelebihan sekam adalah mudah mengikat air, tidak cepat lapuk, tidak cepat menggumpal, tidak mudah ditumbuhi jamur dan bakteri, dapat menyerap senyawa toksin atau racun dan melepaskannya kembali pada saat penyiraman dan sebagai sumber kalium bagi tanaman (Purwanto 2007). Arang sekam mengandung unsur Karbon (C) tinggi, sumber Kalium (K) untuk menggemburkan media tanam, Nitrogen (N), dan mangan (Mn), sehingga untuk menghindari keracunan Mn, pakai pupuk dengan kandungan Mn sedikit (Redaksi Trubus ; 2006). 2.4 Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan zat pengatur pertumbuhan yang biasa digunakan untuk memacu pertumbuhan seperti mempercepat pembuangan dan mempertinggi kemampuan berakar pada proses penyetekan ataupun dapat digunakan sebagai penghambat pertumbuhan (Retardan). Zat pengatur tumbuh
  • 30. adalah senyawa organik bukan hara yang dalam jumlah tertentu aktif merangsang ataupun merusak pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Kramer and Kozlowsky 1960). Hartman dan Kester (1978) menambahkan bahwa zat pengatur tumbuh adalah salah satu bahan sintesis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses pisiologis. ZPT dalam tanaman terdiri atas lima kelompok yaitu auksin, gibrelin, sitokinin, etilen dan inhibitor dengan ciri khas serta pengaruh yang berlainan terhadap proses pisiologis (Sriyanti dan Wijayani 1994). Golongan ZPT yang sering digunakan adalah auksin dan sitokinin. Auksin biasanya diberikan dalam bentuk asam naftalen asetat (NAA), asam indol butiran (IBA), asam indol asetat (IAA) dan diklorofenoksi asetat (2,4-D), sedangkan sitokinin dalam bentuk benziladenin (BA), benzilaminopurin (BAP), kinetin dan 2-iP (Hussey (1978). Menurut Heddy (1986), auksin adalah senyawa organik yang dapat mengatur segala bentuk gejala pertumbuhan tanaman dan dapat aktif di luar titik tumbuhnya dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga auksin tidak dapat terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZPT dari kelompok auksin dapat meningkatkan persentase stek yang berakar serat meningkatkan jumlah dan kualitas akar yang terbentuk (Hartman dan Kester 1983). Auksin seperti IAA, NAA, dan IBA banyak dipakai pada tanaman berkayu dan tanaman berbatang lunak untuk mendorong pertumbuhan akar pada proses penyetekan (Wattimena 1987). Kusumo (1984) menyatakan bahwa perakaran yang timbul pada stek disebabkan oleh dorongan auksin yang berasal dari tunas dan daun. Tunas yang sehat pada batang adalah sumber auksin dan merupakan faktor penting dalam perakaran. Pengaruh rangsangan auksin terhadap jaringan berbeda-beda. Rangsangan yang paling kuat terjadi pada sel-sel meristem apikal batang dan koleoptil. Pada konsentrasi tinggi, auksin lebih bersifat menghambat daripada merangsang pertumbuhan. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan adanya indikasi bahwa auksin dapat menaikan tekanan osmotik, meningkatkan sintesis protein dan meningkatkan permeabilitas sel terhadap air (Sriyanti dan Wijayani 1994). Wattimena (1992) juga menyatakan bahwa peran fisiologi sitokinin selain
  • 31. mendorong pembelahan sel, juga mempengaruhi morfogenesis, pertunasan, perbentukan kloroplas, pemecahan dormansi dan pembentukan stomata. 2.5 Urine Sapi Air seni (urine) merupakan hasil ekskresi dari ginjal yang mengandung air, urea, dan produk metabolik yang lain. Urin mengandung pula berbagai jenis mineral dan hormon yang diekstrak dari makanan yang dicerna di dalam usus. Menurut During dan McNaught (1916), air seni merupakan sumber ekskresi N yang penting artinya dalam hubungan tanah dengan hewan. Air seni merupakan sumber unsur N, K dan Mg yang penting dan kandungan N dan K beragam menurut jenis pakan (ransum) serta musim, yaitu kandungannya paling tinggi pada akhir musim rontok bertepatan dengan bentuk pakan rumput gajah yang aga kering. Ada dua jenis hormon penting yang dikandung air seni ternak yaitu auksin dan asam giberelin (GA). Kadar auksin beragam dari 161,64 sampai 782,78 ppm sedangkan GA dari 0 sampai 937,88 ppm. Keragaman kadar tersebut paling besar dipengaruhi oleh jenis ternak dan lebih jauh pada jenis pakan yang diberikan. Ternak yang banyak makan rumput serta hijauan lainnya mengeluarkan air seni yang cenderung banyak mengandung auksin dan GA (Warlina 1994). Kandungan unsur hara dalam urine sapi relatif rendah dengan kandungan N 0.52%, P 0.01%, K 0.56% dan Ca 0.007% (Hadisuwito 2007). Urine sapi adalah limbah hewan ternak yang mengandung auksin dan senyawa nitrogen. Auksin yang terkandung dalam urine sapi terdiri dari auksin-a (auxentriollic acid), auksin-b dan auksin lain (hetero auksin) yang merupakan IAA (Indol Acetic Acid). Auksin tersebut berasal dari berbagai zat yang terkandung dalam protein hijauan dari makanannya. Karena auksin tidak terurai dalam tubuh maka auksin dikeluarkan sebagai filtrat bersama dengan urine yang mengeluarkan zat spesifik yang mendorong perakaran. Kadar auksin dan GA dalam air seni cenderung lebih tinggi pada ternak betina daripada ternak jantan. Demikian pula dalam air seni sapi kereman kadarnya lebih tinggi daripada dalam air seni sapi
  • 32. pekerja. Air seni ternak secara terbatas dapat menggantikan fungsi zat pengatur tumbuh sintetik yang diperlukan untuk memacu berkarnya stek krisan. Untuk mengolah limbah dari kotoran sapi (urine) tersebut menjadi produk yang lebih bermanfaat dan potensial meningkatkan pendapatan masyarakat peternak, diperlukan paket teknologi fermentasi dengan melibatkan peran bakteri (mikroorganisme) untuk mengubah atau mentransformasikan senyawa kimia ke substrat organik sehingga bisa diimplementasikan langsung sebagai nutrisi pada tanaman pertanian seperti tanaman padi, sayur-mayur dan tanaman perkebunan (Rahman, 1989; Lingga, 1993; Anonim, 2004). Dari hasil penelitian Naswir (2003), diperoleh bahwa adanya peningkatan kandungan unsur-unsur kimia (yang diperlukan tanaman) dalam urin sapi yang difermentasi bila dibandingkan dengan yang belum difermentasi (Tabel 2). Disebutkan pula bahwa zat-zat yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman terutama hormon auksin, sitokinin dan kalium terkandung didalam urin yang telah dipermentasi (Masbulan 2004). Table 2. beberapa sifat urin sapi sebelum dan sudah difermentasi Unsur Hara N P K Ca Na Fe Zn Warna Sebelum Fermentasi 1,1 0,5 0,9 1,1 0,2 3726 101 Kuning Sesudah Permentasi 2,7 1,5 1,3 5,8 7,2 7692 624 Hitam Sumber: Naswir (2003). Secara umum, kandungan hara dalam kotoran jauh lebih rendah daripda pupuk kimia (Table 3) sehingga takaran penggunaannya juga akan lebih tinggi. Table 3. kandungan hara beberapa jenis kotoran hewan Sumber N P K Ca Mg S Fe % Sapi Perah 0,53 0,35 0,41 0,28 0,11 0,05 0,004 Sapi Daging 0,53 0,15 0,3 0,12 0,1 0,09 0,004 Kuda 0,7 0,1 0,58 0,79 0,14 0,07 0,01 Unggas 1,5 0,77 0,89 0,3 0,88 0 0,1 Domba 1,28 0,19 0,93 0,59 0,19 0,09 0,02 Sumber : Tan (1993).
  • 33. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan yaitu mulai dari 2 Maret sampai dengan 30 April, bertempat di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) Ciherang, Jawa Barat. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Bahan utama dalam penelitian ini adalah ZPT dan stek krisan. Media dasar ZPT yang digunakan yaitu air (kontrol), asam indol asetat, (IAA), asam naftalen asetat (NAA), urin sapi bunting dan urin sapi tidak bunting. Stek krisan yang digunakan terdiri atas empat varietas krisan dari dua jenis krisan yang berbeda yaitu dua jenis spray dan dua jenis standard. Tipe spray terdiri atas varietas Sakuntala dan Pasopati. Stek krisan yang digunakan berupa stek pucuk dari BALITHI Cipanas – Landbow. 3.2.2 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah bench, embrat, bak perendam, luk meter, penggaris, pinset, skalpel, gelas ukur, botol kultur, tisu, gunting, spidol putih dan timbangan analitik. 3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 5 x 4 , sehingga terdapat 20 kombinasi perlakuan. Pada setiap perlakuan dilakukan ulangan 3 kali sehingga terdapat 60 satuan percobaan, setiap satuan percobaan ditanam 20 stek sehingga terdapat 1200 amatan. Faktor pertama adalah jenis pengatur tumbuh (ZPT) yang terdiri dari lima taraf yaitu : Z0 = Kontrol Z1 = Asam Indol Asetat (IAA) + Konsentrasi Z2 = Asam naftalen asetat (NAA) Z3 = Urin sapi bunting Z4 = Urin sapi tidak bunting
  • 34. Faktor kedua adalah tipe bunga yang terdiri dari empat taraf yaitu : B1 = Varietas Puspita Pelangi B2 = Varietas Puspita Nusantara B3 = Varietas Sakuntala B4 = Varietas Pasopati Model statistik yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial : Yijk = µ + Zi + Bj + (ZB) ij + Ɛ ijk Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan karena faktor jenis bunga krisan ke-I dan jenis ZPT ke-j ulangan ke-k. µ = Nilai tengah umum. Zi = Pengaruh dari taraf ke-i variasi jenis ZPT. Bj = Pengaruh dari taraf ke-j variasi jenis stek bunga krisan. (ZB) ij = Pengaruh interaksi antara taraf ke-i dari jenis ZPT dan taraf ke-j jenis stek bunga krisan. Ɛ ijk = Galat dari ulangan ke-k yang mendapat perlakuan ZPT dan taraf ke-i jenis stek bunga krisan taraf ke-j. Untuk mengetahui pengaruh percobaan, maka dari data diperoleh dilakukan sidik ragam (uji F). jika perlakuan nyata berpengaruh selanjutnya akan dilakukan uji tukey atau beda nyata jujur (BNJ) pada taraf nyata 0,05. 3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Pembuatan Media Media tanam arang sekam dimasukkan ke dalam tray (wadah media tanam yang terbuat dari plastik yang memiliki banyak kotak sebagai tempat penanaman stek krisan). Pembuatan larutan konsentrasi ZPT seperti asam indol asetat (IAA) dan asam naftalen asetat (NAA) dibuat dengan konsentrasi 2 mg/l. larutan dibuat dengan cara melarutkan 2 mg bahan aktif asam indol asetat (IAA) dan asam naftalen asetat (NAA) kedalam 1 liter
  • 35. air. Untuk pembuatan konsentrasi urin sapi bunting dan urin sapi tidak bunting dengan masing-masing konsentrasi 40 mg/l. larutan dibuat dengan cara melarutkan 40 mg urin sapi bunting dan tidak bunting ke dalam 1 liter air. Urin sapi terlebih dahulu difermentasikan selama lima hari. Hal ini sesuia dengan hasil penelitian dari Naswir (2003) yang menunjukkan adanya peningkatan kandungan unsur-unsur kimia (yang diperlukan tanaman) dalam air kencing sapi yang difermentasi bila dibandingkan dengan yang belum difermentasi. Disebutkan pula bahwa zat-zat yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman terutama hormon auksin, citokinin dan kalium terkandung di dalam urin yang telah difermentasi (Mabulan 2004). 3.4.2 Penanaman Stek krisan dipotong ± 5 cm, diberi perlakuan ZPT dengan cara bagian pangkal stek direndam selama 5 menit sesuai dengan perlakuan yang diberikan, selanjutnya stek ditanam. 3.4.3 Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyemaian, penyinaran dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan pada pagi hari dengan embrat (stek membutuhkan kelembaban yang tinggi untuk tumbuh). Untuk mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman diberi penyinaran tambahan selama 4 jam dengan dua kali ulangan (20.00 – 24.00 dan 02.00 – 06.00). Penyiangan gulma dilakukan secara manual. 3.4.4 Panen Panen mulai dilakukan pada 14 hari setelah tanam (HST). Waktu panen dilakukan pada waktu pagi atau sore hari dalam satu waktu. 3.4.5 Pengamatan Pengamatan dan pencatatan data dilakukan yaitu pengamatan harian dan mingguan selama 2 MST (Minggu Setelah Tanam). Peubah yang diamati adalah sebagai berikut : Waktu pembentukan akar (hari), diamati sejak stek berumur tujuh hari setelah tanam sampai 11 HST.
  • 36. Persentase stek hidup, dilihat apabila stek masih segar. Pengamatan dan pencatatan data dilakukan setiap hari selama 14 HST. PSH Persentase stek berakar, dihitung pada 14 HST. Denga mengguankan perhitungan : PSB Persentase stek tunas, dilihat apabila stek masih segar dan telah tumbuh tunas. Pengamatan dan pencatatan data dilakukan tiap hari selama 14 HST. PST Panjang akar stek (cm), pengamatan dilakukan hanya pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada 14 HST. Jumlah akar, pengamatan dilakukan terhadap jumlah akar primer dan jumlah akar sekunder. Pengamatan dilakukan hanya pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada 14 HST. Diameter akar, pengamatan dilakukan terhadap pangkal akar stek. Panjang tunas (cm), diamati dari ketiak batang sampai ujung tunas pengamatan dimulai pada 7 – 14 HST.
  • 37. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Pada awal penanaman stek tanaman krisan terlihat layu, namun setelah ke esokan hari stek tidak layu dan mulai terlihat beradaptasi. Pada umur satu minggu setelah tanam (MST) tidak ada stek yang mati atau terkena hama dan penyakit. Pada 2 MST sampai stek tanaman bisa dipanen. Karena stek terkena penyakit karat daun yang disebabkan oleh jamur Puccinia sp. Gejala karat ini berupa bintil-bintil coklat atau hitam pada sisi bawah daun. Bila penyakit karat daun ini menyerang dengan hebat terhadap krisan dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengendalian terhadap penyakit karat daun dengan cara perompesan daun yang sakit, dan memperlebar jarak tanam. Stek krisan varietas Puspita Nusantara yang hanya terkena penyakit karat daun. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dilingkungan pertanaman stek. Kelembaban media tanam sangat menentukan keberhasilan stek untuk hidup dan berkembang. Penyiraman stek dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari, namun dimusim hujan penyiraman dikurangi menjadi satu hari seklai. Selama penelitian berlangsung rata-rata kelembaban relatif (RH) antara 52,38% - 62%, suhu rata-rata antara 27 °C – 32 °C dan intensitas cahaya berkisar 14453,74 lux – 31123,80 lux. 4.2 Hasil Pengamatan 4.2.1 Waktu Pembentukan Akar Hasil sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan waktu pembentukan akar stek krisan dipengaruhi oleh jenis ZPT, tetapi tidak dipengaruhi oleh varietas krisan dan interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan. Stek yang tanpa perlakuan ZPT atau kontrol (Z0) memiliki waktu pembentukan akar lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan ZPT yang lainnya (IAA(Z1), NAA(Z2), urin sapi bunting (Z3) dan urin sapi tidak bunting (Z4)). Hasil penelitian terhadap waktu pembentukan akar dapat dilihat papda Tabel 1.
  • 38. Tabel 1. Waktu Pembentukan Akar Perlakuan Rata-rata Jenis ZPT Z0 Z1 Z2 Z3 Z4 6.40 b 5.93 a 5.93 a 5.67 a 5.73 a Varietas Krisan B1 9.33 B2 9.25 B3 9.17 B4 9.33 Interaksi tn Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. 4.2.2 Persentase Stek Tumbuhan Hasil sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa persentase stek tumbuhan krisan tidak dipengaruhi oleh jenis ZPT, varietas krisan, dan interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan. Semua stek tumbuh 100%. Hasil penelitian terhadap persentase stek hidup pada umur 1 MST – 2 MST dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase Stek Tumbuh (%) Krisan Umur 1 MST – 2 MST. Perlakuan Umur Pengamatan 1 MST 2 MST Jenis ZPT Z0 100 100 Z1 100 100 Z2 100 100 Z3 100 100 Z4 100 100 Varietas Krisan B1 100 100 B2 100 100 B3 100 100 B4 100 100 Interaksi tn tn
  • 39. 4.2.2. Persentase Stek Berakar Hasil sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa persentase stek berakar krisan tidak dipengaruhi oleh jenis ZPT, varietas krisan dan interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan. Semua stek berakar 100%. Pengamatan penelitian terhadap persentase stek berakar pada umur 1 MST – 2 MST dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Persentase Stek Berakar (%) Krisan Umur 1 MST – 2 MST. Perlakuan Umur Pengamatan 1 MST 2 MST Jenis ZPT Z0 100 100 Z1 100 100 Z2 100 100 Z3 100 100 Z4 100 100 Varietas Krisan B1 100 100 B2 100 100 B3 100 100 B4 100 100 Interaksi tn tn 4.2.3 Persentase Stek Bertunas Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa persentase stek bertunas krisan tidak dipengaruhi oleh jenis ZPT, varietas krisan dan interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan. Semua stek bertunas 100%. Pengamatan penelitian terhadap persentase stek bertunas pada umur 1 MST – 2 MST dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase Stek Bertunas (%) Krisan Umur 1 MST – 2 MST. Perlakuan Umur Pengamatan 1 MST 2 MST Jenis ZPT Z0 100 100 Z1 100 100 Z2 100 100 Z3 100 100 Z4 100 100 Varietas Krisan B1 100 100 B2 100 100 B3 100 100 B4 100 100 Interaksi tn tn
  • 40. 4.2.4. Panjang Akar Stek Hasil sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan panjang akar stek krisan dipengaruhi oleh jenis ZPT dan varietas krisan tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan. Stek yang diberi ZPT urin sapi bunting (Z3) memiliki akar yang lebih panjang dibandingkan kontrol (Z0) dan IAA (Z1), tetapi tidak berbeda nyata dengan stek yang diberi ZPT NAA (Z2) dan urin sapi tidak bunting (Z4). Stek krisan varietas Pasopati (B4) nyata memiliki akar lebih panjang dibandingkan dengan varietas Puspita Pelangi (B1), varietas Puspita Nusantara (B2) dan varietas Sakuntala (B3). Panjang ajar stek krisan dapat dilihat pada Taebl 5. Tabel 5. Panjang Akar Stek Krisan Perlakuan Rata-rata (cm) Jenis ZPT Z0 Z1 Z2 Z3 Z4 2.64 a 2.71 a 2.93 ab 3.18 b 2.89 ab Varietas Krisan B1 4.14 a B2 4.33 a B3 4.26 a B4 5.21 b Interaksi tn Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. 4.2.5. Jumlah Akar 4.2.5.1 Jumlah Akar Primer Hasil sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa jumlah akar primer krisan dipengaruhi oleh jenis ZPT dan varietas krisan, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan. Stek krisan varietas Puspita Pelangi (B1) nyata memiliki jumlah akar primer lebih banyak dibandingkan dengan varietas Puspita Nusantara (B2) dan varietas Sakuntala (B3), tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Pasopati (B4). Jumlah akar primer stek krisan dapat dilihat pada Tabel 6.
  • 41. Tabel 6. Jumlah Akar Primer Stek Krisan Perlakuan Rata-rata Jenis ZPT Z0 Z1 Z2 Z3 Z4 16.37 16.85 17.27 17.53 17.60 Varietas Krisan B1 19.18 c B2 16.74 b B3 13.80 a B4 18.77 c Interaksi tn Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. 4.2.5.2. Juumlah Akar Sekunder Hasil sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa jumlah akar sekunder stek krisan dipengaruhi oleh jenis ZPT, varietas krisan, dan interaksi antara varietas krisan dan tipe ZPT. Stek krisan varietas Puspita Pelangi (B1) yang diberikan perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z3) memiliki jumlah akar sekunder nyata lebih banyak dibandingkan dengan stek yang diberi perlakuan ZPT NAA (B2), tetapi tidak berbeda nyata dengan jenis ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1) dan urin sapi tidak bunting (Z4). Stek krisan varietas Puspita Nusantara (B2) yang diberikan perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z3) memiliki jumlah akar sekunder nyata lebih banyak dibandingkan yang diberi perlakuan ZPT urin sapi tidak bunting (Z4), tetapi tidak berbeda nyata dengan yang lainnya (kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2)). Stek krisan varietas Sakuntala (B3) dan varietas Pasopati (B4) yang diberi perlakuan ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi bunting (Z3) dan urin sapi tidak bunting (Z4) memiliki jumlah akar tidak berbeda nyata. Jumlah akar sekunder stek krisan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Akar Sekunder Stek Krisan Perlakuan Tipe Krisan Jenis ZPT B1 B2 B3 B4 Z0 12.60 bcde 9.00 abcde 3.90 ab 13.83 bcde Z1 15.10 cde 7.03 abcd 4.73 abc 15.97 de Z2 9.13 abcd 7.03 abcd 3.47 ab 15.33 cde
  • 42. Z3 22.33 e 13.83 bcde 0.57 a 21.57 e Z4 17.33 de 1.50 a 7.00 abcd 15.17 cde Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. 4.2.6. Diameter Akar Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa diameter akar stek krisan dipengaruhi oleh jenis ZPT, varietas krisan dan adanya pengaruh nyata pada interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan. Stek krisan varietas Puspita Pelangi (B1), varietas Puspita Nusantara (B2) dan varietas Pasopati (B4) yang diberi perlakuan ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi bunting (Z3) dan urin sapi tidak bunting (Z4) memiliki diamter akar stek tidak berbeda nyata . Stek krisan varietas Sakuntala (B3) yang diberi ZPT urin sapi bunting (Z3) nyata memiliki diameter akar stek lebih rendah dibandingkan dengan yang diberi ZPT NAA (Z2) dan urin sapi tidak bunting (Z4), tetapi tidak berbeda nyata dengan yang diberi ZPT kontrol (Z0) dan IAA (Z1). Diameter akar stek krisan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Diameter Akar Stek Krisan Pada Perlakuan ZPT. Perlakuan Tipe Krisan Jenis ZPT B1 B2 B3 B4 Z0 0.04 ab 0.07 bc 0.06 abc 0.06 abc Z1 0.06 abc cde 0.07 abc 0.05 abc 0.06 abc Z2 0.07 abc 0.09 c 0.07 bc 0.06 abc Z3 0.06 abc 0.08 c 0.03 a 0.07 bc Z4 0.07 bc 0.08 c 0.07 abc 0.07 abc Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. 4.2.7. Panjang Tunas Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa panjang tunas stek krisan dipengaruhi oleh perlakuan jenis ZPT, varietas krisan dan adanya pengaruh nyata pada interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan. Penambahan panjang tunas stek krisan dapat dilihat pada Tabel 9.
  • 43. Tabe l 9. Hasil Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh ZPT dan Varietas Krisan Terhadap Panjang Tunas Akar Stek Krisan. Umur (HST) Z B Z*B 5 tn ** tn 6 tn ** tn 7 ** tn tn 8 * tn tn 9 ** tn tn 10 ** tn tn 11 ** ** ** 12 ** ** ** Keterangan : Z : Jenis ZPT tn : Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% B : Varietas Krisan ** : Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% Z*B : Interaksi Z dan B * : Berpengaruh nyata pada taraf 5% Pada umur 5 HST dan 6 HST, stek krisan varietas Pasopati (B4) memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan varietas Puspita Pelangi (B1), tetapi tidak berbeda nyata dengan panjang tunas varietas Puspita Nusantara (B2) dan varietas Sakuntala (B3). Pada umur 7 HST, stek krisan yang diberi ZPT urin sapi bunting (Z3) memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan stek yang diberi perlakuan ZPT kontrol (Z0) dan NAA (Z2), tetapi tidak berbeda nyata dengan yang diberi jenis ZPT IAA (Z1) dan urin sapi tidak bunting (Z4). Pada umur 8 HST dan 10 HST, stek krisan yang diberi ZPT urin sapi bunting (Z3) memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan stek yang diberi perlakuan ZPT lainnya (kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi tidak bunting (Z4)). Pada umur 9 HST, stek yang diberi ZPT urin sapi bunting (Z3) tidak berbeda nyata dengan ZPT urin sapi tidak bunting (Z4), tetapi berbeda nyata dengan lainnya (kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2) ). Panjang tunas stek krisan umur 5 – 10 HST dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Panjang Tunas Stek Krisan Umur 5-10 HST Perlakuan Panjang Tunas Umur Stek Krisan (HST) 5 6 7 8 9 10 Jenis ZPT Z0 2,52 3,76 4,33 a 5,18 a 5,83 a 6,43 a Z1 2,43 3,78 4,45 abc 5,29 bc 5,88 ab 6,47 a Z2 2,45 3,77 4,38 ab 5,24 b 5,88 ab 6,43 a
  • 44. Z3 2,46 3,84 4,57 c 5,50 d 6,15 c 7,18 b Z4 2,50 3,82 4,47 bc 5,36 c 6,02 bc 6,60 a Varietas Krisan B1 2,39 a 3,65 a 4,43 5,32 5,91 6,58 B2 2,47 a 3,83 b 4,47 5,33 5,95 6,63 B3 2,48 ab 3,85 b 4,43 5,27 5,99 6,61 B4 2,55 b 3,85 b 4,43 5,35 5,95 6,67 Interaksi ZxB tn tn tn tn tn tn Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5% Panjang tunas 11 HST stek krisan varietas Puspita Pelangi (B1) yang diberi perlakuan jenis ZPT urin sapi bunting (Z3) nyata memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan jenis ZPT yang lain kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), dan urin sapi tidak bunting (Z4). Pada stik krisan varietas Puspita Nusantara (B2) yang diberi perlakuan ZPT NAA (Z4), kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi bunting (Z3) dan urin sapi tidak bunting (Z4) memiliki panjang tunas tidak berbeda nyata. Stek krisan varietas Sakuntala (B3) yang diberi perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z3) memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan tanpa perlakuan ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi tidak bunting (Z4). Stek krisan varietas Pasopati (B4) yang diberi perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z3) nyata memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan stek yang diberi ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1) NAA (Z2) dan urin sapi tidak bunting (Z4). Panjang tunas stek krisan umur 11 HST dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Panjang Tunas Stek Tanaman Krisan Umur 11 HTS Umur Perlakuan Tipe Krisan Jenis ZPT B1 B2 B3 B4 11 HST Z0 6,90 a 7,23 abc 6,90 a 7,00 ab Z1 6,97 ab 7,20 ab 7,23 abc 7,20 ab Z2 6,90 a 7,30 bc 7,27 bc 7,13 ab Z3 7,57 cd 7,20 ab 7,83 d 7,77 d
  • 45. Z4 7,17 ab 7,07 ab 7,23 abc 7,27 bc Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. Panjang tunas 12 HTS stek krisan varietas Puspita Pelangi (B1) yang diberi perlakuaa jenis ZPT urin sapi bunting (Z3) nyata memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1), dan NAA (Z2), tetapi tidak berbeda nyata dengan urin sapi tidak bunting (Z4). Pada stek krisan varietas Puspita Nusantara (B2) yang diberi perlakuan ZPT NAA (Z2) dan urin sapi bunting (Z3) nyata memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan jenis ZPT IAA (Z1) dan urin sapi tidak bunting (Z4), tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol (Z0). Stek krisan varietas Sakuntala (B3) yang diberi perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z3) nyata memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan tanpa perlakuan atau kontrol (Z0), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan ZPT yang lainnya IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi bunting (Z3), dan urin sapi tidak bunting (Z4). Stek krisan varietas Pasopati (B4) yang diberi perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z4) nyata memiliki tunas lebih panjang dibandingkan dengan stek yang tanpa perlakuan atau kontrol (Z0), NAA (Z2) dan urin sapi tidak bunting (Z4), tetapi tidak berbeda nyata dengan ZPT IAA (Z1). Panjang tunas stek krisan umur 12 HST dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Panjang Tunas Stek Krisan Umur 12 HST Umur Perlakuan Tipe Krisan Jenis ZPT B1 B2 B3 B4 12 HST Z0 7,57 ab 7,87 bcde 7,33 a 7,97 bcdef Z1 7,70 abc 7,83 bcd 8,20 def 8,17 def Z2 7,57 ab 8,30 ef 8,23 def 7,83 bcd Z3 8,23 def 8,30 ef 8,30 ef 8,33 f Z4 7,87 bcde 7,57 ab 8,10 cdef 7,83 bcd
  • 46. 4.3 Pembahasan Rata-rata kelembaban relatif (RH) selama penelitian berkisar antara 52,38% - 62%, suhu rata-rata antara 270 C – 320 C dan intensitas cahaya berkisar 14453,74 lux – 31123,80 lux. Menurut Gunawan (2006) pembentukan akar pada stek memerlukan kelembaban antara 80% - 90%. Suhu udara yang tepat untuk merangsang pembentukan akar primordial untuk setiap jenis tanaman berbeda- beda (Rochiman dan Harjadi 1973). Suhu lingkungan yang baik untuk merangsang pembentukan akar adalah 210 C – 270 C. Stek krisan varietas Puspita Nusantara terkena serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh jamur Puccinia sp. Gejala karat daun ini berupa bintil- bintil coklat atau hitam pada sisi bawah yang menembus ke atas bagian daun. Pengendalian terhadap penyakit karat daun dengan cara perompesan daun yang sakit, dan memperlebar jarak tanam. Hal tersebut diduga penyakit menyerang bibit dari tanaman induk yang terinfeksi. Penyebarannya pada tanaman, dari satu daun ke daun lain atau dari satu tanaman ke tanaman lain, dilakukan oleh angin, air, getaran selama pemeliharaan, pakaian pekerja, peralatan pertanian, dan sebagainya (2009). Hasil penelitian menunjukkan varietas krisan (B) dan jenis ZPT (Z) tidak berpengaruh nyata terhadap peresentase stek hidup, persentase stek akar dan peresentase stek betunas. Hal tersebut diduga bahan stek krisan yang digunakan dari bagian pucuk memiliki kemampuan pengakaran yang hampir sama. Menurut Dwidjoseputro (1992), pembentukan akar stek dapat dirangsang oleh adanya pucuk dan daun, karena diketahui pucuk dan daun merupakan sumber penghasil hormon auksin alami (endogen). Hormon auksin yang dihasilkan dari pucuk akan ditranslokasikan ke bagian bawah stek melului jaringan floem. Terakumulasinya hormon di dasar bagian stek membentuk kalus yang selanjutnya berkembang menjadi akar. Bahan stek yang diambil dari bagian tanaman yang berumur muda (stek pucuk) lebih mudah berakar, karena pada stek pucuk proses pembelahan sel dan pemanjangan sel akar lebih cepat.
  • 47. Secara umum stek krisan yang diber perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z3) menunjukkan pengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan panjang akar stek dan panjang tunas. Hal ini diduga urin sapi bunting mengandung sitokinin, auksin, dan giberelin yang dapat merangsang proses pembelahan sel, pemanjangan sel, dan diferensiasi jaringan tanaman. Hasil penelitian Naswir (2003) menunjukkan adanya peningkatan kandungan unsur-unsur kimia (yang diperlukan tanaman) dalam urin sapi yang difermentasi bila dibandingkan dengan yang belim difermentasi. Disebutkan pula bahwa zat-zat yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman terutama hormon auksin, sitokinin dan kalium terkandung didalam urin yang telah difermentasi (Masbulan 2005). Secara umum stek krisan varietas Pasopati (B4) menunjukkan lebih baik terhadap pertumbuhan panjang akar stek, jumlah akar primer, dan panjang tunas stek krisan pada umur 5 HST – 6 HST. Hal ini diduga varietas Pasopati (B4) memiliki biomasa yang sangat besar berperan terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan. Peningkatan biomasa tanaman juga bisa disebabkan adanya suplai hara yaitu baik unsur hara makro maupun mikro yang berperan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Fahrudin (2009), semakin besar boimasa suatu tanaman menunjukkan proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman berjalan dengan baik. Menurut Weier (1982), peningkatan jumlah akar yang tumbuh akan berpengaruh terhadap luas bidang penyerapan unsur hara. Semakin luas bidang penyerapan maka kan semakin banyak air dan unsur hara yang diserap sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Secara umum pengaruh interaksi antara jenis ZPt dan varietas krisan hanya terdapat pada jumlah akar sekunder, diameter akar stek, dan panjang tunas stek pada umur 11 HST dan 12 HST. Pada jumlah akar sekunder, stek krisan varietas Puspita Pelangi (B1) yang diberi perlakuan jenis ZPT urin sapi bunting (Z3) nyata memiliki jumlah akar sekunder lebih banyak dibandingkan dengan jenis ZPT lainnya (kontrol (Z0). IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi bunting (Z3) dan urin sapi tidak bunting (Z4). Hal ini diduga jenis ZPT urin sapi bunting memiliki unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman seperti auksin. Auksin tersebut berasal dari
  • 48. berbagai zat yang terkandung dalam protein hijauan dari makanan dan sifat auksin tidak terurai dalam tubuh maka auksin dikeluarkan sebagai filtrat bersama dengan urin yang mengeluarkan zat spesifik yang mendorong perakaran. Auksin seperti IAA, NAA dan IBA banyak dipakai pada tanaman berkayu dan tanaman berbatang lunak untuk mendorong pertumbuhan akar pada proses penyetekan (Wattimena 1987). Penggunaan urin yang telah difermentasi dapat mengubah dan mengembangkan unsur hara kimia yang terkandung dalam urin sapi. Pada diameter akar stek, stek krisan varietas Puspita Nusantara (B2) yang diberi perlakuan ZPT NAA (Z2) nyata memiliki diameter akar lebih baik dibandingkan dengan stek yang diberi perlakuan ZPT lainnya (kontrol (Z0), IAA (Z10, NAA (Z2), urin sapi bunting (Z3), dan urin sapi tidak bunting (Z4). Pada panjang tunas akar, stek krisan berinteraksi dengan jenis ZPT pada umur 11 HST, varietas Sakuntala (B3) yang diberi perkauan ZPT urin sapi bunting (B3) nyata memiliki tunas akar lebih panjang dibandingkan dengan stek yang diberi perlakuan ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), urin sapi tidak bunting (Z4). Pada mur 12 HST, varietas Pasopati (B4) yang diberi perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z3) nyata memiliki tunas akar lebih panjang dibandingkan dengan stek yang diberi perlakuan ZPT kontrol (Z0), IAA (Z1), NAA (Z2), dan urin sapi tidak bunting (Z4). Hal ini diduga persediaan karbohidrat dan nitrogen pada bahan stek sangat mempengaruhi perkembangan akar dan tunas stek. Menurut Salisbury dan Ross (1995) kandungan C/N rasio yang tinggi akan mempercepat pembentukan akar primordial, sedangkan C/N rasio yang rendah lebih menunjang pertumbuhan tunas.
  • 49. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Secara umum stek krisan yang diberi perlakuan ZPT urin sapi bunting (Z3) menunjukkan pengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan panjang akar stek dan panjang tunas (pada umur tanam 5-10 HST). Stek krisan dengan varietas Pasopati (B4) menunjukkan pertumbuhan lebih baik terhadap panjang akar stek, jumlah akar primer dan panjang tunas (pada umur tanam 7-10 HST). Secara umum pengaruh interaksi antara jenis ZPT dan varietas krisan hanya terdapat pada jumlah akar sekunder, diameter akar stek, dan panjang tunas stek pada umur 11 HST dan pada umur 12 HST. Semua ZPT dan semua varietas krisan mampu menghasilkan stek yang berkualitas, dengan demikian urin sapi dapat menjadi ZPT yang efektif dan ramah lingkungan sebagai alternatif dari ZPT sintetik. 5.2 Saran Sebaiknya bahan stek dipilih dari tanaman induk yang sehat (tidak terinfeksi oleh penyakit dan hama bawaan), sehingga stek bisa tumbuh dengan baik. Diperlukan pengujian analisis kandungan auksin alami urin sapi bunting dan urin sapi tidak bunting, agar dapat dijadikan dasar menentukan kandungan auksin yang tepat.
  • 50. DAFTAR PUSTAKA Adams, C. R. 1995. Principles of Horticulture. London: Butterworth Heinmann Ltd. 204p. Ade S. 2002. Bahan kuliah Botani. Bandung : Fakultas Pertanian Unpad. Balai Penelitian Tanaman Hias. 2009. Deskripsi Klon-Klon Unggul Krisan Tipe Spray dan Standar. Ciherang : Balai Penelitian Tanaman Hias. 31 (6). 15- 17. Balai Penelitian Tanaman Hias. 2009. Warta Pertanian dan Pengembangan Pertanian. Ciherang : balai Penelitian Tanaman Hias. 31 (6). 15-17. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2006. Pedoman Umum Prima Tani Terintegrasi. Sumatera Utara : BPTP. Basuki, T. A. 2008. Pengaruh Macam Komposisi Hidroponik Terhadap Pertumbuhan Hasil Selada (Lactuca sativa L.). [Skripsi] Yogyakarta: Fakultas Pertanian UGM. Beckett, K. A. 1983. The Concise Encylopedia of Golden Plants. P : 80-83. Budiarto K, Sulyo Y, Maaswinkel R, Wuryaningsih S. 2006. Budidaya Krisan Bunga Potong, Prosedur Sistem Produksi. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Denisen E. L. 1979. Principes of Horticulture. New ork: The Macmillan Company. 483 p. Deputi Menegristek. 2007. Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan IPTEK http://www.ristek.go.id. [29 Januari 2013]. Dwidjoseputro D. 1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Gramedia. Flori, Kultura. 2007. Krisan Menata Pasar Nasional, Membidik Pasar Jepang. 2 (6). 22-23. Flora Serial. 2006. Herba dan Tanaman Hias, Penangkal Nyamuk dan Polusi Udara. Jakarta : Penerbit PT. Samidra Utama. Hunawan. L. W. 1992. Teknik Kultur Jaringan/ Laboratorium Kultur Jaringan. Bogor : Pusat Tanaman Antar Universitas-IPB. Hal 87.
  • 51. Gunawan. L.M. 1995. Teknik Kultur In Vitro dalam Hortikulura. Jakarta : Penebar Swadaya. Harjoko. B. 2007. Membuat Rumah Naungan Tanaman. Tomohon Makalah pelatihan penanganan bunga potong di kota Tomohon. Hartmann, H. T, D. E. Kester and F. T. Davies. 1990. Plant Propagation, Prinsiple and Prancties. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Engle Wood Cliff. Haryani. 1995. 1001 Macam Krisan Nan Elok. Trubus No. 308,Th. XXVI, Juli 1995. Hilman Y. 2006. Teknologi Produksi Krisan. Cianjur: Balai Penelitian Tanaman Hias. Holmes, S. 1993. Outleneod of plant classification. New York: Mc Graw Hill Book Co. Kofranek, A.M. 1980. Cut Chrysanthemum, p. 3-45. In R.A Larso ed.introcution to floriculture. New York: Academik Press, Inc. 607 p. Laurie, A.D.C. Kiplinger Kennard S.N. 1979. Commercial Flower Forcing. Eight Edition. New York: McGraw – Hit Company. Lena Persson and Rolf U. Larsen. 1988. Adapting A Prediction Model For Flower Defelopmentin Chrysanthenum to New Cultivar. Departemen of Holticulture Alnarp Sweden. Merai, dan Makal, J. 2007. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Manado: Fakultas Pertanian Unsrat. Moko, H. 2004. Teknik Perbanyakan Tanaman Hutan Secara Vegetatif. Yokyakarta: Puslitbang Di dalam Informasi Teknis Vol. 2. Muhit, A. dan L. Qodriyah. 2006. Respon beberapa kultivar mawar (Rosa hybrida L.) pada media hidroponik trhadap pertumbuhan dan produksi bunga. Buletin Teknik Pertanian 11: 29-32.
  • 52. Naswir. 2003. Pemanfaatan Urine Sapi Yang Dipermentasi sebagai Nutrisi Tanaman. Bogor: Pengantar Flasafah Sains. Progran Pascasarjana. IPB. Oktavidiati E, Chozin M A, Wijayanto N, Ghulamahdi M, Darusman L K. 2009. Pertumbuhan tanaman dan kandungan total filantin dan hipofilantin aksesi menira (Phyllanthus sp. L) pada berbagai tingkat naungan. Jurnal Littri 17:25-31. Prabawati, S. 2002. Krisan Awet 20 hari dengan ”Gula Pasir” Trubus. Edisi Maret, Th. XXXII, No.376. Hal. 100. Putri, D. D. dan Sudianta I. 2009. aplikasi penggunaan ZPT pada perbanyakan (Rhododendron javanicum Benn) secara vegetatif (Stek Pucuk). Balai: UPT Balai Konserfasi Tumbuhan Kebun Raya ‘Eka Karya’ LIPI Candikuning Baturiti Tabana Bali. Putri, D. M. S. 2006. Pengaruh jenis mendia terhadap pertumbuhan begonia imperialis dan Begonia ‘Bethlehem star’. Jurnal Biodiversitas. 7: 168-170. Purwanto, A W. 2007. Budidaya Ex-Situ Nepenthes Kantong Semar Nan Eksotis. Yogyakarta: Kanisius Rukmana. R. A. E. Mulyana. 1997. Krisan (Seri Bunga Potong). Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Rochiman K dan Harjadin SS. 1973. Pembiakan Vegetatif. Bogor: Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Salisbury, F. B dan Ross W C. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid tiga. Sanjaya. LL. 2008. Spesies dan Varietas-varietas Krisan. Teknologi Budidaya Krisan. Jakarta: Balai Penelitian Tanaman Hias, Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang Pertanian. Smith E. D dan Laurie. 1928. Perbanyakan Cepat Klon-Klon Unggulan Krisan Secara In Vitro [skripsi]. Serpong: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Teknologi Indonesia.
  • 53. Soekartawi. 1996. Manjemen Agribisnis Bunga Potong. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Sriyanti, D. P. dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Yogyakarta : Kanisius Satasiun Karantina Tumbuhan Soekarno Hatta. 2003. Laporan Tahunan Tahun 2003. Jakarta: Stasiun Karantina Tumbuhan Soekaro Hatta. Steenis. CGGJ. 1980. Flora, PT.Pradya Paramita. Jakarta. Supriyanto. 1996. Pelatihan Pemantapan Manajemen Pembenihan dan Persemaian Angkatan VI dan VII. Bandung. Sayrif, K. 2007. Budidaya Tanaman Hias. Tomohon: Makalah pelatihan penanganan bunga potong di kota Tomohon. Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. New York: Marcel Dekker. Turang, A. 2007. Mimpi Kota Tomohon Sebagai Kota Bunga. Tomohon: Komentar Edisi Juni 2007. Wediyanto, A. 2007. Standar Oprasional Prosedur Budidaya Krisan Potong. Jakarta: Direktorat Budidaya Tanaman Hias Departemen Pertanian. Weier T E. 1992. Botany. Canada: Jhon Willey and Sons Publishing. Wudianto, R. 2002. Membuat Stek, Cangkok dan Okulasi. Jakarta: Penebar Swadaya. 172 hal. Yusmaini, F. 2009. Pengaruh Jenis Bahan Stek dan Penyungkupan Terhadap Keberhasilan dan Vigor Stek Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
  • 55. Tabel Lampiran 1. Sidik Ragam Waktu Pembentukan Akar SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 TOTAL 59 14,58 B 3 0,18 0,06 0,33 tn 2,84 Z 4 6,17 1,54 8,41 * 2,61 BXZ 12 0,90 0,07 0,41 tn 2,00 Galat 40 7,33 0,18 KK: 3,54% Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Persentase Stek Tumbuh Krisan SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 0 B 3 0 0 0 0 Z 4 0 0 0 0 BXZ 12 0 0 0 0 Galat 40 0 0 KK: 0% Tabel Lampiran 3. Sidik Ragam Persentase Stek Berakar Krisan SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 0 B 3 0 0 0 0 Z 4 0 0 0 0 BXZ 12 0 0 0 0 Galat 40 0 0 KK: 0%
  • 56. Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Persentase Stek Bertunas Krisan SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 50 0 B 3 0 0 0 0 Z 4 0 0 0 0 BXZ 12 0 0 0 0 Galat 40 0 0 KK: 0% Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Panjang Akar Stek Krisan SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 22,86 B 3 6,95 2,32 10,62 ** 2,84 Z 4 3,29 0,82 3,77 * 2,61 BXZ 12 3,90 0,32 1,49 tn 2,00 Galat 40 8,73 0,22 KK: 3,91% Tabel Lampiran 6. Sidik Ragam Jumlah Akar Primer Stek Krisan SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 487,45 B 3 272,16 90,72 28,58 ** 2,84 Z 4 12,76 3,19 1,00 tn 2,61 ZXB 12 75,58 6,30 1,98 tn 2,00 Galat 40 126,95 3,17 KK: 14,84%
  • 57. Tabel Lampiran 7. Sidik Ragam Jumlah akar Skunder Stek Krisan SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 2800,58 B 3 1622,94 540,98 45,88 ** 2,84 Z 4 236,76 59,19 5,02 2,61 ZXB 12 469,19 39,10 3,32 * 2,00 Galat 40 471,69 11,79 KK: 0,83% Tabel Lampiran 8. Sidik Ragam Diameter Akar Stek Krisan SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 0,012 B 3 0,003 0,001 8,29 ** 2,84 Z 4 0,001 0,0003 2,62 * 2,61 ZXB 12 0,003 0,0003 2,40 * 2,00 Galat 40 0,005 0,0001 KK: 0,09% Tabel Lampiran 9. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 05 HST SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 1,01 B 3 0,19 0,06 5,39 ** 2,84 Z 4 0,07 0,02 1,41 tn 2,61 ZXB 12 0,26 0,02 1,84 tn 2,00 Galat 40 0,48 0,01 KK: 0,83%
  • 58. Tabel Lampiran 10. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 06 HST SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 1,18 B 3 0,43 0,14 13,29 ** 2,84 Z 4 0,06 0,01 1,36 tn 2,61 ZXB 12 0,25 0,02 1,95 tn 2,00 Galat 40 0,43 0,01 KK: 0,83% Tabel Lampiran 11. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 07 HST SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 1,08 B 3 0,02 0,01 0,68 tn 2,84 Z 4 0,39 0,10 8,11 ** 2,61 ZXB 12 0,19 0,02 1,31 tn 2,00 Galat 40 0,48 0,01 KK: 0,83% Tabel Lampiran 12. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 08 HST SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 1,70 B 3 0,05 0,02 0,90 tn 2,84 Z 4 0,71 0,18 9,13 ** 2,61 ZXB 12 0,15 0,01 0,65 tn 2,00 Galat 40 0,78 0,02 KK: 1,18%
  • 59. Tabel Lampiran 13. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 09 HST SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 1,71 B 3 0,04 0,01 0,91 tn 2,84 Z 4 0,82 0,21 12,85 ** 2,61 ZXB 12 0,21 0,02 1,07 tn 2,00 Galat 40 0,64 0,02 KK: 1,05% Tabel Lampiran 14. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 10 HST SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 6,50 B 3 0,06 0,02 0,64 tn 2,84 Z 4 4,97 1,24 41,41 ** 2,61 ZXB 12 0,26 0,02 0,76 tn 2,00 Galat 40 1,2 0,03 KK: 1,26% Tabel Lampiran 15. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 11 HST SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 4,30 B 3 0,34 0,11 8,84 ** 2,84 Z 4 2,33 0,58 44,78 ** 2,61 ZXB 12 1,11 0,09 7,12** 2,00 Galat 40 0,52 0,01 KK: 0,83%
  • 60. Tabel Lampiran 16. Sidik Ragam Panjang Tunas Stek Krisan Umur 12 HST SUMBER DB JK KT F F Tabel 0.05 Total 59 4,58 B 3 0,45 0,15 9,00 ** 2,84 Z 4 0,67 0,17 10,00 ** 2,61 ZXB 12 2,80 0,23 14,00 ** 2,00 Galat 40 0,66667 0,02 KK: 1,18% Keterangan : * : Nyata pada Uji F 5% ** : Sangat Nyata pada Uji F 5% tn : Tidak Nyata pada Uji F 5%