1. Mengapa Lebih Baik Jadi PB Ketimbang Kuliah?
Tulisan ini tidak ditujukan untuk menyindir saudara/i yang memilih untuk kuliah. Juga tidak
menyindir siapapun yang berkarier sebagai dosen. Juga tidak bertujuan untuk menonjolkan diri
saya. Tidak sama sekali. Saya juga pernah menjabat sebagai dosen di salah satu kampus. Ini
hanyalah gambaran atau saran bagi siapa saja yang sedang mempertimbangkan untuk kuliah.
Hampir 4 tahun saya menjalani perkuliahan. Saya ambil jurusan Sistem Informasi Akuntansi di
salah satu kampus swasta. Yang namanya kuliah itu sangat berbeda dengan sekolah. Di
perkuliahan Anda wajib menggali atau belajar mandiri tentang matakuliah Anda. Dosen hanya
memberikan arahan. Beda halnya dengan sekolah, guru punya tanggung jawab besar untuk
membimbing Anda.
Nah, selama saya kuliah, saya pikir tidak banyak hal yang saya peroleh. Yang ada saya kecewa
berat. Uang kuliah saya Rp5juta per tahun. Bayangkan, saya harus banting tulang untuk
membayari uang kuliah tapi di perkuliahan saya merasa tidak mendapatkan apa yang sepenuhnya
saya harapkan. Malahan, saya mendapati teman-teman sekampus asyik bahas soal tren baju,
make up terkini, pacaran dan lainnya.
Saya yang miskin merasa tidak layak berada di lingkungan mereka. Saya juga tidak pernah
memaksakan diri saya agar bisa masuk ke lingkungan pergaulan mereka. Saya lebih memilih
sibuk mengajar dan kerja agar dapat memperoleh uang untuk bayar cicilan ini itu. Kampus dan
sekolah sama saja, ajarkan kita lomba-lomba no 1 makanya anak sekolah dan kampus egois
selangit. Lihat saja produk-produk kampus dan sekolah kebanyakan sudah gak beres.
Apalagi sekarang, menggenapi kali apa yang dinubuatkan di 2 Timotius 3:1-5. Saat saya jadi
dosen, saya pikir keadaannya akan lebih baik. Ternyata tidak! Saya malah gak nyaman mengajar.
Soalnya, mahasiswa-mahasiswi saya gila pacaran di kelas. Pegangan tangan, keluarkan kata-kata
merayu, dan sering keluarkan kata-kata kotor. Mereka anggap itu biasa saja. Saya sebagai dosen
saja tidak mau keluarkan kata-kata yang buat risih mahasiswa-mahasiswi saya. Tapi, ya itulah
kenyataan kampus. Tak soal kampus manapun itu.
Beda halnya bila tadinya saya ambil dinas Perintis Biasa (PB). Saya sukacita. Saya tidak perlu
mengeluarkan uang banyak. Saya bisa bantu sebanyak mungkin orang untuk mengenal Allah
Yehuwa dan FirmanNya. Saya tidak terjepit dengan jebakan Setan yang suka pamer seperti
kawan-kawan di kampus. Gak harus ikutin arus Dunia Setan.
Ada satu fakta menarik di lapangan yang saya dapatkan. Saat itu, saya dinas bersama saudari di
Tangguk Bongkar, Mandala-Medan. Saya berjumpa dengan seorang anak perempuan semester 6
kuliah di salah satu kampus negeri ternama di Medan. Saat kami berkunjung ke rumahnya,
mukanya bengis. Dia terlihat meremehkan kami. Tatapan matanya sungguh merendahkan kami.
Lalu saya berusaha untuk ramah dan bertanya terkait kegiatannya. Lalu dia jelaskan dia kuliah
jurusan sejarah.
Peluang bagi saya untuk mengecek apakah dia benar-benar tahu banyak tentang Sejarah. Lalu
saya tanya apa arti Sejarah. Dia terdiam kaku. Lalu saya tanya lagi apa hubungan Sejarah dengan
2. kelahiran Yesus. Dia terpaku tak membalas apapun. Mulutnya kaku. Saya merendahkan suara
saya dengan bertanya,” Masa adek gak tahu apa hubungan Sejarah dengan kelahiran Yesus?
Padahal mudah saja dijawab itu kalau pengetahuan Alkitab yang kita andalkan. Kelahiran Yesus
menjadi peristiwa paling bersejarah. Kelahiran Yesus dijadikan sebagai patokan kalender.
Makanya selalu dipatok istilah SM atau M (Sebelum Masehi atau Masehi) Masehi itu Mesias,
Yesus, yang menjadi Tokoh Terbesar Sepanjang Masa.
Hanya satu pertanyaan saja saya lontarkan, anak perguruan tinggi itu langsung tak bisa jawab.
Lain lagi kalau ditanya hal lainnya. Jadi, kesimpulannya, kuliah belum tentu bisa buat Anda
pintar. Tapi sudah pasti kamu hadapi tantangan besar dalam mempertahankan kemurnian dan
iman.
Kalau kamu PB, kamu bisa bantu sebanyak mungkin orang, berwawasan luas karena kamu
menghadapi berbagai macam orang di dinas lapangan. Kalau kamu jadi penginjil, kamu bisa
kesana kemari. Kamu bisa lihat dunia ini lebih luas. Kalau kita dinas, kita jadi tahu banyak jalan,
kebiasan masyarakat, dan hal lainnya. Makin luaslah sudut pandang kita.
Kita banyak tahu berbagai hal di lapangan dan lihat langsung segala hal di masyarakat. Gak
ubahnya kita seperti petugas lapangan sensus penduduk. Kita saksikan gimana tingkat rusaknya
ekonomi, moral, dan semua aspek kehidupan manusia. Makanya, kalau dinas makin yakin kita
akan nubuatan Alkitab.
Terus meriset. Karena sering mendapat pertanyaan orang-orang, mau gak mau kita wajib meriset
dan pelajaran pribadi mendalam. Ini memaksa kita untuk terus belajar dan belajar. Organisasi
Yehuwa punya lumbung pengetahuan yang sangat luas dan melimpah di jw.org, wol.jw.org dan
aplikasi lainnya. So, kenapa kita tidak rajin menggalinya?
Belajar beradaptasi. Kalau dinas kita gak tahu bakal ketemu siapa dan bagaimana reaksi mereka
terhadap berita kita. Makanya kita harus siap mental hadapin kenyataan buruk seperti makian.
Ku rasa ini cara Bapak Yehuwa/Jahowa agar kita siap hadapi Sengsara Besar. Makin banyak kita
dinas makin baguslah cara kita beradaptasi dengan berbagai hal. Makin siaplah kita hadapi
Sengsara Besar.
Perkuliahan tidak pernah mempersiapkan kita untuk menghadapi Sengsara Besar. Bahkan,
perkuliahan tidak mendidik kita memiliki standar moral yang tinggi. Tapi kalau kita jadi PB, kita
harus jadi teladan dan punya standar tinggi dalam hal kepribadian dan kerohanian.
Yuk jadi PB!
Novalina Setiawan permisi aku ambil fotomu ya. Seru banget pengalaman PBmu selama di
Samosir ya. Terlihat dari foto-fotomu. Keren banget dech! Kapan ke Samosir lagi?