1. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005
ISBN : 979-95025-6-7
KAJIAN PENGGUNAAN CAIRAN BIJI MAHONI DAN BROTOWALI
DALAM PENGENDALIAN ULAT TRITIP (Plutella xylostella) PADA
TANAMAN KUBIS
Sitti Nuraeni 1)
, Abdul Fattah 2)
, dan Mariadi 3)
1)
dan 3)
Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari
2)
Balai Pengkajian Teknologi Petanian Sulawesi Selatan
ABSTRAK
Pada Era perdagangan bebas, persaingan kualitas produk semakin ketat, dengan demikian, mau tak mau peningkatan
kualitas semakin perlu ditingkatkan. Peningkatan kualitas yang berkaitan dengan penggunaan bahan kimia perlu
dikurangi atau dengan kata lain pemasaran produk yang bebas pestisida semakin penting untuk ditingkatkan. Untuk
mencapai hal tersebut, salah satu cara adalah memanfaatkan bahan alami sebagai bahan industri termasuk untuk bahan
pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penelitian ini dilaksanakan di Anduonohu, Kecamatan
Poasia, Kabupaten Kendari, Sulawesi Tenggara dari bulan Mei sampai Agustus 2004 dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat keefektifan perasan biji mahoni dan perasan brotowali terhadap tingkat serangan hama Plutella xylostella pada
kubis. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan
yang diteliti adalah : P0 = Kontrol (tanpa pengendalian), P1 = Cairan perasan biji mahoni 25 ml/liter air, P2 = Cairan biji
mahoni 50 ml/liter air, P3 = Cairan perasan brotowali 25 ml/liter air, P4 = Cairan perasan brotowali 50 ml/liter air, P5 =
Cairan perasan brotowali 25 ml/liter air + cairan biji mahoni 25 ml/liter air, dan P6 = Cairan perasan brotowali 50 ml/liter
air + cairan biji mahoni 50 ml/liter air. Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa penggunaan bahan alami mahoni dan
brotowali sangat efektif dalam pengendalian P. xylostella terutama pada umur tanaman 31 HST sampai 55 HST dengan
tingkat keefektifan sekitar 4,28 - 23,72%. Dosis cairan perasan yang paling efektif dalam pengendalian P.xylostella
adalah pemberian cairan perasan 50 ml/liter air + 50 ml brotowali/l air dengan tingkat keefektifan sekitar 8,72 – 27,60%.
Kata kunci : Tanaman kubis, biji mahoni, brotowali, Plutella xylostella, intensitas serangan
PENDAHULUAN
Sayuran merupakan sumber
vitamin dan mineral yang berfungsi untuk
mengatur metabolisme dalam tubuh
sehingga dapat meningkatkan ketahanan
tubuh terhadap serangan penyakit. Selain
itu sayuran juga berguna untuk membantu
proses pencernaan dan dapat
meningkatkan kecerdasan anak.
Kubis merupakan tanaman
sayuran yang mengadung karbohidrat,
vitamin, dan mineral. Kubis dapat
dikomsumsi dalam bentuk sayur atau
lalapan (Pracaya,1993).
Di Sulawesi Tenggara, kebutuhan
sayur terutama kubis dari tahun ketahun
semakin meningkat. Pada Tahun 2003,
kebutuhan sayuran kubis mencapai 750
ton, sementara produksi kubis hanya
mencapai 450 ton (Dinas Tanaman
Pangan dan Hortikultura, 2003). Untuk
memenuhi kebutuhan kubis tersebut,
pedagang mendatangkan dari Sulawesi
Selatan seperti dari Malino dan Enrekang.
Potensi untuk pengembangan
kubis di Sulawesi Tenggara cukup tinggi,
hal ini terlihat dari ketersediaan lahan
sekitar 650-950 ha. Sementara yang
ditanami kubis baru mencapai 170-250 ha
(Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura,
2003). Produksi rata-rata kubis di Sulawesi
Tenggara baru mencapai 1,40 – 2,30 t/ha,
sementara produksi yang dicapai dari hasil
penelitian mencapai 4-5 t/ha.
Salah satu penyebab rendahnya
produksi yang dicapai pada tanaman kubis
di Sulawesi Tenggara disebabkan adalah
tingginya serangan hama Plutella
xylostella. Hama tersebut merupakan
salah satu hama utama kubis yang
memakan daun. Menurut Kalsoven (1981),
155
2. Sitti Nuraeni et al. : Kajian Penggunaan Cairan Biji Mahoni dan Brotowali
hama kupu-kupu dewasa dapat
menghasilkan telur sebanyak 180-320 per
ekor. Upaya untuk pengendalian hama
tersebut, petani masih lebih banyak
menggunakan insektisida. Hal ini
disebabkan disamping mudah dilakukan
juga hasil langsung dapat dilihat
dibandingkan dengan cara pengendalian
lainnya. Penggunaaan insektitida tersebut
bukan hanya di pertanaman, tetapi juga
sampai di tempat penyimpanan. Hal ini
dapat membahayakan kesehatan
komsumen terutama pada insektisida
yang tingkat residunya tinggi dan tidak
mudah larut dalam air. Selain itu,
penggunaan insektisida juga dapat
menimbulkan resistensi, resurgensi, dan
timbulnya hama-hama sekunder serta
keracunan pada organisme lain (Untung,
1993).
Untuk mengantisipasi hal tersebut,
makan diperlukan teknologi penggunaan
bahan alami dalam pengendalian hama
dan penyakit. Salah satu bahan alami
yang potensial untuk dijadikan insektisida
nabati adalah biji mahoni dan brotowali.
Menurut Setiawan (2002), mahoni
mengandung saponin dan flavonida.
Selanjutnya hasil penelitian Litbang
Kehutanan (1993), eksrat kulit buah
mahoni mengandung senyawa HCH
(heksaklorosiklo-heksana) yang
merupakan insektisida organoklorida.
Sedangkan batang brotowali mengandung
zat pahit piroretin, alkaloid, berberin, dan
kolombin (Wijayakusuma, 1993).
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini telah menggunakan
bahan seperti biji mahoni, brotowali, bibit
kubis var kk-cros, pupuk kandang, pupuk
urea, larva Plutella xylostella, serta alat
blender, timbangan, dan saringan.
Rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan
yang diteliti adalah :
P0 = Kontrol (tanpa pengendalian)
P1 = Cairan perasan biji mahoni 25 ml/l
Air
P2 = Cairan biji mahoni 50 ml/l air
P3 = Cairan perasan brotowali 25 ml/l
air
P4 = Cairan perasan brotowali 50 ml/liter
air
P5 = Cairan perasan brotowali 25 ml/liter
air + cairan biji mahoni 25 ml/liter air
P6 = Cairan perasan brotowali 50 ml/liter
air + cairan biji mahoni 50 ml/liter air
a. Pembuatan Cairan Biji Mahoni dan
Brotowali
Biji mahoni yang telah dibersihkan
ditimbang sebanyak 50 gram selanjutnya
diblender. Kemudian direndam selama 24
jam dengan air satu liter, selanjutnya
disaring untuk mendapatkan cairan
perasaan untuk perlakuan. Sedangkan
untuk mendapatakn cairan brotowali,
prosesnya sama dengan pembuatan biji
mahoni yaitu tanaman brotowali yang telah
dibersihkan ditimbang (50 gram),
kemudian dipotong-potong kecil
selanjutnya diblender dan direndam air (1
liter) selama 24 jam.
b. Pelaksanaan di Lapangan
Benih kubis disemaikan pada
tanah yang dicampur dengan pupuk
kandang. Bibit kubis ditanam pada plot
yang berukuran 2 m x 2 m pada umur 4
minggu setelah semai atau setelah
mencapai 4 – 6 daun dengan
menggunakan jarak tanam 50 cm x 50 cm.
Pupuk kandang sebanyak 5 t/ha
diaplikasikan sebagai pupuk dasar.
Sedangkan penggunaan pupuk urea
sebanyak 200 kg/ha diaplikasikan pada
umur 25 hari setelah tanam (HST).
Aplikasi perlakuan mulai dilakukan pada
umur tanaman mencapai 10 HST dengan
interval penyemprotan 6 hari sampai
panen. Pengamatan dilakukan setiap 3
hari setelah aplikasi atau pada umur 13,
19, 25, 31, 37, 43, 49, dan 55 HST.
156
3. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005
ISBN : 979-95025-6-7
Intensitas Serangan dihitung berdasarkan
rumus :
∑ (nxv)
I = ------------- x 100%
Z x N
I = Intensitas serangan
n = Jumlah daun yang diamati dari
kategori kerusakan
v = Nilai skala dari tiap ketegori
Z = Nilai skala tertinggi dalam kategori
kerusakan
N = Jumlah daun yang diamati.
Penilaian kerusakan berdasarkan atas
pemberian skor skala untuk setiap kategori
kerusakan (x) yaitu :
0 = tidak ada kerusakan
1 = x < 25%
2 = 25%≤ x < 50%
3 = 50%≤ x < 75%
4 = x ≥75%
c. Analisis Data
Hasil pengamatan dianalisis
dengan menggunakan sidik ragam
sedangkan untuk mengetahui perbedaan
antara perlakuan digunakan uji Duncan
(DMRT) 5 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Tabel 1 terlihat bahwa,
intensitas serangan P. xylostella pada
umur tanaman 13 HST terendah
ditemukan pada pemberian cairan
perasan biji mahoni 25 ml/liter air
(10,51%), namun tidak berbeda nyata
dengan pemberian cairan perasan mahoni
50 ml/l air +brotowali 50 ml/l air (12,42%)
dan kontrol (13,05%). Sedangkan tertinggi
ditemukan pada pemberian cairan
perasan mahoni 25 ml/l air + brotowali 25
ml/ l air (19,79%) dan cairan perasan biji
brotowali 25 ml/liter air (19,23%). Pada
umur tanaman 19 HST, intensitas
serangan terendah ditemukan pada
pemberian cairan perasan biji mahoni 25
ml/l air (10,58%), kemudian disusul
pemberian cairan perasan mahoni 50 ml/l
air + brotowali 50 ml/l air (13,02%) dan
cairan perasan mahoni 50 ml/l air
(13,88%). Sedangkan tertinggi ditemukan
pada pemberian cairan perasan brotowali
25 ml/l air (18,25%). Pada umur tanaman
25 HST, intensitas serangan terendah juga
ditemukan pada pemberian cairan perasan
biji mahoni 25 ml/l air (10,72%), namun
tidak berbeda nyata dengan pemberian
cairan biji mahon 50 ml/l air + brotowali 50
ml/l air (12,89%). Sedangkan tertinggi
ditemukan pada kontrol (18,69%).
Penggunaan cairan perasan biji mahoni
dan cairan brotowali pada umur tanaman
13 HST tidak memberian pengaruh yang
berbeda nyata dengan kontrol. Sedangkan
pemberian kedua bahan tersebut pada 19
HST dan 25 HST pemberian mahoni
terpengaruh nyata dibanding dengan
kontrol.
Tabel 1. Rata-rata intensitas serangan ulat P. xylostella terhadap tanaman kubis pada umur
tanaman 13, 19, dan 25 HST
Perlakuan
Intensitas serangan (%) berbagai umur tanaman
13 HST 19 HST 25 HST
P0 = Kontrol (tanpa pengendalian) 13,05 bc 16,87 ab 18,69 a
P1 = Cairan perasan biji mahoni 25 ml/liter air 10,51 c 10,58 d 10,72 c
P2 = Cairan perasan biji mahoni 50 ml/liter air 12,30 b 13,88 bcd 14,45 b
P3 = Cairan perasan brotowali 25 ml/liter air 19,23 a 18,35 a 18,10 a
P4 = Cairan perasan biji brotowali 50 ml/liter air 15,11 b 14,96 bc 15,92 ab
P5 = Cairan perasan mahoni + brotowali 25 ml/ l air 19,79 a 19,20 a 18, 07 a
P6 = Cairan perasan mahoni + brotowali 50 ml/ l air 12,42 bc 13,02 cd 12,89 cb
Angka rata-rata dalam kolom yang sama diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut
Uji Duncan pada taraf 5 %.
157
4. Sitti Nuraeni et al. : Kajian Penggunaan Cairan Biji Mahoni dan Brotowali
Pada umur tanaman 31 HST,
intensitas serangan terendah ditemukan
pada pemberian cairan perasan biji
mahoni 25 ml/liter air (11,55%), namun
tidak berbeda nyata dengan pemberian
cairan perasan biji mahoni 50 ml/liter air
(13,75%). Sedangkan intensitas serangan
tertinggi ditemukan pada kontrol (21,56%)
(Tabel 2). Pada umur tanaman 37 HST,
intensitas serangan terendah ditemukan
pada pemberian cairan perasan biji
mahoni 25 ml/liter air (11,66%), Cairan
perasan biji mahoni 50 ml/l air + brotowali
50 ml/ l air (12,30%), cairan perasan biji
brotowali 50 ml/liter air (12,61%), dan
pemberian cairan perasan biji mahoni 50
ml/liter air (13,08%). Sedangkan tertinggi
ditemukan pada kontrol (25,20%). Pada
umur tanaman 43 HST, intensitas
serangan terendah ditemukan pada
pemberian cairan perasan biji mahoni 25
ml/liter air (11,83%) dan cairan perasan
biji brotowali 50 ml/liter air (11,75%),
namun tidak berbeda nyata dengan
pemberian cairan perasan biji mahoni 50
ml/liter air (12,62%). Sedangkan tertinggi
ditemukan pada kontrol (30,08%) (Tabel
2).
Tabel 2. Rata-rata intensitas serangan ulat P. xylostella terhadap tanaman kubis pada umur
tanaman 31, 37, dan 43 HST
Perlakuan
Intensitas serangan (%) berbagai umur
tanaman
31 HST 37 HST 43 HST
P0 = Kontrol (tanpa pengendalian) 21,56 a 25,20 a 30,08 a
P1 = Cairan perasan biji mahoni 25 ml/liter air 11,55 d 11,66 c 11,83 d
P2 = Cairan perasan biji mahoni 50 ml/liter air 13,75 cd 13,08 c 12,62 cd
P3 = Cairan perasan biji brotowali 25 ml/liter air 17,28 b 16,68 b 15,85 bc
P4 = Cairan perasan biji brotowali 50 ml/liter air 15,24 bc 12,61 c 11,75 d
P5 = Cairan perasan mahoni + brotowali 25 ml/ l air 17,25 b 16,81 b 16,65 b
P6 = Cairan perasan mahoni + brotowali 50 ml/ l air 12,84 cb 12,30 c 12,92 cd
Angka rata-rata dalam kolom yang sama diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji
Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 3, terlihat bahwa pada
umur tanaman 49 HST, intensitas
serangan terendah ditemukan pada
pemberian cairan perasan mahoni +
brotowali 50 ml/ l air (10,58%), P1 =
Cairan perasan biji mahoni 25 ml/liter air
(11,50%), cairan perasan biji mahoni 50
ml/liter air (12,03%), dan pemberian cairan
perasan biji brotowali 50 ml/liter air
(12,09%), sedangkan tertinggi ditemukan
pada kontrol (34,05%). Pada umur
tanaman 55 HST, intensitas serangan
terendah ditemukan pada pemberian
cairan perasan mahoni 50 ml/liter air +
brotowali 50 ml/ l air (10,96%) dan
pemberian cairan perasan biji brotowali 50
ml/liter air (11,51%), namun tidak berbeda
nyata dengan pemberian cairan perasan
biji mahoni 25 ml/liter air (11,75%) dan
pemberian cairan perasan biji mahoni 50
ml/liter air (11,90%).
158
5. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005
ISBN : 979-95025-6-7
Tabel 3. Rata-rata intensitas serangan ulat P. xylostella terhadap tanaman kubis pada umur
tanaman 49 dan 55 HST
Perlakuan
Intensitas serangan (%) pada
berbagai umur tanaman
49 HST 55 HST
P0 = Kontrol 34,05 a 38,56 a
P1 = Cairan perasan biji mahoni 25 ml/liter air 11,50 c 11,75 cd
P2 = Cairan perasan biji mahoni 50 ml/liter air 12,03 c 11,90 cd
P3 = Cairan perasan biji brotowali 25 ml/liter air 14,74 b 13,78 bc
P4 = Cairan perasan biji brotowali 50 ml/liter air 12,09 c 11,51 d
P5 = Cairan perasan mahoni + brotowali 25 ml/ l air 15,76 b 14,84 b
P6 = Cairan perasan mahoni + brotowali 50 ml/ l air 10,58 c 10,96 d
Angka rata-rata dalam kolom yang sama diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda
nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5 %.
KESIMPULAN
1. Penggunaan bahan alami mahoni dan
brotowali dengan interval 6 hari mulai
umur tanaman 10 HST tampak mulai
efektif dalam pengendalian P.
xylostella pada aplikasi keempat (28
HST) sampai kedelapan (52 HST)
yang diamati pada umur 31 HST
sampai 55 HST dengan tingkat
keefektifan sekitar 4,28 - 23,72%
2. Dosis cairan perasan yang paling
efektif dalam pengendalian
P.xylostella adalah pemberian cairan
perasan 50 ml/liter air + 50 ml
brotowali/l air dengan tingkat
keefektifan sekitar 8,72 – 27,60%.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Sulawesi
Tenggara. 2003. Pengolahan Data
Statistik Pertanian Tanaman Pangan
(Tanaman Padi, Palawija, dan
Hortikultura).
Kalshoven. 1981. Pests of Crops in
Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van
Hoeve. Jakarta
Litbang Kehutanan. 1993. Proyek
Pengembangan dan Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam.
Pracaya. 1993. Hama dan Penyakit
Tanaman. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Setiawan. 2002. Sentra Pengembangan
dan Penerapan Pengobatan
Tradisional. Jakarta.
Untung, K. 1993. Pengantar Analisis
Pengelolaan Hama Terpadu. Andi
Offset. Yogyakarta.
Wijayakusuma. 1993. Tanaman Berhasiat
di Indonesia. Pustaka Kartini.
Jakarta.
159
6. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel, 2005
ISBN : 979-95025-6-7
Tabel 3. Rata-rata intensitas serangan ulat P. xylostella terhadap tanaman kubis pada umur
tanaman 49 dan 55 HST
Perlakuan
Intensitas serangan (%) pada
berbagai umur tanaman
49 HST 55 HST
P0 = Kontrol 34,05 a 38,56 a
P1 = Cairan perasan biji mahoni 25 ml/liter air 11,50 c 11,75 cd
P2 = Cairan perasan biji mahoni 50 ml/liter air 12,03 c 11,90 cd
P3 = Cairan perasan biji brotowali 25 ml/liter air 14,74 b 13,78 bc
P4 = Cairan perasan biji brotowali 50 ml/liter air 12,09 c 11,51 d
P5 = Cairan perasan mahoni + brotowali 25 ml/ l air 15,76 b 14,84 b
P6 = Cairan perasan mahoni + brotowali 50 ml/ l air 10,58 c 10,96 d
Angka rata-rata dalam kolom yang sama diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda
nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5 %.
KESIMPULAN
1. Penggunaan bahan alami mahoni dan
brotowali dengan interval 6 hari mulai
umur tanaman 10 HST tampak mulai
efektif dalam pengendalian P.
xylostella pada aplikasi keempat (28
HST) sampai kedelapan (52 HST)
yang diamati pada umur 31 HST
sampai 55 HST dengan tingkat
keefektifan sekitar 4,28 - 23,72%
2. Dosis cairan perasan yang paling
efektif dalam pengendalian
P.xylostella adalah pemberian cairan
perasan 50 ml/liter air + 50 ml
brotowali/l air dengan tingkat
keefektifan sekitar 8,72 – 27,60%.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Sulawesi
Tenggara. 2003. Pengolahan Data
Statistik Pertanian Tanaman Pangan
(Tanaman Padi, Palawija, dan
Hortikultura).
Kalshoven. 1981. Pests of Crops in
Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van
Hoeve. Jakarta
Litbang Kehutanan. 1993. Proyek
Pengembangan dan Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam.
Pracaya. 1993. Hama dan Penyakit
Tanaman. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Setiawan. 2002. Sentra Pengembangan
dan Penerapan Pengobatan
Tradisional. Jakarta.
Untung, K. 1993. Pengantar Analisis
Pengelolaan Hama Terpadu. Andi
Offset. Yogyakarta.
Wijayakusuma. 1993. Tanaman Berhasiat
di Indonesia. Pustaka Kartini.
Jakarta.
159