peraturan menteri tenaga kerja nomor 05 tahun 2018 tentang keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja. informasi tentang nilai ambang batas faktor fisik kimia biologi di tempat kerja, panduan pengukuran ergonomi dan psikologi di tempat kerja. lingkungan kerja berperan besar dalam mempengaruhi kesehatan tenaga kerja. perlu pengendalian yang baik terhadap lingkungan kerja tersebut
permenaker 05 tahun 2018 tentang k3 lingkungan kerja
1. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA
NO. 5 TAHUN 2018
TENTANG
K3 LINGKUNGAN KERJA
dr. Santi Yuliandari, M.Kes
Penguji K3 Muda
BALAI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN R.I.
2. • Amanat Pasal 5 dan Pasal 6 Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional
Nomor 120 yang telah di ratifikasi melalui UU No 3 tahun 1969 tentang
Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No 120 Mengenai
Higiene Dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor;
• Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 ayat (1) huruf huruf i, j, k, l dan m Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
• Pengaturan dalam PMP No 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan
dan Penerangan dalam Tempat Kerja yang sudah berusia lebih dari 54 tahun
sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini;
• Pasal 17 Permenaker No 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, mengamanatkan perlunya peninjauan kembali
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali sejak diterbitkan;
• Penegakan hukum terhadap PMP No 7 Tahun 1964 sulit dilakukan karena tidak
mengacu pada sanksi hukum baik dalam UU No 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja ataupun UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
• Program nasional untuk simplifikasi peraturan perundang-undangan, perlu
dilakukan revisi sekaligus penggabungan terhadap peraturan yang serumpun
yaitu PMP No 7 Tahun 1964 dan Permenaker No 13 Tahun 2011 dalam
peraturan terbaru mengenai K3 Lingkungan Kerja 4
3. • Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan
Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia;
• Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan
Internasional Nomor 120 Mengenai Hygiene Dalam Perniagaan Dan Kantor-Kantor;
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
• Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang;
• Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
• Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja;
• Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan;
• Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Pembentukan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Peraturan Presiden Serta Pembentukan Rancangan Peraturan Menteri di Kementerian
Ketenagakerjaan;
• Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan
Ketenagakerjaan
5
4. IV. Ruang Lingkup dan Tujuan
Tempat Kerja
Terdapat Sumber
Bahaya Lingkungan
Kerja Berupa,
FAKTOR:
•FISIKA;
•KIMIA;
•BIOLOGI;
•ERGONOMI;
•PSIKOLOGI
Pengusaha/Pengurus
WAJIB (Ps 2)
Syarat K3 Lingkungan Kerja (Ps.3)
• Pengendalian Faktor Fisika
dan Faktor Kimia agar
berada di bawah NAB;
• Pengendalian Faktor Biologi,
Faktor Ergonomi, dan
Faktor Psikologi Kerja
agar memenuhi standar;
• Penyediaan fasilitas
Kebersihan dan sarana
Higiene di Tempat Kerja yang
bersih dan sehat; dan
• Penyediaan personil K3 yang
memiliki kompetensi dan
kewenangan K3 di bidang
Lingkungan Kerja
Tujuan (Ps. 4)
Lingkungan
Kerja yang
aman, sehat,
dan nyaman
dalam rangka
mencegah
kecelakaan kerja
dan penyakit akibat
kerja.
10
5. Pelaksanaan syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja dilakukan melalui kegiatan:
1. pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja yang meliputi
fisika;
kimia;
biologi;
ergonomi; dan
psikologi
2. penerapan Higiene dan Sanitasi meliputi:
Bangunan Tempat Kerja;
fasilitas Kebersihan;
kebutuhan udara; dan
tata laksana kerumahtanggaan.
11
6. V. Pengukuran Dan Pengendalian Lingkungan Kerja (Ps.6-7)
1. Pengukuran Lingkungan Kerja dilakukan untuk mengetahui tingkat pajanan:
Faktor Fisika,
Faktor Kimia,
Faktor Biologi,
Faktor Ergonomi, dan
Faktor Psikologi
terhadap Tenaga Kerja.
2. Pengukuran Lingkungan Kerja dilakukan sesuai dengan metoda uji yang ditetapkan
Standar Nasional Indonesia.
3. Metoda uji lainnya sesuai dengan standar yang telah divalidasi oleh lembaga yang
berwenang.
4. Pengendalian Lingkungan Kerja dilakukan sesuai hirarki pengendalian meliputi
upaya: eliminasi; substitusi; rekayasa teknis; administratif; dan/atau
penggunaan alat pelindung diri.
12
7. Pengukuran dan pengendalian Faktor Fisika meliputi: (Ps.8-19)
Iklim Kerja (tekanan panas dan standar tekanan dingin);
Kebisingan;
Getaran;
Gelombang radio (frekwensi s.d 300 MHz) atau
gelombang mikro (frekwensi s.d300 GHz) ;
Sinar Ultra Ungu (Ultra Violet)
panjang gelombang 80-400 nanometer;
Medan Magnet Statis;
Tekanan udara; dan
Pencahayaan.
13
9. Pengertian
• Getaran adalah gerakan bolak balik linear (atas
bawah, maju mundur, kanan kiri) yang
berlangsung dengan cepat dari suatu objek
terhadap suatu titik
10. JENIS GETARAN
Whole Body Vibration (getaran terhadap seluruh
tubuh atau badan)
Tool Hand Vibration (getaran terhadap lengan atau
tangan )
11. SUMBER
GETARAN :
PERALATAN – PERALATAN BESAR.
ALAT – ALAT PERTAMBANGAN
ALAT PEMBUAT JALAN
ALAT PENGGALI TANAH
ALAT PEMOTONG POHON
ALAT-ALAT ELEKTRIK LAINNYA.
15. EFEK VIBRASI PD
KESEHATAN
PEMAPARAN JANGKA PENDEK (AKUT) :
MOTION SICKNESS/ MABUK PERJALANAN
( TIDAK NYAMAN, MUAL, LELAH)
PANDANGAN KABUR
WHOLE BODY VIBRATION
16. Lanjutan
PEMAPARAN JANGKA PANJANG (KRONIS)
KERUSAKAN PERMANEN PD TULANG DAN
PERSENDIAN
GANGGUAN PENCERNAAN
EFEK PD TEK. DARAH MENIMBULKAN MASALAH
PD
JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
GANGGUAN SYSTEM SYARAF DPT MENIMBULKAN
KELUHAN SAKIT KEPALA, GANGGUAN TIDUR ,
LEMAH, LELAH DAN LESU.
GANGGUAN REPRODUKSI WANITA
17. SEGMENTAL VIBRATION (hand arm vibration):
PEMAPARAN JANGKA PENDEK MENYEBABKAN :
KELELAHAN
KETIDAK NYAMANAN SAAT BEKERJA
PRODUKTIVITAS KERJA KURANG
PEMAPARAN JANGKA PANJANG MENYEBABKAN
DEGENERASI SYARAF.
HILANGNYA INDERA PERABA
PELEMBEKAN METACARPAL DAN CARPAL (CARPAL
TUNNEL
SYNDROME)
TERHENTINYA PERTUMBUHAN OTOT.
20. PENGENDALIAN WHOLE BODY
/HAND ARM VIBRATION
MENCEGAH / MENGURANGI PEMAPARAN VIBRASI
ISOLASI TERHADAP VIBRASI : MENJAUHKAN TK DARI
SUMBER VIBRASI.MENGGUNAKAN PENYEKAT(BANTALAN
PEREDAM), HANDEL PERALATAN
MENGURANGI WAKTU PEMAPARAN , ROTASI KERJA,
ISTIRAHAT 10 – 15 MENIT SETIAP 1 JAM
MENGGUNAKAN SARUNG TANGAN UTK MENGURANGI
PEMAPARAN HAND ARM VIBRATION.
22. PENGERTIAN KEBISINGAN ….?
Subyektif :
Suara yg tidak diinginkan oleh pendengaran manusia
atau bentuk suara apapun yang terjadi secara tdk
alamiah.
Suara yg tidak enak di dengar ( is any disturbing sound)
terjadi akibat tumbukan yg tidak wajar atau berulang.
Obyektif :
Terdiri dari getaran komplek berbagai frekuensi &
Amplitudo baik periodik/non periodik.
BUNYI/ GELOMBANG SUARA :
adalah getaran yg merambat melalui medium elastis (misal
udara) diterima telinga dan diinterpretasikan oleh otak.
23. KARAKTERISTIK BISING DITENTUKAN
OLEH
I. INTENSITAS SUARA
ADALAH BESARNYA ENERGI YG DIGETARKAN PARTIKEL UDARA
YANG DITANGKAP OLEH TELINGA. (disebut juga Keras
lemahnya bunyi)
II. FREKUENSI :
ADALAH JUMLAH FLUKTUASI YG TERJADI PD
SATU WAKTU. SATUAN YG BIASA DIGUNAKAN
ADALAH Hz.
(disebut juga tinggi rendahnya nada dari suatu bunyi)
27. Waktu pemajanan
per hari
Satuan Intensitas
Kebisingan (dBA)
8
4
2
1
Jam 85
88
91
94
30
15
7,5
3,75
1,88
0,94
Menit 97
100
103
106
109
112
28,12
14,06
7,03
3,52
1,76
Detik 115
118
121
124
127
STANDAR KEBISINGAN (NAB)
28. PENGENDALIAN KEBISINGAN
1. SECARA TEKNIS ( ENGINEERING CONTROL )
- SUMBER
- SEBARAN
- PENERIMA
2. SECARA ADMINISTRASI (ADMINISTRATION
CONTROL )
- ROTASI TEMPAT KERJA
- MEMINDAHKAN TK dari TEMPAT BISING KE TEMPAT TDK BISING
- PENGATURAN WAKTU PENGOPERASIAN.
- TRAINING PROGRAM KONSERVASI PENDENGARAN
- TES AUDIOMETRI
3. MENGGUNAKAN APP (alat pelindung pendengaran)
4. PENDIDIKAN / HEARING KONSERVASI PROGRAM
29. Engineering Control
Isolasi Mesin atau lokasi bising
Perawatan mesin secara rutin (lubrikasi)
Ganti material besi dengan kayu atau plastik jika
memungkinkan
Gunakan Sound Absorbing
Pertimbangkan Noise ketika membeli peralatan
atau membuat proses baru
30. Sound Level Meter + Octav Band Analyzer
PENGENALAN ALAT LABORATORIUM
33. PENGERTIAN
Iklim Kerja Panas adalah hasil perpaduan antara suhu,
kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi
Suhu Basah Alami (wet bulb termometer) adalah suhu
penguapan air dimana pada suhu yg sama menyebabkan
terjadinya keseimbangan uap air di udara, suhu ini diukur dgn
termometer basah alami & suhunya lebih rendah dari suhu
kering.
Suhu kering (dry bulb temperatur) ad. Suhu yg diukur dgn
termometer kering
Suhu bola (globe termometer) adalah suhu yg diukur dgn
menggunakan termometer suhu bola
35. Keseimbangan Panas Tubuh
Diatur tubuh melalui
PELEPASAN atau
PENGAMBILAN PANAS ke
atau dari lingkungan
Lanjutan
IKLIM KERJA DIBEDAKAN ATAS :
Iklim kerja panas, yang biasa disebut tekanan panas (heat stress)
dan
Iklim kerja dingin (cold stress).
36. Efek Iklim Kerja Panas Terhadap Kesehatan
Heat Rash
Gejala :
Ruam-ruam pada kulit terjadi akibat pengeluaran
keringat yang terhambat, heat rash biasanya
dianggap tidak terlalu serius tetapi dapat
menimbulkan masalah bila terjadi infeksi.
Penanggulangan :
Menjaga kulit tetap kering dan mengobati
infeksi dengan salep antibiotik.
36
Lanjutan
37. Heat Syncope :
Gejala :
keadaan pingsan atau hampir pingsan yang
disebabkan oleh terlalu lama berdiri pada posisi
tetap dibawah sinar matahari langsung atau dapat
juga di lingkungan panas. Berdiri tetap
menyebabkan aliran darah terpusat pada tubuh
bagian bawah.
Penanggulangan :
Seseorang yang mengalami heat syncope harus
dibaringkan pada tempat yang teduh dan diberi
minum air.
38. HEAT STROKE ( SUN STROKE)
Kulit panas, kering, merah
Demam tinggi
Pingsan
GEJALA:
39. HEAT CRAMPS
• Kerja berat dalam waktu lama
• Banyak kehilangan keringat (NaCL)
• Kejang kaki , tangan , perut
Penanggulangannya :
• Memindahkan Tenaga kerja
dari lingkungan panas
• Banyak diberi minum.
40. Alat Ukur Heat Stress
• HEAT STRESS APPARATUS
• Personal Heat Stress Monitor
41. NAB Iklim Kerja
Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) Yang Diperkenankan
Pengaturan Waktu Kerja
Setiap Jam
ISBB (oC)
Beban Kerja
Waktu kerja Waktu istirahat Ringan Sedang Berat
Bekerja terus
menerus (8
jam/hari)
- 30,0 26,7 25,0
75% kerja 25% istirahat 30,6 28,0 25,9
50% kerja 50% istirahat 31,4 29,4 27,9
25% kerja 75% istirahat 32,2 31,1 30,0
42. 2.3 Pengendalian Suhu Panas
TEKNIS
Mempercepat Ventilasi udara
Water spray
Suplay udara segar/Ventilasi
Isolasi Sumber panas (metal sheet)
MEDIS
Pemeriksaan Kesehatan (pra, periodik,
spesifik)
Pemberian Air minum
43. 2.3 Pengendalian Suhu Panas
ADMINISTRASI
1. Membatasi waktu pemaparan di tempat kerja
panas;
2. Penerapan siklus waktu istirahat (work rest cycle)
3. Penyediaan air minum pada tempat yang sesuai.
4. Penyediaan tempat istirahat dengan temperatur
nyaman
5. Melakukan aklimatisasi terhadap panas
APD
Penggunaan Pelindung Diri, yaitu menggunakan
topi/pakaian yang mampu melindungi terhadap
panas dan nyaman untuk melakukan pekerjaan
45. RADIASI
• Suatu cara perambatan energi
• dari suatu sumber ke lingkungannya
• Radiasi 2 jenis :
• 1. Radiasi mengion (ionizing
• radiation
• 2. Radiasi tidak mengion (non-
• ionizing radiation)
46. Efek Radiasi Mengion :
Menyebabkan terjadinya kerusakan atom/ molekul yg dilaluinya
Efek radiasi mengion 2 jenis :
1. Efek stokastik,
- Tergantung pd frekuensi pemajanan, tingkat keparahan
tidak tergantung pd dosis
- Contoh: mutagen (kerusakan gen/chromosom), teratogen
(cacat bayi dalam kandungan), dan karsinogen
(menyebabkan kanker).
2. Efek Non-stokastik/Deterministik
- Efek yg ditimbulkan tergantung pd frekuensi dan dosis
- Efek ini terjadi karena adanya kematian sel.
- Contoh : erythema pd kulit, katarak pd mata
51. Syarat-syarat Penerangan di Tempat Kerja
a. a. Pekerjaan yang hanya membedakan barang-barang
kasar membutuhkan penerangan 50 lux, Contoh
mengerjakan bahan-bahan yang besar, mengerjakan
bahan tanah dan batu, gang-gang selalu dipakai dan
gudang untuk menyimpan barang besar.
b. b. Pekerjaan yang membedakan barang-barang yang
kecil membutuhkan penerangan 100 lux, Contoh
mengerjakan barang besi dan baja, penggilingan padi,
kamar mesin, alat pengangkut orang dan tempat mandi
& WC.
52. c. Penerangan untuk pekerjaan yang membedakan
barang-barang kecil dengan teliti dibutuhkan
penerangan 200 lux, Contoh pekerjaan mesin dan
bubut yang kasar, menjahit tektil dan kulit,
pembungkusan daging dan mengerjakan kayu.
d. Pekerjaan yang membedakan secara teliti terhadap
barang-barang yang kecil dan halus membutuhkan
penerangan 300 lux, Contoh pekerjaan mesin yang
teliti, pembuatan tepung, pekerjaan kantor seperti
membaca dan menulis.
e. Penerangan yang diperlukan untuk pekerjaan yang
akan membedakan barang-barang yang sangat halus
dan kontras dalam waktu yang lama dibutuhkan
penerangan 500-1000 lux, Contoh pemasangan yang
halus, pekerjaan mesin yang halus, pekerjaan kayu
yang halus dan akuntan
53. f. Penerangan yang diperlukan untuk pekerjaan yang
membedakan barang-barang yang sangat halus dan
kurang kontras memerlukan penerangan diatas 1000
lux, Contoh pemasangan yang elastis dan halus (arloji),
pemeriksaan yang ekstra halus, tukang las dan intan
dan percobaan alat-alat yang ekstra halus.
54. Jenis Pencahayaan
• Cahaya (Penerangan) Alami berasal dari matahari
• Cahaya (Penerangan) Buatan berasal dari lampu
56. Gelombang Radio / Gelombang Mikro (Ps.12)
Nilai Ambang Batas Radiasi Gelombang Radio / Gelombang
Mikro
Radiasi Gelombang Radio atau
Gelombang Mikro adalah Radiasi
Elektromagnetik dengan Frekuensi 30 (tiga
puluh) kilo hertz sampai300(tiga ratus)
giga hertz.
22
57. Pengendalian bahaya radiasi gelombang radio atau gelombang mikro dilakukan dengan:
a. menghilangkan sumber Radiasi Gelombang Radio atau Gelombang Mikro dari
Tempat Kerja;
b. mengisolasi atau membatasi pajanan sumber Radiasi Gelombang Radio atau
Gelombang Mikro;
c. merancang Tempat Kerja dengan menggunakan peralatan proteksi radiasi;
d. membatasi waktu pajanan terhadap sumber Radiasi Gelombang Radio atau
Gelombang Mikro;
e. penggunaan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
f. melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
23
58. Radiasi Ultra Ungu (Ps. 13)
Nilai Ambang Batas Radiasi Ultra Ungu
Radiasi Ultra Ungu (Ultra Violet)
adalah Radiasi Elektromagnetik dengan
panjang gelombang 180 (seratus delapan
puluh) nano meter sampai 400 (empat
ratus) nano meter.
24
59. Pengendalian bahaya radiasi Ultra Ungu dilakukan dengan:
a. menghilangkan sumber Radiasi Ultra Ungu (Ultra Violet) dari Tempat Kerja;
b. mengisolasi atau membatasi pajanan sumber Radiasi Ultra Ungu (Ultra Violet);
c. merancang Tempat Kerja dengan menggunakan peralatan proteksi radiasi;
d. memberikan jarak aman sesuai dengan standar antara sumber pajanan dan pekerja;
e. membatasi pajanan sumber Radiasi Ultra Ungu (Ultra Violet) melalui pengaturan waktu
kerja;
f. penggunaan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
g. melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
25
60. Medan Magnet Statis (Ps. 14)
Nilai Ambang Batas Medan Magnet Statis
Medan Magnet Statis
adalah suatu medan atau area
yang ditimbulkan oleh
pergerakan arus listrik
26
61. Pengendalian bahaya medan megnet statis dilakukan dengan:
a. menghilangkan sumber Medan Magnet Statis dari Tempat Kerja;
b. mengganti alat, bahan, dan proses kerja yang menimbulkan sumber Medan Magnet Statis;
c. mengisolasi atau membatasi pajanan sumber Medan Magnet Statis;
d. mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap sumber Medan Magnet Statis;
e. mengatur jarak aman sesuai dengan Standar Nasional Indonesia antara sumber pajanan dan
pekerja;
f. menggunaan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
g. melakukan pengendalian lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
27
62. V. Pengukuran Dan Pengendalian Lingkungan Kerja (Ps.20-21)
Faktor Kimia (Ps.20)
Pengukuran dan pengendalian Faktor Kimia dilakukan pada Tempat Kerja yang memiliki
potensi bahaya bahan kimia.
Dilakukan terhadap pajanannya dan terhadap pekerja yang terpajan.
Pengukuran terhadap pajanan yang hasilnya untuk dibandingkan dengan NAB harus
dilakukan paling singkat selama 6 (enam) jam.
Pengukuran yang hasilnya untuk dibandingkan dengan PSD, harus dilakukan paling
singkat selama 15 (lima belas) menit sebanyak 4 (empat) kali dalam durasi
8(delapan) jam kerja.
Pengukuran yang hasilnya untuk dibandingkan dengan KTD harus dilakukan menggunakan
alat pembacaan langsung untuk memastikan tidak terlampaui.
Pengukuran Faktor Kimia terhadap pekerja yang mengalami pajanan dilakukan melalui
Pemeriksaan kesehatan khusus pada spesimen tubuh Tenaga Kerja dan
dibandingkan dengan IPB. 30
66. Pengendalian terhadap bahaya faktor kimia dilakukan dengan:
a. menghilangkan sumber potensi bahaya kimia dari Tempat Kerja;
b. mengganti bahan kimia dengan bahan kimia lain yang tidak mempunyai potensi bahaya atau potensi
bahaya yang lebih rendah;
c. memodifikasi proses kerja yang menimbulkan sumber potensi bahaya kimia;
d. mengisolasi atau membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia;
e. menyediakan sistem ventilasi;
f. membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia melalui pengaturan waktu kerja;
g. merotasi Tenaga Kerja ke dalam proses pekerjaan yang tidak terdapat potensi bahaya bahan kimia;
h. penyediaan lembar data keselamatan bahan dan label bahan kimia;
i. penggunaan alat pelindung diri yang sesuai; dan/atau
j. pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
37
67. V. Pengukuran Dan Pengendalian Lingkungan Kerja
Faktor Biologi (Ps. 22)
Potensi bahaya Faktor Biologi meliputi:
mikro organisma dan/atau toksinnya;
arthopoda dan/atau toksinnya;
hewan invertebrata dan/atau toksinnya;
alergen dan toksin dari tumbuhan;
binatang berbisa;
binatang buas; dan
produk binatang dan tumbuhan yang
berbahaya lainnya.
Pengukuran
Pemantauan
38
68. Pengendalian bahaya faktor biologi dengan:
a. menghilangkan sumber bahaya Faktor Biologi dari Tempat Kerja;
b. mengganti bahan, dan proses kerja yang menimbulkan sumber bahaya Faktor Biologi;
c. mengisolasi atau membatasi pajanan sumber bahaya Faktor Biologi;
d. menyediakan sistem ventilasi;
e. mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap sumber bahaya Faktor Biologi;
f. menggunakan baju kerja yang sesuai;
g. menggunakan alat pelindung diri yang sesuai;
h. memasang rambu-rambu yang sesuai;
i. memberikan vaksinasi apabila memungkinkan;
j. meningkatkan Higiene perorangan;
k. memberikan desinfektan;
l. penyediaan fasilitas Sanitasi berupa air mengalir dan antiseptik; dan/atau
m. pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
39
69. V. Pengukuran Dan Pengendalian Lingkungan Kerja
Faktor Ergonomi (Ps.23)
Potensi bahaya Faktor Ergonomi meliputi:
cara kerja, posisi kerja, dan postur tubuh yang tidak sesuai saat
melakukan pekerjaan;
desain alat kerja dan Tempat Kerja yang tidak sesuai dengan
antropometri Tenaga Kerja; dan
pengangkatan beban yang melebihi kapasitas kerja.
Jika hasil pengukuran ergonomi terdapat potensi bahaya harus dilakukan
pengendalian sehingga memenuhi standar.
40
70. V. Pengukuran Dan Pengendalian Lingkungan Kerja
Pengendalian Ergonomi dilakukan dengan:
menghindari posisi kerja yang janggal;
memperbaiki cara kerja dan posisi kerja;
mendesain kembali atau mengganti Tempat Kerja, objek kerja,
bahan, desain Tempat Kerja, dan peralatan kerja;
memodifikasi Tempat Kerja, objek kerja, bahan, desain Tempat
Kerja, dan peralatan kerja;
mengatur WKWI;
melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh dalam posisi netral atau
baik; dan/atau
menggunakan alat bantu 41
71. V. Pengukuran Dan Pengendalian Lingkungan Kerja
Faktor Psikologi (Ps.24)
Potensi bahaya Faktor Psikologi meliputi:
ketidakjelasan/ketaksaan peran;
konflik peran;
beban kerja berlebih secara kualitatif;
beban kerja berlebih secara kuantitatif;
pengembangan karir; dan/atau
tanggung jawab terhadap orang lain.
42
72. V. Pengukuran Dan Pengendalian Lingkungan Kerja
Jika hasil pengukuran psikologi terdapat potensi bahaya harus dilakukan pengendalian sehingga memenuhi
standar.
Pengendalian faktor psikologi melalui manajemen stress dengan:
melakukan pemilihan, penempatan dan pendidikan pelatihan bagi Tenaga Kerja;
mengadakan program kebugaran bagi Tenaga Kerja;
mengadakan program konseling;
mengadakan komunikasi organisasional secara memadai;
memberikan kebebasan bagi Tenaga Kerja untuk memberikan masukan dalam proses pengambilan
keputusan;
mengubah struktur organisasi, fungsi dan/atau dengan merancang kembali pekerjaan yang ada;
menggunakan sistem pemberian imbalan tertentu; dan/atau
pengendalian lainnya sesuai dengan kebutuhan.
43
73. V. Pengukuran Dan Pengendalian Lingkungan Kerja
Dalam hal terjadi kasus penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh faktor Lingkungan Kerja dilakukan
program pengendalian dan penanganan sesuai dengan
standar dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
44
74. VI. Penerapan Higiene Dan Sanitasi (Ps. 26 - Ps. 44)
Meliputi:
1. Bangunan Tempat Kerja
- halaman;
bersih, tertata rapi, rata, dan tidak becek; dan cukup luas untuk lalu lintas orang dan barang
saluran air pembuangan pada halaman, maka saluran air harus tertutup dan terbuat dari bahan
yang cukup kuat serta air buangan harus mengalir dan tidak boleh tergenang.
- gedung, meliputi dinding dan langit-langit, atap; dan lantai.
gedung dalam kondisi:
terpelihara dan bersih;
kuat dan kokoh strukturnya; dan
cukup luas sehingga memberikan ruang gerak paling sedikit 2 (dua) meter persegi per
orang.
45
75. Dinding dan langit-langit harus:
kering atau tidak lembab;
dicat dan/atau mudah dibersihkan;
dilakukan pengecatan ulang paling sedikit 5 (lima) tahun
sekali; dan
dibersihkan paling sedikit 1 (satu) kali setahun.
Lantai harus:
terbuat dari bahan yang keras, tahan air, dan tahan dari bahan
kimia yang merusak;
datar, tidak licin, dan mudah dibersihkan; dan
dibersihkan secara teratur.
46
76. Atap harus:
- mampu memberikan perlindungan dari panas matahari dan hujan; dan
- tidak bocor, tidak berlubang, dan tidak berjamur
Bangunan Bawah Tanah harus
mempunyai struktur yang kuat;
mempunyai sistem ventilasi udara;
mempunyai sumber Pencahayaan;
mempunyai saluran pembuangan air yang mengalir dengan baik; dan
bersih dan terawat dengan baik.
Dalam hal bangunan bawah tanah merupakan ruang terbatas, penerapan Higiene dan
Sanitasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
47
77. Fasilitas Kebersihan meliputi:
Toilet dan kelengkapannya;
loker dan ruang ganti pakaian;
tempat sampah; dan
peralatan Kebersihan.
Toilet harus:
bersih dan tidak menimbulkan bau;
tidak ada lalat, nyamuk, atau serangga yang
lainnya;
tersedia saluran pembuangan air yang mengalir
dengan baik;
tersedia air bersih;
dilengkapi dengan pintu;
memiliki penerangan yang cukup;
memiliki sirkulasi udara yang baik;
dibersihkan setiap hari secara periodik; dan
dapat digunakan selama jam kerja.
48
78. Rasio kebutuhan jamban dengan jumlah Tenaga Kerja dalam satu waktu
kerja
untuk 1-15 orang = 1 (satu) jamban;
untuk 16-30 orang = 2 (dua) jamban;
untuk 31-45 orang = 3 (tiga) jamban;
Untuk 46 -60 orang = 4 (empat) jamban;
untuk 61 - 80 orang = 5 (lima) jamban;
untuk 81 -100 orang = 6 (enam) jamban; dan
setiap penambahan 40 orang ditambahkan 1 (satu) jamban.
Jika Toilet laki-laki menyediakan fasilitas peturasan, jumlah jamban tidak boleh
kurang dari 2/3 (dua pertiga) jumlah jamban yang dipersyaratkan
49
79. Ratio kebutuhan jamban dengan jumlah Tenaga Kerja area
konstruksi atau Tempat Kerja sementara
untuk 1-19 orang = 1 (satu) jamban;
untuk 20 -199 orang = 1 (satu) jamban dan 1 (satu) peturasan untuk setiap 40 (empat
puluh) orang;
untuk 200 orang atau lebih = 1 (satu) jamban dan 1 (satu) peturasan untuk setiap 50 (lima
puluh) orang.
Ukuran Toilet
Ruang Toilet paling sedikit berukuran:
panjang 80 cm, lebar 155 cm, tinggi 220 cm lebar pintu 70 cm.
50
80. Ruang Toilet untuk penyandang disabilitas harus memenuhi
persyaratan:
Panjang 152,5 cm;
lebar 227,5 cm;
tinggi 240 cm;
mempunyai akses masuk dan keluar yang mudah dilalui;
mempunyai luas ruang bebas yang cukup untuk pengguna kursi roda bermanuver 180
derajat;
lebar pintu masuk berukuran paling sedikit 90 cm yang mudah dibuka dan ditutup.
pintu Toilet dilengkapi dengan plat tendang di bagian bawah pintu untuk pengguna kursi
roda dan penyandang disabilitas netra;
kemiringan lantai tidak lebih dari 7 (tujuh) persen; dan
mempunyai pegangan rambat untuk memudahkan pengguna kursi roda berpindah dari
kursi roda ke jamban ataupun sebaliknya.
51
81. Pakaian Kerja dan Ruang Ganti Pakaian
Tenaga Kerja dalam perusahaan tertentu dapat diwajibkan memakai
pakaian kerja sesuai syarat-syarat K3 yang ditetapkan.
Pakaian kerja harus disediakan oleh Pengurus .
Dalam hal Tenaga Kerja menggunakan pakaian kerja hanya selama
bekerja, Pengurus harus menyediakan ruang ganti pakaian yang bersih,
terpisah antara laki-laki dan perempuan serta
pemakaiannya harus diatur agar tidak berdesakan.
Ruang ganti pakaian harus tersedia tempat menyimpan
pakaian/loker untuk setiap Pekerja yang terjamin keamanannya.
52
82. Tempat sampah dan peralatan Kebersihan harus disediakan
pada setiap Tempat Kerja.
Tempat sampah harus:
terpisah dan diberikan label untuk sampah organik,
non organik, dan bahan berbahaya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
dilengkapi dengan penutup dan terbuat dari bahan kedap air;
dan
tidak menjadi sarang lalat atau binatang serangga
yang lain.
53
83. Tempat pembuangan pembalut harus disediakan pada
ruang Toilet perempuan.
Tempat pembuangan pembalut harus:
terbuat dari bahan yang kedap cairan;
dilengkapi dengan penutup; dan
diberikan label yang jelas.
Tempat pembuangan pembalut harus dibersihkan setiap
hari.
54
84. Kebutuhan atas udara yang bersih dan sehat harus dipenuhi pada setiap
Tempat Kerja.
Pemenuhan kebutuhan udara di Tempat Kerja dilakukan melalui:
KUDR;
ventilasi; dan
ruang udara.
Tempat Kerja untuk melakukan jenis pekerjaan administratif, pelayanan umum dan
fungsi manajerial harus memenuhi KUDR yang sehat dan bersih.
KUDR ditentukan oleh suhu, kelembaban, kadar oksigen dan kadar
kontaminan udara
55
85. Suhu ruangan yang nyaman
harus dipertahankan dengan
ketentuan:
Suhu Kering 230C- 260C dengan
kelembaban 40% - 60%.
perbedaan suhu antar ruangan
tidak melebihi 5oC
Kadar oksigen sebesar 19,5% - 23,5%
dari volume udara.
Kadar kontaminan
56
86. Pengurus dan/atau Pengusaha wajib menyediakan sistem
ventilasi udara untuk menjamin kebutuhan udara Pekerja
dan/atau mengurangi kadar kontaminan di Tempat Kerja.
Sistem ventilasi dapat bersifat alami atau buatan atau
kombinasi keduanya.
Dalam hal menggunakan ventilasi buatan maka ventilasi
tersebut harus dibersihkan secara berkala paling sedikit 3
(tiga) bulan sekali atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
57
87. Setiap orang yang bekerja dalam ruangan harus mendapat
ruang udara (cubic space) paling sedikit 10 meter
kubik.
Ruangan harus memenuhi ketentuan:
tinggi Tempat Kerja diukur dari lantai sampai daerah
langit-langit paling sedikit 3 meter; dan
tinggi ruangan yang lebih dari 4 meter tidak
dapat dipakai untuk memperhitungkan ruang udara
58
88. Tata Laksana Kerumahtanggaan
Ketatarumahtanggaan yang baik meliputi upaya:
memisahkan
menata
membersihkan
menetapkan dan melaksanakan prosedur Kebersihan
mengembangkan prosedur Kebersihan
Alat kerja, perkakas, dan bahan harus ditata dan disimpan secara rapi
dan tertib untuk menjamin kelancaran pekerjaan dan tidak
menimbulkan bahaya kecelakaan.
Bahan yang disimpan di gudang dan diberi label yang jelas
59
89. VII. PERSONIL K3 (Ps. 45 - 57)
Pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja harus dilakukan oleh
personil K3 bidang Lingkungan Kerja, meliputi:
Ahli K3 Muda Lingkungan Kerja;
Ahli K3 Madya Lingkungan Kerja; dan
Ahli K3 Utama Lingkungan Kerja.
Personil K3 harus memiliki kompetensi sesuai Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang ditetapkan oleh
Menteri dan kewenangan K3 bidang lingkungan kerja.
60
90. Persyaratan Personil Yang Berwenang
Ahli K3 Muda Ahli K3 Madya Ahli K3 Utama
Lingkungan Kerja Lingkungan Kerja Lingkungan Kerja
- Pendidikan D3
- berpengalaman paling
sedikit 1 (satu) tahun
- memiliki sertifikat
kompetensi sesuai
bidangnya
- berbadan sehat
- Pendidikan D3
- berpengalaman paling
sedikit 3 (tiga) tahun
sebagai Ahli K3 Muda
Lingkungan Kerja
- memiliki sertifikat
kompetensi sesuai
bidangnya
- berbadan sehat
- Pendidikan D3
- berpengalaman paling
sedikit 5 (lima) tahun
sebagai Ahli K3
Madya Lingkungan
Kerja;
- memiliki sertifikat
kompetensi sesuai
bidangnya
- berbadan sehat
61
91. Tata Cara Memperoleh Lisensi K3
melampirkan:
fotokopi ijazah terakhir;
surat keterangan pengalaman kerja yang diterbitkan oleh perusahaan;
surat keterangan sehat dari dokter;
fotokopi kartu tanda penduduk;
fotokopi sertifikat kompetensi:
Ahli Muda Higiene Ahli Madya Higiene Ahli Utama Higiene
Industri (HIMU) - Ahli Industri (HIMA) - Ahli Industri (HIU) - Ahli
K3 Muda Lingkungan K3 Madya Lingkungan Utama K3 Lingkungan
Kerja Kerja Kerja
2 (dua) lembar pas foto berwarna ukuran 2 x 3 dan 4 x 6
62
92. Lisensi K3 berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang
perpanjangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
masa berlaku lisensi K3 berakhir
Lisensi K3 hanya berlaku selama Ahli K3 Lingkungan Kerja
yang bersangkutan bekerja di perusahaan yang mengajukan
permohonan
Dalam hal sertifikat kompetensi belum ada, dapat
menggunakan surat keterangan telah mengikuti pembinaan K3
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.
63
95. Tugas dan Kewenangan Ahli K3 Lingkungan Kerja
Kewajiban Personil K3
mematuhi peraturan perundang-undangan dan standar yang telah ditetapkan;
melaporkan pada atasan langsung mengenai kondisi pelaksanaan pengukuran,
pengendalian lingkungan kerja, dan penerapan Higiene Sanitasi;
bertanggungjawab atas hasil pelaksanaan pengukuran, pengendalian lingkungan
kerja, dan penerapan Higiene Sanitasi di Tempat Kerja;
membantu Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan Kerja dalam
melaksanakan pemeriksaaan dan Pengujian K3 Lingkungan Kerja; dan
melaksanakan kode etik profesi.
67
96. VIII. Pemeriksaan Dan Pengujian (Ps.58-68)
Setiap Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Lingkungan
Kerja wajib dilakukan Pemeriksaan dan/atau
Pengujian.
Pemeriksaan merupakan kegiatan mengamati, menganalisis,
membandingkan, dan mengevaluasi kondisi Lingkungan Kerja
untuk memastikan terpenuhinya persyaratan
Pengujian merupakan kegiatan pengetesan dan pengukuran
kondisi Lingkungan Kerja yang bersumber dari alat, bahan, dan
proses kerja untuk mengetahui tingkat konsentrasi dan pajanan
terhadap Tenaga Kerja untuk memastikan terpenuhinya
persyaratan
68
97. Dilakukan secara:
internal untuk mengukur besaran pajanan sesuai dengan risiko Lingkungan Kerja dan
tidak menggugurkan kewajiban Tempat Kerja untuk melakukan pengukuran dengan
pihak eksternal
dilakukan oleh personil K3 bidang Lingkungan Kerja.
eksternal :
1. Unit Pelaksana Teknis Pengawasan Ketenagakerjaan (Pengawas Ketenagakerjaan
Spesialis K3 Lingkungan Kerja)
2. Direktorat Bina Keselamatan dan Kesehatan Kerja beserta Unit Pelaksana Teknis
Bidang K3 (Penguji K3)
3. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang membidangi pelayanan Pengujian
K3(Penguji K3)
4. lembaga lain yang terakreditasi dan ditunjuk oleh Menteri (Ahli K3 Lingkungan
Kerja)
69
98. Jenis Pemeriksaan dan/atau Pengujian :
1. Pertama untuk mengidentifikasi potensi bahaya Lingkungan Kerja di Tempat Kerja
meliputi:
area kerja dengan pajanan Faktor Fisika, Faktor Kimia, Faktor Biologi, Faktor Ergonomi,
dan Faktor Psikologi;
KUDR; dan
Sarana dan fasilitas Sanitasi.
2. Berkala dilakukan secara eksternal paling sedikit 1 (satu) tahun sekali atau sesuai
dengan penilaian risiko atau ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi sda.
3. Ulang dilakukan apabila hasil Pemeriksaan dan/atau Pengujian sebelumnya baik secara
internal maupun eksternal terdapat keraguan.
4. Khusus dilakukan setelah kecelakaan kerja atau laporan dugaan tingkat pajanan di atas
NAB
70
99. Mekanisme Tata Kerja Riksa Uji
Lingkungan Kerja
Laporan Riksa Uji
Pelaksana Riksa Uji
a. Pengawas
Ketenagakerjaan Sp K3
LK pada Instansi
Wasnaker;
b. Penguji K3 pada Instansi
Bina K3 beserta UPT K3
dan UPTD Bidang K3;
c. AK3 Lingkungan Kerja
pada PJK3 Riksa Uji LK
YA
≤ NAB atau
UPT memenuhi
Wasnaker standar
TIDAK
Perusahaan yang
meminta
Ditjen PPK
dan K3
SURKET Riksa Uji
memenuhi Berkala
Syarat K3:
SURKET Riksa Uji
TIDAK Ulang
Memenuhi dan/atau
Syarat K3: STIKER
71
103. NAB dan/atau standar dapat ditinjau
secara berkala paling sedikit
3 (tiga) tahun sekali
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
75
104. Pengawasan pelaksanaan
K3 Lingkungan Kerja dilaksanakan oleh
Pengawas Ketenagakerjaan
Spesialis K3 Lingkungan Kerja
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
76
105. Pengusaha dan/atau Pengurus
yang tidak memenuhi ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini
dikenakan sanksi sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja
dan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
77
106. Lisensi Petugas Pemantauan Lingkungan Kerja yang telah diterbitkan sebelum
Peraturan Menteri ini diundangkan, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya lisensi tersebut dan
selanjutnya disebut lisensiAhli K3 Muda Lingkungan Kerja
78
107. 1. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan
Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja;
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 684);
c. Surat Edaran Menakertrans No. SE 01/Men/1978 tentang Nilai Ambang Batas Untuk Iklim
Kerja dan Kebisingan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Berlaku sejak tanggal 27 April 2018
79
108. 1. NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA
2. STANDAR PENCAHAYAAN
3. NILAI AMBANG BATAS FAKTOR KIMIA
4. INDEKS PAJANAN BIOLOGI
5. STANDAR FAKTOR BIOLOGI
6. STANDAR FAKTOR ERGONOMI
7. STANDAR FAKTOR PSIKOLOGI
8. PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN AHLI K3 LINGKUNGAN KERJA
9. FORMULIR PEMERIKSAAN DAN/ATAU PENGUJIAN
10. STIKER TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN K3 LINGKUNGAN KERJA
80