Teks ini membahas latar belakang gadai syariah, akad-akad dalam gadai syariah, dan analisis kritik terhadap gadai syariah. Gadai syariah lahir untuk mengkoreksi gadai konvensional. Namun demikian, gadai syariah dianggap batil karena terjadi multi akad dan unsur riba dalam bentuk biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan seharusnya menjadi tanggung jawab murtahin, bukan rahin.
4. LATAR BELAKANG
GADAI SYARIAH
Gadai Syariah lahir sebagai upaya koreksi
terhadap gadai konvensional di Indonesia.
Gadai konvensional dilahirkan oleh kafir
penjajah, yaitu saat VOC mendirikan Bank van
Leening di Batavia 20 Agustus 1746.
Pada masa penjajahan kafir Inggris (1812-
1816) pegadaian diswastakan asal mendapat
lisensi Pemda setempat.
Ketika kafir Belanda kembali menjajah th 1816,
pegadaian dinasionalisasikan (menjadi hak
monopoli pemerintah) berdasarkan Staatsblad
no 131 (12 Maret 1901).
5. LATAR BELAKANG
GADAI SYARIAH
Berdasarkan Staatsblad tsb, berdirilah pada 1
April 1901 Pegadaian Negara di Sukabumi.
Tgl 1 April dijadikan HUT Pegadaian.
Pada masa penjajahan kafir Jepang (1942-1945)
tidak banyak perubahan.
Setelah “merdeka” , Pegadaian Negara warisan
kafir penjajah tsb tidak dibubarkan, tapi malah
dikelola oleh Pemerintah RI, dgn status2 sbb :
(1) status PN (perusahaan neg), sejak 1/1/61.
(2) status Perjan (perusahaan jawatan), berdasarkan PP
7/1969
(3) status Perum (perusahaan umum), berdasarkan PP
10/1990 & PP 103/2000.
6. LATAR BELAKANG
GADAI SYARIAH
Cikal bakal Pegadaian Syariah berawal tahun
1998 ketika beberapa General Manager
melakukan studi banding ke Malaysia belajar
ttg pegadaian syariah.
Pegadaian Syariah baru berkembang pasca
keluarnya Fatwa MUI ttg rahn (2002), rahn
emas (gadai emas) (2002) dan rahn tasjily
(2008).
Sejak itu hingga kini marak jasa gadai syariah,
misal : di Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank
Danamon Syariah, BNI Syariah, Bank Jabar
Syariah, Bank Mega Syariah, termasuk
Pegadaian Syariah.
9. AKAD GADAI SYARIAH
Berdasarkan fatwa2 DSN MUI tsb, gadai
syariah mempunyai ketentuan sbb :
(1) Murtahin (penerima barang gadai)
mempunyai hak menahan marhun (br gadai)
sampai semua utang Rahin (yg menyerahkan br
gadai) dilunasi.
(2) Marhun dan manfaatnya tetap milik rahin.
Pd prinsipnya, marhun tak boleh dimanfaatkan
murtahin kecuali seizin rahin.
(3) Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pd
dasarnya kewajiban Rahin, tapi dapat
dilakukan Murtahin, sdg biaya pemeliharaan /
penyimpanan mjd kewajiban Rahin.
10. AKAD GADAI SYARIAH
(4) Besarnya biaya pemeliharaan /
penyimpanan Marhun tidak boleh didasarkan
pada jumlah pinjaman utang rahin kepada
murtahin.
(5) Penjualan marhun
(a) jika jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan
rahin agar segera melunasi utang.
(b) jika rahin tetap tak dapat melunasi, maka marhun
dijual paksa (dieksekusi) melalui lelang sesuai syariah.
(c) hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi
utang, biaya pemeliharaan/penyimpanan yg belum
dibayar, serta biaya penjualan.
(d) kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin,
kekurangannya mjd kewajiban rahin.
12. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI
SYARIAH
Dalam praktik gadai syariah yang ada, pada
saat transaksi disepakati 2 (dua) akad :
Akad pertama, akad rahn (gadai), yaitu
akad utang oleh rahin (nasabah) dengan
menggadaiakan suatu harta sebagai jaminan
utang kepada murtahin (bank / pegadaian
syariah).
Akad kedua, akad ijarah, yaitu akad jasa
dimana murtahin menyewakan tempat dan
memberikan jasa penyimpanan kepada
rahin.
13. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI
SYARIAH
Kedua akad tersebut ditandatangani sekaligus pd
saat rahin (nasabah) menggadaikan hartanya.
Biasanya plafon utang yang dapat diperoleh rahin
maksimal 90% dari nilai taksiran harta yg
digadaikan.
Jangka waktu utang maksimal 4 bulan.
Besarnya ujrah (disebut biaya simpan) di Perum
Pegadaian, sebesar Rp 90 untuk setiap kelipatan
Rp 10.000 nilai taksiran per sepuluh hari.
Sama dengan = 0,9% per 10 hari = 2,7% per 30
hari = 10,8% per 120 hari (4 bulan)
14. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI
SYARIAH
Contoh kasus :
Ahmad (nasabah) menggadaikan laptop kepada
Pegadaian Syariah.
Nilai taksiran laptop Rp 1 juta rupiah.
Plafon utang maksimal sebesar 90% , berarti
sebesar = 90/100 X Rp 1.000.000 = Rp 900.000.
Biaya simpan sebesar Rp 90 untuk setiap
kelipatan Rp 10.000 dari nilai taksiran per 10
hari. (=10,8 % dari nilai taksiran utk 120 hari)
Jika jangka waktu utang 4 bulan (120 hari), maka
biaya simpannya sebesar =
10,8% X Rp 1.000.000 = Rp 108.000
15. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI
SYARIAH
Jadi, pada saat jatuh tempo, jumlah uang
yang harus dibayar Ahmad sebesar :
= Jumlah utang + biaya simpan
= Rp 900.000 + Rp 108.000= Rp 1.008.000
Lihat Pegadaian Dalam Pandangan Islam,
Yahya Abdurrahman, Bogor : Al Azhar Press,
2010, hlm. 131.
16. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI
SYARIAH
Gadai Syariah adalah akad yang BATIL,
dengan 3 alasan sebagai berikut :
Pertama, terjadi penggabungan dua akad
menjadi satu akad (multi akad) yang dilarang
syariah, yaitu akad rahn (gadai) [atau akad
qardh] dan akad ijarah (biaya simpan).
Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA :
واحدة صفقة في صفقتين عن نهى
”Nabi SAW telah melarang dua kesepakatan
[akad] dalam satu kesepakatan [akad].” (HR
Ahmad, hadis sahih)
Lihat kembali materi Multi Akad.
17. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI
SYARIAH
Kedua, terjadi riba atau minimal syubhat riba
(semacam riba) yang diharamkan, yaitu yang disebut
dengan istilah “biaya simpan” atas qardh
(loan/pinjaman/utang) yang diberikan Pegadaian
Syariah kpd nasabah.
Qardh (loan/pinjaman/utang) yang menarik manfaat
(hadiah barang /uang) tidak dibolehkan scr syar’i.
Sabda Rasulullah SAW :
هدية يأخذ فال أقرض إذا
”Jika seseorang memberi pinjaman (qardh), janganlah
dia mengambil hadiah.” (HR Bukhari, dalam kitabnya
At-Tarikh Al-Kabir). (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-
Syakhshiyah Al-Islamiyah, II/341).
18. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI
SYARIAH
Dalam hadis lain dari Anas RA :
أنس عن(وسئل:إليه ُهدييف المال أخاه ض ُِقري منا الرجل.فقال:قال
وسلم عليه هللا صلى هللا رسول:إلي هديُفأ ًاقرض أحدكم أقرض إذاأو ه
وبي بينه جرى يكون أن ّالإ يقبله وال يركبها فال الدابة على حملهذلك قبل نه
Dari Anas, "Rasulullah SAW ditanya,'Seorang laki-laki
dari kami meminjamkan (qardh) harta kepada
saudaranya, lalu saudaranya memberi hadiah kepada
laki-laki itu. Maka Rasulullah SAW bersabda,'Jika
salah seorang kalian memberikan pinjaman, lalu dia
diberi hadiah, atau dinaikkan ke atas kendaraannya,
maka janganlah dia menaikinya dan janganlah
menerimanya. Kecuali hal itu sudah pernah terjadi
sebelumnya." (HR Ibnu Majah)
19. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI
SYARIAH
Ketiga, terjadi kekeliruan pembebanan biaya
pemeliharaan / penyimpanan.
Dalam kasus ini, seharusnya biaya pemeliharaan /
penyimpanan menjadi kewajiban murtahin
(pegadaian syariah) bukan menjadi kewajiban rahin
(nasabah).
Sabda Rasulullah SAW :
ًن ْوُهْرَم ََانك اَذِإ ِهِتَقَفَنِب َُبكُْري ُرْهَّألظَفَنِب ُبَرْشُي ِّرَّدال ُنَبَلَو ،اََانك اَذِإ ِهِتَق
َّنال ُبَرْشَيَو َُبكْرَي ِْيذَّال ىَلَعَو ،اًن ْوُهْرَمُةَقَف
”Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki
dengan menanggung biayanya, dan binatang ternak yang
digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung
biayanya. Bagi yang menaiki kendaraan dan meminum
susu binatang ternak wajib menanggung biayanya.” (HR
Jama’ah, kecuali Muslim dan Nasa`i).
20. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI
SYARIAH
Dalam hadis tsb, belum jelas benar, siapa yang
menanggung biaya, murtahin ataukah rahin.
Maka hadis lain menjelaskan, bahwa yang
menanggung biayanya adalah MURTAHIN, bukan
Rahin. (Imam Syaukani, As Sailul Jarar, hlm. 275-276;
Wablul Ghamam ‘Ala Syifa` Al Awam, 2/178)
Sabda Rasulullah SAW :
إذاكانتالدابةًن ْوُهْرَمةفعلىالمرتهنعلفهاُنَبَلَوَّدالِّرُبَرْشُيىَلَعَو
ِْيذَّالَُبَرْشَيَقَفَّنته
”Jika hewan tunggangan digadaikan, maka murtahin
harus menanggung biayanya, dan [jika] susu hewan
itu diminum, maka bagi yang meminum harus
menanggung biayanya (HR Ahmad).
21. ANALISA DAN KRITIK THD GADAI
SYARIAH
Berdasarkan 3 alasan di atas, maka Gadai Syariah
hukumnya haram.
Demikian juga fatwa-fatwa yang melandasi adanya
Gadai Syariah (Fatwa DSN MUI), yaitu fatwa ttg rahn
dan juga rahn emas, adalah fatwa yang keliru dan tidak
halal diamalkan oleh kaum muslimin.
Perlu ditambahkan, akad rahn (gadai) dan juga akad
qard (utang) bukanlah akad yang dimaksudkan untuk
memperoleh untung atau melakukan investasi, tapi
untuk kebaikan dan menolong sesama manusia.
Dgn kata lain, Qardh dan rahn bukan akad komersial,
tapi akad tabarru.
Jadi tidak pada tempatnya dijadikan akad yang
dimaksudkan untuk investasi atau memperoleh
keuntungan. [ ]