4. PENGERTIAN WADI’AH
Pengertian Bahasa :
Wadi’ah mempunyai beberapa
pengertian menurut bahasa, di
antaranya :
(1) penyerahan (الترك = at-tarku).
(2) istirahat (:الراحةar-raahah)
(3) diam ( :السكون as sukuun)
(Abdullah Al Maujan, Ahkamul
Wadi’ah, hlm. 8).
5. PENGERTIAN WADI’AH
Pengertian Syariah :
Wadi’ah menurut terminologi hukum
Islam adalah :
الوديعةهيعقدتبرعبحفظمالغيرهبالتصرف
Wadi’ah adalah akad kebajikan
dengan menjaga harta orang lain
tanpa tasharruf (mengelola harta itu).
(Abdullah Al Maujan, Ahkamul
Wadi’ah, hlm. 8).
6. PENGERTIAN WADI’AH
Bedanya Wadi’ah dengan Amanah
Wadi’ah dekat dengan istilah Amanah.
Tapi Amanah lebih umum maknanya.
Amanah berarti menjaga harta orang
lain, baik dengan sengaja (yaitu
wadi’ah) maupun tidak sengaja
(misalnya luqathah, harta temuan).
(Abdullah Al Maujan, Ahkamul
Wadi’ah, hlm. 9-10).
7. PENGERTIAN WADI’AH
Wadi’ah bil ujroh (Ijaroh)
Wadiah adakalanya tanpa upah, dan
adakalanya dengan upah (bil ujroh).
Jika wadi’ah itu dengan upah (bil
ujroh), maka akadnya berubah menjadi
akad ijaroh.
Contoh akad wadi’ah bil ujroh (ijaroh)
adalah save deposit box di bank
(khazaa`in al bunuuk).
(ibid, Ahkamul Wadi’ah, hlm. 9-10).
9. HUKUM WADI’AH
Wadi’ah adalah akad yang
disyariatkan (masyruu’) menurut
kesepakatan para ulama.
Menurut ulama Hanafiyah,
Syafi’iyyah, dan Hanabilah
hukumnya mustahab (sunnah).
Sedang menurut ulama Malikiyah
hukumnya boleh (ibaahah).
(Al Maushu’ah Al Fiqhiyyah, 43/7-8).
10. HUKUM WADI’AH
Dalilnya firman Allah SWT :
تعاونواعلىالبروالتقوى
“Tolong menolonglah kamu dalam
kebajikan dan takwa.” (QS Al Maaidah :
2).
Sabda Nabi SAW :
وهللافيعونالعبدماكانالعبدفيعونأخيه
“Allah akan selalu menolong hamba-
Nya selama hamba-Nya selalu
menolong saudaranya.” (HR Muslim)
11. HUKUM WADI’AH
Hukum menerima wadi’ah :
(1) Wajib, jika tidak ada orang lain yang
dapat menjaga harta selain dia.
(2) Mustahab (sunnah), jika ada lebih
dari satu orang yang dapat menjaga
harta.
(3) Haram, jika orang yang dititipi
sadar dia tidak amanah atau tidak
mampu menjaga barang titipan.
12. HUKUM WADI’AH
(4) Makruh, jika orang yang dititipi
ragu-ragu apakah dia amanah atau
ragu-ragu apakah dia mampu menjaga
barang titipan.
(Abdullah Al Maujan, Ahkamul
Wadi’ah, hlm 10).
14. RUKUN-RUKUN WADI’AH
(1) Al’ Aaqidani (dua pihak yang
berakad, yaitu :
(a) al muudi’ (,)المودع orang yang
menitipkan,
(b) al mustauda’ (,)المستودع orang yang
dititipi. Disebut juga al wadii’ ()الوديع
(2) Al Ma’quud ‘alaihi (objek akad),
atau barang titipan, disebut al ‘ain al
muuda’ah ( العينالمودعة )
16. SYARAT-SYARAT WADI’AH
(1) Syarat Al ‘Aqidani : Al Muudi’
(orang yang menitipkan) dan Al
Mustauda’ (orang yang dititipi)
haruslah orang yang boleh melakukan
tasharruf, yaitu 2 syarat menurut
Hanafiyah: (1) Berakal, (2) Mumayyiz.
Menurut jumhur, syaratnya ada 3,
yaitu : (1) berakal, (2) baligh, dan (3)
rasyiid (bukan safiih, orang boros)
17. SYARAT-SYARAT WADI’AH
(2) Syarat Al ‘Ain Al Muuda’ah (barang
yang dititipkan)
(a) Berupa Harta (Mal)
Yaitu harta yang syar’i,
Tidak boleh menitipkan misalnya babi,
khamr dll yang bukan maal syar’i.
(b) Berupa Harta Bergerak (al maal
manquul)
Ini menurut Ibnu Irfah (Malikiyah),
menurut Jumhur, bukan syarat.
18. SYARAT-SYARAT WADI’AH
(3) Syarat Ijab dan Qabul
Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan
ijab dan kabul dengan lafazh yang
sharih (jelas).
Hanafiyah dan Malikiyah tidak
mensyaratkan ijab dan kabul dengan
lafazh yang jelas, tapi boleh dengan
lafazh kinayah (sindiran) atau dengan
perbuatan (yg menunjukkan kerelaan).
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 43/14).
20. BEBERAPA HUKUM WADI’AH
(1) Apakah pihak yang dititipi barang
)wadii’) wajib menjamin jika barang
titipan mengalami kerusakan?
Hukum asalnya pihak wadii’ tidak
menjamin (dhamaan) atas kerusakan
barang yang dititipkan kepadanya.
Kecuali jika wadii’ telah berkhianat,
melalui pembuktian yang syar’i,
seperti kesaksian dll.
(Abdullah Al Maujan, Ahkamul Wadii’ah, hlm. 11).
21. BEBERAPA HUKUM WADI’AH
(2) Bolehkan pihak yang dititipi
barang (wadii’) memanfaatkan barang
titipan?
Dilihat barangnya :
Boleh jika barangnya memang
mengharuskan pemanfaatan, demi
pemeliharaannya, yakni barang titipan
justru akan rusak jika didiamkan.
Misalnya : memanaskan mesin mobil
atau motor titipan.
22. BEBERAPA HUKUM WADI’AH
Tidak boleh, jika barangnya memang
tidak mengharuskan pemanfaatan
demi pemeliharaannya,
Misalnya : titipan berupa uang (an
nuquud), atau pakaian (al libaas).
(Abdullah Al Maujan, Ahkamul Wadii’ah, hlm. 22).
23. BEBERAPA HUKUM WADI’AH
(3) Bagaimana jika barang titipan
perlu biaya, siapa yang menanggung
biayanya?
Fuqoha sepakat bahwa pihak wadii’
(yang dititipi) jika mampu
berkewajiban menanggung biaya yang
diperlukan barang titipan.
Jika pihak wadii’ tidak mampu, dia
dapat mengembalikan barang titipan
itu kepada pemiliknya. (ibid, hlm. 27)
24. BEBERAPA HUKUM WADI’AH
(4) Menyimpan uang di bank, apakah
dapat disebut akad wadi’ah?
Simpanan uang di bank bukan wadi’ah
tetapi qardh.
Simpanan tsb tidak dapat disebut
wadi’ah, karena tidak memenuhi kriteria
wadi’ah :
(1) Jika akadnya wadi’ah, maka uang itu
mestinya disimpan, tidak boleh
dipergunakan bank. Padahal bank justru
mempergunakan dana simpanan nasabah.
25. BEBERAPA HUKUM WADI’AH
(2) Jika akadnya wadi’ah, maka bank
seharusnya tidak menjamin (dhaman).
Padahal justru bank memberikan
jaminan (dhaman), ini tidak sesuai
dengan sifat dasar wadi’ah.
(Abdullah Al Maujan, Ahkamul
Wadi’ah).