Dokumen ini membahas konsep memelihara harta dalam syariah, termasuk anjuran bekerja dan berniaga, konsep kepemilikan, perolehan harta yang halal, penggunaan dan pendistribusian harta secara adil, akad dan transaksi syariah, larangan terhadap riba dan transaksi haram lainnya, serta instrumen keuangan syariah.
2. 1. Konsep Memelihara Harta Kekayaan
2. Bagaimana Memperoleh dan Menggunakan Harta dalam
Syariah
3. Akad/ Kontrak/ Transaksi
4. Transaksi yang Dilarang
5. Riba dan Jenis Riba
6. Prinsip Sistem Keuangan Syariah
7. Berbagai Jenis Instrumen Keuangan Syariah
Sub Pokok Bahasan
3. Anjuran Bekerja atau Berniaga
Konsep Kepemilikan
Perolehan Harta
Penggunaan dan Pendistribusian Harta
1) Tidak boros dan tidak kikir
2) Memberi infak dan shadaqah
3) Membayar zakat sesuai ketentuan
4) Memberi pinjaman tanpa bunga
5) Meringankan kesulitan orang yang
berhutang
KONSEP MEMELIHARA HARTA KEKAYAAN
4. • “…Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu dimuka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung.“ (QS 62 : 10)
• Ketika Rasulullah ditanya oleh Rafi bin Khudaij: Dari Malik bin Anas r.a
“Wahai Rasulullah, pekerjaan apakah yang paling baik?” Rasulullah
menjawab “Pekerjaan orang dengan tangannya sendiri dan jual beli
yang mabrur”. (HR Ahmad dan Al Bazzar At Thabrani dari Ibnu Umar)
• “Harta yang paling baik adalah harta yang diperoleh lewat tangannya
sendiri …” (HR. Bazzar)
• ”Sesungguhnya Allah suka kalau Dia melihat hambaNya berusaha
mencari barang dengan cara yang halal.” (HR.Ath-Thabrani dan Ad-
Dailami).
• “Orang yang meminta minta padahal dia tidak begitu membutuhkan
(tidak terdesak) sama halnya dengan orang yang memungut bara api”
(HR. Muslim)
Anjuran Bekerja atau Berniaga
5. Kepemilikan harta kekayaan pada manusia
terbatas pada kepemilikan atas manfaat
selama masih hidup di dunia, dan bukan
kepemilikan secara mutlak. Saat dia
meninggal, kepemilikan tersebut berakhir
dan harus didistribusikan kepada ahli
warisnya, sesuai ketentuan syariah.
Milik Nya lah kerajaan langit dan bumi, Dia
menghidupkan dan mematikan; dan Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS 57:2)
Konsep Kepemilikan
6. Harta dikatakan halal dan baik apabila niatnya benar, tujuannya benar dan
cara atau sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai dengan rambu-
rambu yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan as Sunnah
“Barang siapa mengumpulkan harta dari jalan haram, lalu dia
menyedekahkannya, maka dia tidak mendapatkan pahala, bahkan
mendapatkan dosa” (HR Huzaimah dan Ibnu Hiban dishahihkan oleh Imam
Hakim)
“Sesuatu yang haram tetaplah haram, bagaimanapun baiknya niat
pelakunya, mulia tujuannya, dan tepat sasarannya” (Al-Hadits)
Ada konsekwensi jangka panjang dalam memperoleh harta “Pada hari itu
mereka semuanya Dibangkitkan Allah, lalu DiberitakanNYA kepada
mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah menghitungnya (semua
amal perbuatan itu), meskipun mereka telah melupakannya. Dan Allah
Maha Menyaksikan segala sesuatu” (QS 58:6)
Perolehan Harta
7. Tidak boros dan tidak kikir
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada
setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tapi jangan
berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-
lebihan.” (QS 7 : 31)
“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada
lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat
pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS 17 : 29)
Memberi infaq dan shodaqoh
Perumpamaan orang yang menginfak hartanya dijalan Allah seperti
sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai
ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang dia
kehendaki, Dan Allah berjanji barang siapa melakukan kebajikan
akan dilipatgandakan pahalanya dan Allah Maha Luas, Maha
Mengetahui” (QS 2:261
Penggunaan dan Pendistribusian Harta
8. Membayar zakat sesuai ketentuan
”Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan
menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menumbuhkan) ketentraman
jiwa bagi mereka. Allah maha mendengar lagi maha
mengetahui.” (QS 9:103)
Memberi pinjaman tanpa bunga
Meringankan kesulitan orang yang berhutang
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka
berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan.
Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui.” (QS 2:280)
Penggunaan dan Pendistribusian Harta
11. 1. Akad Tabarru’ (Gratuitous Contract) adalah perjanjian
yang merupakan transaksi yang tidak ditujukan untuk
memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi
ini adalah tolong-menolong dalam rangka berbuat
kebaikan. Contoh akad tabarru’ adalah qard, rahn,
hiwalah, kafalah, wadi’ah, hibah, waqaf, shadaqah,
hadiah.
2. Akad Tijarah/mu’awadah (compensational contract)
merupakan akad yang ditujukan untuk memperoleh
keuntungan. Contoh akad tijarah adalah akad-akad
investasi, jual-beli, sewa-menyewa.
Jenis Akad
12. a. Natural uncertainty contract, merupakan kontrak yang
diturunkan dari teori pencampuran, di mana pihak yang
bertransaksi saling mencampurkan aset yang mereka miliki
menjadi satu, kemudian menanggung risiko bersama-sama
untuk mendapatkan keuntungan. Contoh akad dalam kontrak
ini adalah musyarakah, mudharabah, muzara’ah, musaqah,
dan mukhabarah
b. Natural certainty contract, merupakan kontrak yang
diturunkan dari teori pertukaran, di mana kedua belah pihak
saling mempertukarkan aset yang dimilikinya, sehingga objek
pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus
ditetapkan di awal akad dengan pasti tentang jumlah, mutu,
harga, dan waktu penyerahan. Contohnya adalah murabahah,
salam, istishna’, dan ijarah.
Jenis Akad Tijarah
13. 1. Pelaku, yaitu para pihak yang melakukan akad,
2. Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang
harus ada dengan dilakukannya suatu transaksi
tertentu,
3. Ijab qabul merupakan kesepakatan dari para
pelaku dan menunjukkan mereka saling ridho.
Rukun dan Syarat Akad
14. “Hai orang orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil (tidak benar),
kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu. Dan janganlah membunuh dirimu.
Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu”
Prasyarat Transaksi
15. Hal yang termasuk transaksi yang dilarang adalah sbb:
1. Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa
yang diharamkan Allah
2. Riba
3. Penipuan
4. Perjudian
5. Gharar
6. Ikhtikar
7. Monopoli
8. Bai’an Najsy
9. Suap
10. Taalluq
11. Bai al inah
12. Talaqqi al-rukban
TRANSAKSI YANG DILARANG
16. • Contoh: Perdagangan babi, khamr atau minuman yang
memabukkan, narkoba, dsb.
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai,
darah, daging babi dan (hewan) yang disembelih dengan
(menyebut nama) selain Allah, tetapi barang siapa terpaksa
(memakannya) bukan karena menginginkannya dan tidak
pula melampaui batas, maka sungguh Allah Maha
Pengampun, maha Penyayang” (QS 16:115)
”Sesungguhnya Allah dan Rasul Nya telah mengharamkan
memperdagangkan khamr/minuman keras, bangkai, babi,
dan patung.” (HR Bukhari Muslim)
”Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga
mengharamkan harganya” (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Aktivitas Bisnis Terkait Barang dan Jasa yang
Diharamkan Allah
17. • Bahasa: tambahan (Al-Ziyadah), berkembang (An-Nuwuw),
meningkat (Al-Irtifa’), & membesar (Al-’uluw)
• tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa
adanya padanan (’iwad) yang dibenarkan syari’ah atas
penambahan tersebut.
• Larangan Riba sebenarnya tidak hanya berlaku untuk agama
Islam, melainkan juga diharamkan oleh seluruh agama
samawi selain Islam (Yahudi dan Nasrani)
Riba
18. Tahap 1: QS 30:39
Ayat periode Makkah ini, manusia diberi peringatan bahwa pada
hakekatnya riba tidak menambah kebaikan disisi Allah, belum
berupa larangan yang keras.
Tahap 2: QS 4:161
Ayat periode Madinah ini memberikan pelajaran kepada kita
mengenai perjalanan hidup orang Yahudi yang melanggar larangan
Allah berupa riba kemudian diberi siksa yang pedih.
Tahap 3: QS 3:130
Walaupun pelarangan masih terbatas pada riba yang berlipat
ganda, ayat di atas memberikan pelajaran kepada kita tentang
pengharaman riba secara lebih jelas.
Tahap 4: QS 2:278-280
Ayat di atas merupakan tahapan terakhir riba yaitu ketetapan yang
menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa semua praktek riba itu
dilarang (haram), tidak peduli pada besar kecilnya tambahan yang
diberikan karena Allah hanya membolehkan pengembalian sebesar
pokoknya saja.
4 (Empat) Tahap Larangan Riba
19. “… Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu
sama dengan riba. Padahal Allah telah Menghalalkan jual beli dan
Mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari
Tuhan-NYA lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah…”
(QS 2:275)
“Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah
(dosanya) sama dengan seorang yang melakukan zina dengan
ibunya.” (Ibnu Mas’ud)
Jabir berkata : ”bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang
menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang
mencatatnya dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda,
“mereka itu semua sama.” (HR Muslim).
Dalil Riba
20. 1. Riba Nasi’ah (bersumber dari Al Quran), adalah riba yang
muncul karena utang-piutang, riba nasi’ah dapat terjadi
dalam segala jenis transaksi kredit atau utang-piutang di
mana satu pihak harus membayar lebih besar dari pokok
pinjamannya.
a) Riba Qardh, suatu tambahan atau tingkat kelebihan
tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang .
b) Riba Jahiliyyah, hutang yang dibayar melebihi dari pokok
pinjaman, karena si peminjam tidak mampu
mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah
ditetapkan.
2. Riba Fadhl (bersumber dari Al Hadist)
suatu penambahan pada salah satu dari benda yang
dipertukarkan dalam jual beli benda ribawi yang sejenis
(benda yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan), atau
perbedaan, perubahan atau tambahan antara barang yang
diserahkan saat ini dan barang yang diserahkan kemudian.
Jenis Riba
21. 1. peminjam jatuh miskin karena dieksploitasi,
2. menghalangi orang untuk melakukan usaha karena
pemilik dapat menambah hartanya dengan
transaksi riba baik secara tunai maupun berjangka,
3. terputusnya hubungan baik antar masyarakat dalam
bidang pinjam meminjam,
4. memberikan jalan bagi orang kaya untuk menerima
tambahan harta dari orang miskin yang lemah.
Pengaruh Riba pada Kehidupan Manusia
22. Berikut ini adalah perbedaan riba dan jual beli.
Berdasarkan perbedaan tsb dapat diambil kesimpulan
bahwa jual beli diperbolehkan karena ada ‘iwad
(pengganti/penyeimbang) yang menyebabkan penjual
boleh mengambil tambahan sebagai keuntungan.
Perbedaan Riba dan Jual Beli
No. JUAL BELI RIBA
1. Dihalalkan Allah SWT Diharamkan Allah SWT
2. Harus ada pertukaran barang atau
manfaat yang diberikan sehingga ada
keuntungan/ manfaat yang diperoleh
pembeli dan penjual
Tidak ada pertukaran barang dan
keuntungan/ manfaat hanya
diperoleh oleh penjual
3. Karena ada yang ditukarkan, harus ada
beban yang ditanggung oleh penjual
Tidak ada beban yang ditanggung
oleh penjual
4. Memiliki rasio untung rugi, sehingga
diperlukan kerja/ usaha, kesungguhan
dan keahlian
Tidak memiliki risiko sehingga tidak
diperlukan kerja/ usaha,
kesungguhan dan keahlian
23. Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak
mengetahui informasi yang diketahui pihak lain dan
dapat terjadi dalam empat hal, yakni dalam
kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan.
“Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dan
kebatilan, dan (janganlah) kamu sembunyikan
kebenaran, sedangkan kamu mengetahui.” (QS.2:42)
Penipuan
24. Berjudi atau Maisir dalam bahasa Arab arti
harfiahnya adalah memperoleh sesuatu atau
mendapat keuntungan dengan sangat mudah tanpa
kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa
bekerja.
“Wahai orang orang yang beriman, sesungguhnya
minuman keras, berjudi, berkurban (untuk berhala)
dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah perbuatan perbuatan itu agar kamu
beruntung.” (QS 5:90)
Perjudian
25. Gharar terjadi ketika terdapat incomplete
information, sehingga ada ketidakpastian antara
dua belah pihak yang bertransaksi.
Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian
antara para pihak dan ada pihak yang dirugikan.
Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yakni
dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan
dan akad.
“Bagaimana pendapatmu jika Allah mencegah biji itu
untuk menjadi buah, sedang salah seorang dari kamu
menghalalkan (mengambil) harta saudaranya?” (HR
Bukhari)
Transaksi yang Mengandung Ketidakpastian/
Gharar
26. Penimbunan adalah membeli sesuatu yang
dibutuhkan masyarakat, kemudian
menyimpannya, sehingga barang tersebut
berkurang di pasaran dan mengakibatkan
peningkatan harga.
”Siapa yang merusak harga pasar, sehingga
harga tersebut melonjak tajam, maka Allah
akan menempatkannya di neraka pada hari
kiamat ( HR At-Tabrani)
Penimbunan Barang/ Ihtikar
27. Monopoli, biasanya dilakukan dengan membuat
entry barrier, untuk menghambat produsen atau
penjual masuk ke pasar agar ia menjadi pemain
tunggal di pasar dan dapat menghasilkan
keuntungan yang tinggi.
”Wahai Rasulullah SAW, harga-harga naik, tentukanlah
harga untuk kami. Rasulullah lalu menjawab: ”Allahlah
yang sesungguhnya penentu harga, penahan,
pembentang dan pemberi rezeki. Aku berharap agar
bertemu dengan Allah, tak ada seorang pun yang
meminta padaku tentang adanya kezholiman dalam
urusan darah dan harta.” (HR Ashabus Sunan)
Monopoli
28. An-Najsy termasuk dalam kategori penipuan (tadlis),
karena merekayasa permintaan, dimana satu pihak
berpura-pura mengajukan penawaran dengan harga
yang tinggi, agar calon pembeli tertarik dan
membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi.
“Janganlah kamu sekalian melakukan penawaran
barang tanpa maksud untuk membeli.” (HR Turmidzi)
Rekayasa Permintaan (Bai’an Najsy)
29. Suap dilarang karena karena suap dapat merusak
sistem yang ada di dalam masyarakat, sehingga
menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan
perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti akan
diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.
“… dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu
kepada para hakim….” (QS 2:188)
“Rasulullah SAW melaknat penyuap, penerima suap
dan orang yang menyaksikan penyuapan.”
(HR Ahmad, Thabrani, Al-Bazar dan Al-Hakim)
Suap
30. Ta’alluq terjadi apabila ada dua akad saling
dikaitkan di mana berlakunya akad pertama
tergantung pada akad kedua. Misalkan A menjual
barang X seharga Rp. 120 juta secara cicilan kepada
B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual
barang X tersebut kepada A secara tunai seharga
Rp.100 juta (bai’ al-‘inah).
Transaksi tersebut haram, karena ada persyaratan
bahwa A bersedia menjual barang X ke B asalkan B
kembali menjual barang tersebut kepada A.
Penjual Bersyarat/ Ta’alluq
31. Sama dengan Riba
A menjual secara kredit pada B kemudian A
membeli kembali barang yang sama dari B
secara tunai. Kita lihat ada dua pihak yang
seolah-olah melakukan jual beli, namun
tujuannya bukan untuk mendapatkan barang
melainkan A mengharapkan untuk
mendapatkan uang tunai sedangkan B
mengharapkan kelebihan pembayaran.
Pembelian Kembali oleh Penjual dari Pihak
Pembeli (Bai’al Inah)
32. jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai
pihak penghasil atau pembawa barang perniagaan
dan membelinya, dimana pihak penjual tidak
mengetahui harga pasar atas barang dagangan yang
dibawanya sementara pihak pembeli mengharapkan
keuntungan yang berlipat dengan memanfaatkan
ketidaktahuan mereka.
“Janganlah kamu mencegat kafilah/rombongan yang
membawa dagangan di jalan, siapa yang melakukan
itu dan membeli darinya, maka jika pemilik barang
tersebut tiba di pasar (mengetahui harga), ia boleh
berkhiar.” (HR Muslim).
Jual Beli dengan Cara Talaqqi Al-Rukban
33. 1. Pelarangan Riba
2. Pembagian Risiko
3. Menganggap Uang sebagai Modal Potensial
4. Larangan Melakukan Kegiatan Spekulatif
5. Kesucian Kontrak
6. Aktivitas Usaha Harus Sesuai Syariah
PRINSIP SISTEM KEUANGAN SYARIAH
34. 1. Pelarangan Riba. Riba (dalam bahasa Arab) didefinisikan sbg
“kelebihan” atas sesuatu akibat penjualan ataupun pinjaman.
Riba/Ribit (bahasa Yahudi) telah dilarang tanpa adanya
perbedaan pendapat di antara para ahli fiqih. Riba merupakan
pelanggaran atas sistem keadilan sosial, persamaan dan hak
atas barang. Oleh karena sistem riba ini hanya
menguntungkan para pemberi pinjaman/pemilik harta,
sedangkan pengusaha tidak diperlukan sama. Padahal
“untung” itu baru diketahui setelah berlalunya waktu bukan
hasil penetapan di muka.
2. Pembagian Risiko. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari
pelarangan riba yang menetapkan hasil bagi pemberi modal di
muka. Sedangkan melalui pembagian risiko maka pembagian
hasil akan dilakukan di belakang yang besarannya tergantung
dari hasil yang diperoleh. Hal ini juga membuat kedua belah
pihak akan saling membantu untuk bersama-sama
memperoleh laba, selain lebih mencerminkan keadilan.
PRINSIP SISTEM KEUANGAN SYARIAH
35. 3. Menganggap Uang sebagai Modal Potensial. Dalam masyarakat
industri dan perdagangan yang sedang berkembang sekarang
ini (konvensional), fungsi uang tidak hanya sbg alat tukar saja,
tetapi juga sbg komoditas (hajat hidup yang bersifat terbatas)
dan sbg modal potensial. Dalam fungsinya sbg komoditas,
uang dipandang dalam kedudukan yang sama dengan barang
yang dijadikan sbg objek transaksi untuk mendapatkan
keuntungan (laba). Sedang dalam fungsinya sbg modal nyata
(capital), uang dapat menghasilkan sesuatu (bersifat
produktif) baik menghasilkan barang maupun jasa. Oleh sebab
itu, sistem keuangan Islam memandang uang boleh dianggap
sbg modal kalau digunakan bersamaan dgn sumber daya yang
lain untuk memperoleh laba.
4. Larangan Melakukan Kegiatan Spekulatif. Hal ini sama dengan
pelarangan untuk transaksi yang memiliki tingkat
ketidakpastian yang sangat tinggi, judi dan transaksi yang
memiliki risiko sangat besar.
PRINSIP SISTEM KEUANGAN SYARIAH
36. 5. Kesucian Kontrak. Oleh karena Islam menilai perjanjian sbg
suatu yang tinggi nilainya sehingga seluruh kewajiban dan
pengungkapan yang terkait dgn kontrak harus dilakukan. Hal
ini akan mengurangi risiko atas informasi yang asimetri dan
timbulnya moral hazard.
6. Aktivitas Usaha Harus Sesuai Syariah. Seluruh kegiatan usaha
tsb haruslah merupakan kegiatan yang diperbolehkan menurut
syariah. Dengan demikian, usaha seperti minuman keras, judi,
peternakan babi yang haram juga tidak boleh dilakukan.
Jadi, prinsip keuangan syariah mengacu kepada prinsip rela
sama rela (antaraddim minkum), tidak ada pihak yang menzalimi
dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul
bersama biaya (al kharaj bi al dhaman), dan untung muncul
bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).
PRINSIP SISTEM KEUANGAN SYARIAH
38. Sistem keuangan Islam dilakukan untuk memenuhi maqashidus
syariah bagian memelihara harta. Dalam menjalankan sistem
keuangan Islam, faktor yang paling utama adalah adanya
akad/kontrak/transaksi yang sesuai dengan syariat Islam. Agar
akad tsb sesuai syariah maka akad tsb harus memenuhi prinsip
keuangan syariah, yang berarti tidak mengandung hal-hal yang
dilarang oleh syariah. Prinsip keuangan syariah sendiri secara
ringkas harus mengacu pada prinsip rela sama rela (antaraddim
minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la
tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya
(al kharaj bi al dhaman), dan untung muncul bersama risiko (al
ghunmu bi al ghurmi). Dari prinsip ini, berkembanglah berbagai
instrumen keuangan syariah yang secara rinci akan dibahas pada
bab-bab berikut.
RANGKUMAN