Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat berwenang sesuai ketentuan hukum dan memiliki kekuatan pembuktian yang kuat. Akta otentik memenuhi tiga syarat yaitu dibuat oleh atau dihadapan pejabat, sesuai format hukum, dan ditujukan untuk digunakan sebagai bukti peristiwa hukum. Akta otentik memberikan bukti sempurna antara pihak terkait mengenai isi akta kecuali
3. Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semua dengan sengaja untuk pembuktian. Ia adalah salah satu alat bukti tertulis (surat) sebagaimana diatur dalam pasal 138, 165, 167 HIR; 164, 285-305 Rbg dan pasal 1867-1894 BW.
4. Keharusan ditandatanganinya suatu akta didasarkan pada ketentuan pasal 1869 BW, dengan tujuan untuk mengindividualisir suatu akta sehingga dapat membedakan dari satu akta dengan yang lainnya. Yang dimaksudkan dengan penandatangan dalam akta ini adalah membubuhkan nama dari si penanda tangan, sehingga membubuhkan paraf (singkatan tanda tangan) dianggap belum cukup. Dipersamakan dengan tanda tangan pada suatu akta dibawah tangan adalah sidik jari (cap jari atau cap jempol) yang dikuatkan dengan suatu keterangan yang diberi tanggal oleh seorang notaris atau pejabat lain yang ditujuk oleh undang-undang, yang menyatakan bahwa ia mengenal orang yang membubuhkan sidik jari atau orang itu diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta itu telah dibacakan dan dijelaskan kepadanya, kemudian sidik jari itu dibubuhkan pada akta di hadapan pejabat tersebut (Pasal 1874 BW, Staatsblad Nomor 29, Pasal 1, 286 Rbg). Pengesahan sidik jari ini lebih dikenal dengan waarmerking.
6. Menurut bentuknya akta dapat dibagi menjadi akta otentik dan akta di bawah tangan. Akta otentik adalah akta yag dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan (pasal 165 HIR, 1868 BW, dan 285 Rbg). Sedangkan akta di bawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya (Pasal 101 ayat b Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara)
8. Bentuk dari akta otentik sesuai sesuai dengan sesuai dengan undang-undang, maksudnya yaitu bentuk dari akta notaris, akta perkawinan, akta kelahiran dan sebagainya sudah ditentukan format dan isinya oleh Undang-Undang. Namun ada juga akta-akta yang bersifat perjanjian antara kedua belah pihak yang isinya berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak sesuai dengan azas kebebasan berkontrak. Sedangkan akta dibawah tangan berbentuk bebas.
9. Akta otentik dibuat di hadapan pejabat umum yang berwenang, sedangkan akta di bawah tangan tidak diwajibkan.
10. Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, artinya selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, maka akta otentik tersebut harus dianggap asli atau benar. Sedangkan akta di bawah tangan juga mempunyai kekuatan pembuktian selama tidak disangkal oleh pembuatnya.
13. “Akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan baik, maupun tanpa bantuan dari yang berkeptningan, yang dicatat apa yang dimintakan untuk dimuat didalamnya oleh yang berkepentingan. Akta otentik terutama memuat keterangan seorang pejabat, yang menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihat dihadapannya.”
14. Ada beberapa alasan sehingga akta otentik merupakan satu-satunya alat bukti yang mempunyai nilai yang sangat tinggi dari alat bukti lainnya termasuk akta dibawah tangan yaitu :
15. Akta otentik merupakan alat bukti tertulis sebagaimana yang dmaksud dalam pasal 1868 BW, 164 RIB dan 283 RDS;
17. Akta otentik dibuat oleh dan dihadapan pejabat Negara yang ditunjuki berdasarkan undang-undang;
18. Berdasarkan pasal 1870 BW atau 165 RIB akta otentik memberikan diantara pada pihak, ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya;
19.
20. Untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan Pendaftaran Tanah baik itu pemindahan hak atas tanah, pembebanan hak atas tanah dan akta-akta lainnya yang diatur dalam peraturan Perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam melaksanakan Pendaftaran Tanah Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah ( selanjutnya PPAT ). Pengaturan tentang PPAT tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 1998. PPAT adalah Pejabat Umum yang diberikan wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.
21. akta pejabat umum PPAT tidak memenuhi syarat sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1868 BW, khususnya akta PPAT dibuat tidak berdasarkan undang-undang, tetapi hanya berupa aturan hukum setingkat Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri. Dengan demikian , akta PPAT bukan sebagai akta otentik, melainkan sebagai perjanjian biasa setingkat dengan akta dibawah tangan. Dari segi fungsi, akta PPAT hanya mempunyai pembuktian dengan kualifikasi sebagai surat di bawah tangan yang penilaian pembuktiannya ( jika bermasalah) diserahkan kepada hakim jika hal tersebut diperiksa atau menjadi objek gugatan di pengadilan negeri. Alasan lain bahwa akta PPAT bukan akta otentik , karena para PPAT hanya mengisi formulir/blanko akta (to fiil) yang telah disediakan oleh pihak lain, bukan membuat (to make) akta.
22. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah Indonesia agar dapat dibuatkan suatu peraturan yang jelas mengenai Kompetensi Peradilan terhadap Kedudukan PPAT dan Akta-aktanya. Maka dari itu PPAT harus juga memahami tentang Asas-asas Umum Pemerintahan yang Balk, meliputi: asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas bertindak cermat, asas motivasi untuk setiap keputusan badan pemerintahan, asas tidak boleh mencampuradukan kewenangan, asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas permainan yang layak, asas keadilan atau kewajaran, asas menanggapi pengharapan yang wajar, asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal, asas perlindungan atas pandangan hidup, asas kebijaksanaan dan asas penyelenggaraan kepentingan umum. Perbedaan yang mendasar antara PPAT dan Pejabat Tata Usaha Negara adalah PPAT tidak mendapat fasilitas dari negara seperti gaji, tunjangan-tunjangan dan pensiun.
23. Sekretaris Daerah Kota (Sekdakot) Bogor H.Deddy S Hamdan, mewakili Walikota Bogor HR. Iswara Natanegara membuka penyuluhan hukum bagi aparatur kecamatan dan kelurahan. Kegiatan ini diikuti oleh Camat, Sekcam, dan Lurah se Kota Bogor. Dalam sambutan tertulisnya, Walikota Bogor mengatakan, penyuluhan ini merupakan kegiatan pembinaan hukum, yang sangat penting dilakukan untuk meningkatkan wawasan dan pemahaman serta kesadaran hukum aparatur kecamatan dan Kelurahan. Diharapkan ada dukungan lebih besar bagi upaya penegak hukum yang bertujuan mewujudkan ketertiban umum.
24. Di era otonomi daerah sekarang perlu untuk diperhatikan upaya penegak hukum dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya. Dengan peran penting yang harus diemban sesuai berbagai ketentuan tentang kewenangan tugas yang berlaku, salah satu peran penting adalah peran sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, mengingat akta yang dibuat merupakan dokumen otentik yang kebenarannya tidak dapat disangkal dan oleh karenanya bisa menjadi bukti sempurna dibadan peradilan. Oleh karena itu diharapkan setiap PPAT dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya karena proses pembuatan akta tanah harus berpegang pada asas patiha, yaitu kewaspadaan, ketelitian dan hati-hati, sehumgga akta yang dihasilkan benar-benar bisa memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang menggunakannya.
25. Setiap perjanjian yang bertujuan untuk memindahkan hak atas tanah, menggadaikan, atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai jaminan atau tanggungan harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan pejabat umum yang khusus ditunjuk untuk itu oleh Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional, dalam hal ini adalah PPAT. Keharusan pemindahan hak atas tanah dilakukan dengan akta PPAT adalah disebabkan akta PPAT yang dibuat merupakan dasar kepastian hukum selanjutnya. Tanah yang diperjual belikan dengan perantaraan PPAT, boleh jadi tanah yang sudah bersertifikat dan tanah yang belum bersertifikat. Atas tanah yang sudah bersertifikat, peran PPAT adalah dapat langsung membuatkan akta jual belinya dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi, setelah sebelumnya PPAT memeriksa dan dirasa benar mengenai surat-surat atau persyaratan yang diperlukan. Selanjutnya, baru dapat dibuatkan peralihan hak atas tanah atau balik nama di Kantor Pertanahan. Sedangkan atas tanah yang belum bersertifikat, pada saat pembuatan akta jual beli saksinya adalah Lurah setempat dan stafnya, sebelumnya PPAT memperoleh surat pernyataan tidak sengketa dari pemilik yang diketahui oleh Lurah dan Camat setempat. Kemudian pembeli dapat melakukan permohonan hak atas tanah tersebut kepada Kantor Pertanahan atas namanya sendiri.
26. Dari rangkaian tersebut di atas, maka pemahaman dari sebagian aparatur Negara kita, secara khusus dalam lingkup pertanahan, lebih melihat bahwa akta PPAT merupakan akta otentik yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Sehingga untuk menyangkalnya harus dilakukan dengan membuktikan sebaliknya. Maksudnya bahwa penggugat harus menghadirkan akta otentik lain untuk menyangkal keabsahan dari akta otentik yang sebelumnya.
28. Pada dasarnya PPAT dan akta PPAT belum memmpunyai kedudukan hukum yang kuat, oleh karena itu agar kjedudukan hukumnya kuat maka harus diatur dan dibuatkan Undang-undang Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. (Habib Adjie, Meneropng Khazanah Notaris dan PPAT di Indonesia (kumpulan Tulisan tentang Notaris dan PPAT), 2009 : 267-275, Citra Aditya Bakti, Bandung).
29. Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN. Pemberian kualifikasi sebagai pejabat umum tidak hanya kepada Notaris saja, tapi juga diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Lelang, dengan demikian Notaris sudah pasti Pejabat Umum, tapi tidak setiap Pejabat Umum pasti Notaris, karena Pejabat umum bisa juga PPAT atau Pejabat Lelang.
30. Dalam aturan hukum yang lain, ada juga istilah Pejabat Negara, selain itu ada juga Badan atau Pejabat Tata usaha Negara , yaitu badan atau Pejabat yang melaksanakan urursan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undanagn yang berlaku. Penjelasan pasaltersebut, yang dimaksud urusan pemerintahan ilaha kegiatan yang bersifat eksekutif. Dalam kehidupan sehari-hari yang dimaksud dengan pemerintah adalah keseluruhan kegiatan yang menjadi tugas dan dilaksanakan oleh para Badan dan Jabatan (Pejabat) Tata Usaha Negara (TUN) yang bukan pembuatan peraturan dan mengadili.
31. Sebutan Pejabat Tata Usaha Negara , tidak hanya ditujukan kepada mereka yang secara struktural memangku suatu jabatan Tata Usaha Negara , tetapi juga dapat ditujukan kepada siapa saja yang berdasarkan peraturan perundang-undangan melaksanakan urusan pemerintahan (fungsional), maka yang berbuat demikian dapat dianggap sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, sehingga segala keputusan yang mereka keluarkan yang memenuhi syarat sebagai Keputusan Tata Usaha Negara, jika merugikan pihak-pihak tertentu, keputusan tersebut dapat dijadikan objek gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
32. Untuk hal tertentu, tidak selalu keputusan yang dibuat oleh Pejabat Tata Usaha Negara memenuhi syarat sebagai Keputusan tata usaha Negara, hal ini berlaku pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Secara fungsional Jabatan PPAT termasuk dalam kategori Pejabat Tata Usaha Negara , yaitu ketika menjalankan urusan pemerintahan berupa tangkaian merupakan satu kesatuan dari proses pendaftaran tanah, dengan membuat akta PPAT, tapi akta PPAT tidak termasuk objek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara, karena akta PPAT bukanlah beschikking. Oleh karena elemen obyek tidak dipenuhi, maka seorang PPAT tidak dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara . oleh Philpus M. Hadjon dikemukakan pula bahwa :
33. Figur hukum akta PPAT bukan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) , karena akta PPAT :
34. Tidak memenuhi hakekat KTUN sebagai suatu besluit. Suatu besluit pada hakekatnya adalah suatu beslissing. Akta PPAT bukanlah suatu beslissing dari PPAT.
35. Bukan norma hukum sebagaimana halnya KTUN adalah norma penutup dalam rangkaian norma hukum.
36. Tidak memenuhi unsur KTUN menurut ketentuan pasal 1. 3 UU No.5 1986. Dan PPAT bukanlah pejabat TUN dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 1.6 UU. No. 5 Tahun 1986.
37. Kedudukan PPAT sebagaimana tersebut di atas ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia :
38. Nomor 62 K/TUN/1998, tanggal 28 Juli 2001, ditegaskan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai Pejabat Tata Usaha Negara , namun dalam hal ini pejabat tersebut bertindak sebagai Pejabat Umum dalam bidang perdata, dan akta PPAT bukan Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 sub 3 undang-undang nomor 5 tahun 1986, sehingga tidak dapat dijadikan obyek sengketa Tata Usaha Negara.