1. Epistemologi
Konseling menyangkut proses perkembangan manusia yang berlandaskan
hakikat manusia. Konseling banyak mengandung isu filosofis, dimana proses
konseling adalah proses yang berpijak dan bergerak ke arah yang selalu
mengandung persoalan filosofis. Namun, seorang konselor harus berpegang pada
filosofi yang jelas dan tidak memiliki faham “completism” (suatu perasaan yang
memandang bahwa dirinya seorang konselor yang bersertifikat dan terdidik, sekali
jadi, untuk segalanya). Isu filosofis ini yang perlu didiskusikan sebagai sebuah
kenyataan karena pemahaman atau cara pandang terhadap isu ini yang akan
menentukan bagaimana sosok konselor dikembangkan dan bagaimana konselor
membantu klien. Isu-isu filosofis tersebut menyangkut aspek : pribadi konselor,
religius, hakikat manusia, tanggung jawab konselor, dan pendidikan konselor.
(Dugald S. Arbuckle, 1958).
Isu pribadi konselor menyangkut sejauh mana hubungan konsep diri dan
tujuan konseling, serta teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Tujuan inilah sesuatu yang berorientasi filosofis sedangkan metode dan teknik
yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut akan dijiwai oleh filosofi
konselor. Isu religius ini berkaitan dengan sikap profesionalisme konselor dalam
memberikan layanan kepada konseli yang berlainan agama. Sehingga muncul
pertanyaan, akankah konselor bertindak sama terhadap klien yang beda agama?
Isu hakikat manusia terkait dengan isu religius dan menyangkut bagaimana cara
konselor memandang manusia. Pandangan ini akan terefleksikan dalam
bagaimana konselor memperlakukan klien dalam konseling. Isu tanggung jawab
terkait dengan konsep peran konselor di dalam masyarakat dan persoalan
konfidensialitas. Dari isu-isu filosofis tersebut muncul sebuah pertanyaan,
bagaimana bimbingan dan konseling bisa menjadi pekerjaan atau tugas-tugas
profesional? Apabila kepribadian konselor terefleksikan di dalam metode dan
teknik, jika orientasi religius dan pandangan konselor tentang hakikat manusia
mempengaruhi pendekatan yang digunakan.
Pada dasarnya, layanan bimbingan dan konseling adalah layanan psikologis
dalam suasana psikopedagogis dalam setting persekolahan maupun luar sekolah,
dalam konteks kultur, nilai dan religi yang diyakini klien dan konselor. Keyakinan
filosofis dan keilmuan ini menjadi dasar legal bagi bimbingan dan konseling
masuk ke dalam wilayah layanan psikologis dalam suasana pedagogis serta
menjadi dasar legal bagi konselor memasuki dunia layanan psikologis. Karena
sifat normatif pedagogis ini maka fokus orientasi bimbingan dan konseling adalah
pengembangan perilaku yang seharusnya dikuasai oleh individu untuk jangka
panjang menyangkut ragam proses perilaku pendidikan, karir, pribadi, keluarga,
dan proses pengambilan keputusan. Jadi seorang konselor harus memiliki
kemampuan untuk memahami gambaran perilaku individu masa depan, dan
konselor harus datang lebih awal memasuki dunia klien.
2. Kompetensi
Kompetensi adalah sebuah kontinum perkembangan mulai dari proses
kesadaran (awareness), akomodasi dan tindakan nyata sebagai wujud kinerja.
Kompetensi konselor merujuk pada penguasaan konsep, penghayatan dan
perwujudan nilai, penampilan pribadi yang bersifat membantu, dan unjuk kerja
profesional yang akuntabel. Konselor memiliki kode etik karena itulah konselor
merupakan seorang yang profesional. Konselor juga perlu memiliki kesadaran etik
karena di dalam memberikan layanan kepada siswa (manusia) maupun dalam
kolaborasi dengan pihak lain akan selalu diperhadapkan kepada persoalan dan isu-isu
etis dalam pengambilan keputusan untuk membantu individu.
Selain itu, konselor juga pendidik karena itu harus kompeten sebagai
pendidik. Dalam kapasitasnya sebagai pendidik konselor berperan dan berfungsi
sebagai seorang pendidik psikologis (psychological educator/ psychoeducator)
dengan perangkat pengetahuan dan keterampilan psikologis yang dimilikinya
untuk membantu individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi.
Peran inilah yang merepresentasikan sebuah tantangan yang dapat memperkuat
tujuan-tujuan keilmuan dan praktek profesional konselor sebagai layanan yang
menunjukkan keunikan dan kebermaknaan tersendiri di dalam masyarakat.
Sebagai seorang pendidik psikologis, konselor harus kompeten dalam hal :
a. Memahami kompleksitas interaksi individu-lingkungan dalam ragam
konteks sosial budaya.
b. Menguasai ragam bentuk intervensi psikologis baik antar maupun
intrapribadi dan lintas budaya.
c. Menguasai strategi dan teknik asesmen yan memungkinkan dapat
dipahaminya keberfungsian psikologis individu dan interaksinya di dalam
lingkungan.
d. Memahami proses perkembangan manusia secara individual maupun secara
sosial.
e. Memegang kokoh regulasi profesi yang terinternalisasi ke dalam kekuatan
etik profesi yang mempribadi.
f. Memahami dan menguasai kaidah-kaidah dan praktek pendidikan.
Secara skematik landasan pemikiran di atas dituangkan ke dalam Bagan 1.
Stuktur Kompetensi Konselor, Rumpun kompetensi K.1. s.d K.6 adalah
Kompetensi Utama Minimal yang harus dikuasai oleh Sarjana Bimbingan dan
Konseling sebagai konselor.
3. K.1 Kesadaran Et ik dan
Pengembangan Pribadi
K.2 Pemahanan Perkembangan
Individu
K.3 Penguasaan Asesmen
Individu dan Lingkungan
K.4 Penguasaan Ragam St rategi
Intervensi Psikologis
K.5 Kemampuan Pengembangan
BK Komprehensif
K.6 Pemahaman Konteks
Budaya, Agama dan
Kebutuhan Khusus
(2) SIKAP -> (3) Skills->
AKOMODASI TINDAKAN
KOMPETENSI UTAMA MINIMAL
(1) PENGETAHUAN ->
KESADARAN
SETTING LAYANAN
KODE ETIK PROFESI
LANDASAN DAN KOMPETENSI PENDIDIKAN
LANDASAN FILOSOFIS, RELIGIUS, KULTURAL
Bagan 1. STRUKTUR KOMPETENSI KONSELOR
Etik
PENDIDIKAN
PERKAWINAN
KARIR
REHABILITASI
KESEHATAN
MENTAL
TRAUMATIK
Kode etik suatu profesi muncul sebagai wujud self- regulation dari profesi
itu. Kode etik merupakan aturan yang melindungi profesi dari campur tangan
pemerintah, mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku malpraktik. Kode etik
profesional merupakan variabel kognitif yang penting yang akan mempengaruhi
pertimbangan etis dari seorang (konselor) profesional. Sehingga perlu panduan
berkenaan dengan parameter etik profesi.
Kode Etik Konselor Indonesia yang telah dirumuskan dan disepakati, yang
perlu terus disempurnakan, memerlukan penegasan dalam implementasi dan
supervisi. Penegasan identitas profesi bimbingan dan konseling harus diwujudkan
dalam implementasi kode etik dan supervisinya. ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia) harus dan akan segera menetapkan penerapan kode etik bagi
para konseor di dalam menjalankan fungsi, tanggung jawab, dan layanan
profesional kepada masyarakat, disertai supervisi berdasarkan standar yang telah
disepakati. Karena kekuatan dan eksistensi konselor muncul dengan adanya public
trust, dimana persepsi masyarakat tentang suatu profesi dapat berubah akibat
perilaku tak etis, tak profesional dan tak bertanggungjawab dari para anggotanya.
Untuk itu seorang konselor yang profesional harus menaruh perhatian penuh
kepada klien, karena klien sangat rawan untuk dimanipulasi dan dieksploitasi.
Sertifikasi dan Akreditasi
Sertifikasi adalah proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah
memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan konseling pada jenjang dan
jenis setting tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh
LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Dengan kata lain, sertifikasi
profesional adalah proses pemberian pengakuan terhadap tingkat kemampuan dan
keterampilan khusus yang dimiliki seseorang.
Akreditasi adalah proses penentuan status yang dilakukan oleh organisasi
profesi atau suatu badan khusus yang dipandang kompeten dan independen
4. terhadap lembaga penyelenggara progam kependidikan dalam pencapaian suatu
standar mutu yang dipersyaratkan. Akreditasi ini diberikan oleh BAN (Badan
Akreditasi Nasional bekerja sama dengan ABKIN. Dengan sertifikasi dan
akreditasi ini pekerjaan bimbingan dan konseling akan menjadi profesional karena
hanya dilakukan oleh konselor profesional yang bersertifikat.
Kredensialisasi
Kredensialisasi adalah penganugerahan kepercayaan kepada konselor
profesional yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki kewenangan
dan memperoleh lisensi untuk menyelenggarakan layanan profesional secara
independen kepada masyarakat maupun di dalam lembaga tertentu. Pemberian
lisensi atas dasar asesmen nasional yang dilakukan ABKIN melalui Badan
Akreditasi dan Kredensialisasi Konselor Nasional. Untuk mendapatkan ini
konselor harus mengajukan permohonan dan melakukan secara nyata layanan
profesi bagi masyarakat dan sekolah dan diberkan oleh ABKIN.