SlideShare a Scribd company logo
1 of 34
19
ABSTRACT
Coconut oil is normally produced as cooking oil in some areas in Indonesia. However, palm
oil mostly produced by industries as vegetable/cooking oil. Waste cooking oil from palm oil
becomes a big problem in the environment, and creates pollution. This research aims to use waste
cooking oil to produce biodiesel by mixing waste cooking oil and coconut oil. Those mixed oils
become raw materials for this process. The composition of the mixtures are 100MJ: 0MK; 75MJ:
25MK; 50MJ: 50MK; 25MJ: 75MK; and 0MJ: 100MK (% v / v of waste cooking oil (MJ) and
coconut oil (MK)).The total of 200 mL oil mixtures was used for the esterification process with
methanol composition were 38%; 30%; 28%;19% and trans-esterification were 18%; 19%; 20%;
21%; 23%; 25%. Esterification reaction was using the 0,5% H2SO4 as a catalyst, while
transesterification was using 0.9% KOH as catalyst. The transesterification process of biodiesel
was using two step process by mixing KOH and methanol (75% (w/v) for the 1st
step and 25%
(w/v) for the 2nd
step). The yield of biodiesel this research were: 100MJ: 0MK (92,65%; 92,15%;
93,65%), 75MJ: 25MK (93,15%; 96,65%), 50MJ: 50MK (96,15%; 95,11%; 86,65%), 25MJ:
75MK (98,65%;96,65%) and 100MK: 0MJ (82.65%).Furthermore, the total glycerol values were
100MJ:0MK (0.19%), 75MJ: 25MK (0.21%), 50MJ:50MK (0.23%) 25MJ: 25MK (0.22%) and
100MK:0MJ (0.26%). EN14214 standard shows that the best composition of mixtured oils was
50MJ:50MK. Then, the total glycerol was 0.23% (60-70 minutes for the esterification and
transesterification reaction). Acid number value was 0.2117, saponification number was 198.41;
ester content was 98.163% and water content was 0.56 ppm. The FAME component of biodiesel
50MJ:50MK was the most Nonanoic acid,methyl ester (C15H20O2) (37,79%) by GC/MS analysis .
Keyword: coconut oil, waste cooking oil, biodiesel, FFA, triglyceride, total glycerol.
INTRODUCTION
Diesel oil of material fossils is unrenewable energy, because it is used increasing by
industrialization and growth population. The one of way for that situation is limiting dependency
for diesel of material fossils with using fuel oils by vegetable, called name is the biodiesel
(Darmanto and Sigit, 2006). The biodiesel has mostly ester component by vegetables and other
animals. They can be used as renewable energy for a diesel machine.
Bahan bakar minyak yang berbahan baku fosil tergolong bahan bakar yang tidak
terbarukan (unreneweable energy). Penggunaan bahan bakar minyak yang terus-menerus
meningkat merupakan akibat dari pertumbuhan penduduk dan industri. Sehingga mengakibatkan
cadangan minyak bumi semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui. Untuk mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar minyak bumi tersebut, salah satu caranya adalah dengan
memproduksi bahan bakar biodiesel yang bahan bakunya diperoleh dari tumbuhan (Darmanto dan
Sigit, 2006). Biodiesel merupakan bahan bakar yang mengandung senyawa ester dari tanaman dan
lemak hewan. Ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif yang sangat potensial sebagai
pengganti solar.
The Coconut oil is a kind of vegetables has component of one glycerin unit and others
fatty acids. It has a potential result for making coco methyl ester which used the material of
biodiesel process (Darmanto dan Sigit, 2006). However, waste cooking oil form palm oil mostly
became pollution, so it has a big problem for environment. Waste cooking oil from palm oil has
the most free fatty acid content, so it can be used for other materials of biodiesel process. Free
fatty acid from waste cooking oil can to decrease with esterification reaction. The esterification
from biodiesel process is using acid, base, or zeolite catalyst (Setiawati dan Edwar, 2012, Wijaya,
2011). Furthermore, waste cooking oil form palm oil has the same characteristic with fuel oil
(Syamsidar, 2013). So, it is has to research using its as renewable material for biodiesel process.
20
Kelapa (Cocos nucifera) merupakan jenis tumbuhan yang memilliki satu unit gliserin
dan sejumlah asam lemak dalam setiap satu molekul minyak kelapa. Minyak kelapa memiliki
potensiuntuk menghasilkan Coco methyl ester yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel
(Darmanto dan Sigit, 2006). Minyak jelantah merupakan minyak sisa hasil penggorengan dan
merupakan limbah dan langsung dibuang ke lingkungan. Ini terbukti karena minyak jelantah ini
banyak mengandung asam lemak bebas dan radikal bebas yang dapat membahayakan bagi
kesehatan. Kandungan asam lemak bebas dapat dikurangi dengan cara esterifikasi asam lemak
bebas dengan katalis asam homogen, seperti asam sulfat atau katalis asamheterogen seperti zeolit
atau lempung teraktivasi asam (Setiawati dan Edwar, 2012, Wijaya, 2011). Minyak jelantah
mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik yang dimiliki oleh minyak bumi
(Syamsidar, 2013). Hal ini tentunya jika diteliti lebih lanjut bisa saja ditingkatkan nilai gunanya
sehingga minyak jelantah tersebut mampu diproses sehingga menghasilkan bahan baku alternatif
untuk pembuatan biodiesel.
Kumar’s research was proving the coconut oil for biodiesel process which made
efficiently time reaction and chemical material in transesterification process (Kumar dkk., 2010).
However, Jincheng’s research was proving waste cooking oil fromhome industrialists can be used
biomass for material biodiesel process (Jincheng Ding, 2011). Those researches have only using
the coconut oil or the waste cooking oil without mixing its. Then, we believe with mixing coconut
oil and waste cooking oil can make the biodiesel. Furthermore, waste cooking oil from one of
material biodiesel can help controlling environment systemwill be the best.
Menurut penelitian dari Kumar bahwa pemanfaatan minyak kelapa sebagai bahan baku pembuatan
biodiesel adalah mampu mengefisiensikan waktu dan pemakaian bahan kimia sebagai pelarut
dalam proses transesterifikasi (Kumar dkk., 2010). Sedangakan penelitian dari Jincheng Din
mengatakan bahwa minyak jelantah sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah berperan
dalam memanfaatkan limbah rumah tangga mejadi bahan bakar yang berbasis biomasa (Jincheng
Ding, 2011). Berdasarkan penelitian-penelitan tersebut hanya memanfaatkan minyak jelantah dan
minyak kelapa saja, sehingga dirasa perlu dilakukan penelitian pembuatan biodiesel dengan cara
mencampurkan minyak jelantah dan minyak kelapa. Untuk itu, kami yakin dengan dilakukannya
penelitian ini dapat memanfaatkan limbah minyak jelantah serta minyak kelapa yang bisa diolah
menjadi salah satu sumber bahan baku dalam memproduksi biodiesel. Sehingga minyak jelantah
yang biasanya dibuang ke lingkungan sebagai limbah rumah tangga bisa dimanfaatkan dan
ditingkatkan nilai mutunya, selain itu pengelolaan minyak jelantah ini juga akan membantu
pengelolaan lingkungan ke arah yang lebih baik. Dengan memanfaatkan minyak jelantah dan
minyak kelapa, lingkungan dapat lebih ditingkatkan.
LITERATURES
Bahan baku biodiesel yang berasal dari pengolahan kelapa sawit berupa CPO (Crude Palm
Oil ), RBDPO (refined bleached deodorized palm oil), olein, stearin, dan PFAD (palm fatty acid
distillate). Tetapi pemakaian CPO sebagai bahan baku biodiesel sangat bersaing karena CPO
digunakan juga untuk pangan, oleh karena itu perlu dicari bahan baku biodiesel yang
pemakaiannya tidak bersaing dengan kebutuhan pokok manusia dan harganya murah (Sheehan
dkk., 1998, Sugiono, 2008).
Salah satu jenis bahan bakar pengganti yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah
fatty acid methyl ester atau dikenal dengan nama biodiesel yang merupakan bahan bakar alternatif
pada mesin diesel. Biodiesel berasal dari minyak nabati yang dapat diperbaharui, dan dihasilkan
secara periodik, serta mudah diperoleh. Selain itu, penggunaan biodiesel memberikan banyak
21
keunggulan, yaitu ramah lingkungan karena bersifat biodegrable dan tidak beracun, emisi polutan
berupa hidrokarbon yang tidak terbakar, jelaga hasil pembakaran biodiesel lebih rendah dari pada
solar, tidak memperparah efek rumah kaca karena siklus karbon yang terlibat pendek, kandungan
energi yang hampir sama dengan kandungan energi petroleum diesel (80% dari kandungan
petroleum diesel), serta angka setana lebih tinggi dari pada petroleum diesel (solar), dan
penyimpanan mudah karena titik nyala yang rendah (Kusumaningtiyas dan Bachtiar, 2011).
Secara global, spesifikasi untuk biodiesel adalah European Standard (EN 14214).
Spesifikasi tersebut bisa digunakan untuk Automotive Fuels yang mengandung Fatty Methyl Ester
(FAME) untuk mesin dieselBerikut adalah spesifikasi standard EN 14214 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Standard Biodiesel EN14214 (Europe, 2006)
Parameter EN14214
Standard
Total acid number (mg
KOH/g)
max 0.5
Free Gliserol Content (% -w) max 0.02
Monogliseride (% -w) max 0.8
Diglyseride (% -w) max 0.2
Triglyseride (% -w) max 0.2
Total Glyserol Content (% -
w)
max 0.25
Water content (ppm) max 500
Ester content (% -w) min 96.5
Oxidation stability (hour) min 6
Phosphor content (ppm) max 4
Minyak kelapa memiliki 1 unit gliserin dan sebagian komponen asam lemak dari medium
rantai karbon. Medium rantai karbon yang membuat minyak kelapa menjadi unik dari minyak
nabati di dunia. Komponen gliserin dari minyak nabati memiliki titik didih yang tinggi untuk
mencegah terjadinya penguapan. Namun pada aplikasi biofuel, digunakan komponen asam lemak
yang dikonversikan ke dalam senyawa ester. Jika pada minyak nabati dari kelapa dan metanol
direaksikan akan menghasilkan Coco Methyl Esther (Coco Biodiesel). Berdasarkan penelitian dari
Nihon University of Japan dan Technological University of Philippines, Coco Biodiesel dapat
mengurangi emisi NOx 20%, Emission of Particulate Matter (PM) yang dapat direduksi 60% dari
sebagian kecil 1% campuran dalam bahan bakar diesel, dan 1 liter dari Coco Biodiesel dalam
proses pembakaran dengan bahan bakar diesel dapat meruduksi emisi CO2 dari 3,2 kg.
Berdasarkan penelitian dari Southwest Research Institute USA, bahwa 1% Coco Biodiesel yang
dicampur dapat meningkatkan pelumasan dari 36% kemampuan pelumas bahan bakar diesel. Coco
Biodiesel memiliki jumlah iodin 7-10 dari angka setana 68 dan jumlah iodin 45 untuk angka setana
kurang dari 50. Adapun titik didih awal pada Coco Biodiesel adalah 2580F (C8) dan titik didih
akhir 6010F (C18) (Diaz, 1990).
Minyak goreng yang digunakan secara berulang kali dapat menimbulkan perubahan warna
menjadi coklat tua atau hitam dan kemudian dibuang. Karena dengan digunakannya minyak
goreng secara berulang-ulang akan menyebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh yang kemudian
membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak
negatif bagi yang mengkonsumsinya, yaitu menyebabkan berbagai gejala keracunan. Beberapa
penelitian pada binatang melaporkan bahwa gugus peroksida dalam dosis yang besar dapat
merangsang terjadinya kanker kolon. Inilah yang menyebabkan mengapa penggunaan minyak
jelantah secara berulang-ulang sangat berbahaya bagi kesehatan. Ketika penggunaannya beberapa
kali, minyak goreng mengalami perubahan kimia akibat oksidasi dan hidrolisis. Sehingga dapat
menyebabkan kerusakan pada minyak goreng tersebut. Melalui proses-proses tersebut beberapa
22
trigliserida akan terurai menjadi senyawa-senyawa lain, salah satunya Free Fatty Acid (FFA) atau
asam lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas inilah yang kemudian akan diesterifikasi dengan
metanol menghasilkan biodiesel. Sedangkan kandungan trigliseridanya ditransesterifikasi dengan
metanol, yang juga menghasilkan biodiesel dan gliserol. Dengan kedua proses tersebut maka
minyak jelantah dapat bernilai tinggi (Suirta, 2009).
METHODE
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Proses Program Studi Teknik Kimia
Universitas Lambung Mangkurat dan Laboratorium Biofuel Komatsu (Nursery Km. 69) di PT
Adaro Indonesia, Tanjung, dengan proses utama adalah proses esterifikasi dan transesterifikasi.
This research was conducted at the Laboratory of Process Technology Chemical
Engineering Program University Mangkurat and Biofuel Laboratory Komatsu ( Nursery Km. 69 )
in PT Adaro Indonesia, Tanjung, the primary process is esterification process and
transesterification .
3.1 Instruments and Materials
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah buret, erlenmeyer, erlenmeyer flux,
gelas ukur 50 mL; 500 mL; dan 100 mL, separator funnel 250 mL, hotplate stirrer, magnetic
stirrer, labu leher tiga, kondensor, minichiller, pipet tetes, ruang asam (v-Fume Hood), neraca
balance, termometer, waterbath, membrane vaccuum pump, corong gelas, corong butcher, statif
dan klem, dan gelas beaker. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak
kelapa, minyak jelantah, metanol 96%, etanol teknis 95%, H2SO4, akuades, KOH-Etanol 0,1085N
(Proses pembuatan di Lampiran 4), KOH, KOH Alkoholik (Proses pembuatan di Lampiran 5),
chloroform, Asam Asetat Glasial, KI, Asam Periodat, indikator pati, Asam Tiosulfat 0,01004N,
kertas saring, indikator phpt, indikator pH, dan aluminium foil.
The instruments used in this research is burette, erlenmeyer, erlenmeyer flux,
measuring glass 50 mL; 500 mL; and 100 mL separator funnel 250 mL, hotplate stirrer, magnetic
stirrer, three neck flask, condenser, minichiller, pipette, the hood ( v - Fume Hood ), analitical
balance, thermometer, water bath, membrane vaccuum pump, funnel glass, funnel butcher, stand
and the clamps, and beaker glass. The materials used in this research is coconut oil, waste
cooking oil, 96 % methanol, 95 % ethanol technical, H2SO4, aquadest, KOH - ethanol 0,1085N
(process of making in Appendix 4), KOH, KOH Alcoholics ( process of making the Appendix 5 ),
chloroform, Glacial Acetic Acid, KI, periodate acid, starch indicator, 0,01004N Thiosulfate acid ,
filter paper , phpt indicators , pH indicators , and aluminum foil.
Instruments Arrangement
Note :
1. Condenser
2. Thermometer
3. three neck flask
4. Stirrer
5. Hotplate
23
Gambar 3.1 Transesterification Instruments Arrangement
3.2 Procedure of Research
3.3 Raw Material Analysis
Sebelum dilakukan proses pretreatment dan pengolahan biodiesel terlebih dahulu akan
dilakukan proses analisis terhadap bahan baku penelitian. Tujuan dari analisis ini adalah untuk
mengetahui karakteristik dari minyak goreng bekas dan minyak kelapa yang akan diolah, karena
setiap minyak jelantah dan minyak kelapa memiliki karakteristik yang berbeda-beda akibatnya
akan berpengaruh pada proses pretreatment bahan baku tersebut. Parameter analisis yang
dimaksud adalah angka asam, angka penyabunan, kadar air, dan kandungan FAME yang terdapat
dalam bahan baku.
Prior to the pretreatment process and biodiesel processing will first do the analysis of
raw materials research. The purpose of this analysis is to determine the characteristics of waste
cooking oil and coconut oil to be processed , because any waste cooking oil and coconut oil have
different characteristics will consequently affect the raw material pretreatment process. Analysis
parameter are acid number, saponification number, water content, and FAME content in the raw
materials.
3.2.1 Pretreatment Process
Minyak kelapa dan minyak jelantah dicampurkan berdasarkan perbandingan %-v/v
dalam 200 mL, dengan perbandingan minyak jelantah dan minyak kelapa adalah sebagai berikut:
100:0; 75:25; 50:50; 25:75 dan 0:100. Kemudian campuran minyak diaduk hingga homogen.
Setelah itu, dilakukan proses perhitungan kadar %FFA dengan cara campuran minyak diambil 3
gram kemudian ditambahkan dengan etanol teknis 95% yang sudah distandarisasikan dengan
volume 50 mL. Kemudian ditambahkan indikator phpt sebanyak 5 tetes dan dititrasi dengan
larutan KOH-Etanol 0,1085N sebagai titran untuk menentukan kadar asam lemak bebas yang
terkandung dalam mixed minyak dengan perubahan warna dari bening ke pink. Dilakukan
perhitungan %FFA- Palmatic dan %FFA- Oleic karena %FFA, tujuan perhitungan dari kedua
kandungan minyak tersebut agar dapat menentukan kandungan FAME di dalam biodiesel.
Penambahan indikator phpt bertujuan untuk menentukan bahwa sampel bersifat asam atau basa,
jika bersifat asamsampel menjadi bening, sedangkan basa menjadi merah muda (Minry, 2011).
Coconut oil and waste cooking oil is mixed based on comparisons % v / v in 200 mL,
the ratio of waste cooking oil and coconut oil as follows: 100:0; 75:25; 50:50; 25:75 and 0:100.
Then oil mixture is stirred until homogeneou . After that, %FFA contents is calculated by taken 3
grams of the oil mixture. Then added with 95 % technical ethanol 50 mL are standardized. Phpt
Indicator is added 5 drops and titrated with KOH - ethanol 0,1085 N as titrant to determine the
FFA content in the mixing oil with a color change from clear to pink. The addition of phpt
indicator aims to determine that the sample is acidic or base, if the samples is acidic becames clear,
whereas the base becomes pink (Minry,2011).
24
3.2.2 Esterification Process
Proses esterifikasi dilakukan dengan mencampurkan minyak kelapa, minyak jelantah dan
metanol dengan menggunakan katalis asam (H2SO4). Adapun perbandingan volume campuran
minyak kelapa dan minyak jelantah sebanyak 200 mL dari perbandingan variasi mixed minyak,
sedangkan jumlah katalis yang digunakan 0,5% dari volume campuran minyak kelapa dan minyak
jelantah 200 mL dengan variasi penambahan metanol 38% untuk mixed minyak jelantah dan
kelapa 100MJ:0MK dan 30% untuk 75MJ:2MK. Kemudian mixed minyak dimasukkan ke dalam
labu leher tiga yang berisi magnetic strirrer dan dicampurkan dengan campuran metanol dan
H2SO4 dan dilakukan pemanasan pada suhu 650C dan pengadukan 400 rpm dengan waktu 90
menit untuk perbandingan minyak jelantah dan minyak kelapa 100MJ:0MK dan 60 menit untuk
mixed minyak 75MJ:25MK dan kondisi operasi dijaga agar tidak melebihi suhu 650C. Setelah itu,
dilakukan proses dekantasi dengan separator funnel selama 60 menit dan langsung diambil sampel
sebanyak 3 gram untuk mengetahui %FFA yang baru. Setelah 60 menit, minyak dipisahkan
dengan gliserol yang dihasilkan dan volume fase atas dan tengah (phospholipid) dicatat. Hal yang
sama juga dilakukan pada komposisi mixed minyak sebagai berikut:
Esterification process is mixing coconut oil , waste cooking oil and methanol using
acid catalyst (H2SO4). The volume ratio mixture of coconut oil and used cooking oil as much as
200 ml of mixing oil of variation ratio, catalyst used 0.5 % of the volume of a mixture of coconut
oil and waste cooking oil 200 mL with the addition of methanol variation is 38 % for mixed waste
cooking oil and coconut oil 100MJ : 0MK and 30 % for 75MJ : 25MK . Then oil mixture put in a
three-neck flask containing a magnetic strirrer and mixed with a mixture of methanol and H2SO4
and performed heating at a temperature of 650C and stirring 400 rpm with a time of 90 minutes for
the comparison of used cooking oil and coconut oil 100MJ : 0MK and 60 minutes for mixed oil
75MJ : 25MK and operating conditions maintained in order not to exceed a temperature of 650C .
Thereafter , decantation process is carried out with a separator funnel for 60 minutes and
immediately taken a sample of 3 grams to determine the new %FFA . After 60 minutes , the oil
separated by glycerol produced and the volume of the upper and middle phases ( phospholipid )
were recorded. The same was done on the composition of the oil mixed as follows :
Tabel 3.1 Treatment of oil mixture esterification process
Oil mixture
(MJ:MK)
Methanol (% ) reaction time
(minute)
50:50 28 60
25:75 19 60
3.2.3 The Process of transesterfication
Pada proses trasesterifikasi dilakukan pada sebuah labu leher tiga pada suhu 650C dengan
perputaran 400 rpm. Awalnya, campuran minyak yang ada di bagian atas separator funnel
dimasukkan ke dalam labu leher tiga. Adapun pada proses transesterfikasi ini dilakukan dengan
katalis basa KOH yang ditimbang 0,9% dari 200mL dan variasi metanol dan waktu ditentukan
seperti pada tabel 3.2. Campuran KOH dengan metanol di masukkan ke dalam labu leher tiga
sebanyak 75% dari 200 mL pada step 1. Lalu dipanaskan sambil diaduk dengan magnetic stirrer
25
selama waktu yang telah disesuaikan pada tabel 3.2 dan didekantasi selama 15 menit untuk
memisahkan metil ester dengan gliserol dan volume fase bawah (gliserol) dicatat. Setelah proses
dekantasi metil ester kemudian ditambahakan KOH-Metanol lagi sebanyak 25% di step 2 dari sisa
75% penambahan metanol di step 1 dan dimasukan ke dalam labu leher tiga yang berisi magnetic
stirrer untuk dipanaskan dan diaduk dengan suhu 650C, dengan perputaran 400 rpm dalam
variabel waktu sesuai dengan tabel 3.2. Kemudian larutan didekantasi lagi dalam waktu 15 menit.
Berikut adalah tabel komposisi metanol dan katalis, serta waktu reaksi proses transesterifikasi
In the process of transesterification performed on a three-neck flask at a temperature
of 650
C with a turnover of 400 rpm. Initially, the oil mixture that is at the top of the separator
funnel inserted into the three-neck flask . As for the transesterification process is carried out with
a base catalyst KOH were weighed 200ml and 0.9 % of methanol variation and the time was
determined as shown in Table 3.2. KOH mixture with methanol put into a three-neck flask as much
as 75 % of 200 mL in step 1. Then heated while stirring with a magnetic stirrer during that time
was adjusted in Table 3.2 and decanted for 15 minutes to separate the methyl ester with glycerol
and volume phase below ( glycerol ) is noted. After the decantation methyl ester was then added
KOH - methanol again as much as 25 % in step 2 of the remaining 75 % addition of methanol in
step 1 and put into a three-neck flask containing a magnetic stirrer for heated and stirred at a
temperature of 650C , with a turnover of 400 rpm in variable time according to table 3.2 . Then
the solution was decanted again within 15 minutes . Here is a table of methanol and a catalyst
composition , as well as the reaction time the transesterification process.
Tabel 3.2 The composition of compounds for transesterification reaction of mixture waste
Cooking Oil and Coconut Oil
Oil mixture
(MJ:MK)
Methanol
composition (% -
v/v) (mL)
KOH composition
(% -w/v)
Reaction time
(Menit)
100:0 23 0,9 60
20 0,9 60
18 0,9 60
75:25 23 0,9 60
20 0,9 60
21 0,9 60
50:50 25 0,9 80
25 0,9 70
19 0,9 70
25:75 19 0,9 40
19 0,9 50
0:100 19 0,9 50
26
3.2.4 The Process of purification
Proses pemurnian pada penelitian ini dilakukan dengan proses washing dan drying. Metil ester
pada fase atas separator funnel dipisah dengan gliserol. Ditambahkan aquadest yang telah
dipanaskan di dalam waterbath pada suhu 600C ke dalam separator funnel sebanyak 20 mL.
Larutan kemudian dikocok dan didiamkan selama 1 menit sampai terpisah dua fase. Minyak
dipisahkan dengan aquadest dan perubahan volume dicatat. Hal yang sama dilakukan kembali
dengan penambahan aquadest sampai fase bawah larutan berubah dari kuning keruh menjadi
bening dan pH mendekati netral (pH=6). Selanjutnya adalah proses drying dimana minyak yang
telah mengandung metil ester dipanaskan dalam gelas beaker selama 20 menit (sampai air dalam
minyak menguap) dengan suhu 1500C dan perputaran 300 rpm untuk 75MJ: 25MK. Kemudian
didinginkan dalam waktu 1,5 jam. Minyak kemudian disaring dengan menggunakan corong
butcher dan membrane vaccuum pump. Dan minyak hasil saringan disimpan di dalam botol
sampel. Hal yang sama juga dilakukan pada mixed minyak jelantah: minyak kelapa (100MJ:0MK;
75MJ:25MK; 50MJ:50MK; 25MJ:75MK; 0MJ:100MK).
The purification process in this study conducted with the process of washing and
drying. Methyl ester in the upper phase separator funnel separated with glycerol. Added distilled
water that has been heated in a water bath at a temperature of 600C into a separator funnel as much
as 20 mL. The solution was then shaken and left to stand for 1 minute to separate the two phases.
Oil is separated with distilled water and the volume change is recorded. The same thing was
repeated with the addition of distilled water to the bottom phase of the solution changes from
yellow murky become clear and the pH close to neutral (pH = 6). Next is a drying process where
the oil that already contains methyl ester was heated in a glass beaker for 20 minutes (until the
water-in-oil evaporates) at a temperature of 1500C and a turnover of 300 rpm to 75MJ: 25MK.
Then cooled within 1.5 hours. Oil is then filtered using a funnel and membrane butcher vaccuum
pump. And oil distillate stored in the sample bottle. The same was done on mixed waste cooking
oil: coconut oil (100MJ: 0MK; 75MJ: 25MK; 50MJ: 50MK; 25MJ: 75MK; 0MJ: 100MK).
3.2.5 Analysis Process
Hasil sintesis biodiesel diidentifikasi secara kualitatif menggunakan Gas
Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) untuk mengetahui komposisi metil ester pada
biodiesel dan FFA. Disamping itu, juga dilakukan analisis kuantitatif karakteristik biodiesel
berdasarkan EN-14214 yaitu angka asam, kadar air, angka iodium, angka penyabunan, kandungan
fosfor, kandungan sabun, gliserol bebas, gliserol total, monogliserida, digliserida, trigliserida,
kandungan ester, dan stabilitas oksidasi. Adapun prosedur dalam setiap analisa adalah sebagai
berikut:
Results biodiesel synthesis identified qualitatively using Gas Chromatography - Mass
Spectroscopy ( GCMS ) to determine the composition of methyl esters in biodiesel and FFA .
Besides that , also do the quantitative analysis of the characteristics of biodiesel according to EN -
14214 is the acid number, water content, iodine number, numbers saponification, phosphorus
content, the content of soap, glycerol free, glycerol total, monoglycerides, diglycerides,
triglycerides, content of ester and oxidation stability, The procedure in each analysis is as follows:
27
3.2.6.1 Total Glycerol Analysis (GT)
Analisa Gliserol Total dilakukan di Laboratorium Biofuel Komatsu (Nursery Km. 69) di
PT Adaro Indonesia, Tanjung. Analisa ini bertujuan untuk menentukan kandungan FAME pada
biodiesel.
Total Glycerol Analysis was conducted in Komatsu Biofuel Laboratorium (Nursery
Km.69) at PT Adaro Indonesia, Tanjung. This Analysis aim to determine the FAME content in
biodiesel
3.2.6.2 Acid value Analysis
Analisa Gliserol Total dilakukan di Laboratorium Biofuel Komatsu (Nursery Km. 69) di PT
Adaro Indonesia, Tanjung. Proses analisa Acid Value dilakukan dengan cara menimbang 20 gram
kemudian ditambahkan dengan etanol teknis 95% yang sudah distandarisasikan dengan volume
50ml. Kemudian ditambahkan indikator phpt sebanyak 5 tetes dan dititrasi dengan larutan Etanol-
Chloroform 0,1085N dengan perubahan warna dari bening ke pink. Dilakukan perhitungan Acid
Value.
Acid value Analysis was conducted at Komatsu Biofuel Laboratorium (Nursery Km. 69) at PT
Adaro Indonesia, Tanjung. Acid value analysis process started from weighing 20 grams of
samples. And then it was added 50 ml standardized technical ethanol 95%. Afterwards, 5 drops of
phpt indicator was added to the mixture and it was then titrated with ethanol chloroformsolution
of 0,1085 N with the colour change going from clear to pink. The last step is to calculate the acid
value.
3.2.6.3 Saponification Value Analysis
Saponification value Analysis was conducted at Komatsu Biofuel Laboratorium(Nursery
Km. 69) at PT Adaro Indonesia, Tanjung.
3.2.6.4 GC/MS Analysis
GCMS analyisis was carried out in the Laboratory of the faculty of Math and Science faculty
University of Gajah Mada Yogyakarta, was done only to 50%MJ:50%MK sample as it had
the optimum total glycerol and met EN14214 standard. GC/MS: GCMS-QP2010S
SHIMADZU type.
3.2.6.5 Analysis water content
Analysis water content was conducted at Process Technology Laboratorium, Chemical
Engineering Lambung Mangkurat University.
28
3.4 Research Variable
In this biodiesel process, 2 variables where used:
a. The Independent variables were % mixture composition (%-v/v) between waste cooking oil and
coconut oil 100MJ:0MK; 75MJ:25MK; 50MJ:50MK; dan 0MJ:100MK. Methanol composition
(%-v/v) for esterification:38%; 30%; 28%; and 19%, and transesterification: 18%, 19%, 20%,
21%, 23%, and 25%. As well as the duration of tranesterification 40; 50; 60; 70; and 80 minutes
b. The dependent variables were mixture composition of coconut oil and waste cooking oil in 200
mL samples, catalyst composition as well as optimum themperature of esterification and
transesterffication thas is 65oC.
29
3.5 Blok Diagram Proses Pembuatan Biodiesel
KENA DIOLAH
PEMBAHASAN
Pengukuran % FFA Awal
Dari hasil pengamatan bahwa %FFA-Palmatic dan Oleic mixed minyak adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.2 %FFA Masing-Masing Komponen Mixed Minyak
FFA Palmatic FFA Oleic
Komposisi
(MJ:MK)
FFA (% ) Komposisi (MJ:MK) FFA (% )
100:0 16,434 100:0 18,103
75:25 13,147 75:25 14,482
50:50 8,240 50:50 9,077
25:75 4,352 25:75 4,793
0:100 0,463 0:100 0,510
Ket: MJ=Minyak Jelantah
MK= Minyak Kelapa
Dari tabel 4.2 di atas menunjukan kandungan %FFA oleic lebih besar dibandingkan
dengan %FFA palmatic. Hal ini juga diterangkan oleh Hendartomo, (Hedartomo, 2006) bahwa
semakin besar kandungan %FFA oleic yang didapat, semakin besar kandungan lemak tak jenuh
pada sampel minyak tersebut. Asam oleic merupakan asam yang dapat diubah menjadi polyester
dengan menambahkan metanol, yang memiliki struktur rantai karbon yang sama dengan minyak
bumi. Adapun proses yang dapat mengubah asam oleic menjadi polyester tersebut yakni melalui
proses esterifikasi. Disamping itu, menurut Liebert (Liebert, 1987) dalam penelitiannya
mengatakan bahwa kandungan asam lemak jenuh yang dominan pada minyak jelantah adalah
asam palmatic, sedangkan asam lemak tak jenuh yang dominan pada minyak jelantah adalah oleic,
sehingga kandungan palmatic dan oleic menjadi parameter penting dalam menganalisa %FFA
mixed minyak. Selain itu, menurut penelitian dari Bamgboye menyebutkan bahwa asam palmitic
dan oleic lebih dominan di kelapa sawit. Variasi kandungan palmitic dan oleic yang bervariasi
mempengaruhi angka setana dari biodiesel. Adanya penambahan 6% FFA palmitic yang dominan
dari biodiesel akan meningkatkan angka setana sebesar 29,30% (Bamgboye dan Hansen, 2007).
Sehingga %FFA yang perlu diperhatikan pada penelitian ini adalah perhitungan %FFA oleic
karena dimungkinkan akan mempengaruhi angka setana dan komposisi FAME pada methyl ester,
adapun range %FFA yang dihasilkan pada penelitian ini 0,5-18% untuk oleic dan 0,4-16% untuk
palmitic. Komponen utama pembentukan methyl ester ada pada kandungan asam palmitic dan
30
oleic, ini adalah kombinasi dari jenuh atau tidak jenuhnya asam lemak, dan hal itu juga
menentukan meningkat atau menurunnya angka setana karena semakin jenuh kandungan FAME
dalam minyak, angka setana semakin besar dan jika terdapat lemak jenuh pada FAME akan
mereduksi angka setana pada minyak serta meningkatnya jumlah karbon (Gerpen, 1996).
4.2 Esterifikasi Mixed Minyak Jelantah dan Minyak Kelapa
Pada penelitian ini, proses esterifikasi digunakan untuk menurunkan kadar %FFA yang
tinggi dari proses pengukuran %FFA mixed minyak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hayan
(Hayyan dkk., 2014) bahwa asam sulfat juga merupakan katalis asam sulfat yang umum sebagai
katalis dalam esterifikasi karena memiliki nilai cost yang rendah, dengan dosis asam sulfat yang
optimum adalah 0,5%. Karena pada dosis tersebut asam sulfat mampu mereduksi kandungan FFA
pada mixed minyak dari 20% menjadi kurang dari 2% dalam satu jam (60 menit). Suhu optimum
yang digunakan pada reaksi esterifikasi ini adalah 650C, pada suhu tersebut %FFA content dapat
direduksi dari 23,2% ke 2% dengan konversi %FFA ke FAME sebesar 93,87% dan juga dapat
ditinjau bahwa konversi dari %FFA ke FAME akan menurun seiring meningkatnya suhu reaksi
jika lebih dari 600C untuk sampel minyak yang masih berada pada nilai %FFA kurang dari 1%.
Pada penelitian ini proses pencampuran antara katalis dengan mixed minyak adalah 400 rpm
(Hayyan dkk. , 2014). Karena pada saat 400 rpm terjadi konversi dari %FFA ke FAME sebesar
94% dengan parameter bahwa semakin tinggi perputaran saat reaksi melebihi 400 rpm, maka
konversi dari %FFA ke FAME akan menurun (Hayyan dkk. , 2014).
Penggunaan rasio metanol yang bervariasi sangat menentukan konversi yang efekstif
dalam menghasilkan produk utama biodiesel. Berikut adalah reaksi yang terjadi pada proses
esterifikasi biodiesel
𝑅𝐢𝑂𝑂𝐻
(π‘“π‘Žπ‘‘π‘‘π‘¦ π‘Žπ‘π‘–π‘‘)
+ 𝐢𝐻3 𝑂𝐻
(π‘šπ‘’π‘‘β„Žπ‘Žπ‘›π‘œπ‘™)
𝐻2 𝑆𝑂4
↔ 𝐢𝐻3 𝐢𝑂𝑂𝑅
(π‘šπ‘’π‘‘β„Žπ‘¦π‘™ π‘’π‘ π‘‘β„Žπ‘’π‘Ÿ)
+ 𝐻2 𝑂
(π‘€π‘Žπ‘‘π‘’π‘Ÿ)
…(4.3)
Menurut Jincheng Ding (Jincheng Ding, 2011) dalam artikelnya bahwa proses reaksi esterifikasi
berjalan reversibel, maka penggunaan metanol haruslah berlebih untuk mencapai reaksi ke arah
produk untuk menghasilkan ester sebagai produk utama. Tetapi pada penelitian ini digunakan
variasi % komposisi sampel yang berbeda-beda karena untuk mengetahui seberapa besar %FFA
yang dihasilkan terhadap efisiensi waktu dan keefektifan pelarut metanol. Dari penelitian ini
didapatkan semakin besar komposisi minyak jelantah dalam sampel, semakin besar penggunaan
metanol yang digunakan. Hal ini dikarenakan kandungan %FFA pada minyak jelantah yang tinggi.
Adapun pembentukan %FFA yang tinggi dikarenakan proses hidrolisis minyak dengan air maupun
proses pemanasan yang tinggi.
Berikut adalah hasil dari penurunan %FFA sebelum dan sesudah proses esterifikasi
adalah:
31
Gambar 4.1 Konsentrasi %FFA Awal dan Akhir terhadap Mixed Minyak Jelantah: Minyak
Kelapa pada 600C; 400 rpm; 60 menit
Dari gambar 4.1 tersebut memungkinkan bahwa reaksi esterifikasi berjalan sempurna. Pada grafik
setelah %FFA diturunkan menunjukkan garis flat namun sedikit mengalami fluktuatif karenakan
adanya pengaruh komposisi campuran minyak jelantah dan kelapa yang bervariasi. Semakin besar
komposisi minyak jelantah semakin besar pula %FFA akhir yang didapat. Minyak jelantah
merupakan minyak yang teroksidasi dan memiliki angka peroksida tinggi maka apabila
dicampurkan dengan minyak yang baru (dalam hal ini adalah minyak kelapa) maka dapat
meningkatkan angka peroksida dari minyak. Tingginya angka peroksida juga berpengaruh
terhadap ketengikan (Wannahari dan N., 2012). Dari hasil penelitian ini, %FFA mixed minyak
27%MJ:25%MK memiliki nilai %FFA akhir yang tinggi, sedangkan disaat mixed minyak
50%MJ:50%MK memiliki %FFA akhir yang rendah. Menurut Raharja (Raharja dan Dwiyuni,
2013) dalam jurnalnya bahwa minyak kelapa memiliki kandungan lemak tak jenuh yang stabil,
bahkan setelah disimpan selama 1 tahun pada suhu ruangan terbukti tidak mengalami ketengikan
walaupun mengandung 9% asam lemak jenuh. Sifat dari minyak kelapa dapat menentukan
penurunan %FFA pada bahan baku karenakan kandungan asam lemak pada palmatic dan oleic
yang rendah. Adapun rata-rata % penurunan FFA pada penelitian ini didapat adalah 94%.
Sehingga hal ini sudah sesuai dengan teori penelitian sebelumnya bahwa saat kondisi perputaran
400 rpm konversi % penurunan FFA yang didapat sebesar 94% (Hayyan dkk. , 2014)
Pada penelitian ini, dilakukan proses dekantasi dimana molekul air dan impuritis jatuh
ke bawah (lapisan dasar) separator funnel sedangkan methyl ester akan berada pada lapisan atas
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
%FFA
Komposisi Mixed Minyak Jelantah : Minyak Kelapa (% -v/v)
FFA Awal
FFA Akhir
32
karena densitas air dan impuritis lebih besar dari densitas minyak (methyl ester). Disamping itu,
prosese esterifikasi selain dapat menurunkan %FFA, juga berfungsi untuk menurunkan kandungan
impuritas dan air dalam bahan baku. Berikut adalah grafik hubungan antara komposisi mixed
minyak terhadap air+impuritis
Gambar 4.3 Hubungan Antara Kandungan Rata-Rata Impurirtis + Air terhadap Komposisi Mixed
Minyak
Berdasarkan grafik 4.3 di atas menunjukkan bahwa semakin berkurangnya komposisi minyak
jelantah dalam mixed minyak, semakin berkurang pula kandungan impuritis dan air yang
dihasilkan karena dipengaruhi oleh sifat ketengikan dan oksidasi yang ada di dalam minyak
jelantah tersebut. Jika minyak jelantah dicampurkan dengan komposisi minyak kelapa pada
komposisi tertentu, maka hasil impuritis dan air yang diperoleh lama kelamaan akan berkurang
sehingga methyl ester yang didapatkan semakin besar. Disamping itu, waktu dekantasi juga
berpengaruh dalam peningkatan impuritis dan air pada hasil methyl ester. Semakin lama waktu
untuk dekantasi semakin besar impuritis dan air yang didapatkan semakin besar. Adanya sifat dari
katalis asam sulfat yang higroskopis, maka air dapat diserap oleh asam sulfat dan produk utama
yang dihasilkan semakin besar (Hayyan dkk. , 2014). Berikut adalah gambar yang memperlihatkan
pemisahan methyl ester dengan air dan impuritas
52
35 35
19
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
100;0 75;25 50;50 25;75
KandunganRata-Rata
Impuritis+Air(mL)
Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa (%-v/v)
Kandungan
Rata-Rata
Impuritis+Air
33
Gambar 4.4 Proses Dekantasi Methyl Ester Setelah Esterifikasi
Produk utama dari esterifikasi adalah methyl ester yang akan dijadikan biodiesel (B100) melalui
reaksi transesterifikasi. Berdasarkan gambar grafik 4.1 memperlihatkan pengukuran %FFA setelah
esterifikasi memenuhi standar EN14214 dengan %FFA di bawah 1%.
Gambar 4.5 Impuritis + Air
Dari gambar 4.5 terlihat jelas bahwa impuritis yang dihasilkan lebih besar dari kandungan air.
Berdasarkan gambar kandungan air berada di atas dengan warna coklat keruh, sedangkan impuritis
berwarna coklat pekat kehitam-hitaman.
4.3 Transesterifikasi Mix Minyak Jelantah dan Minyak Kelapa
Transeseterifikasi merupakan reaksi terjadinya pembentukan produk trigliserida,
digliserida, dan monogliserida yang termodifikasi ke dalam gliserol (Marchetti dan Errazu, 2010).
Proses transesterifikasi pada penelitian ini menggunakan metanol dengan katalis basa (KOH).
Separator Funnel
Impuritis + Air
Methyl Ester
Air
Impuritis
34
Menurut Chia-Hung Su (Su, 2013) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa katalis basa seperti
KOH merupakan jenis katalis yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap asam lemak bebas (FFA)
sebagai umpan, akan tetapi secara umum katalis KOH merupakan jenis katalis yang sulit untuk
memurnikan produk. Adapun menurut Demirbas (Demirbas, 2007) dalam jurnalnya menjelaskan
bahwa fungsi digunakannya pelarut metanol pada proses transesterifikasi dikarenakan metanol
merupakan larutan organik. Ketika direaksikan dengan KOH, metanol memiliki tingkat pH akurat,
berat jenis yang ideal, dan titik didih yang rendah pada proses batch (Anderson dkk., 2008).
Adapun reaksi dari transesterifikasi pada proses ini adalah seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.6 Tahap-Tahap Reaksi Transesterifikasi
Sumber: (Borges dan DΓ­az, 2012)
Pada gambar 4.6 di atas memperlihatkan reaksi transesterifikasi adalah reaksi reversible, dimana
produk yang terbentuk di akhir reaksi adalah methyl ester dan gliserol. Pada penelitian ini, reaksi
transesterifikasi menggunakan dua step dengan metanol sebagai pelarut yang bervariasi. Tujuan
variasi tersebut adalah untuk mengetahui seberapa besar yield yang dihasilkan dari mixed minyak
terhadap penggunaan metanol dan waktu terhadap reaksi transesterifikasi. Disamping itu, tujuan
divariasikannya waktu pada penelitian ini untuk mengetahui waktu optimumterhadap penggunaan
metanol untuk reaksi transesterifikasi. Adapun penambahan katalis KOH pada proses
transesterifikasi tetap 0,9% (%-m/v) karena berdasarkan penelitian dari Kumar (Kumar dkk. ,
2010) bahwa penambahan katalis optimum untuk menghasilkan yield yang tinggi pada reaksi
transesterifikasi dari minyak kelapa adalah sekitar 0,9%-1%. Sedangkan suhu yang paling
optimum untuk reaksi transesterifikasi adalah 650C, karena jika lebih dari suhu 650C (titik didih
metanol) akan mempercepat pembentukan saponifikasi dari gliserol karena kehadiran dari katalis
basa sebelum reaksi metanolisis selesai. Adapun perputaran optimum pada reaksi transesterifikasi
adalah 400 rpm (Berchmans dan Hirata, 2008).
35
Reaksi transesterifikasi pada penelitan ini menggunakan 2 step. Menurut Berchmans
(Berchmans dan Hirata, 2008) mengatakan bahwa pada reaksi transesterfikasi sebaiknya
menggunakan 2 step reaksi, reaksi pada tahap pertama bertujuan sebagai pretreatment untuk
mengubah %FFA hasil esterifiksai menjadi minyak (biodiesel). Sedangkan pada tahap kedua
untuk mengoptimalkan penggunaan katalis agar FFA yang masih tersisa dalam reaksi dapat
dikonversi untuk menghasilkan yield lebih dari 90% (Berchmans dan Hirata, 2008). Adapun pada
penelittian ini, metanol-KOH ditambahkan 75% dari 200 mL pada step 1, sedangkan pada step
yang ke-2 metanol-KOH ditambahkan 25% dari 200 mL. Pada reaksi transesterifikasi tahap
pertama, didapatkan gliserol yang lebih besar dari tahap kedua. Gliserol yang diahsilkan pada step
1 disebut remarks I sedangkan pada step 2 diesebut remarks II Berikut adalah hasil dari sisa reaksi
dari remarks gliserol pada adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Hasil Remarks Fasa Bawah (Gliserol) Mix Minyak
Mix
Minyak
(MJ:MK)
Komposisi
Metanol Step 1
(mL)
Komposisi
Metanol Step 2
(mL)
Waktu Reaksi
(Menit)
Remaks I
Fasa
Bawah
Gliserol
(mL)
Remaks II
Fasa
Bawah
Gliserol
(mL)
100:0 17.25 5,75 60 28 6
15 5 60 29 3
13,5 4,5 60 64 3
75:25 17,25 5,75 60 31 8
15 5 60 31 10
15,75 5,25 60 31,5 3,5
50:50 18,75 6,25 80 33 6,5
18,5 6,25 70 30 7
14,25 (Duplo) 4,75 (Duplo) 70 38 5
25:75 14,25 4,75 40 25 11
14,25 4,75 50 8 24
0:100 14,25 4,75 50 19 20
Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa keefektifan penggunaan metanol dan waktu reaksi
mempengaruhi hasil gliserol sebagai reaksi samping transesterfikasi biodiesel. Total gliserol yang
terbesar pada komposisi 100MJ:MK adalah 64 mL di remarks I dan 3 mL di remarks II dengan
komposisi metanol 13,75 mL pada step 1 dan 4,5 mL pada step 2 dalam waktu 60 menit. Pada
75MJ:25MK didapat total gliserol terbesar pada komposisi metanol 15mL pada step 1 dan 5 mL
pada step 2 dalam waktu 60 menit yakni 31 mL di remarks I dan 10 mL di remarks II. Pada
36
50MJ:50MK didapatkan gliserol terbesar 38 mL di remarks I dan 5 mL di remarks II dengan
komposisi metanol 14,25 mL di step 1 dan 14,75 mL di step 2 dengan waktu 70 menit. Pada
25MJ:75MK didapatkan gliserol terbesar pada 25 mL di remarks I dan 11 mL pada remarks II
dengan komposisi metanol 14,25 mL pada step 1 dan 4,75 step 2 dalam waktu 40 menit. Pada
0MJ:100MK didapatkan gliserol sebesar 19 mL di remarks I dan 20 mL di remarks II dengan
komposisi metanol 14,25 mL pada step1 dan 14,75 pada step 2 dalam waktu 50 menit. Pada
penelitian ini, terdapat 100MJ:0MK dan 75MJ:25MK yang memiliki waktu reaksi dan komposisi
metanol sama, tetapi gliserol yang dihasilkan pada remarks I dan II berbanding terbalik. Dimana
remarks I menghasilkan gliserol yang sedikit dibandingkan dengan remarks II. Hal ini
dimungkinkan karena pengaruh komposisi minyak kelapa saat bereaksi dengan metanol dan
semakin kecil kandungan minyak jelantah pada waktu reaksi transesterifikasi, maka semakin kecil
gliserol yang didapatkan pada tahap pertama. Kandungan 50MJ:50MK dan 75MJ:25MK pada
penelitian menggunakan dua variasi, yakni variasi komposisi metanol dan variasi waktu, dari hal
tersebut dapat diketahui bahwa semakin rendahnya waktu reaksi dan komposisi metanol, semakin
tinggi gliserol yang didapat. Penggunaan 50MJ:50MK Duplo sebagai pembanding terhadap reaksi
transesterifikasi 0MJ:100MK. Adapun proses pemisahan gliserol dengan dengan methyl ester
adalah dengan dekantasi.
Gambar 4.8 Proses Dekantasi Methyl Ester dan Gliserol Setelah Transesterifikasi
Dari gambar 4.10 terlihat bahwa saat dekantasi methyl ester akan terpisah dengan gliserol. Methyl
ester yang berupa produk dari biodiesel ada di bagian atas berwarna coklat, sedangkan gliserol
(coklat pekat kehitaman) berada di bawah.
4.4 Pemurnian Biodiesel
37
Pemurnian methyl ester (Biodiesel) setelah reaksi transesterifikasi bertujuan untuk
menghilangkan kandungan air dan sisa-sisa gliserol yang masih tersisa. Proses pencucian biodiesel
pada suhu air 600C untuk menjaga titik didih metanol yang masih terdapat di biodiesel dan
mempercepat reaksi. Disamping itu proses settling pada pemurnian biodiesel bertujuan untuk
mengurangi gliserol bebas yang masih terikat pada methyl ester (Permana dan Mulyani, 2008).
Kemudian proses pemanasan dengan suhu 1030C, yang bertujuan untuk mengurangi kandungan air
dari hasil washing. Proses pemurnian terakhir yakni penyaringan untuk menghilangkan zat
pengotor dari biodiesel.
Pada akhir dari proses pembuatan biodiesel ini adalah pengukuran yield biodiesel.
Menurut penelitian dari Demirbas (Demirbas, 2007) bahwa yield yang paling optimum dari proses
biodiesel menggunakan katalis homogenous seperti KOH adalah diantara 95% sampai 98%.
Berikut adalah hasil yield yang didapatkan dari proses pembuatan biodiesel
Tabel 4.6 Yield Biodiesel Mixed Minyak Jelantah dan Minyak Kelapa
Mixed Minyak
(MJ:MK)
Komposisi
Metanol (% -v/v)
mL
Komposisi KOH
(% -w/v) gram
Volume
Akhir
Biodiesel
(mL)
Yield (% )
Waktu
Reaksi
(Menit)
100:0 23 0,9 182 92,6511 60
20 0,9 181 92,1511 60
18 0,9 184 93,6511 60
75:25 23 0,9 183 93,1511 60
20 0,9 190 96,6511 60
21 0,9 190 96,6511 60
50:50 25 0,9 189 96,1511 80
25 0,9 187 95,1151 70
19 (Duplo) 0,9 (Duplo) 170 86,6511 70
25:75 19 0,9 194 98,6511 40
19 0,9 190 96,6511 50
0:100 19 0,9 162 82,6511 50
Dari tabel 4.6 di atas terdapat yield biodiesel memiliki nilai lebih rendah dari yield optimum
biodiesel karena terdapat volume akhir yang memiliki selisih yang besar dari volume awal 200
mL. Ini menjelaskan bahwa semakin rendah volume akhir yang didapat pada biodiesel, semakin
rendah yield yang didapatkan pada biodiesel karena dipengaruhi oleh pengurangan volume dari
biodiesel ini adalah pada proses pemisahan air dan biodiesel pada washing yang belumsempurna.
38
Adapun grafik hubungan antara komposisi pelarut metanol terhadap yield seperti pada gambar
berikut
Gambar 4.11 Pengaruh Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa terhadap Komposisi
Metanol dan Yield Biodiesel pada Waktu Reaksi 1 Jam dan Komposisi Katalis
0,9%
Dari gambar 4.11 menjelaskan bahwa komposisi pelarrut metanol sangat mempengaruhi yield
biodiesel yang dihasilkan pada waktu dan komposisi katalis yang sama. Pada komposisi mixed
minyak 100MJ:0MK grafik pada komposisi metanol menurun, tetapi pada grafik yield mengalami
fluktuatif. Namun pada komposisi metanol pada mixed minyak tersebut mengalami kenaikan pada
komposisi tertentu yakni 18 mL, dengan yield 93,6511%. Sedangkan pada mixed minyak
75MJ:25MK terlihat bahwa semakin menurunnya komposisi katalis semakin tinggi yield yang
dihasilkan, yakni pada komposisi metanol 20 mL dengan yield sebesar 96,511%. Namun, saat
komoposisi metanol dinaikan 21 mL, yield yang dihasilkan adalah tetap 96,511%. Sehingga
dimungkinkan bahwa selisih kandungan pelarut metanol dalam 1 mL tidak mempengaruhi
kenaikan yield biodiesel. Sedangkan setiap selisih 2 mL kandungan pelarut metanol biodiesel pada
mixed minyak dapat mempengaruhi nilai yield biodiesel yang dihasilkan. Disamping itu, dapat
diketahui dari grafik tersebut bahwa semakin rendahnya komposisi pelarut metanol terhadap mixed
minyak, semakin meningkat nilai yield biodiesel yang dihasilkan yang dikarenakan sifat reaksi
trasesterfikasi yang reversibel. Selain itu, pada penelitian ini terdapat komposisi pelarut metanol
yang ditetapkan terhadap waktu reaksi yang divariasikan sehingga berpengaruh terhadap hasil
yield biodiesel
0
5
10
15
20
25
91
92
93
94
95
96
97
100MJ:0MK 100MJ:0MK 100MJ:0MK 75MJ:25MK 75MJ:25MK 75MJ:25MK
KomposisiMetanol(%-v/v)mL
Yield(%)
Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa (%-v/v) mL
Yield
Komposisi Metanol
39
(a) Grafik Variasi Komopsisi Mixed Minyak 50MJ:50MK terhadap Yield dan Waktu Reaksi
(b) Grafik Variasi Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa terhadap Yield dan Waktu
Reaksi
Gambar 4.12 Pengaruh Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa terhadap Yield
Biodiesel dan Waktu Reaksi pada Komposisi Metanol (25 mL (a) dan 19 mL
(b)) serta Komposisi Katalis 0,9%
Dari gambar 4.12 diatas menjelaskan bahwa yield reaksi barbanding lurus terhadap waktu reaksi
karena semakin besar waktu reaksi pada trasesterifikasi mixed minyak dengan komposisi metanol
yang sama, semakin besar pula yield biodiesel yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan jika waktu yang
68
70
72
74
76
78
80
82
96.09
96.1
96.11
96.12
96.13
96.14
96.15
96.16
50MJ:50MK 50MJ:50MK
WaktuReaksi(Menit)
Yield(%)
Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kealapa (% -v/v) mL
Waktu Reaksi
Yield
0
10
20
30
40
50
60
70
80
86
88
90
92
94
96
98
100
25MJ:75MK 25MJ:75MK 100MJ:0MK 50MJ:50MK
WaktuReaksi(Menit)
Yield(%)
Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa (% -v/v) mL
Yield
Waktu Reaksi
40
diberikan semakin besar, maka kontak antar molekul mixed minyak terhadap pelarut metanol
semakin lama dan hal ini dapat meningkatkan nilai yield biodiesel (Daniyan dkk., 2015).
4.5 Analisa Kandungan Biodiesel
4.5.1 Analisa Gliserol Total
Analisa gliserol total merupakan analisa yang sangat penting untuk mengetahui
kandungan gliserol yang masih terkandung di biodiesel. Menurut Permana (Permana dan Mulyani,
2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya reaksi biodiesel dalam
transesterfikasi adalah tergantung pada kandungan gliserol di dalamnya, semakin kecil gliserol
total yang didapat semakin besar kesempurnaan reaksi transesterifikasi untuk biodiesel. Berikut
adalah hasil analisa gliserol total yang didapat pada penelitian ini
Tabel 4.7 Hasil Analisa Gliserol Total Biodiesel Mixed Minyak Jelantah dan Minyak Kelapa
Mix Minyak
(MJ:MK)
Volume
Blanko (mL)
Volume Titran
(mL)
Waktu Reaksi
Trnasesterifikasi
(Menit)
Hasil Analisa
Gliserol Total
(% )
100:0 60,3 50,65 60 0,20
68,8 59,6 60 0,19
68,8 57,2 60 0,24
75:25 60,3 49,3 60 0,23
68,8 56,9 60 0,24
68,8 58,3 60 0,21
50:50 58,1 45,1 80 0,27
58,1 47,3 70 0,23
58,1 (Duplo) 46,1 (Duplo) 70 0,25
25:75 58,1 43,7 40 0,30
58,1 47,5 50 0,22
0:100 58,1 45,5 50 0,26
Dari tabel 4.7 di atas memperlihatkan sebagian besar hasil analisa gliserol mengalami fluktuatif.
Hal ini disebabkan semakin besar selisih antara volume blanko dan titran, semakin besar pula
analisa gliserol yang didapatkan. Berdasarkan standar analisa gliserol total standar EN 14214
bahwa kandungan gliserol yang bagus untuk biodiesel adalah ≀ 0,25%. Dari sebagian besar analisa
gliserol yang didapatkan adalah di bawah 0,25%. Sehingga sudah sesuai dengan standar EN14214.
Berikut adalah gambar grafik hubungan antara proses transesterifiakasi, % FFA akhir, dan metanol
transesterifikasi adalah sebagai berikut:
41
(c) Hasil Percobaan Ke-1
(d) Hasil Percobaan Ke-2
0.20
0.23
0.27
0.30
0.26
0.00
0.04
0.08
0.12
0.16
0.20
0.24
0.28
0.32
0
4
8
12
16
20
24
28
100;0 75;25 50;50 25:75 0;100
GliserolTotal(mL)
MetanolTransesterifikasi(mL)
Komposisi Mixed Minyak Jelantah:Minyak Kelapa
Gliserol Total
0.19
0.25
0.23 0.22
0.00
0.04
0.08
0.12
0.16
0.20
0.24
0.28
0.32
0
4
8
12
16
20
24
28
100;0 75;25 50;50 25:75
GliserolTotal(mL)
MetanolTransesterifikasi(mL)
Komposisi Mixed Minyak Jelantah:Minyak Kelapa
Gliserol Total
42
(e) Hasil Percobaan Ke-3
Gambar 4.13 Grafik Hubungan Antara Gliserol Total dan Komposisi Metanol Transesterifikasi
terhadap Komposisi Mixed Minyak pada Hasil Percobaan ke-1 (a), ke-2 (b), dan
ke-3 (c)
Dari gambar 4.13 tersebut sebagian besar gliserol total mengalami penurunan dan hal tersebut
bergantung kepada komposisi metanol saat di tambahkan kepada mixed minyak pada reaksi
transesterifikasi. Pada hasil percobaan ke-1 menunjukkan kandungan gliserol total semakin
meningkat terhadap konsentrasi penambahan metanol dan komposisi mixed minyak, namun pada
komposisi gliserol total mengalami penurunan terhadap komposisi metanol trasesterifikaisi dan
komposisi mix minyak 100MK:0MJ. Pada hasil percobaan ke-2, kandungan gliserol total
meningkat pada komposisi mixed minyak 100MJ:0MK dan 75MJ:25MK, kemudian mengalami
penurunan pada penambahan komposisi metanol transesterifikasi di mixed minyak 50MJ:50MK
dan 25MJ:75MK. Pada hasil percobaan ke-3 terlihat kandungan gliserol total pada komposisi
metanol transesterifikasi dan komposisi mixed minyak 100MJ:0MK dan 75MJ:MK mengalami
penurunan. Ketiga grafik tersebut menjelaskan bahwa semakin rendahnya gliserol total yang
didapat bergantung pada komposis mixed minyak kelapa terhadap minyak jelantah dan juga
berpengaruh terhadap terhadap komposisi metanol saat transesterifikasi. Jadi komposisi biodiesel
yang menghasilkan nilai GT sesuai EN14214 adalah 50MK:50MJ dengan waktu optimum 70
menit.
4.5.2 Analisa Acid Value (Angka Asam)
Perbandingan angka asam untuk crude biodiesel yang dihasilkan dari beberapa
campuran minyak jelantah dan minyak kelapa adalah sebagai berikut:
0.24
0.22
0.00
0.04
0.08
0.12
0.16
0.20
0.24
0.28
0.32
0
4
8
12
16
20
24
28
100;0 75;25
GliserolTotal(mL)
MetanolTransesterifikasi(mL)
Komposisi Mixed Minyak Jelantah:Minyak Kelapa
Gliserol Total
43
Gambar 4.14 Perbandingan Kandungan Bilangan Asam Crude Biodiesel terhadap Perbandingan
Komposisi Mixed Minyak
Dari gambar 4.14 terdapat variasi hasil kandungan asam yang terkandung dalam crude
biodiesel antara berbagai komposisi campuran minyak jelantah dengan minyak kelapa. Nilai angka
asam yang paling baik adalah yang paling rendah bilangan asamnya (Randy, 2008) yaitu pada
campuran minyak jelantah dengan minyak kelapa (25:75) yaitu sebesar 0,1217. Meskipun pada
campuran yang lainnya juga memiliki angka asam yang masih jauh dibawah standar yang telah di
tetapkan oleh standar EN 14214 yaitu maksimal 0.5. Hal ini karena %FFA yang dihasilkan dapat
menyebabkan korosi bagian mesin otomotif dan batasan tersebut melindungi mesin kendaraan dan
tangki bahan bakar. Angka asam sendiri memiliki pengertian yaitu banyaknya miligram KOH
yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam bebas di dalam satu gram sampel biodiesel.
Katalis yang digunakan untuk semua sampel adalah KOH dengan komposisi yang sama yaitu
0.9%. Yang menjadikan angka asam berbeda pada berbagai sampel adalah kandungan asam-asam
lemak bebas yang terdapat dalam crude biodiesel pada berbagai campuran. Asam-asam lemak
bebas yang terdapat dalam campuran yang mimiliki kandungan minyak jelantah tinggi memiliki
angka asam yang lebih tinggi hal ini menunjukkan banyaknya asam-asam lemak yang masih
terkandung dalam crude biodiesel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi komposisi
minyak jelantah dalam crude biodiesel maka semakin tinggi pula bilangan asam yang diperoleh.
4.5.3 Analisa Saponification Value (Angka Penyabunan)
Hasil percobaan angka penyabunan biodiesel pada variasi komposisi dapat dilihat pada
gambar berikut:
0
0.03
0.06
0.09
0.12
0.15
0.18
0.21
0.24
0.27
0.3
100;0 75;25 50;50 25;75
AngkaAsam
Perbandingan Komposisi Mixed Minyak Jelatah Terhadap
Minyak Kelapa (%-v/v)
100;0
75;25
50;50
25;75
44
Gambar 4.15 Hubungan Antara Angka Penyabunan dengan Variasi Komposisi Mixed Minyak
Gambar 4.15 menunjukkan hubungan antara angka penyabunan terhadap variasi komposisi
campuran minyak jelantah dengan minyak kelapa, dimana terjadi fluktuatif. Hal ini terjadi karena
adanya senyawa yang tak tersabunkan. Berdasarkan teori semakin kecil nilai penyabunannya,
semakin bagus produk yang dihasilkan (Randy, 2008). Hasil optimum diperoleh pada komposisi
minyak jelantah dan minyak kelapa 50:50 (%v/v) yaitu sebesar 198.41. Prinsip pentuan bilangan
penyabunan adalah terjadinya hidrolisis dengan penambahan basa kuat yang kemudian
menghasilkan asam lemak dan gliserol. Bilangan penyabunan yang dihasilkan oleh SNI 01-3741-
1995 yaitu 196-206 mg KOH/g. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel yang dianalisis memiliki
kualitas yang kurang baik.
4.5.4 Analisa Ester Content (Kadar Ester)
202.96
217.17
198.41
227.41
180
190
200
210
220
230
100;0 75;25 50;50 25;75
AngkaPenyabunan
Perbandingan Komposisi Mixed Minyak Jelantah Dengan
Minyak Kelapa
98 98 98 98
20 21 25 19
60 60
70
50
0
20
40
60
80
100
120
100;0 75;25 50;50 25;75
Perbandingan Komposisi Mixed Minyak Jelantah Dengan
Minyak Kelapa
Ester (%)
metanol (mL)
waktu (menit)
45
Gambar 4.16 Hasil Analisa Ester Content dalam Crude Biodiesel Komposisi Mixed Minyak
Jelantah Dengan Minyak Kelapa
Gambar 4.16 di atas menunjukkan bahwa kadar ester yang terdapat dalam crude
biodiesel pada berbagai variasi komposisi bahan baku tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Hal ini dipengaruhi oleh penambahan pelarut yaitu metanol yang tidak memiliki range yang cukup
jauh. Perbedaan volume metanol yang digunakan pada berbagai variasi bahan baku tidak terlalu
besar berkisar 1-6 mL. Semakin banyak kadar metanol yang digunakan dalam reaksi
transesterifikasi, maka kadar ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Semakin cepat waktu
reaksi maka akan semakin kadar ester yang dihasilkan karena peningkatan waktu reaksi dapat
menyebabkan reaksi balik kembali menjadi trigliserida. Berdasarkan standar EN14214, ester
content yang harus mengandung minimal 96,5%, hal ini sudah sesuai dimana ester yang
terkandung pada biodiesel rata-rata 98%.
4.5.5 Analisa Water Content
Analisa pada biodiesel merupakan bertujuan untuk menentukan seberapa besar ppm
kandungan air yang ada pada sampel biodiesel. Pada analisa ini, sampel yang digunakan adalah
lima buah sampel yang memiliki nilai Gliserol Total optimum yang sesuai dengan standar
EN14214. Berikut adalah hasil analisa water content Biodiesel
Tabel 4.8 Hasil Analisa Water Content Biodiesel
Komposisi Biodiesel % Water Content Part Per Million (ppm)
100MJ:0MK 0,048% 4,8
75MJ:25MK 0,026% 2,625
50MJ:50MK 0,101% 0,56
25MJ:75MK 0,038% 3,8
0MJ:100MJ 0,021% 2,2
Berdasarkan tabel 4.8 terlihat bahwa sebagian besar analisa Water Content biodiesel
mixed minyak memperlihatkan kandungan ppm memenuhi standar EN14214 yakni tidak melebihi
500 ppm. Dari grafik, nilai minimum ppm ada pada komposisis mixed minyak 50MJ:50MK yakni
0,56 ppm. Menurut Chalid (Chalid dkk., 2008), dalam penelitiannya mengatakan bahwa
kandungan air tinggi menyebabkan adanya reaksi hirdolisis yang lebih kuat untuk menghasilkan
asam lemak bebas dan gliserol. Hal ini sudah sesuai dengan analisa glireol total maksimum yang
didapat sesuai standar EN14214 adalah kompiosisi mixed minyak 50MJ:50MK.
46
4.5.6 Analisa GC/MS
Analisa GC/MS digunakan untuk menganalisa komposisi kimia dari sintesis biodiesel
(Tariq dkk., 2011). Pada analisa GC/MS terdapat peak, setiap peak akan merespon FAME, yang
kemudian akan dianalisis grafik tersebut berdasarkan library match software (NO. NIST12 dan
WILLEY229). Identifikasi FAME diverifikasikan dari data eksperimental dan membandingkan
dengan rentang data waktu yang diterima dari analisa mass spectrometric.
Pada penelitian ini, digunakan analisa biodiesel 50MJ: 50MK, Hal ini dikarenakan
analisa pada kandungan tersebut menghsilkan analisa Gliserol Total yang sesuai dengan standar
EN14214, sehingga komposisi kimianya perlu diamati lebih lanjut. Berikut adalah hasil dari
analisa GC/MS Biodiesel 50:50
Gambar 4.17 Analisa GC/MS Biodiesel 50MK:50MJ
Dari gambar 4.17 terlihat bahwa terdapat 6 major peak, yang menandakan seberapa besar
kandungan Bioidesel ketika melalui proses pemisahan dari komponennya dengan cara mengubah
senyawa sampel menjadi ion-ion yang bergerak dan dapat dipisahkan. Selanjutnya spektra dari GC
akan terlihat banyaknya puncak (peak) yang menandakan banyaknya kandungan pada biodiesel.
Berikut adalah data hasil kandungan FAME Biodiesel dari hasil analisa GC/MS
Tabel 4.9 Kandungan FAME Biodiesel 50MK:50MJ
No.
Peak
Identifikasi Komponen Formula
Komponen
Content (% ) R.Time
(Minutes)
1 Octanoic acid, methyl ester C9H18O2 1,42 14,586
47
2 Decanoic acid, methyl ester C11H22O2 1,17 20,423
3 Dodecanoic acid, methyl ester C13H26O2 31,85 25,738
4 Tetradecanoic acid, methyl ester C15H30O2 7,45 30,343
5 Nonanoic acid, methyl ester C10H20O2 37,79 34,848
6 Cyclopropanedodecanoic acid,
2-octyl-,methyl ester
C24H46O2 20,31 42,689
Dari tabel 4.9 di atas memperlihatkan identifikasi 6 senyawa utama biodesel 50MJ:50MK. Dari hal
tersebut terindentifikasi bahwa biodiesel 50MK:MJ yang mengandung analisa gliserol total
optimum berdasarkan EN14214 mengandung Nonanoic acid, methyl ester (C10H20O2) dengan nilai
content sebesar 37,79% kemudian posisi yang kedua adalah asam laurat atau Dodecanoic acid,
methyl ester sebesar 31,85%. Dilihat secara keseluruhan bahwa sebagain besar kandungan methyl
ester dari 50MK:50MJ mengandung asam lemak jenuh (Seperti: C9H18O2, C11H22O2, C13H26O2,
C15H30O2, C10H20O2), dan sisanya Cyclopropanedodecanoic acid, 2-octyl-,methyl ester (C24H46O2)
(Hutami dkk., 2012). Dari semua analisa tersebut, didapatkan komposisi biodiesel yang terbaik,
yakni 50MJ:50MK. Berikut adalah perameter pebandingan antara perbandingan biodiesel
50MJ:50MK terhadap EN14214 adalah sebagai berikut
Tabel 4.10 Perbandingan Kualitas Biodiesel 50MJ:50MK Menurut Hasil Penelitian dengan
Standar EN 14214
No. Uji Kualitas Biodiesel Standar EN-14214
Hasil Penelitian
50% MJ:50% MK
1 Gliserol Total (%-w)
Max. 0,25 0,23
2 Acid Value (mg KOH/g)
Max. 0,5 0,21
3
Saponification Value Max. 230 98,41
4
Water Content (ppm) Max.500 0,56
5
Ester Content (%-w) Min. 96,5 97,81
Dari tabel 4.10 di atas memperlihatkan bahwa kualitas biodiesel dari mixed minyak 50MJ:50MK
terhadap parameter biodiesel sesuai dengan standar EN 14214. Berdasarkan gliserol total dan ester
konten terlihat bahwa hasil penelitian biodiesel 50MJ:50MK mendekati batas parameter EN 14214
karena perhitungan pada analisa ester konten tersebut dipengaruhi oleh nilai gliserol total yang
48
dihasilkan oleh biodiesel. Sedangkan pada analisa angka asam, angka sabun, dan water content
memperlihatkan nilai yang jauh lebih kecil dari nilai yang telah ditetapkan EN 14214 maka masih
bisa dikatakan bahwa kandungan biodiesel dari 50MJ:50MK sudah sesuai dengan standar EN
14214. Dari parameter tersebut dapat dikatakan bahwa penambahan komposisi 50% (%-v/v)
minyak kelapa terhadap 50% (%-v/v) minyak jelantah dapat mempengaruhi kualitas biodesel yang
dihasilkan.
48
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Minyak jelantah dan minyak kelapa merupakan salah satu bahan baku untuk memproduksi
biodiesel. Biodiesel ini bermanfaat sebagai bahan bakar yang dapat digunakan oleh industri
pertambangan sesuai dengan peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya dan Mineral No.32
Tahun 2008 terhadap kewajiban pemakaian B20 sebagai campuran bahan bakar minyak sejak
bulan Januari 2016.Adapun kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Dengan menggunakan mixed minyak antara minyak jelantah dan minyak kelapa untuk
menghasilkan biodiesesl, didapatkan yield yang terbaik sebesar 96,6511% dengan komposisi
minyak jelantah dan minyak kelapa 75MJ:25MK dan 25MJ:75MK.
2. Dari penelitian ini diperoleh nilai gliserol total sebesar 0,23% dari komposisi 50% minyak
jelantah dan 50% minyak kelapa (50MJ:50MK) (sesuai dengan standar EN14214).
5.2 Saran
Untuk menggunakan pelarut metanol sebaiknya diperlukan variasi range yang berbeda
jauh, mengingat bahwa pada penelitian ini range antara koposisi pelarut metanol.
5.2 Saran
Untuk mengoptimasi penggunaan pelarut metanol sebaiknya diperlukan variasi range yang
berbeda jauh, mengingat bahwa pada penelitian ini range antara koposisi pelarut metanol.
Disamping itu juga diperlukan teknik atau bahan baku lain untuk proses pemurnian produk
biodiesel, karena pada penelitian masih menggunakan proses washing yang dapat menurunkan
yield biodiesel.
.
49
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, B., Keehfuss, S. dan Pettit, B. 2008. Biodiesel: Corst and Reactant Comparison. The Evergreen State
College.
Bamgboye, A. I. dan Hansen, A. C. 2007. Prediction of Cetane Number of Biodiesel Fuel Form the Fatty Acid
Methyl Ester (FAME) Composition. International Agrophysics, 22, 21-29.
Berchmans, H. J. dan Hirata, S. 2008. Biodiesel production from crude Jatropha curcas L. seed oil with a high
content of free fatty acids. Bioresource Technology, 99, 1716-1721.
Borges, M. E. dan DΓ­az, L. 2012. Recent developments on heterogeneous catalysts for biodiesel production by oil
esterification and transesterification reactions: A review. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 16,
2839-2849.
Chalid, S. Y., Muawanah, A. dan Jubaedah, I. 2008. Analisa Radikal Bebas Pada Minyak Goreng Pedagang
Gorengan Kaki Lima. Valensi, 1, 85.
Daniyan, I. A., Adeodu, A. O., Dada, O. M. dan Adewumi, D. F. 2015. Effects of Reaction Time on Biodiesel Yield.
Journal of Bioprocessing and Chemical Engineering, 1.
Darmanto, S. dan Sigit, I. 2006. Analisa Biodiesel Minyak Kelapa Sebagai Bahan Bakar Alternatif Minyak Diesel.
4, 64.
Demirbas, A. 2007. Biodiesel from sunflower oil in supercritical methanol with calcium oxide. Energy Conversion
and Management, 48, 937-941.
Diaz, R. S. 1990. Coconut for Clean Air, Manila, Philippines, I. A. Asian Institute of Petroleu Studies
Elisabeth, J. dan Haryati, T. 2001. Biodiesel Sawit: Bahan Bakar Alternatif Ramah Lingkungan. Warta Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, 23.
Europe, I. E. 2006. Overview and Recommendations on Biofuel Standard for Transport in The EU. Project Biofuel
Market Place. Munchen, Germany: Dominik Rutz
Rainer Jenssen.
Fife, B. 2006. Coconut Oil for Clean Air: Mention A Number of Technical Specification and Issues. Healthy Ways
Newsletter Email Edition, 3.
Gerpen, J. a. V. 1996. Cetane Number Testing of Biodiesel. Prociding 3rd Conf. ASAE Liquid Fuel.
Hariska, A. 2012. Pengaruh Metanol dan Katalis pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah Secara Esterifikasi
dengan Menggunakan Katalis K2CO3 Teknik Kimia, 18, 1-9.
Hayyan, A., Hashim, M. A., Hayyan, M. dan Qing, K. G. 2014. Biodiesel Production from Acidic Crude Palm Oil
Using Perchloric Acid. Energy Procedia, 61, 2745-2749.
Hedartomo, T. 2006. Pemanfaatan Minyak dari Tumbuhan untuk Pembuatan Biodiesel, Yogyakarta.
Hutami, R., Haryati, W., Amalia, U., Rachmani, I. D., H., N. T. dan Wirasuwandi 2012. Analisa Komponen Asam
Lemak Dalam Minyak Goreng dengan Instrumen GC-MS. Institut Pertanian Bogor, 11.
Jincheng Ding, B. H., And Jianxin Li 2011. Biodiesel Production from Acified Oils via Supercritical Methanol.
Energies.
50
Kumar, G., Kumar, D., Singh, S., Kothari, S., Bhatt, S. dan Singh, C. P. 2010. Continuous Low Cost
Transesterification Process for the Production of coconut Biodiesel. Energies, 3, 43-56.
Kusumaningtiyas, R. D. dan Bachtiar, A. 2011. Sintesisi Biodiesel dari MInyak Biji Karet Dengan Veriasi Suhu dan
Konsentrasi KOH untuk Tahapan Transesterifikasi Bahan Alam Terbarukan, 1, 9-18.
Liebert, M. A. 1987. Final Reort on The Safety Assessment of Oleic Acid, Lauric Acid, Palmitic Acid, Myristic
Acid, And Stearic Acid. Jounal of The American College of Toxicology, 6.
Marchetti, J. M. dan Errazu, A. F. 2010. Biodiesel production from acid oils and ethanol using a solid basic resin as
catalyst. Biomass and Bioenergy, 34, 272-277.
Minry, V. 2011. Indikator Fenolftalein. www.scribd.com.
Permana, S. dan Mulyani, S. 2008. Proses Gliserolisis CPO Menjadi Mono dan Diacyl Gliserol Dengan Pelarut Ter-
Butanol dan Katalis MgO. Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
Raharja, S. dan Dwiyuni, M. 2013. Study on Phsyco-Chemical Characteristic of Virgin Coconut Oil (VCO) Made
by Coconut Milk Cream Freezin Method Departemen Industri Pertanian, 18, 76-78.
Randy, K. 2008. Pengaruh Suhu Waktu Pemanasan Terhadap Kualitas Minyak Kelapa yang Dibuat Dengan Cara
Pemanasan. Institut Teknik Bandung.
Setiawati, E. dan Edwar, F. 2012. Teknologi Pengolahan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan Teknik
Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi. Riset Industri, 6, 117-127.
Setyawardhani, D. A., Distantina, S., Henfiana dan Dwi, A. S. 210. Pembuatan Biodiesel dari Asam Lemak Jenuh
MInyak Biji Karet. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, 1-6.
Sheehan, J., Camobreco, V., Duffield, J., Graboski, M. dan Shapouri, H. 1998. Life cycle inventory of biodiesel and
petroleum diesel for use in an urban bus. Final report. Other Information: Supercedes report DE98005500;
PBD: May 1998; PBD: 1 May 1998.
Sni. 2006. Forum Biodiesel Indonesia.
Su, C.-H. 2013. Recoverable and reusable hydrochloric acid used as a homogeneous catalyst for biodiesel
production. Applied Energy, 104, 503-509.
Sugiono, A. 2008. Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Mengurangi Dampak Pemanasan Global. In:
TEKNOLOGI, B. P. D. P. (ed.). Seminar Nasional Kebijakan Pemanfaatan Lahan dalam Menanggulangi
Dampak Pemanasan Global UGM Yogyakarta: Agus Sugiono.
Suirta, I. W. 2009. Preparasi Biodiesel Dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit. Kimia, 3, 1-6.
Syamsidar 2013. Pembuatan dan Uji Kualitas Biodiesel Dari Minyak Jelantah. Teknosains, 7, 209-218.
Tariq, M., Ali, S., Ahmad, F., Ahmad, M., Zafar, M., Khalid, N. dan Khan, M. A. 2011. Identification, FT-IR, NMR
(1H and 13C) and GC/MS studies of fatty acid methyl esters in biodiesel from rocket seed oil. Fuel
Processing Technology, 92, 336-341.
Wannahari dan N., N. M. F. 2012. Reduction of Peroxide Value in Used Palm Cooking Oil Using Bagasse
Adsorbent. American International Journal of Contemporary Research, 2, 188.
Wijaya, K. 2011. Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas. Teknik Kimia, 16, 1-10.
Wulandari, D., Ilham, F., Fitriani, Y., Siswantara, A. I., Nabetani, H. dan Hagiwara, S. 2011. Modification of
Biodiesel Reactor by Using of Triple Obstacle within the Bubble Column Reactor. Conference and
51
Exhibition Indonesia-New and Renewable Energy and Ebergy Conservation (The 3rd Indo EBTK-ConEx
2014), 65, 61-68.

More Related Content

What's hot

Pengembangan produksi minyak serai wangi sebagai bioaditif pada bahan bakar ...
Pengembangan produksi minyak serai wangi sebagai bioaditif  pada bahan bakar ...Pengembangan produksi minyak serai wangi sebagai bioaditif  pada bahan bakar ...
Pengembangan produksi minyak serai wangi sebagai bioaditif pada bahan bakar ...Hendro Baskoro
Β 
JURNAL KIMIA ANDRI TRIANTO 41614110052
JURNAL KIMIA ANDRI TRIANTO 41614110052JURNAL KIMIA ANDRI TRIANTO 41614110052
JURNAL KIMIA ANDRI TRIANTO 41614110052andrieyza
Β 
Penelitian Biodiesel - 2010
Penelitian Biodiesel - 2010Penelitian Biodiesel - 2010
Penelitian Biodiesel - 2010Zuliyana Chem Eng
Β 
Digital 136303 t 23270 analisis life-literatur
Digital 136303 t 23270 analisis life-literaturDigital 136303 t 23270 analisis life-literatur
Digital 136303 t 23270 analisis life-literaturVigor Lazuardi
Β 
makalah pembuatan bioetanol dari jerami padi
makalah pembuatan bioetanol dari jerami padimakalah pembuatan bioetanol dari jerami padi
makalah pembuatan bioetanol dari jerami padiAnanda Magfirah
Β 
Recovery Metanol 2009
Recovery Metanol 2009Recovery Metanol 2009
Recovery Metanol 2009harwanti
Β 
Kiman siregar b2 01-s3-1-room b for ecobalance seminar_yokohama_22 nov 2012 e...
Kiman siregar b2 01-s3-1-room b for ecobalance seminar_yokohama_22 nov 2012 e...Kiman siregar b2 01-s3-1-room b for ecobalance seminar_yokohama_22 nov 2012 e...
Kiman siregar b2 01-s3-1-room b for ecobalance seminar_yokohama_22 nov 2012 e...Kiman Siregar
Β 
Power point biodiesel
Power point biodieselPower point biodiesel
Power point biodieseldewi_syafriani
Β 
tugas resume jurnal etanol
tugas resume jurnal etanoltugas resume jurnal etanol
tugas resume jurnal etanolAila Yumeko
Β 
01 fix artikel 01 juli 09 - brg - dekomposisi tongkol jagung secara termoki...
01 fix artikel 01  juli 09  - brg - dekomposisi tongkol jagung secara termoki...01 fix artikel 01  juli 09  - brg - dekomposisi tongkol jagung secara termoki...
01 fix artikel 01 juli 09 - brg - dekomposisi tongkol jagung secara termoki...Eka Novitasari
Β 
ppt pembuatan bioetanol dari jerami padi
ppt pembuatan bioetanol dari jerami padippt pembuatan bioetanol dari jerami padi
ppt pembuatan bioetanol dari jerami padiAnanda Magfirah
Β 
Ampas Sagu
Ampas SaguAmpas Sagu
Ampas SaguPT. RAPP
Β 
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFBRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFRepository Ipb
Β 

What's hot (17)

Pengembangan produksi minyak serai wangi sebagai bioaditif pada bahan bakar ...
Pengembangan produksi minyak serai wangi sebagai bioaditif  pada bahan bakar ...Pengembangan produksi minyak serai wangi sebagai bioaditif  pada bahan bakar ...
Pengembangan produksi minyak serai wangi sebagai bioaditif pada bahan bakar ...
Β 
JURNAL KIMIA ANDRI TRIANTO 41614110052
JURNAL KIMIA ANDRI TRIANTO 41614110052JURNAL KIMIA ANDRI TRIANTO 41614110052
JURNAL KIMIA ANDRI TRIANTO 41614110052
Β 
Penelitian Biodiesel - 2010
Penelitian Biodiesel - 2010Penelitian Biodiesel - 2010
Penelitian Biodiesel - 2010
Β 
Digital 136303 t 23270 analisis life-literatur
Digital 136303 t 23270 analisis life-literaturDigital 136303 t 23270 analisis life-literatur
Digital 136303 t 23270 analisis life-literatur
Β 
Praktikum 3
Praktikum 3Praktikum 3
Praktikum 3
Β 
Makalah etanol
Makalah etanol Makalah etanol
Makalah etanol
Β 
makalah pembuatan bioetanol dari jerami padi
makalah pembuatan bioetanol dari jerami padimakalah pembuatan bioetanol dari jerami padi
makalah pembuatan bioetanol dari jerami padi
Β 
Recovery Metanol 2009
Recovery Metanol 2009Recovery Metanol 2009
Recovery Metanol 2009
Β 
Kiman siregar b2 01-s3-1-room b for ecobalance seminar_yokohama_22 nov 2012 e...
Kiman siregar b2 01-s3-1-room b for ecobalance seminar_yokohama_22 nov 2012 e...Kiman siregar b2 01-s3-1-room b for ecobalance seminar_yokohama_22 nov 2012 e...
Kiman siregar b2 01-s3-1-room b for ecobalance seminar_yokohama_22 nov 2012 e...
Β 
Power point biodiesel
Power point biodieselPower point biodiesel
Power point biodiesel
Β 
tugas resume jurnal etanol
tugas resume jurnal etanoltugas resume jurnal etanol
tugas resume jurnal etanol
Β 
01 fix artikel 01 juli 09 - brg - dekomposisi tongkol jagung secara termoki...
01 fix artikel 01  juli 09  - brg - dekomposisi tongkol jagung secara termoki...01 fix artikel 01  juli 09  - brg - dekomposisi tongkol jagung secara termoki...
01 fix artikel 01 juli 09 - brg - dekomposisi tongkol jagung secara termoki...
Β 
ppt pembuatan bioetanol dari jerami padi
ppt pembuatan bioetanol dari jerami padippt pembuatan bioetanol dari jerami padi
ppt pembuatan bioetanol dari jerami padi
Β 
minyak nabati
minyak nabatiminyak nabati
minyak nabati
Β 
Bio ethanol
Bio ethanolBio ethanol
Bio ethanol
Β 
Ampas Sagu
Ampas SaguAmpas Sagu
Ampas Sagu
Β 
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFBRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
Β 

Viewers also liked

Proposal ta wahyu satria-old
Proposal ta wahyu satria-oldProposal ta wahyu satria-old
Proposal ta wahyu satria-oldwahyuddin S.T
Β 
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannyaDr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannyawahyuddin S.T
Β 
Bab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updated
Bab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updatedBab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updated
Bab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updatedwahyuddin S.T
Β 
50773875 kinetika-kimia
50773875 kinetika-kimia50773875 kinetika-kimia
50773875 kinetika-kimiaDianira Maengkom
Β 
certificate IV
certificate IVcertificate IV
certificate IVshree bhurtel
Β 
05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt
05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt
05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-pptwahyuddin S.T
Β 
Beasiswa unggulan masyarakat berprestasi kemdikbud (s1, s2, s3)
Beasiswa unggulan masyarakat berprestasi kemdikbud (s1, s2, s3)Beasiswa unggulan masyarakat berprestasi kemdikbud (s1, s2, s3)
Beasiswa unggulan masyarakat berprestasi kemdikbud (s1, s2, s3)yudiyunika putra
Β 
Toefl wahyuddin universitas lambung mangkurat
Toefl wahyuddin universitas lambung mangkuratToefl wahyuddin universitas lambung mangkurat
Toefl wahyuddin universitas lambung mangkuratwahyuddin S.T
Β 
Curriculum vitae
Curriculum vitae Curriculum vitae
Curriculum vitae wahyuddin S.T
Β 
Materi kinetika-kimia
Materi kinetika-kimiaMateri kinetika-kimia
Materi kinetika-kimiaRanny Rolinda R
Β 
Tugas petrokimia
Tugas petrokimiaTugas petrokimia
Tugas petrokimiawahyuddin S.T
Β 
Judul prarancangan pabrik kimia teknik kimia
Judul prarancangan pabrik kimia  teknik kimia Judul prarancangan pabrik kimia  teknik kimia
Judul prarancangan pabrik kimia teknik kimia wahyuddin S.T
Β 
Dynamic Simulation of Cooling Water Circuit in Aspen HYSYS
Dynamic Simulation of Cooling Water Circuit in Aspen HYSYSDynamic Simulation of Cooling Water Circuit in Aspen HYSYS
Dynamic Simulation of Cooling Water Circuit in Aspen HYSYSWaqas Manzoor
Β 
Calculation of pipeline capacity using steady state and dynamic simulation an...
Calculation of pipeline capacity using steady state and dynamic simulation an...Calculation of pipeline capacity using steady state and dynamic simulation an...
Calculation of pipeline capacity using steady state and dynamic simulation an...Waqas Manzoor
Β 
Dynamic Simulation of an LPG Storage Facility in Aspen HYSYS, along with a pu...
Dynamic Simulation of an LPG Storage Facility in Aspen HYSYS, along with a pu...Dynamic Simulation of an LPG Storage Facility in Aspen HYSYS, along with a pu...
Dynamic Simulation of an LPG Storage Facility in Aspen HYSYS, along with a pu...Waqas Manzoor
Β 
Distillation tutorial in hysys
Distillation tutorial in hysysDistillation tutorial in hysys
Distillation tutorial in hysysWelisson Silva
Β 

Viewers also liked (20)

Cover
CoverCover
Cover
Β 
Proposal ta wahyu satria-old
Proposal ta wahyu satria-oldProposal ta wahyu satria-old
Proposal ta wahyu satria-old
Β 
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannyaDr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
Β 
Pdp jadi
Pdp jadiPdp jadi
Pdp jadi
Β 
Bab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updated
Bab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updatedBab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updated
Bab 8-solusi-pdp-dengan-mbh-updated
Β 
50773875 kinetika-kimia
50773875 kinetika-kimia50773875 kinetika-kimia
50773875 kinetika-kimia
Β 
certificate IV
certificate IVcertificate IV
certificate IV
Β 
05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt
05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt
05 kinetika reaksi-homogen-sistem-batch-ppt
Β 
Beasiswa unggulan masyarakat berprestasi kemdikbud (s1, s2, s3)
Beasiswa unggulan masyarakat berprestasi kemdikbud (s1, s2, s3)Beasiswa unggulan masyarakat berprestasi kemdikbud (s1, s2, s3)
Beasiswa unggulan masyarakat berprestasi kemdikbud (s1, s2, s3)
Β 
Toefl wahyuddin universitas lambung mangkurat
Toefl wahyuddin universitas lambung mangkuratToefl wahyuddin universitas lambung mangkurat
Toefl wahyuddin universitas lambung mangkurat
Β 
Curriculum vitae
Curriculum vitae Curriculum vitae
Curriculum vitae
Β 
Purun ft
Purun   ftPurun   ft
Purun ft
Β 
Materi kinetika-kimia
Materi kinetika-kimiaMateri kinetika-kimia
Materi kinetika-kimia
Β 
Tugas petrokimia
Tugas petrokimiaTugas petrokimia
Tugas petrokimia
Β 
Judul prarancangan pabrik kimia teknik kimia
Judul prarancangan pabrik kimia  teknik kimia Judul prarancangan pabrik kimia  teknik kimia
Judul prarancangan pabrik kimia teknik kimia
Β 
Petrokimia
PetrokimiaPetrokimia
Petrokimia
Β 
Dynamic Simulation of Cooling Water Circuit in Aspen HYSYS
Dynamic Simulation of Cooling Water Circuit in Aspen HYSYSDynamic Simulation of Cooling Water Circuit in Aspen HYSYS
Dynamic Simulation of Cooling Water Circuit in Aspen HYSYS
Β 
Calculation of pipeline capacity using steady state and dynamic simulation an...
Calculation of pipeline capacity using steady state and dynamic simulation an...Calculation of pipeline capacity using steady state and dynamic simulation an...
Calculation of pipeline capacity using steady state and dynamic simulation an...
Β 
Dynamic Simulation of an LPG Storage Facility in Aspen HYSYS, along with a pu...
Dynamic Simulation of an LPG Storage Facility in Aspen HYSYS, along with a pu...Dynamic Simulation of an LPG Storage Facility in Aspen HYSYS, along with a pu...
Dynamic Simulation of an LPG Storage Facility in Aspen HYSYS, along with a pu...
Β 
Distillation tutorial in hysys
Distillation tutorial in hysysDistillation tutorial in hysys
Distillation tutorial in hysys
Β 

Similar to Jurnal

Industri Biodiesel
Industri BiodieselIndustri Biodiesel
Industri Biodieselguest44b0b3
Β 
PPT_CJR_KEL.8_AGROINDUSTRI.pptx
PPT_CJR_KEL.8_AGROINDUSTRI.pptxPPT_CJR_KEL.8_AGROINDUSTRI.pptx
PPT_CJR_KEL.8_AGROINDUSTRI.pptxluciyana1
Β 
Pemanfaatan minyak biji kapuk randu
Pemanfaatan minyak biji kapuk randuPemanfaatan minyak biji kapuk randu
Pemanfaatan minyak biji kapuk randuAkhi Setiawan
Β 
INDUSTRI BIODiESEL.pptx
INDUSTRI BIODiESEL.pptxINDUSTRI BIODiESEL.pptx
INDUSTRI BIODiESEL.pptxAryaYudhaprananta
Β 
Produksi Biodiesel dari Tanaman Jarak Pagar
Produksi Biodiesel dari Tanaman Jarak PagarProduksi Biodiesel dari Tanaman Jarak Pagar
Produksi Biodiesel dari Tanaman Jarak PagarNur Haida
Β 
BIODIESEL-bahan ajar.pdf
BIODIESEL-bahan ajar.pdfBIODIESEL-bahan ajar.pdf
BIODIESEL-bahan ajar.pdfMaryMaryam7
Β 
Poster biodiesel ur 2009
Poster biodiesel ur 2009Poster biodiesel ur 2009
Poster biodiesel ur 2009Fitra Dani
Β 
Setyopratomo
SetyopratomoSetyopratomo
Setyopratomoashari18
Β 
pembuatan Biodiesel dari buah sawit
pembuatan Biodiesel dari buah sawit pembuatan Biodiesel dari buah sawit
pembuatan Biodiesel dari buah sawit Dede Rian Saputra
Β 
Lutfia Miftah Palah_1307619003_Review Jurnal Industri.pdf
Lutfia Miftah Palah_1307619003_Review Jurnal Industri.pdfLutfia Miftah Palah_1307619003_Review Jurnal Industri.pdf
Lutfia Miftah Palah_1307619003_Review Jurnal Industri.pdfLutfiaFalah2
Β 
Teknologi pengolahan biodiesel
Teknologi pengolahan biodieselTeknologi pengolahan biodiesel
Teknologi pengolahan biodieselIbenk Hallen
Β 
5198 12406-1-pb
5198 12406-1-pb5198 12406-1-pb
5198 12406-1-pbJuliMarbun2
Β 
Pengolahan biodiesel (1)
Pengolahan biodiesel (1)Pengolahan biodiesel (1)
Pengolahan biodiesel (1)wahyuddin S.T
Β 
1-2 Pendahuluan dan Komposisi Minyak Nabati.pdf
1-2 Pendahuluan dan Komposisi Minyak Nabati.pdf1-2 Pendahuluan dan Komposisi Minyak Nabati.pdf
1-2 Pendahuluan dan Komposisi Minyak Nabati.pdfssuser359a74
Β 
Tipus produksi cpo 3
Tipus produksi cpo 3Tipus produksi cpo 3
Tipus produksi cpo 3Ebermusic
Β 
Pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit sebagai katalis basa pada reaksi t...
Pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit sebagai katalis basa pada reaksi t...Pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit sebagai katalis basa pada reaksi t...
Pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit sebagai katalis basa pada reaksi t...Lukman
Β 
2296 orchidea-chem-eng-pengaruh molar ratio, jumlah katalis & fa pad transest...
2296 orchidea-chem-eng-pengaruh molar ratio, jumlah katalis & fa pad transest...2296 orchidea-chem-eng-pengaruh molar ratio, jumlah katalis & fa pad transest...
2296 orchidea-chem-eng-pengaruh molar ratio, jumlah katalis & fa pad transest...brawijaya university
Β 
PENGERTIAN DAN PRINSIP TEKNOLOGI RAMAH LINGKUANGAN
PENGERTIAN DAN PRINSIP TEKNOLOGI RAMAH LINGKUANGANPENGERTIAN DAN PRINSIP TEKNOLOGI RAMAH LINGKUANGAN
PENGERTIAN DAN PRINSIP TEKNOLOGI RAMAH LINGKUANGANAlorka 114114
Β 
Pemanfaatn minyak lantung sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel
Pemanfaatn minyak lantung sebagai bahan bakar alternatif mesin dieselPemanfaatn minyak lantung sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel
Pemanfaatn minyak lantung sebagai bahan bakar alternatif mesin dieselKamal Ghazali II
Β 

Similar to Jurnal (20)

Industri Biodiesel
Industri BiodieselIndustri Biodiesel
Industri Biodiesel
Β 
PPT_CJR_KEL.8_AGROINDUSTRI.pptx
PPT_CJR_KEL.8_AGROINDUSTRI.pptxPPT_CJR_KEL.8_AGROINDUSTRI.pptx
PPT_CJR_KEL.8_AGROINDUSTRI.pptx
Β 
Pemanfaatan minyak biji kapuk randu
Pemanfaatan minyak biji kapuk randuPemanfaatan minyak biji kapuk randu
Pemanfaatan minyak biji kapuk randu
Β 
INDUSTRI BIODiESEL.pptx
INDUSTRI BIODiESEL.pptxINDUSTRI BIODiESEL.pptx
INDUSTRI BIODiESEL.pptx
Β 
Produksi Biodiesel dari Tanaman Jarak Pagar
Produksi Biodiesel dari Tanaman Jarak PagarProduksi Biodiesel dari Tanaman Jarak Pagar
Produksi Biodiesel dari Tanaman Jarak Pagar
Β 
BIODIESEL-bahan ajar.pdf
BIODIESEL-bahan ajar.pdfBIODIESEL-bahan ajar.pdf
BIODIESEL-bahan ajar.pdf
Β 
Poster biodiesel ur 2009
Poster biodiesel ur 2009Poster biodiesel ur 2009
Poster biodiesel ur 2009
Β 
Setyopratomo
SetyopratomoSetyopratomo
Setyopratomo
Β 
pembuatan Biodiesel dari buah sawit
pembuatan Biodiesel dari buah sawit pembuatan Biodiesel dari buah sawit
pembuatan Biodiesel dari buah sawit
Β 
Lutfia Miftah Palah_1307619003_Review Jurnal Industri.pdf
Lutfia Miftah Palah_1307619003_Review Jurnal Industri.pdfLutfia Miftah Palah_1307619003_Review Jurnal Industri.pdf
Lutfia Miftah Palah_1307619003_Review Jurnal Industri.pdf
Β 
Teknologi pengolahan biodiesel
Teknologi pengolahan biodieselTeknologi pengolahan biodiesel
Teknologi pengolahan biodiesel
Β 
5198 12406-1-pb
5198 12406-1-pb5198 12406-1-pb
5198 12406-1-pb
Β 
Pengolahan biodiesel (1)
Pengolahan biodiesel (1)Pengolahan biodiesel (1)
Pengolahan biodiesel (1)
Β 
1-2 Pendahuluan dan Komposisi Minyak Nabati.pdf
1-2 Pendahuluan dan Komposisi Minyak Nabati.pdf1-2 Pendahuluan dan Komposisi Minyak Nabati.pdf
1-2 Pendahuluan dan Komposisi Minyak Nabati.pdf
Β 
Tipus produksi cpo 3
Tipus produksi cpo 3Tipus produksi cpo 3
Tipus produksi cpo 3
Β 
Pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit sebagai katalis basa pada reaksi t...
Pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit sebagai katalis basa pada reaksi t...Pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit sebagai katalis basa pada reaksi t...
Pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit sebagai katalis basa pada reaksi t...
Β 
2296 orchidea-chem-eng-pengaruh molar ratio, jumlah katalis & fa pad transest...
2296 orchidea-chem-eng-pengaruh molar ratio, jumlah katalis & fa pad transest...2296 orchidea-chem-eng-pengaruh molar ratio, jumlah katalis & fa pad transest...
2296 orchidea-chem-eng-pengaruh molar ratio, jumlah katalis & fa pad transest...
Β 
PENGERTIAN DAN PRINSIP TEKNOLOGI RAMAH LINGKUANGAN
PENGERTIAN DAN PRINSIP TEKNOLOGI RAMAH LINGKUANGANPENGERTIAN DAN PRINSIP TEKNOLOGI RAMAH LINGKUANGAN
PENGERTIAN DAN PRINSIP TEKNOLOGI RAMAH LINGKUANGAN
Β 
832 1652-1-sm
832 1652-1-sm832 1652-1-sm
832 1652-1-sm
Β 
Pemanfaatn minyak lantung sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel
Pemanfaatn minyak lantung sebagai bahan bakar alternatif mesin dieselPemanfaatn minyak lantung sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel
Pemanfaatn minyak lantung sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel
Β 

More from wahyuddin S.T

Prarancangan pabrik asam adipat dengan proses oksidasi dari
Prarancangan pabrik asam adipat dengan proses oksidasi dariPrarancangan pabrik asam adipat dengan proses oksidasi dari
Prarancangan pabrik asam adipat dengan proses oksidasi dariwahyuddin S.T
Β 
Transkrip nilai dan sertifikat2
Transkrip nilai dan sertifikat2Transkrip nilai dan sertifikat2
Transkrip nilai dan sertifikat2wahyuddin S.T
Β 
Transkrip akademik word
Transkrip akademik wordTranskrip akademik word
Transkrip akademik wordwahyuddin S.T
Β 
Surat pernyataan
Surat pernyataanSurat pernyataan
Surat pernyataanwahyuddin S.T
Β 
Supermente wahyuddin universitas lambung mangkurat
Supermente wahyuddin universitas lambung mangkuratSupermente wahyuddin universitas lambung mangkurat
Supermente wahyuddin universitas lambung mangkuratwahyuddin S.T
Β 
Sukses terbesar dalam hidupku
Sukses terbesar dalam hidupkuSukses terbesar dalam hidupku
Sukses terbesar dalam hidupkuwahyuddin S.T
Β 
Motivation letter
Motivation letterMotivation letter
Motivation letterwahyuddin S.T
Β 
Kontribusiku untuk indonesia
Kontribusiku untuk indonesiaKontribusiku untuk indonesia
Kontribusiku untuk indonesiawahyuddin S.T
Β 
95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...
95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...
95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...wahyuddin S.T
Β 
Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Pemanfaatan kulit batang gemor 2Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Pemanfaatan kulit batang gemor 2wahyuddin S.T
Β 
k,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energi
k,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energik,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energi
k,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energiwahyuddin S.T
Β 
Bdf pilot project okt'14
Bdf pilot project okt'14Bdf pilot project okt'14
Bdf pilot project okt'14wahyuddin S.T
Β 
1.4.7 bdf plant general layout plan (updated 27 apr 2010)
1.4.7 bdf plant general layout plan (updated 27 apr 2010)1.4.7 bdf plant general layout plan (updated 27 apr 2010)
1.4.7 bdf plant general layout plan (updated 27 apr 2010)wahyuddin S.T
Β 
Udah putusin aja
Udah putusin ajaUdah putusin aja
Udah putusin ajawahyuddin S.T
Β 
Chemical reaction engineering
Chemical reaction engineeringChemical reaction engineering
Chemical reaction engineeringwahyuddin S.T
Β 
Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1
Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1
Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1wahyuddin S.T
Β 

More from wahyuddin S.T (20)

Prarancangan pabrik asam adipat dengan proses oksidasi dari
Prarancangan pabrik asam adipat dengan proses oksidasi dariPrarancangan pabrik asam adipat dengan proses oksidasi dari
Prarancangan pabrik asam adipat dengan proses oksidasi dari
Β 
Transkrip nilai dan sertifikat2
Transkrip nilai dan sertifikat2Transkrip nilai dan sertifikat2
Transkrip nilai dan sertifikat2
Β 
Transkrip akademik word
Transkrip akademik wordTranskrip akademik word
Transkrip akademik word
Β 
Surat pernyataan
Surat pernyataanSurat pernyataan
Surat pernyataan
Β 
Supermente wahyuddin universitas lambung mangkurat
Supermente wahyuddin universitas lambung mangkuratSupermente wahyuddin universitas lambung mangkurat
Supermente wahyuddin universitas lambung mangkurat
Β 
Sukses terbesar dalam hidupku
Sukses terbesar dalam hidupkuSukses terbesar dalam hidupku
Sukses terbesar dalam hidupku
Β 
Rencana studi
Rencana studiRencana studi
Rencana studi
Β 
Motivation letter
Motivation letterMotivation letter
Motivation letter
Β 
Kontribusiku untuk indonesia
Kontribusiku untuk indonesiaKontribusiku untuk indonesia
Kontribusiku untuk indonesia
Β 
95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...
95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...
95652732 major-losses-adalah-kerugian-pada-aliran-dalam-pipa-yang-disebabkan-...
Β 
Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Pemanfaatan kulit batang gemor 2Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Β 
k,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energi
k,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energik,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energi
k,;Optimalisasi limbah serbuk kayu menjadi bioetanol sebagai energi
Β 
Kemiri sunan
Kemiri sunanKemiri sunan
Kemiri sunan
Β 
Bdf pilot project okt'14
Bdf pilot project okt'14Bdf pilot project okt'14
Bdf pilot project okt'14
Β 
Amdal ppt
Amdal pptAmdal ppt
Amdal ppt
Β 
1.4.7 bdf plant general layout plan (updated 27 apr 2010)
1.4.7 bdf plant general layout plan (updated 27 apr 2010)1.4.7 bdf plant general layout plan (updated 27 apr 2010)
1.4.7 bdf plant general layout plan (updated 27 apr 2010)
Β 
Udah putusin aja
Udah putusin ajaUdah putusin aja
Udah putusin aja
Β 
No
NoNo
No
Β 
Chemical reaction engineering
Chemical reaction engineeringChemical reaction engineering
Chemical reaction engineering
Β 
Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1
Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1
Kinkat --bank-soal-dan-penyelesaian1
Β 

Recently uploaded

ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
Β 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
Β 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
Β 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
Β 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
Β 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
Β 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
Β 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
Β 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
Β 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
Β 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
Β 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
Β 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
Β 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
Β 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
Β 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
Β 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
Β 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
Β 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
Β 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
Β 

Recently uploaded (20)

ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
Β 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
Β 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Β 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
Β 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
Β 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
Β 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
Β 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Β 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Β 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Β 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
Β 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Β 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
Β 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Β 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
Β 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Β 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
Β 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
Β 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
Β 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Β 

Jurnal

  • 1. 19 ABSTRACT Coconut oil is normally produced as cooking oil in some areas in Indonesia. However, palm oil mostly produced by industries as vegetable/cooking oil. Waste cooking oil from palm oil becomes a big problem in the environment, and creates pollution. This research aims to use waste cooking oil to produce biodiesel by mixing waste cooking oil and coconut oil. Those mixed oils become raw materials for this process. The composition of the mixtures are 100MJ: 0MK; 75MJ: 25MK; 50MJ: 50MK; 25MJ: 75MK; and 0MJ: 100MK (% v / v of waste cooking oil (MJ) and coconut oil (MK)).The total of 200 mL oil mixtures was used for the esterification process with methanol composition were 38%; 30%; 28%;19% and trans-esterification were 18%; 19%; 20%; 21%; 23%; 25%. Esterification reaction was using the 0,5% H2SO4 as a catalyst, while transesterification was using 0.9% KOH as catalyst. The transesterification process of biodiesel was using two step process by mixing KOH and methanol (75% (w/v) for the 1st step and 25% (w/v) for the 2nd step). The yield of biodiesel this research were: 100MJ: 0MK (92,65%; 92,15%; 93,65%), 75MJ: 25MK (93,15%; 96,65%), 50MJ: 50MK (96,15%; 95,11%; 86,65%), 25MJ: 75MK (98,65%;96,65%) and 100MK: 0MJ (82.65%).Furthermore, the total glycerol values were 100MJ:0MK (0.19%), 75MJ: 25MK (0.21%), 50MJ:50MK (0.23%) 25MJ: 25MK (0.22%) and 100MK:0MJ (0.26%). EN14214 standard shows that the best composition of mixtured oils was 50MJ:50MK. Then, the total glycerol was 0.23% (60-70 minutes for the esterification and transesterification reaction). Acid number value was 0.2117, saponification number was 198.41; ester content was 98.163% and water content was 0.56 ppm. The FAME component of biodiesel 50MJ:50MK was the most Nonanoic acid,methyl ester (C15H20O2) (37,79%) by GC/MS analysis . Keyword: coconut oil, waste cooking oil, biodiesel, FFA, triglyceride, total glycerol. INTRODUCTION Diesel oil of material fossils is unrenewable energy, because it is used increasing by industrialization and growth population. The one of way for that situation is limiting dependency for diesel of material fossils with using fuel oils by vegetable, called name is the biodiesel (Darmanto and Sigit, 2006). The biodiesel has mostly ester component by vegetables and other animals. They can be used as renewable energy for a diesel machine. Bahan bakar minyak yang berbahan baku fosil tergolong bahan bakar yang tidak terbarukan (unreneweable energy). Penggunaan bahan bakar minyak yang terus-menerus meningkat merupakan akibat dari pertumbuhan penduduk dan industri. Sehingga mengakibatkan cadangan minyak bumi semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak bumi tersebut, salah satu caranya adalah dengan memproduksi bahan bakar biodiesel yang bahan bakunya diperoleh dari tumbuhan (Darmanto dan Sigit, 2006). Biodiesel merupakan bahan bakar yang mengandung senyawa ester dari tanaman dan lemak hewan. Ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif yang sangat potensial sebagai pengganti solar. The Coconut oil is a kind of vegetables has component of one glycerin unit and others fatty acids. It has a potential result for making coco methyl ester which used the material of biodiesel process (Darmanto dan Sigit, 2006). However, waste cooking oil form palm oil mostly became pollution, so it has a big problem for environment. Waste cooking oil from palm oil has the most free fatty acid content, so it can be used for other materials of biodiesel process. Free fatty acid from waste cooking oil can to decrease with esterification reaction. The esterification from biodiesel process is using acid, base, or zeolite catalyst (Setiawati dan Edwar, 2012, Wijaya, 2011). Furthermore, waste cooking oil form palm oil has the same characteristic with fuel oil (Syamsidar, 2013). So, it is has to research using its as renewable material for biodiesel process.
  • 2. 20 Kelapa (Cocos nucifera) merupakan jenis tumbuhan yang memilliki satu unit gliserin dan sejumlah asam lemak dalam setiap satu molekul minyak kelapa. Minyak kelapa memiliki potensiuntuk menghasilkan Coco methyl ester yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Darmanto dan Sigit, 2006). Minyak jelantah merupakan minyak sisa hasil penggorengan dan merupakan limbah dan langsung dibuang ke lingkungan. Ini terbukti karena minyak jelantah ini banyak mengandung asam lemak bebas dan radikal bebas yang dapat membahayakan bagi kesehatan. Kandungan asam lemak bebas dapat dikurangi dengan cara esterifikasi asam lemak bebas dengan katalis asam homogen, seperti asam sulfat atau katalis asamheterogen seperti zeolit atau lempung teraktivasi asam (Setiawati dan Edwar, 2012, Wijaya, 2011). Minyak jelantah mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik yang dimiliki oleh minyak bumi (Syamsidar, 2013). Hal ini tentunya jika diteliti lebih lanjut bisa saja ditingkatkan nilai gunanya sehingga minyak jelantah tersebut mampu diproses sehingga menghasilkan bahan baku alternatif untuk pembuatan biodiesel. Kumar’s research was proving the coconut oil for biodiesel process which made efficiently time reaction and chemical material in transesterification process (Kumar dkk., 2010). However, Jincheng’s research was proving waste cooking oil fromhome industrialists can be used biomass for material biodiesel process (Jincheng Ding, 2011). Those researches have only using the coconut oil or the waste cooking oil without mixing its. Then, we believe with mixing coconut oil and waste cooking oil can make the biodiesel. Furthermore, waste cooking oil from one of material biodiesel can help controlling environment systemwill be the best. Menurut penelitian dari Kumar bahwa pemanfaatan minyak kelapa sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah mampu mengefisiensikan waktu dan pemakaian bahan kimia sebagai pelarut dalam proses transesterifikasi (Kumar dkk., 2010). Sedangakan penelitian dari Jincheng Din mengatakan bahwa minyak jelantah sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah berperan dalam memanfaatkan limbah rumah tangga mejadi bahan bakar yang berbasis biomasa (Jincheng Ding, 2011). Berdasarkan penelitian-penelitan tersebut hanya memanfaatkan minyak jelantah dan minyak kelapa saja, sehingga dirasa perlu dilakukan penelitian pembuatan biodiesel dengan cara mencampurkan minyak jelantah dan minyak kelapa. Untuk itu, kami yakin dengan dilakukannya penelitian ini dapat memanfaatkan limbah minyak jelantah serta minyak kelapa yang bisa diolah menjadi salah satu sumber bahan baku dalam memproduksi biodiesel. Sehingga minyak jelantah yang biasanya dibuang ke lingkungan sebagai limbah rumah tangga bisa dimanfaatkan dan ditingkatkan nilai mutunya, selain itu pengelolaan minyak jelantah ini juga akan membantu pengelolaan lingkungan ke arah yang lebih baik. Dengan memanfaatkan minyak jelantah dan minyak kelapa, lingkungan dapat lebih ditingkatkan. LITERATURES Bahan baku biodiesel yang berasal dari pengolahan kelapa sawit berupa CPO (Crude Palm Oil ), RBDPO (refined bleached deodorized palm oil), olein, stearin, dan PFAD (palm fatty acid distillate). Tetapi pemakaian CPO sebagai bahan baku biodiesel sangat bersaing karena CPO digunakan juga untuk pangan, oleh karena itu perlu dicari bahan baku biodiesel yang pemakaiannya tidak bersaing dengan kebutuhan pokok manusia dan harganya murah (Sheehan dkk., 1998, Sugiono, 2008). Salah satu jenis bahan bakar pengganti yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah fatty acid methyl ester atau dikenal dengan nama biodiesel yang merupakan bahan bakar alternatif pada mesin diesel. Biodiesel berasal dari minyak nabati yang dapat diperbaharui, dan dihasilkan secara periodik, serta mudah diperoleh. Selain itu, penggunaan biodiesel memberikan banyak
  • 3. 21 keunggulan, yaitu ramah lingkungan karena bersifat biodegrable dan tidak beracun, emisi polutan berupa hidrokarbon yang tidak terbakar, jelaga hasil pembakaran biodiesel lebih rendah dari pada solar, tidak memperparah efek rumah kaca karena siklus karbon yang terlibat pendek, kandungan energi yang hampir sama dengan kandungan energi petroleum diesel (80% dari kandungan petroleum diesel), serta angka setana lebih tinggi dari pada petroleum diesel (solar), dan penyimpanan mudah karena titik nyala yang rendah (Kusumaningtiyas dan Bachtiar, 2011). Secara global, spesifikasi untuk biodiesel adalah European Standard (EN 14214). Spesifikasi tersebut bisa digunakan untuk Automotive Fuels yang mengandung Fatty Methyl Ester (FAME) untuk mesin dieselBerikut adalah spesifikasi standard EN 14214 sebagai berikut: Tabel 2.1 Standard Biodiesel EN14214 (Europe, 2006) Parameter EN14214 Standard Total acid number (mg KOH/g) max 0.5 Free Gliserol Content (% -w) max 0.02 Monogliseride (% -w) max 0.8 Diglyseride (% -w) max 0.2 Triglyseride (% -w) max 0.2 Total Glyserol Content (% - w) max 0.25 Water content (ppm) max 500 Ester content (% -w) min 96.5 Oxidation stability (hour) min 6 Phosphor content (ppm) max 4 Minyak kelapa memiliki 1 unit gliserin dan sebagian komponen asam lemak dari medium rantai karbon. Medium rantai karbon yang membuat minyak kelapa menjadi unik dari minyak nabati di dunia. Komponen gliserin dari minyak nabati memiliki titik didih yang tinggi untuk mencegah terjadinya penguapan. Namun pada aplikasi biofuel, digunakan komponen asam lemak yang dikonversikan ke dalam senyawa ester. Jika pada minyak nabati dari kelapa dan metanol direaksikan akan menghasilkan Coco Methyl Esther (Coco Biodiesel). Berdasarkan penelitian dari Nihon University of Japan dan Technological University of Philippines, Coco Biodiesel dapat mengurangi emisi NOx 20%, Emission of Particulate Matter (PM) yang dapat direduksi 60% dari sebagian kecil 1% campuran dalam bahan bakar diesel, dan 1 liter dari Coco Biodiesel dalam proses pembakaran dengan bahan bakar diesel dapat meruduksi emisi CO2 dari 3,2 kg. Berdasarkan penelitian dari Southwest Research Institute USA, bahwa 1% Coco Biodiesel yang dicampur dapat meningkatkan pelumasan dari 36% kemampuan pelumas bahan bakar diesel. Coco Biodiesel memiliki jumlah iodin 7-10 dari angka setana 68 dan jumlah iodin 45 untuk angka setana kurang dari 50. Adapun titik didih awal pada Coco Biodiesel adalah 2580F (C8) dan titik didih akhir 6010F (C18) (Diaz, 1990). Minyak goreng yang digunakan secara berulang kali dapat menimbulkan perubahan warna menjadi coklat tua atau hitam dan kemudian dibuang. Karena dengan digunakannya minyak goreng secara berulang-ulang akan menyebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh yang kemudian membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang mengkonsumsinya, yaitu menyebabkan berbagai gejala keracunan. Beberapa penelitian pada binatang melaporkan bahwa gugus peroksida dalam dosis yang besar dapat merangsang terjadinya kanker kolon. Inilah yang menyebabkan mengapa penggunaan minyak jelantah secara berulang-ulang sangat berbahaya bagi kesehatan. Ketika penggunaannya beberapa kali, minyak goreng mengalami perubahan kimia akibat oksidasi dan hidrolisis. Sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada minyak goreng tersebut. Melalui proses-proses tersebut beberapa
  • 4. 22 trigliserida akan terurai menjadi senyawa-senyawa lain, salah satunya Free Fatty Acid (FFA) atau asam lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas inilah yang kemudian akan diesterifikasi dengan metanol menghasilkan biodiesel. Sedangkan kandungan trigliseridanya ditransesterifikasi dengan metanol, yang juga menghasilkan biodiesel dan gliserol. Dengan kedua proses tersebut maka minyak jelantah dapat bernilai tinggi (Suirta, 2009). METHODE Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Proses Program Studi Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat dan Laboratorium Biofuel Komatsu (Nursery Km. 69) di PT Adaro Indonesia, Tanjung, dengan proses utama adalah proses esterifikasi dan transesterifikasi. This research was conducted at the Laboratory of Process Technology Chemical Engineering Program University Mangkurat and Biofuel Laboratory Komatsu ( Nursery Km. 69 ) in PT Adaro Indonesia, Tanjung, the primary process is esterification process and transesterification . 3.1 Instruments and Materials Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah buret, erlenmeyer, erlenmeyer flux, gelas ukur 50 mL; 500 mL; dan 100 mL, separator funnel 250 mL, hotplate stirrer, magnetic stirrer, labu leher tiga, kondensor, minichiller, pipet tetes, ruang asam (v-Fume Hood), neraca balance, termometer, waterbath, membrane vaccuum pump, corong gelas, corong butcher, statif dan klem, dan gelas beaker. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak kelapa, minyak jelantah, metanol 96%, etanol teknis 95%, H2SO4, akuades, KOH-Etanol 0,1085N (Proses pembuatan di Lampiran 4), KOH, KOH Alkoholik (Proses pembuatan di Lampiran 5), chloroform, Asam Asetat Glasial, KI, Asam Periodat, indikator pati, Asam Tiosulfat 0,01004N, kertas saring, indikator phpt, indikator pH, dan aluminium foil. The instruments used in this research is burette, erlenmeyer, erlenmeyer flux, measuring glass 50 mL; 500 mL; and 100 mL separator funnel 250 mL, hotplate stirrer, magnetic stirrer, three neck flask, condenser, minichiller, pipette, the hood ( v - Fume Hood ), analitical balance, thermometer, water bath, membrane vaccuum pump, funnel glass, funnel butcher, stand and the clamps, and beaker glass. The materials used in this research is coconut oil, waste cooking oil, 96 % methanol, 95 % ethanol technical, H2SO4, aquadest, KOH - ethanol 0,1085N (process of making in Appendix 4), KOH, KOH Alcoholics ( process of making the Appendix 5 ), chloroform, Glacial Acetic Acid, KI, periodate acid, starch indicator, 0,01004N Thiosulfate acid , filter paper , phpt indicators , pH indicators , and aluminum foil. Instruments Arrangement Note : 1. Condenser 2. Thermometer 3. three neck flask 4. Stirrer 5. Hotplate
  • 5. 23 Gambar 3.1 Transesterification Instruments Arrangement 3.2 Procedure of Research 3.3 Raw Material Analysis Sebelum dilakukan proses pretreatment dan pengolahan biodiesel terlebih dahulu akan dilakukan proses analisis terhadap bahan baku penelitian. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari minyak goreng bekas dan minyak kelapa yang akan diolah, karena setiap minyak jelantah dan minyak kelapa memiliki karakteristik yang berbeda-beda akibatnya akan berpengaruh pada proses pretreatment bahan baku tersebut. Parameter analisis yang dimaksud adalah angka asam, angka penyabunan, kadar air, dan kandungan FAME yang terdapat dalam bahan baku. Prior to the pretreatment process and biodiesel processing will first do the analysis of raw materials research. The purpose of this analysis is to determine the characteristics of waste cooking oil and coconut oil to be processed , because any waste cooking oil and coconut oil have different characteristics will consequently affect the raw material pretreatment process. Analysis parameter are acid number, saponification number, water content, and FAME content in the raw materials. 3.2.1 Pretreatment Process Minyak kelapa dan minyak jelantah dicampurkan berdasarkan perbandingan %-v/v dalam 200 mL, dengan perbandingan minyak jelantah dan minyak kelapa adalah sebagai berikut: 100:0; 75:25; 50:50; 25:75 dan 0:100. Kemudian campuran minyak diaduk hingga homogen. Setelah itu, dilakukan proses perhitungan kadar %FFA dengan cara campuran minyak diambil 3 gram kemudian ditambahkan dengan etanol teknis 95% yang sudah distandarisasikan dengan volume 50 mL. Kemudian ditambahkan indikator phpt sebanyak 5 tetes dan dititrasi dengan larutan KOH-Etanol 0,1085N sebagai titran untuk menentukan kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam mixed minyak dengan perubahan warna dari bening ke pink. Dilakukan perhitungan %FFA- Palmatic dan %FFA- Oleic karena %FFA, tujuan perhitungan dari kedua kandungan minyak tersebut agar dapat menentukan kandungan FAME di dalam biodiesel. Penambahan indikator phpt bertujuan untuk menentukan bahwa sampel bersifat asam atau basa, jika bersifat asamsampel menjadi bening, sedangkan basa menjadi merah muda (Minry, 2011). Coconut oil and waste cooking oil is mixed based on comparisons % v / v in 200 mL, the ratio of waste cooking oil and coconut oil as follows: 100:0; 75:25; 50:50; 25:75 and 0:100. Then oil mixture is stirred until homogeneou . After that, %FFA contents is calculated by taken 3 grams of the oil mixture. Then added with 95 % technical ethanol 50 mL are standardized. Phpt Indicator is added 5 drops and titrated with KOH - ethanol 0,1085 N as titrant to determine the FFA content in the mixing oil with a color change from clear to pink. The addition of phpt indicator aims to determine that the sample is acidic or base, if the samples is acidic becames clear, whereas the base becomes pink (Minry,2011).
  • 6. 24 3.2.2 Esterification Process Proses esterifikasi dilakukan dengan mencampurkan minyak kelapa, minyak jelantah dan metanol dengan menggunakan katalis asam (H2SO4). Adapun perbandingan volume campuran minyak kelapa dan minyak jelantah sebanyak 200 mL dari perbandingan variasi mixed minyak, sedangkan jumlah katalis yang digunakan 0,5% dari volume campuran minyak kelapa dan minyak jelantah 200 mL dengan variasi penambahan metanol 38% untuk mixed minyak jelantah dan kelapa 100MJ:0MK dan 30% untuk 75MJ:2MK. Kemudian mixed minyak dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang berisi magnetic strirrer dan dicampurkan dengan campuran metanol dan H2SO4 dan dilakukan pemanasan pada suhu 650C dan pengadukan 400 rpm dengan waktu 90 menit untuk perbandingan minyak jelantah dan minyak kelapa 100MJ:0MK dan 60 menit untuk mixed minyak 75MJ:25MK dan kondisi operasi dijaga agar tidak melebihi suhu 650C. Setelah itu, dilakukan proses dekantasi dengan separator funnel selama 60 menit dan langsung diambil sampel sebanyak 3 gram untuk mengetahui %FFA yang baru. Setelah 60 menit, minyak dipisahkan dengan gliserol yang dihasilkan dan volume fase atas dan tengah (phospholipid) dicatat. Hal yang sama juga dilakukan pada komposisi mixed minyak sebagai berikut: Esterification process is mixing coconut oil , waste cooking oil and methanol using acid catalyst (H2SO4). The volume ratio mixture of coconut oil and used cooking oil as much as 200 ml of mixing oil of variation ratio, catalyst used 0.5 % of the volume of a mixture of coconut oil and waste cooking oil 200 mL with the addition of methanol variation is 38 % for mixed waste cooking oil and coconut oil 100MJ : 0MK and 30 % for 75MJ : 25MK . Then oil mixture put in a three-neck flask containing a magnetic strirrer and mixed with a mixture of methanol and H2SO4 and performed heating at a temperature of 650C and stirring 400 rpm with a time of 90 minutes for the comparison of used cooking oil and coconut oil 100MJ : 0MK and 60 minutes for mixed oil 75MJ : 25MK and operating conditions maintained in order not to exceed a temperature of 650C . Thereafter , decantation process is carried out with a separator funnel for 60 minutes and immediately taken a sample of 3 grams to determine the new %FFA . After 60 minutes , the oil separated by glycerol produced and the volume of the upper and middle phases ( phospholipid ) were recorded. The same was done on the composition of the oil mixed as follows : Tabel 3.1 Treatment of oil mixture esterification process Oil mixture (MJ:MK) Methanol (% ) reaction time (minute) 50:50 28 60 25:75 19 60 3.2.3 The Process of transesterfication Pada proses trasesterifikasi dilakukan pada sebuah labu leher tiga pada suhu 650C dengan perputaran 400 rpm. Awalnya, campuran minyak yang ada di bagian atas separator funnel dimasukkan ke dalam labu leher tiga. Adapun pada proses transesterfikasi ini dilakukan dengan katalis basa KOH yang ditimbang 0,9% dari 200mL dan variasi metanol dan waktu ditentukan seperti pada tabel 3.2. Campuran KOH dengan metanol di masukkan ke dalam labu leher tiga sebanyak 75% dari 200 mL pada step 1. Lalu dipanaskan sambil diaduk dengan magnetic stirrer
  • 7. 25 selama waktu yang telah disesuaikan pada tabel 3.2 dan didekantasi selama 15 menit untuk memisahkan metil ester dengan gliserol dan volume fase bawah (gliserol) dicatat. Setelah proses dekantasi metil ester kemudian ditambahakan KOH-Metanol lagi sebanyak 25% di step 2 dari sisa 75% penambahan metanol di step 1 dan dimasukan ke dalam labu leher tiga yang berisi magnetic stirrer untuk dipanaskan dan diaduk dengan suhu 650C, dengan perputaran 400 rpm dalam variabel waktu sesuai dengan tabel 3.2. Kemudian larutan didekantasi lagi dalam waktu 15 menit. Berikut adalah tabel komposisi metanol dan katalis, serta waktu reaksi proses transesterifikasi In the process of transesterification performed on a three-neck flask at a temperature of 650 C with a turnover of 400 rpm. Initially, the oil mixture that is at the top of the separator funnel inserted into the three-neck flask . As for the transesterification process is carried out with a base catalyst KOH were weighed 200ml and 0.9 % of methanol variation and the time was determined as shown in Table 3.2. KOH mixture with methanol put into a three-neck flask as much as 75 % of 200 mL in step 1. Then heated while stirring with a magnetic stirrer during that time was adjusted in Table 3.2 and decanted for 15 minutes to separate the methyl ester with glycerol and volume phase below ( glycerol ) is noted. After the decantation methyl ester was then added KOH - methanol again as much as 25 % in step 2 of the remaining 75 % addition of methanol in step 1 and put into a three-neck flask containing a magnetic stirrer for heated and stirred at a temperature of 650C , with a turnover of 400 rpm in variable time according to table 3.2 . Then the solution was decanted again within 15 minutes . Here is a table of methanol and a catalyst composition , as well as the reaction time the transesterification process. Tabel 3.2 The composition of compounds for transesterification reaction of mixture waste Cooking Oil and Coconut Oil Oil mixture (MJ:MK) Methanol composition (% - v/v) (mL) KOH composition (% -w/v) Reaction time (Menit) 100:0 23 0,9 60 20 0,9 60 18 0,9 60 75:25 23 0,9 60 20 0,9 60 21 0,9 60 50:50 25 0,9 80 25 0,9 70 19 0,9 70 25:75 19 0,9 40 19 0,9 50 0:100 19 0,9 50
  • 8. 26 3.2.4 The Process of purification Proses pemurnian pada penelitian ini dilakukan dengan proses washing dan drying. Metil ester pada fase atas separator funnel dipisah dengan gliserol. Ditambahkan aquadest yang telah dipanaskan di dalam waterbath pada suhu 600C ke dalam separator funnel sebanyak 20 mL. Larutan kemudian dikocok dan didiamkan selama 1 menit sampai terpisah dua fase. Minyak dipisahkan dengan aquadest dan perubahan volume dicatat. Hal yang sama dilakukan kembali dengan penambahan aquadest sampai fase bawah larutan berubah dari kuning keruh menjadi bening dan pH mendekati netral (pH=6). Selanjutnya adalah proses drying dimana minyak yang telah mengandung metil ester dipanaskan dalam gelas beaker selama 20 menit (sampai air dalam minyak menguap) dengan suhu 1500C dan perputaran 300 rpm untuk 75MJ: 25MK. Kemudian didinginkan dalam waktu 1,5 jam. Minyak kemudian disaring dengan menggunakan corong butcher dan membrane vaccuum pump. Dan minyak hasil saringan disimpan di dalam botol sampel. Hal yang sama juga dilakukan pada mixed minyak jelantah: minyak kelapa (100MJ:0MK; 75MJ:25MK; 50MJ:50MK; 25MJ:75MK; 0MJ:100MK). The purification process in this study conducted with the process of washing and drying. Methyl ester in the upper phase separator funnel separated with glycerol. Added distilled water that has been heated in a water bath at a temperature of 600C into a separator funnel as much as 20 mL. The solution was then shaken and left to stand for 1 minute to separate the two phases. Oil is separated with distilled water and the volume change is recorded. The same thing was repeated with the addition of distilled water to the bottom phase of the solution changes from yellow murky become clear and the pH close to neutral (pH = 6). Next is a drying process where the oil that already contains methyl ester was heated in a glass beaker for 20 minutes (until the water-in-oil evaporates) at a temperature of 1500C and a turnover of 300 rpm to 75MJ: 25MK. Then cooled within 1.5 hours. Oil is then filtered using a funnel and membrane butcher vaccuum pump. And oil distillate stored in the sample bottle. The same was done on mixed waste cooking oil: coconut oil (100MJ: 0MK; 75MJ: 25MK; 50MJ: 50MK; 25MJ: 75MK; 0MJ: 100MK). 3.2.5 Analysis Process Hasil sintesis biodiesel diidentifikasi secara kualitatif menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) untuk mengetahui komposisi metil ester pada biodiesel dan FFA. Disamping itu, juga dilakukan analisis kuantitatif karakteristik biodiesel berdasarkan EN-14214 yaitu angka asam, kadar air, angka iodium, angka penyabunan, kandungan fosfor, kandungan sabun, gliserol bebas, gliserol total, monogliserida, digliserida, trigliserida, kandungan ester, dan stabilitas oksidasi. Adapun prosedur dalam setiap analisa adalah sebagai berikut: Results biodiesel synthesis identified qualitatively using Gas Chromatography - Mass Spectroscopy ( GCMS ) to determine the composition of methyl esters in biodiesel and FFA . Besides that , also do the quantitative analysis of the characteristics of biodiesel according to EN - 14214 is the acid number, water content, iodine number, numbers saponification, phosphorus content, the content of soap, glycerol free, glycerol total, monoglycerides, diglycerides, triglycerides, content of ester and oxidation stability, The procedure in each analysis is as follows:
  • 9. 27 3.2.6.1 Total Glycerol Analysis (GT) Analisa Gliserol Total dilakukan di Laboratorium Biofuel Komatsu (Nursery Km. 69) di PT Adaro Indonesia, Tanjung. Analisa ini bertujuan untuk menentukan kandungan FAME pada biodiesel. Total Glycerol Analysis was conducted in Komatsu Biofuel Laboratorium (Nursery Km.69) at PT Adaro Indonesia, Tanjung. This Analysis aim to determine the FAME content in biodiesel 3.2.6.2 Acid value Analysis Analisa Gliserol Total dilakukan di Laboratorium Biofuel Komatsu (Nursery Km. 69) di PT Adaro Indonesia, Tanjung. Proses analisa Acid Value dilakukan dengan cara menimbang 20 gram kemudian ditambahkan dengan etanol teknis 95% yang sudah distandarisasikan dengan volume 50ml. Kemudian ditambahkan indikator phpt sebanyak 5 tetes dan dititrasi dengan larutan Etanol- Chloroform 0,1085N dengan perubahan warna dari bening ke pink. Dilakukan perhitungan Acid Value. Acid value Analysis was conducted at Komatsu Biofuel Laboratorium (Nursery Km. 69) at PT Adaro Indonesia, Tanjung. Acid value analysis process started from weighing 20 grams of samples. And then it was added 50 ml standardized technical ethanol 95%. Afterwards, 5 drops of phpt indicator was added to the mixture and it was then titrated with ethanol chloroformsolution of 0,1085 N with the colour change going from clear to pink. The last step is to calculate the acid value. 3.2.6.3 Saponification Value Analysis Saponification value Analysis was conducted at Komatsu Biofuel Laboratorium(Nursery Km. 69) at PT Adaro Indonesia, Tanjung. 3.2.6.4 GC/MS Analysis GCMS analyisis was carried out in the Laboratory of the faculty of Math and Science faculty University of Gajah Mada Yogyakarta, was done only to 50%MJ:50%MK sample as it had the optimum total glycerol and met EN14214 standard. GC/MS: GCMS-QP2010S SHIMADZU type. 3.2.6.5 Analysis water content Analysis water content was conducted at Process Technology Laboratorium, Chemical Engineering Lambung Mangkurat University.
  • 10. 28 3.4 Research Variable In this biodiesel process, 2 variables where used: a. The Independent variables were % mixture composition (%-v/v) between waste cooking oil and coconut oil 100MJ:0MK; 75MJ:25MK; 50MJ:50MK; dan 0MJ:100MK. Methanol composition (%-v/v) for esterification:38%; 30%; 28%; and 19%, and transesterification: 18%, 19%, 20%, 21%, 23%, and 25%. As well as the duration of tranesterification 40; 50; 60; 70; and 80 minutes b. The dependent variables were mixture composition of coconut oil and waste cooking oil in 200 mL samples, catalyst composition as well as optimum themperature of esterification and transesterffication thas is 65oC.
  • 11. 29 3.5 Blok Diagram Proses Pembuatan Biodiesel KENA DIOLAH PEMBAHASAN Pengukuran % FFA Awal Dari hasil pengamatan bahwa %FFA-Palmatic dan Oleic mixed minyak adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 %FFA Masing-Masing Komponen Mixed Minyak FFA Palmatic FFA Oleic Komposisi (MJ:MK) FFA (% ) Komposisi (MJ:MK) FFA (% ) 100:0 16,434 100:0 18,103 75:25 13,147 75:25 14,482 50:50 8,240 50:50 9,077 25:75 4,352 25:75 4,793 0:100 0,463 0:100 0,510 Ket: MJ=Minyak Jelantah MK= Minyak Kelapa Dari tabel 4.2 di atas menunjukan kandungan %FFA oleic lebih besar dibandingkan dengan %FFA palmatic. Hal ini juga diterangkan oleh Hendartomo, (Hedartomo, 2006) bahwa semakin besar kandungan %FFA oleic yang didapat, semakin besar kandungan lemak tak jenuh pada sampel minyak tersebut. Asam oleic merupakan asam yang dapat diubah menjadi polyester dengan menambahkan metanol, yang memiliki struktur rantai karbon yang sama dengan minyak bumi. Adapun proses yang dapat mengubah asam oleic menjadi polyester tersebut yakni melalui proses esterifikasi. Disamping itu, menurut Liebert (Liebert, 1987) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kandungan asam lemak jenuh yang dominan pada minyak jelantah adalah asam palmatic, sedangkan asam lemak tak jenuh yang dominan pada minyak jelantah adalah oleic, sehingga kandungan palmatic dan oleic menjadi parameter penting dalam menganalisa %FFA mixed minyak. Selain itu, menurut penelitian dari Bamgboye menyebutkan bahwa asam palmitic dan oleic lebih dominan di kelapa sawit. Variasi kandungan palmitic dan oleic yang bervariasi mempengaruhi angka setana dari biodiesel. Adanya penambahan 6% FFA palmitic yang dominan dari biodiesel akan meningkatkan angka setana sebesar 29,30% (Bamgboye dan Hansen, 2007). Sehingga %FFA yang perlu diperhatikan pada penelitian ini adalah perhitungan %FFA oleic karena dimungkinkan akan mempengaruhi angka setana dan komposisi FAME pada methyl ester, adapun range %FFA yang dihasilkan pada penelitian ini 0,5-18% untuk oleic dan 0,4-16% untuk palmitic. Komponen utama pembentukan methyl ester ada pada kandungan asam palmitic dan
  • 12. 30 oleic, ini adalah kombinasi dari jenuh atau tidak jenuhnya asam lemak, dan hal itu juga menentukan meningkat atau menurunnya angka setana karena semakin jenuh kandungan FAME dalam minyak, angka setana semakin besar dan jika terdapat lemak jenuh pada FAME akan mereduksi angka setana pada minyak serta meningkatnya jumlah karbon (Gerpen, 1996). 4.2 Esterifikasi Mixed Minyak Jelantah dan Minyak Kelapa Pada penelitian ini, proses esterifikasi digunakan untuk menurunkan kadar %FFA yang tinggi dari proses pengukuran %FFA mixed minyak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hayan (Hayyan dkk., 2014) bahwa asam sulfat juga merupakan katalis asam sulfat yang umum sebagai katalis dalam esterifikasi karena memiliki nilai cost yang rendah, dengan dosis asam sulfat yang optimum adalah 0,5%. Karena pada dosis tersebut asam sulfat mampu mereduksi kandungan FFA pada mixed minyak dari 20% menjadi kurang dari 2% dalam satu jam (60 menit). Suhu optimum yang digunakan pada reaksi esterifikasi ini adalah 650C, pada suhu tersebut %FFA content dapat direduksi dari 23,2% ke 2% dengan konversi %FFA ke FAME sebesar 93,87% dan juga dapat ditinjau bahwa konversi dari %FFA ke FAME akan menurun seiring meningkatnya suhu reaksi jika lebih dari 600C untuk sampel minyak yang masih berada pada nilai %FFA kurang dari 1%. Pada penelitian ini proses pencampuran antara katalis dengan mixed minyak adalah 400 rpm (Hayyan dkk. , 2014). Karena pada saat 400 rpm terjadi konversi dari %FFA ke FAME sebesar 94% dengan parameter bahwa semakin tinggi perputaran saat reaksi melebihi 400 rpm, maka konversi dari %FFA ke FAME akan menurun (Hayyan dkk. , 2014). Penggunaan rasio metanol yang bervariasi sangat menentukan konversi yang efekstif dalam menghasilkan produk utama biodiesel. Berikut adalah reaksi yang terjadi pada proses esterifikasi biodiesel 𝑅𝐢𝑂𝑂𝐻 (π‘“π‘Žπ‘‘π‘‘π‘¦ π‘Žπ‘π‘–π‘‘) + 𝐢𝐻3 𝑂𝐻 (π‘šπ‘’π‘‘β„Žπ‘Žπ‘›π‘œπ‘™) 𝐻2 𝑆𝑂4 ↔ 𝐢𝐻3 𝐢𝑂𝑂𝑅 (π‘šπ‘’π‘‘β„Žπ‘¦π‘™ π‘’π‘ π‘‘β„Žπ‘’π‘Ÿ) + 𝐻2 𝑂 (π‘€π‘Žπ‘‘π‘’π‘Ÿ) …(4.3) Menurut Jincheng Ding (Jincheng Ding, 2011) dalam artikelnya bahwa proses reaksi esterifikasi berjalan reversibel, maka penggunaan metanol haruslah berlebih untuk mencapai reaksi ke arah produk untuk menghasilkan ester sebagai produk utama. Tetapi pada penelitian ini digunakan variasi % komposisi sampel yang berbeda-beda karena untuk mengetahui seberapa besar %FFA yang dihasilkan terhadap efisiensi waktu dan keefektifan pelarut metanol. Dari penelitian ini didapatkan semakin besar komposisi minyak jelantah dalam sampel, semakin besar penggunaan metanol yang digunakan. Hal ini dikarenakan kandungan %FFA pada minyak jelantah yang tinggi. Adapun pembentukan %FFA yang tinggi dikarenakan proses hidrolisis minyak dengan air maupun proses pemanasan yang tinggi. Berikut adalah hasil dari penurunan %FFA sebelum dan sesudah proses esterifikasi adalah:
  • 13. 31 Gambar 4.1 Konsentrasi %FFA Awal dan Akhir terhadap Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa pada 600C; 400 rpm; 60 menit Dari gambar 4.1 tersebut memungkinkan bahwa reaksi esterifikasi berjalan sempurna. Pada grafik setelah %FFA diturunkan menunjukkan garis flat namun sedikit mengalami fluktuatif karenakan adanya pengaruh komposisi campuran minyak jelantah dan kelapa yang bervariasi. Semakin besar komposisi minyak jelantah semakin besar pula %FFA akhir yang didapat. Minyak jelantah merupakan minyak yang teroksidasi dan memiliki angka peroksida tinggi maka apabila dicampurkan dengan minyak yang baru (dalam hal ini adalah minyak kelapa) maka dapat meningkatkan angka peroksida dari minyak. Tingginya angka peroksida juga berpengaruh terhadap ketengikan (Wannahari dan N., 2012). Dari hasil penelitian ini, %FFA mixed minyak 27%MJ:25%MK memiliki nilai %FFA akhir yang tinggi, sedangkan disaat mixed minyak 50%MJ:50%MK memiliki %FFA akhir yang rendah. Menurut Raharja (Raharja dan Dwiyuni, 2013) dalam jurnalnya bahwa minyak kelapa memiliki kandungan lemak tak jenuh yang stabil, bahkan setelah disimpan selama 1 tahun pada suhu ruangan terbukti tidak mengalami ketengikan walaupun mengandung 9% asam lemak jenuh. Sifat dari minyak kelapa dapat menentukan penurunan %FFA pada bahan baku karenakan kandungan asam lemak pada palmatic dan oleic yang rendah. Adapun rata-rata % penurunan FFA pada penelitian ini didapat adalah 94%. Sehingga hal ini sudah sesuai dengan teori penelitian sebelumnya bahwa saat kondisi perputaran 400 rpm konversi % penurunan FFA yang didapat sebesar 94% (Hayyan dkk. , 2014) Pada penelitian ini, dilakukan proses dekantasi dimana molekul air dan impuritis jatuh ke bawah (lapisan dasar) separator funnel sedangkan methyl ester akan berada pada lapisan atas 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 %FFA Komposisi Mixed Minyak Jelantah : Minyak Kelapa (% -v/v) FFA Awal FFA Akhir
  • 14. 32 karena densitas air dan impuritis lebih besar dari densitas minyak (methyl ester). Disamping itu, prosese esterifikasi selain dapat menurunkan %FFA, juga berfungsi untuk menurunkan kandungan impuritas dan air dalam bahan baku. Berikut adalah grafik hubungan antara komposisi mixed minyak terhadap air+impuritis Gambar 4.3 Hubungan Antara Kandungan Rata-Rata Impurirtis + Air terhadap Komposisi Mixed Minyak Berdasarkan grafik 4.3 di atas menunjukkan bahwa semakin berkurangnya komposisi minyak jelantah dalam mixed minyak, semakin berkurang pula kandungan impuritis dan air yang dihasilkan karena dipengaruhi oleh sifat ketengikan dan oksidasi yang ada di dalam minyak jelantah tersebut. Jika minyak jelantah dicampurkan dengan komposisi minyak kelapa pada komposisi tertentu, maka hasil impuritis dan air yang diperoleh lama kelamaan akan berkurang sehingga methyl ester yang didapatkan semakin besar. Disamping itu, waktu dekantasi juga berpengaruh dalam peningkatan impuritis dan air pada hasil methyl ester. Semakin lama waktu untuk dekantasi semakin besar impuritis dan air yang didapatkan semakin besar. Adanya sifat dari katalis asam sulfat yang higroskopis, maka air dapat diserap oleh asam sulfat dan produk utama yang dihasilkan semakin besar (Hayyan dkk. , 2014). Berikut adalah gambar yang memperlihatkan pemisahan methyl ester dengan air dan impuritas 52 35 35 19 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 100;0 75;25 50;50 25;75 KandunganRata-Rata Impuritis+Air(mL) Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa (%-v/v) Kandungan Rata-Rata Impuritis+Air
  • 15. 33 Gambar 4.4 Proses Dekantasi Methyl Ester Setelah Esterifikasi Produk utama dari esterifikasi adalah methyl ester yang akan dijadikan biodiesel (B100) melalui reaksi transesterifikasi. Berdasarkan gambar grafik 4.1 memperlihatkan pengukuran %FFA setelah esterifikasi memenuhi standar EN14214 dengan %FFA di bawah 1%. Gambar 4.5 Impuritis + Air Dari gambar 4.5 terlihat jelas bahwa impuritis yang dihasilkan lebih besar dari kandungan air. Berdasarkan gambar kandungan air berada di atas dengan warna coklat keruh, sedangkan impuritis berwarna coklat pekat kehitam-hitaman. 4.3 Transesterifikasi Mix Minyak Jelantah dan Minyak Kelapa Transeseterifikasi merupakan reaksi terjadinya pembentukan produk trigliserida, digliserida, dan monogliserida yang termodifikasi ke dalam gliserol (Marchetti dan Errazu, 2010). Proses transesterifikasi pada penelitian ini menggunakan metanol dengan katalis basa (KOH). Separator Funnel Impuritis + Air Methyl Ester Air Impuritis
  • 16. 34 Menurut Chia-Hung Su (Su, 2013) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa katalis basa seperti KOH merupakan jenis katalis yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap asam lemak bebas (FFA) sebagai umpan, akan tetapi secara umum katalis KOH merupakan jenis katalis yang sulit untuk memurnikan produk. Adapun menurut Demirbas (Demirbas, 2007) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa fungsi digunakannya pelarut metanol pada proses transesterifikasi dikarenakan metanol merupakan larutan organik. Ketika direaksikan dengan KOH, metanol memiliki tingkat pH akurat, berat jenis yang ideal, dan titik didih yang rendah pada proses batch (Anderson dkk., 2008). Adapun reaksi dari transesterifikasi pada proses ini adalah seperti pada gambar berikut: Gambar 4.6 Tahap-Tahap Reaksi Transesterifikasi Sumber: (Borges dan DΓ­az, 2012) Pada gambar 4.6 di atas memperlihatkan reaksi transesterifikasi adalah reaksi reversible, dimana produk yang terbentuk di akhir reaksi adalah methyl ester dan gliserol. Pada penelitian ini, reaksi transesterifikasi menggunakan dua step dengan metanol sebagai pelarut yang bervariasi. Tujuan variasi tersebut adalah untuk mengetahui seberapa besar yield yang dihasilkan dari mixed minyak terhadap penggunaan metanol dan waktu terhadap reaksi transesterifikasi. Disamping itu, tujuan divariasikannya waktu pada penelitian ini untuk mengetahui waktu optimumterhadap penggunaan metanol untuk reaksi transesterifikasi. Adapun penambahan katalis KOH pada proses transesterifikasi tetap 0,9% (%-m/v) karena berdasarkan penelitian dari Kumar (Kumar dkk. , 2010) bahwa penambahan katalis optimum untuk menghasilkan yield yang tinggi pada reaksi transesterifikasi dari minyak kelapa adalah sekitar 0,9%-1%. Sedangkan suhu yang paling optimum untuk reaksi transesterifikasi adalah 650C, karena jika lebih dari suhu 650C (titik didih metanol) akan mempercepat pembentukan saponifikasi dari gliserol karena kehadiran dari katalis basa sebelum reaksi metanolisis selesai. Adapun perputaran optimum pada reaksi transesterifikasi adalah 400 rpm (Berchmans dan Hirata, 2008).
  • 17. 35 Reaksi transesterifikasi pada penelitan ini menggunakan 2 step. Menurut Berchmans (Berchmans dan Hirata, 2008) mengatakan bahwa pada reaksi transesterfikasi sebaiknya menggunakan 2 step reaksi, reaksi pada tahap pertama bertujuan sebagai pretreatment untuk mengubah %FFA hasil esterifiksai menjadi minyak (biodiesel). Sedangkan pada tahap kedua untuk mengoptimalkan penggunaan katalis agar FFA yang masih tersisa dalam reaksi dapat dikonversi untuk menghasilkan yield lebih dari 90% (Berchmans dan Hirata, 2008). Adapun pada penelittian ini, metanol-KOH ditambahkan 75% dari 200 mL pada step 1, sedangkan pada step yang ke-2 metanol-KOH ditambahkan 25% dari 200 mL. Pada reaksi transesterifikasi tahap pertama, didapatkan gliserol yang lebih besar dari tahap kedua. Gliserol yang diahsilkan pada step 1 disebut remarks I sedangkan pada step 2 diesebut remarks II Berikut adalah hasil dari sisa reaksi dari remarks gliserol pada adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Remarks Fasa Bawah (Gliserol) Mix Minyak Mix Minyak (MJ:MK) Komposisi Metanol Step 1 (mL) Komposisi Metanol Step 2 (mL) Waktu Reaksi (Menit) Remaks I Fasa Bawah Gliserol (mL) Remaks II Fasa Bawah Gliserol (mL) 100:0 17.25 5,75 60 28 6 15 5 60 29 3 13,5 4,5 60 64 3 75:25 17,25 5,75 60 31 8 15 5 60 31 10 15,75 5,25 60 31,5 3,5 50:50 18,75 6,25 80 33 6,5 18,5 6,25 70 30 7 14,25 (Duplo) 4,75 (Duplo) 70 38 5 25:75 14,25 4,75 40 25 11 14,25 4,75 50 8 24 0:100 14,25 4,75 50 19 20 Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa keefektifan penggunaan metanol dan waktu reaksi mempengaruhi hasil gliserol sebagai reaksi samping transesterfikasi biodiesel. Total gliserol yang terbesar pada komposisi 100MJ:MK adalah 64 mL di remarks I dan 3 mL di remarks II dengan komposisi metanol 13,75 mL pada step 1 dan 4,5 mL pada step 2 dalam waktu 60 menit. Pada 75MJ:25MK didapat total gliserol terbesar pada komposisi metanol 15mL pada step 1 dan 5 mL pada step 2 dalam waktu 60 menit yakni 31 mL di remarks I dan 10 mL di remarks II. Pada
  • 18. 36 50MJ:50MK didapatkan gliserol terbesar 38 mL di remarks I dan 5 mL di remarks II dengan komposisi metanol 14,25 mL di step 1 dan 14,75 mL di step 2 dengan waktu 70 menit. Pada 25MJ:75MK didapatkan gliserol terbesar pada 25 mL di remarks I dan 11 mL pada remarks II dengan komposisi metanol 14,25 mL pada step 1 dan 4,75 step 2 dalam waktu 40 menit. Pada 0MJ:100MK didapatkan gliserol sebesar 19 mL di remarks I dan 20 mL di remarks II dengan komposisi metanol 14,25 mL pada step1 dan 14,75 pada step 2 dalam waktu 50 menit. Pada penelitian ini, terdapat 100MJ:0MK dan 75MJ:25MK yang memiliki waktu reaksi dan komposisi metanol sama, tetapi gliserol yang dihasilkan pada remarks I dan II berbanding terbalik. Dimana remarks I menghasilkan gliserol yang sedikit dibandingkan dengan remarks II. Hal ini dimungkinkan karena pengaruh komposisi minyak kelapa saat bereaksi dengan metanol dan semakin kecil kandungan minyak jelantah pada waktu reaksi transesterifikasi, maka semakin kecil gliserol yang didapatkan pada tahap pertama. Kandungan 50MJ:50MK dan 75MJ:25MK pada penelitian menggunakan dua variasi, yakni variasi komposisi metanol dan variasi waktu, dari hal tersebut dapat diketahui bahwa semakin rendahnya waktu reaksi dan komposisi metanol, semakin tinggi gliserol yang didapat. Penggunaan 50MJ:50MK Duplo sebagai pembanding terhadap reaksi transesterifikasi 0MJ:100MK. Adapun proses pemisahan gliserol dengan dengan methyl ester adalah dengan dekantasi. Gambar 4.8 Proses Dekantasi Methyl Ester dan Gliserol Setelah Transesterifikasi Dari gambar 4.10 terlihat bahwa saat dekantasi methyl ester akan terpisah dengan gliserol. Methyl ester yang berupa produk dari biodiesel ada di bagian atas berwarna coklat, sedangkan gliserol (coklat pekat kehitaman) berada di bawah. 4.4 Pemurnian Biodiesel
  • 19. 37 Pemurnian methyl ester (Biodiesel) setelah reaksi transesterifikasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dan sisa-sisa gliserol yang masih tersisa. Proses pencucian biodiesel pada suhu air 600C untuk menjaga titik didih metanol yang masih terdapat di biodiesel dan mempercepat reaksi. Disamping itu proses settling pada pemurnian biodiesel bertujuan untuk mengurangi gliserol bebas yang masih terikat pada methyl ester (Permana dan Mulyani, 2008). Kemudian proses pemanasan dengan suhu 1030C, yang bertujuan untuk mengurangi kandungan air dari hasil washing. Proses pemurnian terakhir yakni penyaringan untuk menghilangkan zat pengotor dari biodiesel. Pada akhir dari proses pembuatan biodiesel ini adalah pengukuran yield biodiesel. Menurut penelitian dari Demirbas (Demirbas, 2007) bahwa yield yang paling optimum dari proses biodiesel menggunakan katalis homogenous seperti KOH adalah diantara 95% sampai 98%. Berikut adalah hasil yield yang didapatkan dari proses pembuatan biodiesel Tabel 4.6 Yield Biodiesel Mixed Minyak Jelantah dan Minyak Kelapa Mixed Minyak (MJ:MK) Komposisi Metanol (% -v/v) mL Komposisi KOH (% -w/v) gram Volume Akhir Biodiesel (mL) Yield (% ) Waktu Reaksi (Menit) 100:0 23 0,9 182 92,6511 60 20 0,9 181 92,1511 60 18 0,9 184 93,6511 60 75:25 23 0,9 183 93,1511 60 20 0,9 190 96,6511 60 21 0,9 190 96,6511 60 50:50 25 0,9 189 96,1511 80 25 0,9 187 95,1151 70 19 (Duplo) 0,9 (Duplo) 170 86,6511 70 25:75 19 0,9 194 98,6511 40 19 0,9 190 96,6511 50 0:100 19 0,9 162 82,6511 50 Dari tabel 4.6 di atas terdapat yield biodiesel memiliki nilai lebih rendah dari yield optimum biodiesel karena terdapat volume akhir yang memiliki selisih yang besar dari volume awal 200 mL. Ini menjelaskan bahwa semakin rendah volume akhir yang didapat pada biodiesel, semakin rendah yield yang didapatkan pada biodiesel karena dipengaruhi oleh pengurangan volume dari biodiesel ini adalah pada proses pemisahan air dan biodiesel pada washing yang belumsempurna.
  • 20. 38 Adapun grafik hubungan antara komposisi pelarut metanol terhadap yield seperti pada gambar berikut Gambar 4.11 Pengaruh Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa terhadap Komposisi Metanol dan Yield Biodiesel pada Waktu Reaksi 1 Jam dan Komposisi Katalis 0,9% Dari gambar 4.11 menjelaskan bahwa komposisi pelarrut metanol sangat mempengaruhi yield biodiesel yang dihasilkan pada waktu dan komposisi katalis yang sama. Pada komposisi mixed minyak 100MJ:0MK grafik pada komposisi metanol menurun, tetapi pada grafik yield mengalami fluktuatif. Namun pada komposisi metanol pada mixed minyak tersebut mengalami kenaikan pada komposisi tertentu yakni 18 mL, dengan yield 93,6511%. Sedangkan pada mixed minyak 75MJ:25MK terlihat bahwa semakin menurunnya komposisi katalis semakin tinggi yield yang dihasilkan, yakni pada komposisi metanol 20 mL dengan yield sebesar 96,511%. Namun, saat komoposisi metanol dinaikan 21 mL, yield yang dihasilkan adalah tetap 96,511%. Sehingga dimungkinkan bahwa selisih kandungan pelarut metanol dalam 1 mL tidak mempengaruhi kenaikan yield biodiesel. Sedangkan setiap selisih 2 mL kandungan pelarut metanol biodiesel pada mixed minyak dapat mempengaruhi nilai yield biodiesel yang dihasilkan. Disamping itu, dapat diketahui dari grafik tersebut bahwa semakin rendahnya komposisi pelarut metanol terhadap mixed minyak, semakin meningkat nilai yield biodiesel yang dihasilkan yang dikarenakan sifat reaksi trasesterfikasi yang reversibel. Selain itu, pada penelitian ini terdapat komposisi pelarut metanol yang ditetapkan terhadap waktu reaksi yang divariasikan sehingga berpengaruh terhadap hasil yield biodiesel 0 5 10 15 20 25 91 92 93 94 95 96 97 100MJ:0MK 100MJ:0MK 100MJ:0MK 75MJ:25MK 75MJ:25MK 75MJ:25MK KomposisiMetanol(%-v/v)mL Yield(%) Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa (%-v/v) mL Yield Komposisi Metanol
  • 21. 39 (a) Grafik Variasi Komopsisi Mixed Minyak 50MJ:50MK terhadap Yield dan Waktu Reaksi (b) Grafik Variasi Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa terhadap Yield dan Waktu Reaksi Gambar 4.12 Pengaruh Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa terhadap Yield Biodiesel dan Waktu Reaksi pada Komposisi Metanol (25 mL (a) dan 19 mL (b)) serta Komposisi Katalis 0,9% Dari gambar 4.12 diatas menjelaskan bahwa yield reaksi barbanding lurus terhadap waktu reaksi karena semakin besar waktu reaksi pada trasesterifikasi mixed minyak dengan komposisi metanol yang sama, semakin besar pula yield biodiesel yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan jika waktu yang 68 70 72 74 76 78 80 82 96.09 96.1 96.11 96.12 96.13 96.14 96.15 96.16 50MJ:50MK 50MJ:50MK WaktuReaksi(Menit) Yield(%) Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kealapa (% -v/v) mL Waktu Reaksi Yield 0 10 20 30 40 50 60 70 80 86 88 90 92 94 96 98 100 25MJ:75MK 25MJ:75MK 100MJ:0MK 50MJ:50MK WaktuReaksi(Menit) Yield(%) Komposisi Mixed Minyak Jelantah: Minyak Kelapa (% -v/v) mL Yield Waktu Reaksi
  • 22. 40 diberikan semakin besar, maka kontak antar molekul mixed minyak terhadap pelarut metanol semakin lama dan hal ini dapat meningkatkan nilai yield biodiesel (Daniyan dkk., 2015). 4.5 Analisa Kandungan Biodiesel 4.5.1 Analisa Gliserol Total Analisa gliserol total merupakan analisa yang sangat penting untuk mengetahui kandungan gliserol yang masih terkandung di biodiesel. Menurut Permana (Permana dan Mulyani, 2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya reaksi biodiesel dalam transesterfikasi adalah tergantung pada kandungan gliserol di dalamnya, semakin kecil gliserol total yang didapat semakin besar kesempurnaan reaksi transesterifikasi untuk biodiesel. Berikut adalah hasil analisa gliserol total yang didapat pada penelitian ini Tabel 4.7 Hasil Analisa Gliserol Total Biodiesel Mixed Minyak Jelantah dan Minyak Kelapa Mix Minyak (MJ:MK) Volume Blanko (mL) Volume Titran (mL) Waktu Reaksi Trnasesterifikasi (Menit) Hasil Analisa Gliserol Total (% ) 100:0 60,3 50,65 60 0,20 68,8 59,6 60 0,19 68,8 57,2 60 0,24 75:25 60,3 49,3 60 0,23 68,8 56,9 60 0,24 68,8 58,3 60 0,21 50:50 58,1 45,1 80 0,27 58,1 47,3 70 0,23 58,1 (Duplo) 46,1 (Duplo) 70 0,25 25:75 58,1 43,7 40 0,30 58,1 47,5 50 0,22 0:100 58,1 45,5 50 0,26 Dari tabel 4.7 di atas memperlihatkan sebagian besar hasil analisa gliserol mengalami fluktuatif. Hal ini disebabkan semakin besar selisih antara volume blanko dan titran, semakin besar pula analisa gliserol yang didapatkan. Berdasarkan standar analisa gliserol total standar EN 14214 bahwa kandungan gliserol yang bagus untuk biodiesel adalah ≀ 0,25%. Dari sebagian besar analisa gliserol yang didapatkan adalah di bawah 0,25%. Sehingga sudah sesuai dengan standar EN14214. Berikut adalah gambar grafik hubungan antara proses transesterifiakasi, % FFA akhir, dan metanol transesterifikasi adalah sebagai berikut:
  • 23. 41 (c) Hasil Percobaan Ke-1 (d) Hasil Percobaan Ke-2 0.20 0.23 0.27 0.30 0.26 0.00 0.04 0.08 0.12 0.16 0.20 0.24 0.28 0.32 0 4 8 12 16 20 24 28 100;0 75;25 50;50 25:75 0;100 GliserolTotal(mL) MetanolTransesterifikasi(mL) Komposisi Mixed Minyak Jelantah:Minyak Kelapa Gliserol Total 0.19 0.25 0.23 0.22 0.00 0.04 0.08 0.12 0.16 0.20 0.24 0.28 0.32 0 4 8 12 16 20 24 28 100;0 75;25 50;50 25:75 GliserolTotal(mL) MetanolTransesterifikasi(mL) Komposisi Mixed Minyak Jelantah:Minyak Kelapa Gliserol Total
  • 24. 42 (e) Hasil Percobaan Ke-3 Gambar 4.13 Grafik Hubungan Antara Gliserol Total dan Komposisi Metanol Transesterifikasi terhadap Komposisi Mixed Minyak pada Hasil Percobaan ke-1 (a), ke-2 (b), dan ke-3 (c) Dari gambar 4.13 tersebut sebagian besar gliserol total mengalami penurunan dan hal tersebut bergantung kepada komposisi metanol saat di tambahkan kepada mixed minyak pada reaksi transesterifikasi. Pada hasil percobaan ke-1 menunjukkan kandungan gliserol total semakin meningkat terhadap konsentrasi penambahan metanol dan komposisi mixed minyak, namun pada komposisi gliserol total mengalami penurunan terhadap komposisi metanol trasesterifikaisi dan komposisi mix minyak 100MK:0MJ. Pada hasil percobaan ke-2, kandungan gliserol total meningkat pada komposisi mixed minyak 100MJ:0MK dan 75MJ:25MK, kemudian mengalami penurunan pada penambahan komposisi metanol transesterifikasi di mixed minyak 50MJ:50MK dan 25MJ:75MK. Pada hasil percobaan ke-3 terlihat kandungan gliserol total pada komposisi metanol transesterifikasi dan komposisi mixed minyak 100MJ:0MK dan 75MJ:MK mengalami penurunan. Ketiga grafik tersebut menjelaskan bahwa semakin rendahnya gliserol total yang didapat bergantung pada komposis mixed minyak kelapa terhadap minyak jelantah dan juga berpengaruh terhadap terhadap komposisi metanol saat transesterifikasi. Jadi komposisi biodiesel yang menghasilkan nilai GT sesuai EN14214 adalah 50MK:50MJ dengan waktu optimum 70 menit. 4.5.2 Analisa Acid Value (Angka Asam) Perbandingan angka asam untuk crude biodiesel yang dihasilkan dari beberapa campuran minyak jelantah dan minyak kelapa adalah sebagai berikut: 0.24 0.22 0.00 0.04 0.08 0.12 0.16 0.20 0.24 0.28 0.32 0 4 8 12 16 20 24 28 100;0 75;25 GliserolTotal(mL) MetanolTransesterifikasi(mL) Komposisi Mixed Minyak Jelantah:Minyak Kelapa Gliserol Total
  • 25. 43 Gambar 4.14 Perbandingan Kandungan Bilangan Asam Crude Biodiesel terhadap Perbandingan Komposisi Mixed Minyak Dari gambar 4.14 terdapat variasi hasil kandungan asam yang terkandung dalam crude biodiesel antara berbagai komposisi campuran minyak jelantah dengan minyak kelapa. Nilai angka asam yang paling baik adalah yang paling rendah bilangan asamnya (Randy, 2008) yaitu pada campuran minyak jelantah dengan minyak kelapa (25:75) yaitu sebesar 0,1217. Meskipun pada campuran yang lainnya juga memiliki angka asam yang masih jauh dibawah standar yang telah di tetapkan oleh standar EN 14214 yaitu maksimal 0.5. Hal ini karena %FFA yang dihasilkan dapat menyebabkan korosi bagian mesin otomotif dan batasan tersebut melindungi mesin kendaraan dan tangki bahan bakar. Angka asam sendiri memiliki pengertian yaitu banyaknya miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam bebas di dalam satu gram sampel biodiesel. Katalis yang digunakan untuk semua sampel adalah KOH dengan komposisi yang sama yaitu 0.9%. Yang menjadikan angka asam berbeda pada berbagai sampel adalah kandungan asam-asam lemak bebas yang terdapat dalam crude biodiesel pada berbagai campuran. Asam-asam lemak bebas yang terdapat dalam campuran yang mimiliki kandungan minyak jelantah tinggi memiliki angka asam yang lebih tinggi hal ini menunjukkan banyaknya asam-asam lemak yang masih terkandung dalam crude biodiesel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi komposisi minyak jelantah dalam crude biodiesel maka semakin tinggi pula bilangan asam yang diperoleh. 4.5.3 Analisa Saponification Value (Angka Penyabunan) Hasil percobaan angka penyabunan biodiesel pada variasi komposisi dapat dilihat pada gambar berikut: 0 0.03 0.06 0.09 0.12 0.15 0.18 0.21 0.24 0.27 0.3 100;0 75;25 50;50 25;75 AngkaAsam Perbandingan Komposisi Mixed Minyak Jelatah Terhadap Minyak Kelapa (%-v/v) 100;0 75;25 50;50 25;75
  • 26. 44 Gambar 4.15 Hubungan Antara Angka Penyabunan dengan Variasi Komposisi Mixed Minyak Gambar 4.15 menunjukkan hubungan antara angka penyabunan terhadap variasi komposisi campuran minyak jelantah dengan minyak kelapa, dimana terjadi fluktuatif. Hal ini terjadi karena adanya senyawa yang tak tersabunkan. Berdasarkan teori semakin kecil nilai penyabunannya, semakin bagus produk yang dihasilkan (Randy, 2008). Hasil optimum diperoleh pada komposisi minyak jelantah dan minyak kelapa 50:50 (%v/v) yaitu sebesar 198.41. Prinsip pentuan bilangan penyabunan adalah terjadinya hidrolisis dengan penambahan basa kuat yang kemudian menghasilkan asam lemak dan gliserol. Bilangan penyabunan yang dihasilkan oleh SNI 01-3741- 1995 yaitu 196-206 mg KOH/g. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel yang dianalisis memiliki kualitas yang kurang baik. 4.5.4 Analisa Ester Content (Kadar Ester) 202.96 217.17 198.41 227.41 180 190 200 210 220 230 100;0 75;25 50;50 25;75 AngkaPenyabunan Perbandingan Komposisi Mixed Minyak Jelantah Dengan Minyak Kelapa 98 98 98 98 20 21 25 19 60 60 70 50 0 20 40 60 80 100 120 100;0 75;25 50;50 25;75 Perbandingan Komposisi Mixed Minyak Jelantah Dengan Minyak Kelapa Ester (%) metanol (mL) waktu (menit)
  • 27. 45 Gambar 4.16 Hasil Analisa Ester Content dalam Crude Biodiesel Komposisi Mixed Minyak Jelantah Dengan Minyak Kelapa Gambar 4.16 di atas menunjukkan bahwa kadar ester yang terdapat dalam crude biodiesel pada berbagai variasi komposisi bahan baku tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh penambahan pelarut yaitu metanol yang tidak memiliki range yang cukup jauh. Perbedaan volume metanol yang digunakan pada berbagai variasi bahan baku tidak terlalu besar berkisar 1-6 mL. Semakin banyak kadar metanol yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi, maka kadar ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Semakin cepat waktu reaksi maka akan semakin kadar ester yang dihasilkan karena peningkatan waktu reaksi dapat menyebabkan reaksi balik kembali menjadi trigliserida. Berdasarkan standar EN14214, ester content yang harus mengandung minimal 96,5%, hal ini sudah sesuai dimana ester yang terkandung pada biodiesel rata-rata 98%. 4.5.5 Analisa Water Content Analisa pada biodiesel merupakan bertujuan untuk menentukan seberapa besar ppm kandungan air yang ada pada sampel biodiesel. Pada analisa ini, sampel yang digunakan adalah lima buah sampel yang memiliki nilai Gliserol Total optimum yang sesuai dengan standar EN14214. Berikut adalah hasil analisa water content Biodiesel Tabel 4.8 Hasil Analisa Water Content Biodiesel Komposisi Biodiesel % Water Content Part Per Million (ppm) 100MJ:0MK 0,048% 4,8 75MJ:25MK 0,026% 2,625 50MJ:50MK 0,101% 0,56 25MJ:75MK 0,038% 3,8 0MJ:100MJ 0,021% 2,2 Berdasarkan tabel 4.8 terlihat bahwa sebagian besar analisa Water Content biodiesel mixed minyak memperlihatkan kandungan ppm memenuhi standar EN14214 yakni tidak melebihi 500 ppm. Dari grafik, nilai minimum ppm ada pada komposisis mixed minyak 50MJ:50MK yakni 0,56 ppm. Menurut Chalid (Chalid dkk., 2008), dalam penelitiannya mengatakan bahwa kandungan air tinggi menyebabkan adanya reaksi hirdolisis yang lebih kuat untuk menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Hal ini sudah sesuai dengan analisa glireol total maksimum yang didapat sesuai standar EN14214 adalah kompiosisi mixed minyak 50MJ:50MK.
  • 28. 46 4.5.6 Analisa GC/MS Analisa GC/MS digunakan untuk menganalisa komposisi kimia dari sintesis biodiesel (Tariq dkk., 2011). Pada analisa GC/MS terdapat peak, setiap peak akan merespon FAME, yang kemudian akan dianalisis grafik tersebut berdasarkan library match software (NO. NIST12 dan WILLEY229). Identifikasi FAME diverifikasikan dari data eksperimental dan membandingkan dengan rentang data waktu yang diterima dari analisa mass spectrometric. Pada penelitian ini, digunakan analisa biodiesel 50MJ: 50MK, Hal ini dikarenakan analisa pada kandungan tersebut menghsilkan analisa Gliserol Total yang sesuai dengan standar EN14214, sehingga komposisi kimianya perlu diamati lebih lanjut. Berikut adalah hasil dari analisa GC/MS Biodiesel 50:50 Gambar 4.17 Analisa GC/MS Biodiesel 50MK:50MJ Dari gambar 4.17 terlihat bahwa terdapat 6 major peak, yang menandakan seberapa besar kandungan Bioidesel ketika melalui proses pemisahan dari komponennya dengan cara mengubah senyawa sampel menjadi ion-ion yang bergerak dan dapat dipisahkan. Selanjutnya spektra dari GC akan terlihat banyaknya puncak (peak) yang menandakan banyaknya kandungan pada biodiesel. Berikut adalah data hasil kandungan FAME Biodiesel dari hasil analisa GC/MS Tabel 4.9 Kandungan FAME Biodiesel 50MK:50MJ No. Peak Identifikasi Komponen Formula Komponen Content (% ) R.Time (Minutes) 1 Octanoic acid, methyl ester C9H18O2 1,42 14,586
  • 29. 47 2 Decanoic acid, methyl ester C11H22O2 1,17 20,423 3 Dodecanoic acid, methyl ester C13H26O2 31,85 25,738 4 Tetradecanoic acid, methyl ester C15H30O2 7,45 30,343 5 Nonanoic acid, methyl ester C10H20O2 37,79 34,848 6 Cyclopropanedodecanoic acid, 2-octyl-,methyl ester C24H46O2 20,31 42,689 Dari tabel 4.9 di atas memperlihatkan identifikasi 6 senyawa utama biodesel 50MJ:50MK. Dari hal tersebut terindentifikasi bahwa biodiesel 50MK:MJ yang mengandung analisa gliserol total optimum berdasarkan EN14214 mengandung Nonanoic acid, methyl ester (C10H20O2) dengan nilai content sebesar 37,79% kemudian posisi yang kedua adalah asam laurat atau Dodecanoic acid, methyl ester sebesar 31,85%. Dilihat secara keseluruhan bahwa sebagain besar kandungan methyl ester dari 50MK:50MJ mengandung asam lemak jenuh (Seperti: C9H18O2, C11H22O2, C13H26O2, C15H30O2, C10H20O2), dan sisanya Cyclopropanedodecanoic acid, 2-octyl-,methyl ester (C24H46O2) (Hutami dkk., 2012). Dari semua analisa tersebut, didapatkan komposisi biodiesel yang terbaik, yakni 50MJ:50MK. Berikut adalah perameter pebandingan antara perbandingan biodiesel 50MJ:50MK terhadap EN14214 adalah sebagai berikut Tabel 4.10 Perbandingan Kualitas Biodiesel 50MJ:50MK Menurut Hasil Penelitian dengan Standar EN 14214 No. Uji Kualitas Biodiesel Standar EN-14214 Hasil Penelitian 50% MJ:50% MK 1 Gliserol Total (%-w) Max. 0,25 0,23 2 Acid Value (mg KOH/g) Max. 0,5 0,21 3 Saponification Value Max. 230 98,41 4 Water Content (ppm) Max.500 0,56 5 Ester Content (%-w) Min. 96,5 97,81 Dari tabel 4.10 di atas memperlihatkan bahwa kualitas biodiesel dari mixed minyak 50MJ:50MK terhadap parameter biodiesel sesuai dengan standar EN 14214. Berdasarkan gliserol total dan ester konten terlihat bahwa hasil penelitian biodiesel 50MJ:50MK mendekati batas parameter EN 14214 karena perhitungan pada analisa ester konten tersebut dipengaruhi oleh nilai gliserol total yang
  • 30. 48 dihasilkan oleh biodiesel. Sedangkan pada analisa angka asam, angka sabun, dan water content memperlihatkan nilai yang jauh lebih kecil dari nilai yang telah ditetapkan EN 14214 maka masih bisa dikatakan bahwa kandungan biodiesel dari 50MJ:50MK sudah sesuai dengan standar EN 14214. Dari parameter tersebut dapat dikatakan bahwa penambahan komposisi 50% (%-v/v) minyak kelapa terhadap 50% (%-v/v) minyak jelantah dapat mempengaruhi kualitas biodesel yang dihasilkan.
  • 31. 48 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Minyak jelantah dan minyak kelapa merupakan salah satu bahan baku untuk memproduksi biodiesel. Biodiesel ini bermanfaat sebagai bahan bakar yang dapat digunakan oleh industri pertambangan sesuai dengan peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya dan Mineral No.32 Tahun 2008 terhadap kewajiban pemakaian B20 sebagai campuran bahan bakar minyak sejak bulan Januari 2016.Adapun kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 1. Dengan menggunakan mixed minyak antara minyak jelantah dan minyak kelapa untuk menghasilkan biodiesesl, didapatkan yield yang terbaik sebesar 96,6511% dengan komposisi minyak jelantah dan minyak kelapa 75MJ:25MK dan 25MJ:75MK. 2. Dari penelitian ini diperoleh nilai gliserol total sebesar 0,23% dari komposisi 50% minyak jelantah dan 50% minyak kelapa (50MJ:50MK) (sesuai dengan standar EN14214). 5.2 Saran Untuk menggunakan pelarut metanol sebaiknya diperlukan variasi range yang berbeda jauh, mengingat bahwa pada penelitian ini range antara koposisi pelarut metanol. 5.2 Saran Untuk mengoptimasi penggunaan pelarut metanol sebaiknya diperlukan variasi range yang berbeda jauh, mengingat bahwa pada penelitian ini range antara koposisi pelarut metanol. Disamping itu juga diperlukan teknik atau bahan baku lain untuk proses pemurnian produk biodiesel, karena pada penelitian masih menggunakan proses washing yang dapat menurunkan yield biodiesel. .
  • 32. 49 DAFTAR PUSTAKA Anderson, B., Keehfuss, S. dan Pettit, B. 2008. Biodiesel: Corst and Reactant Comparison. The Evergreen State College. Bamgboye, A. I. dan Hansen, A. C. 2007. Prediction of Cetane Number of Biodiesel Fuel Form the Fatty Acid Methyl Ester (FAME) Composition. International Agrophysics, 22, 21-29. Berchmans, H. J. dan Hirata, S. 2008. Biodiesel production from crude Jatropha curcas L. seed oil with a high content of free fatty acids. Bioresource Technology, 99, 1716-1721. Borges, M. E. dan DΓ­az, L. 2012. Recent developments on heterogeneous catalysts for biodiesel production by oil esterification and transesterification reactions: A review. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 16, 2839-2849. Chalid, S. Y., Muawanah, A. dan Jubaedah, I. 2008. Analisa Radikal Bebas Pada Minyak Goreng Pedagang Gorengan Kaki Lima. Valensi, 1, 85. Daniyan, I. A., Adeodu, A. O., Dada, O. M. dan Adewumi, D. F. 2015. Effects of Reaction Time on Biodiesel Yield. Journal of Bioprocessing and Chemical Engineering, 1. Darmanto, S. dan Sigit, I. 2006. Analisa Biodiesel Minyak Kelapa Sebagai Bahan Bakar Alternatif Minyak Diesel. 4, 64. Demirbas, A. 2007. Biodiesel from sunflower oil in supercritical methanol with calcium oxide. Energy Conversion and Management, 48, 937-941. Diaz, R. S. 1990. Coconut for Clean Air, Manila, Philippines, I. A. Asian Institute of Petroleu Studies Elisabeth, J. dan Haryati, T. 2001. Biodiesel Sawit: Bahan Bakar Alternatif Ramah Lingkungan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 23. Europe, I. E. 2006. Overview and Recommendations on Biofuel Standard for Transport in The EU. Project Biofuel Market Place. Munchen, Germany: Dominik Rutz Rainer Jenssen. Fife, B. 2006. Coconut Oil for Clean Air: Mention A Number of Technical Specification and Issues. Healthy Ways Newsletter Email Edition, 3. Gerpen, J. a. V. 1996. Cetane Number Testing of Biodiesel. Prociding 3rd Conf. ASAE Liquid Fuel. Hariska, A. 2012. Pengaruh Metanol dan Katalis pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah Secara Esterifikasi dengan Menggunakan Katalis K2CO3 Teknik Kimia, 18, 1-9. Hayyan, A., Hashim, M. A., Hayyan, M. dan Qing, K. G. 2014. Biodiesel Production from Acidic Crude Palm Oil Using Perchloric Acid. Energy Procedia, 61, 2745-2749. Hedartomo, T. 2006. Pemanfaatan Minyak dari Tumbuhan untuk Pembuatan Biodiesel, Yogyakarta. Hutami, R., Haryati, W., Amalia, U., Rachmani, I. D., H., N. T. dan Wirasuwandi 2012. Analisa Komponen Asam Lemak Dalam Minyak Goreng dengan Instrumen GC-MS. Institut Pertanian Bogor, 11. Jincheng Ding, B. H., And Jianxin Li 2011. Biodiesel Production from Acified Oils via Supercritical Methanol. Energies.
  • 33. 50 Kumar, G., Kumar, D., Singh, S., Kothari, S., Bhatt, S. dan Singh, C. P. 2010. Continuous Low Cost Transesterification Process for the Production of coconut Biodiesel. Energies, 3, 43-56. Kusumaningtiyas, R. D. dan Bachtiar, A. 2011. Sintesisi Biodiesel dari MInyak Biji Karet Dengan Veriasi Suhu dan Konsentrasi KOH untuk Tahapan Transesterifikasi Bahan Alam Terbarukan, 1, 9-18. Liebert, M. A. 1987. Final Reort on The Safety Assessment of Oleic Acid, Lauric Acid, Palmitic Acid, Myristic Acid, And Stearic Acid. Jounal of The American College of Toxicology, 6. Marchetti, J. M. dan Errazu, A. F. 2010. Biodiesel production from acid oils and ethanol using a solid basic resin as catalyst. Biomass and Bioenergy, 34, 272-277. Minry, V. 2011. Indikator Fenolftalein. www.scribd.com. Permana, S. dan Mulyani, S. 2008. Proses Gliserolisis CPO Menjadi Mono dan Diacyl Gliserol Dengan Pelarut Ter- Butanol dan Katalis MgO. Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Raharja, S. dan Dwiyuni, M. 2013. Study on Phsyco-Chemical Characteristic of Virgin Coconut Oil (VCO) Made by Coconut Milk Cream Freezin Method Departemen Industri Pertanian, 18, 76-78. Randy, K. 2008. Pengaruh Suhu Waktu Pemanasan Terhadap Kualitas Minyak Kelapa yang Dibuat Dengan Cara Pemanasan. Institut Teknik Bandung. Setiawati, E. dan Edwar, F. 2012. Teknologi Pengolahan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi. Riset Industri, 6, 117-127. Setyawardhani, D. A., Distantina, S., Henfiana dan Dwi, A. S. 210. Pembuatan Biodiesel dari Asam Lemak Jenuh MInyak Biji Karet. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, 1-6. Sheehan, J., Camobreco, V., Duffield, J., Graboski, M. dan Shapouri, H. 1998. Life cycle inventory of biodiesel and petroleum diesel for use in an urban bus. Final report. Other Information: Supercedes report DE98005500; PBD: May 1998; PBD: 1 May 1998. Sni. 2006. Forum Biodiesel Indonesia. Su, C.-H. 2013. Recoverable and reusable hydrochloric acid used as a homogeneous catalyst for biodiesel production. Applied Energy, 104, 503-509. Sugiono, A. 2008. Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Mengurangi Dampak Pemanasan Global. In: TEKNOLOGI, B. P. D. P. (ed.). Seminar Nasional Kebijakan Pemanfaatan Lahan dalam Menanggulangi Dampak Pemanasan Global UGM Yogyakarta: Agus Sugiono. Suirta, I. W. 2009. Preparasi Biodiesel Dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit. Kimia, 3, 1-6. Syamsidar 2013. Pembuatan dan Uji Kualitas Biodiesel Dari Minyak Jelantah. Teknosains, 7, 209-218. Tariq, M., Ali, S., Ahmad, F., Ahmad, M., Zafar, M., Khalid, N. dan Khan, M. A. 2011. Identification, FT-IR, NMR (1H and 13C) and GC/MS studies of fatty acid methyl esters in biodiesel from rocket seed oil. Fuel Processing Technology, 92, 336-341. Wannahari dan N., N. M. F. 2012. Reduction of Peroxide Value in Used Palm Cooking Oil Using Bagasse Adsorbent. American International Journal of Contemporary Research, 2, 188. Wijaya, K. 2011. Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas. Teknik Kimia, 16, 1-10. Wulandari, D., Ilham, F., Fitriani, Y., Siswantara, A. I., Nabetani, H. dan Hagiwara, S. 2011. Modification of Biodiesel Reactor by Using of Triple Obstacle within the Bubble Column Reactor. Conference and
  • 34. 51 Exhibition Indonesia-New and Renewable Energy and Ebergy Conservation (The 3rd Indo EBTK-ConEx 2014), 65, 61-68.