1. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minyak Nabati Sebagai Bahan Bakar
Sebagian besar kebutuhan energi dunia diperoleh dari minyak bumi
(petroleum), batubara dan gas bumi dengan pengecualian energi listrik dan energi
nuklir.Bagaimanapun juga sumber-sumber ini sifatnya terbatas dan suatu saat akan
habis. Oleh karenanya pencarian alternatif sumber-sumber energi merupakan hal
yang penting. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin
diesel menjadi semakin menarik dengan semakin menipisnya sumber-sumber energi
dari minyak bumi. Minyak nabati merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui
dan potensial dimana kandungan panasnya mendekati bahan bakar petroleum.
Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-trigliserida
asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati, mencapai
sekitar 95% ), asam lemak bebas atau Free Fatty Acid (FFA), monogliserida dan
digliserida serta beberapa komponen-komponen lain seperti phosphogliserida,
vitamin, mineral atau Sulfur ( Mittelbach, 2004 ).
2.1.1. Trigliserida
Trigliserida atau triasil gliserol adalah sebuah gliserida yaitu ester dari gliserol dan
tiga asam lemak. Trigliserida banyak dikandung dalam minyak dan lemak dan
Universitas Sumatera Utara
2. merupakan penyusun utama minyak nabati. Trigliserida dapat berwujud padat atau
cair, hal ini bergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Trigliserida
yang diperoleh dari berbagai sumber mempunyai sifat fisio-kimia yang berbeda satu
sama lain, karena perbedaan jumlah dan jenis ester yang terdapat di dalamnya
(Ketaren, S. 2005).
Struktur kimia dari trigliserida adalah sebagai berikut :
O
||
CH2 – O – C – R1
| O
||
CH – O - C – R2
| O
||
CH2 – O – C – R3
Gambar 2.1. Struktur Molekul Trigliserida
R1, R2, R3 adalah rantai alkil yang panjang atau rantai hidrokarbon yang berupa asam
lemak jenuh dan tak jenuh. Melalui reaksi transesterifikasi senyawa ini dapat
dikonversi menjadi etil ester.
2.1.2. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida, digliserida,
monogliserida dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh pemanasan dan
terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga dapat meningkatkan
kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati.
Universitas Sumatera Utara
3. Jumlah kandungan asam lemak bebas berpengaruh pada transesterifikasi yang
memakai bahan baku minyak sawit yang sudah terolah dan memakai katalis logam
basa. Kadar asam lemak bebas > 1 % akan menimbulkan reaksi samping pada
transesterifikasi, yaitu penyabunan (Panjaitan, R.F, 2005). Asam lemak bebas lebih
reaktif bereaksi dengan katalis basa menghasilkan sabun dibanding trigliserida-
trigliserida dan reaksi berlangsung secara non reversible (Yucel and Turkay, 2003)
2.2. Minyak Sawit
Saat ini pasokan bahan bakar minyak sawit cukup melimpah karena perkebunan
kelapa sawit sudah lama di usahakan dalam skala besar dan berkembang dengan baik.
Minyak sawit merupakan salah satu sumber bahan baku biodiesel yang potensial di
Indonesia. Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit dengan
kandungan asam lemak yang bervariasi baik dalam panjang maupun struktur rantai
karbonnya. Panjang rantai karbon dalam minyak kelapa sawit sangat menentukan
sifat fisik dan kimia minyak kelapa sawit.
Minyak sawit terdiri dari campuran trigliserida, dimana sebagian trigliserida
merupakan liquid pada temperatur ambien dan sebagian lagi merupakan solid.
Trigliserida ini tersusun dari gliserol dan tiga asam lemak atau fatty acid.
Komposisi asam lemak dari minyak sawit diberikan dalam tabel 2.1 berikut:
Universitas Sumatera Utara
4. Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit
Asam Lemak Jumlah (%)
Asam kaprilat -
Asam kaproat -
Asam miristat 0,9 – 1,5
Asam Palmitat 41,8 – 46,8
Asam laurat 0,1 – 1,0
Asam stearat 4,2 – 5,1
Asam palmitoleat 0,1 – 0,3
Asam oleat 37,3 – 40,8
Asam linoleat 9,1 – 11,0
Sumber: Hui, 1996
Minyak sawit dapat digunakan untuk bahan makanan dan industri melalui proses
ekstraksi dan pemurnian, seperti penjernihan dan penghilangan bau atau dikenal
dengan RBDPO (refined, bleached, and deodorized palm oil). Setelah itu CPO dapat
difraksinasi menjadi RBD stearin dan RBD olein dengan komposisi asam lemak yang
berbeda. RBD olein terutama digunakan untuk pembuatan minyak goreng, sedangkan
RBD stearin terutama dipakai untuk margarin, shortening, serta bahan baku industri
sabun dan detergen.
Komposisi asam lemak bebas dari berbagai minyak yang dapat dihasilkan dari kelapa
sawit dapat dilihat pada tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
5. Tabel 2.2 Kandungan Asam Lemak Bebas dari Berbagai
Minyak Kelapa Sawit
Minyak FFA (%)
RBD Palm Oil < 0,1 %
Crude Palm Oil 1 – 10 %
Palm Fatty Acid Distillate 70 – 90 %
Crude Palm Kernel Oil 1 – 10 %
Crude Palm Stearin 1 – 10 %
Crude Sludge Oil 10 – 80 %
Sumber: Yuen May Choo, 1987
2.3. Etanol
Etanol merupakan larutan yang jernih, tidak berwarna, volatil dan dengan bau
khas. Etanol merupakan bioalkohol. Etanol murni bersifat dapat menyala.Ikatan
hidrogen menyebabkan etanol murni sangat higroskopis Sifat gugus hidroksil yang
polar menyebabkan dapat larut dalam banyak senyawa ion utamanya Natrium
Hidroksida, Kalium Hidroksida, magnesium klorida,kalsium klorida, amonium
klorida, amonium bromida dan natrium bromida. Etanol dapat kehilangan satu proton
dari gugus atau group hidroksilnya dan memilki sifat asam yang sangat lemah bahkan
lebih lemah dari air. Bagian hidrokarbon dari etanol bersifat hidrofob, sedang gugus
hidroksilnya bersifat hidrofil. Etanol memiliki rantai hidrokarbon yang lebih banyak
dari metanol yang mengakibatkan reaktivitas etanol lebih kecil dari metanol.
Etanol dapat melepaskan proton hidroksilnya kepada suatu basa yang cukup kuat
dalam suatu reaksi asam basa. Dalam hal ini etanol berperan sebagai asam yang
Universitas Sumatera Utara
6. sangat lemah. Produk dari reaksi antara etanol dengan suatu basa kuat adalah suatu
etoksida yaitu garam dari etanol yang bersifat basa kuat dan umumya lebih kuat dari
hidroksidanya. Etanol dapat diubah menjadi konjugat basanya, ion
etoksida(CH2CH3O-
) dengan mereaksikannya dengan logam alkali.
Sifat- sifat etanol dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.3 Sifat – Sifat Etanol
Karakteristik Etanol
Nama Lain Etil alkohol, grain alkohol
Rumus Molekul CH3CH2OH
Berat Molekul 46
Titik Didih 78,5 O
C
Titik Leleh - 114,1 O
C
Densitas 0,789 g/ml pada 20 o
C
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/etanol
Fermentase gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik yang paling
awal yang pernah dilakukan manusia. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut
berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunan manusia.
Etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintetis
senyawa kimia lainnya.
Disamping molase, pati dari padi – padian, kentang dan beras juga merupakan
sumber karbohidrat yang dapat di fermentase menjadi etanol. Karena itu etanol sering
juga dinamakan sebagai alkohol padian – padian ( grain alkohol). Selain proses
fermentasi etanol juga dapat diproduksi melalui proses hidrasi etilena menggunakan
Universitas Sumatera Utara
7. katalis asam. Etanol yang diproduksi melalui proses ini digunakan sebagai bahan
bakar dan dalam proses industri non pangan.
Ketika proses pembakaran sempurna terjadi., hanya karbondioksida dan air yang
dihasilkan dari pembakaran. Campuran 90% gasolin dan 10% etanol yang dikenal
sebagai gasohol telah digunakan sebagai bahan bakar reguler untuk mobil di Amerika
Serikat (National Academy of Science, 2004).
2.4. Etil Ester Asam Lemak
Di alam ester asam lemak terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan
asam lemak ataupun terkadang ada gugus yang teresterkan tidak dengan asam lemak
tetapi phospat seperti pada phospolipid. Dan ada juga ester antara asam lemak dengan
alkoholnya yang membentuk monoester. Modifikasi ester asam lemak dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu esterifikasi, interesterifikasi, alkoholisis,
asidolisis. Ketiga reaksi yang terakhir dikelompokkan menjadi reaksi
transesterifikasi.
Etil ester asam lemak umumnya memiliki titik didih yang rendah dari pada asam
lemaknya. Dalam deret tertentu nilai titik didih etil ester tergantung pada kandungan
atom karbon dari asam lemaknya.
Sifat fisik dari beberapa etil ester dapat dilihat pad tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
8. Tabel 2.4. Sifat Fisik dari Beberapa Etil Ester.
Etil Ester
Asam
Titik Leleh, 0
C Titik Didih, 0
C
Valerat -91,2 144
Kaprot -67,5 166
Enantat -66,3 188,5
Kaprilat -43,2 208,5
Pelargonat -36,7 216-219
Kaprat -19,9 243-245
Undekanoat -14,7 140
Laurat -1,8 163
Tridekanoat -4,8 163-165
Myristat 12,3 139
Palmitat 25 184,5
Stearat 33,9 152
Sumber : Levene and taylor, 1924.
Semua etil ester asam lemak dari alkohol monohidrat larut dalam pelarut organik.
Ester ini umumnya lebih dapat melarut di dalam pelarut non polar dari pada pelarut
polar. Sebagai contoh, kebanyakan ester lebih melarut dalam benzen atau karbon
tetraklorida daripada dalam etanol atau aseton. Etil ester dengan berat molekul yang
lebih tinggi memilki kelarutan yang sedikit lebih baik dalam pelarut polar atau non
polar. Ketidak jenuhan dari etil ester asam lemak meningkatkan kelarutan khususnya
dalam pelarut nonpolar. ( Manurung, R. 2005).
Universitas Sumatera Utara
9. 2.5 Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati melalui
proses esterifikasi, transesterifikasi. Bahan bakar yang berbentuk cair ini bersifat
menyerupai solar, sehingga sangat prospektif untuk dikembangkan. Biodiesel
memiliki kelebihan lain dibanding dengan solar, yaitu
• Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih
baik (Free sulpur, Smoke number rendah ) sesuai dengan isu-isu global.
• Cetane number lebih tingi ( >57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik
dibandingkan dengan minyak kasar.
• Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai
(biodegradable)
• Memperpanjang masa kerja mesin
• Merupakan renewable energi karena terbuat dari bahan alam yang dapat
diperbaharui.
• Dapat dihasilkan dari segala jenis minyak nabati
• Meningkatkan independensi suplay bahan bakar karena dapat diproduksi
secara lokal.
Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung oksigen.
Adanya oksigen membedakannya dengan petroleum diesel (solar) yang komponen
utamanya hanya terdiri dari hidrokarbon. Jadi komposisi biodiesel dan petroleum
Universitas Sumatera Utara
10. diesel (solar) sangat berbeda. Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati,
sedangkan petroleum diesel (solar) adalah hidrokarbon.
Tetapi biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan petroleum
diesel dan juga memiliki nilai energi yang hampir setara sehingga dapat digunakan
langsung untuk mesin diesel tanpa melakukan modifikasi mesin atau dicampur
dengan petroleum diesel.
Biodiesel yang dapat digunakan langsung untuk kendaraan bermesin diesel harus
memenuhi spesifikasi teknis tertentu seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.5 Standar Mutu Biodiesel
Parameter Batas Nilai Metode uji
Massa Jenis pada suhu 40o
C Kg/m3
850-890 ASTM D1928
Viskositas kinematik pada suhu 40o
C 2,3-6,0 ASTM D445
Angka Setana Min 51 ASTM D613
Titik Nyala (Mangkok Tertutup) o
C Min 100 ASTM D 93
Korosi Bilah Tembaga (3 Jam, 50o
C) Maks No 3 ASTM D130
Air dan Sedimen, %-vol Maks 0,05 ASTM D2709
Temperatur Distilasi , 90% O
C Maks 360 ASTM D1160
Kadar ester alkil, %-b Maks 96,5 Dihitung
Sumber : Forum Biodiesel Indonesia, 2006
Walaupun kandungan kalori biodiesel serupa dengan petroleum diesel, tetapi karena
biodiesel mengandung oksigen, maka titik nyalanya lebih tinggi sehingga tidak
mudah terbakar. Disamping itu biodiesel tidak mengandung sulfur dan senyawa
benzen lebih mudah ditangani dibandingkan dengan petroleum diesel ( Darnoko, et.
Al., 2001).
Universitas Sumatera Utara
11. Tabel 2.6 Karakteristik Biodiesel Sawit ( Metil Ester)
dan Petroleum Diesel
No Sifat Fisik / Kimia Biodiesel Petroleum diesel
1. Densitas, g/ml 0,8624 0,8750
2. Viskositas, cSt 5,55 4,0
3. Titik nyala , O
C 172 98
4. Bilangan cetana 62,4 53
5. Kadar air, % 0,1 0,3
Sumber : Darnoko, et. al., 2001
2.6 Pembuatan Biodiesel
Minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dikelompokkan
menjadi tiga jenis berdasarkan kandungan FFA, (Kinast, 2003) yaitu :
1. Refined oils : minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5 %
2. Minyak nabati dengan kandungan FFA rendah kurang dari 4%
3. Minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi lebih dari 20 %
Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel
dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan transesterifikasi
dengan katalis basa.
2. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan kandungan
FFA rendah.
Universitas Sumatera Utara
12. 2.6.1 Esterifikasi
Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol
rantai pendek ( metanol atau etanol) menghasilkan metil ester asam lemak (FAME)
dan air (Joelianingsih, 2006). Umumnya proses esterifikasi menggunakan katalis
asam. Asam-asam pekat seperti asam sulfat dan asam klorida adalah jenis asam yang
sekarang ini banyak digunakan sebagai katalis. Reaksi esterifikasi mengkonversi
asam lemak bebas yang terkandung didalam trigliserida menjadi metil ester. Pada
tahap ini akan diperoleh minyak dengan campuran metil ester kasar dan metanol sisa
yang kemudian dipisahkan. Reaksi esterifikasi dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2 Reaksi Esterifikasi Asam Lemak Menjadi Alkil Ester
Esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA
menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan
selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida
menjadi alkil ester.
2.6.2 Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi secara umum merupakan reaksi alkohol dengan trigliserida
menghasilkan alkyl ester dan gliserol dengan bantuan katalis. Alkohol yang
umumnya digunakan adalah methanol dan ethanol.
Universitas Sumatera Utara
13. Dalam transesterifikasi minyak nabati, trigliserida bereaksi dengan alkohol dengan
adanya asam kuat atau basa kuat sebagai katalis menghasilkan campuran alkil ester
asam lemak dan gliserol (Freedman,et.Al,1986 dan Wright, et. Al,1994).
Reaksi transesterifikasi antara minyak atau lemak alami dengan etanol digambarkan
sebagai berikut :
R3COO — CH2 H2C−OH
│ katalis │
R2COO — CH + 3C2H5OH HC − OH + 3RCOOC2H5
│ etanol │ etil ester
H2COOCR1 H2C−OH
Trigliserida gliserol
Gambar 2.3 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Etanol
Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
• Pengaruh air dan kandungan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus bebas air dan kandungan
Asam lemak bebas lebih kecil dari 1 %.
• Perbandingan molar alkohol dengan minyak nabati
Secara stoikiometri jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi, 3 mol
untuk setiap 1 mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol (Schuchatdr, et .al, 1998). Semakin banyak jumlah alkohol yang
digunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Pada
Universitas Sumatera Utara
14. rasio 1 : 6 setelah 1 jam konversi yang dihasilkan 98 – 99 %, sedangkan pada
rasio molar 1 : 3 adalah 78 – 89 %.
• Katalis
Katalis berfungsi mempercepat reaksi dan menurunkan energi aktivasi
sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar. Sedangkan tanpa katalis
reaksi dapat berlangsung pada suhu 250o
C. Katalis yang biasa digunakan
dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti KOH dan NaOH
(Darnoko, 2000). Reaksi trans dengan katalis basa akan menghasilkan
konversi minyak nabati menjadi ester yang optimum (94 -99 %) dengan
jumlah katalis 0,5 – 1,5 % b/b minyak nabati. Jumlah KOH yang efektif untuk
menghasilkan konversi optimum pada reaksi transesterifikasi adalah 1 % b/b
minyak nabati (Darnoko, 2000). KOH mempunyai kelebihan dibanding
katalis lainnya. Pada akhir reaksi KOH yang tersisa dapat dinetralkan dengan
asam (H2SO4, HCL, H3PO4, dan asam organik) menjadi pupuk sehingga proses
produksi biodiesel tidak menghasilkan limbah cair yang berbahaya bagi
lingkungan.
• Temperatur
Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikkan temperatur,
berarti semakin banyak energi yang digunakan oleh reaktan untuk mencapai
energi aktivasi.Ini menyebabkan tumbukan terjadi lebih sering antara
molekul-molekul reaktan (Rahayu, 2003). Reaksi transesterifikasi akan
Universitas Sumatera Utara
15. berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan mendekati titik didih alkohol
yang digunakan.
• Waktu reaksi
Semakin lama waktu reaksi semakin banyak ester yang dihasilkan karena
akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk
semakin lama bertumbukan.
• Pengadukan
Pengadukan (vigorous mixing) dilaporkan sebagai salah satu cara
untukmencapai homogenitas antara gliserida dan alkohol. Semakin tinggi
kecepatan pengadukan akan menaikkan pergerakan molekul dan
menyebabkan terjadinya tumbukan. Pada awal terjadinya reaksi, pengadukan
menyebabkan terjadinya difusi antara minyak atau lemak sampai terbentuk
alkil ester.
Gliserol
Gliserol merupakan hasil samping yang dihasilkan dari proses pembuatan biodiesel.
Hampir 10% Crude gliserol (gliserin kasar) dihasilkan pada setiap proses pembuatan
biodiesel. Jumlah gliserol bebas dalam kandungan biodiesel merupakan parameter
bagi keberhasilan purifikasi biodiesel. Kandungan gliserol bebas yang diperbolehkan
maksimum 0,02 % (mol/mol). Gliserol dapat menyebabkan korosi non ferrous pada
logam, terutama logam tembaga, kromium dan seng. Gliserol juga dapat
menyebabkan deposit pada saringan bahan bakar yang dapat meningkatkan emisi
Universitas Sumatera Utara
16. aldehid (Panjaitan, F.R. 2005). Pengembangan gliserol sebagai hasil samping dari
proses pembuatan biodiesel sangatlah menjanjikan mengingat luasnya aplikasi
gliserol pada berbagai industri, antara lain sebagai emulsifier, sebagai pelembab
kulit, pasta gigi, obat batuk, tinta printing , bahan aditif pada industri pelapis dan cat.
Mekanisme reaksi transesterifikasi-katalis asam :
Tahap 1 : Protonasi gugus karbonil oleh katalis asam
Tahap 2 : Serangan nukleofilik dari alkohol membentuk suatu zat antara
yang berbentuk tetrahedral.
Tahap 3 : Perpindahan proton dan pemutusan zat antara (Lotero, 2004)
Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi Katalis Asam
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16124/4Chapter II.pdf)
Universitas Sumatera Utara
17. Keterangan : R1, R2 ,R3 = Rantai karbon dari asam lemak
R4 = Rantai karbon dari gugus alkohol
Mekanisme reaksi transesterifikasi katalis basa :
Tahap 1 : Pembentukan spesi aktif RO-
Tahap 2 : Serangan nukleofilik dari RO-
terhadap gugus karbonil pada
trigliserida membentuk zat antara berbentuk tetrahedral.mbentuk zat antara berbentuk tetrahedral.
Tahap 3 : Pemutusan ikatan zat antaraTahap 3 : Pemutusan ikatan zat antara
Tahap 4 : Regenerasi spesi aktif RO-
Tahap 4 : Regenerasi spesi aktif RO-
Gambar 2.5 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi Katalis BasaGambar 2.5 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi Katalis Basa
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16124/4/Chapter II.pdf(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16124/4/Chapter II.pdf)
Universitas Sumatera Utara
18. Keterangan : R1, R2, R3 = Rantai karbon dari asam lemak
R = Rantai karbon dari gugus alkohol
B = Basa
Tabel 2.7 Penelitian Biodiesel dari Beberapa Minyak Nabati
Kondisi
operasi
Minyak
Kacang
Minyk
Kelapa
Minyak
Kapuk
Minyak
Sawit
Minyak
Goreng
Bekas
Minyak
Goreng
Bekas
Proses batch batch batch Sinam
bung
batch Sinam
bung
Tekanan 1 atm 1 atm . 1 atm 1 atm 4,5 atm 1 atm
Tempera
tur
333o
K 353o
K 403o
K 348o
K 393o
K 333o
K
Katalis KOH
0,75%
Massa
minyak
KOH
0,207
mgrek/g
Zeolit
0,0535
g/cm3
KOH
1 %
Massa
minyak
Zeolit
2,31 %
Massa
minyak
KOH
1 %
Massa
minyak
Alkohol etanol etanol metanol etanol etanol Metanol
Rasio
minyak
Alkohol
1 : 2,5
mgrek
1 : 2,2
mgrek
1 : 6
mgrek
1 : 8,93
mgrek
1 : 6
mgrek
1 : 5,4
mgrek
Aditif - - - urea - -
Waktu
(mnt)
60 60 60 6060 60 60
Konversi 0,7542 0,6266 0,6629 0,8205 0,6988 0,8289
(Azis, 2005)
Universitas Sumatera Utara
19. Didalam pemakaian untuk kendaraan (motor), biodiesel dapat diaplikasikan dalam
bentuk 100% (B100) atau campuran dengan minyak solar pada tingkat tertentu
(BXX). Pencampuran biodiesel dengan minyak solar biasanya diberikan sistem
penamaan tersendiri seperti B2, B3, atau B5 yang berarti campuran biodiesel dan
minyak solar yang masing-masing mengandung 2%, 3%, dan 5% biodiesel,
sedangkan B60, B70, B85 merupakan campuran biodiesel dan minyak solar yang
masing-masing mengandung 60%, 70%, 85% biodiesel. Saat ini diketahui
penggunaan biodiesel yang populer yaitu mencampur 20% biodiesel dengan 80%
solar dan disebut dengan B20. Campuran ini menghasilkan angka setana yang cukup
tinggi dan konsentrasi emisi gas buang berkurang 16-3% untuk partikulat,
11-25 % untuk karbonmonoksida dan 19-30% untuk hidrokarbon, tetapi cenderung
meningkatkan NOx 2% (Manga, J. 2003).
2.7 Minyak Diesel (Solar)
Bahan bakar minyak diesel / solar umumnya berasal dari minyak bumi yang
terdiri dari beberapa senyawa hidrokarbon yang mempunyai berat berbeda dan juga
mengandung senyawa organik sulfur. Minyak diesel adalah produk destilat fraksi
tengah dari minyak mineral yang kurang volatil dan dengan titik didih pada suhu
antara 250o
C – 370o
C . Hidrokarbon yang terkandung dalam bahan diesel antara lain
parafin, naphtan, olefin, dan aromatik. Selain menghasilkan energi, pembakaran
sumber energi fosil khususnya bahan bakar solar juga melepaskan gas-gas antara lain
Universitas Sumatera Utara
20. karbondioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx) dan sulfur dioksida (SO2) yang
menyebabkan pencemaran udara.
Tabel 2.8 Karakteristik Mutu Solar
Parameter Spesifikasi Metode Uji
Densitas pada suhu 15o
C 815 - 870 ASTM D1298
Angka Setana Min 48 ASTM D976
Viskositas Kin 100o
F 1,6 – 5,8 ASTM D445
Titik Nyala (Flash Point) o
C Maks 18 ASTM D6450
Korosi Bilah Tembaga Maks No 1 ASTM D130
Temperatur distilasi 90% Vol o
C Maks 370 ASTM D86
Warna (Colour) Maks 3,0 ASTM D6045
Sumber : Spesifikasi Solar dari Dirjen Migas
2.7.1. Densitas (Density)
Densitas atau berat jenis fluida adalah suatu perbandingan antara massa suatu zat
dengan volumenya. Densitas adalah salah satu variabel untuk menentukan :
1. Untuk konversi volume pada temperatur standard
2. Untuk menghitung berat minyak.
3. Untuk mengetahui adanya kontaminasi
Kerapatan suatu fluida ( p ) dapat didefenisikan sebagai massa per satuan volum
m
P = ---
V
Universitas Sumatera Utara
21. Dengan :
P = rapat massa ( kg/m3
)
m = massa (kg)
v = volume (m3
)
Densitas biodiesel biasanya lebih besar dari densitas minyak solar, hal ini disebabkan
berat molekul etil ester lebih besar dari berat molekul minyak solar. Densitas
berhubungan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per
satuan volume bahan bakar (Prihandana, R. et al, 2006). Densitas bahan bakar motor
dapat menunjukkan sifat serta kinerja seperti kualitas penyalaan, daya, sifat-sifat pada
suhu rendah dan pembentukan asap.
2.7.2 Titik Nyala (Flash Point)
Titik nyala (flash point) adalah suhu terendah dimana bahan bakar tersebut dapat
terbakar ketika bereaksi dengan udara . Bila nyala terus terjadi secara terus menerus,
maka suhu tersebut dinamakan titik bakar (fire poin), sifat ini menunjukkan adanya
materi-materi yang volatil dan mudah terbakar. Titik nyala secara tidak langsung
terkait dengan kerja mesin. Titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan
keterlambatan penyalaan, sementara apabila titik nyala terlalu rendah akan
menyebabkan timbulnya denotasi yaitu ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan
bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga dapat meningkatkan resiko bahaya saat
penyimpanan. Semakin tinggi titik nyala dari suatu bahan bakar semakin aman
penanganan dan penyimpanannya.
Universitas Sumatera Utara
22. Titik nyala diperlukan untuk keselamatan dalam penimbunan, pengangkutan dan
penyaluran bahan bakar minyak, untuk mengukur kecenderungan sampel membentuk
nyala api bila bercampur dengan udara pada temperatur tertentu, untuk menjamin
keselamatan pengangkutan dan penyimpanan dan mengetahui indikasi adanya
kontaminasi.
2.7.3. Temperatur Destilasi ( Distillation )
Temperatur destilasi menyatakan volatilitas atau kecenderungan suatu cairan untuk
berubah menjadi gas. Distillation adalah suatu rangkaiann proses dari pemanasan
tertutup suatu produk bahan bakar minyak pada suatu kolom destillasi. Akibat
pemanasan yang terus menerus produk bahan bakar minyak akan mendidih dan
sebagian akan berubah fasenya dari fase cair menjadi fase uap dan uap tersebut akan
melewati pendingin (kondensor berpendingin air) sehingga fase uap akan bertukar
panasnya dengan pendingin dan kembali lagi menjadi fase cair yang mengalir kedasar
kolom destilasi dan ditampung sebagai produk destilasi (destilat). Dengan
mengetahui temperatur destilasi dari bahan bakar maka akan didapatkan beberapa hal
yaitu : menentukan karakteristik/sifat penguapan bahan bakar yang merupakan
indikasi dari performance minyak tersebut terhadap aplikasinya dan menentukan hasil
pemeriksaan secara empiris sebagai korelasi terhadap performance peralatan
automotive .
Universitas Sumatera Utara
23. 2.7.4. Korosi Strip Tembaga (Copper Strip Corrosion)
Minyak bumi (crude petroleum) umumnya mengandung senyawa sulfur, sebagian
senyawa ini akan terikut sampai ke produk akhir walaupun dalam pengilangan sudah
ada proses pembersihannya. Senyawa sulfur dalam produk minyak bumi ada yang
bersifat korosif dan dapat menyebabkan masalah pada bagian-bagian mesin. Senyawa
sulfur ini reaktif terhadap tembaga, menghasilkan noda yang berwarna merah
kecoklatan. Untuk menguji sifat korosif dari bahan bakar bensin dapat digunakan alat
copper strip corrosion. Semakin gelap warna dari tembaga hasil pengujian
menunjukkan bahan bakar mempunyai sifat korosif yang tinggi.
2.7.5. Warna ( Colour )
Warna dari suatu bahan bakar tidak secara langsung terkait dengan kerja mesin diesel,
namun jika warna terlalu terang , terdapat kemungkinan untuk menambahkan dengan
beberapa zat warna lain sehingga standar warna dapat terpenuhi. Penggunaan zat
warna yang mengandung material korosif dapat mempengaruhi performance mesin.
Warna diperlukan untuk estetika warna dari bahan bakar minyak, untuk mengukur
kecenderungan sampel terkontaminasi warnanya oleh fraksi yang lebih berat atau
pekat, untuk menjamin tidak terjadinya kontaminasi, dan untuk menjamin tidak
terjadinya pengendapan material yang dapat mengendap dan sludge pada bahan bakar
minyak .
Universitas Sumatera Utara