SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
PERBUATAN MAIN HAKIM SENDIRI
                      DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS
1.     Pendahuluan
           Tindak kekerasan oleh massa dalam bentuk main hakim sendiri terhadap
   pelaku kejahatan, pada saat ini telah menjadi fenomena baru dalam masyarakat.
   Fenomena ini terus bermunculan, seiring dengan bergulirnya gerakan reformasi.
   Harian Kompas (16 Juni 2000) mencatat selama tahun 1999 s/d Mei 2000 hanya di
   wilayah Jabotabek saja telah terjadi 46 peristiwa kekerasan dengan korban tewas dan
   dibakar massa sebanyak 67 orang. Korban tersebut semuanya adalah pelaku tindak
   kriminal, seperti pencurian sepeda motor, perampasan mobil/taksi, pencurian ternak
   dan sebagainya.
           Salah satu contoh yang sangat tragis adalah ketika empat pelaku kejahatan di
   Pondok Gede yang sudah ada di atas mobil patroli Polisi, kemudian diseret, dianiaya
   dan dibakar oleh massa. Menyikapi kejadian tersebut, komentar yang muncul dari
   salah satu anggota masyarakat adalah: “ … kalau diserahkan kepada polisi, tak lama
   lagi mereka akan keluar dan kembali nodong”. Komentar ini menunjukan tingkat
   kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum telah hilang dan juga
   menunjukkan rendahnya kemampuan polisi untuk mencegah tindakan main hakim
   sendiri tersebut.
           Peristiwa main hakim sendiri ini tidak hanya terjadi di Jakarta yang
   karakteristik penduduknya sangat beragam. Di Cilacap yang masyarakatnya
   dikategorikan lebih tradisional, selama kurun waktu lima bulan (November 1999 s/d
   Maret 2000) tercatat 13 pelaku kejahatan tewas dihakimi massa. Sembilan
   diantaranya tewas dengan cara dibakar dan salah satunya adalah pelaku pencurian
   satu ekor ayam (Kompas, 16 Juni 2000).
           Mencermati perilaku masyarakat dalam menyikapi berbagai tindakpidana
   kejahatan tersebut, pertanyaan yang muncul adalah mengapa masyarakat berperilaku
   demikian ? Tidak mampukah peraturan hukum sebagai sarana kontrol sosial
   mencegah tindakan main hakim sendiri ? Makalah ini akan menguak fenomena
   perilaku main hakim sendiri dari aspek sosiologis.
1.     Hukum dan masyarakat
           Untuk mengatur ketertiban dan kepatuhan terhadap norma kehidupan
   bermasyarakat diperlukan suatu norma hukum. Hoeber (dalamSchur, 1968)
   menyebutkan empat fungsi dasar hukum sebagai sarana kontrol sosial dalam
   kehidupan bermasyarakat, yaitu :
1.   Untuk menetapkan hubungan-hubungan antar anggota masyarakat,
            dengan    menunjukan    jenis-jenis   perilaku   apa   saja   yang
            diperbolehkan dan yang dilarang;
       2.   Menentukan pembagian kekuasaan dan merinci siapa saja yang
            mewakili kewenangan untuk melakukan pemaksaan, serta siapa saja
            yang harus mentaatinya. Sekalipun memilihkan sanksi-sanksi yang
            tepat dan efektif;
       3.   Menyelesaikan sikap sengketa; dan
       4.   Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri
            dengan kondisi kehidupan yang berubah, dengan cara merumuskan
            kembali hubungan-hubungan antar anggota masyarakat. Apabila
            fungsi-funsgi ini dijalankan dengan benar dan kosekuen, dapat
            diharapkan perilaku manusia dan tata kehidupam masyarakat akan
            sesuai dengan kaidah, norma, nilai dan aturan yang berlaku secara
             universal.
             Namun       demikianuntuk  menjalankan     funsgi    hukun     tersebut
     menurutParsons (1971) terdapat beberapa masalah penting yang harus diselesaikan
     terlebih dahulu, yaitu :
1.      Masalah legitimasi, yang berkaitan daengan landasan bagi pentaatan kepada
      peraturan;
2.      Masalah interpretasi, yang menyangkut masalah penetapan hak dan
      kewajiban subjek melalui proses penerapan peraturan;
3.      Masalah sanksi, berkaitan dengan penegasan sanksi-sanksi yang akan timbul
      apabila terdapat pentaatan atau pelanggaran peraturan, serta menegaskan siapa
      yang berhak menerapkan sanksi tersebut;
4.      Masalah yirisdiksi, yaitu berkaitan dengan penetapan garis kewenangan
      tentang siapa yang akan berhak menegakan norma-norma hukum dan apa saja
      yang akan diatur oleh norma hukum tersebut (perbuatan, orang, golongan dan
      peranan).
            Keempat masalah ini menjadi amat penting, karena produk hukum yang
     berupa peraturan hukum harus memenuhi dan menjamin sara keadilan masyarakat.
     Oleh karenanya, melihat fungsi hukum yang demikian, antara hukum dan kehidupan
     sosial masyarakat tidaklah dapat dipisahklan. Peraturan hukum dapat digunakan
sebagai sarana kontrol sosial dalam hubungan antara manusia maupun dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
         Hubungan yang erat antara hukum dan masyarakat ini olehDurkheim (1964)
ditunjukan oleh perbedaan bentuk dan cara pelaksanaan hukum dalam suatu struktur
sosial masyarakat yang berbeda. Dalam teorinya tentang solidaritas
sosial, Durkheimmembadakan masyarakat dalam dua jenis yaitu solidaritas mekanik
dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik ditandai oleh pembagian kerja yang
rendah, kesadaran kolektif kuat, idividualisme rendah, hukum yang sifatnya represif
sangat dominan, konsendus terhadap pola-pola normatif sangat penting, keterlibatan
komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang sangat besar, dan bersifat
primitif atau pedesaan. Dengan ciri yang demikian, maka hukum ini mendefinisikan
setiap perilaku kejahatan sebagai ancaman terhadap solidaritas. Oleh karenanya
pemberian hukum di sini dilakukan tanpa harus mencerminkan pertimbangan rasional
yang mendalam mengenai jumlah kerugian secara objektif yang menimpa masyarakat
dan juga bukan merupakan pertimbangan yang diberikan utuk menyesuaikan
hukuman dengan kejahatannya. Hukuman tersebut cenderung mencerminkan dan
menyatakan kemarahan kolektif. Sedang solidaritas organik ditandai oleh perbagian
kerja yang tinggi, kesadaran kolaktif rendah, hukum yang sifatnya restitutif lebih
dominan, individualis tinggi, lebih mementingkan konsensus pada nilai-nilai abstrak
dan umum, badan-badan kontrol sosial yang menghukum orang yang menyimpanh,
dan bersifat industrial-perkotaan. Penerapan hukuman dalam solidaritas mekanik
lebih bertujuan untuk memulihkan perilaku masyarakat agar sesuai dengan norma-
norma yang berlaku dalam masyarakat.
         Kemajuan pebangunan yang dicapai oleh masyatrakat Indonesia saat ini
secara umum dapat dikategorikan pada struktur masyarakat bentuk solidaritas
organik. Dengan kemajuan ini tentunya norma hukum yang dianut lebih bersifat
restritutif. Namun melihat perilaku nain hakim sendiri yang dilakukan oleh
masyarakat, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai penerapan hukum yang
berlaku pada masyarakat yang memiliki karakteristik solidaritas mekanik.
Ketidakselarasan antara kemajuan zaman dengan praktik pelaksanaan hukum ini
selanjutnya dapat dikategorikan sebagai penyimpangan. Penyimpangan atau
ketidaksesuaian yang terjadi dalam masyarakat ini, dalam teori sosiologi disebut
sebagai anomie (Durkheim, 1964). Yaitu suatu keadaan dimana niali-nilai dan
norma-norna semakin tidak jelas lagi dan kehilangan relevansinya. Tindakan main
hakim sendiri, dengan demikian dapat dikategorikan sebagai anomie, atau dalam
kasus main hakim sendiri ini terjadi ketidaksesuaian dalam penerapan fungsi hukum
dengan tujuan yang diinginkan oleh masyatakat. Pelasanaan fungsi hukum oleh
   lembaga hukum dipadang oleh masyatakat belum memenuhi rasa keadilan
   masyarakat, sehingga masyarakat menjalankan hukumnya sendiri. Berlarutnya
   penyelesaian berbagai kasus pelanggaran hukum yang tanpa ujung telah
   menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan perangkat hukum.
           Belum selesai penanganan hukum terhadap kasus 27 Juli, kasus Bank Bali dan
   kasus mantan presiden Soeharto, sebagai contoh, telah memberikan inspiradi kepada
   masyarakat untuk tidak lagi mempercayai hukum, di samping menumbuhkan
   kemarahan dan kekecewaan masyarakat terhadap lembaga hukum sebagai lembaga
   kontrol sosial. Oleh karenanya Smelser (1963) melihat gejala kekerasan massa ini
   sebagai perwujudan dari ledakan kemarahan dan akumulasi kekecewaan masyarakat.
   Sebagai akibatnya, ketika pengendalian atau kontrol sosial oleh pemerintah melalui
   peraturan atau pranata hukum dianggap tidak berfungsi, maka pengendalian sosial
   dalam bentuk lain akan muncul (Black, 1976). Tindakan individu atau massa untuk
   main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan pada hakikatnya merupakan salah satu
   bentuk pengendalian sosial oleh masyarakat.
           Keberanian masyarakat untuk mengambil alih proses pengendalian sosial
   dalam bentuk main hakim sendiri ini, mau tidak mau dapat dinyatakan sebagai buah
   dari gerakan reformasi. Gerakan reformasi telah mewariskan kepada masyarakat, baik
   yang positif maupun negatif,- kebebasan, keberanian, keterbukaan informasi,
   demokrasi, dan sebagainya, yang kemudian menumbuhkan “kekuasaan dalam
   masyarakat. Rasa memiliki kekuasaan inilah yang kemudian menjadi pendorong
   munculnya tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat. Di sini kekuasaan
   dipandang sebagai sarana untuk melegitimasikan setiap tindakan yang dilakukan oleh
   masyarakat, termasuk melakukan tindakan hukum. Di sini berlaku suatu asumsi,
   bahwa penguasalah pemilik hukum.
1.     Hukum dan kekuasaan
           Keterkaitan hukum dan kekuasaan ini dapat dibuktikan melalui sejarah
   pemerintahan orde baru. Kekuasaan yang sangat besar yang dimiliki oleh pemerintah
   orde baru, mendorong pelaksanaan sistem hukum sesuai dengan selera dan kebutuhan
   penguasa. Di sini mengandung artibahwa para pemilik kekuasan pada umumnya
   berusaha mempertahankan “status quo” melalui berbagai tindakan yang tersembunyi
   di balik instrumen dam peraturan hukum. Tindakan ini oleh Galtum (1996) disebut
   sebagai kekuasan “punisif”, yang memiliki sumber legitimasinya pada kemampuan
   untuk memberikan sanksi “kejahatan” terhadap mereka yang berada di bawah
   kekuasaannya, guna menciptakan “rasa takut”. Kekuasaan ”punitif” ini memiliki
kecenderungan mewujudkan tujuannya melalui berbagai bentuk kekerasan fisik dan
   psikologis melalui penyiksaan, ancaman, tekanan dan sejenisnya.
          Pemerintahan orde baru dengan kekuasaanya itu telah memperaktikan apa
   yang dilansir oleh Galtum tersebut. Pemberian stigma politik kepada para
   demonstran atau kepada kelompok yang berwawasan kritis, penggusuran tanah atas
   nama pembangunan, merupakan contoh jelas dari upaya untuk mempertahankan
   kekuasaan melalui instrumen hukum. Oleh karenanya menjadi benar apabila Max
   Weber (1922) menyatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu
   hubungan sosial melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan,
   dan apapun dasar kemampuan ini.
          Mengapa penguasa (pemerintah) mampu menguasai rakyat yang sebenarnya
   memiliki kekuasaan fisik yangjauh lebih besar? MenurutHume (dalam Aubert,
   1973) ini disebabkan oleh kemampuan dan keberhasilan penguasa untuk menguasai
   opini. Yaitu dengan melakukan tekanan-tekanan, kekerasan dan berbagai bentuk
   penciptaan rasa takut lainnya, secara terus menerus sehingga memunculkan
   kepatuhan. Kepatuhan ini timbuk secara terus menerus untuk selalu tunduk dan
   pasrah, yang dilandasi oleh perasaan superioritas sang penguasa ataupun perasaan
   takut. Oleh karena hanya di atas opini sajalah kekuasaan dapat ditegakkan, maka
   penggalangan dan pembentukan opini terus menerus di lalukan guna mempertahan
   kekuasaan.
          Seiring dengan jatuhnya kekuasaan orde baru, masyarakat kemudian merasa
   menggunakan kekuasaan yang dimilikinya, masyarakat kemudian mengadopsi dan
   meniru pola atau model penggunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah orde
   baru. Masyarakat telah belajar banyak dari kemampuan pemerintah orde baru dalam
   menggunakan kekuasaannya, yang selanjutnya dipraktikan dalam bentuk pengadilan
   jalanan. Tindakan main hakim sendiri ini merupakan upaya masyarakat untuk
   menciptakan opini kepada pemerintah maupun kepada masyarakat lain secara lebih
   luas, guna menunjukkan kekuasaanya, meskipun tindakan tersebut disadari telah
   melanggar hukum.
1.     Alternatif pencegahan
          Perilaku menyimpang dan anomie dalam bentuk main hakim sendiri, sebagai
   suatu penyakit masyarakat, tentunya harus segera diobati. Untuk menemukan obat
   yang tepat pertama kali perlu dikenali akar permasalahan munculnya tindak
   kekerasan atau main hakim sendiri tersebut. Apabila akar masalahnya adalah
   ketidakpercayaan terhadap pranata hukum, maka fungsi hukum seperti yang
   dikemukakan olehHoeber di muka perlu dilaksanakan secara konsekuen. Upaya ini
pada akhirnya akan menumbuhkan kewibawaan dan kepastian hukum yang
   memenuhi rasa keadilan masyarakat. Sedangkan apabila tindak kekerasan itu berakar
   pada ketidakadilan dan ketertidakpastian masyarakat oleh struktur kekuasaan
   (penguasa), maka obat yang tepat untuk itu adalah “pencairan” struktur kekuasaan
   yang menjadi sumbernya. Di sinilah kemudian dituntut demokratisasi dalam
   kehidupan sosial masyarakat. Untuk dapat melaksanakan ini semua, maka berbagai
   masalah yang dikemukakan oleh Parsons di muka perlu diselesaikan terlebih dahulu.
           Berbagai masalah tersebut dapat diatasi dengan berbagai tindakan antara lain
   adalah :
1.     Hukum danperaturan perundang-undangan harus dirumuskan dengan baik
    dan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kepribadian, jujur, tidak
    memihak, serta memiliki kemampuan;
2.     Peraturan perundang-undangan sebaiknya bersifat melarang, bukan bersifat
    mengahruskan;
3.     Sanksi yang diancamkan di dalam perundang-undangan haruslah sebanding
    dengan sifat perundang-undangan yang dilanggar;
4.     Lembaga hukum harus dibebaskan dari berbagai kekuasaan di luar
    kekuasaan yudikatif, utamanya kekuasaan eksekutif; dan
5.     Para pelaksana hukum harus menafsirkan peraturan perundang-undangan
    sesuai dengan tafsir yang dilakukan oleh aparat pelaksana hukum. Melalui
    tindakan-tindakan ini dan menentukan akar permasalahan timbulnya tindakan
    main hakim sendiri, diharapkan tindak kekerasan oleh massa dapat dihentikan.

More Related Content

What's hot

Kriminologi Tugas Teori2 Sebab Kejahatan
Kriminologi Tugas Teori2 Sebab KejahatanKriminologi Tugas Teori2 Sebab Kejahatan
Kriminologi Tugas Teori2 Sebab Kejahatan
Fenti Anita Sari
 
Materi Viktimologi by Ibu Rani
Materi Viktimologi by Ibu RaniMateri Viktimologi by Ibu Rani
Materi Viktimologi by Ibu Rani
elsaref
 
Rangkuman(1)
Rangkuman(1)Rangkuman(1)
Rangkuman(1)
cleo2013
 
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIPMateri kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Nur Fitriana Damayanti
 

What's hot (20)

aliran kriminologi
aliran kriminologialiran kriminologi
aliran kriminologi
 
obyek kriminologi dan hub. dg pidana
obyek kriminologi dan hub. dg pidanaobyek kriminologi dan hub. dg pidana
obyek kriminologi dan hub. dg pidana
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
 
1 kriminologi copy
1 kriminologi   copy1 kriminologi   copy
1 kriminologi copy
 
Teori biologi kriminal
Teori biologi kriminalTeori biologi kriminal
Teori biologi kriminal
 
Kriminologi Tugas Teori2 Sebab Kejahatan
Kriminologi Tugas Teori2 Sebab KejahatanKriminologi Tugas Teori2 Sebab Kejahatan
Kriminologi Tugas Teori2 Sebab Kejahatan
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
 
Viktimologi
ViktimologiViktimologi
Viktimologi
 
P. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanP. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korban
 
Materi Viktimologi by Ibu Rani
Materi Viktimologi by Ibu RaniMateri Viktimologi by Ibu Rani
Materi Viktimologi by Ibu Rani
 
Viktimologi
ViktimologiViktimologi
Viktimologi
 
Materi Viktimologi by Dr. Angkasa
Materi Viktimologi by Dr. AngkasaMateri Viktimologi by Dr. Angkasa
Materi Viktimologi by Dr. Angkasa
 
Rangkuman(1)
Rangkuman(1)Rangkuman(1)
Rangkuman(1)
 
P. 4 hubungan viktimologi dgn ip
P. 4 hubungan viktimologi dgn ipP. 4 hubungan viktimologi dgn ip
P. 4 hubungan viktimologi dgn ip
 
Enam prinsip dasar realisme politik
Enam prinsip dasar realisme politikEnam prinsip dasar realisme politik
Enam prinsip dasar realisme politik
 
P. 3 ruang lingkup dan teori korban
P. 3 ruang lingkup dan teori  korbanP. 3 ruang lingkup dan teori  korban
P. 3 ruang lingkup dan teori korban
 
Materi Antropologi Hukum
Materi Antropologi HukumMateri Antropologi Hukum
Materi Antropologi Hukum
 
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIPMateri kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
 
Makalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukumMakalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukum
 

Similar to Contoh makalah-kriminologi

PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptxPERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
IlyasAlbar
 
Uas jawaban no. 2 sulistyowati
Uas jawaban no. 2 sulistyowatiUas jawaban no. 2 sulistyowati
Uas jawaban no. 2 sulistyowati
juniato
 
Presentasi sosiologi hukum
Presentasi sosiologi hukumPresentasi sosiologi hukum
Presentasi sosiologi hukum
Roy Punk
 

Similar to Contoh makalah-kriminologi (20)

PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptxPERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
 
Sosiologi hukum s-1
Sosiologi hukum s-1Sosiologi hukum s-1
Sosiologi hukum s-1
 
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptxPPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
 
RESUME SOSIALOGI HUKUM (PROF.Dr. H. ZAINUDIN ALI,M.A)
RESUME SOSIALOGI HUKUM (PROF.Dr.  H. ZAINUDIN ALI,M.A)RESUME SOSIALOGI HUKUM (PROF.Dr.  H. ZAINUDIN ALI,M.A)
RESUME SOSIALOGI HUKUM (PROF.Dr. H. ZAINUDIN ALI,M.A)
 
Ppt soshum 3
Ppt soshum 3Ppt soshum 3
Ppt soshum 3
 
Hukum non doktrinal
Hukum non doktrinalHukum non doktrinal
Hukum non doktrinal
 
Antropologi hukum umk cabang raha
Antropologi hukum umk cabang rahaAntropologi hukum umk cabang raha
Antropologi hukum umk cabang raha
 
Makalah kontrol sosial
Makalah kontrol sosialMakalah kontrol sosial
Makalah kontrol sosial
 
Budaya hukum dan implikasinya terhadap pembangunan hukum nasional
Budaya hukum dan implikasinya terhadap pembangunan hukum nasionalBudaya hukum dan implikasinya terhadap pembangunan hukum nasional
Budaya hukum dan implikasinya terhadap pembangunan hukum nasional
 
Law Sociology
Law SociologyLaw Sociology
Law Sociology
 
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
 
Makalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vikaMakalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vika
 
Sosiologi Hukum
Sosiologi HukumSosiologi Hukum
Sosiologi Hukum
 
Uas jawaban no. 2 sulistyowati
Uas jawaban no. 2 sulistyowatiUas jawaban no. 2 sulistyowati
Uas jawaban no. 2 sulistyowati
 
Presentasi sosiologi hukum
Presentasi sosiologi hukumPresentasi sosiologi hukum
Presentasi sosiologi hukum
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 
Hubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
Hubungan Hukum dengan Lembaga SosialHubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
Hubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
 
Pidana peencurian
Pidana peencurianPidana peencurian
Pidana peencurian
 
11. SESI 12.pptx
11. SESI 12.pptx11. SESI 12.pptx
11. SESI 12.pptx
 
Makalah rule of law
Makalah rule of lawMakalah rule of law
Makalah rule of law
 

More from Terminal Purba

More from Terminal Purba (20)

Rancang bangun penjadwalan tugas (task) pada komputasi paralel dengan menggun...
Rancang bangun penjadwalan tugas (task) pada komputasi paralel dengan menggun...Rancang bangun penjadwalan tugas (task) pada komputasi paralel dengan menggun...
Rancang bangun penjadwalan tugas (task) pada komputasi paralel dengan menggun...
 
Proposal 110605203718-phpapp02
Proposal 110605203718-phpapp02Proposal 110605203718-phpapp02
Proposal 110605203718-phpapp02
 
Prarancangan pabrik
Prarancangan pabrikPrarancangan pabrik
Prarancangan pabrik
 
Perbandingan beberapa algoritma hash kriptografik dalam bahasa java
Perbandingan beberapa algoritma hash kriptografik dalam bahasa javaPerbandingan beberapa algoritma hash kriptografik dalam bahasa java
Perbandingan beberapa algoritma hash kriptografik dalam bahasa java
 
Pancasila sebagai identitas nasional serta aktualisasi pengamalan pancasila d...
Pancasila sebagai identitas nasional serta aktualisasi pengamalan pancasila d...Pancasila sebagai identitas nasional serta aktualisasi pengamalan pancasila d...
Pancasila sebagai identitas nasional serta aktualisasi pengamalan pancasila d...
 
Oktober
OktoberOktober
Oktober
 
Multimedia pembelajaran-1262909494-phpapp01
Multimedia pembelajaran-1262909494-phpapp01Multimedia pembelajaran-1262909494-phpapp01
Multimedia pembelajaran-1262909494-phpapp01
 
Manajemenpendidikan 110510225231-phpapp02
Manajemenpendidikan 110510225231-phpapp02Manajemenpendidikan 110510225231-phpapp02
Manajemenpendidikan 110510225231-phpapp02
 
Makalah sumber-daya-alam
Makalah sumber-daya-alamMakalah sumber-daya-alam
Makalah sumber-daya-alam
 
Makalahpti 120222201512-phpapp01
Makalahpti 120222201512-phpapp01Makalahpti 120222201512-phpapp01
Makalahpti 120222201512-phpapp01
 
Makalah global-warming
Makalah global-warmingMakalah global-warming
Makalah global-warming
 
Makalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraanMakalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraan
 
Makalah asuhan keperawatan stroke
Makalah asuhan keperawatan strokeMakalah asuhan keperawatan stroke
Makalah asuhan keperawatan stroke
 
Formulir pengajuan pasien increso jj2
Formulir pengajuan pasien increso jj2Formulir pengajuan pasien increso jj2
Formulir pengajuan pasien increso jj2
 
Formulir lamaran kerja iso
Formulir lamaran kerja  isoFormulir lamaran kerja  iso
Formulir lamaran kerja iso
 
Forensic odontologist
Forensic odontologist Forensic odontologist
Forensic odontologist
 
Definisikaryailmiah 121001045132-phpapp01
Definisikaryailmiah 121001045132-phpapp01Definisikaryailmiah 121001045132-phpapp01
Definisikaryailmiah 121001045132-phpapp01
 
Contoh pembukaan-makalah
Contoh pembukaan-makalahContoh pembukaan-makalah
Contoh pembukaan-makalah
 
Contoh makalah-tentang-pengangguran-dan-kemiskinan-di-indonesia
Contoh makalah-tentang-pengangguran-dan-kemiskinan-di-indonesiaContoh makalah-tentang-pengangguran-dan-kemiskinan-di-indonesia
Contoh makalah-tentang-pengangguran-dan-kemiskinan-di-indonesia
 
Contoh makalah-tentang-keuangan-negara
Contoh makalah-tentang-keuangan-negaraContoh makalah-tentang-keuangan-negara
Contoh makalah-tentang-keuangan-negara
 

Contoh makalah-kriminologi

  • 1. PERBUATAN MAIN HAKIM SENDIRI DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS 1. Pendahuluan Tindak kekerasan oleh massa dalam bentuk main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan, pada saat ini telah menjadi fenomena baru dalam masyarakat. Fenomena ini terus bermunculan, seiring dengan bergulirnya gerakan reformasi. Harian Kompas (16 Juni 2000) mencatat selama tahun 1999 s/d Mei 2000 hanya di wilayah Jabotabek saja telah terjadi 46 peristiwa kekerasan dengan korban tewas dan dibakar massa sebanyak 67 orang. Korban tersebut semuanya adalah pelaku tindak kriminal, seperti pencurian sepeda motor, perampasan mobil/taksi, pencurian ternak dan sebagainya. Salah satu contoh yang sangat tragis adalah ketika empat pelaku kejahatan di Pondok Gede yang sudah ada di atas mobil patroli Polisi, kemudian diseret, dianiaya dan dibakar oleh massa. Menyikapi kejadian tersebut, komentar yang muncul dari salah satu anggota masyarakat adalah: “ … kalau diserahkan kepada polisi, tak lama lagi mereka akan keluar dan kembali nodong”. Komentar ini menunjukan tingkat kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum telah hilang dan juga menunjukkan rendahnya kemampuan polisi untuk mencegah tindakan main hakim sendiri tersebut. Peristiwa main hakim sendiri ini tidak hanya terjadi di Jakarta yang karakteristik penduduknya sangat beragam. Di Cilacap yang masyarakatnya dikategorikan lebih tradisional, selama kurun waktu lima bulan (November 1999 s/d Maret 2000) tercatat 13 pelaku kejahatan tewas dihakimi massa. Sembilan diantaranya tewas dengan cara dibakar dan salah satunya adalah pelaku pencurian satu ekor ayam (Kompas, 16 Juni 2000). Mencermati perilaku masyarakat dalam menyikapi berbagai tindakpidana kejahatan tersebut, pertanyaan yang muncul adalah mengapa masyarakat berperilaku demikian ? Tidak mampukah peraturan hukum sebagai sarana kontrol sosial mencegah tindakan main hakim sendiri ? Makalah ini akan menguak fenomena perilaku main hakim sendiri dari aspek sosiologis. 1. Hukum dan masyarakat Untuk mengatur ketertiban dan kepatuhan terhadap norma kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu norma hukum. Hoeber (dalamSchur, 1968) menyebutkan empat fungsi dasar hukum sebagai sarana kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu :
  • 2. 1. Untuk menetapkan hubungan-hubungan antar anggota masyarakat, dengan menunjukan jenis-jenis perilaku apa saja yang diperbolehkan dan yang dilarang; 2. Menentukan pembagian kekuasaan dan merinci siapa saja yang mewakili kewenangan untuk melakukan pemaksaan, serta siapa saja yang harus mentaatinya. Sekalipun memilihkan sanksi-sanksi yang tepat dan efektif; 3. Menyelesaikan sikap sengketa; dan 4. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah, dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan antar anggota masyarakat. Apabila fungsi-funsgi ini dijalankan dengan benar dan kosekuen, dapat diharapkan perilaku manusia dan tata kehidupam masyarakat akan sesuai dengan kaidah, norma, nilai dan aturan yang berlaku secara universal. Namun demikianuntuk menjalankan funsgi hukun tersebut menurutParsons (1971) terdapat beberapa masalah penting yang harus diselesaikan terlebih dahulu, yaitu : 1. Masalah legitimasi, yang berkaitan daengan landasan bagi pentaatan kepada peraturan; 2. Masalah interpretasi, yang menyangkut masalah penetapan hak dan kewajiban subjek melalui proses penerapan peraturan; 3. Masalah sanksi, berkaitan dengan penegasan sanksi-sanksi yang akan timbul apabila terdapat pentaatan atau pelanggaran peraturan, serta menegaskan siapa yang berhak menerapkan sanksi tersebut; 4. Masalah yirisdiksi, yaitu berkaitan dengan penetapan garis kewenangan tentang siapa yang akan berhak menegakan norma-norma hukum dan apa saja yang akan diatur oleh norma hukum tersebut (perbuatan, orang, golongan dan peranan). Keempat masalah ini menjadi amat penting, karena produk hukum yang berupa peraturan hukum harus memenuhi dan menjamin sara keadilan masyarakat. Oleh karenanya, melihat fungsi hukum yang demikian, antara hukum dan kehidupan sosial masyarakat tidaklah dapat dipisahklan. Peraturan hukum dapat digunakan
  • 3. sebagai sarana kontrol sosial dalam hubungan antara manusia maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hubungan yang erat antara hukum dan masyarakat ini olehDurkheim (1964) ditunjukan oleh perbedaan bentuk dan cara pelaksanaan hukum dalam suatu struktur sosial masyarakat yang berbeda. Dalam teorinya tentang solidaritas sosial, Durkheimmembadakan masyarakat dalam dua jenis yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik ditandai oleh pembagian kerja yang rendah, kesadaran kolektif kuat, idividualisme rendah, hukum yang sifatnya represif sangat dominan, konsendus terhadap pola-pola normatif sangat penting, keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang sangat besar, dan bersifat primitif atau pedesaan. Dengan ciri yang demikian, maka hukum ini mendefinisikan setiap perilaku kejahatan sebagai ancaman terhadap solidaritas. Oleh karenanya pemberian hukum di sini dilakukan tanpa harus mencerminkan pertimbangan rasional yang mendalam mengenai jumlah kerugian secara objektif yang menimpa masyarakat dan juga bukan merupakan pertimbangan yang diberikan utuk menyesuaikan hukuman dengan kejahatannya. Hukuman tersebut cenderung mencerminkan dan menyatakan kemarahan kolektif. Sedang solidaritas organik ditandai oleh perbagian kerja yang tinggi, kesadaran kolaktif rendah, hukum yang sifatnya restitutif lebih dominan, individualis tinggi, lebih mementingkan konsensus pada nilai-nilai abstrak dan umum, badan-badan kontrol sosial yang menghukum orang yang menyimpanh, dan bersifat industrial-perkotaan. Penerapan hukuman dalam solidaritas mekanik lebih bertujuan untuk memulihkan perilaku masyarakat agar sesuai dengan norma- norma yang berlaku dalam masyarakat. Kemajuan pebangunan yang dicapai oleh masyatrakat Indonesia saat ini secara umum dapat dikategorikan pada struktur masyarakat bentuk solidaritas organik. Dengan kemajuan ini tentunya norma hukum yang dianut lebih bersifat restritutif. Namun melihat perilaku nain hakim sendiri yang dilakukan oleh masyarakat, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai penerapan hukum yang berlaku pada masyarakat yang memiliki karakteristik solidaritas mekanik. Ketidakselarasan antara kemajuan zaman dengan praktik pelaksanaan hukum ini selanjutnya dapat dikategorikan sebagai penyimpangan. Penyimpangan atau ketidaksesuaian yang terjadi dalam masyarakat ini, dalam teori sosiologi disebut sebagai anomie (Durkheim, 1964). Yaitu suatu keadaan dimana niali-nilai dan norma-norna semakin tidak jelas lagi dan kehilangan relevansinya. Tindakan main hakim sendiri, dengan demikian dapat dikategorikan sebagai anomie, atau dalam kasus main hakim sendiri ini terjadi ketidaksesuaian dalam penerapan fungsi hukum
  • 4. dengan tujuan yang diinginkan oleh masyatakat. Pelasanaan fungsi hukum oleh lembaga hukum dipadang oleh masyatakat belum memenuhi rasa keadilan masyarakat, sehingga masyarakat menjalankan hukumnya sendiri. Berlarutnya penyelesaian berbagai kasus pelanggaran hukum yang tanpa ujung telah menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan perangkat hukum. Belum selesai penanganan hukum terhadap kasus 27 Juli, kasus Bank Bali dan kasus mantan presiden Soeharto, sebagai contoh, telah memberikan inspiradi kepada masyarakat untuk tidak lagi mempercayai hukum, di samping menumbuhkan kemarahan dan kekecewaan masyarakat terhadap lembaga hukum sebagai lembaga kontrol sosial. Oleh karenanya Smelser (1963) melihat gejala kekerasan massa ini sebagai perwujudan dari ledakan kemarahan dan akumulasi kekecewaan masyarakat. Sebagai akibatnya, ketika pengendalian atau kontrol sosial oleh pemerintah melalui peraturan atau pranata hukum dianggap tidak berfungsi, maka pengendalian sosial dalam bentuk lain akan muncul (Black, 1976). Tindakan individu atau massa untuk main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk pengendalian sosial oleh masyarakat. Keberanian masyarakat untuk mengambil alih proses pengendalian sosial dalam bentuk main hakim sendiri ini, mau tidak mau dapat dinyatakan sebagai buah dari gerakan reformasi. Gerakan reformasi telah mewariskan kepada masyarakat, baik yang positif maupun negatif,- kebebasan, keberanian, keterbukaan informasi, demokrasi, dan sebagainya, yang kemudian menumbuhkan “kekuasaan dalam masyarakat. Rasa memiliki kekuasaan inilah yang kemudian menjadi pendorong munculnya tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat. Di sini kekuasaan dipandang sebagai sarana untuk melegitimasikan setiap tindakan yang dilakukan oleh masyarakat, termasuk melakukan tindakan hukum. Di sini berlaku suatu asumsi, bahwa penguasalah pemilik hukum. 1. Hukum dan kekuasaan Keterkaitan hukum dan kekuasaan ini dapat dibuktikan melalui sejarah pemerintahan orde baru. Kekuasaan yang sangat besar yang dimiliki oleh pemerintah orde baru, mendorong pelaksanaan sistem hukum sesuai dengan selera dan kebutuhan penguasa. Di sini mengandung artibahwa para pemilik kekuasan pada umumnya berusaha mempertahankan “status quo” melalui berbagai tindakan yang tersembunyi di balik instrumen dam peraturan hukum. Tindakan ini oleh Galtum (1996) disebut sebagai kekuasan “punisif”, yang memiliki sumber legitimasinya pada kemampuan untuk memberikan sanksi “kejahatan” terhadap mereka yang berada di bawah kekuasaannya, guna menciptakan “rasa takut”. Kekuasaan ”punitif” ini memiliki
  • 5. kecenderungan mewujudkan tujuannya melalui berbagai bentuk kekerasan fisik dan psikologis melalui penyiksaan, ancaman, tekanan dan sejenisnya. Pemerintahan orde baru dengan kekuasaanya itu telah memperaktikan apa yang dilansir oleh Galtum tersebut. Pemberian stigma politik kepada para demonstran atau kepada kelompok yang berwawasan kritis, penggusuran tanah atas nama pembangunan, merupakan contoh jelas dari upaya untuk mempertahankan kekuasaan melalui instrumen hukum. Oleh karenanya menjadi benar apabila Max Weber (1922) menyatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apapun dasar kemampuan ini. Mengapa penguasa (pemerintah) mampu menguasai rakyat yang sebenarnya memiliki kekuasaan fisik yangjauh lebih besar? MenurutHume (dalam Aubert, 1973) ini disebabkan oleh kemampuan dan keberhasilan penguasa untuk menguasai opini. Yaitu dengan melakukan tekanan-tekanan, kekerasan dan berbagai bentuk penciptaan rasa takut lainnya, secara terus menerus sehingga memunculkan kepatuhan. Kepatuhan ini timbuk secara terus menerus untuk selalu tunduk dan pasrah, yang dilandasi oleh perasaan superioritas sang penguasa ataupun perasaan takut. Oleh karena hanya di atas opini sajalah kekuasaan dapat ditegakkan, maka penggalangan dan pembentukan opini terus menerus di lalukan guna mempertahan kekuasaan. Seiring dengan jatuhnya kekuasaan orde baru, masyarakat kemudian merasa menggunakan kekuasaan yang dimilikinya, masyarakat kemudian mengadopsi dan meniru pola atau model penggunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru. Masyarakat telah belajar banyak dari kemampuan pemerintah orde baru dalam menggunakan kekuasaannya, yang selanjutnya dipraktikan dalam bentuk pengadilan jalanan. Tindakan main hakim sendiri ini merupakan upaya masyarakat untuk menciptakan opini kepada pemerintah maupun kepada masyarakat lain secara lebih luas, guna menunjukkan kekuasaanya, meskipun tindakan tersebut disadari telah melanggar hukum. 1. Alternatif pencegahan Perilaku menyimpang dan anomie dalam bentuk main hakim sendiri, sebagai suatu penyakit masyarakat, tentunya harus segera diobati. Untuk menemukan obat yang tepat pertama kali perlu dikenali akar permasalahan munculnya tindak kekerasan atau main hakim sendiri tersebut. Apabila akar masalahnya adalah ketidakpercayaan terhadap pranata hukum, maka fungsi hukum seperti yang dikemukakan olehHoeber di muka perlu dilaksanakan secara konsekuen. Upaya ini
  • 6. pada akhirnya akan menumbuhkan kewibawaan dan kepastian hukum yang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Sedangkan apabila tindak kekerasan itu berakar pada ketidakadilan dan ketertidakpastian masyarakat oleh struktur kekuasaan (penguasa), maka obat yang tepat untuk itu adalah “pencairan” struktur kekuasaan yang menjadi sumbernya. Di sinilah kemudian dituntut demokratisasi dalam kehidupan sosial masyarakat. Untuk dapat melaksanakan ini semua, maka berbagai masalah yang dikemukakan oleh Parsons di muka perlu diselesaikan terlebih dahulu. Berbagai masalah tersebut dapat diatasi dengan berbagai tindakan antara lain adalah : 1. Hukum danperaturan perundang-undangan harus dirumuskan dengan baik dan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kepribadian, jujur, tidak memihak, serta memiliki kemampuan; 2. Peraturan perundang-undangan sebaiknya bersifat melarang, bukan bersifat mengahruskan; 3. Sanksi yang diancamkan di dalam perundang-undangan haruslah sebanding dengan sifat perundang-undangan yang dilanggar; 4. Lembaga hukum harus dibebaskan dari berbagai kekuasaan di luar kekuasaan yudikatif, utamanya kekuasaan eksekutif; dan 5. Para pelaksana hukum harus menafsirkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan tafsir yang dilakukan oleh aparat pelaksana hukum. Melalui tindakan-tindakan ini dan menentukan akar permasalahan timbulnya tindakan main hakim sendiri, diharapkan tindak kekerasan oleh massa dapat dihentikan.