SlideShare a Scribd company logo
1 of 9
Download to read offline
Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 174
BUDAYA HUKUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL
Muh. Sudirman Sesse
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare
Email: sumantri123@yahoo.com
Abstract: The culture of law is acceptance and resistance on a law event indicating
each human behavior on legal problem and event brought in to community. The law
can't be only seen from the yuridical perspective, but it must be seen by several
perspective according to people and nation development either developed or
developing countries. National development is an absolute requirement to improve
people life, nation, and state.
Kata Kunci: Budaya hukum, Pembangunan hukum nasional, Perilaku masyarakat.
I. PENDAHULUAN
Semua masyarakat mengenal cara-
cara kontrol sosial yang kita berikan
kualifikasi yuridis. Namun cara-cara itu
tidak diberi arti yang sama oleh masyara-
kat-masyarakat itu. Masyarakat tertentu
segera menuntut dari hukum agar menjamin
nilai-nilai yang oleh mereka dianggap
pokok.
Setiap masyarakat tidak melihat dunia
secara sama, seringkali nilai-nilai yang
diutamakan itu berbeda-beda satu sama
lain. Demikian pula halnya dengan isi
hukum tiap-tiap masyarakat. Dalam antro-
pologi tidak dapat membatasi diri pada
penelitian isi peraturan-peraturan hukum
dan bentuk-bentuk sanksinya, tapi yang
perlu diketahui dengan jelas adalah proses
pembentukan hukumnya.
Manusia dalam kehidupan berma-
syarakat telah dibekali untuk berlaku dan
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya
tertentu. Nilai-nilai budaya, yang oleh
orang dalam masyarakat tertentu harus
dijunjung tinggi, belum tentu dianggap
penting oleh warga masyarakat lain. Nilai-
nilai budaya tercakup secara lebih konkrit
dalam norma-norma sosial, yang diajarkan
kepada setiap warga masyarakat supaya
dapat menjadi pedoman berlaku pada waktu
melakukan berbagai peranan dalam
berbagai situasi sosial.
Norma-norma sosial sebagian ter-
gantung dalam kaitan dengan norma lain,
dan menjelma menjadi pranata atau lem-
baga sosial yang semuanya lebih mem-
permudah manusia mewujudkan perilaku
yang sesuai dengan tuntutan masyarakatnya
atau yang sesuai dengan gambaran ideal
mengenai cara hidup yang dianut dalam
kelompoknya. Gambaran ideal atau disain
hidup atau cetak biru ini yang merupakan
kebudayaan dari masyarakat tersebut, yang
hendak dilestarikan melalui cara hidup
warga masyarakat dan salah satu cara untuk
mendorong para anggota masyarakat agar
melestarikan kebudayaan itu adalah hukum.
Antropologi hukum menerima ke-
hadiran hukum sebagai suatu yang sangat
vital, seperti mempertahankan kelang-
sungan hidup masyarakat, mengatur
produksi dan distribusi kekayaan dan cara-
cara untuk melindungi masyarakat dari
gangguan, baik dari dalam maupun dari
luar. Dengan demikian, hukum diterima
Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 175
dari sudut pandang yang sangat luas,
khususnya mengenai tempat dan peranan-
nya dalam masyarakat. Bagi ilmu hukum
pada umumnya, pendekatan antropologi ini
telah menambahkan perspektif baru yang
lebih luas yaitu apabila studi tentang hukum
itu hendak mencapai tingkat ketepatan yang
tinggi, maka dituntut suatu penglihatan
yang menyeluruh terhadap masyarakat.
Studi hukum tidak dapat membatasi
diri hanya kepada pengamatan terhadap
bentuk-bentuk dan lembaga-lembaga yang
ada pada suatu waktu tertentu. Sistem
hukum tidak muncul secara terisolasi dari
segi-segi lain kehidupan masyarakat, me-
lainkan harus sistem-sistem hukum itu
merupakan bagian dari pola kultur suatu
bangsa dan hukum terintegrasikan di
dalamnya. Hukum merupakan bentuk dan
manifestasi sosio cultural.
Paradigma sistem hukum yang diper-
kenalkan oleh Lawrence M.Friedman terdiri
atas tiga komponen, yaitu komponen struk-
tural, komponen substansi dan komponen
budaya hukum.
Komponen struktural, merupakan
bagian dari sistem hukum yang bergerak
dalam suatu mekanisme, termasuk dalam
komponen ini antara lain lembaga pembuat
undang-undang, pengadilan dan lembaga
yang diberi wewenang untuk menerapkan
hukum serta lembaga yang diberi
wewenang untuk melakukan penindakan
terhadap pihak yang melanggar ketentuan
hukum.
Komponen substansi yaitu hasil nyata
yang diterbitkan oleh sistem hukum. Hasil
ini dapat berwujud hukum in-concreto atau
kaidah hukum khusus dan kaidah hukum
in-abstracto atau kaidah hukum umum.
Budaya hukum diartikan keseluruhan
sistem nilai serta sikap yang mempengaruhi
hukum. Pembagian sistem hukum ke dalam
tiga komponen ini untukmenganalisis
bekerjanya suatu sistem hukum atau sistem
hukum yang sedang beroperasi dalam studi
tentang hukum dan masyarakat.
Berbicara mengenai sistem hukum,
berarti hukum merupakan satu mata rantai
yang memiliki perannya masing-masing,
dalam artian bahwa dalam sistem terdapat
sub sistem yang saling mendukung dan
tidak bercerai berai antara satu sub sistem
dengan sub sistem lainnya. Dengan
demikian dalam sistem hukumpun tetap
terdapat hubungan dengan sistem di luar
lingkungan hukum.
Pembahasan hubungan timbal balik
antara hukum dan masyarakat sangat
penting dan perlu dilakukan untuk mem-
peroleh kejelasan mengenai pemikiran
tentang hal ini di Indonesia dewasa ini. Hal
ini sangat mendesak karena pandangan atau
konsepsi hukum merupakan salah satu
sarana pembaharuan dan pembangunan
masyarakat.
Pembangunan dalam arti seluas-luas-
nya meliputi segala segi dari kehidupan
masyarakat. Masyarakat yang sedang mem-
bangun harus mengetahui interaksi antara
hukum dengan faktor-faktor lain dalam
perkembangan masyarakat, terutama eko-
nomi dan sosial. Cara pemakaian hukum
demikian mengharuskan diadakannya
analisis fungsional dan sistem hukum
sebagai keseluruhan serta dari kaidah-
kaidah dan lembaga-lembaga sosial ter-
tentu.
Berdasar pada kerangka pemikiran
tersebut, maka yang menjadi fokus dalam
kajian tulisan ini adalah “bagaimana
Implikasi budaya hukum terhadap pem-
bangunan hukum nasional”
II.PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tipe Budaya Hukum
Jika suatu masyarakat diperhatikan,
maka akan nampak walaupun sifat-sifat
individu berbeda-beda, namun para warga
keseluruhannya akan memberikan reaksi
yang sama terhadap gejala-gejala tertentu.
Dengan adanya reaksi yang sama itu maka
mereka memiliki sikap yang umum sama.
Hal-hal yang merupakan milik bersama
tersebut dalam antropologi budaya dinama-
kan kebudayaan.
Ditarik dari pengertian yang demikian,
maka budaya hukum merupakan salah satu
Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 176
bagian dari kebudayaan manusia yang
demikian luas. Budaya hukum adalah tang-
gapan umum yang sama dari masyarakat
tertentu terhadap gejala-gejala hukum.
Tanggapan itu merupakan kesatuan pan-
dangan terhadap nilai-nilai dan perilaku
hukum. Jadi suatu budaya hukum menun-
jukkan tentang pola perilaku individu
sebagai anggota masyarakat yang meng-
gambarkan tanggapan (orientasi) yang sama
terhadap kehidupan hukum yang dihayati
masyarakat bersangkutan.
Diketahuinya budaya hukum masya-
rakat setempat merupakan bahan informasi
yang penting, artinya untuk lebih mengenal
susunan masyarakat setempat, sistem
hukum, konsepsi hukum, norma-norma
hukum dan perilaku manusia. Budaya
hukum bukan merupakan budaya pribadi
melainkan budaya menyeluruh dari
masyarakat tertentu sebagai satu kesatuan
sikap dan perilaku.
Oleh karenanya dalam membicarakan
budaya hukum tidak terlepas dari keadaan
masyarakat, sistem dan susunan masyarakat
yang mengandung budaya hukum tersebut.
Budaya hukum merupakan tanggapan yang
bersifat penerimaan-penerimaan atau
penolakan terhadap suatu peristiwa hukum.
Ia menunjukkan sikap perilaku manusia
terhadap masalah hukum dan peristiwa
hukum yang terbawa ke dalam masyarakat.
Tipe budaya hukum dapat dikelom-
pokkan dalam tiga wujud perilaku manusia
dalam kehidupan masyarakat yaitu:
1)Budaya parokial (parochial culture),
2)Budaya subjek (subject culture),
3)Budaya partisipant (participant culture)
Pada masyarakat parokial (picik), cara
berpikir para anggota masyarakatnya masih
terbatas, tanggapannya terhadap hukum
hanya terbatas dalam lingkungannya sen-
diri. Masyarakat demikian masih bertahan
pada tradisi hukumnya sendiri, kaidah-
kaidah hukum yang telah digariskan leluhur
merupakan azimat yang pantang diubah.
Jika ada yang berperilaku menyimpang,
akan mendapat kutukan. Masyarakat tipe ini
memiliki ketergantungan yang tinggi pada
pemimpin.
Apabila pemimpin bersifat egosentris,
maka ia lebih mementingkan dirinya sen-
diri. Sebaliknya jika sifat pemimpinnya
altruis maka warga masyarakatnya men-
dapatkan perhatian, karena ia menempatkan
dirinya sebagai primus intervares, yang
utama di antara yang sama. Pada umumnya,
masyarakat yang sederhana, sifat budaya
hukumnya etnosentris, lebih mengutamakan
dan membanggakan budaya hukum sendiri
dan menganggap hukum sendiri lebih baik
dari hukum orang lain.
Dalam masyarakat budaya subjek
(takluk), cara berpikir anggota masyarakat
sudah ada perhatian, sudah timbul kesa-
daran hukum yang umum terhadap keluaran
dari penguasa yang lebih tinggi. Masukan
dari masyarakat masih sangat kecil atau
belum ada sama sekali. Ini disebabkan
pengetahuan, pengalaman dan pergaulan
anggota masyarakat masih terbatas dan ada
rasa takut pada ancaman-ancaman ter-
sembunyi dari penguasa.
Orientasi pandangan mereka terhaap
aspek hukum yang baru sudah ada, sudah
ada sikap menerima atau menolak,
walaupun cara pengungkapannya bersifat
pasif, tidak terang-terangan atau masih
tersembunyi. Tipe masyarakat yang bersifat
menaklukkan diri ini, menganggap dirinya
tidak berdaya mempengaruhi, apalagi
berusaha mengubah sistem hukum, norma
hukum yang dihadapinya, walaupun apa
yang dirasakan bertentangan dengan
kepentingan pribadi dan masyarakatnya.
Pada masyarakat budaya partisipan
(berperan serta), cara berpikir dan ber-
perilaku anggota masyarakatnya berbeda-
beda. Ada yang masih berbudaya takluk,
namun sudah banyak yang merasa berhak
dan berkewajiban berperan serta karena ia
merasa sebagai bagian dari kehidupan
hukum yang umum.
Disini masyarakat sudah merasa
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Ia tidak mau dikucilkan dari kegiatan
Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 177
tanggapan terhadap masukan dan keluaran
hukum, ikut menilai setiap peristiwa hukum
dan peradilan, merasa terlibat dalam
kehidupan hukum baik yang menyangkut
kepentingan umum maupun kepentingan
keluarga dan dirinya sendiri. Biasanya
dalam masyarakat demikian, pengetahuan
dan pengalaman anggotanya sudah luas,
sudah ada perkumpulan organisasi, baik
yang susunannya berdiri sendiri maupun
yang mempunyai hubungan dengan daerah
lain dan dari atas ke bawah.
Budaya hukum, sebagaimana diurai-
kan, hanya merupakan sebagian dari sikap
dan perilaku yang mempengaruhi sistem
dan konsepsi hukum dalam masyarakat
setempat. Masih ada faktor-faktor lain yang
juga tidak kecil pengaruhnya terhadap
budaya hukum seperti sistem dan susunan
kemasyarakatan, kekerabatan, keagamaan,
ekonomi dan politik, lingkungan hidup dan
cara kehidupan, disamping sifat watak
pribadi seseorang yang kesemuanya saling
bertautan.
B. Pembangunan Hukum Nasional
Hukum Nasional adalah hukum atau
peraturan perundangan yang didasarkan
kepada landasan ideology dan kon-
stitusional, yaitu Pancasila dan UUD 1945
atau hukum yang dibangun di atas
kreativitas atau aktivitas yang didasarkan
atas cita rasa dan rekayasa bangsa sendiri.
Sehubungan dengan itu, hukum nasional
tidak lain adalah sistem hukum yang
bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa
yang sudah lama ada dan berkembang
sekarang, dengan perkataan lain, hukum
nasional merupakan sistem hukum yang
timbul sebagai buah usaha budaya rakyat
Indonesia yang berjangkauan nasional,
yaitu sistem hukum yang meliputi seluruh
rakyat sejauh batas-batas nasional negara
Indonesia.
Pembangunan hukum adalah upaya
mengubah tatanan-tatanan hukum dengan
perencanaan secara sadar dan terarah
dengan mengacu masa depan berlandaskan
kecenderungan-kecenderungan yang ter-
amati. Pembangunan hukum merupakan
suatu tindakan politik. Sebagai satu tin-
dakan politik, maka pembangunan hukum
sedikit banyaknya akan bergantung pada
kesungguhan aktor-aktor politik. Merekalah
yang memegang kendali dalam menentukan
arahnya, begitu juga corak dan materinya.
Arah pembangunan hukum bukanlah
sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan
terintegrasi dengan arah pembangunan di
bidang lainnya yang memerlukan penye-
rasian. Betapapun arah pembangunan
hukum bertitik tolak pada garis-garis besar
gagasan dalam UUD 1945, dibutuhkan
penyelarasan dengan tingkat perkembangan
masyarakat yang dimimpikan akan tercipta
pada masa depan.
Kantorowicz berpendapat bahwa
terdapat berbagai gejala, termasuk non-
hukum yang menjadi bagian dari konsep
hukum. Dia berpendapat bahwa peman-
faatan konsep-konsep tersebut senantiasa
tergantung pada ilmu hukum umum,
dengan cara memberikan latar belakang
yuridis yang memadai. Hukum ditandai
dengan adanya perangkat aturan-aturan
mengenai perilaku eksternal yang diharap-
kan. Setiap aturan berisikan unsur keharu-
san yang ditentukan menurut masyarakat
dan kebudayaan.
Aturan-aturan (normatif) tersebut
harus dibedakan dengan keteraturan atau
keseragaman faktual yang menjadi pedo-
man perilaku manusia. Hukum merupakan
suatu sarana dengan mana manusia akan
dapat menyesuaikan tinda-kan-tindakan
aktualnya pada prinsip-prinsip ideal yang
memungkinkan kelangsungan kehidupan
social.
Berkenaan dengan pembangunan
hukum, Prof. Dr. Bagir Manan, mengemu-
kakan: Pembangunan hukum pada dasarnya
adalah pembaharuan hukum. Hal demikian
terjadi karena pembaharuan hukum tidak
bertolak dari ruang kosong. Indonesia seba-
gaimana setiap masyarakat dengan
sendirinya memiliki sistem hukum sebagai
aturan tingkah laku yang mengatur
pergaulan anggota masyarakatnya.
Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 178
Di Indonesia, sistem hukum telah ada
mendahului kedatangan kaum penjajah atau
pengaruh Barat pada umumnya. Sistem
hukum yang teratur berada di tengah-tengah
masyarakat Indonesia yang telah teratur
jauh sebelum masa penjajahan. Dalam
ukuran tertentu sistem hukum Indonesia asli
sangat modern.
Peranan hukum dalam pembangunan
untuk menjamin perubahan terjadi secara
teratur. Perubahan yang teratur melalui
prosedur hukum, baik berwujud peraturan
perundang-undangan maupun keputusan
badan-badan peradilan lebih baik daripada
perubahan yang tidak teratur dengan
menggunakan kekerasan semata. Oleh
karena, baik perubahan (dan pembaharuan)
maupun ketertiban (atau keteraturan)
merupakan tujuan kembar dari masyarakat
yang sedang membangun, maka hukum
menjadi suatu alat yang tidak dapat
diabaikan dalam proses pembangunan.
Sasaran pokok pembangunan per-
aturan perundang-undangan meliputi:
Pertama, Melanjutkan pembaharuan per-
aturan perundang-undangan dari masa
kolonial. Kedua, Memperbaharui peraturan
perundang-undangan yang dibentuk setelah
merdeka telah ketinggalan atau tidak
mencerminkan dasar dan arah politik
hukum menuju kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang demokratis,
berdasarkan atas hukum, berkeadilan sosial
dan satu pemerintahan yang bersih. Ketiga,
Menciptakan peraturan perundang-
undangan baru yang diperlukan baik dalam
rangka memperkuat dasar dan arah politik
hukum maupun mengisi berbagai keko-
songan hukum akibat perkembangan baru.
Keempat, Mengadakan atau mema-suki
berbagai persetujuan internasional baik
dalam rangka ikut memperkokoh tatanan
internasional maupun untuk kepentingan
nasional.
Sikap apresiasi terhadap hukum
seperti apakah yang harus dibangun dan
siapa yang harus berada di garda terdepan,
dikembalikan kepada gagasan dasar yang
terkandung dalam UUD 1945. Sikap yang
harus dibangun atau dikembangkan adalah
sikap yang terbuka, hormat menghormati
dan tidak individual. Pilihan terhadap
negara hukum sebagaimana yang
ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD
1945, bermakna negara hukum yang
demokratis, mengandung arti bahwa kita
telah memilih untuk tunduk dan taat
terhadap hukum. Pilihan itu juga berarti
bahwa hukum ditempatkan dan dijadikan
sebagai aturan main utama dan tertinggi
dalam peri kehidupan berbangsa dan
bernegara, dengan kata lain, hukum tidak
dapat dilihat hanya dari segi hukum
(yuridis) saja tapi harus dilihat dari berbagai
segi, agar upaya pembangunan hukum
serasi dengan perkembangan masyarakat
bangsa yang sedang berkembang dan
membangun.
C. Budaya Hukum dan Pembangunan
Hukum Nasional
Dalam praktek kehidupan bernegara,
berbangsa dan bermasyarakat, secara men-
dasar (grounded dogmatic) dimensi kultur
seyogianya mendahului dimensi lainnya,
karena di dalam dimensi budaya itu
tersimpan seperangkat nilai (value system).
Selanjutnya sistem nilai ini menjadi dasar
perumusan kebijakan (policy) dan kemu-
dian disusul dengan pembuatan hukum (law
making) sebagai rambu-rambu yuridis dan
code of conduct dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari, yang diharapkan
akan mencerminkan nilai-nilai luhur yang
dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan.
Menurut tujuan kebijakan strategis,
yang penting adalah sejauhmana lembaga
perumus kebijakan dan penyusun peraturan
hukum secara konsisten tetap mengacu
kepada sistem nilai yang filosofis itu agar
setiap garis kebijakan dan aturan hukum
yang tercipta dinilai akomodatif dan
responsif terhadap aspirasi masyarakat,
secara adil dengan perhatian yang merata.
Kearifan politis dengan pendekatan kultural
seperti ini menjadi tuntutan konstitusional
seluruh rakyat Indonesia yang struktur
sosialnya penuh keanekaragaman, pluralis
Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 179
dan heterogen, beragam-ragam sub etnik,
agama, adat istiadat dan unsur-unsur kultu-
ralnya
Masyarakat Indonesia itu adalah
Bhineka Tunggal Ika, berbeda dalam
kesatuankesatuan yang berisi berbagai
perbedaan, maka selain pandangan hidup
yang nasional, akan terdapat pandangan
hidup setempat atau segolongan yang
bersifat lokal. Sistem hukum lokal ini
menunjukkan mekanisme dari seperangkat
fungsi dan peranan yang saling bertautan
dalam proses hukum yang berkesinam-
bungan dari masa lampau, sekarang dan
akan dating dengan mengikuti perilaku
manusia dalam kehidupan masyarakat.
Jadi sistem hukum lokal ini terikat
pada pola ideal yang dimaksud adalah pola
budaya hukum yang dikehendaki berlaku
oleh masyarakat tertentu, pola ideal itu
merupakan pola dasar yang tercermin
dalam berbagai bentuk konsepsi, sebagai
pandangan hidup, cita hidup, cita hukum,
norma hukum dan perilaku, dimana antara
yang satu dan yang lain secara fungsi awal
saling bertautan sebagai suatu sistem
hukum. Kebijakan politis mengenai pem-
binaan hukum dengan pendekatan kultural
akhirnya masuk dalam GBHN. Dimensi
"budaya" dimasukkan oleh MPR sebagai
sub sistem dari pembangunan hukum
dengan rincian sebagai berikut:
Pertama; Pembangunan dan pengem-
bangan budaya hukum diarahkan untuk
membentuk sikap dan perilaku anggota
masyarakat termasuk para penyelenggara
negara sesuai dengan nilai dan norma
Pancasila agar budaya hukum lebih dihayati
dalam kehidupan masyarakat, sehingga
kesadaran, ketaatan serta kepatuhan hukum
makin meningkat dan hak asasi manusia
makin dihormati dan dijunjung tinggi.
Kedua; Kesadaran untuk makin
menghormati dan menjunjung tinggi hak
asasi manusia sebagai pengamalan Panca-
sila dan UUD 1945 diarahkan pada
pencerahan harkat dan martabat manusia
serta untuk memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Keempat; Pembangunan dan pengem-
bangan budaya hukum ditujukan untuk
terciptanya ketenteraman serta ketertiban
dan tegaknya hukum yang berintikan
kejujuran, kebenaran dan keadilan untuk
mewujudkan kepastian hukum dalam
rangka menumbuhkan disiplin nasional.
Kelima; Kesadaran hukum penye-
lenggara negara dan masyarakat perlu
ditingkatkan dan dikembangkan secara
terus menerus melalui pendidikan, penyu-
luhan, sosialisasi, keteladanan dan penega-
kan hukum untuk menghormati, mentaati
dan mematuhi hukum dalam upaya
mewujudkan suatu bangsa yang berbudaya
hukum.
Dalam ruang lingkup nasional, pola
ideal bangsa Indonesia adalah Pancasila,
maka pandangan hidup, cita hukum, norma
hukum, perilaku dan tujuan hidup nasional
adalah untuk mewujudkan masyarakat
Pancasila dan untuk itu maka sistem
hukumnya adalah sistem hukum Pancasila.
Konsep idealis mengenai "budaya hukum"
dalam GBHN 1998, di atas kertas cukup
memberikan janji dan pesan politik namun
kelanjutannya yang seharusnya melalui
pembuatan peraturan perundang-undangan
(law making) dan pelaksanaan aturan
hukum (law enforcement), belum mampu
membuktikan konsistensi penegakan
hukum dalam arti hakiki, dan ini terbukti
dari produk-produk hukum terlebih-lebih
pada upaya penegakan hukum yang masih
segar jauh dari idealisme pendekatan
kultural melalui jalur-jalur hukum itu.
Akar masalah ini sebenarnya adalah
sikap budaya para pelaku hukum di negara
kita. Di satu pihak kita selalu menempatkan
hukum sebagai bagian dari nilai-nilai yang
ideal dari masyarakat kita. Sikap ini tentu
saja bukanlah sikap yang tidak terpuji,
secara tak sadar kita menempatkan hukum
dalam sebuah menara gading. Jauh dari
realitas kehidupan masyarakat sehari-hari.
Padahal hukum, sebagai suatu gejala sosial
sebenarnya harus realistis, membumi, me-
Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 180
mecahkan persoalan kemasyarakatan yang
dihadapinya.
Kegagalan dari hukum dan ahli-ahli
hukum untuk memainkan peranan dalam
proses pembangunan dan kekecewaan
masyarakat terhadap hukum dan ahli
hukum yang kemudian timbul disebabkan
karena ahli hukum yang memperoleh
pendidikan yang tradisional sebenarnya
tidak disiapkan untuk menghadapi tugasnya
yang jauh lebih berat di negara-negara
berkembang dibandingkan dengan tugas
ahli hukum di negara yang maju. Tugas ini
menjadi jauh lebih berat lagi di negara-
negara yang memiliki suatu sistem hukum
yang pluralistik.
Masyarakat negara berkembang
dengan suatu sistem yang pluralistik
dimana sistem dan lembaga-lembaga
hukum adat berlaku berdampingan dengan
sistem dan lembaga-lembaga hukum Barat
serta mungkin sistem dan lembaga hukum
asing lainnya menghadapi suatu masalah
khusus. Masalahnya disini adalah karena
hukum itu tidak dapat dipisahkan dari
sistem nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat. Misalnya, tidak dapat
dipaksakan begitu saja sistem monogami
pada suatu masyarakat yang beragama
Islam.
Bicara secara praktis, maka salah satu
hal pertama yang harus dipikirkan dalam
melakukan usaha pembinaan hukum adalah
untuk menetapkan bidang-bidang hukum
mana yang dapat diperbaharui dan bidang-
bidang mana yang sebaiknya dibiarkan
dulu. Secara umum barangkali dapat
dikatakan bidang-bidang hukum yang
sangat erat hubungannya dengan kehidupan
budaya dan spiritual masyarakat untuk
sementara harus dibiarkan dulu atau hanya
dapat digarap setelah segala aspek dari
suatu perubahan serta akibatnya
diperhitungkan dan dipertimbangkan
masak-masak. Bidang-bidang hukum
kekeluargaan, perkawinan dan perceraian
serta waris termasuk di dalamnya.
Sebaliknya, bidang-bidang lain seperti
hukum perjanjian, perseroan dan hukum
perniagaan pada umumnya merupakan
bidang-bidang hukum yang lebih tepat bagi
usaha pembaharuan. Ada bidang-bidang
hukum lain yang bahkan lebih bersifat
netral lagi dilihat dari sudut kultural, disini
penggunaan model-model asing tidak akan
menimbulkan suatu kesulitan. Dapat di-
masukkan dalam kategori ini kiranya
kaidah-kaidah hukum yang bersifat teknis
yang bertalian dengan perhubungan,
misalnya peraturan-peraturan lalu lintas di
darat, laut, udara, hubungan pos dan
telekomunikasi.
Disadari sepenuhnya bahwa pem-
bangunan hukum bukanlah proses yang
instant, dibutuhkan waktu yang lama,
pemikiran yang mendalam dan berproses
terus menerus sesuai dengan dinamika yang
dialami oleh bangsa itu sendiri. Hal yang
cukup esensial dalam pembangunan hukum
nasional adalah menentukan jiwa atau
paradigm hukum, dalam hal ini paradigm
hukum nasional yaitu paradigm pancasila.
III. KESIMPULAN
Budaya hukum merupakan tanggapan
yang bersifat penerimaan atau penolakan
terhadap suatu peristiwa hukum, ia menun-
jukkan sikap perilaku manusia terhadap
masalah hukum dan peristiwa hukum yang
terbawa ke dalam masyarakat. Sistem
hukum itu merupakan hubungan yang kait
mengkait di antara manusia, masyarakat,
kekuasaan dan aturan-aturan, maka titik
perhatian antropologi hukum pada perilaku
manusia yang terlibat dalam peristiwa
hukum.
Kaitan antara perilaku hukum
manusia dengan budaya hukumnya terletak
pada tanggapannya terhadap hukum yang
ideologis dan hukum yang praktis dengan
sudut pandangan yang eklektika. Secara
konseptual, budaya hukum menunjuk pada
sikap dan tindakan yang nyata-nyata
terlihat, merupakan refleksi dari nilai-nilai
dan orientasi serta harapan yang ada pada
seseorang atau kelompok. Maka sikap dan
tindakan apapun yang dilakukan oleh
siapapun, khususnya yang berkaitan dengan
Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 181
hukum, dirumuskan dan diterima sebagai
budaya hukum.
Norma hukum hanya merupakan
salah satu bagian dari kehidupan hukum.
Meminjam konsep Lawrence Friedman,
norma hukum adalah aspek substansial
hukum, disamping itu terdapat struktur dan
kultur hukum. Struktur merujuk pada
institusi pembentukan dan pelaksana
hukum dan kultur hukum merujuk pada
nilai, orientasi dan harapan atau mimpi-
mimpi masyarakat tentang hukum. Aparatur
dan kultur hukumlah yang harus dijadikan
fokus pembangunan hukum. Ini berarti
bahwa pembentukan, tata kelola, tata nilai,
orientasi dan mimpi-mimpi masyarakat
tentang hukum harus menjadi prioritas
utama.
Walaupun normanorma hukum yang
terdapat dalam setiap undang-undang secara
positif dianggap merupakan panduan nilai
dan orientasi dari setiap orang, akan tetapi
secara empiris selalu saja terlihat ada cacat
celanya. Perilaku masyarakat tidak selalu
sejalan dengan norma-norma yang ada
dalam undang-undang. Penyebabnya sangat
beragam satu diantaranya adalah norma itu
tidak sejalan dengan orientasi dan mimpi
mereka.
Pada kenyataannya, konsepsi hukum
yang bersifat nasional mudah diterima oleh
masyarakat terutama yang menyangkut
kebutuhan sosial ekonomi, namun yang
menyangkut sosial budaya dan agama
terutama dalam bidang hukum kekeluar-
gaan dan perilaku keagamaan merupakan
soal yang peka dalam masyarakat.
Tegaknya hukum menunjang ketertiban
sosial, turut menjadi ukuran nilai untuk
mengukur tingkat budaya dan peradaban
suatu masyarakat atau bangsa.
Dalam konteks ini dapat dilihat
hukum berperan sebagai sarana penegak
tertib hukum, sebagai sarana penegak
keadilan, sebagai penunjang cita-cita
demokrasi, penunjang gagasan pemerataan
kesejahteraan, pencegah kesewenang-
wenangan. Menurut Joseph Kohler, hukum
tidak boleh dilalaikan, hukum mempunyai
peran yang sangat besar dalam partum-
buhan budaya. Hukum memelihara nilai
budaya yang harus dilindungi dan me-
numbuhkan yang baru. Hukum yang tidak
berperan, bukan saja menghambat per-
tumbuhan budaya melainkan akan merusak
budaya yang akhirnya akan melenyapkan
suatu peradaban.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjosisworo, Soejono. 2002. Memorandum
Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hadikusuma, Hilman. 1986. Antropologi
Hukum Indonesia. Bandung: Alumni.
Ihromi, TO. 1980. Pokok-pokok Antropo-
logi Budaya. Jakarta: Gramedia.
__________, 1984. Antropologi dan
Hukum. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Kantaprawira, R. 1983. Sistem Politik
Indonesia, Suatu Model Pengantar.
Bandung: Sinar Baru.
Kusumaatmadja, Mochtar. 1975. Pem-
binaan Hukum Dalam Rangka
Pembangunan Nasional. Bandung:
Bina Cipta..
_____________, 1976. Hukum, Masyara-
kat dan Pembinaan Hukum Nasional.
Bandung: Bina Cipta.
Lubis, Solly. 2000. Politik dan Hukum di
Era Reformasi.Mandar Maju.
Bandung.
Manan, Bagir. 1999. Reorientasi Politik
Hukum Nasional. Makalah, disampai-
kan dalam Diskusi IKAPTISI di
UGM. Jogyakarta.
Mertokusumo, Sudikno. 1999. Mengenal
Hukum, Suatu Pengantar. Jogyakarta:
Liberty.
Rouland, Norbert. 1992. Antropologi
Hukum. Jogyakarta: Universitas
Atmajaya.
Rahardjo, Satjipto. 1986. Ilmu Hukum.
Cetakan kedua, Bandung: Alumni.
Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 182
Setiawan. 1998. Hukum yang Terlelap.
Forum Keadilan, No.3 Tahun VII.
Soemadiningrat, R.Otje Salman. 1997.
Sosiologi Hukum Suatu Pengantar.
Bandung: CV.Armico.
Soekanto, Soerjono. 1984. Antropologi
Hukum. Jakarta: Rajawali.
Syaukani, Iman dan Thohari, A.Ahsin.
2004. Dasar-Dasar Politik Hukum.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

More Related Content

What's hot

Obyek Hukum Administrasi Negara
Obyek Hukum Administrasi  NegaraObyek Hukum Administrasi  Negara
Obyek Hukum Administrasi NegaraMuslimin B. Putra
 
Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi politik
Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi politikKekuasaan, kewenangan dan legitimasi politik
Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi politikWandi Suhardi
 
Hak Asasi Manusia dalam Islam
Hak Asasi Manusia dalam IslamHak Asasi Manusia dalam Islam
Hak Asasi Manusia dalam IslamAdita Utami
 
Putusan Nomor 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN Niaga Jkt.P
Putusan Nomor 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN Niaga Jkt.PPutusan Nomor 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN Niaga Jkt.P
Putusan Nomor 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pshirizkiku
 
Lembaga Perwakilan Rakyat Menurut UUD 1945
Lembaga Perwakilan Rakyat Menurut UUD 1945Lembaga Perwakilan Rakyat Menurut UUD 1945
Lembaga Perwakilan Rakyat Menurut UUD 1945Izzatul Ulya
 
Hubungan Warga Negara dan Pemerintahan PPT
Hubungan Warga Negara dan Pemerintahan PPTHubungan Warga Negara dan Pemerintahan PPT
Hubungan Warga Negara dan Pemerintahan PPTAndhika Pratama
 
Hierarki peraturan perundang undangan
Hierarki peraturan perundang undanganHierarki peraturan perundang undangan
Hierarki peraturan perundang undanganNailuredha Hermanto
 
Pengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum InternasionalPengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum InternasionalVallen Hoven
 
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia Sebagai Makhluk SosialManusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia Sebagai Makhluk SosialYudha Fadillah
 
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)Fenti Anita Sari
 
4. hubungan antara tingkatan tingkatan pemerintahan
4. hubungan antara tingkatan tingkatan pemerintahan4. hubungan antara tingkatan tingkatan pemerintahan
4. hubungan antara tingkatan tingkatan pemerintahannurul khaiva
 
8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negaranurul khaiva
 
Powerpoint Sistem Pemerintahan Indonesia
Powerpoint Sistem Pemerintahan IndonesiaPowerpoint Sistem Pemerintahan Indonesia
Powerpoint Sistem Pemerintahan IndonesiaDini Audi
 
3. instrumen dasar pemerintahan
3. instrumen dasar pemerintahan3. instrumen dasar pemerintahan
3. instrumen dasar pemerintahanDian Oktavia
 
Demokrasi dalam islam
Demokrasi dalam islamDemokrasi dalam islam
Demokrasi dalam islamkanoalghifari
 

What's hot (20)

Obyek Hukum Administrasi Negara
Obyek Hukum Administrasi  NegaraObyek Hukum Administrasi  Negara
Obyek Hukum Administrasi Negara
 
Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi politik
Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi politikKekuasaan, kewenangan dan legitimasi politik
Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi politik
 
Keputusan Tata Usaha Negara
Keputusan Tata Usaha NegaraKeputusan Tata Usaha Negara
Keputusan Tata Usaha Negara
 
Hak Asasi Manusia dalam Islam
Hak Asasi Manusia dalam IslamHak Asasi Manusia dalam Islam
Hak Asasi Manusia dalam Islam
 
Putusan Nomor 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN Niaga Jkt.P
Putusan Nomor 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN Niaga Jkt.PPutusan Nomor 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN Niaga Jkt.P
Putusan Nomor 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN Niaga Jkt.P
 
Hukum Konstitusi
Hukum KonstitusiHukum Konstitusi
Hukum Konstitusi
 
Lembaga Perwakilan Rakyat Menurut UUD 1945
Lembaga Perwakilan Rakyat Menurut UUD 1945Lembaga Perwakilan Rakyat Menurut UUD 1945
Lembaga Perwakilan Rakyat Menurut UUD 1945
 
Hubungan Warga Negara dan Pemerintahan PPT
Hubungan Warga Negara dan Pemerintahan PPTHubungan Warga Negara dan Pemerintahan PPT
Hubungan Warga Negara dan Pemerintahan PPT
 
Hierarki peraturan perundang undangan
Hierarki peraturan perundang undanganHierarki peraturan perundang undangan
Hierarki peraturan perundang undangan
 
Pengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum InternasionalPengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum Internasional
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
 
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia Sebagai Makhluk SosialManusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
 
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
Makalah Hukum dan HAM (Sejarah Perkembangan HAM)
 
Materi kuliah Antropologi Hukum
Materi kuliah Antropologi HukumMateri kuliah Antropologi Hukum
Materi kuliah Antropologi Hukum
 
4. hubungan antara tingkatan tingkatan pemerintahan
4. hubungan antara tingkatan tingkatan pemerintahan4. hubungan antara tingkatan tingkatan pemerintahan
4. hubungan antara tingkatan tingkatan pemerintahan
 
8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara
 
Powerpoint Sistem Pemerintahan Indonesia
Powerpoint Sistem Pemerintahan IndonesiaPowerpoint Sistem Pemerintahan Indonesia
Powerpoint Sistem Pemerintahan Indonesia
 
3. instrumen dasar pemerintahan
3. instrumen dasar pemerintahan3. instrumen dasar pemerintahan
3. instrumen dasar pemerintahan
 
Suara hati
Suara hatiSuara hati
Suara hati
 
Demokrasi dalam islam
Demokrasi dalam islamDemokrasi dalam islam
Demokrasi dalam islam
 

Similar to Budaya hukum dan implikasinya terhadap pembangunan hukum nasional

Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIPMateri kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIPNur Fitriana Damayanti
 
Sosiologi hukum s-1
Sosiologi hukum s-1Sosiologi hukum s-1
Sosiologi hukum s-1ariirwanto
 
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptxPERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptxIlyasAlbar
 
Makalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vikaMakalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vikamuel sihombing
 
Hubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
Hubungan Hukum dengan Lembaga SosialHubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
Hubungan Hukum dengan Lembaga SosialAdhi Panjie Gumilang
 
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).pptMATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).pptKukuhDt
 
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptxPPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptxFiaHarleni
 
TUGAS MAKALAH SOSHUM KARISMA SULASTRI.pdf
TUGAS MAKALAH SOSHUM KARISMA SULASTRI.pdfTUGAS MAKALAH SOSHUM KARISMA SULASTRI.pdf
TUGAS MAKALAH SOSHUM KARISMA SULASTRI.pdfkarisma46
 
Definisi_Antropologi_Hukum.docx
Definisi_Antropologi_Hukum.docxDefinisi_Antropologi_Hukum.docx
Definisi_Antropologi_Hukum.docxAryaWiguna9
 
PPT Hukum Adat Kel. 1.pptx
PPT Hukum Adat Kel. 1.pptxPPT Hukum Adat Kel. 1.pptx
PPT Hukum Adat Kel. 1.pptxbima903334
 
Pengantar ilmu hukum
Pengantar ilmu hukumPengantar ilmu hukum
Pengantar ilmu hukumAndrew Fritz
 

Similar to Budaya hukum dan implikasinya terhadap pembangunan hukum nasional (20)

Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIPMateri kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
 
Antropologi hukum umk cabang raha
Antropologi hukum umk cabang rahaAntropologi hukum umk cabang raha
Antropologi hukum umk cabang raha
 
Sosiologi hukum s-1
Sosiologi hukum s-1Sosiologi hukum s-1
Sosiologi hukum s-1
 
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptxPERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
 
Makalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vikaMakalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vika
 
Materi hukum adat pascasarjana unpaz 2020
Materi hukum adat pascasarjana unpaz 2020Materi hukum adat pascasarjana unpaz 2020
Materi hukum adat pascasarjana unpaz 2020
 
Law Sociology
Law SociologyLaw Sociology
Law Sociology
 
Hubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
Hubungan Hukum dengan Lembaga SosialHubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
Hubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
 
Hukum non doktrinal
Hukum non doktrinalHukum non doktrinal
Hukum non doktrinal
 
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).pptMATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
 
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptxPPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
 
TUGAS MAKALAH SOSHUM KARISMA SULASTRI.pdf
TUGAS MAKALAH SOSHUM KARISMA SULASTRI.pdfTUGAS MAKALAH SOSHUM KARISMA SULASTRI.pdf
TUGAS MAKALAH SOSHUM KARISMA SULASTRI.pdf
 
Definisi_Antropologi_Hukum.docx
Definisi_Antropologi_Hukum.docxDefinisi_Antropologi_Hukum.docx
Definisi_Antropologi_Hukum.docx
 
Sosiologi Hukum
Sosiologi HukumSosiologi Hukum
Sosiologi Hukum
 
HUKUM ADAT TIMOR-LESTE (sebuah kalangan)
HUKUM ADAT TIMOR-LESTE (sebuah kalangan) HUKUM ADAT TIMOR-LESTE (sebuah kalangan)
HUKUM ADAT TIMOR-LESTE (sebuah kalangan)
 
PPT Hukum Adat Kel. 1.pptx
PPT Hukum Adat Kel. 1.pptxPPT Hukum Adat Kel. 1.pptx
PPT Hukum Adat Kel. 1.pptx
 
Pengantar ilmu hukum
Pengantar ilmu hukumPengantar ilmu hukum
Pengantar ilmu hukum
 
11. SESI 12.pptx
11. SESI 12.pptx11. SESI 12.pptx
11. SESI 12.pptx
 
Ppt soshum 3
Ppt soshum 3Ppt soshum 3
Ppt soshum 3
 
Antropologi Hukum 1
Antropologi Hukum 1Antropologi Hukum 1
Antropologi Hukum 1
 

Recently uploaded

Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxFeniannisa
 
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptxahmadrievzqy
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxFucekBoy5
 
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptxSlaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptxkhairunnizamRahman1
 

Recently uploaded (6)

Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
 
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
 
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptxSlaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
 

Budaya hukum dan implikasinya terhadap pembangunan hukum nasional

  • 1. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 174 BUDAYA HUKUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL Muh. Sudirman Sesse Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare Email: sumantri123@yahoo.com Abstract: The culture of law is acceptance and resistance on a law event indicating each human behavior on legal problem and event brought in to community. The law can't be only seen from the yuridical perspective, but it must be seen by several perspective according to people and nation development either developed or developing countries. National development is an absolute requirement to improve people life, nation, and state. Kata Kunci: Budaya hukum, Pembangunan hukum nasional, Perilaku masyarakat. I. PENDAHULUAN Semua masyarakat mengenal cara- cara kontrol sosial yang kita berikan kualifikasi yuridis. Namun cara-cara itu tidak diberi arti yang sama oleh masyara- kat-masyarakat itu. Masyarakat tertentu segera menuntut dari hukum agar menjamin nilai-nilai yang oleh mereka dianggap pokok. Setiap masyarakat tidak melihat dunia secara sama, seringkali nilai-nilai yang diutamakan itu berbeda-beda satu sama lain. Demikian pula halnya dengan isi hukum tiap-tiap masyarakat. Dalam antro- pologi tidak dapat membatasi diri pada penelitian isi peraturan-peraturan hukum dan bentuk-bentuk sanksinya, tapi yang perlu diketahui dengan jelas adalah proses pembentukan hukumnya. Manusia dalam kehidupan berma- syarakat telah dibekali untuk berlaku dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya tertentu. Nilai-nilai budaya, yang oleh orang dalam masyarakat tertentu harus dijunjung tinggi, belum tentu dianggap penting oleh warga masyarakat lain. Nilai- nilai budaya tercakup secara lebih konkrit dalam norma-norma sosial, yang diajarkan kepada setiap warga masyarakat supaya dapat menjadi pedoman berlaku pada waktu melakukan berbagai peranan dalam berbagai situasi sosial. Norma-norma sosial sebagian ter- gantung dalam kaitan dengan norma lain, dan menjelma menjadi pranata atau lem- baga sosial yang semuanya lebih mem- permudah manusia mewujudkan perilaku yang sesuai dengan tuntutan masyarakatnya atau yang sesuai dengan gambaran ideal mengenai cara hidup yang dianut dalam kelompoknya. Gambaran ideal atau disain hidup atau cetak biru ini yang merupakan kebudayaan dari masyarakat tersebut, yang hendak dilestarikan melalui cara hidup warga masyarakat dan salah satu cara untuk mendorong para anggota masyarakat agar melestarikan kebudayaan itu adalah hukum. Antropologi hukum menerima ke- hadiran hukum sebagai suatu yang sangat vital, seperti mempertahankan kelang- sungan hidup masyarakat, mengatur produksi dan distribusi kekayaan dan cara- cara untuk melindungi masyarakat dari gangguan, baik dari dalam maupun dari luar. Dengan demikian, hukum diterima
  • 2. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 175 dari sudut pandang yang sangat luas, khususnya mengenai tempat dan peranan- nya dalam masyarakat. Bagi ilmu hukum pada umumnya, pendekatan antropologi ini telah menambahkan perspektif baru yang lebih luas yaitu apabila studi tentang hukum itu hendak mencapai tingkat ketepatan yang tinggi, maka dituntut suatu penglihatan yang menyeluruh terhadap masyarakat. Studi hukum tidak dapat membatasi diri hanya kepada pengamatan terhadap bentuk-bentuk dan lembaga-lembaga yang ada pada suatu waktu tertentu. Sistem hukum tidak muncul secara terisolasi dari segi-segi lain kehidupan masyarakat, me- lainkan harus sistem-sistem hukum itu merupakan bagian dari pola kultur suatu bangsa dan hukum terintegrasikan di dalamnya. Hukum merupakan bentuk dan manifestasi sosio cultural. Paradigma sistem hukum yang diper- kenalkan oleh Lawrence M.Friedman terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen struk- tural, komponen substansi dan komponen budaya hukum. Komponen struktural, merupakan bagian dari sistem hukum yang bergerak dalam suatu mekanisme, termasuk dalam komponen ini antara lain lembaga pembuat undang-undang, pengadilan dan lembaga yang diberi wewenang untuk menerapkan hukum serta lembaga yang diberi wewenang untuk melakukan penindakan terhadap pihak yang melanggar ketentuan hukum. Komponen substansi yaitu hasil nyata yang diterbitkan oleh sistem hukum. Hasil ini dapat berwujud hukum in-concreto atau kaidah hukum khusus dan kaidah hukum in-abstracto atau kaidah hukum umum. Budaya hukum diartikan keseluruhan sistem nilai serta sikap yang mempengaruhi hukum. Pembagian sistem hukum ke dalam tiga komponen ini untukmenganalisis bekerjanya suatu sistem hukum atau sistem hukum yang sedang beroperasi dalam studi tentang hukum dan masyarakat. Berbicara mengenai sistem hukum, berarti hukum merupakan satu mata rantai yang memiliki perannya masing-masing, dalam artian bahwa dalam sistem terdapat sub sistem yang saling mendukung dan tidak bercerai berai antara satu sub sistem dengan sub sistem lainnya. Dengan demikian dalam sistem hukumpun tetap terdapat hubungan dengan sistem di luar lingkungan hukum. Pembahasan hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat sangat penting dan perlu dilakukan untuk mem- peroleh kejelasan mengenai pemikiran tentang hal ini di Indonesia dewasa ini. Hal ini sangat mendesak karena pandangan atau konsepsi hukum merupakan salah satu sarana pembaharuan dan pembangunan masyarakat. Pembangunan dalam arti seluas-luas- nya meliputi segala segi dari kehidupan masyarakat. Masyarakat yang sedang mem- bangun harus mengetahui interaksi antara hukum dengan faktor-faktor lain dalam perkembangan masyarakat, terutama eko- nomi dan sosial. Cara pemakaian hukum demikian mengharuskan diadakannya analisis fungsional dan sistem hukum sebagai keseluruhan serta dari kaidah- kaidah dan lembaga-lembaga sosial ter- tentu. Berdasar pada kerangka pemikiran tersebut, maka yang menjadi fokus dalam kajian tulisan ini adalah “bagaimana Implikasi budaya hukum terhadap pem- bangunan hukum nasional” II.PEMBAHASAN A. Pengertian dan Tipe Budaya Hukum Jika suatu masyarakat diperhatikan, maka akan nampak walaupun sifat-sifat individu berbeda-beda, namun para warga keseluruhannya akan memberikan reaksi yang sama terhadap gejala-gejala tertentu. Dengan adanya reaksi yang sama itu maka mereka memiliki sikap yang umum sama. Hal-hal yang merupakan milik bersama tersebut dalam antropologi budaya dinama- kan kebudayaan. Ditarik dari pengertian yang demikian, maka budaya hukum merupakan salah satu
  • 3. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 176 bagian dari kebudayaan manusia yang demikian luas. Budaya hukum adalah tang- gapan umum yang sama dari masyarakat tertentu terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan itu merupakan kesatuan pan- dangan terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum. Jadi suatu budaya hukum menun- jukkan tentang pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang meng- gambarkan tanggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum yang dihayati masyarakat bersangkutan. Diketahuinya budaya hukum masya- rakat setempat merupakan bahan informasi yang penting, artinya untuk lebih mengenal susunan masyarakat setempat, sistem hukum, konsepsi hukum, norma-norma hukum dan perilaku manusia. Budaya hukum bukan merupakan budaya pribadi melainkan budaya menyeluruh dari masyarakat tertentu sebagai satu kesatuan sikap dan perilaku. Oleh karenanya dalam membicarakan budaya hukum tidak terlepas dari keadaan masyarakat, sistem dan susunan masyarakat yang mengandung budaya hukum tersebut. Budaya hukum merupakan tanggapan yang bersifat penerimaan-penerimaan atau penolakan terhadap suatu peristiwa hukum. Ia menunjukkan sikap perilaku manusia terhadap masalah hukum dan peristiwa hukum yang terbawa ke dalam masyarakat. Tipe budaya hukum dapat dikelom- pokkan dalam tiga wujud perilaku manusia dalam kehidupan masyarakat yaitu: 1)Budaya parokial (parochial culture), 2)Budaya subjek (subject culture), 3)Budaya partisipant (participant culture) Pada masyarakat parokial (picik), cara berpikir para anggota masyarakatnya masih terbatas, tanggapannya terhadap hukum hanya terbatas dalam lingkungannya sen- diri. Masyarakat demikian masih bertahan pada tradisi hukumnya sendiri, kaidah- kaidah hukum yang telah digariskan leluhur merupakan azimat yang pantang diubah. Jika ada yang berperilaku menyimpang, akan mendapat kutukan. Masyarakat tipe ini memiliki ketergantungan yang tinggi pada pemimpin. Apabila pemimpin bersifat egosentris, maka ia lebih mementingkan dirinya sen- diri. Sebaliknya jika sifat pemimpinnya altruis maka warga masyarakatnya men- dapatkan perhatian, karena ia menempatkan dirinya sebagai primus intervares, yang utama di antara yang sama. Pada umumnya, masyarakat yang sederhana, sifat budaya hukumnya etnosentris, lebih mengutamakan dan membanggakan budaya hukum sendiri dan menganggap hukum sendiri lebih baik dari hukum orang lain. Dalam masyarakat budaya subjek (takluk), cara berpikir anggota masyarakat sudah ada perhatian, sudah timbul kesa- daran hukum yang umum terhadap keluaran dari penguasa yang lebih tinggi. Masukan dari masyarakat masih sangat kecil atau belum ada sama sekali. Ini disebabkan pengetahuan, pengalaman dan pergaulan anggota masyarakat masih terbatas dan ada rasa takut pada ancaman-ancaman ter- sembunyi dari penguasa. Orientasi pandangan mereka terhaap aspek hukum yang baru sudah ada, sudah ada sikap menerima atau menolak, walaupun cara pengungkapannya bersifat pasif, tidak terang-terangan atau masih tersembunyi. Tipe masyarakat yang bersifat menaklukkan diri ini, menganggap dirinya tidak berdaya mempengaruhi, apalagi berusaha mengubah sistem hukum, norma hukum yang dihadapinya, walaupun apa yang dirasakan bertentangan dengan kepentingan pribadi dan masyarakatnya. Pada masyarakat budaya partisipan (berperan serta), cara berpikir dan ber- perilaku anggota masyarakatnya berbeda- beda. Ada yang masih berbudaya takluk, namun sudah banyak yang merasa berhak dan berkewajiban berperan serta karena ia merasa sebagai bagian dari kehidupan hukum yang umum. Disini masyarakat sudah merasa mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Ia tidak mau dikucilkan dari kegiatan
  • 4. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 177 tanggapan terhadap masukan dan keluaran hukum, ikut menilai setiap peristiwa hukum dan peradilan, merasa terlibat dalam kehidupan hukum baik yang menyangkut kepentingan umum maupun kepentingan keluarga dan dirinya sendiri. Biasanya dalam masyarakat demikian, pengetahuan dan pengalaman anggotanya sudah luas, sudah ada perkumpulan organisasi, baik yang susunannya berdiri sendiri maupun yang mempunyai hubungan dengan daerah lain dan dari atas ke bawah. Budaya hukum, sebagaimana diurai- kan, hanya merupakan sebagian dari sikap dan perilaku yang mempengaruhi sistem dan konsepsi hukum dalam masyarakat setempat. Masih ada faktor-faktor lain yang juga tidak kecil pengaruhnya terhadap budaya hukum seperti sistem dan susunan kemasyarakatan, kekerabatan, keagamaan, ekonomi dan politik, lingkungan hidup dan cara kehidupan, disamping sifat watak pribadi seseorang yang kesemuanya saling bertautan. B. Pembangunan Hukum Nasional Hukum Nasional adalah hukum atau peraturan perundangan yang didasarkan kepada landasan ideology dan kon- stitusional, yaitu Pancasila dan UUD 1945 atau hukum yang dibangun di atas kreativitas atau aktivitas yang didasarkan atas cita rasa dan rekayasa bangsa sendiri. Sehubungan dengan itu, hukum nasional tidak lain adalah sistem hukum yang bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa yang sudah lama ada dan berkembang sekarang, dengan perkataan lain, hukum nasional merupakan sistem hukum yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia yang berjangkauan nasional, yaitu sistem hukum yang meliputi seluruh rakyat sejauh batas-batas nasional negara Indonesia. Pembangunan hukum adalah upaya mengubah tatanan-tatanan hukum dengan perencanaan secara sadar dan terarah dengan mengacu masa depan berlandaskan kecenderungan-kecenderungan yang ter- amati. Pembangunan hukum merupakan suatu tindakan politik. Sebagai satu tin- dakan politik, maka pembangunan hukum sedikit banyaknya akan bergantung pada kesungguhan aktor-aktor politik. Merekalah yang memegang kendali dalam menentukan arahnya, begitu juga corak dan materinya. Arah pembangunan hukum bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dengan arah pembangunan di bidang lainnya yang memerlukan penye- rasian. Betapapun arah pembangunan hukum bertitik tolak pada garis-garis besar gagasan dalam UUD 1945, dibutuhkan penyelarasan dengan tingkat perkembangan masyarakat yang dimimpikan akan tercipta pada masa depan. Kantorowicz berpendapat bahwa terdapat berbagai gejala, termasuk non- hukum yang menjadi bagian dari konsep hukum. Dia berpendapat bahwa peman- faatan konsep-konsep tersebut senantiasa tergantung pada ilmu hukum umum, dengan cara memberikan latar belakang yuridis yang memadai. Hukum ditandai dengan adanya perangkat aturan-aturan mengenai perilaku eksternal yang diharap- kan. Setiap aturan berisikan unsur keharu- san yang ditentukan menurut masyarakat dan kebudayaan. Aturan-aturan (normatif) tersebut harus dibedakan dengan keteraturan atau keseragaman faktual yang menjadi pedo- man perilaku manusia. Hukum merupakan suatu sarana dengan mana manusia akan dapat menyesuaikan tinda-kan-tindakan aktualnya pada prinsip-prinsip ideal yang memungkinkan kelangsungan kehidupan social. Berkenaan dengan pembangunan hukum, Prof. Dr. Bagir Manan, mengemu- kakan: Pembangunan hukum pada dasarnya adalah pembaharuan hukum. Hal demikian terjadi karena pembaharuan hukum tidak bertolak dari ruang kosong. Indonesia seba- gaimana setiap masyarakat dengan sendirinya memiliki sistem hukum sebagai aturan tingkah laku yang mengatur pergaulan anggota masyarakatnya.
  • 5. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 178 Di Indonesia, sistem hukum telah ada mendahului kedatangan kaum penjajah atau pengaruh Barat pada umumnya. Sistem hukum yang teratur berada di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang telah teratur jauh sebelum masa penjajahan. Dalam ukuran tertentu sistem hukum Indonesia asli sangat modern. Peranan hukum dalam pembangunan untuk menjamin perubahan terjadi secara teratur. Perubahan yang teratur melalui prosedur hukum, baik berwujud peraturan perundang-undangan maupun keputusan badan-badan peradilan lebih baik daripada perubahan yang tidak teratur dengan menggunakan kekerasan semata. Oleh karena, baik perubahan (dan pembaharuan) maupun ketertiban (atau keteraturan) merupakan tujuan kembar dari masyarakat yang sedang membangun, maka hukum menjadi suatu alat yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan. Sasaran pokok pembangunan per- aturan perundang-undangan meliputi: Pertama, Melanjutkan pembaharuan per- aturan perundang-undangan dari masa kolonial. Kedua, Memperbaharui peraturan perundang-undangan yang dibentuk setelah merdeka telah ketinggalan atau tidak mencerminkan dasar dan arah politik hukum menuju kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, berdasarkan atas hukum, berkeadilan sosial dan satu pemerintahan yang bersih. Ketiga, Menciptakan peraturan perundang- undangan baru yang diperlukan baik dalam rangka memperkuat dasar dan arah politik hukum maupun mengisi berbagai keko- songan hukum akibat perkembangan baru. Keempat, Mengadakan atau mema-suki berbagai persetujuan internasional baik dalam rangka ikut memperkokoh tatanan internasional maupun untuk kepentingan nasional. Sikap apresiasi terhadap hukum seperti apakah yang harus dibangun dan siapa yang harus berada di garda terdepan, dikembalikan kepada gagasan dasar yang terkandung dalam UUD 1945. Sikap yang harus dibangun atau dikembangkan adalah sikap yang terbuka, hormat menghormati dan tidak individual. Pilihan terhadap negara hukum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, bermakna negara hukum yang demokratis, mengandung arti bahwa kita telah memilih untuk tunduk dan taat terhadap hukum. Pilihan itu juga berarti bahwa hukum ditempatkan dan dijadikan sebagai aturan main utama dan tertinggi dalam peri kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan kata lain, hukum tidak dapat dilihat hanya dari segi hukum (yuridis) saja tapi harus dilihat dari berbagai segi, agar upaya pembangunan hukum serasi dengan perkembangan masyarakat bangsa yang sedang berkembang dan membangun. C. Budaya Hukum dan Pembangunan Hukum Nasional Dalam praktek kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, secara men- dasar (grounded dogmatic) dimensi kultur seyogianya mendahului dimensi lainnya, karena di dalam dimensi budaya itu tersimpan seperangkat nilai (value system). Selanjutnya sistem nilai ini menjadi dasar perumusan kebijakan (policy) dan kemu- dian disusul dengan pembuatan hukum (law making) sebagai rambu-rambu yuridis dan code of conduct dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, yang diharapkan akan mencerminkan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan. Menurut tujuan kebijakan strategis, yang penting adalah sejauhmana lembaga perumus kebijakan dan penyusun peraturan hukum secara konsisten tetap mengacu kepada sistem nilai yang filosofis itu agar setiap garis kebijakan dan aturan hukum yang tercipta dinilai akomodatif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat, secara adil dengan perhatian yang merata. Kearifan politis dengan pendekatan kultural seperti ini menjadi tuntutan konstitusional seluruh rakyat Indonesia yang struktur sosialnya penuh keanekaragaman, pluralis
  • 6. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 179 dan heterogen, beragam-ragam sub etnik, agama, adat istiadat dan unsur-unsur kultu- ralnya Masyarakat Indonesia itu adalah Bhineka Tunggal Ika, berbeda dalam kesatuankesatuan yang berisi berbagai perbedaan, maka selain pandangan hidup yang nasional, akan terdapat pandangan hidup setempat atau segolongan yang bersifat lokal. Sistem hukum lokal ini menunjukkan mekanisme dari seperangkat fungsi dan peranan yang saling bertautan dalam proses hukum yang berkesinam- bungan dari masa lampau, sekarang dan akan dating dengan mengikuti perilaku manusia dalam kehidupan masyarakat. Jadi sistem hukum lokal ini terikat pada pola ideal yang dimaksud adalah pola budaya hukum yang dikehendaki berlaku oleh masyarakat tertentu, pola ideal itu merupakan pola dasar yang tercermin dalam berbagai bentuk konsepsi, sebagai pandangan hidup, cita hidup, cita hukum, norma hukum dan perilaku, dimana antara yang satu dan yang lain secara fungsi awal saling bertautan sebagai suatu sistem hukum. Kebijakan politis mengenai pem- binaan hukum dengan pendekatan kultural akhirnya masuk dalam GBHN. Dimensi "budaya" dimasukkan oleh MPR sebagai sub sistem dari pembangunan hukum dengan rincian sebagai berikut: Pertama; Pembangunan dan pengem- bangan budaya hukum diarahkan untuk membentuk sikap dan perilaku anggota masyarakat termasuk para penyelenggara negara sesuai dengan nilai dan norma Pancasila agar budaya hukum lebih dihayati dalam kehidupan masyarakat, sehingga kesadaran, ketaatan serta kepatuhan hukum makin meningkat dan hak asasi manusia makin dihormati dan dijunjung tinggi. Kedua; Kesadaran untuk makin menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagai pengamalan Panca- sila dan UUD 1945 diarahkan pada pencerahan harkat dan martabat manusia serta untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat; Pembangunan dan pengem- bangan budaya hukum ditujukan untuk terciptanya ketenteraman serta ketertiban dan tegaknya hukum yang berintikan kejujuran, kebenaran dan keadilan untuk mewujudkan kepastian hukum dalam rangka menumbuhkan disiplin nasional. Kelima; Kesadaran hukum penye- lenggara negara dan masyarakat perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara terus menerus melalui pendidikan, penyu- luhan, sosialisasi, keteladanan dan penega- kan hukum untuk menghormati, mentaati dan mematuhi hukum dalam upaya mewujudkan suatu bangsa yang berbudaya hukum. Dalam ruang lingkup nasional, pola ideal bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka pandangan hidup, cita hukum, norma hukum, perilaku dan tujuan hidup nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat Pancasila dan untuk itu maka sistem hukumnya adalah sistem hukum Pancasila. Konsep idealis mengenai "budaya hukum" dalam GBHN 1998, di atas kertas cukup memberikan janji dan pesan politik namun kelanjutannya yang seharusnya melalui pembuatan peraturan perundang-undangan (law making) dan pelaksanaan aturan hukum (law enforcement), belum mampu membuktikan konsistensi penegakan hukum dalam arti hakiki, dan ini terbukti dari produk-produk hukum terlebih-lebih pada upaya penegakan hukum yang masih segar jauh dari idealisme pendekatan kultural melalui jalur-jalur hukum itu. Akar masalah ini sebenarnya adalah sikap budaya para pelaku hukum di negara kita. Di satu pihak kita selalu menempatkan hukum sebagai bagian dari nilai-nilai yang ideal dari masyarakat kita. Sikap ini tentu saja bukanlah sikap yang tidak terpuji, secara tak sadar kita menempatkan hukum dalam sebuah menara gading. Jauh dari realitas kehidupan masyarakat sehari-hari. Padahal hukum, sebagai suatu gejala sosial sebenarnya harus realistis, membumi, me-
  • 7. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 180 mecahkan persoalan kemasyarakatan yang dihadapinya. Kegagalan dari hukum dan ahli-ahli hukum untuk memainkan peranan dalam proses pembangunan dan kekecewaan masyarakat terhadap hukum dan ahli hukum yang kemudian timbul disebabkan karena ahli hukum yang memperoleh pendidikan yang tradisional sebenarnya tidak disiapkan untuk menghadapi tugasnya yang jauh lebih berat di negara-negara berkembang dibandingkan dengan tugas ahli hukum di negara yang maju. Tugas ini menjadi jauh lebih berat lagi di negara- negara yang memiliki suatu sistem hukum yang pluralistik. Masyarakat negara berkembang dengan suatu sistem yang pluralistik dimana sistem dan lembaga-lembaga hukum adat berlaku berdampingan dengan sistem dan lembaga-lembaga hukum Barat serta mungkin sistem dan lembaga hukum asing lainnya menghadapi suatu masalah khusus. Masalahnya disini adalah karena hukum itu tidak dapat dipisahkan dari sistem nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Misalnya, tidak dapat dipaksakan begitu saja sistem monogami pada suatu masyarakat yang beragama Islam. Bicara secara praktis, maka salah satu hal pertama yang harus dipikirkan dalam melakukan usaha pembinaan hukum adalah untuk menetapkan bidang-bidang hukum mana yang dapat diperbaharui dan bidang- bidang mana yang sebaiknya dibiarkan dulu. Secara umum barangkali dapat dikatakan bidang-bidang hukum yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan budaya dan spiritual masyarakat untuk sementara harus dibiarkan dulu atau hanya dapat digarap setelah segala aspek dari suatu perubahan serta akibatnya diperhitungkan dan dipertimbangkan masak-masak. Bidang-bidang hukum kekeluargaan, perkawinan dan perceraian serta waris termasuk di dalamnya. Sebaliknya, bidang-bidang lain seperti hukum perjanjian, perseroan dan hukum perniagaan pada umumnya merupakan bidang-bidang hukum yang lebih tepat bagi usaha pembaharuan. Ada bidang-bidang hukum lain yang bahkan lebih bersifat netral lagi dilihat dari sudut kultural, disini penggunaan model-model asing tidak akan menimbulkan suatu kesulitan. Dapat di- masukkan dalam kategori ini kiranya kaidah-kaidah hukum yang bersifat teknis yang bertalian dengan perhubungan, misalnya peraturan-peraturan lalu lintas di darat, laut, udara, hubungan pos dan telekomunikasi. Disadari sepenuhnya bahwa pem- bangunan hukum bukanlah proses yang instant, dibutuhkan waktu yang lama, pemikiran yang mendalam dan berproses terus menerus sesuai dengan dinamika yang dialami oleh bangsa itu sendiri. Hal yang cukup esensial dalam pembangunan hukum nasional adalah menentukan jiwa atau paradigm hukum, dalam hal ini paradigm hukum nasional yaitu paradigm pancasila. III. KESIMPULAN Budaya hukum merupakan tanggapan yang bersifat penerimaan atau penolakan terhadap suatu peristiwa hukum, ia menun- jukkan sikap perilaku manusia terhadap masalah hukum dan peristiwa hukum yang terbawa ke dalam masyarakat. Sistem hukum itu merupakan hubungan yang kait mengkait di antara manusia, masyarakat, kekuasaan dan aturan-aturan, maka titik perhatian antropologi hukum pada perilaku manusia yang terlibat dalam peristiwa hukum. Kaitan antara perilaku hukum manusia dengan budaya hukumnya terletak pada tanggapannya terhadap hukum yang ideologis dan hukum yang praktis dengan sudut pandangan yang eklektika. Secara konseptual, budaya hukum menunjuk pada sikap dan tindakan yang nyata-nyata terlihat, merupakan refleksi dari nilai-nilai dan orientasi serta harapan yang ada pada seseorang atau kelompok. Maka sikap dan tindakan apapun yang dilakukan oleh siapapun, khususnya yang berkaitan dengan
  • 8. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 181 hukum, dirumuskan dan diterima sebagai budaya hukum. Norma hukum hanya merupakan salah satu bagian dari kehidupan hukum. Meminjam konsep Lawrence Friedman, norma hukum adalah aspek substansial hukum, disamping itu terdapat struktur dan kultur hukum. Struktur merujuk pada institusi pembentukan dan pelaksana hukum dan kultur hukum merujuk pada nilai, orientasi dan harapan atau mimpi- mimpi masyarakat tentang hukum. Aparatur dan kultur hukumlah yang harus dijadikan fokus pembangunan hukum. Ini berarti bahwa pembentukan, tata kelola, tata nilai, orientasi dan mimpi-mimpi masyarakat tentang hukum harus menjadi prioritas utama. Walaupun normanorma hukum yang terdapat dalam setiap undang-undang secara positif dianggap merupakan panduan nilai dan orientasi dari setiap orang, akan tetapi secara empiris selalu saja terlihat ada cacat celanya. Perilaku masyarakat tidak selalu sejalan dengan norma-norma yang ada dalam undang-undang. Penyebabnya sangat beragam satu diantaranya adalah norma itu tidak sejalan dengan orientasi dan mimpi mereka. Pada kenyataannya, konsepsi hukum yang bersifat nasional mudah diterima oleh masyarakat terutama yang menyangkut kebutuhan sosial ekonomi, namun yang menyangkut sosial budaya dan agama terutama dalam bidang hukum kekeluar- gaan dan perilaku keagamaan merupakan soal yang peka dalam masyarakat. Tegaknya hukum menunjang ketertiban sosial, turut menjadi ukuran nilai untuk mengukur tingkat budaya dan peradaban suatu masyarakat atau bangsa. Dalam konteks ini dapat dilihat hukum berperan sebagai sarana penegak tertib hukum, sebagai sarana penegak keadilan, sebagai penunjang cita-cita demokrasi, penunjang gagasan pemerataan kesejahteraan, pencegah kesewenang- wenangan. Menurut Joseph Kohler, hukum tidak boleh dilalaikan, hukum mempunyai peran yang sangat besar dalam partum- buhan budaya. Hukum memelihara nilai budaya yang harus dilindungi dan me- numbuhkan yang baru. Hukum yang tidak berperan, bukan saja menghambat per- tumbuhan budaya melainkan akan merusak budaya yang akhirnya akan melenyapkan suatu peradaban. DAFTAR PUSTAKA Dirjosisworo, Soejono. 2002. Memorandum Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hadikusuma, Hilman. 1986. Antropologi Hukum Indonesia. Bandung: Alumni. Ihromi, TO. 1980. Pokok-pokok Antropo- logi Budaya. Jakarta: Gramedia. __________, 1984. Antropologi dan Hukum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kantaprawira, R. 1983. Sistem Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar. Bandung: Sinar Baru. Kusumaatmadja, Mochtar. 1975. Pem- binaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional. Bandung: Bina Cipta.. _____________, 1976. Hukum, Masyara- kat dan Pembinaan Hukum Nasional. Bandung: Bina Cipta. Lubis, Solly. 2000. Politik dan Hukum di Era Reformasi.Mandar Maju. Bandung. Manan, Bagir. 1999. Reorientasi Politik Hukum Nasional. Makalah, disampai- kan dalam Diskusi IKAPTISI di UGM. Jogyakarta. Mertokusumo, Sudikno. 1999. Mengenal Hukum, Suatu Pengantar. Jogyakarta: Liberty. Rouland, Norbert. 1992. Antropologi Hukum. Jogyakarta: Universitas Atmajaya. Rahardjo, Satjipto. 1986. Ilmu Hukum. Cetakan kedua, Bandung: Alumni.
  • 9. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 182 Setiawan. 1998. Hukum yang Terlelap. Forum Keadilan, No.3 Tahun VII. Soemadiningrat, R.Otje Salman. 1997. Sosiologi Hukum Suatu Pengantar. Bandung: CV.Armico. Soekanto, Soerjono. 1984. Antropologi Hukum. Jakarta: Rajawali. Syaukani, Iman dan Thohari, A.Ahsin. 2004. Dasar-Dasar Politik Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.