2. Definisi Kejang Demam
• Kejang demam atau febrile convulsion ialah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997:229).
• Kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada saat suhu meningkat lebih dari
38,50C disebabkan oleh proses ekstra kranial (
Arif Mansjoer, 1999 : 434)
3. Klasifikasi Menurut Ngastiyah (Perawatan Anak Sakit,
1997 ; 231)
Kejang demam sederhana.
• Umur 6 bulan sampai empat tahun.
• Lama kejang tidak lebih dari 15 menit.
• Kejang bersifat umum.
• Kejang terjadi 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
• EEG normal satu minggu setelah kejang.
• Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
• Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak lebih dari empat
kali.
Kejang demam Kompleks.
• Lama kejang lebih dari 15 menit
• Frekuensi kejang lebih dari satu kali dalam 24 jam.
• Anak mempunyai kelainan neurologis atau riwayat kejang demam
sebelumnya.
• Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tuhun lebih dari Empat kali.
4. Etiologi
• Kebanyakan penyebab anak terkena kejang
demam di karenakan panas yang terlalu tinggi.
5. Faktor Pencetus atau Resiko
Menurut Arif Mansjoer (Kapita Selekta kedokteran,
1999; 434)
• Demam tinggi yang disebabkan infeksi saluran nafas
atas, Pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran
kemih.
• Riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara
kandung.
• Perkembangan terlambat.
• Problem pada masa neonatus.
• Anak dalam perawatan khusus.
• Anak dengan kadar Na rendah.
• Riwayat keluarga dengan epilepsi.
6.
7. Penatalaksanaan
Menurut Arif Mansjoer (Kapita selekta kedokteran, 1999;
436)
Pengobatan fase akut
• Sering kali kejang berhenti dengan sendirinya, pada waktu kejang
pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah dan muntahan.
• Jalan nafas dibebaskan agar oksigenasi terjamin.
• Observasi tanda-tanda vital dan fungsi jantung.
• Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air dingin
dan pemberian antipiretik.
• Pemberian obat untuk menghentikan kejang secara cepat adalah
dengan Diazepam yang diberikan secara intravena atau intrarektal.
Dosis untuk pemberian intravena yaitu 0,3-0,5 mg/KgBB dengan
kecepatan 1-2 mg/ menit dengan dosis maksimal 20 Mg. Dosis
untuk pemberian intrarektal yaitu 5 mg (BB < 10 Kg) atau 10 mg (BB
> 10 Kg), bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang lima menit
kemudian.
8. Menurut Ngastiyah (Perawatan Anak Sakit,1997 ; 232)
Memberantas kejang secepat mungkin.
• Obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan
secara intravena dengan dosis sesuai dengan berat
badan yaitu : BB kurang dari 10 Kg 0,5-0,75
mg/KgBB/hari, dan diatas 20 Kg 0,5 mg/KgBB/hari.
Pengobatan penunjang.
• Semua pakaian ketat dibuka.
• Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah
aspirasi.
• Bebaskan jalan nafas.
• Berikan Oksigen dan lakukan section secara teratur.
9. Memberikan pengobatan Rumat.
• Setelah kejang dapat diatasi harus segera disusul
dengan pengobatan rumat dengan pemberian anti
epileptik dengan jangka kerja yang lebih lama, misalnya
fenobarbital atau definil hidantoin.
Mencari dan mengobati penyebab.
• Secara akademis pasien yang datang dengan kejang
demam pertama kali sebaiknya dilakukan fungsi
lumbal,darah lengkap, gula darah, kalium, magnesium,
kalsium, Natrium dan faal hati.
11. Pengumpulan Data
• Identitas Klien
Umur biasanya enam bulan sampai empat tahun, jenis kelamin laki-laki
perempuan dengan perbandingan 2:1, Insiden tertinggi pada
anak umur dua tahun. (Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, 1997 ;
231)
• Riwayat Kesehatan
• Keluhan utama
Kejang karena panas.
• Riwayat penyakit sekarang
Lama kejang kurang dari lima menit.
Kejang bersifat general.
Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam.
Tidak ada kelainan neurologis baik klinis maupun laboratorium.
12. • Riwayat penyakit dahulu
Adanya faktor predisposisi terjadinya kejang demam antara
lain trauma kepala, Infeksi, dan reaksi terhadap
imunisasi.(Saharso D, 1996: 43)
• Riwayat penyakit keluarga
25-50 % kejang demam mempunyai faktor keturunan
adanya faktor keluarga yang menderita kejang demam,
penyakit saraf atau penyakit lainnya. (Saharso D, 1996 : 42)
• Riwayat sebelumnya
Riwayat kehamilan : penyakit yang diderita ibu, perdarahan
pervagina dan obat-obatan yang digunakan.
Riwayat Persalinan : kelahiran spontan atau dengan
tindakan, perdarahan antepartum, KPD, Aspixia. (Saharso D,
1996 43)
13. Activity Daily Live
• Makanan atau cairan
Pasien akan mengeluh sensitif terhadap makanan yang merangsang
aktivitas kejang, kerusakan gigi, adanya hiperplasi ginggiva sebagai
akibat efek samping dilantin.
• Aktivitas dan Istirahat
Pasien mengeluh capek, lelah, kelemahan umum, pembatasan
aktivitas dan perubahan tonus otot.
• Eliminasi
1. Incontinensia
2. Face Ictal : peningkatan tekanan blader dan tonus springter.
3. Post ictal : relaksasi otot.
14. • Riwayat Psiko sosial
• Psiko
Anamnese tentang temperan anak,
kemampuan kognitif dan respon tentang
kondisi sakit serta hospitalisasi.
• Sosial
Anamnesa terhadap status dan sumber
ekonomi keluarga, respon keluarga dan pola
perawatan anak sehari-hari.
15. • Pemeriksaan Tanda-tanda vital
1. Kesadaran terjadi penurunan
2. Fase Ictal : Peningkatan nadi, respirasi, tekanan darah dan Suhu.
3. Post ictal : V5 normal kadang depresi.
• Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : Disporposi bentuk kepala, kejang umum, tonik klonik dan
sakit kepala.
2. Mata : Dilatasi Pupil, gerakan bola mata dan kelopak mata cepat,
reflek cahaya turun dan konjungtiva merah.
3. Mulut : Produksi saliva berlebihan, vomiting dan Cyanosis mukosa
mulut.
4. Hidung : Adanya pernafasan cuping hidung, Cyanosis.
5. Leher : pada tetanus terjadi kaku kuduk.
16. 6. Dada :
• Fase ictal : Cyanosis, penurunan gerakan pernafasan dan adanya
tarikan intercostae.
• Post ictal : Apnoe atau nafas dalam dan lambat.
7. Abdomen
• Fase Ictal : Peningkatan blader dan tonus otot spingter.
• Post ictal : relaksasi otot dan hiperperistaltik.
8. Ekstermitas
• Fase Ictal : kejang pada ekstremitas atas dan bawah dan cyanosis
pada jari tangan dan kaki.
• Post ictal : relaksasi otot dan nyeri serta kelemahan pada otot.
17. • Pemeriksaan Penunjang
• Elektrolit :Ketidakseimbangan elektrolit merupakan
predisposisi kejang.
• Glukosa : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
• BUN : Peningkatan BUN merupakan potensi
kejang.
• CBC : Anemia Aplastik dapat terjadi sebagai efek
samping pemberian obat-obatan.
• LP : untuk mendeteksi adanya tekanan abnormal
dan tanda infeksi.
• Skull X-ray : adanya desak ruang dan lesi.
• EEG : Fokus aktivitas kejang.
• CT scan : mendeteksi lesi lokal serebral abses tumor
dengan atau tanpa kontras.
18. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan adanya
pirogen yang mengacaukan termostat, bertambahnya
rata-rata metabolisme dan penyakit dehidrasi.
2. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan
obstruksi trakeobroncial.
3. Kurang pengetahuan keluarga sehubungan dengan
mis interpretasi dan keterbatasan informasi.
4. Resiko terjadi injuri atau trauma sehubungan dengan
kelemahan, perubahan kesadaran.
20. Dx 1 : Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan adanya pirogen yang
mengacaukan termostat, bertambahnya rata-rata metabolisme dan
penyakit dehidrasi.
Tujuan : Suhu tubuh normal.
Kriteria hasil : Suhu 36,5 oC – 37,5 o C dan klien bebas dari demam.
I/Observasi TTV Tiap empat jam
R/ TTV yang meningkat merupakan manifestasi akan terjadinya kejang dan
adanya komplikasi.
I/Berikan penjelasan pada keluarga tentang pemberian kompres.
R/ Kompres dingin dapat menurunkan suhu tubuh.
I/Berikan pakaian tipis yang dapat menyerap keringat.
R/ Memudahkan terjadinya pelepasan panas ke udara.
I/Anjurkan klien untuk banyak minum.
R/ Mencegah timbulnya dehidrasi.
I/Laksanakan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antipiretik dan
antibiotik.
R/Antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh dan antibiotik untuk
pengobatan infeksi.
21. DX2 : Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan
dengan kerusakan neuromuskuler dan obstruksi trakeobroncial.
Tujuan : mempertahankan efektivitas pola nafas dengan jalan
nafas yang bersih dan tercegah dari aspirasi.
Kriteria hasil : RR normal 15-30x permenit & tidak ada retraksi otot.
I/Letakkan pasien dalam posisi nyaman (semi fowler).
R/ Membebaskan jalan nafas mencegah aspixia.
I/Longgarkan pakaian terutama pada leher, dada dan perut.
R/ Memudahkan pernafasan.dan rasa nyaman.
I/Berikan tongue spatel spatel pada mulut
R/ Mencegah trauma pada lidah.
I/Saction jika perlu.
R/ Menghilangkan sekret dan mencegah terjadinya aspirasi serta
membersihkan jalan nafas dari sekret.
I/Berikan 02 Sesuai dengan kebutuhan.
R/ Mengatasi hipoksia.
22. DX 3 : Kurang pengetahuan keluarga sehubungan dengan mis interpretasi
dan keterbatasan informasi.
Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil :
• Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
• Keluarga mampu diikut sertakan dalam proses keperawatan.
• keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
I/ Kaji tingkat pengetahuan keluarga
R/Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga
dan kebenaran informasi yang didapat.
I/Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang
demam
R/penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu
menambah wawasan keluarga
I/Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
R/ agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
23. I/Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan
mencegah kejang demam, antara lain :
– Jangan panik saat kejang
– Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
– Kepala dimiringkan.
– Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu
dimasukkan ke mulut.
– Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat
tunggu sampai keadaan tenang.
– Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak
minum
– Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
R/ sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam
mengatasi masalah kesehatan.
24. DX 4 : Resiko terjadi injuri atau trauma sehubungan dengan kelemahan,
perubahan kesadaran.
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
• Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
• Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
• Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi
kejang.
I/Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur
yang rendah.
R/ meminimalkan injuri saat kejang
I/ Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
R/meningkatkan keamanan klien.
I/Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
R/menurunkan resiko trauma pada mulut.
25. I/ Letakkan klien di tempat yang lembut.
R/ membantu menurunkan resiko injuri fisik pada
ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.
I/ Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi
kejang.
R/ membantu menurunkan lokasi area cerebral
yang terganggu.
I/Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
R/ mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal