SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
Download to read offline
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang selanjutnya
disingkat TPLHK adalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana sebagai
kejahatan atau pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di
bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penegak hukum Undang-Undang
di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah Polisi Kehutanan. Dalam
pelaksanaan Tupoksinya, Polhut sering kali menemukan sebuah kejadian
yang diduga sebagai tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan. Olehnya
itu, untuk memperkuat dugaan tersebut perlu dilakukan indentifikasi tindak
pidana melalui fakta-fakta yang ditemukan di tempat kejadian perkara.
Berdasarkan uraian diatas, maka Identifikasi tindak pidana LHK dapat
berupa :
1. upaya untuk mengetahui apakah kejadian yang ditemukan tersebut
merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam pidana sebagai
kejahatan atau pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di
bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sehingga hasil identifikasi
tindak pidana yang dilakukan oleh Polhut di TKP merupakan pembuktian
awal bahwa peristiwa tersebut termasuk kategori tindak pidana LHK,
sehingga dapat diserahkan ke PPNS LHK untuk proses penegakan hukum
lebih lanjut.
2. upaya untuk mengetahui tindak pidana LHK yang sering terjadi di wilayah
kerjanya, sehingga dapat ditentukan skala prioritas dalam penanganannya.
Hasil kegiatan identifikasinya berupa jenis-jenis gangguan berdasarkan
skala prioritasnya dan peta kerawanan tindak pidana kehutanan.
Sesuai dengan Keputusan Kepala Pusat Diklat Kehutanan Nomor
SK.66/Dik-2/2012 tentang Kurikulum Diklat Penegakan Hukum Polisi
Kehutanan, output mata diklat Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan adalah
penyusunan jenis-jenis tindak pidana berdasarkan skala prioritas.
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
B. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta dapat
menjelaskan cara mengidentifikasi tindak pidana lingkungan hidup dan
kehutanan.
C. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta dapat :
1. Menjelaskan tujuan dan manfaat identifikasi tindak pidana kehutanan.
2. Mengidentifikasi jenis-jenis tindak pidana kehutanan di wilayah kerjanya.
3. Memetakan dan menyusun jenis-jenis tindak pidana berdasarkan skala
prioritas.
Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan (Sudirman Sultan)
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
BAB II
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
A. Pengertian Tindak Pidana LHK
Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dengan hukum
pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Para pakar hukum pidana memberikan
defenisi sraftbaar feit sebagai berikut :
1. Vas : menyatakan bahwa delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum
berdasarkan undang-undang.
2. Van Hamel : menyatakan bahwa delik adalah suatu serangan atau
ancaman terhadap hak-hak orang lain.
3. Simons : menyatakan bahwa delik adalah suatu tindakan melawan hukum
yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang tindakannya
tersebut dapat dipertanggungjawabkian dan oleh undang-undang telah
dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/42017 tentang Penanganan Barang Bukti
Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tindak Pidana Lingkungan
Hidup dan Kehutanan yang selanjutnya disingkat TPLHK adalah perbuatan
yang dilarang dan diancam pidana sebagai kejahatan atau pelanggaran
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Perbuatan yang dilarang dan diancam tersebut terdapat pada :
1) Pasal 40 Jo Pasal 19, 21 dan 33, Undang-Undang No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
2) Pasal 78 Jo Pasal 50, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan.
3) Pasal 82 s/d 109, Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
4) Pasal 97 s/d 120, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
B. Jenis-Jenis Tindak Pidana LHK
Jenis-jenis tindak pidana kehutanan menurut UU No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan adalah :
1. Kegiatan yang mengakibatkan kerusakan hutan oleh pemegang izin
a. Pasal Pelanggaran Pasal 50 ayat (2) : “Setiap orang yang diberikan
izin pemanfaatan kawasan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan,
izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin
pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan
kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan”
b. Ancaman Pidana Pasal 78 ayat (1) : “pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (Lima
Milyar Rupiah)”
2. Pembakaran Hutan
a. Pasal Pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf d: “Setiap orang, dilarang
membakar hutan”
b. Ancaman Pidana Kesengajaan Pasal 78 ayat (3) : “pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah)”
c. Ancaman Pidana Kelalaian Pasal 78 ayat (4) : “pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,- (Satu
Milyar Lima Ratus Juta Rupiah)”
3. Penebangan Pohon dalam Kawasan Hutan Tanpa Izin
a. Pasal Pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf e: “Setiap orang, dilarang
menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam
hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang”
b. Ancaman Pidana Pasal 78 ayat (5) : “pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (Lima
Milyar Rupiah)”
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
4. Penggembalaan Ternak
a. Pasal Pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf i: “Setiap orang, dilarang
menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk
secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang”
b. Ancaman Pidana Pasal 78 ayat (8) : “pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.,- (Sepuluh Juta
Rupiah)”
5. Membuang benda yang menyebabkan kebakaran hutan
a. Pasal Pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf L: “Setiap orang, dilarang
membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan
kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi
hutan”
b. Ancaman Pidana Pasal 78 ayat (11) : ““pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar
Rupiah)”
6. Pengangkutan Tumbuhan dan Satwa Liar Tidak dilindungi Tanpa Izin
a. Pasal Pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf m: “Setiap orang, dilarang
mengeluarkan, membawa dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan
satwa liar yang tidak dilindungi yang berasal dari kawasan hutan tanpa
izin dari pejabat yang berwenang”
b. Ancaman Pidana Pasal 78 ayat (12) : ““pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh
Juta Rupiah)”
Jenis-jenis tindak pidana kehutanan menurut UU No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah :
1. Perubahan Keutuhan Kawasan Konservasi
a. Pasal Pelanggaran :
1) Pasal 19 ayat (1) : “Setiap orang, dilarang melakukan kegiatan yang
dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan
suaka alam”
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
2) Pasal 33 ayat (1) : “Setiap orang, dilarang melakukan kegiatan yang
dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan Zona Inti
Taman Nasional”
b. Ancaman Pidana :
1) Kesengajaan Pasal 40 ayat (1) : ““pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua
Ratus Juta Rupiah)”
2) Kelalaian Pasal 40 ayat (3) : ““pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus Juta
Rupiah)”
2. Pemanfaatan, pengrusakan, penyiksaan dan pemusnahan tumbuhan yang
dilindungi.
a. Pasal Pelanggaran :
 Pasal 21 ayat (1) huruf a : “Setiap orang, dilarang mengambil,
menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara,
mengangkut dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau
bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati”
 Pasal 21 ayat (1) huruf b : “Setiap orang, dilarang mengeluarkan
tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan
hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di
dalam atau di luar Indonesia”
b. Ancaman Pidana :
1) Kesengajaan Pasal 40 ayat (2) : ““pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus
Juta Rupiah)”
2) Kelalaian Pasal 40 ayat (4) : ““pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta
Rupiah)”
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
3. Pemanfaatan, pengrusakan, penyiksaan dan pemusnahan satwa liar
dilindungi
a. Pasal Pelanggaran :
1) Pasal 21 ayat (2) huruf a : “Setiap orang, dilarang menangkap,
melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam
keadaan hidup”
2) Pasal 21 ayat (2) huruf b : “Setiap orang, dilarang menyimpan,
memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa
yang dilindungi dalam keadaan mati”
3) Pasal 21 ayat (2) huruf c : “Setiap orang, dilarang mengeluarkan
satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain
di dalam atau di luar Indonesia”
4) Pasal 21 ayat (2) huruf d : “Setiap orang, dilarang
memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau
bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang
dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkan-nya
dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar
Indonesia;
5) Pasal 21 ayat (2) huruf e : “Setiap orang dilarang mengambil,
merusak, memusnahkan, memper-niagakan, menyimpan atau
memiliki telur dan/ atau sarang satwa yang dilindungi.
b. Ancaman Pidana :
1) Kesengajaan Pasal 40 ayat (2) : ““pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus
Juta Rupiah)”
2) Kelalaian Pasal 40 ayat (4) : ““pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta
Rupiah)”
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
4. Penggunaan Kawasan Konservasi Tidak Sesuai Fungsinya
a. Pasal Pelanggaran : Pasal 33 ayat (3) : “Setiap orang, dilarang
melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona
pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya dan
taman wisata alam”
b. Ancaman Pidana :
1) Kesengajaan Pasal 40 ayat (1) : ““pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua
Ratus Juta Rupiah)”
3) Kelalaian Pasal 40 ayat (4) : ““pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta
Rupiah)”
Jenis-jenis tindak pidana kehutanan menurut UU No. 18 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan adalah :
No. Jenis Tindak
Pidana
Kehutanan
Pasal Bunyi Aturan
1 2 3 4
1. Penebangan
Pohon Tidak
sesuai Izin
Pasal 12
Huruf (a)
Setiap Orang dilarang melakukan penebangan
pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai
dengan izin pemanfaatan hutan
2. Penebangan
Pohon Tanpa
Izin
Pasal 12
Huruf (b)
Setiap Orang dilarang melakukan penebangan
pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin
yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
3. Penebangan
Pohon Secara
Tidak Sah
Pasal 12
Huruf (c)
Pasal 13
Setiap Orang dilarang melakukan penebangan
pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah
(Penebangan pohon di sekitar sungai, mata air,
waduk, danau atau pantai)
4. Mengangkut
Hasil
Penebangan
Pohon Tanpa
Izin
Pasal 12
Huruf (d)
Setiap Orang dilarang memuat, membongkar,
mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau
memiliki hasil penebangan di
kawasan hutan tanpa izin
5. Mengangkut
Hasil Hutan
Tanpa SKSHH
Pasal 12
Huruf (e)
Setiap Orang dilarang mengangkut, menguasai, atau
memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi
secara bersama surat keterangan sahnya hasil
hutan
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
1 2 3 4
6. Membawa
peralatan
menebang
Tanpa Izin
Pasal 12
Huruf (f)
Setiap Orang dilarang membawa alat-alat yang
lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau
membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa
izin pejabat yang berwenang
7. Membawa Alat
Berat Dalam
Hutan
Pasal 12
Huruf (g)
Setiap Orang dilarang membawa alat-alat berat
dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut
diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil
hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat
yang berwenang
8. Memanfaatkan
Kayu Hasil
Pembalakan
Liar
Pasal 12
Huruf (h)
Setiap Orang dilarang memanfaatkan hasil hutan
kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar
9. Mengedarkan
Kayu Hasil
Pembalakan
Liar
Pasal 12
Huruf (i)
Setiap Orang dilarang mengedarkan kayu hasil
pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara
10. Menyelundupka
n Kayu
Pasal 12
Huruf (j)
Setiap Orang dilarang menyelundupkan kayu yang
berasal dari atau masuk ke wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia melalui sungai, darat,
laut, atau udara
11. Menadah Hasil
Pembalakan
Liar
Pasal 12
Huruf (k)
Setiap Orang Dilarang menerima, membeli, menjual,
menerima tukar, menerima titipan, dan/atau
memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari
pembalakan liar
12. Menguasai
Hasil Hutan yg
dipungut Secara
Tidak Sah
Pasal 12
Huruf (l)
Setiap Orang Dilarang membeli, memasarkan,
dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal
dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut
secara tidak sah
13. Menadah Hasil
Hutan yg
dipungut Secara
Tidak Sah
Pasal 12
Huruf (m)
Setiap Orang Dilarang menerima, menjual,
menerima tukar, menerima titipan, menyimpan,
dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari
kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara
tidak sah
14. Memalsukan
SKSHH
Pasal 14
Huruf (a)
Setiap Orang Dilarang memalsukan surat
keterangan sahnya hasil hutan kayu
15. Menggunakan
SKSHH Palsu
Pasal 14
Huruf (b)
Setiap Orang Dilarang menggunakan surat
keterangan sahnya hasil hutan kayu yang palsu
16. Penyalahgunaa
n Angkutan
Dokumen Kayu
Pasal 15 Setiap orang dilarang melakukan penyalahgunaan
dokumen angkutan hasil hutan kayu yang diterbitkan
oleh pejabat yang berwenang
17. Membawa Alat
Berat Untuk
Penambangan
Pasal 17
Ayat 1 Huruf
(a)
Setiap orang dilarang membawa alat-alat berat
dan/atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga
akan digunakan untuk melakukan kegiatan
penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang
di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
1 2 3 4
18. Melakukan
Penambangan
Tanpa Izin
Pasal 17
Ayat 1 Huruf
(b)
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan
penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin
Menteri
19. Mengangkut
Hasil Tambang
Pasal 17
Ayat 1 Huruf
(c)
Setiap Orang Dilarang mengangkut dan/atau
menerima titipan hasil tambang yang berasal dari
kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan
tanpa izin
20. Menguasai
Hasil Tambang
Pasal 17
Ayat 1 Huruf
(d)
Setiap Orang Dilarang menjual, menguasai,
memiliki, dan/atau menyimpan hasil tambang yang
berasal dari kegiatan penambangan di dalam
kawasan hutan tanpa izin
21. membeli,
memasarkan,
dan/atau
mengolah hasil
tambang
Pasal 17
Ayat 1 Huruf
(e)
Setiap Orang Dilarang membeli, memasarkan,
dan/atau mengolah hasil tambang dari kegiatan
penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin
22. Membawa Alat
Berat Untuk
Perkebunan
Pasal 17
Ayat 2 Huruf
(a)
Setiap Orang Dilarang membawa alat-alat berat
dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut
diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan
perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di
dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri
23. Melakukan
Perkebunan
Tanpa Izin
Pasal 17
Ayat 2 Huruf
(b)
Setiap Orang Dilarang melakukan kegiatan
perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan
hutan
24. Mengangkut
Hasil Kebun
dari Kawasan
Hutan
Pasal 17
Ayat 2 Huruf
(c)
Setiap Orang Dilarang mengangkut dan/atau
menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa
izin
25. Menguasai
Hasil
Perkebunan
dalam Kawasan
Hutan
Pasal 17
Ayat 2 Huruf
(d)
Setiap Orang Dilarang menjual, menguasai,
memiliki, dan/atau menyimpan hasil perkebunan
yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam
kawasan hutan tanpa izin
26. membeli,
memasarkan,
dan/atau
mengolah hasil
tambang
Pasal 17
Ayat 2 Huruf
(e)
Setiap Orang Dilarang membeli, memasarkan,
dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan
yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam
kawasan hutan tanpa izin
27. Menyuruh
pembalakan liar
dan atau
penggunaan
kawasan hutan
Pasal 19
Huruf (a)
Setiap Orang yang berada di dalam atau diluar
Indonesia Dilarang menyuruh, mengorganisasi, atau
menggerakkan pembalakan liar dan/atau
penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
1 2 3 4
29. Permufakatan
Jahat
melakukan
pembalakan liar
dan atau
penggunaan
kawasan hutan
Pasal 19
Huruf (c)
Setiap Orang yang berada di dalam atau diluar
Indonesia Dilarang melakukan permufakatan jahat
untuk melakukan pembalakan liar dan/ atau
penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
30. Mendanai
pembalakan liar
dan atau
penggunaan
kawasan hutan
Pasal 19
Huruf (d)
Setiap Orang yang berada di dalam atau diluar
Indonesia Dilarang mendanai pembalakan liar
dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak
sah secara langsung atau tidak langsung
31. Menggunakan
dana hasil
pembalakan liar
dan atau
penggunaan
kawasan hutan
Pasal 19
Huruf (e)
menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah
32. Mengubah
status kayu
hasil
pembalakan liar
dan atau
penggunaan
kawasan hutan
Pasal 19
Huruf (f)
mengubah status kayu hasil pembalakan liar
dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara
tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah, atau
hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk
dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di
luar negeri
33. Memanfaatkan
kayu hasil
pembalakan liar
dan atau
penggunaan
kawasan hutan
Pasal 19
Huruf (g).
memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dengan
mengubah bentuk, ukuran, termasuk pemanfaatan
limbahnya
34 Menukarkan
hasil
pembalakan liar
dan atau
penggunaan
kawasan hutan
Pasal 19
Huruf (h).
menempatkan, mentransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, dan/atau
menukarkan uang atau surat berharga lainnya
serta harta kekayaan lainnya yang diketahuinya atau
patut diduga merupakan hasil pembalakan liar
dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara
tidak sah
35. Menyamarkan
asal usul hasil
pembalakan liar
dan atau
penggunaan
kawasan hutan
Pasal 19
Huruf (i).
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil
pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan
kawasan hutan secara tidak sah sehingga seolah-
olah menjadi harta kekayaan yang sah
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
1 2 3 4
36. Mencegah atau
menggagalkan
upaya
pemberantasan
pembalakan liar
dan atau
penggunaan
kawasan hutan
Pasal 20 Setiap orang dilarang mencegah, merintangi,
dan/atau menggagalkan secara langsung maupun
tidak langsung upaya pemberantasan pembalakan
liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak
sah
37. memanfaatkan
kayu hasil
pembalakan liar
dan/atau
penggunaan
kawasan hutan
konservasi.
Pasal 21 Setiap orang dilarang memanfaatkan kayu hasil
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan
konservasi
38. menghalang-
halangi dan/
atau meng-
gagalkan
penyelidikan,
penyidikan,
penuntutan,
atau
pemeriksaan di
sidang
pengadilan
Pasal 22 Setiap orang dilarang menghalang-halangi dan/atau
menggagalkan penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan
tindak pidana pembalakan liar dan penggunaan
kawasan hutan secara tidak sah
39. Intimidasi atau
ancaman
terhadap
keselamatan
petugas
Pasal 23 Setiap orang dilarang melakukan intimidasi dan/atau
ancaman terhadap keselamatan petugas yang
melakukan pencegahan dan pemberantasan
pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan
secara tidak sah.
40. Memalsukan
surat izin
Pasal 24
Huruf (a)
Setiap orang dilarang memalsukan surat izin
pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan
kawasan hutan
41. Menggunakan
Surat Izin Palsu
Pasal 24
Huruf (b)
Setiap orang dilarang menggunakan surat izin palsu
pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan
kawasan hutan
42. Memindahtanga
nkan Surat Izin
Pasal 24
Huruf (c)
Setiap orang dilarang memindahtangankan atau
menjual izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang kecuali dengan persetujuan Menteri
43. Merusak
Sarana dan
Prasarana
Pasal 25 Setiap orang dilarang merusak sarana dan
prasarana perlindungan hutan
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
1 2 3 4
44. Gangguan Pal
Batas
Pasal 26 Setiap orang dilarang merusak, memindahkan, atau
menghilangkan pal batas luar kawasan hutan, batas
fungsi kawasan hutan, atau batas kawasan hutan
yang berimpit dengan batas negara yang
mengakibatkan perubahan bentuk dan/atau luasan
kawasan hutan
45. Menerbitkan
Izin tidak Sesuai
Kewenanganny
a
Pasal 28
Huruf (a)
Setiap Pejabat Dilarang menerbitkan izin
pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan
kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak
sesuai dengan kewenangannya
46. Menerbitkan
Izin tidak Sesuai
Aturan Per-UU
Pasal 28
Huruf (b)
Setiap Pejabat Dilarang menerbitkan izin
pemanfaatan di dalam kawasan hutan dan/atau izin
penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
47. Melindungi
Pelaku
Pasal 28
Huruf (c)
Setiap Pejabat Dilarang melindungi pelaku
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah
48. Pejabat Ikut
Serta
Melakukan
Pasal 28
Huruf (d)
Setiap Pejabat Dilarang melakukan permufakatan
untuk terjadinya pembalakan liar dan/atau
penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
49. Menerbitkan
SKSHH tanpa
Hak
Pasal 28
Huruf (e)
Setiap Pejabat Dilarang menerbitkan surat
keterangan sahnya hasil hutan tanpa hak
50. Pembiaran Pasal 28
Huruf (f)
Setiap Pejabat Dilarang dengan sengaja melakukan
pembiaran dalam
melaksanakan tugas
51. Lalai dalam
melaksanakan
tugas
Pasal 28
Huruf (g)
Setiap Pejabat Dilarang lalai dalam melaksanakan
tugas
Jenis-jenis tindak pidana yang terkait dengan kehutanan menurut UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
adalah :
No. Jenis Tindak
Pidana
Kehutanan
Pasal Bunyi Aturan
1 2 3 4
1. Pembakaran
Lahan
Pasal 69
ayat (1) huruf
h
Setiap Orang dilarang melakukan pembukaan lahan
dengan cara membakar.
2. Usaha Tanpa
Izin Lingkungan
Pasal 36
Ayat 1
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memilki
amdal atau UKL-UPL wajib memilki izin lingkungan.
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
BAB III
IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA KEHUTANAN
A. Pengertian Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
Identifikasi adalah kegiatan untuk mencari, menemukan,
mengumpulkan, meneliti, mendaftarkan, mencatat data dan informasi dari
“kebutuhan” lapangan. Secara intensitas kebutuhan dapat dikategorikan (dua)
macam yakni kebutuhan terasa yang sifatnya mendesak dan kebutuhan
terduga yang sifatnya tidak mendesak.
Dalam pengertian sehari-hari, identifikasi memiliki 3 pengertian yaitu :
 Tanda kenal diri atau bukti diri.
 Penentu atau penetapan identitas seseorang, benda dan lain sebagainya.
 Proses psikologi yang terjadi pada diri seseorang, karena secara tidak
sadar dia membayangkan dirinya seperti orang lain yang dikaguminya, lalu
dia meniru tingkah laku orang yang dikaguminya.
Jadi apabila dilakukan identifikasi tindak pidana kehutanan maka akan
terkait dengan pengertian pertama dan kedua. Dimana identifikasi tindak pidana
kehutanan adalah upaya mengenali perbuatan yang dilakukan oleh perseorangan
ataupun badan hukum, yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran
yang disebut dalam perundang-undangan di bidang kehutanan.
B. Tujuan dan Manfaat Identifikasi
Kegiatan Identifikasi ini bertujuan untuk memperoleh data yang akurat, aktual,
dan faktual tentang suatu tindak pidana yang terjadi. Sedangkan manfaat
indentifikasi adalah agar unsur-unsur dalam penyidikan tindak pidana kehutanan
dapat terpenuhi, sehingga memudahkan penyidik dalam pemberkasan perkara.
Dimana penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah
penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak
pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat
itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan
penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan”
suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta
mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang
ditemukan dan juga menentukan pelakunya.
C. Obyek Identifikasi
Obyek identifikasi tindak pidana kehutanan adalah orang, lokasi
ataupun benda yang ada hubungannya dengan perbuatan tindak pidana
kehutanan. Dalam melakukan Identifikasi tindak pidana kehutanan, maka
obyek identifikasinya adalah :
1. Pasal-Pasal yang dilanggar.
Pada saat menemukan tindak pidana kehutanan tidak harus langsung
dituliskan pasalnya di lokasi kejadian (di hutan), namun setidaknya para
anggota POLHUT dapat mengidentifikasi lebih awal apakah kejadian yang
ditemukan masuk tindak pidana kehutanan atau bukan.
2. Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Pada saat menemukan kejadian tindak pidana kehutanan, maka segera
lakukan pencatan terhadap waktu dan lokasi dimana tindak pidana
tersebut ditemukan. Waktu kejadian tindak pidana kehutanan dicatat jam,
menit dan detiknya. Data ini bisa didapatkan melalui jam tangan atau Hand
phone (HP) bila membawanya, akan tetapi bila keduanya tidak ada sama
sekali terpaksa harus memperkirakan dengan melihat posisi matahari, atau
dengan memperkirakan pada saat berangkat patroli/ operasi diperkirakan
jam berapa dan pulangnya sekitar jam berapa, diambil tengah-tengahnya.
Sedangkan lokasi kejadian yang biasa disebut TKP merupakan pangkal
pengungkapan perkara pidana, sehingga seorang petugas yang
menemukan pertama peristiwa pidana tesebut harus dapat melakukan
identifikasi awal hubungan antara orang yang diduga sebagai pelaku, serta
barang bukti yang ditemukan dengan peristiwa pidana yang terjadi.
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
3. Pelaku
Dalam melakukan identifikasi pelaku, perlu memahami kategori pelaku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP sebagai
berikut:
a. Pelaku tindak pidana (Pasal 55 KUHP), yaitu:
1.) Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut
serta melakukan perbuatan;
2.) Orang yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan,
ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan,
sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan.
3.) Sedangkan terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja
dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
b. Pembantu pelaku kejahatan (Pasal 56 KUHP), yaitu:
1) Orang yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan
dilakukan;
2) Orang yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan
untuk melakukan kejahatan.
4. Barang Bukti.
Identifikasi Barang Bukti harus segera dilakukan pada saat barang bukti
ditemukan. Identifikasi Barang Bukti bertujuan untuk menentukan jenis
barang bukti, jumlah dan atau ukuran barang bukti, asal usul barang bukti,
dan ciri atau tanda-tanda khusus lainnya.
Identifikasi barang bukti terdiri atas dua tahap yaitu : Identifikasi awal dan
Identifikasi lanjutan.
Identifikasi awal dilakukan di tempat barang bukti ditemukan yang
bertujuan untuk menentukan jenis dan jumlah atau ukuran barang bukti.
Sedangkan identifikasi lanjutan dapat dilakukan bersamaan dengan
identifikasi awal di tempat barang bukti ditemukan atau tempat lain yang
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
bertujuan menentukan jenis, jumlah atau ukuran, asal-usul dan ciri atau
tanda-tanda khusus lainnya.
Identifikasi barang bukti dapat pula dilakukan dengan meminta bantuan
ahli. Tenaga ahli yang ditunjuk harus mempunyai surat perintah tugas dari
instansi pemerintah atau lembaga swasta dimana tenaga ahli tersebut
bertugas. Setiap kegiatan identifikasi barang bukti wajib dibuatkan berita
acara identifikasi barang bukti.
5. Modus Operandi
Modus Operandi adalah sifat dan tatacara atau kebiasaan yang dilakukan
dalam melakukan tindak pidana kehutanan oleh suatu kelompok pelaku
pelanggaran disuatu daerah tertentu atau cara pelaku melakukan tindak
pidana kehutanan. Pengenalan Modus operandi dilakukan dengan
mencatat dan menganalisis :
a. Cara pelaku memasuki kawasan hutan.
b. Sarana transportasi yang dipergunakan.
c. Alat yang dipergunakan untuk menebang dan mengambil hutan lainnya.
d. Sarana transportasi yang dipergunakan untuk mengangkut (darat,
sungai, laut).
e. Alat Komunikasi Elektronik (Komlek) yang dipergunakan
f. Route pengangkutan dan Tempat tujuan pengirimana hasil curian atau
tebangan liar.
g. Jumlah rombongan pelaku.
h. Nama yang dicurigai sebagai penampung, pemodal, otak penggerak
atau backing.
6. Tingkat Gangguan/Kerusakan.
Perhitungan tingkat kerusakan, terutama dalam hal luasan areal hutan
yang rusak akibat perambahan ataupun kebakaran hutan bisa dilakukan
dengan mengukur luas yang terbakar dengan menggunakan GPS
handheld atau secara manual dengan menggunakan meteran.
Perhitungan tingkat kerusakan yang lebih detail lagi adalah dengan
melakukan Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan atau
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
Valuasi Kawasan Hutan, sehingga dapat diketahui seberapa besar tingkat
kerusakan yang terjadi dan berapa besar dalam nilai rupiah. Namun hal ini
harus dilakukan oleh para ahli yang berkompeten, yang selanjutnya dapat
dijadikan saksi ahli dalam perkara tindak pidana kehutanan tersebut.
D. Metode Identifikasi
Dalam melakukan Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan dapat
dilakukan dengan berbagai macam metode yaitu diantaranya adalah :
1. Metode Visual
Metode visual dilakukan dengan pengamatan/ pengawasan dengan panca
indera secara teliti terhadap orang / benda, tempat, kejadian / situasi.
Tujuan pengamatan/observasi :
a. Memperoleh gambaran yang lengkap, jelas dan terperinci terhadap
sasaran.
b. Menentukan keidentikan subyek dengan informasi / gambaran yang
telah diperoleh sebelumnya.
c. Melengkapi informasi yang sudah ada.
d. Pengecekan atau konfirmasi keterangan, data atau fakta.
e. Mencari hubungan antara subyek dengan peristiwa tindak pidana
Keberhasilan melakukan pengamatan dapat tergantung dari keterampilan
si pengamat (Polhut).
Keterampilan mengamati (observing skill) adalah suatu keterampilan yang
dimiliki seseorang untuk mampu melihat dan memperhatikan suatu obyek
tertentu yang dilakukan secara teliti dan seksama dengan tidak
menganalisa. Kemampuan ini dapat diwujudkan dengan cara:
a. Melihat dari hal-hal umum ke hal-hal yang khusus;
b. Menyimpan fakta-fakta yang dilihat ke dalam ingatannya dan
menyebutkan kembali secara benar apa yang diamatinya;
c. Mengambil posisi yang tepat dengan jarak dan sudut pandang;
d. Mencatat hal-hal yang dilihat dan dirasakan.
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
2. Metode Wawancara
Wawancara adalah suatu cara untuk memperoleh bahan dan keterangan
dari orang yang memiliki keterangan melalui pembicaraan atau tanya
jawab secara langsung. Sasarannya adalah Orang yang memiliki atau
diduga memiliki Keterangan yang diperlukan sehubungan dengan Adanya
peristiwa yang diduga sebagai Tindak Pidana. Tujuannya untuk
memperoleh keterangan baru/ dan tambahan, memperoleh keterangan
yang merupakan konfirmasi atau sangkalan untuk menguji keterangan
yang telah diterima sebelumnya. Selain itu juga untuk menguji penafsiran
tentang tempat kejadian perkara, barang bukti, tersangka, korban dan
saksi.
Jenis interview / wawancara:
a. Interview terbuka, dilakukan dalam bentuk wawancara atau
pemeriksaan
b. Interview tertutup dilakukan dengan menggunakan teknik undercover
Untuk keefektifan suatu wawancara, diperlukan keterampilan tertentu bagi
seorang pewawancara, yaitu keterampilan bertanya (Questioning skill).
Questioning skill adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
untuk meminta keterangan atau penjelasan kepada seseorang untuk
mendapatkan informasi tentang apa yang belum diketahui atau belum puas
atau belum dimengerti. Kemampuan ini dapat diimplementasikan dengan
cara:
a. Membuat dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang tersusun
secara baik dan kronologis, terstruktur dari hal yang bersifat umum
sampai yang bersifat khusus serta pertanyaan yang bersifat terbuka
sampai bersifat tertutup.
b. Menggunakan bentuk-bentuk dan jenis pertanyaan sesuai kebutuhan.
c. Mengetahui manfaat dan kegunaan dari masing-masing bentuk dan
jenis pertanyaan.
Dalam mengajukan pertanyaan ada beberapa bentuk yang dikenal dan
biasa dilakukan dalam kepolisian, yaitu pertanyaan standar yang
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
mengandung unsur: siapa, apa, dimana, dengan, mengapa, bagaimanan
dan bilamana. Secara akronim biasa disebut “Si Abadi Mendekap” yaitu
SIapa, Apa, BAgaimana , DI mana, MENgapa, Dengan apa dan Kapan.
Dari jenis-jenis pertanyaan tersebut diharapkan informasi yang akan
diperoleh sesuai dengan yang diinginkan.
Bentuk bentuk pertanyaan yang diajukan dalam interogasi secara umum
dapat dikelompokan, sebagai berikut:
a. Pertanyaan terbuka – Open question
Pertanyaan yang diajukan dalam usaha meminta informasi sebanyak
mungkin dan kepada si Penjawab diberi kebebasan untuk
mengemukakan apa yang diketahuinya.
b. Pertanyaan tertutup – Close question
Pertanyaan yang mengharapkan jawaban “Ya atau Tidak”
c. Pertanyaan berurutan – Multiple question
Pertanyaan yang diajukan secara bertubi-tubi dengan tidak menunggu
jawaban dari pertanyaan terdahulu.
d. Pertanyaan mengarahkan – Leading question
Pertanyaan yang jawabannya sudah diketahui sebelumnya.
e. Pertanyaan hipotetik – Hipotheatical question
Pertanyaan penggandaan, ditambahkan dari penjelasan sebelumnya.
f. Pertanyaan retorik – Rhetorical question
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
BAB IV
PETA KERAWANAN DAN SKALA PRIORITAS
A. Peta Kerawanan Tipihut
Dalam ilmu kepolisian, suatu keadaan, peristiwa, situasi dan kondisi
lingkungan yang bersifat nyata, yang merupakan peluang / sumber terjadinya
gangguan keamanan khususnya tindakan kriminalitas, disebut sebagai police
hazard. Police hazard ini berperan sebagai penentu daerah rawan. Unsur-
unsur penentuan daerah rawan berdasarkan police hazard di kawasan hutan
adalah sebagai berikut:
1. Ketersediaan hasil hutan, baik berupa kayu maupun non kayu
Keberadaan hasil hutan, baik berupa kayu tanaman/ pohon maupun hasil
hutan lainnya seperti madu, gaharu, getah damar, bambu dan lain-lain
yang memiliki nilai komersil di pasaran, menjadikan alasan seseorang bisa
berniat untuk memanen secara tidak sah. Apalagi hasil hutan tersebut
sangat mudah untuk dilihat sehari-hari.
2. Akses masuk ke dalam kawasan hutan
Dukungan akses masuk ke dalam kawasan hutan, membuat pelaku tindak
pidana dapat dengan leluasa masuk dan mengeluarkan hasil curian dari
dalam kawasan hutan, sehingga akses masuk kawasan bisa saja memiliki
tingkat kerawanan yang tinggi.
3. Aktifitas Masyarakat
Semakin banyak/ramai daerah itu dilalui orang ada kemungkinan semakin
tinggi tingkat rawan tindak pidana kehutanan, karena orang yang lewat
tersebut ada kemungkinan berniat melakukan tindak pidana kehutanan.
Begitu juga dengan daerah yang banyak aktivitas masyarakat seperti
tempat rekreasi, memancing ikan, berkemah, atau kegiatan lainnya perlu
dicermati karena bisa saja hal tersebut merupakan kamuflase dalam
mencari informasi keberadaan hasil hutan yang memiliki nilai komersil
tinggi.
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
4. Pemukiman penduduk
Keberadaan pemukiman penduduk, apalagi dengan tingkat kesejahteraan
penduduk yang rendah ataupun tingkat pengangguran yang tinggi, patut
diwaspadai, karena keberadaan hutan di sekitarnya dengan potensi
sumber daya hutan yang memiliki nilai jual yang tinggi akan berpeluang
untuk dimanfaatkan secara illegal demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari. Demikian pula walaupun di pemukiman penduduk tersebut tingkat
kesejahteraan tinggi dan tingkat pengangguran rendah, namun tingkat
kesadaran hukumnya rendah, maka tindak pidana kehutanan juga akan
bisa berpeluang terjadi pada kawasan hutan sekitar pemukiman tersebut.
Dalam pembuatan peta kerawanan tindak pidana kehutanan dapat
ditentukan titik-titik kerawanan atau luasan tertentu berdasarkan jenis-jenis
kerawanan tindak pidana kehutanan. Jenis-jenis kerawanan tindak pidana
kehutanan terdiri dari:
a. Rawan pengerjaan dan atau penggunaan dan atau pendudukan
kawasan hutan secara tidak sah
b. Rawan perambahan kawasan hutan
c. Rawan penebangan pohon secara illegal
d. Rawan peredaran hasil hutan secara illegal
e. Rawan perburuan
f. Rawan kebakaran hutan
g. Rawan penambangan
Areal yang dinyatakan sebagai daerah rawan harus terpantau secara
kontinyu sehingga apa yang terjadi di areal tersebut bisa terus menerus
dimonitor. Beberapa personil pengamanan hutan bisa terkonsentrasi untuk
mengawasi pada areal yang dinyatakan sebagai daerah rawan.
Pembuatan peta kerawanan dalam Sistem Informasi Geografis bisa
dilakukan dengan teknik buffering pada area akses jalan dan sekitar
pemukiman. Buffer bisa disesuaikan dengan jangkauan daya jelajah
pelaku tindak kriminal dan disesuaikan dengan kondisi topografi areal
tersebut, bisa selebar 3 Km, 4 Km dan sebagainya.
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
B. Skala Prioritas
Ada beberapa metode manajemen dalam membuat skala prioritas
seperti USG (Urgency, Seriousness, Growth), CARL (Capability, Accessability,
Readiness, Leverage), Hanlon, MCUA (Multi Criteria Utility Assessment) dan
sebagainya. Ada beberapa cara dalam menentukan skala prioritas, secara
garis besar dibagi 2 yaitu :
1. Teknik Non Skoring
Teknik ini digunakan apabila dalam penggalian data tidak tersedia data
kuantitatif (data berbentuk angka) yang lengkap dan cukup. Dengan kata
lain data yang tersedia adalah data kualitatif (data yang berasal dari jajak
pendapat peserta). Teknik ini terdiri atas 2 metode yaitu NGT (Nominal
Group Technique) dan Metode Delbecq.
2. Teknik Skoring
Teknik skoring digunakan apabila sumber data yang kita miliki bersifat
kuantitatif (berbentuk angka absolut, presentase, rata-rata). Dalam teknik
ini ada beberapa metode yang dapat digunakan yaitu :
a. Metode USG (Urgency, Seriousness, and Growth)
b. Metode MCUA (Multi Criteria Utility Assesment)
c. Metode CARL (Capability, Accesability, Readiness and Leverage)
d. Metode Hanlon
Dalam bahan ajar ini metode manajemen untuk menentukan skala prioritas
yang akan dibahas adalah metode USG. Kepner dan Tragoe (1981)
menyatakan pentingnya suatu masalah dibandingkan masalah lainnya dapat
dilihat dari tiga aspek berikut :
a. Bagaimana gawatnya masalah dilihat dari pengaruhnya sekarang ini
terhadap produktivitas, orang, dan / atau sumber dana dan daya?
b. Bagaimana mendesaknya dilihat dari waktu yang tersedia?
c. Bagaimanakah perkiraan yang terbaik mengenai kemungkinan
berkembangnya masalah?
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
Pada penggunaan Matriks USG, untuk menentukan suatu masalah
yang prioritas, terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan. Ketiga faktor
tersebut adalah urgency, seriuosness, dan growth.
1. Urgency berkaitan dengan mendesaknya waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Semakin mendesak suatu
masalah untuk diselesaikan maka semakin tinggi tingkat urgensi masalah
tersebut.
2. Seriousness berkaitan dengan dampak dari adanya masalah
tersebut terhadap organisasi. Dampak ini terutama yang menimbulkan
kerugian bagi organisasi seperti dampaknya terhadap produktivitas,
keselamatan jiwa manusia, sumber daya atau sumber dana. Semakin
tinggi dampak masalah tersebut terhadap organisasi maka semakin tinggi
tingkat serius masalah tersebut.
3. Growth berkaitan dengan pertumbuhan masalah. Semakin
cepat berkembang masalah tersebut maka semakin tinggi tingkat
pertumbuhannya. Suatu masalah yang cepat berkembang tentunya makin
prioritas untuk diatasi permasalahan tersebut.
Penggunaan metode USG dalam penentuan prioriotas masalah dilaksanakan
apabila pihak perencana telah siap mengatasi masalah yang ada, serta hal
yang sangat dipentingkan adalah aspek yang ada dimasyarakat dan aspek
dari masalah itu sendiri. Metode USG tidak dilakukan oleh pimpian sendiri,
namun dengan melibatkan karyawan atau staf yang dianggap mampu dan
paham akan masalah yang dihadapi oleh organisasi. Untuk mengurangi
tingkat subyektivitas dalam menentukan masalah prioritas, maka perlu
menetapkan kriteria untuk masing-masing unsur USG tersebut. Umumnya
digunakan skor dengan skala tertentu. Misalnya penggunaan skor skala 1-5.
Semakin tinggi tingkat urgensi, serius, atau pertumbuhan masalah tersebut,
maka semakin tinggi skor untuk masing-masing unsur tersebut.
SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan
DAFTAR PUSTAKA
Sudirman, S., 2017. Dasar-Dasar Pengamanan Hutan. Penerbit Ombak,
Yogyakarta.
___________, 2016. Bahan Ajar Tempat Kejadian Perkara, Diklat Teknik
Penanganan Tempat Kejadian Perkara Tahun 2016 di BDLHK
Makassar. Balai Diklat LHK Makassar, Makassar
Sugeng Dj., 2015. Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan, Diklat
Penegakan Hukum Tahun 2015 di BDLHK Samarinda. Balai Diklat LHK
Samarinda, Samarinda.
Peraturan Perundangan :
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.26/MENLHK/
SETJEN//KUM.1/4/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak
Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Internet :
http://survepi.blogspot.co.id/2017/07/metode-prioritas-masalah-usg-
urgency.html, Diakses Tanggal 5 Maret 2018.
https://www.kata.co.id/Pengertian/Identifikasi/1645, Diakses Tanggal 5 Maret
2018.

More Related Content

What's hot

Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022Sudirman Sultan
 
Pengadaan tanah-kawasan-industri
Pengadaan tanah-kawasan-industriPengadaan tanah-kawasan-industri
Pengadaan tanah-kawasan-industrimuzakir tombolotutu
 
kenaikan pangkat dan jabatan bagi fungsional polhut
kenaikan pangkat dan jabatan bagi fungsional polhutkenaikan pangkat dan jabatan bagi fungsional polhut
kenaikan pangkat dan jabatan bagi fungsional polhutSudirman Sultan
 
Blanko Laporan Kejadian dan Berita Acara
Blanko Laporan Kejadian dan Berita AcaraBlanko Laporan Kejadian dan Berita Acara
Blanko Laporan Kejadian dan Berita AcaraSudirman Sultan
 
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020Sudirman Sultan
 
Administrasi tkp kehutanan
Administrasi tkp kehutananAdministrasi tkp kehutanan
Administrasi tkp kehutananSudirman Sultan
 
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Ppt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
Ppt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakumPpt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
Ppt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakumSudirman Sultan
 
Hukum lingkungan PPT
Hukum lingkungan PPTHukum lingkungan PPT
Hukum lingkungan PPTNakano
 
Teknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhut
Teknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhutTeknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhut
Teknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhutSudirman Sultan
 
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananPenanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananSudirman Sultan
 
P.9 menhut ii-2014 - juknis pelaksanaan jabfung polhut & angka kreditnya
P.9 menhut ii-2014 - juknis pelaksanaan jabfung polhut & angka kreditnyaP.9 menhut ii-2014 - juknis pelaksanaan jabfung polhut & angka kreditnya
P.9 menhut ii-2014 - juknis pelaksanaan jabfung polhut & angka kreditnyaPayyu Kogata
 
Paper Hukum Pembuktian (Hansel)
Paper Hukum Pembuktian (Hansel)Paper Hukum Pembuktian (Hansel)
Paper Hukum Pembuktian (Hansel)Hansel Kalama
 
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT Fenti Anita Sari
 
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang NarkotikaUU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang NarkotikaINDOGANJA
 

What's hot (20)

Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
 
Macam Macam Delik
Macam Macam DelikMacam Macam Delik
Macam Macam Delik
 
Pengadaan tanah-kawasan-industri
Pengadaan tanah-kawasan-industriPengadaan tanah-kawasan-industri
Pengadaan tanah-kawasan-industri
 
kenaikan pangkat dan jabatan bagi fungsional polhut
kenaikan pangkat dan jabatan bagi fungsional polhutkenaikan pangkat dan jabatan bagi fungsional polhut
kenaikan pangkat dan jabatan bagi fungsional polhut
 
Blanko Laporan Kejadian dan Berita Acara
Blanko Laporan Kejadian dan Berita AcaraBlanko Laporan Kejadian dan Berita Acara
Blanko Laporan Kejadian dan Berita Acara
 
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2020
 
Hukum agraria
Hukum agraria   Hukum agraria
Hukum agraria
 
Administrasi tkp kehutanan
Administrasi tkp kehutananAdministrasi tkp kehutanan
Administrasi tkp kehutanan
 
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
 
Ppt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
Ppt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakumPpt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
Ppt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
 
Hukum lingkungan PPT
Hukum lingkungan PPTHukum lingkungan PPT
Hukum lingkungan PPT
 
Teknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhut
Teknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhutTeknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhut
Teknik pengumpulan bahan keterangan bagi polhut
 
Hukum agraria nasional pert ke 2
Hukum agraria nasional pert ke 2Hukum agraria nasional pert ke 2
Hukum agraria nasional pert ke 2
 
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananPenanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
 
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
 
P.9 menhut ii-2014 - juknis pelaksanaan jabfung polhut & angka kreditnya
P.9 menhut ii-2014 - juknis pelaksanaan jabfung polhut & angka kreditnyaP.9 menhut ii-2014 - juknis pelaksanaan jabfung polhut & angka kreditnya
P.9 menhut ii-2014 - juknis pelaksanaan jabfung polhut & angka kreditnya
 
Paper Hukum Pembuktian (Hansel)
Paper Hukum Pembuktian (Hansel)Paper Hukum Pembuktian (Hansel)
Paper Hukum Pembuktian (Hansel)
 
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana korupsi (Idik Saeful Bahri)
 
Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT
 
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang NarkotikaUU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
 

Similar to Bahan ajar identifikasi tindak pidana kehutanan

Soal Adelin Lis Versi Riau
Soal Adelin Lis Versi RiauSoal Adelin Lis Versi Riau
Soal Adelin Lis Versi RiauPeople Power
 
Tindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang KehutananTindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang KehutananFachrul Kardiman
 
PENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptx
PENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptxPENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptx
PENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptxMuhammadFimansyah
 
HBL6. Muhammad Rizal Ramadhan hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian u...
HBL6. Muhammad Rizal Ramadhan hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian u...HBL6. Muhammad Rizal Ramadhan hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian u...
HBL6. Muhammad Rizal Ramadhan hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian u...Muhammad Ramadhan
 
Hbl6, agung pangestu, hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian uang
Hbl6, agung pangestu, hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian uangHbl6, agung pangestu, hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian uang
Hbl6, agung pangestu, hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian uangAgungAgungPangestu
 
Bab 2 asas dan teori hukum pidana
Bab 2   asas dan teori hukum pidanaBab 2   asas dan teori hukum pidana
Bab 2 asas dan teori hukum pidanaNuelimmanuel22
 
6,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,tindak pindana pencucian uang,universitas mercu...
6,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,tindak pindana pencucian uang,universitas mercu...6,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,tindak pindana pencucian uang,universitas mercu...
6,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,tindak pindana pencucian uang,universitas mercu...An Nisa Rizki Yulianti
 

Similar to Bahan ajar identifikasi tindak pidana kehutanan (9)

Soal Adelin Lis Versi Riau
Soal Adelin Lis Versi RiauSoal Adelin Lis Versi Riau
Soal Adelin Lis Versi Riau
 
Tindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang KehutananTindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang Kehutanan
 
Pkn kelompok 7
Pkn kelompok 7Pkn kelompok 7
Pkn kelompok 7
 
PENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptx
PENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptxPENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptx
PENYIDIKAN LINGKUNGAN (Jenis Tindak Pidana).pptx
 
HBL6. Muhammad Rizal Ramadhan hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian u...
HBL6. Muhammad Rizal Ramadhan hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian u...HBL6. Muhammad Rizal Ramadhan hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian u...
HBL6. Muhammad Rizal Ramadhan hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian u...
 
Hbl6, agung pangestu, hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian uang
Hbl6, agung pangestu, hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian uangHbl6, agung pangestu, hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian uang
Hbl6, agung pangestu, hapzi ali, modul hbl, tindak pidana pencucian uang
 
Uu perdaganngan orang
Uu perdaganngan orangUu perdaganngan orang
Uu perdaganngan orang
 
Bab 2 asas dan teori hukum pidana
Bab 2   asas dan teori hukum pidanaBab 2   asas dan teori hukum pidana
Bab 2 asas dan teori hukum pidana
 
6,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,tindak pindana pencucian uang,universitas mercu...
6,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,tindak pindana pencucian uang,universitas mercu...6,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,tindak pindana pencucian uang,universitas mercu...
6,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,tindak pindana pencucian uang,universitas mercu...
 

More from Sudirman Sultan

Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfTesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfSudirman Sultan
 
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfSkripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdfBahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdfBahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdfBahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdfSudirman Sultan
 
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfLampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfSudirman Sultan
 
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfBAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdfBahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdfBahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdfSudirman Sultan
 
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3Sudirman Sultan
 
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 0111 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01Sudirman Sultan
 
10 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 01
10 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 0110 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 01
10 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 01Sudirman Sultan
 
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 0109 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01Sudirman Sultan
 
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 0107 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01Sudirman Sultan
 
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 0106 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01Sudirman Sultan
 
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjaiStrategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjaiSudirman Sultan
 
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhutTugas dan fungsi jabatan fungsional polhut
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhutSudirman Sultan
 
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIANPENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIANSudirman Sultan
 
Lk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporanLk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporanSudirman Sultan
 
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORANLAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORANSudirman Sultan
 

More from Sudirman Sultan (20)

Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfTesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
 
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfSkripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
 
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdfBahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
 
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdfBahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
 
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdfBahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
 
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfLampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
 
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfBAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
 
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdfBahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
 
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdfBahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
 
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
 
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 0111 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
11 bahan ajar rencana operasi pengamanan hutan 01
 
10 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 01
10 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 0110 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 01
10 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 01
 
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 0109 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
 
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 0107 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
 
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 0106 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
 
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjaiStrategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
 
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhutTugas dan fungsi jabatan fungsional polhut
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut
 
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIANPENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
 
Lk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporanLk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporan
 
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORANLAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
 

Recently uploaded

Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxFeniannisa
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptxYudisHaqqiPrasetya
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanIqbaalKamalludin1
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxendang nainggolan
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxFucekBoy5
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptAlMaliki1
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxEkoPriadi3
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdfAgungIstri3
 
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxadesofyanelabqory
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 

Recently uploaded (12)

Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
 
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 

Bahan ajar identifikasi tindak pidana kehutanan

  • 1. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang selanjutnya disingkat TPLHK adalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana sebagai kejahatan atau pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penegak hukum Undang-Undang di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah Polisi Kehutanan. Dalam pelaksanaan Tupoksinya, Polhut sering kali menemukan sebuah kejadian yang diduga sebagai tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan. Olehnya itu, untuk memperkuat dugaan tersebut perlu dilakukan indentifikasi tindak pidana melalui fakta-fakta yang ditemukan di tempat kejadian perkara. Berdasarkan uraian diatas, maka Identifikasi tindak pidana LHK dapat berupa : 1. upaya untuk mengetahui apakah kejadian yang ditemukan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam pidana sebagai kejahatan atau pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sehingga hasil identifikasi tindak pidana yang dilakukan oleh Polhut di TKP merupakan pembuktian awal bahwa peristiwa tersebut termasuk kategori tindak pidana LHK, sehingga dapat diserahkan ke PPNS LHK untuk proses penegakan hukum lebih lanjut. 2. upaya untuk mengetahui tindak pidana LHK yang sering terjadi di wilayah kerjanya, sehingga dapat ditentukan skala prioritas dalam penanganannya. Hasil kegiatan identifikasinya berupa jenis-jenis gangguan berdasarkan skala prioritasnya dan peta kerawanan tindak pidana kehutanan. Sesuai dengan Keputusan Kepala Pusat Diklat Kehutanan Nomor SK.66/Dik-2/2012 tentang Kurikulum Diklat Penegakan Hukum Polisi Kehutanan, output mata diklat Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan adalah penyusunan jenis-jenis tindak pidana berdasarkan skala prioritas.
  • 2. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan B. Hasil Belajar Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta dapat menjelaskan cara mengidentifikasi tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan. C. Indikator Hasil Belajar Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta dapat : 1. Menjelaskan tujuan dan manfaat identifikasi tindak pidana kehutanan. 2. Mengidentifikasi jenis-jenis tindak pidana kehutanan di wilayah kerjanya. 3. Memetakan dan menyusun jenis-jenis tindak pidana berdasarkan skala prioritas. Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan (Sudirman Sultan)
  • 3. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN A. Pengertian Tindak Pidana LHK Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dengan hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Para pakar hukum pidana memberikan defenisi sraftbaar feit sebagai berikut : 1. Vas : menyatakan bahwa delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum berdasarkan undang-undang. 2. Van Hamel : menyatakan bahwa delik adalah suatu serangan atau ancaman terhadap hak-hak orang lain. 3. Simons : menyatakan bahwa delik adalah suatu tindakan melawan hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkian dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum. Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/42017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang selanjutnya disingkat TPLHK adalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana sebagai kejahatan atau pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perbuatan yang dilarang dan diancam tersebut terdapat pada : 1) Pasal 40 Jo Pasal 19, 21 dan 33, Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 2) Pasal 78 Jo Pasal 50, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 3) Pasal 82 s/d 109, Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan 4) Pasal 97 s/d 120, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  • 4. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan B. Jenis-Jenis Tindak Pidana LHK Jenis-jenis tindak pidana kehutanan menurut UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah : 1. Kegiatan yang mengakibatkan kerusakan hutan oleh pemegang izin a. Pasal Pelanggaran Pasal 50 ayat (2) : “Setiap orang yang diberikan izin pemanfaatan kawasan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan” b. Ancaman Pidana Pasal 78 ayat (1) : “pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah)” 2. Pembakaran Hutan a. Pasal Pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf d: “Setiap orang, dilarang membakar hutan” b. Ancaman Pidana Kesengajaan Pasal 78 ayat (3) : “pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah)” c. Ancaman Pidana Kelalaian Pasal 78 ayat (4) : “pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,- (Satu Milyar Lima Ratus Juta Rupiah)” 3. Penebangan Pohon dalam Kawasan Hutan Tanpa Izin a. Pasal Pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf e: “Setiap orang, dilarang menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang” b. Ancaman Pidana Pasal 78 ayat (5) : “pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah)”
  • 5. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan 4. Penggembalaan Ternak a. Pasal Pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf i: “Setiap orang, dilarang menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang” b. Ancaman Pidana Pasal 78 ayat (8) : “pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.,- (Sepuluh Juta Rupiah)” 5. Membuang benda yang menyebabkan kebakaran hutan a. Pasal Pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf L: “Setiap orang, dilarang membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan” b. Ancaman Pidana Pasal 78 ayat (11) : ““pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah)” 6. Pengangkutan Tumbuhan dan Satwa Liar Tidak dilindungi Tanpa Izin a. Pasal Pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf m: “Setiap orang, dilarang mengeluarkan, membawa dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang” b. Ancaman Pidana Pasal 78 ayat (12) : ““pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah)” Jenis-jenis tindak pidana kehutanan menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah : 1. Perubahan Keutuhan Kawasan Konservasi a. Pasal Pelanggaran : 1) Pasal 19 ayat (1) : “Setiap orang, dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam”
  • 6. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan 2) Pasal 33 ayat (1) : “Setiap orang, dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan Zona Inti Taman Nasional” b. Ancaman Pidana : 1) Kesengajaan Pasal 40 ayat (1) : ““pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah)” 2) Kelalaian Pasal 40 ayat (3) : ““pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah)” 2. Pemanfaatan, pengrusakan, penyiksaan dan pemusnahan tumbuhan yang dilindungi. a. Pasal Pelanggaran :  Pasal 21 ayat (1) huruf a : “Setiap orang, dilarang mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati”  Pasal 21 ayat (1) huruf b : “Setiap orang, dilarang mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia” b. Ancaman Pidana : 1) Kesengajaan Pasal 40 ayat (2) : ““pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah)” 2) Kelalaian Pasal 40 ayat (4) : ““pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah)”
  • 7. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan 3. Pemanfaatan, pengrusakan, penyiksaan dan pemusnahan satwa liar dilindungi a. Pasal Pelanggaran : 1) Pasal 21 ayat (2) huruf a : “Setiap orang, dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup” 2) Pasal 21 ayat (2) huruf b : “Setiap orang, dilarang menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati” 3) Pasal 21 ayat (2) huruf c : “Setiap orang, dilarang mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia” 4) Pasal 21 ayat (2) huruf d : “Setiap orang, dilarang memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkan-nya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; 5) Pasal 21 ayat (2) huruf e : “Setiap orang dilarang mengambil, merusak, memusnahkan, memper-niagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/ atau sarang satwa yang dilindungi. b. Ancaman Pidana : 1) Kesengajaan Pasal 40 ayat (2) : ““pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah)” 2) Kelalaian Pasal 40 ayat (4) : ““pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah)”
  • 8. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan 4. Penggunaan Kawasan Konservasi Tidak Sesuai Fungsinya a. Pasal Pelanggaran : Pasal 33 ayat (3) : “Setiap orang, dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam” b. Ancaman Pidana : 1) Kesengajaan Pasal 40 ayat (1) : ““pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah)” 3) Kelalaian Pasal 40 ayat (4) : ““pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah)” Jenis-jenis tindak pidana kehutanan menurut UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan adalah : No. Jenis Tindak Pidana Kehutanan Pasal Bunyi Aturan 1 2 3 4 1. Penebangan Pohon Tidak sesuai Izin Pasal 12 Huruf (a) Setiap Orang dilarang melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan 2. Penebangan Pohon Tanpa Izin Pasal 12 Huruf (b) Setiap Orang dilarang melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. 3. Penebangan Pohon Secara Tidak Sah Pasal 12 Huruf (c) Pasal 13 Setiap Orang dilarang melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah (Penebangan pohon di sekitar sungai, mata air, waduk, danau atau pantai) 4. Mengangkut Hasil Penebangan Pohon Tanpa Izin Pasal 12 Huruf (d) Setiap Orang dilarang memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin 5. Mengangkut Hasil Hutan Tanpa SKSHH Pasal 12 Huruf (e) Setiap Orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan
  • 9. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan 1 2 3 4 6. Membawa peralatan menebang Tanpa Izin Pasal 12 Huruf (f) Setiap Orang dilarang membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang 7. Membawa Alat Berat Dalam Hutan Pasal 12 Huruf (g) Setiap Orang dilarang membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang 8. Memanfaatkan Kayu Hasil Pembalakan Liar Pasal 12 Huruf (h) Setiap Orang dilarang memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar 9. Mengedarkan Kayu Hasil Pembalakan Liar Pasal 12 Huruf (i) Setiap Orang dilarang mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara 10. Menyelundupka n Kayu Pasal 12 Huruf (j) Setiap Orang dilarang menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui sungai, darat, laut, atau udara 11. Menadah Hasil Pembalakan Liar Pasal 12 Huruf (k) Setiap Orang Dilarang menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari pembalakan liar 12. Menguasai Hasil Hutan yg dipungut Secara Tidak Sah Pasal 12 Huruf (l) Setiap Orang Dilarang membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah 13. Menadah Hasil Hutan yg dipungut Secara Tidak Sah Pasal 12 Huruf (m) Setiap Orang Dilarang menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah 14. Memalsukan SKSHH Pasal 14 Huruf (a) Setiap Orang Dilarang memalsukan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu 15. Menggunakan SKSHH Palsu Pasal 14 Huruf (b) Setiap Orang Dilarang menggunakan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu yang palsu 16. Penyalahgunaa n Angkutan Dokumen Kayu Pasal 15 Setiap orang dilarang melakukan penyalahgunaan dokumen angkutan hasil hutan kayu yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang 17. Membawa Alat Berat Untuk Penambangan Pasal 17 Ayat 1 Huruf (a) Setiap orang dilarang membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri
  • 10. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan 1 2 3 4 18. Melakukan Penambangan Tanpa Izin Pasal 17 Ayat 1 Huruf (b) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri 19. Mengangkut Hasil Tambang Pasal 17 Ayat 1 Huruf (c) Setiap Orang Dilarang mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin 20. Menguasai Hasil Tambang Pasal 17 Ayat 1 Huruf (d) Setiap Orang Dilarang menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin 21. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang Pasal 17 Ayat 1 Huruf (e) Setiap Orang Dilarang membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin 22. Membawa Alat Berat Untuk Perkebunan Pasal 17 Ayat 2 Huruf (a) Setiap Orang Dilarang membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri 23. Melakukan Perkebunan Tanpa Izin Pasal 17 Ayat 2 Huruf (b) Setiap Orang Dilarang melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan 24. Mengangkut Hasil Kebun dari Kawasan Hutan Pasal 17 Ayat 2 Huruf (c) Setiap Orang Dilarang mengangkut dan/atau menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin 25. Menguasai Hasil Perkebunan dalam Kawasan Hutan Pasal 17 Ayat 2 Huruf (d) Setiap Orang Dilarang menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin 26. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang Pasal 17 Ayat 2 Huruf (e) Setiap Orang Dilarang membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin 27. Menyuruh pembalakan liar dan atau penggunaan kawasan hutan Pasal 19 Huruf (a) Setiap Orang yang berada di dalam atau diluar Indonesia Dilarang menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
  • 11. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan 1 2 3 4 29. Permufakatan Jahat melakukan pembalakan liar dan atau penggunaan kawasan hutan Pasal 19 Huruf (c) Setiap Orang yang berada di dalam atau diluar Indonesia Dilarang melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan/ atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah 30. Mendanai pembalakan liar dan atau penggunaan kawasan hutan Pasal 19 Huruf (d) Setiap Orang yang berada di dalam atau diluar Indonesia Dilarang mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah secara langsung atau tidak langsung 31. Menggunakan dana hasil pembalakan liar dan atau penggunaan kawasan hutan Pasal 19 Huruf (e) menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah 32. Mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan atau penggunaan kawasan hutan Pasal 19 Huruf (f) mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah, atau hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar negeri 33. Memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dan atau penggunaan kawasan hutan Pasal 19 Huruf (g). memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dengan mengubah bentuk, ukuran, termasuk pemanfaatan limbahnya 34 Menukarkan hasil pembalakan liar dan atau penggunaan kawasan hutan Pasal 19 Huruf (h). menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, dan/atau menukarkan uang atau surat berharga lainnya serta harta kekayaan lainnya yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah 35. Menyamarkan asal usul hasil pembalakan liar dan atau penggunaan kawasan hutan Pasal 19 Huruf (i). menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sehingga seolah- olah menjadi harta kekayaan yang sah
  • 12. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan 1 2 3 4 36. Mencegah atau menggagalkan upaya pemberantasan pembalakan liar dan atau penggunaan kawasan hutan Pasal 20 Setiap orang dilarang mencegah, merintangi, dan/atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung upaya pemberantasan pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah 37. memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan konservasi. Pasal 21 Setiap orang dilarang memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi 38. menghalang- halangi dan/ atau meng- gagalkan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan Pasal 22 Setiap orang dilarang menghalang-halangi dan/atau menggagalkan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan tindak pidana pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah 39. Intimidasi atau ancaman terhadap keselamatan petugas Pasal 23 Setiap orang dilarang melakukan intimidasi dan/atau ancaman terhadap keselamatan petugas yang melakukan pencegahan dan pemberantasan pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah. 40. Memalsukan surat izin Pasal 24 Huruf (a) Setiap orang dilarang memalsukan surat izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan 41. Menggunakan Surat Izin Palsu Pasal 24 Huruf (b) Setiap orang dilarang menggunakan surat izin palsu pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan 42. Memindahtanga nkan Surat Izin Pasal 24 Huruf (c) Setiap orang dilarang memindahtangankan atau menjual izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang kecuali dengan persetujuan Menteri 43. Merusak Sarana dan Prasarana Pasal 25 Setiap orang dilarang merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan
  • 13. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan 1 2 3 4 44. Gangguan Pal Batas Pasal 26 Setiap orang dilarang merusak, memindahkan, atau menghilangkan pal batas luar kawasan hutan, batas fungsi kawasan hutan, atau batas kawasan hutan yang berimpit dengan batas negara yang mengakibatkan perubahan bentuk dan/atau luasan kawasan hutan 45. Menerbitkan Izin tidak Sesuai Kewenanganny a Pasal 28 Huruf (a) Setiap Pejabat Dilarang menerbitkan izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan kewenangannya 46. Menerbitkan Izin tidak Sesuai Aturan Per-UU Pasal 28 Huruf (b) Setiap Pejabat Dilarang menerbitkan izin pemanfaatan di dalam kawasan hutan dan/atau izin penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 47. Melindungi Pelaku Pasal 28 Huruf (c) Setiap Pejabat Dilarang melindungi pelaku pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah 48. Pejabat Ikut Serta Melakukan Pasal 28 Huruf (d) Setiap Pejabat Dilarang melakukan permufakatan untuk terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah 49. Menerbitkan SKSHH tanpa Hak Pasal 28 Huruf (e) Setiap Pejabat Dilarang menerbitkan surat keterangan sahnya hasil hutan tanpa hak 50. Pembiaran Pasal 28 Huruf (f) Setiap Pejabat Dilarang dengan sengaja melakukan pembiaran dalam melaksanakan tugas 51. Lalai dalam melaksanakan tugas Pasal 28 Huruf (g) Setiap Pejabat Dilarang lalai dalam melaksanakan tugas Jenis-jenis tindak pidana yang terkait dengan kehutanan menurut UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah : No. Jenis Tindak Pidana Kehutanan Pasal Bunyi Aturan 1 2 3 4 1. Pembakaran Lahan Pasal 69 ayat (1) huruf h Setiap Orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. 2. Usaha Tanpa Izin Lingkungan Pasal 36 Ayat 1 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memilki amdal atau UKL-UPL wajib memilki izin lingkungan.
  • 14. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan BAB III IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA KEHUTANAN A. Pengertian Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan Identifikasi adalah kegiatan untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, meneliti, mendaftarkan, mencatat data dan informasi dari “kebutuhan” lapangan. Secara intensitas kebutuhan dapat dikategorikan (dua) macam yakni kebutuhan terasa yang sifatnya mendesak dan kebutuhan terduga yang sifatnya tidak mendesak. Dalam pengertian sehari-hari, identifikasi memiliki 3 pengertian yaitu :  Tanda kenal diri atau bukti diri.  Penentu atau penetapan identitas seseorang, benda dan lain sebagainya.  Proses psikologi yang terjadi pada diri seseorang, karena secara tidak sadar dia membayangkan dirinya seperti orang lain yang dikaguminya, lalu dia meniru tingkah laku orang yang dikaguminya. Jadi apabila dilakukan identifikasi tindak pidana kehutanan maka akan terkait dengan pengertian pertama dan kedua. Dimana identifikasi tindak pidana kehutanan adalah upaya mengenali perbuatan yang dilakukan oleh perseorangan ataupun badan hukum, yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran yang disebut dalam perundang-undangan di bidang kehutanan. B. Tujuan dan Manfaat Identifikasi Kegiatan Identifikasi ini bertujuan untuk memperoleh data yang akurat, aktual, dan faktual tentang suatu tindak pidana yang terjadi. Sedangkan manfaat indentifikasi adalah agar unsur-unsur dalam penyidikan tindak pidana kehutanan dapat terpenuhi, sehingga memudahkan penyidik dalam pemberkasan perkara. Dimana penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan
  • 15. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya. C. Obyek Identifikasi Obyek identifikasi tindak pidana kehutanan adalah orang, lokasi ataupun benda yang ada hubungannya dengan perbuatan tindak pidana kehutanan. Dalam melakukan Identifikasi tindak pidana kehutanan, maka obyek identifikasinya adalah : 1. Pasal-Pasal yang dilanggar. Pada saat menemukan tindak pidana kehutanan tidak harus langsung dituliskan pasalnya di lokasi kejadian (di hutan), namun setidaknya para anggota POLHUT dapat mengidentifikasi lebih awal apakah kejadian yang ditemukan masuk tindak pidana kehutanan atau bukan. 2. Tempat Kejadian Perkara (TKP). Pada saat menemukan kejadian tindak pidana kehutanan, maka segera lakukan pencatan terhadap waktu dan lokasi dimana tindak pidana tersebut ditemukan. Waktu kejadian tindak pidana kehutanan dicatat jam, menit dan detiknya. Data ini bisa didapatkan melalui jam tangan atau Hand phone (HP) bila membawanya, akan tetapi bila keduanya tidak ada sama sekali terpaksa harus memperkirakan dengan melihat posisi matahari, atau dengan memperkirakan pada saat berangkat patroli/ operasi diperkirakan jam berapa dan pulangnya sekitar jam berapa, diambil tengah-tengahnya. Sedangkan lokasi kejadian yang biasa disebut TKP merupakan pangkal pengungkapan perkara pidana, sehingga seorang petugas yang menemukan pertama peristiwa pidana tesebut harus dapat melakukan identifikasi awal hubungan antara orang yang diduga sebagai pelaku, serta barang bukti yang ditemukan dengan peristiwa pidana yang terjadi.
  • 16. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan 3. Pelaku Dalam melakukan identifikasi pelaku, perlu memahami kategori pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP sebagai berikut: a. Pelaku tindak pidana (Pasal 55 KUHP), yaitu: 1.) Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; 2.) Orang yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. 3.) Sedangkan terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya. b. Pembantu pelaku kejahatan (Pasal 56 KUHP), yaitu: 1) Orang yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; 2) Orang yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. 4. Barang Bukti. Identifikasi Barang Bukti harus segera dilakukan pada saat barang bukti ditemukan. Identifikasi Barang Bukti bertujuan untuk menentukan jenis barang bukti, jumlah dan atau ukuran barang bukti, asal usul barang bukti, dan ciri atau tanda-tanda khusus lainnya. Identifikasi barang bukti terdiri atas dua tahap yaitu : Identifikasi awal dan Identifikasi lanjutan. Identifikasi awal dilakukan di tempat barang bukti ditemukan yang bertujuan untuk menentukan jenis dan jumlah atau ukuran barang bukti. Sedangkan identifikasi lanjutan dapat dilakukan bersamaan dengan identifikasi awal di tempat barang bukti ditemukan atau tempat lain yang
  • 17. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan bertujuan menentukan jenis, jumlah atau ukuran, asal-usul dan ciri atau tanda-tanda khusus lainnya. Identifikasi barang bukti dapat pula dilakukan dengan meminta bantuan ahli. Tenaga ahli yang ditunjuk harus mempunyai surat perintah tugas dari instansi pemerintah atau lembaga swasta dimana tenaga ahli tersebut bertugas. Setiap kegiatan identifikasi barang bukti wajib dibuatkan berita acara identifikasi barang bukti. 5. Modus Operandi Modus Operandi adalah sifat dan tatacara atau kebiasaan yang dilakukan dalam melakukan tindak pidana kehutanan oleh suatu kelompok pelaku pelanggaran disuatu daerah tertentu atau cara pelaku melakukan tindak pidana kehutanan. Pengenalan Modus operandi dilakukan dengan mencatat dan menganalisis : a. Cara pelaku memasuki kawasan hutan. b. Sarana transportasi yang dipergunakan. c. Alat yang dipergunakan untuk menebang dan mengambil hutan lainnya. d. Sarana transportasi yang dipergunakan untuk mengangkut (darat, sungai, laut). e. Alat Komunikasi Elektronik (Komlek) yang dipergunakan f. Route pengangkutan dan Tempat tujuan pengirimana hasil curian atau tebangan liar. g. Jumlah rombongan pelaku. h. Nama yang dicurigai sebagai penampung, pemodal, otak penggerak atau backing. 6. Tingkat Gangguan/Kerusakan. Perhitungan tingkat kerusakan, terutama dalam hal luasan areal hutan yang rusak akibat perambahan ataupun kebakaran hutan bisa dilakukan dengan mengukur luas yang terbakar dengan menggunakan GPS handheld atau secara manual dengan menggunakan meteran. Perhitungan tingkat kerusakan yang lebih detail lagi adalah dengan melakukan Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan atau
  • 18. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan Valuasi Kawasan Hutan, sehingga dapat diketahui seberapa besar tingkat kerusakan yang terjadi dan berapa besar dalam nilai rupiah. Namun hal ini harus dilakukan oleh para ahli yang berkompeten, yang selanjutnya dapat dijadikan saksi ahli dalam perkara tindak pidana kehutanan tersebut. D. Metode Identifikasi Dalam melakukan Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode yaitu diantaranya adalah : 1. Metode Visual Metode visual dilakukan dengan pengamatan/ pengawasan dengan panca indera secara teliti terhadap orang / benda, tempat, kejadian / situasi. Tujuan pengamatan/observasi : a. Memperoleh gambaran yang lengkap, jelas dan terperinci terhadap sasaran. b. Menentukan keidentikan subyek dengan informasi / gambaran yang telah diperoleh sebelumnya. c. Melengkapi informasi yang sudah ada. d. Pengecekan atau konfirmasi keterangan, data atau fakta. e. Mencari hubungan antara subyek dengan peristiwa tindak pidana Keberhasilan melakukan pengamatan dapat tergantung dari keterampilan si pengamat (Polhut). Keterampilan mengamati (observing skill) adalah suatu keterampilan yang dimiliki seseorang untuk mampu melihat dan memperhatikan suatu obyek tertentu yang dilakukan secara teliti dan seksama dengan tidak menganalisa. Kemampuan ini dapat diwujudkan dengan cara: a. Melihat dari hal-hal umum ke hal-hal yang khusus; b. Menyimpan fakta-fakta yang dilihat ke dalam ingatannya dan menyebutkan kembali secara benar apa yang diamatinya; c. Mengambil posisi yang tepat dengan jarak dan sudut pandang; d. Mencatat hal-hal yang dilihat dan dirasakan.
  • 19. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan 2. Metode Wawancara Wawancara adalah suatu cara untuk memperoleh bahan dan keterangan dari orang yang memiliki keterangan melalui pembicaraan atau tanya jawab secara langsung. Sasarannya adalah Orang yang memiliki atau diduga memiliki Keterangan yang diperlukan sehubungan dengan Adanya peristiwa yang diduga sebagai Tindak Pidana. Tujuannya untuk memperoleh keterangan baru/ dan tambahan, memperoleh keterangan yang merupakan konfirmasi atau sangkalan untuk menguji keterangan yang telah diterima sebelumnya. Selain itu juga untuk menguji penafsiran tentang tempat kejadian perkara, barang bukti, tersangka, korban dan saksi. Jenis interview / wawancara: a. Interview terbuka, dilakukan dalam bentuk wawancara atau pemeriksaan b. Interview tertutup dilakukan dengan menggunakan teknik undercover Untuk keefektifan suatu wawancara, diperlukan keterampilan tertentu bagi seorang pewawancara, yaitu keterampilan bertanya (Questioning skill). Questioning skill adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk meminta keterangan atau penjelasan kepada seseorang untuk mendapatkan informasi tentang apa yang belum diketahui atau belum puas atau belum dimengerti. Kemampuan ini dapat diimplementasikan dengan cara: a. Membuat dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang tersusun secara baik dan kronologis, terstruktur dari hal yang bersifat umum sampai yang bersifat khusus serta pertanyaan yang bersifat terbuka sampai bersifat tertutup. b. Menggunakan bentuk-bentuk dan jenis pertanyaan sesuai kebutuhan. c. Mengetahui manfaat dan kegunaan dari masing-masing bentuk dan jenis pertanyaan. Dalam mengajukan pertanyaan ada beberapa bentuk yang dikenal dan biasa dilakukan dalam kepolisian, yaitu pertanyaan standar yang
  • 20. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan mengandung unsur: siapa, apa, dimana, dengan, mengapa, bagaimanan dan bilamana. Secara akronim biasa disebut “Si Abadi Mendekap” yaitu SIapa, Apa, BAgaimana , DI mana, MENgapa, Dengan apa dan Kapan. Dari jenis-jenis pertanyaan tersebut diharapkan informasi yang akan diperoleh sesuai dengan yang diinginkan. Bentuk bentuk pertanyaan yang diajukan dalam interogasi secara umum dapat dikelompokan, sebagai berikut: a. Pertanyaan terbuka – Open question Pertanyaan yang diajukan dalam usaha meminta informasi sebanyak mungkin dan kepada si Penjawab diberi kebebasan untuk mengemukakan apa yang diketahuinya. b. Pertanyaan tertutup – Close question Pertanyaan yang mengharapkan jawaban “Ya atau Tidak” c. Pertanyaan berurutan – Multiple question Pertanyaan yang diajukan secara bertubi-tubi dengan tidak menunggu jawaban dari pertanyaan terdahulu. d. Pertanyaan mengarahkan – Leading question Pertanyaan yang jawabannya sudah diketahui sebelumnya. e. Pertanyaan hipotetik – Hipotheatical question Pertanyaan penggandaan, ditambahkan dari penjelasan sebelumnya. f. Pertanyaan retorik – Rhetorical question Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban
  • 21. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan BAB IV PETA KERAWANAN DAN SKALA PRIORITAS A. Peta Kerawanan Tipihut Dalam ilmu kepolisian, suatu keadaan, peristiwa, situasi dan kondisi lingkungan yang bersifat nyata, yang merupakan peluang / sumber terjadinya gangguan keamanan khususnya tindakan kriminalitas, disebut sebagai police hazard. Police hazard ini berperan sebagai penentu daerah rawan. Unsur- unsur penentuan daerah rawan berdasarkan police hazard di kawasan hutan adalah sebagai berikut: 1. Ketersediaan hasil hutan, baik berupa kayu maupun non kayu Keberadaan hasil hutan, baik berupa kayu tanaman/ pohon maupun hasil hutan lainnya seperti madu, gaharu, getah damar, bambu dan lain-lain yang memiliki nilai komersil di pasaran, menjadikan alasan seseorang bisa berniat untuk memanen secara tidak sah. Apalagi hasil hutan tersebut sangat mudah untuk dilihat sehari-hari. 2. Akses masuk ke dalam kawasan hutan Dukungan akses masuk ke dalam kawasan hutan, membuat pelaku tindak pidana dapat dengan leluasa masuk dan mengeluarkan hasil curian dari dalam kawasan hutan, sehingga akses masuk kawasan bisa saja memiliki tingkat kerawanan yang tinggi. 3. Aktifitas Masyarakat Semakin banyak/ramai daerah itu dilalui orang ada kemungkinan semakin tinggi tingkat rawan tindak pidana kehutanan, karena orang yang lewat tersebut ada kemungkinan berniat melakukan tindak pidana kehutanan. Begitu juga dengan daerah yang banyak aktivitas masyarakat seperti tempat rekreasi, memancing ikan, berkemah, atau kegiatan lainnya perlu dicermati karena bisa saja hal tersebut merupakan kamuflase dalam mencari informasi keberadaan hasil hutan yang memiliki nilai komersil tinggi.
  • 22. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan 4. Pemukiman penduduk Keberadaan pemukiman penduduk, apalagi dengan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah ataupun tingkat pengangguran yang tinggi, patut diwaspadai, karena keberadaan hutan di sekitarnya dengan potensi sumber daya hutan yang memiliki nilai jual yang tinggi akan berpeluang untuk dimanfaatkan secara illegal demi memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Demikian pula walaupun di pemukiman penduduk tersebut tingkat kesejahteraan tinggi dan tingkat pengangguran rendah, namun tingkat kesadaran hukumnya rendah, maka tindak pidana kehutanan juga akan bisa berpeluang terjadi pada kawasan hutan sekitar pemukiman tersebut. Dalam pembuatan peta kerawanan tindak pidana kehutanan dapat ditentukan titik-titik kerawanan atau luasan tertentu berdasarkan jenis-jenis kerawanan tindak pidana kehutanan. Jenis-jenis kerawanan tindak pidana kehutanan terdiri dari: a. Rawan pengerjaan dan atau penggunaan dan atau pendudukan kawasan hutan secara tidak sah b. Rawan perambahan kawasan hutan c. Rawan penebangan pohon secara illegal d. Rawan peredaran hasil hutan secara illegal e. Rawan perburuan f. Rawan kebakaran hutan g. Rawan penambangan Areal yang dinyatakan sebagai daerah rawan harus terpantau secara kontinyu sehingga apa yang terjadi di areal tersebut bisa terus menerus dimonitor. Beberapa personil pengamanan hutan bisa terkonsentrasi untuk mengawasi pada areal yang dinyatakan sebagai daerah rawan. Pembuatan peta kerawanan dalam Sistem Informasi Geografis bisa dilakukan dengan teknik buffering pada area akses jalan dan sekitar pemukiman. Buffer bisa disesuaikan dengan jangkauan daya jelajah pelaku tindak kriminal dan disesuaikan dengan kondisi topografi areal tersebut, bisa selebar 3 Km, 4 Km dan sebagainya.
  • 23. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan B. Skala Prioritas Ada beberapa metode manajemen dalam membuat skala prioritas seperti USG (Urgency, Seriousness, Growth), CARL (Capability, Accessability, Readiness, Leverage), Hanlon, MCUA (Multi Criteria Utility Assessment) dan sebagainya. Ada beberapa cara dalam menentukan skala prioritas, secara garis besar dibagi 2 yaitu : 1. Teknik Non Skoring Teknik ini digunakan apabila dalam penggalian data tidak tersedia data kuantitatif (data berbentuk angka) yang lengkap dan cukup. Dengan kata lain data yang tersedia adalah data kualitatif (data yang berasal dari jajak pendapat peserta). Teknik ini terdiri atas 2 metode yaitu NGT (Nominal Group Technique) dan Metode Delbecq. 2. Teknik Skoring Teknik skoring digunakan apabila sumber data yang kita miliki bersifat kuantitatif (berbentuk angka absolut, presentase, rata-rata). Dalam teknik ini ada beberapa metode yang dapat digunakan yaitu : a. Metode USG (Urgency, Seriousness, and Growth) b. Metode MCUA (Multi Criteria Utility Assesment) c. Metode CARL (Capability, Accesability, Readiness and Leverage) d. Metode Hanlon Dalam bahan ajar ini metode manajemen untuk menentukan skala prioritas yang akan dibahas adalah metode USG. Kepner dan Tragoe (1981) menyatakan pentingnya suatu masalah dibandingkan masalah lainnya dapat dilihat dari tiga aspek berikut : a. Bagaimana gawatnya masalah dilihat dari pengaruhnya sekarang ini terhadap produktivitas, orang, dan / atau sumber dana dan daya? b. Bagaimana mendesaknya dilihat dari waktu yang tersedia? c. Bagaimanakah perkiraan yang terbaik mengenai kemungkinan berkembangnya masalah?
  • 24. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan Pada penggunaan Matriks USG, untuk menentukan suatu masalah yang prioritas, terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan. Ketiga faktor tersebut adalah urgency, seriuosness, dan growth. 1. Urgency berkaitan dengan mendesaknya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Semakin mendesak suatu masalah untuk diselesaikan maka semakin tinggi tingkat urgensi masalah tersebut. 2. Seriousness berkaitan dengan dampak dari adanya masalah tersebut terhadap organisasi. Dampak ini terutama yang menimbulkan kerugian bagi organisasi seperti dampaknya terhadap produktivitas, keselamatan jiwa manusia, sumber daya atau sumber dana. Semakin tinggi dampak masalah tersebut terhadap organisasi maka semakin tinggi tingkat serius masalah tersebut. 3. Growth berkaitan dengan pertumbuhan masalah. Semakin cepat berkembang masalah tersebut maka semakin tinggi tingkat pertumbuhannya. Suatu masalah yang cepat berkembang tentunya makin prioritas untuk diatasi permasalahan tersebut. Penggunaan metode USG dalam penentuan prioriotas masalah dilaksanakan apabila pihak perencana telah siap mengatasi masalah yang ada, serta hal yang sangat dipentingkan adalah aspek yang ada dimasyarakat dan aspek dari masalah itu sendiri. Metode USG tidak dilakukan oleh pimpian sendiri, namun dengan melibatkan karyawan atau staf yang dianggap mampu dan paham akan masalah yang dihadapi oleh organisasi. Untuk mengurangi tingkat subyektivitas dalam menentukan masalah prioritas, maka perlu menetapkan kriteria untuk masing-masing unsur USG tersebut. Umumnya digunakan skor dengan skala tertentu. Misalnya penggunaan skor skala 1-5. Semakin tinggi tingkat urgensi, serius, atau pertumbuhan masalah tersebut, maka semakin tinggi skor untuk masing-masing unsur tersebut.
  • 25. SUDIRMAN SULTAN : Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan DAFTAR PUSTAKA Sudirman, S., 2017. Dasar-Dasar Pengamanan Hutan. Penerbit Ombak, Yogyakarta. ___________, 2016. Bahan Ajar Tempat Kejadian Perkara, Diklat Teknik Penanganan Tempat Kejadian Perkara Tahun 2016 di BDLHK Makassar. Balai Diklat LHK Makassar, Makassar Sugeng Dj., 2015. Bahan Ajar Identifikasi Tindak Pidana Kehutanan, Diklat Penegakan Hukum Tahun 2015 di BDLHK Samarinda. Balai Diklat LHK Samarinda, Samarinda. Peraturan Perundangan : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.26/MENLHK/ SETJEN//KUM.1/4/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Internet : http://survepi.blogspot.co.id/2017/07/metode-prioritas-masalah-usg- urgency.html, Diakses Tanggal 5 Maret 2018. https://www.kata.co.id/Pengertian/Identifikasi/1645, Diakses Tanggal 5 Maret 2018.