Dokumen tersebut membahas model pembelajaran kolaboratif yang menekankan peran siswa sebagai subjek utama. Model ini melibatkan siswa dalam diskusi kelompok untuk menyelesaikan masalah yang sama. Akan tetapi, model ini membutuhkan kesiapan siswa yang baik seperti motivasi dan konsentrasi belajar. Kendala teknis seperti pembatalan jadwal kelas juga dapat menghambat keberhasilan model pembelajaran. Oleh karena it
1. Model Pengembangan Pembelajaran Menuju Pendidikan Unggul
S.N.M.P. Simamora, S.T., M.T.
Univ. BALE Bandung
Bandung - 2012
Proses pembelajaran dimulai dari persiapan antara pengajar dan peserta untuk saling bertemu dalam
sesi tatap-muka yang disebut pengajaran (dalam pendekatan pengajar/guru/dosen) atau
perkuliahan/kelas (dalam pendekatan murid/mahasiswa). Persiapan yang baik dalam hal materi pokok
yang akan disampaikan oleh pengajar mutlak dibutuhkan agar setiap rencana maupun skenario
terlaksana dengan baik dan benar sesuai harapan di awal kegiatan. Demikian juga pada kepentingan
peserta didik, dengan persiapan yang baik mulai dari perkakas kegiatan belajar, kesehatan prima (agar
konsentrasi cukup saat menerima pengajaran), dan pre-learning (yakni dengan membaca sebelumnya
referensi perihal topik yang akan dibahas).
Sebuah model pembelajaran seperti Collaborative Learning menekankan pada prioritas
murid/mahasiswa sebagai subjek utama dalam kegiatan pembelajaran tersebut; dimana kelas terdiri
dari jumlah peserta didik sebanyak 20 sampai dengan 25 yang dibagi dalam sejumlah kelompok
dengan masing-masing banyak anggota proporsional. Setiap kelompok diberikan topik diskusi yang
sama untuk diselesaikan secara sharing-knowledge. Diskusi diberi waktu selama 20 menit sampai
dengan 25 menit untuk nantinya dipresentasikan dalam kelas. Pengajar berperan sebagai knowledge
core-based yakni ‘juri’ apabila terjadi ‘bottle-neck’ terhadap hasil dari kasus yang dipecahkan
tersebut. Apabila dirunut lebih seksama, model ini sudah pernah diperkenalkan di sekolah pada era
tahun 80-an yang disebut dengan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Pada model ini, setiap peserta
didik proactive dalam proses belajar-mengajar sehingga potensi setiap murid/mahasiswa tereksplorasi
dengan luas.
Akan tetapi kelemahan model pembelajaran seperti diskusi ini harus menuntut murid/mahasiswa
setiap awal kegiatan belajar-mengajar menyusun persiapan yang baik, khusus lagi yang disebut
dengan motivasi belajar/motivasi kuliah. Persoalan dan kenyataannya hampir 100% persoalan di kelas
adalah murid/mahasiswa tidak bisa kosentrasi mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Alhasil yang
terjadi bukan tidak mungkin kelas menjadi ‘riuh’ dan kegiatan pembelajaran tidak berhasil dengan
maksimal. Atau di sisi lain oleh beberapa faktor teknis pada pengajar yang membuat jadwal kelas
kadangkala dibatalkan sehingga harus dijadwal-ulang. Dan kondisi ini biasanya untuk menggantikan
pembatalan kelas, murid/mahasiswa diberi tugas bersifat take-home test atau homework. Kendala-
kendala teknis kadangkala membuat skenario maupun model pembelajaran sebagus apa pun tidak
akan beroleh hasil yang maksimal.
Oleh sebab itu sungguh tepat apabila harus terlebih dahulu dibenahi faktor entitas-nya yakni:
pengajar, peserta didik dan lembaga; faktor regulasi yang memayungi kegiatan yang terselenggara
agar sesuai dengan peraturan yang ada; serta faktor teknis yang mengganggu proses pembelajaran
tersebut terhindari dari berbagai kendala atau gangguan. Dan pendidikan semestinya masih sebagai
domain utama masyarakat untuk menjadi perhatian khusus dalam perbaikan dan evaluasi agar basis
pengetahuan sebagai tolak-ukur membangun peradaban dapat dilakukan dengan baik dan benar.
Sebuah negara yang maju dan beradab dapat dibangun dari masyarakatnya yang memiki pengetahuan
yang luas terlebih lagi yang memiliki pendidikan yang tinggi. Dan proses kegiatan pendidikan yang
baik diperoleh dari model pembelajaran yang digunakan apakah telah sesuai dengan kondisi psikologi
peserta didiknya, bahkan terlebih lagi jangan menjadi ‘beban’ bagi pengajar atau lembaganya. Model
pembelajaran seperti apa yang sesuai, tentu harus disesuaikan dengan entitas-entitas yang terkait
dalam proses pembelajaran tersebut. Yang terpenting dan hal pokok kajian adalah model
pembelajaran tersebut semestinya yang realistis bukan idealis.