Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
PJK.pptx
1. PENYAKIT JANTUNG KORONER
Pembimbing:
dr. Donny Hendrasto, Sp.JP (K),
FIHA
Oleh:
Bella Sari Putri Arizky
(202110401011048)
RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UMM
2021
2. PENDAHULUAN
Menurut laporan American Heart Association (AHA), setiap tahun di
Amerika ada sekitar 700.000 penderita baru masuk rumah sakit
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, dan 40% dari jumlah tersebut
meninggal dunia.
Prevalensi PJK di Indonesia adalah 18,3/100.000 penduduk pada golongan
usia 15-24 tahun, meningkat menjadi 174,6/100.000 penduduk pada
golongan usia 45-54 tahun, dan meningkat menjadi 461,9/100.000
penduduk pada usia >55 tahun.
Penyebab terbanyak adalah oklusi aterosklerosis pada a. Coronaria.
4. E P I D E M I O L O G I Data WHO (2015)
Menunjukkan 45% kematian di dunia disebabkan
oleh penyakit jantung dan pembuluh darah yaitu
17.7 juta dari 39,5 juta kematian
RISKESDAS (2018)
Prevalensi penyakit jantung koroner sebesar 1,5%
Sample Registration System (SRS) Indonesia
(2014)
PJK merupakan penyebab kematian tertinggi
kedua setelah stroke, 12,9% dari seluruh
penyebab kematian tertinggi di Indonesia
6. Mayor
o Hiperkolesterolemia
o Hipertensi
o Merokok
o Diabetes mellitus
o Genetik / Riwayat
Keluarga
FAKTOR RISIKO
Minor
o Laki – laki
o Obesitas
o Stres
o Kurang olahraga
o Menopause
7. KLASIFIKASI PJK
• Chronic stable angina (Angina Pektoris Stabil /
APS).
⮚ Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah suatu
sindrom klinis yang bervariasi, dan biasanya
dibagi menjadi 3, yaitu:
⮚ Unstable Angina (Angina Pektoris Tidak
Stabil / APTS)
⮚ Acute non ST elevasi (NSTEMI)
⮚ Acute ST elevasi (STEMI)
8.
9.
10. ANGINA PECTORIS
Adalah sindroma klinik yang
disebabkan oleh ketidak-seimbangan
antara kebutuhan (demand) dan suplai
aliran arteri koroner.
11. Klasifikasi derajat angina sesuai Canadian
Cardiovascular Society (CCS)
Kelas 1: Keluhan angina terjadi saat aktifitas berat
yang lama
Kelas 2: Keluhan angina terjadi saat aktifitas yang
lebih berat dari aktifitas sehari-hari
Kelas 3: Keluhan angina terjadi saat aktifitas sehari-
hari
Kelas 4: Keluhan angina terjadi saat istirahat
13. STABLE ANGINA
Dapat hilang
dengan
istirahat
Suatu angina
pektoris yang
khas yang
dicetuskan oleh
aktivitas fisik
tertentu
Dan
mempunyai
pola, intensitas,
dan lama yang
menetap
minimal 30 hari
terakhir
14. UNSTABLE ANGINA
Nyeri timbul
pada saat
istirahat,
biasanya >
20 menit
Nyeri yang
mungkin
meningkat
frekuensi,
durasi, dan
intensitasnya
atau
dicetuskan
oleh aktivitas
fisik yang lebih
ringan
Nyeri yang
sangat,
dan terjadi
pertama
kali dalam
30 hari
terakhir
Suatu sindroma klinis dengan nyeri khas yang
mempunyai paling sedikit satu dari ciri-ciri :
15. INFARK MIOKARD - NSTEMI
Secara klinis NSTEMI sangat mirip dengan
unstable angina, yang membedakan
CARDIAC MARKER (+)
16. INFARK MIOKARD – STEMI
Oklusi akut pada arteri
koronaria dengan akibat
iskemi miokard yang
berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan
sel-sel otot
18. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
NYERI DADA ATIPIKAL
• Nyeri di daerah penjalaran angina
tipikal
• Rasa gangguan pencernaan
(Indigestion)
• Sesak nafas yang tidak dapat
diterangkan
• Rasa lemah mendadak yang sulit
diuraikan
NYERI DADA TIPIKAL
● Rasa tertekan/berat daerah
retrosternal, menjalar ke lengan kiri,
leher, rahang, area interskapular,
bahu/epigastrium
● Berlangsung intermitten (beberapa
menit) / persisten (>20 menit)
Keluhan penyerta
● Diaphoresis
● Mual/muntah
● Nyeri abdominal
● Sesak nafas
● Sinkop
19. ANAMNESIS
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika
keluhan tersebut ditemukan pada pasien
dengan karakteristik sebagai berikut
PJK atas dasar pernah
mngalami infark miokard,
bedah pintas coroner, IKP
Pria
Penyakit
aterosklerosis non
koroner
Faktor Risiko
21. LOKASI INFARK BERDASARKAN SADAPAN EKG
Sadapan dengan Deviasi
Segmen ST
Lokasi Iskemia atau Infark
V1-V4 Anterior
V5-V6, I, aVL Lateral
II, III, aVF Inferior
V7-V9 Posterior
V3R, V4R Ventrikel kanan
22. PEMERIKSAAN MARKA JANTUNG
● marka nekrosis miosit jantung dan
menjadi marka untuk diagnosis infark
miokard
● Troponin I/T juga dapat meningkat oleh
sebab kelainan kardiak nonkoroner
(takiaritmia, trauma kardiak, gagal
jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/pericarditis)
● Keadaan nonkardiak yang dapat
meningkatkan kadar troponin I/T : sepsis,
luka bakar, gagal napas, penyakit
neurologik akut, emboli paru, hipertensi
pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi
ginjal.
● marka nekrosis miosit jantung dan
menjadi marka untuk diagnosis infark
miokard
● pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukkan kadar yang normal dalam
4-6 jam setelah awitan SKA diulang 8-12
jam setelah awitan angina.
● Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan
dengan jelas diulang 6-12 jam setelah
pemeriksaan pertama.
● Kadar CK-MB yang meningkat dapat
dijumpai pada seseorang dengan
kerusakan otot skeletal (menyebabkan
spesifisitas lebih rendah) dengan waktu
paruh yang singkat (48 jam)
CK/MB
TROPONIN I/T
30. Berdasarkan stratifikasi risiko, dapat ditentukan kebutuhan dilakukan strategi invasif dan
waktu pelaksanaan revaskularisasi. Melibatkan dilakukannya angiografi, ditujukan pada pasien
dengan tingkat risiko tinggi hingga sangat tinggi. Waktu pelaksanaan angiografi ditentukan
beberapa parameter dan dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
• Strategi invasif segera (<2 jam, urgent) (Kelas I-C).
● Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko sangat tinggi (very high risk)
• Strategi invasif awal (early) dalam 24 jam (Kelas I-A)
● Dilakukan bila pasien memiliki skor GRACE >140 atau dengan salah satu kriteria risiko
tinggi (high risk) primer
31. • Strategi invasif awal (early) dalam 72 jam (Kelas I-A)
● Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko tinggi (high risk) atau dengan
gejala berulang
• Strategi konservatif (tidak dilakukan angiografi) atau angiografi elektif (Kelas III-A)
● Dalam strategi konservatif, evaluasi invasif awal tidak dilakukan secara rutin.
● Strategi ini dilakukan pada pasien yang tidak memenuhi kriteria risiko tinggi dan dianggap
memiliki risiko rendah, yaitu memenuhi kriteria berikut ini:
● Nyeri dada tidak berulang
● Tidak ada tanda-tanda kegagalan jantung
● Tidak ada kelainan pada EKG awal atau kedua (dilakukan pada jam ke-6 hingga 9)
● Tidak ada peningkatan nilai troponin (saat tiba atau antara jam ke-6 hingga 9)
● Tidak ada iskemia yang dapat ditimbulkan (inducible ischemia)
33. PENANGANAN AWAL
Oksigen 4 lpm jika saturasi <95%
Morphine 1-5 mg iv jika nyeri dada hebat dan
tidak berkurang dengan nitrat
Nitroglycerin / Nitrat Sublingual, spray
atau IV
Aspirin 160-320 mg
Tirah baring
Ticagrelol 180 mg atau CPG 300mg
38. ANTI ISKEMIA
β-blocker • Efek terhadap
reseptor beta-1 yang
mengakibatkan
turunnya konsumsi
oksigen myocardium
• Menurunkan laju
jantung dan
kontraktilitas karena
menghambat
reseptor adrenergic
beta pada jantung
• Diberikan dalam 24
jam pertama
• Preparat oral cukup
memadai
dibandingkan injeksi
39. NITRAT ● Meningkatkan NO vasodilatasi arteri dan vena
● Nitrat oral atau iv efektif menghilangkan keluhan
dalam fase akut dari episode angina
● Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri
dada berlanjut sebaiknya mendapat nitrat sublingual
setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali pemberian,
setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat
iv jika tidak ada indikasi kontra
● Nitrat iv diindikasikan pada iskemia yang persisten,
gagal jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama
UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat iv tidak
boleh menghalangi pengobatan yang terbukti
menurunkan mortalitas seperti penyekat beta atau
angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I)
● Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan
darah sistolik 30 mmHg di bawah nilai awal,
bradikardia berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa
gejala gagal jantung, atau infark ventrikel kanan
● Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah
mengkonsumsi inhibitor fosfodiesterase: sidenafil
dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat
untuk terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum
dapat ditentukan
40. Calcium Channel Blocker
• Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek
vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa efek
pada SA Node atau AV Node.
• verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap
SA Node dan AV Node yang menonjol dan sekaligus
efek dilatasi arteri.
• Semua CCB tersebut di atas mempunyai efek dilatasi
koroner yang seimbang. Oleh karena itu CCB,
terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat
pilihan untuk mengatasi angina vasospastik.
1. CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk
mengurangi gejala bagi pasien yang telah
mendapatkan nitrat dan penyekat beta
2. CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk
pasien NSTEMI dengan indikasi kontra terhadap
penyekat beta
3. CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat
dipertimbangkan sebagai pengganti terapi
penyekat beta
4. CCB direkomendasikan bagi pasien dengan
angina vasospastik
5. Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat
(immediate-release) tidak direkomendasikan
kecuali bila dikombinasi dengan penyekat beta.
41. Anti Platelet ● Penghambat pompa proton (sebaiknya
bukan omeprazole) diberikan bersama
DAPT (dual antiplatelet therapy -
aspirin dan penghambat reseptor ADP)
direkomendasikan pada pasien dengan
riwayat perdarahan saluran cerna atau
ulkus peptikum, dan perlu diberikan
pada pasien dengan beragam faktor
risiko seperti infeksi H. pylori, usia ≥65
tahun, serta konsumsi bersama dengan
antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).
● Penghentian penghambat reseptor ADP
lama atau permanen dalam 12 bulan
sejak kejadian indeks tidak disarankan
kecuali ada indikasi klinis (Kelas I-C).
• Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi
kontra dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan
75-100 mg setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa
memandang strategi pengobatan yang diberikan
• Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin
sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali
ada indikasi kontra seperti risiko perdarahan berlebih (Kelas I-A).
42. ● Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian iskemik sedang hingga tinggi
(misalnya peningkatan troponin) dengan dosis loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian
dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan awal. Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang
sudah mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian dihentikan)
● Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan ticagrelor. Dosis loading
clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari
● Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg diikuti dosis tambahan 300 mg saat
IKP) direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bisa
mendapatkan ticagrelor
● Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu dipertimbangkan untuk 7 hari
pertama pada pasien yang dilakukan IKP tanpa risiko perdarahan yang meningkat
● Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang perlu menjalani pembedahan
mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu dipertimbangkan penundaan pembedahan selama 5 hari
setelah penghentian pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali bila
terdapat risiko kejadian iskemik yang tinggi
● Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau dilanjutkan) setelah pembedahan
CABG begitu dianggap aman (Kelas IIa-B). 11. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID
(penghambat COX- 2 selektif dan NSAID non-selektif)
43. Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
• Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat
reseptor glikoprotein IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat
berdasarkan risiko kejadian iskemik dan perdarahan
• Penggunaan penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa dapat
diberikan pada pasien IKP yang telah mendapatkan DAPT
dengan risiko tinggi (misalnya peningkatan troponin, trombus
yang terlihat) apabila risiko perdarahan rendah
• Agen ini tidak disarankan diberikan secara rutin sebelum
angiografi atau pada pasien yang mendapatkan DAPT yang
diterapi secara konservatif
44. 1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk
semua pasien yang mendapatkan terapi
antiplatelet
2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan
risiko perdarahan dan iskemia, dan
berdasarkan profil efikasi-keamanan agen
tersebut.
3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki
profil keamanan berbanding risiko yang paling
baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap
hari secara subkutan
4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah
fondaparinuks, penambahan bolus UFH (85
IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk
mereka yang mendapatkan penghambat
reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP
5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari)
disarankan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah apabila fondaparinuks
tidak tersedia
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target
aPTT 50-70 detik atau heparin berat molekul
rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang
direkomendasikan) diindaksikan apabila
fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia
7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif,
pemberian antikoagulasi perlu dilanjutkan
hingga saat pasien dipulangkan dari rumah
sakit
8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak
disarankan.
Antikoagulan
44
45. ACE Inhibitor dan pengambat
reseptor angiotensin
1. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya
untuk jangka panjang, kecuali ada indikasi
kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤40% dan pasien dengan
diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit
ginjal kronik (PGK)
2. Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan
pada semua penderita selain seperti di atas
(Kelas IIa-B). Pilih jenis dan dosis inhibitor
ACE yang telah direkomendasikan
berdasarkan penelitian yang ada
3. Penghambat reseptor angiotensin
diindikasikan bagi pasien infark mikoard
yang intoleran terhadap inhibitor ACE dan
mempunyai fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%,
dengan atau tanpa gejala klinis gagal
jantung (Kelas I-B).
4. Berguna dalam mengurangi remodelling
46. Statin
• Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan
tanpa mempertimbangkan modifikasi diet,
inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A
reductase (statin) harus diberikan pada
semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk
mereka yang telah menjalani terapi
revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi
kontra
• Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai
sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan
sasaran terapi untuk mencapai kadar
kolesterol LDL
• Menurunkan level kolesterol
47. TERAPI JANGKA PANJANG STEMI
1. Kendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan terutama merokok, dengan
ketat
2. Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg) diindikasikan tanpa henti
3. DAPT (aspirin dengan penghambat reseptor ADP) diindikasikan hingga 12 bulan setelah
STEMI
4. Pengobatan oral dengan penyekat beta diindikasikan untuk pasien-pasien dengan gagal
ginjal atau disfungsi ventrikel kiri
5. Profil lipid puasa harus didapatkan pada setiap pasien STEMI sesegera mungkin sejak
datang
6. Statin dosis tinggi perlu diberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien masuk rumah
sakit bila tidak ada indikasi kontra atau riwayat intoleransi, tanpa memandang nilai
kolesterol inisial
7. ACE-I diindikasikan sejak 24 jam untuk pasien-pasien STEMI dengan gagal ginjal,
disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, atau infark aterior . Sebagai alternatif dari ACE-
I, ARB dapat digunakan
8. Antagonis aldosteron diindikasikan bila fraksi ejeksi ≤40% atau terdapat gagal ginjal
atau diabetes, bila tidak ada gagal ginjal atau hiperkalemia
48. KOMPLIKASI
• Gagal Jantung
• Hipotensi
• Syok cardiogenic
• Aritmia dan gangguan konduksi dalam fase
akut
• Aritmia supraventricular
• Aritmia ventricular
• Sinus bradikardia dan blok jantung
• Kematian
49. CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, and
infographics & images by Freepik
THANK YOU!
Do you have any questions?