Kinerja merupakan suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, sesuai dengan standar kriteria yang ditetapkan dalam pekerjaan itu. Mengapa sebuah perusahaan perlu membuat penilaian kinerja? untuk tahu lebih lanjut mari kita simak!
Kinerja merupakan suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, sesuai dengan standar kriteria yang ditetapkan dalam pekerjaan itu. Mengapa sebuah perusahaan perlu membuat penilaian kinerja? untuk tahu lebih lanjut mari kita simak!
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
1. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Serang, 7 November 2017
Safinah
Penyusun
2. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Kinerja
1.1.1 Pegertian pengukuran kinerja 1
1.1.2 Sistem pengukuran kinerja 2
1.2. Pengertian motivasi kerja dan kepuasan kerja
1.2.1. Motivasi kerja 3
1.2.2. Kepuasan kerja 4
1.2.3. Teori – teori tentang motivasi kerja 5
1.2.4 Teori kongnitif motivasi kerja 6
1.2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dan kepuasaan kerja 7
1.3. Pengertian IESQ
1.3.1. Pengertian EQ (Emotional Quetient)
1.3.2. Pengertian SQ (Spiritual Quetient)
1.3.3. Konsep pelatihan ESQ
1.3.4. Tingkat pelatihan ESQ
1.3.5. Karakteristik pelatihan ESQ
1.4. Pegertian kapabilitas dan kompetensi SDM
1.4.1. Karakteristik kompetensi
1.4.2. Kategori kompetensi
1.5. Pengertian audit MSDM
1.5.1. Ruang lingkup audit SDM
1.5.2. Audit SDM
1.5.3. Manfaat dan jenis audit SDM
1.5.4. Proses audit SDM
1.5.5. Pendekatan audit
1.5.6. Alat – alat audit
1.6. DAFTAR PUSTAKA
3. BAB 1
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pada dasarnya pengertian kinerja dapat
dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu proses
penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Kinerja juga dapat digambarkan sebagai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi perusahaan yang tertuang dalam
perumusan strategi planning suatu perusahaan. Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses
yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi keluaran atau penilaian dalam proses
penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap
pencapaian sasaran dan tujuan.
Menurut Ilgen and Schneider (Williams, 2002: 94): “Performance is what the person
or system does”. Hal senada dikemukakan oleh Mohrman et al (Williams, 2002: 94) sebagai
berikut: “A performance consists of a performer engaging in behavior in a situation to
achieve results”. Dari kedua pendapat ini, terlihat bahwa kinerja dilihat sebagai suatu proses
bagaimana sesuatu dilakukan. Jadi, pengukuran kinerja dilihat dari baik-tidaknya aktivitas
tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Menurut Mangkunegara, Anwar Prabu, kinerja diartikan sebagai : ”Hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Sedangkan
menurutNawawi H. Hadari, yang dimaksud dengan kinerja adalah: ”Hasil dari pelaksanaan
suatu pekerjaan, baik yang bersifat fisik/mental maupun non fisik/non mental.”
Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil,
proses, atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas dalam
konteks peilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah menentukan perspektif
kinerja yang mana yang akan digunakan dalam memaknai kinerja dalam organisasi yang
dipimpinnya.
Kinerja tidak dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Amstrong (1998: 16 - 17)
adalah sebagai berikut:
1. Faktor individu (Personal Factors), berkaitan dengan keahlian, motivasi, komitmen, dll.
2. Faktor kepemimpinan (leadership factors), berkaitan dengan kualitas dukungan dan
pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja.
4. 3. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors), berkaitan dengan kualitas dukungan yang
diberikan oleh rekan kerja.
4. Faktor sistem (system factors), berkaitan dengan sistem/metoda kerja yang ada dalam
fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
5. Faktor situasi (consectual/situational factors), berkaitan dengan tekanan dan perubahan
lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.
1.1.1. Pengertian Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil
untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran
kinerja seringkaloi membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat
kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar dibalik dilakukannya
pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja secara umum.
a) Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang dilakukan oleh
organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan secara periodik
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pokok
pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dala mencapai sasaran organisasi
dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar menghasilkan
tindakan yang diinginkan (Mulyadi & Setyawan 1999: 227).
Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gardon, 1993: 36)
1. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.
2. Memebrikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatuihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatiham dan
pengembangan karyawan.
4. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti
produksi,transfer, dan pemberhentian.
5. Sistem pengukuran kinerja yang efekif adalah sistem pengukuran yang dapat
memudahkan manajemen untuk melaksanakan proses pengendalian dan memberikan
motivasi kepada manajemen untuk motivasi kepada manajemen untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerjanya.
Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi &Setyawan, 1999: 212-225):
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil
terlibat dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan
terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategis yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit
sehingga mempercepat proses pembelajaran perusahaan.
b) Prinsip Pengukuran Kinerja
Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip yaitu:
1. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.
2. Pekerjaan yang tidak diukur dapat dikelola karena darinya tidak ada informasi yang
bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
3. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
4. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang diukur.
5. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih
sekedar mengetahui tingkat usaha.
6. Mengidentifikasi kinerja dalam artian hasil kerja yang diinginkan adalah cara manajer
dan pengawas untuk membuat penugasan kerja dari mereka menjadi operasional.
7.Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.
8. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera dan tepat
waktu.
9.Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali
yang efektif.
6. c) Ukuran Pengukuran Kinerja
Terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kualitatif
yaitu:
1. Ukuran Kriteria Tunggal (Single Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja
manajernya.
2. Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran dalam menilai
kinerja manajernya. Tujuan penggunaan kriteria ini adalah agar manajer yang
diukur kinerjanya mengerahkan usahanya kepada berbagai kinerja.
3. Ukuran Kriteria Gabungan (Compsite Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran memperhitungkan
bobot masing-masing ukuran dan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran
menyeluruh kinerja manajernya.
1.1.2. Sistem Pengukuran Kinerja
Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan ukuran kinerja. Beberapa untuk kinerja yang
meliputi; kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan
mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan daerah organisasi.
Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai
berikut:
1. Relevan (relevance), mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara standar
untuk pekerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dann (2) terdapat keterkaitan yang
jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui
analisi jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalamform penilaian.
2. Sensitivitas (sensivity), berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja dalam
membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
3. Reliabilitas (realibility), dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian. Dengan kata
lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda dalam
menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama.
7. 4. Akseptabilitas (acceptability), berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang
dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
5. Praktis (practicality), berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati oleh pihak-
pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.
Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria sistem
pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspeksebagai berikut:
1. Mempunyai keterkaitan yang strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran
kinerja dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukurann
kinerjanya menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi.
2. Validitas (validity). Suatu pengukuran kilnerja dikatakan valod apabila hanya
mengukur dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran kinerja
yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu pengukuran kinerja
adalah dengan membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang pegawai.
4. Akseptabilitas (acceptability). Berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang
daopat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
5. Spesifisitas (specificity). Marupakan batasan-batasan di mana pengukuran kinerja
yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai
memahami apa yang diharapkan dari mereka dan mencapai kinerja tersebut.
Spesifisitas berkaitan dengan tujuan strategis dan tujuan pengembangan manajemen
kinerja.
Dari pendapat Casio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian kinerja harus
didesain sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan konsep Casio dan Noe et
al, terutama harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan oleh pegawai. Mengingat jenis dan
fungsi pegawai suatu organisasi tidak sama, maka nampaknya, tidak ada instrumen yang
sama untuk menilai seluruh pegawai dengan berbagai pekerjaan yang berbeda.
8. 1.2.Pengertian Motivasi Kerja dan Kepuasan kerja
1.2.1. Motivasi Kerja
Menurut Luthan (1992) Motivasi berasal dari kata latin movere, artinya “bergerak”.
Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya kekurangan psikologis atau
kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan maksud mencapai suatu tujuan atau
insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat dipahami melalui hubungan antara kebutuhan,
dorongan dan insentif (tujuan). Motivasi dalam dunia kerja adalah suatu yang dapat
menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam
psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi
seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi kerja.
Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi anatar motivasi kerja, kemampuan, dan peluang.
Bila kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun kemampuannya ada dan baik,
serta memiliki peluang. Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada
motivasi yang proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-
kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaanya atau akan berusaha untuk
mencari, menemukan atau menciptakan peluang dimana ia akan menggunakan kemampuan-
kemampuannya untuk dapat berprestasi tinggi. Sebaliknya motivasi yang bersifat reaktif
cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkunganya
Menurut Martoyo (2000) motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan dorongan
atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi adalah suatu
faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu,
oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku
seseorang. Motivasi dan dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi
tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam yaitu :
1. Motivasi Finansial : Dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial
kepada karyawan.
2.Motivasi Nonfinansial : Dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial/uang,
akan tetapi berupa hal-hal seperti penghargaan, pendekatan
manusia dan lain – lain.
9. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi
mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities)dan memberikan
kekuatan yang mengarahkan kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun
mengurai ketidakseimbangan.
1.2.2. Kepuasan Kerja
Dikemukan oleh Robbin (2001) bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang umum
terhadap suatu pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang
pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Pendapat lain bahwa
kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para individu sehubungan dengan
jabatan atau pekerjaan mereka (Winardi,1992). Selain itu pendapat Indrawidjaja (2000)
bahwa kepuasan kerja secar umum menyangkut berbagai hal seperti kognisi, emosi, dan
kecenderungan perilaku seseorang. Adapun yang menentukan kepuasan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai pekerjaan yang
memberikan kesempatan menggunakan keterampilan dan kemampuan dalam bekerja
2. Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan promosi
yang asli, tidak meragukan dan sesuai dengan pengharapan mereka.
3. Kondisi kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk kenyamanan
pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik
4. Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara sesama pegawai yang
saling mendukung meningkatkan kepuasan kerja
5. Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan, Holand dalam Robbin
(2001) mengungkapkan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang
pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual yang lebih terpuaskan
6. Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan oelh keturunan.
Dalam mengelola personalia (Kepegawaian) harus senantiasa memonitor kepuasan
kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja,
keluhan dan masalah personalia vital lainnya (Handoko,2000). Oleh karena itu fungsi
personalia emmpunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, selain itu berbagai
kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada iklim organisasi memberikan suatu
lingkungan kerja yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan bagi anggota
organisasiyang akhirnya memenuhi kepuasan kerja anggota organisasi.
10. 1.2.3. Teori – teori tentang Motivasi Kerja
a. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Menurut teori Maslow, setiap kebutuhan harus dipenuhi sebelum memotivasi perilaku
berikutnya; dalam situasi kerja, ini berarti bahwa orang-orang mengerahkan usaha untuk
mengisi kepuasan kebutuhan yang terendah.
1. Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis) : Suatu kebutuhan yang sangat
mendasar. Contohnya: Kita memerlukan makan, air, dan udara untuk hidup. Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan ini telah ada sejak
lahir. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya.
2. Safety needs (kebutuhan rasa aman) : Kebutuhan untuk merasa aman baik secara fisik
maupun psikologis dari gangguan. Apabila kebutuhan ini diterapkan dalam dunia kerja
maka individu membutuhkan keamanan jiwanya ketika bekerja.
3. Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial) : Manusia pada dasarnya adalah makhluk
sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan sosial
4. Esteem needs (kebutuhan akan harga diri) : Penghargaan meliputi faktor internal,
sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor eksternal.
Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat terungkap dalam keinginan untuk dipuji
dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya.
5. Self Actualization : Kebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk kemampuan berkembang,
kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri sendiri. pada tingkatan ini,
contohnya karyawan cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan berbuat yang
terbaik.
Teori Maslow telah dipublikasikan lebih dari setengah abad yang.Itu adalah
penelitian yang cukup menarik minat pada saat itu, namun ketertarikan ini hampir
seluruhnya mati beberapa tahun lalu disebabkan adanya nonsupport untuk proposisi dasar.Di
antara praktisi manajer, mahasiswa, dan banyak konsultan manajemen, bagaimanapun,
"segitiga Maslow" telah sangat influental.
b. Teori ERG Alderfer
Sebuah teori motivasi kerja didasarkan pada hirarki kebutuhan Maslow, tetapi
menggabungkan perubahan penting, diusulkan oleh Alderfer. Teori ERG mengadakan
hipotesis tiga set kebutuhan mulai dari yang paling tinggi ke paling konkret (dasar).
11. 1. Existence (E) : Merupakan kebutuhan akan substansi material, seperti keinginan untuk
memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan fisiological dan rasa aman dari Maslow.
2. Relatedness (R) : Merupakan kebutuhan untuk memelihara hubungan antarpribadi
yang penting. Individu berkeinginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang
lain yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang
bermakna dengan keluarga, teman dan rekan kerja.
3. Growth (G) : Merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk
mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi, juga
termasuk bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri Maslow.
Menurut ERG Theory, jika upaya untuk memenuhi kebutuhan pada satu level itu
secara terus menerus mengalami frustasi, individu mungkin mengalami kemunduran (jatuh
lagi) kepada perilaku kebutuhan yang lebih konkret.
c.Teori Dua Faktor Herzberg
Penelitian Herzberg menghasilkan dua kesimpulan khusus mengenai teori tersebut yaitu:
1. Serangkaian kondisi ekstrinsik : Kondisi kerja ekstrinsik seperti upah dan kondisi kerja
tersebut bersifat ekstren tehadap pekerjaan sepeti: jaminan status, prosedur, perusahaan,
mutu supervisi dan mutu hubungan antara pribadi diantara rekan kerja, atasan dengan
bawahan.
2. Serangkaian kondisi intrinsik : Kondisi kerja intrinsik seperti tantangan pekerjaan atau
rasa berprestasi, melakukan pekerjaan yang baik, terbentuk dalam pekerjaan itu sendiri.
Faktor-faktor dari rangkaian kondisi intrinsik dsebut pemuas atau motivator yang
meliputi: prestasi (achivement), pengakuan (recognation), tanggung jawab
(responsibility), kemajuan (advencement), dan kemungkinan berkembang (the
possibility of growth).
d. Teori Motivasi Berprestasi McClelland
Menurut David McClelland (dalam Anoraga & Suyati, 1995) ada tiga macam motif
atau kebutuhan yang relevan dengan situasi kerja, yaitu:
1. The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi, untuk mencapai
sukses.
2. The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat memerintah orang lain.
12. 3. The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan akrab antar pribadi.
Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi tantangan untuk
berprestasi dari pada imbalannya. Perilaku diarahkan ke tujuan dengan kesukaran menengah.
Karyawan yang memiliki nPow tinggi, punya semangat kompetisi lebih pada jabatan dari
pada prestasi. Ia adalah tipe seorang yang senang apabila diberi jabatan yang dapat
memerintah orang lain. Sedangkan pada karyawan yang memiliki nAff tinggi, kurang
kompetitif. Mereka lebih senang berkawan, kooperatif dan hubungan antar personal yang
akrab.
1.2.4. Teori Kongnitif Motivasi Kerja
a. Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikemukakan oleh Locke (dalam Berry, 1998). Locke berpendapat bahwa
maksud-maksud untuk bekerja kearah suatu tujuan merupakan sumber utama dari motivasi
kerja. Artinya, tujuan memberitahukan karyawan apa yang perlu dikerjakan dan betapa
banyak upaya akan dihabiskan.
Lima komponen dasar tujuan untuk meningkatkan tingkat motivasi karyawan, yaitu:
1.Tujuan harus jelas (misalnya jumlah unit yang harus diselesaikan)
2.Tujuan harus mempunyai tingkat kesulitan menengah sampai tinggi
3. Karyawan harus menerima tujuan itu
4. Karyawan harus menerima umpan balik mengenai kemajuannya dalam usaha mencapai
tujuan tersebut
5. Tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih baik dari pada tujuan yang ditentukan
begitu saja.
b. Teori Keadilan (Equilty Theory)
Teori keadilan dari Adam menunjukkan bagaimana upah dapat memotivasi. Individu
dalam dunia kerja akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain. Apabila terdapat
ketidakwajaran akan mempengaruhi tingkat usahanya untuk bekerja dengan baik. Ia
membuat perbandingan sosial dengan orang lain dalam pekerjaan yang dapat menyebabkan
mereka merasa dibayar wajar atau tidak wajar. Perasaan ketidakadilan mengakibatkan
perubahan kinerja. Menurut Adam, bahwa keadaan tegangan negatif akan memberikan
motivasi untuk melakukan sesuatu dalam mengoreksinya.
13. 1.2.5. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Motivasi dan Kepuasan Kerja
Adapun yang menjadi faktornya adalah sebagai berikut :
a. Pekerja itu sendiri( Work It Self) : setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan
tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing
b. Atasan (Supervisor): Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya
c. Teman sekerja (Workers): Faktor yang menghubungkan pegawai dengan pegawai atau
pegawai dengan atasannya, baik yang sama ataupun yang beda pekerjaannya
d. Promosi (Promotion) : Faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh peningkatan karier selam bekerja
e. Gaji/upah (Pay) : Aktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak
atau tidak
1.3. Pengertian EQ (Emotional Quotient)
Kecerdasan Emosional (EQ) merupakan istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel
Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995)
berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional
dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau
“Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa
“kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 %
ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama
teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat
fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam
dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah
sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan”
emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seorang yang mampu
mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-
manusia utama dilihat dari berbagai segi.
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara
fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Otak berfikir harus tumbuh dari
wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan
emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.
14. Beberapa pengertian EQ yang lain, yaitu :
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk mengenal emosi diri
sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola dengan baik emosi
pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain (Golleman, 1999). Emosi
adalah perasaan yang dialami individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal
dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat
dikelompokkan kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih
sayang dan takjub (Santrock, 1994).
Kemampuan mengenal emosi diri adalah kemampuan menyadari perasaan sendiri
pada saat perasaan itu muncul dari saat-kesaat sehingga mampu memahami dirinya,
dan mengendalikan dirinya, dan mampu membuat keputusan yang bijaksana
sehingga tidak ‘diperbudak’ oleh emosinya.
Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan menyelaraskan perasaan (emosi)
dengan lingkungannnya sehingga dapat memelihara harmoni kehidupan individunya
dengan lingkungannya/orang lain.
Kemampuan mengenal emosi orang lain yaitu kemampuan memahami emosi orang
lain (empaty) serta mampu mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang
lain yang dimaksud.
Kemampuan memotivasi diri merupakan kemampuan mendorong dan mengarahkan
segala daya upaya dirinya bagi pencapaian tujuan, keinginan dan cita-citanya. Peran
memotivasi diri yang terdiri atas antusiasme dan keyakinan pada diri seseorang akan
sangat produktif dan efektif dalam segala aktifitasnya
Kemampuan mengembangkan hubungan adalah kemampuan mengelola emosi orang
lain atau emosi diri yang timbul akibat rangsang dari luar dirinya. Kemampuan ini
akan membantu individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain secara
memuaskan dan mampu berfikir secara rasional (IQ) serta mampu keluar dari
tekanan (stress).
Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan bertanggung jawab
penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi, mampu membuat keputusan yang manusiawi,
dan berpegang pada komitmen. Makanya, orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan
segala sesuatunya dengan lebih baik.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara
efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan
pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara
hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya
didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri
yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang disebut terakhir akan menyaring dan
memilah informasi yang didapat dari panca indra.
15. Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan
memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat
memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat
menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya
agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti
kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena
orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat .
Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran
komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh
karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal)
seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self
regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy,
kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat
mengelola konflik dengan orang lain secara baik .
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengendalikan emosinya
saat menghadapi situasi yang menyenangkan maupun menyakitkan. Mantan Presiden
Soeharto dan Akbar Tandjung adalah contoh orang yang memiliki kecerdasan emosional
tinggi, mampu mengendalikan emosinya dalam berkomunikasi.
Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin “hablun min al-naas”. Pusat dari EQ
adalah “qalbu” . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang
dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat
diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen.
Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar,
menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.
Adapun perilaku kecerdasan emosi, diantaranya adalah :
Menghargai emosi negatif orang lain.
Sabar menghadapi emosi negatif orang lain.
Sadar dan menghargai emosi diri sendiri.
Emosi negatif untuk membina hubungan.
Peka terhadap emosi orang lain.
Tidak bingung menghadapi emosi orang lain.
Tidak menganggap lucu emosi orang lain
Tidak memaksa apa yang harus dirasakan.
Tidak harus membereskan emosi orang lain.
Saat emosional adalah saat mendengatkan
16. 1.3.1. Pengertian SQ (Spritual Quotiens)
Selain IQ dan EQ, di beberapa tahun terakhir juga berkembang kecerdasan spiritual
(SQ). Tepatnya di tahun 2000, dalam bukunya berjudul ”Spiritual Intelligence : the Ultimate
Intellegence, Danah Zohar dan Ian Marshall mengklaim bahwa SQ adalah inti dari segala
intelejensia. Kecerdasan ini digunakan untuk menyelesaikan masalah kaidah dan nilai-nilai
spiritual. Dengan adanya kecerdasan ini, akan membawa seseorang untuk mencapai
kebahagiaan hakikinya. Karena adanya kepercayaan di dalam dirinya, dan juga bisa melihat
apa potensi dalam dirinya. Karena setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan juga ada
kekurangannya. Intinya, bagaimana kita bisa melihat hal itu. Intelejensia spiritual membawa
seseorang untuk dapat menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga, dan tentu saja dengan Sang
Maha Pencipta.
Denah Zohar dan Ian Marshall juga mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai
kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk
menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya,
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan dengan yang lain.
Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang
diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan
kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat
menyelesaikan permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi
dan intelektualnya. Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang mampu secara
proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari
pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan
Body (Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual).
Selain itu menurut Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence:
2001, IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di
dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’
Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai
perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang
ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi
yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling
sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang
ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada
setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna
yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan
yang positif.
Mengenalkan SQ Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah SQ tidak mesti
berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat
membantu seseorang membangun dirinya secara utuh. SQ tidak bergantung pada budaya
17. atau nilai. Tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk
memiliki nilai-nilai itu sendiri.
1.3.2. Konsep Pelatihan ESQ
Pelatihan ESQ adalah pelatihan kepemimpinan dan pengembangan kepribadian
dengan tujuan membentuk karakter tangguh yang memadukan konsep kecerdasan intelektual
(IQ) yang berfunsi “What I Think” (apa yang saya pikirkan) untuk mengelola fisik atau
materi, kecerdasan emosional (EQ) yang berfungsi “What I Fell” (apa yang saya rasakan)
untuk mengelola kekayaan sosial, dan kecerdasan spiritual (SQ) yang berfungsi “Who am I”
(siapa saya) untuk mengelola kekayaan spiritual secara terintegrasi dan transendental.
Konsep yang ditawarkan oleh Ary Ginanjar Agustian tentang membangun Emotional
Spiritual Quotient (ESQ) berdasarkan pada 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, yang dapat
dirangkum sebagai berikut :
1. Proses penjernihan pikiran (Zero Mind Process).
Pada tahap ini terjadi proses pembebasan pikiran dari belenggu-belenggu menuju
pada suatu pikiran yang fitrah (God Spot), serta perlu diperhatikan kemampuan
mengendalikan hati dan pikiran yang fitrah. Langkah ini dilakukan agar pikiran manusia
terbebas dari paradigm salah yang akan membatasi pikiran. Hasil akhir yang diharapkan dari
porses ini adalah lahirnya alam berfikir jernih dan suci atau fitrah, yaitu krmbali pada hati
dan pikiran yang bersifat merdeka serta bebas. Dan ini merupakan tahap titik tolah dari
kecerdasan emosi dan spiritual.
2. Pembangunan mental (Mental Building).
Melalui enam prinsip yang didasarkan pada Rukun Iman, yaitu :
1. Iman kepada Allah sebagai pegangan dalam hidup, sehingga timbul rasa aman dan
ketenangan yang akan menjernihkan pikiran sekaligus memberikan kesiapan mental
untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi.
2. Iman kepada Malaikat (Prinsip malaikat), yaitu memiliki integritas, loyalitas dan
kebiasaan member sehingga selalu dipercaya oleh orang lain
3. Iman kepada Rasul (Prinsip kepemimpinan), yang akan menjadikan seseorang
pemimpin yang berpengaruh
4. Iman kepada Al-Qur’an, (Kitab Allah), menyadari arti pentingnya prinsip
pembelajaran yang akan mendorong kepada suatu kemajuan
5. Iman kepada hari Kiamat, yaitu mempunyai prinsip masa depan sehingga seseorang
akan memiliki visi dalam hidupnya.
6. Iman kepada Takdir, yaitu memiliki prinsip keteraturan sehingga tercipta suatu
system dalam satu kesatuan tauhid atau prinsip dalam berfikir.
3. Menciptakan ketangguhan pribadi (Personal Strength) dan ketangguhan social (Social
Strength)
18. Melalui prinsip 5 Rukun Islam, yaitu sebagai berikut :
1. Penetapan misi, melalui penjabaran Syahadat karena makna Syahadat akan melatih
membangun suatu keyakinan dalam berusaha, menicptakan daya dorong dalam
mencapai suatu tujuan, membangkitkan keberanian dan optimism sekaligus
menciptakan ketenangan batin dalam menjalankan misi hidup.
2. Pembangunan karakter yang dilambangkan dengan shalat. Shalat adalah suatu
metode relaksasi untuk menjaga kesadaran diri agar tetap memiliki cara berfikir yang
fitrah, serta metode yang dapat meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual
secara terus menerus mengasah serta mempelajari ESQ yang diperoleh dari Rukun
Iman.
3. Pengendalian diri (Self Controlling) yang dapat dilatih melalui puasa. Puasa adalah
metode pelatihan untuk pengendalian diri dan memelihara fitrah diri.
4. Zakat merupakan suatu upaya Srtategic Collaboration sebagai langkah nyata untuk
membangun suatu landasan yang kokoh guna membangun sebuah sinergi yang kuat,
yaitu berlandaskan sikap empati, kepercayaan, sikap kooperatif dan keterbukaan,
serta kredibilitas.
5. Haji merupakan total action dan transformasi prinsip dan langkah secara total. Selain
itu, haji adalah persiapan fisik dan mental dalam menghadapi berbagai tantangan
masa depan.
Selain itu, adapaun fungsi dari pelatihan ESQ, yaitu :
1. Lebih menyadari siapa diri kita
2. Menumbuhkan rasa empati
3. Memiliki kasih sayang yang tulus
4. Memiliki visi hidup
5. Senantiasa memiliki memotivasi diri
6. Lebih terbuka dan Fleksibel
7. Bisa menerima kekurangan orang lain
8. Selalu berpikir positif
9. Mudah ber-intropseksi diri
10. Ikhlas menerima dan memberi
11. Berprilaku jujur
12. Berpikir maju
13. Siap menghadapi tantangan hidup
14. Menghargai perasaan dan kepentingan orang lain
15. Mengikis rasa egois dan matrialistis
19. 1.3.3. Tingkat Pelatiha ESQ
Pelatihan ESQ adalah sebuah pelatihan pengembangan sumber daya manusia yang
mampu menggabungkan 3 potensi yaitu potensi fisik, emosi dan spiritual; serta ketiga
kecerdasan IQ, EQ dan SQ yang selama ini terpisah. Penggabungan tersebut akan
menghasilkan sebuah totalitas yang didorong oleh tiga motivasi, dimana hidup dan bekerja
bukan sekedar dorongan oleh motivasi yang bersifat fisik maupun emosi, namun juga
motivasi yang bersifat spiritual. Hal tersebut akan menghasilkan kompetensi serta kehidupan
yang berbahagia dan penuh makna.
Sebagai sebuah metode pembangunan karakter yang komprehensif dan integrative,
training ESQ disampaikan secara berkelanjutan melalui beberapa tingkat. Setiap tingkat
mempunyai fokus dan objek masing-masing, sehingga seluruh materi akan tuntas apabila
peserta megikuti secara keseluruhan. Untuk mencapai hal tersebut, peserta dalam pelatihan
ini harus melalui 4 tingkat training ESQ, yaitu sebagai berikut :
1. ESQ Basic Training
Tingkat pertama training ESQ ini akan mengubah paradigma akan arti sebuah
kebahagiaan dan pekerjaan. Jika selama ini kita memaknai kebahagiaan sebagai sesuatu yang
bersifat materi dan emosional, maka melalui training ini kita akan diajak menemukan
kebhagiaan lain yaitu spiritual happiness, sehingga hidup menjadi lebih bernilai dan
bermakna (meaning dan values). Dengan demikian, pelatihan tahap ini bertujuan untuk
menanamkan makna dengan cara menggabungkan 3 kecerdasan, 3 motivasi untuk
mendapatkan 3 kebahagiaan.
2. ESQ Mission and Character Building
Pada tingkat lanjutan pertama dari training ESQ ini, kita akan membangun misi
kehidupan yang jelas serta terintegrasi. Jika selama ini misi kehidupan kita sering kali
terpisah antara dunia dengan akhirat, antara keluarga dengan pekerjaan, antara pribadi
dengan pasangan, maka melalui training ini semua itu akan diintegrasikan menjadi satu. ESQ
Mission and Character Building training juga akan mengubah paradigma dalam melihat
sebuah masalah, bukan lagi sebagai sebuah beban melainkan kesempatan atau wadah untuk
menempa diri. Dengan demikian, pelatihan tahap ini bertujuan untuk menemukan Visi dan
Misi pribadi serta menginternalisasi Visi serta Misi perusahaan kepada karyawan dan
menanamkan nilai.
3. ESQ Self Control and Collaboration
ESQ tingkat lanjutan kedua dari pelatihan ESQ ini, akan membantu untuk
mendeteksi kelemahan dan kekuatan diri serta bagaimana mengendalikannya. Selain itu,
ESQ Self and Collaboration training akan membangun kesadaran akan arti pentingnya
sebuah kolaborasi yang penuh makna. Dengan demikian, pelatihan tahap ini bertujuan untuk
mengendalikan diri dari belenggu untuk mengeluarkan Nilai dan mengimplementasikan
dalam sebuah kolaborasi.
20. 4. ESQ Total Action
Untuk mewujudkan sebuah ide dan nilai, diperlukan kemampuan untuk
mengeksekusi serta mengimpelemtasikan dalam aksi nyata. Itulah yang akan didapatkan
dalam ESQ Total Action training. Dengan demikian, pelatihan tahap ini bertujuan untuk
mengeluarkan Nilai menjadi aksi untuk mencapai Visi dan Misi dengan hidup yang penuh
makna.
1.3.4 Karakteristi Pelatihan ESQ
Pelatihan ESQ memiliki karakteristik dalam pelaksanaannya, dan karakteristik ini menjadi
factor pembangun pelatihan ESQ . Karakteristik pelaksanaan metode pelatihan ESQ adalah :
1. Faktor Filosofis Pelatihan
Pada dasarnya segala bentuk aktivitas di dalam pelatihan ini adalah bentuk dari
kehidupan yang sangat kompleks. Maka pelatihan ini juga menjadi metafora kehidupan yang
kompleks dengan dibuat secara sederhana para peserta pelatihan akan mudah sekali
memahami kompleksitas kehidupan.
2. Faktor Pedagogi Pelatihan : Pendekatan Belajar Melalui Pengalaman
Experience learning menjadi pedagogi metode pelatihan ESQ ini. Dengan ini,
peserta pelatihan secara aktif dilibatkan dalam seluruh kegiatan yang mengundang emosi,
yang merupakan bentuk simulasi dari kompleksitas peristiwa-peristiwa dalam hidup. Dengan
langsung terlibat pada aktifitas dan mempelajari segala sesuatunya, peserta akan segera
mendapat umpan balik tentang dampak dari kegiatan yang dilakukan sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran.
Kohlberg merefleksikan pengalaman terhadap proses belajar bertambah dengan
memiliki 4 tahapan, yaitu :
Concrete Experience
Reflective Observation
Abstract Conceptualization
Active Experimentation
3. Faktor Pengkondisian Dasar Pelatihan : Terapi Kelompok
Kegiatan pelatihan ESQ melingkupi kegiatan di dalam ruangan supaya banyak
berkaitan dengan penambahan insight. Dan kegiatan pelatihan ini juga mengacu pada terapi
kelompok yang mempunyai definisi sebagai suatu psikoterapi yang dilakukan bersama-sama
dimana reaksi emosional dari anggota kelompok dalam hubungannya dengan anggota lain
dipahami sebagai suatu pencerminan konflik inter personal individu yang mempengaruhi
kelompok.
21. Dengan demikian, bahwa terapi kelompok adalah bentuk usaha terapi yang
dilaksanakan lewat cara interaksi emosional berkelompok, dengan tujuan mencapai level
adaptif terhadap kehidupan yang berkualitas lebih tinggi dan lebih sehat. Ada beberapa
terapis yang mengatakan terapi kelompok dianggap lebih bermanfaat daripada terapi
individual karena criteria keberhasilan terapi kelompok sama dengan psikoterapi individual
yakni mengurangi stress, menaikkan harga diri, insight, dan memperbaiki tingkah laku serta
hubungan social. Secara ekonomik terapi kelompok lebih murah daripada terapi individual.
4. Faktor Metodologi Pelatihan : Proses dan Tahapan Belajar Efektif
Pengkategorian level belajar ini didasarkan pada kompleksitas proses berfikir.
Tahapan-tahapan belajarnya adalah :
1. Knowledge. Di level ini undividu hanya mengingat peristiwa yang terjadi dan
menceritakan apa yang terjadi hanya sebagai fakta.
2. Comparison. Individu mengintepretasikan apa yang terjadi. Dalam tahapan ini
individu sudah melakukan oleh pikir untuk memaknai permainan yang dilakukan.
3. Application. Pada level ini indivdu melakukan penerapan secara sederhana dari apa
yang sudah dipelajari. Kegiatan olah pikir semakin tinggi.
4. Analysis. Dimana inividu mampu menganalisa masalahnya sendiri setelah
mendapatkan insight dan mengetahui bagaimana cara penyelesaiannya dalam diri
individu tersebut.
5. Synthesis. Di level ini individu menggabungkan potongan pengetahuan untuk
memecahkan suatu masalah.
6. Evaluation. Individu mengevaluasi manfaat sebuah gagasan, solusi masalah, dan
peristiwa yang dialaminya.
5. Faktor Metoda Pelatihan : Kombinasi Metoda
Ary Ginanjar mengatakan bahwa metode yang digunakan dalam program pelatihan
ESQ adalah :
1. Permainan kelompok
2. Kerja kelompok
3. Ceramah
4. Dialog batin (refleksi kegiatan)
22. 6. Faktor Jadwal Pelatihan
Contoh pelatihan ini dikutip dari pelatihan ESQ di YAI Fakultas Psikologi – UPI :
Pada hari pertama, para peserta masuk, di dalam sudah banyak peserta. Di depan
audience, para native speaker (Ary Ginanjar) sudah siap menyambut peserta dan
memperkenalkan diri beserta pelatih-pelatih yang lain. Dia juga menyambut perwakilan dari
NU untuk berdiri memperkenalkan terhadap peserta yang lain.
Dalam pengantarnya, Ary Ginanjar menjelaskan tentang training ESQ, “bahwa
pelatihan ini tidak perlu ditulis, semuanya sudah lulus sambil dia ketawa. Saya bukan ustad,
bukan dai’ saya minta maaf terhadap ustad-ustad dari NU dan Muhammadiyah,” kata Ary
Ginanjar. Setelah perkenalan selesai, lalu ia memutar dan membacakan ayat-yat suci Al-
Quran yang berkaitan dengan kehidupan dan ke-Esaan Tuhan. Ia sendiri membaca dan
memberikan penafsiran. Karena di depan sudah disiapkan papan yang sangat lebar sekali.
Ketika ia membacakan ayat-ayat Al-Quran tadi baik yang berkaitan dengan kematian,
tentang rezeki, tentang ke-Esaan Tuhan, semuanya itu dibarengi dengan iringan musik yang
menggetarkan badan disamping juga suaranya yang lantang membuat peserta terhipnotis
termasuk penulis.
Selanjutnya ia memberikan beberapa metodelogi terhadap peserta, setelah
membacakan ayat-ayat tadi, sebelum acara ditutup diisi dengan permainan, olah raga fisik
dan nyanyian kebanggaan ESQ. Lalu Ary Ginanjar juga memperkenalkan ciri khas pelatihan
ESQ, misalnya setiap selesai pelatihan dan mau isrirahat dan salat, peserta sesama jenis
harus saling salaman dan cium pipi dan juga mengucapkan “pagi” kepada seluruh peserta
training. “Jadi setiap peserta kalau ketemu pada peserta yang lain harus mengucapkan pagi,
ini mengambil dari ayat Al-Quran yang berbunyi Wa Al-Dhuha, yang diartikan “pagi”.”
Dan dia memperkenalkan juga ciri khas dan karakter pribadi ESQ tentang 7 (tujuh)
budi utama: jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil, dan peduli, sambil
memainkan tangan sesuai dengan petunjuknya. Setiap mau istirahat tujuh budi utama ini
selalu dinyanyikan oleh Ary Ginajar dan alumni-alumninya.
Memasuki hari yang kedua, model penyampaian juga tidak jauh berbeda dengan
hari pertama, tapi hari kedua penulis melihat seorang Ary Ginanjar benar-benar membuat
hipnotis peserta dengan ayat-yat Al-Quran yang dia tafsirkan serta sebab turunnya ayat
(asbabul nuzul). Peserta di sini benar-benar dibuat histeris, menangis melihat apa yang
disampaikan Ary Ginajar yang diiringi suara musik. Lampu dimatikan, peserta duduk
lesehan, dan di depan sudah siap memutar ayat-ayat Al-Quran. Peserta mendengarkan
dengan khusyuk, ingat pada dosa, harus istigfar bahkan sebagian ada yang menangis sambil
menyebut “Allahu Akbar”, “Astagfirullahal Adzhim, ampunilah dosa kami.” Ary ginanjar
menambah velome suaranya yang lantang, peserta benar-benar terhiptonis oleh metodelogi
yang dimainkan. Seakan-akan benar-benar terjadi gambaran tersebut.
Adapun ketakutan peserta karena raungan suara yang diciptakan melalui musik
tadi yang ditengahi suara Ary yang lantang. Waktu menangis hanya satu jam. Setelah itu
23. peserta bisa happy lagi, ketawa lagi. Bahkan Ary memainkan tebak-tebakan berhadiah. Di
tengah-tengah istirahat ini, penulis sambil menyantap snack yang disediakan oleh panitia
berkenalan dengan peserta yang lain yang ternyata dari Yogya. Dia datang dari jauh dengan
membayar mahal untuk mengikuti acara ini.
Masuk pada hari ketiga, hari terakhir ternyata suguhannya beda. Penulis disuguhi
formulir untuk menanam saham terhadap kantor ESQ. penulis bertanya-tanya lagi dalam
hati, pelatihan kok ada sahamnya ini, pelatihan apa ini? Sementara panitia yang lain sibuk
mengantarkan formulir kepada peserta yang lain dan yang punyak duit. Penulis yang tidak
punya uang langsung memasukkan formulir ke dalam tas diam-diam.
“Kantor ESQ ini berlantai 25 sesuai dengan jumlah nabi,” kata Ary Ginanjar memulai
meminta sumbangan dan menggugah kantong peserta. “Kalau kantor ini selesai nanti kita
training tidak perlu menyewa hotel lagi, karena sudah ada tempatnya. Dan lantai 25 adalah
mushalla, tempatnya orang salat, bertasbih dan istigfar,” kata Ary Ginajar. Sebagian peserta
sudah ada yang mengisi formulir itu dan menulis nominalnya. Minimal uang yang
disodorkan sebesar Rp 1 juta. “Untuk mahasiswa bisa utang,” kata Ary, mencoba
menjelaskan terhadap paserta yang mahasiswa.
Formulir yang sudah diisi, langsung disetorkan kepada panitia. Tapi penulis tidak
tahu berapa jumlah semuanya uang yang dikumpulkan dari 900-an orang peserta. “Kalau
ikut pelatihan ini berarti dapat petunjuk,” ujar Ary Ginanjar. Menurut hemat penulis mana
ada dengan waktu yang sangat singkat sekali orang bisa dapat petunjuk dari Allah, orang
bisa menangis, orang bisa sadar apalagi hanya beberapa jam saja. Apalagi yang melatih
(maaf) menurut aumengartikan Asmaul Husna ambil apa adanya, seperti membaca buku
diterjemahan-terjemahan itu.
7. Faktor Trainer Pelatihan : Peran Seorang Fasilitator
Tahapan diatas tidak tergantung pada jumlah session, tetapi pada cepat-lambatnya
proes yang terjadi. Sebab goal yang dicapai dalam pelatihan ini adalah bahwa seorang
individu mengembangkan pola perilaku defensive untuk melindungi diri terhadap kecemasan
yang ada pada setiap kelompok. Selama pelatihan, para fasilitator yang berfungsi juga
sebagai terapis, adalah memanfaatkan kecerdasan ini secara terapeutik. Dinamika kelompok
dipusatkan diantara kelompok sebagai suatu keseluruhan unit yang terstruktur dan berfungsi
didalam dirinya sendiri.
Dalam rentang waktu pelaksanaan pelatihan, dibutuhkan kualifikasi tertentu, seperti
yang diidealkan oleh Zainudin SK (2006) yakni :
Berkualitas dalam membentuk dan mempertahnkan kelompok.
Berkualitas dalam membentuk budaya dalam kelompok
Berkualitas dalam membentuk norma kelompok antara lain pemantauan diri,
pembukaan diri, normal procedural.
24. 8. Faktor Peserta Pelatihan
Faktor ini menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan, karena secara umum ini
merupakan obyek dari suatu pelatihan. Salah satu peserta dari pelatihan ini yang diambil
adalah orang dewasa muda, karena menurut ahli psikologi perkembangan, Santrock (1999)
bahwa orang dewasa muda termasuk masa transisi secara fisik, intelektual, serta peran
social. Walaupun pada umumnya ada beberapa jenis pelatihan, yaitu untuk ESQ for kids,
ESQ for teen, dll
1.4. Pengertian Kompetensi, Kapabilitas, Akseptabilitas, dan Elektabilitas
Kompetensi : artinya adalah Kemampuan, sebagai seorang individu atau calon
pemimpin diharapkan memiliki kemampuan, ketrampilan atau skill
Kapabilitas : artinya juga sama dengan Kompetensi, yaitu Kemampuan. Namun
pemaknaan kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan (skill)
saja namun lebih dari itu, yaitu lebih paham secara mendetail
sehingga benar benar menguasai kemampuannya dari titik kelemahan
hingga cara mengatasinya.
Akseptabilitas : artinya adalah Keterterimaan, kecocokkan dan kepantasan. Kata ini
berasal dari "peminjaman" kata Accetability.
Elektabilitas : adalah "Ketertarikan yang dipiilih". Mislanya, sesuatu benda atau
orang yang memiliki Elektabilitas tinggi adalah yang terpilih dan
disukai oleh masyarakat. yakni difavoritkan
Peran SDM dalam organisasi atau perusahaan mempunyai arti yang sama pentingnya
dengan pekerjaan itu sendiri, mengingat pentingnya peran Sumber Daya Manusia dalam
organisasi atau perusahaan, SDM sebagai faktor penentu organisasi atau perusahaan maka
kompetensi menjadi aspek yang menentukan keberhasilan organisasi atau perusahaan.
Dengan Kompetensi yang tinggi yang dimiliki oleh SDM dalam suatu organisasi atau
perusahaan tentu hal ini akan menentukan kualitas SDM yang dimiliki yang pada akhirnya
akan menentukan kualitas kompetitif perusahaan itu sendiri. Konsep kompetensi sebenarnya
bukan sesuatu yang baru. Menurut Organisasi Industri Psikologi Amerika (Mitrani, Palziel
and Fitt, 1992 : 14) gerakan kompetensi telah dimulai pada tahun 1960 dan awal 1970.
ApakahydimaksuddenganKompetensi?
25. Menurut Spencer and Spencer, (1993 : 9) Kompetensi adalah sebagai karakteristik
yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam
pekerjaannya (an underlying characteristic’s of an individual which is causally related to
criterion – referenced effective and or superior performance in a job or situation).
Underlying Characteristics mengandung makna kompetensi adalah bagian dari kepribadian
yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada
berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Causally Related memiliki arti kompetensi adalah
sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Criterion Referenced
mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik,
diukurdarikriteriaataustandaryangdigunakan.
Menurut Poerwadarminta (1993:518), Kompetensi adalah kekuasaan (kewenangan) untuk
menentukan/memutuskansuatuhal.
Menurut Suparno (2001:27), Kompetensi adalah kecakapan yang memadai untuk
melakukan suatu tugas atau sebagai memiliki ketrampilan & kecakapan yang diisyaratkan.
Sedangkan kompetensi menurut Van Looy, Van Dierdonck, and Gemmel (1998:212)
menyatakan kompetensi adalah sebuah karakteristik manusia yang berhubungan dengan
efektifitas performa, karakteristik ini dapat dilihat seperti gaya bertindak, berperilaku, dan
berpikir.
1.4.1. Karakteristik kompetensi
Menurut Spencer and Spencer (1993 : 10) kompetensi terdiri dari 5 (Lima) Karakteristik
yaitu :
1.Motives
Adalah sesuatu dimana sesorang secara konsisten berfikir sehingga ia melakukan
tindakan. Spencer (1993) menambahkan bahwa motives adalah “drive, direct and select
behavior toward certain actions or goals and away from others “. Misalnya seseorang yang
memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan – tujuan yang
memberi suatu tantangan pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai
tujuan tersebut serta mengharapkan semacam “ feedback “ untuk memperbaiki dirinya.
2.Traits
Adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang
merespon
sesuatu dengan cara tertentu. Sebagai contoh seperti percaya diri, kontrol diri, ketabahan
ataudayatahan.
3.Self Concept
Adalah sikap dan nilai – nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui
tes kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki seseorang dan apa yang menarik
26. bagiseseoranguntukmelakukansesuatu.
4.Knowledge
Adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan
merupakan
kompetensi yang kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta untuk memilih
jawaban yang paling benar tetapi tidak bias melihat apakah sesorang dapat melakukan
pekerjaanberdasarkanpengetahuanyangdimilikinya.
5.Skills
Adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun
mental. Dengan mengetahui tingkat kompetensi maka perencanaan sumber daya manusia
akanlebihbaikhasilnya.
1.4.2.KategoriKompetensi
Kompentensi dapat dibagi atas dua kategori yaitu “Threshold” dan “Differentiating“
(Spencer and Spencer 1993 : 15) menurut kriteria yang digunakan untuk memprediksi
kinerja suatu pekerjaan. “Threshold competencies adalah karakteristik utama, yang biasanya
berupa pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca yang harus
dimiliki seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi kategori yang ini tidak
untuk menentukan apakah seseorang tersebut berkinerja tinggi atau tidak.
Kategori ini jika untuk menilai karyawan hanyalah untuk mengetahui apakah ia mengetahui
tugas–tugasnya, bisa mengisi formulir dan lain sebagainya. Sedangkan “Differentiating
competencies” adalah faktor–faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan
rendah. Karena seseorang yang memiliki motivasi yang tinggi maka ia akan mampu
menetapkan target atau tujuan yang jauh lebih ketimbang kinerjanya pada tingkat rata–rata.
(Milton Fogg, 2004 :27)
1.5. Pengertian Audit MSDM
Audit SDM merupakan penilaian dan analisis yang komprehensif terhadap
program-program SDM. Walaupun secara khusus audit ini dilakukan pada departemen
SDM, tetapi tidak terbatas hanya pada aktivitas yang terjadi pada departemen ini. Audit
termasuk studi terhadap fungsi manajemen SDM pada organisasi secara keseluruhan
termasuk yang dilaksanakan oleh manajer dan para supervisor. Audit SDM menekankan
penilaian (evaluasi) terhadap berbagai aktivitas SDM yang terjadi pada perusahaan dalam
rangka memastikan apakah aktivitas tersebut telah berjalan secara ekonomis, efisien dan
efektif dalam mencapai tujuannya dan memberikan rekomendasi perbaikan atas berbagai
kekurangan yang masih terjadi pada aktivitas SDM yang diaudit untuk meningkatkan kinerja
dari program/aktivitas tersebut. Audit bisa dilakukan terhadap satu divisi atau departemen,
atau mungkin juga dilakukan terhadap keseluruhan organisasi. Dari hasil audit akan
27. diketahui apakah kebutuhan potensial SDM perusahaan telah terpenuhi atau tidak dan
berbagai hal aktivitas SDM yang masih bisa ditingkatkan kinerjanya.
Audit SDM membantu perusahaan meningkatkan kinerja atas pengelolaan SDM dengan
cara:
1. Menyediakan umpan balik nilai kontribusi fungsi SDM terhadap strategi bisnis dan
tujuan perusahaan.
2. Menilai kualitas praktik, kebijakan dan pengelolaan SDM.
3. Melaporkan keberadaan SDM saat ini dan langkah-langkah perbaikan yang
dibutuhkan.
4. Menilai biaya dan manfaat praktik-praktik SDM.
5. Menilai hubungan SDM dengan menajemen lini dan cara-cara meningkatkannya.
6. Merancang panduan untuk menentukan standar kinerja SDM.
7. Mengidentifikasi area yang perlu diubah dan ditingkatkan dengan rekomendasi
khusus.
Menurut Drs.H. Malayu S.P Hasibuan (2013), audit SDM merupakan tindak lanjut
dari realisasi perencanaan-perencanaan yang telah dilakukan. Audit SDM penting dan
mutlak harus dilakukan untuk mengetahui apakah para karyawan bekerja dengan baik dan
berperilaku sesuai rencana. Pelaksanaan audit SDM ini sangat penting bagi perusahaan
maupun bagi karyawan yang bersangkutan.
Menurut Henry Simamora (2006), audit merupakan control kualitas keseluruhan
yang mencek aktivitas SDM di dalam sebuah departemen, devisi, atau seluruh organisasi.
Audit sumber daya manusia ( Human resource audit ) mengevaluasi aktivitas-aktivitas
sumber daya manusia didalam sebuah organisasi dengan tujuan untuk membenahi aktivitas
tersebut. Audit dapat meliputi satu divisi atau seluruh organisasi. Audit ini memberikan
umpan balik mengenai fungsi sumber daya manusia kepada manajer operasi dan spesialis
sumber daya manusia. Audit sumber daya manusia juga menyediakan umpan balik perihal
seberapa baik manajer mengemban tanggung jawab sumber daya manusia mereka.
Menurut Mulyadi dan Kanaka Puradiredja, audit adalah suatu proses sistematik
untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pertanyaan-pertanyaan
tingkat kesesuaian antara pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
Menurut Hani Handoko (1995), audit sdm adalah mengevaluasi kegiatan-kegiatan
sumber daya manusia yang dilakukan dalam suatu organisasi. Audit tersebut mungkin
mencakup satu departemen atau perusahaan keseluruhan. Hasilnya memeberikan umpan
balik tentanng fungsi sumber daya manusia bagi para manajer operasional dan departemen
28. sumber daya manusia. Ini juga mengemukakan seberapa baik para manajer mengelolah
tugas-tugas sumber daya manusia.
Menurut IBK Bayangkara (2008), audit sdm merupakan penilaian dan analisis yang
komperhensif terhadap program-program sdm. Audit sdm menekankan penilaian (evaluasi)
terhadap berbagai aktifitas sdm yang terjadi pada perusahaan dalam rangka memastikan
apakah aktivitas tersebut telah berjalan secara ekonomis, efisien dan efektif dalam mencapai
tujuannya dan memberikan rekomendasi perbaikan atas berbagai kekurangan yang masih
terjadi pada aktifitas sdm yang di audit untuk meningkatkan kinerja dari program/aktivitas
tersebut.dan audit bisa dilakukan terhadap satu devisi atau departemen, atau mungkin juga
dilakukan terhadap keseluruhan organisasi.
Menurut Arens (1997) Audit merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian
bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang
dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan
kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Menurut Rivai (2004) Audit SDM adalah pemeriksaan kualitas kegiatan SDM secara
menyeluruh dalam suatu departemen, divisi atau perusahaan, dalam arti mengevaluasi
kegiatan-kegiatan SDM dalam suatu perusahaan dengan menitikberatkan pada peningkatan
atau perbaikan.
Menurut Gomez- Mejia (2001), audit sumber daya manusia merupakan tinjauan
berkala yang dilakukan oleh departemen sumber daya manusia untuk mengukur efektifitas
penggunaan sumber daya manusia yang terdapat di dalam suatu perusahaan. Selain itu, audit
memberikan suatu perspektif yang komprehensif terhadap praktik yang berlaku sekarang,
sumber daya, dan kebijakan manajemen mengenai pengelolaan SDM serta menemukan
peluang dan strategi untuk mengarahkan ulang peluang dan strategi tersebut. Intinya, melalui
audit dapat menemukan permasalahan dan memastikan kepatuhan terhadap berbagai
peraturan perundangan-undangan dan rencana-rencana strategis perusahaan.
Menurut Rosari (2008) Audit SDM merupakan suatu metode evaluasi untuk
menjamin bahwa potensi SDM dikembangkan secara optimal Secara lebih terinci, audit
SDM juga memberi feedback dan kesempatan untuk:
1. Mengevaluasi keefektifan berbagai fungsi SDM yang meliputi rekrutmen dan seleksi,
pelatihan dan penilaian kinerja.
2. Menganalisis kontribusi fungsi SDM pada operasi bisnis perusahaan.
3. Melakukan benchmarking kegiatan SDM untuk mendorong perbaikan secara
berkelanjutan.
29. 4. Mengidentifikasi berbagai masalah strategi dan administratif implementasi fungsi
SDM.
5. Menganalisis kepuasan para pengguna pelayanan departemen SDM
6. Mengevaluasi ketaatan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan
dan regulasi pemerintah.
7. Meningkatkan keterlibatan fungsi lini dalam implementasi fungsi SDM.
8. Mengukur dan menganalisis biaya dan manfaat setiap program dan kegiatan SDM
9. Memperbaiki kualitas staf SDM.
10. Memfokuskan staf SDM pada berbagai isu penting dan mempromosikan perubahan
serta kreatifitas.
Dari berbagai pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa audit MSDM merupakan
tindak lanjut untuk mengevaluasi kinerja sumber daya manusia dalam suatu organisasi
secara sistematik sesuai aturan yang ditetapkan suatu organisasi atau perusahaan.
1.5.1. Ruang Lingkup Audit SDM
Ruang lingkup audit SDM, cara, system, metode penilaian, dan penilai harus
diinformasikan secara jelas kepada karyawan supaya mereka mengetahuinya. Ruang lingkup
audit SDM, yaitu what, why, where, when, who, and how disingkat 5W+1H.
1. What (Apa) yang dinilai, yaitu prestasi kerja, perilaku, kesetiaan, kejujuran,
kerjasama, kepemimpinan, loyalitas saat sekarang, potensi akan datang, sifat, dan
hasil kerjanya.
2. Why (Kenapa) dinilai, untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan, kepentingan,
pengembangan, dan lain-lain.
3. Where (Dimana) dinilai, didalam atau diluar pekerjaan.
4. When (Kapan) dinilai, yaitu secara periodic (formal) dan secara terus menerus
(informal).
5. Who (Siapa) yang menilai, yaitu atasan langsung, atasan dari atasan langsungya, dan
atau suatu tim yang dibentuk diperusahaan.
6. How (Bagaimana) penilaiannya, yaitu dengan metode tradisional atau metode
modern. Metode tradisional seperti rating scale, employer comparation, alternative
rangking, paired comparation, dan lain-lain. Metode Modern seperti assessment
centre dan Management By Objective atau manajemen berdasarkan sasaran (
MBS=MBO).
1.5.2.Tujuan Audit Msdm
Ada beberapa hal yang ingin dicapai melalui Audit Msdm yang merupakan tujuan
dilakukannya audit tersebut, yaitu :
30. 1. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan dan hasil kerja karyawan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
2. Untuk mengetahui apakah semua karyawan dapat menyelesaikan job description-nya
dengan baik dan tepat waktu.
3. Sebagai pedoman menentukan besarnya balas jasa kepada setiap karyawan.
4. Sebagai dasar pertimbangan pemberian pujian dan atau hukuman kepada setip
karyawan.
5. Sebagai dasar pertimbangan pelaksanaan mutasi vertikal (promosi atau demosi),
horizontal, dan atau alih tugas bagi karyawan.
6. Untuk memotifasi peningkatan semangat kerja, prestasi kerja, dan disiplin karyawan.
7. Untuk menghindari terjadinya kesalahan sedini mungkin dan tindakan
perbaikannyadapat dilakukan secepatnya.
8. Sebagai dasar pertimbangan ikut sertanya karyawan mengikuti pengembangan
(pelatihan pendidikan).
9. Untuk memenuhi ego dan kepuasan dengan memperhatikan nilai mereka.
10. Sebagai pedoman yang efektif dalam melaksanakan seleksi penerimaan karyawan di
masa datang.
11. Sebagai dasar penilaian kembali rencana sdm apakah sudah baik atau tidak, atau
masih perlu disempurnakan kembali.
1.5.3.Manfaat Audit MSDM
1. Mengidentifikasi konstribusi departemen sumber daya manusia bagi organisasi
2. Meningkatkan citra professional departemen sumber daya manusia
3. Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme yang lebih besar diantara anggota-
anggota departemen sumber daya manusia
4. Menjelaskan tugas dan tanggung jawab departemen sumber daya manusia
5. Merangsang keseragaman berbagai kebijakan dan praktik sumber daya manusia
6. Menemukan masalah sumber daya manusia yang kritis
7. Memastikan ketaatan yang tepat waktu terhadap berbagai ketentuan hukum
8. Mengurangi biaya sumber daya manusia melalui prosedur personalia yang efektif
9. Menciptakan peningkatan penerimaan terhadap perubahan yang dibutuhkan didalam
departemen sumber daya manusia
10. Mewajibkan suatu telaah yang cermat atas system informasi departemen
31. 1.5.4.Jenis Audit
Terdapat berbagai macam jenis audit, tergantung dari tujuannya, yaitu :
1. Audit Laporan Keuangan
Audit terhadap laporan keuangan suatu entitas atau organisasi yang akan menghasilkan opini
mengenai relevansi, akurasi, dan kelengkapan laporan-laporan tersebut.
2. Audit Operasional
Pengkajian terhadap setiap bagian organisasi terhadap prosedur operasi standar yang
diterapkan dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan.
3. Audit Ketaatan
Proses kerja yang menentukan apakah yang diaudit telah mengikuti standar, prosedur, dan
aturan tertentu yang telah ditetapkan.
4. Audit Investigatif
Serangkaian kegiatan mengenali, mengidentifikasi, dan menguji secara detail informasi dan
fakta-fakta yang ada untuk mengungkap kejadian yang sebenarnya dalam rangka pembuktian
untuk mendukung proses hukum atas dugaan penyimpangan yang dapat merugikan
keuangan suatu entitas.
1.5.5. Proses Audit Msdm
Pelaksanaan audit SDM dilakukan oleh atasan langsung dan manajer urusan SDM, baik
secara individual maupun kolektif. Audit SDM dilakukan secara formal dan informal, baik
langsung maupun tidak langsung (laporan tertulis). Audit formal dilakukan oleh atasan
langsung atau orang yang dapat memberikan sanksi. Audit informal dilakukan oleh
masyarakat sehingga tidak dapat memberikan sanksi, tetapi penilaiannya sangat objektif jadi
perlu diperhatikan penilai formal sebagai masukan. Audit SDM baru ada artinya jika ada
tindak lanjut dari hasilnya. Hal ini perlu supaya karyawan termotivasi untuk meningkatkan
disiplin, semangat kerja, dan perilakunya.
Standar pekerjaan lapangan ketiga menyebutkan beberapa prosedur audit yang harus
dilaksanakan oleh auditor dalam mengumpulkan berbagai tipe bukti audit. Prosedur audit
adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh
pada saat tertentu dalam audit. Prosedur audit yang disebutkan dalam standar tersebut
meliputi inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi.
32. Disamping auditor memakai prosedur audit yang disebutkan dalam standar tersebut, auditor
melaksanakan berbagai prosedur lainnya untuk mengumpulkan bukti audit yang akan
dipakai sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atasa laporan keuangan auditan. Prosedur
audit lain tersebut meliputi: penelusura, pemeriksaan bukti pemdukung, penghitungan, dan
scanning. Dengan demikian, prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor meliputi:
1. Inspeksi
Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu.
Prosedur audit ini banyak dilakukuan oleh auditor. Dengan melakukan inspeksi terhadap
sebuah dokumen, auditor akan dapat menentukan keaslian dokumen tersebut. Dengan
melakukan inspeksi terhadap kondisi fisik suatu aktiva tetap misalnya, auditor akan dapat
memperoleh informasi mengenai eksistensi dan keadaam fisik aktiva tersebut.
2. Pengamatan
Pengamatan atau observasi merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk
melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan. Contoh kegiatan yang biasa diamati
oleh auditor dalam auditnya adalah: penghitungan fisik sediaan yang ada digunakan klien,
pembuatan dan persetujuan voucher, cara penyimpanan kas yang ada ditangan klien. Dengan
pengamatan ini auditor akan dapat memperoleh bukti visual mengenai pelaksanaan suatu
kegiatan. Objek yang diamati auditor adalah karyawan, prosedur, dan proses.
3. Konfirmasi
Seperti telah diuraikan diatas, konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang
memungkinkan auditor memperolh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas.
Prosedur yang biasa ditempuh oleh auditor dalam konfirmasi ini adalah sebagai berikut :
1. Auditor meminta dari klien untuk menanyakan informasi tertentu kepada pihak luar.
2. Klien meminta kepada pihak luar yang ditunjuk oleh auditor untuk memberikan
jawaban langsung kepada auditor mengenai informasi yang ditanyakan oleh auditor
tersebut.
3. Auditor menerima jawaban langsung dari pihak ketiga tersebut.
4. Permintaan keterangan
Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta
keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan dan
bukti documenter. Contoh prosedur audit ini adalah: permintaan keterangan auditor
mengenai tingkat keusangan sediaan yang ada digudang, permintaan keterangan yang
33. diajukan kepada penasehat hukum klien mengenai kemungkinan keputusan perkara
pengadilan yang sedang ditangani oleh penasehat hukum tersebut.
5. Penelusuran
Dalam melaksanakan prosedur audit ini, auditor melakukan penelusuran informasi sejak
mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan dengan
pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi. Prosedur audit ini terutama
diterapkan terhadap bukti documenter. Contoh prosedur penelusuran yang dilakukan oleh
auditor adalah pemeriksaan terhadap transaksi penjualan yang dimulai oleh auditor dengan
memeriksa informasi dalam surat order dari customer, diusut kemudian dengan informasi
yang berkaitan dalam surat order penjualan, laporan pengiriman barang, faktur penjualan,
jurnal penjualan, dan akun piutang usaha dalam buku pembantu piutang usaha. Penelusuran
dilakukan dengan tujuan untuk menetukan ketelitian dan kelengkapan catatan akuntansi.
6. Pemeriksaan dokumen pendukung
Pemeriksaan dokumen pendukung (vouching) merupakan prosedur audit yang meliputi:
1. Inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data
keuangan untuk menentukan kewajaran dan keberanannya.
2. Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
Prosedur audit ini berlawanan arahanya dengan prosedur penelusuran.dalam penelusuran,
auditor bertolak dari dokumen kemudiuan mengusut pencatatannya ke dalam catatan-catatan
akuntansi yang berkaitan, sedangkan dalam vouching, auditor bertolak dari catatan
akuntansi, kembaliu memeriksa dokumen-dokumen yang mendukung informasi yang dicatat
dalam catatan tersebut. Prosedur ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh bukti
audit mengenai kebenaran perlakuan akuntansi terhadap transaksi yang terjadi.
7. Penghitungan (Counting)
Prosedur audit ini meliputi :
1. Penghitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas atau sediaan di tangan
2. Pertanggungjawaban semua formulir bernomor urut tercetak.
Penghitungan fisik digunakan untuk mengevaluasi bukti fisik kuantitas yang ada di tangan,
sedangkan pertanggung jawaban formulir bernomor urut tercetak digunakan untuk
mengevaluasi bukti documenter yang mendukung kelengkapan catatan akuntansi.
8. Scanning
34. Scanning merupakan penelaahan secara cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar untuk
mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih
mendalam.
9. Pelaksanaan ulang
Prosedur audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien.
Umumnya pelaksanaan ulang diterapkan pada perhitungan dan rekonsiliasi yang telah
dilakukan oleh klien. Contohnya adalah perhitungan ulang julah total dalam jurnal,
perhitungan ulang biaya depresiasi, biya bunga terutang, perkalian antarakuantitas dengan
harga satuan dalam inventory summary sheets, dan perhitungan ulang penjumlahan dalam
rekonsiliasi bank.
10. Computer-assisted audit techniques
Bilamana catatan akuntansi klien diselenggarakan dalam media elektronik, auditor perlu
menggunakan computer-asissted audit techniques dalam menggunakan berbagai prosedur
audit yang dijelaskan diatas. Sebagai contoh, auditor menggunakan suatu computer audit
software tertentu dalam melaksanakan perhitungan jumlah saldo piutang usaha menurut
buku pembantu piutang usaha, pemilihan nama debitur yang akan dikirimi surat konfirmasi,
perhitungan berbagai ratio dalam prosedur analitik, perbandingan unsure data yang terdapat
dalam berbagai files.
1.5.6.Pendekatan Audit Msdm
Untuk mengevaluasi aktivitas-aktivitas SDM dengan menggunakan pendekatan riset.
Ketajaman riset akan sangat tergantung pada disain-disain dan statistic yang akurat.
Biasanya riset ini membenahi kinerja departemen, yang menggunakan riset terapan (applied
research). Pendekatan riset yang dapat dipakai adalah:
1. Pendekatan komparatif (comparative approach)
Pendekatan ini menggunakan perusahaan lain menjadi model. Pendekatan ini sering
digunakan untuk membandingkan ketidakhadiran , perputaran karyawan, dan data gaji, atau
program SDM yang bersifat spesifik.pendekatan ini membantu menditeksi bidang-bidang
yang membutuhkan pembenahan.
1. Pendekatan otoritas pihak luar (outside authority approach)
Tim audit SDM bergantung pada keahlian konsultan dari luar atau temuan-temuan riset yang
dipublikasikan sebagai suatu standar terhadap akitivitas-aktivitas atau program SDM yang
dievaluasi. Standar ditentukan oleh kosultan atau dari temuan riset. Konsultan ataupun
35. temuan-temuan riset dapat membantu mendiagnosis penyebab masalah-masalah yang
timbul.
1. Pendekatan statistikal
Dari catatan-catatan yang ada tim audit menghasilkan standar-standar statistic terhadap
aktivitas-aktivitas dan program-program SDM yang dievaluasi. Dari standard matematis ini
tim audit bisa menemukan kesalahan-keslahan pada saat kesalahan tersebut masih relative
dini/kecil.
1. Pendekatan kepatuhan (compliance approach
Metode ini meninjau pratik-pratik masa lalu untuk menentukan apakah tindakan-tindakan
tersebut mengikuti kebijakan dan prosedur perusahaan. Sering tim audit menelaah suatu
sampel formulir kepegawaian, kompensasi, disiplin dan penilaian kinerja. Tujuan telaah ini
untuk memastikan bahwa manajer operasi patuh terhadap peraturan internal dan regulasi
legal.
1. Pendekatan manajemen berdasarkan tujuan (management by objective)
Dilaksanakan dengan menbandingkan hasil-hasil kegiatan personalia dengan tujuan-tujuan
yang telah di tetapkan. Bidang-bidang pelaksanaan kerja dapat dideteksi dengan metode ini.
1.5.7.Alat-alat Audit
Adapun alat-alat tersebut adalah, sebagai berikut:
1. Interview atau wawancara
Wawancara terhadap karyawan dan manajer memberikan auditor alat yang sangat kuat untuk
mengumpulkan informasi tentang kegiatan SDM dan mengidentifikasi bidang-bidang yang
membutuhkan perbaikan. Contohnya, ketika ada maslah pergantian karyawan katakanlah
pada depatemen Loan Officer diidentifikasikan, kepada divisi SDM dan seorang konsultan
mengadakan wawancara dengan manajer yang terkait untuk mempelajari masalah tersebut.
Di sini kritik dan saran yang didapat dari wawancara dapat membantu menunjukkan dengan
tepat persepsi dan penyebab yang dapat menyusun dasar bagi tindakan-tindakan ke
departemen tersebut. Demikian pula saran dari manajer-manajer lain dapat mengungkap cara
untuk memberikan mereka pelayanan yang lebih baik. Ketika kritikan tersebut dinyatakan
cukup valid, maka perubahan harus segera dilakukan. Melalui wawancara langsung dapat
pula dilakukan dengan mempersilahkan karyawan mengungkapkan pandangan-pandangan
36. mereka tentang pekerjaan dan perusahaannya, dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan
yang telah dipersiapkan oleh auditor.
Setiap pendapat atau komentar karyawan dicatat dan kemudian ditinjau selama audit
dilaksanakan untuk mencari penyebab masalah pergantian/berhentinya karyawan,
ketidakpuasan kerja, dan masalah-masalah lainnya.
Umumnya karyawan enggan melakukan kritik, maka pewawancara harus pandai
menggunakan waktu untuk menggali dan mendengarkan pandangan atau tanggapan
karyawan dengan hati-hati, di antara departeman, divisi atau manajer.
2. Informasi Eksternal
Informasi sebagai alat utama auditor. Perbandingan dari luar memberikan auditor suatu
perspektif dalam menghadapi kegiatan-kegiatan perusahaan yang dapat dinilai. Beberapa
informasi yang dibutuhkan diperoleh dengan mudah, sementara data lain sulit diperoleh.
Sumber informasi yang signifikan adalah dari pemerintah. Melalui Departemen ini secara
rutin mempublikasikan informasi tentang kesempatan kerja di masa mendatang, tingkat
pergantian karyawan, proyeksi karyawan, survei upah dan gaji serta frekuensi kecelakaan
kerja yang dpat dijadikan sebagai pedoman atau pembanding.
3. Survei
Untuk survei ini memakan waktu dan biaya yang relatif besar, sehingga dalam praktiknya
dibatasi hanya pada beberapa orang saja, sehingga untuk ini banyak departemen SDM
menggunakan kuesioner untuk memperluas ruang lingkup penelitian mereka. Kuesioner juga
dapat memunculkan jawaban-jawaban yang lebih jujur daripada wawancara langsung,
dengan menggunakan kuesioner.
4. Eksperimen SDM
Cara ini sebagai cara terakhir, terutama eksperimen lapangan, yang membandingkan
kelompok eksperimen dengan kelompok control di bawah kondisi nyata. Cara ini dipakai
untuk penelitian ketidakhadiran, pergantian, kepuasan kerja, kompensasi, keselamatan kerja
karyawan dan kegiatan lainnya.
Contoh departemen SDM mengimplementasikan program latihan keselamatan kerja untuk
sebagian supervisor. Kelompok ini disebut sebagai kelompok eksperimen, kelompok control
terdiri dari supervisor yang tidak diberi latihan. Lalu dibandingkan dari sisi biaya dan
benefitnya dari perusahaan. Eksperimen ini memiliki kelemahan, karena kemungkinan ada
karyawan yang kecewa karena tidak terpilih untuk mengikuti eksperimen.
37. 5. Analisis sejarah
Terkadang informasi dapat berisi catatan analisis historis yang seringkali dilakukan untuk
memastikan kepatuhan pada aturan dan prosedur perusahaan, sebagai contoh audit terhadap
keselamatan kerja. Dimana auditor harus mencari keterangan atau catatan tentang semua
pelanggaran keselamatan kerja dan kesehatan kerja.
6. Audit Internasional
Audit internasional lebih kompleks dan lebih penting. Kompleksitasnya mengaudit kegiatan
SDM lintas batas luar negeri dipersulit dengan perbedaan dalam hal hukum, kebudayaan,
tradisi, sikap dan harapan. Kesulitan bagi auditor terletak pada masalah pengidentifikasian
bidang-bidang yang berbeda dari praktik-prakrik perusahaan yang tidak sesuai dengan
keadaan negara asing. Di satu sisi fungsi SDM mencari keseragaman pada praktik dan
prosedur semua kegiatan untuk memastikan kepatuhan pada kebijakan perusahaan dan
menjamin keseragaman budaya perusahaan. Di pihak lain, kompetisi, hukum, kebudayaan
dan kepuasan karyawan dapat menuntut perbedaaan dari kebijakan, praktik dan prosedur
perusahaan.
38. DAFTAR PUSTAKA
Pengertian kinerja menurut para ahli definisi karyawan ,pegawai teori, pegukuran, penilaian
Mangkunegara, Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya Manusia perusahaan,penerbit PT. Remaja
rosda karya,Bandung .tahun 2000 Halaman 164.
Nawawi,H Hadan,Manajemen Sumbr Daya Mannusia, Penerbit Gajah Mada University
Press,Yogyakarta, Tahun 1997, Halaman 164.
12042ma.blogspot,co.id/2013/07/motivasi-dan-kepuasan kerja.html
https://irhananoso.wordpress.com/2014/12/01/audit manajemen-sumber-daya-manusia/
jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/09/konsep kompetensi-definisi.html
Tarakan,Nora,tentang ESQ 2007.online. tersedia : http://esqwaytarakan.blogspot.com(1 Mei 2012)
39. MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu pada mata kuliah
“Evaluasi Kinerja dan Kompensasi”
Dosen pengampu : Ade Fauji, SE, MM
Oleh
Safinah
111 40569
Kelas : 7 Z
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS BINA BANGA BANTEN
2017