1. Makalah
Evaluasi Kinerja dan Kompensasi
Nama dosen : Ade fauji, SE, MM
NAMA : Suharta
NIM : 11150671
KELAS : 7 C MSDM
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2018
2. Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya yg telah dirasakan, sehingga dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
Evaluasi kinerja dan kompensai.
Makalah ilmiah ini telah di susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu, Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.
Akhir kata, saya berharap semoga makalah ilmiah tentang Evaluasi kinerja dan kompensasi
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Serang,November 2018
Penyusun
3. Daftar Isi
Kata pengantar.....................................................................................
Daftar Isi.............................................................................. ................
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah................................................
1.2 Rumusan Masalah..........................................................
1.3 Tujuan Penulisan............................................................
BAB 2 Pembahasan
2.1 Pengertian, Fungsi Evaluasi kinerja SDM.............................
2.2 HR Score Card (Pengukuran Kinerja SDM...........................
2.3 Motivasi dan Kepuasan kerja.................................................
2.4 Mengelola potensi kecerdasan dan emosional........................
2.5 Membangun kapabilitas dan kompetensi SDM ......................
2.6 Konsep audit kinerja dan Pelaksanaan Audit kinerja...............
BAB 3 Penutup
3.1 Kesimpulan..................................................................................
4. BAB 1
PENDAHUALAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam tulisan
ini disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah evaluasi kinerja pegawai dan
pemberian kompensasi. Ketidak tepatan dalam melakukan evaluasi kinerja akan berdampak
pada pemberian kompensasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan sikap
karyawan, karyawan akan merasa tidak puas dengan kompensasi yang didapat sehingga akan
berdampak terbalik pada kinerja pegawai yang menurun dan bahkan karyawan akan mencoba
mencari pekerjaan lain yang memberi kompensasi baik.
Hal ini cukup berbahaya bagi perusahaan apabila pesaing merekrut atau membajak karyawan
yang merasa tidak puas tersebut karena dapat membocorkan rahasia perusahaan atau
organisasi.
Kompensasi dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk melamar sebuah pekerjaan,
tetap bersama perusahaan, atau bekerja lebih produktif. Jika dikelola secara pantas, gaji dapat
menyebabkan karyawan mengurangi upaya mereka untuk mencari pekerjaan alternatif.
kompensasi mempengaruhi sikap dan perilaku kerja karyawan ini adalah alasan yang
mendorong untuk memastikan bahwa sistem gaji dirancang dan dilaksanakan secara wajar dan
adil. Evaluasi kinerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar
profesionalisme karyawan serta seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Penilaian
kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis perlakuan yang tepat sehingga karyawan
dapat berkembang lebih cepat sesuai dengan harapan. Ketepatan pegawai dalam menjalankan
fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan.
Tidak sedikit di perusahaan-perusahaan swasta maupun negeri yang melakukan evaluasi
kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, pada akhirnya
akan berdampak pada pemberian kompensasi. Oleh karena itu, banyak para karyawan yang
kinerjanya menurun dan pada akhirnya harus mengundurkan diri karena kompensasi yang tidak
sesuai. Dengan adanya kasus seperti inilah bagi instansi pemerintahan, maupun perusahaan
swasta, evaluasi kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, efisiensi perubahan,
5. motivasi para aparatur serta melakukan pengawasan dan perbaikan. Kinerja aparatur yang
optimal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga kelangsungan
hidup instansi ini. Setiap instansi tidak akan pernah luput dari hal pemberian balas jasa atau
kompensasi yang merupakan salah satu masalah penting dalam menciptakan motivasi kerja
aparatur, karena untuk meningkatkan kinerja aparatur dibutuhkan pemenuhan kompensasi
untuk mendukung motivasi para aparatur. Dengan terbentuknya motivasi yang kuat, maka akan
dapat membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus berkualitas dari pekerjaan yang
dilaksanakannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud evaluasi kinerja dan kompensasi?
2. Apa kegunaan evaluasi kinerja?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi?
4. Apa hubungan antara evaluasi kinerja dan kompensasi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud evaluasi kinerja dan kompensasi
2. Untuk mengetahui kegunaan evaluasi kinerja
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi
4. Untuk mengetahui hubungan antara evaluasi kinerja dan kompensasi
6. BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian, FungsiEvaluasikinerja SDM
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Leon C.
Menggison (1981:310) dalam Mangkunegara (2000:69) adalah sebagai berikut: ”penilaian
prestasi kerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan
untuk menentukkan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan
tugas dan tanggng jawabnya”. Selanjutnya Andrew E. Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh
Mangkunegara (2000:69) mengemukakan bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang
sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan.
Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari
beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang)”. Selanjutnya Menurut Siswanto (2001:35)
penilaian kinerja adalah: ” suatu kegiatan yang dilakukan oleh Manajemen/penyelia penilai
untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan
uraian / deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.”
Anderson dan Clancy (1991) sendiri mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “Feedback
from the accountant to management that provides information about how well the actions
represent the plans; it also identifies where managers may need to make corrections or
adjustments in future planning andcontrolling activities” sedangkan Anthony, Banker,
Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “the activity of
measuring the performance of an activity or the value chain”. Dari kedua definisi terakhir
Mangkunegara (2005:47) menyimpulkan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja adalah
tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada
pada peruisahaan. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai umpan balik yang
memberikan informasi tentang prestasi, pelaksanaan suatu rencana dan apa yang diperlukan
perusahaan dalam penyesuaian-penyesuaian dan pengendalian.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah
penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan
kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara
tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat
melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja
organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari
evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999:1) yang dikutip oleh Mangkunegara
(2005:10) adalah:
1. Meningkatkan Saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi
untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan
prestasi yang terdahulu.
7. 3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan
aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau pekerjaan yang di
embannya sekarang.
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan
termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan
pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada
hal-hal yang perlu diubah.
Kegiatan penilaian kinerja sendiri dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-masing
tenaga kerja dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas kerja, sehingga dapat diambil
tindakan yang efektif semisal pembinaan berkelanjutan maupun tindakan koreksi atau
perbaikan atas pekerjaan yang dirasa kurang sesuai dengan deskripsi pekerjaan. Penilaian
kinerja terhadap tenaga kerja biasanya dilakukan oleh pihak manajemen atau pegawai yang
berwenang untuk memberikan penilaian terhadap tenaga kerja yang bersangkutan dan biasanya
merupakan atasan langsung secara hierarkis atau juga bisa dari pihak lain yang diberikan
wewenang atau ditunjuk langsung untuk memberikan penilaian. Hasil penilaian kinerja
tersebut disampaikan kepada pihak manajemen tenaga kerja untuk mendapatkan kajian dalam
rangka keperluan selanjutnya, baik yang berhubungan dengan pribadi tenaga kerja yang
bersangkutan maupun yang berhubungan dengan perusahaan.
Dalam melakukan penilaian kinerja terhadap seorang tenaga kerja, pihak yang berwenang
dalam memberikan penilaian seringkali menghadapi dua alternatif pilihan yang harus diambil:
pertama, dengan cara memberikan penilaian kinerja berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah
ditetapkan sebelumnya; kedua, dengan cara menilai kinerja berdasarkan harapan-harapan
pribadinya mengenai pekerjaan tersebut. Kedua alternatif diatas seringkali membingungkan
pihak yang berwenang dalam memberikan penilaian karena besarnya kesenjangan yang ada
diantara kedua alternatif tersebut sehingga besar kemungkinan hanya satu pilihan alternatif
yang bisa dipergunakan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian
Penentuan pilihan yang sederhana adalah menilai kinerja yang dihasilkan tenaga kerja
berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan pada saat melaksanakan kegiatan
analisis pekerjaan. Meskipun kenyataannya, cara ini jarang diperoleh kepastian antara
pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh seorang tenaga kerja dengan deskripsi pekerjaan yang
telah ditetapkan. Karena seringkali deskripsi pekerjaan yang etrtulis dalam perusahaan kurang
mencerminkan karakteristik seluruh persoalan yang ada.
Kebiasaan yang sering dialami tenaga kerja adalah meskipun penilaian kinerja telah selesai
dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian, tenaga kerja yang
bersangkutan tetap kurang mengetahui seberapa jauh mereka telah memenuhi apa yang mereka
harapkan. Seluruh proses tersebut (penilaian kinerja) analisis dan perencanaan diliputi oleh
kondisi yang tidak realistis semisal permaian, improvisasi, dan sebagainya. Jalan yang lebih
berat bagi pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian adalah menentukan hal-hal yang
sebenarnya diharapkan tenaga kerja dalam pekerjaan saat itu.
Cara menghindarkan hal tersebut biasa dilakukan manajemen adalah dengan cara menanyakan
pada masing-masing tenaga kerja untuk merumuskan pekerjaanya. Meskipun cara ini
sebenarnya agak bertentangan dengan literatur ketenaga kerjaan yang ada. Dengan alasan para
tenaga kerja cenderung merumuskan pekerjaan mereka dalam arti apa yang telah mereka
kerjakan, bukannya apa yang diperlukan oleh perusahaan. Hal ini bukan berarti tenaga kerja
tidak memiliki hak suara dalam merumuskan deskripsi pekerjaan mereka. Mereka juga
membantu merumuskan pekerjaan secara konstruktif, karena kesalahan bukan karena tenaga
kerja tidak diminta untuk membantu merumuskan pekerjaan, tetapi karena seluruh beban
pekerjaan dilimpahkan diatas pundak mereka.
8. 2.2 HR Score Card (Pengukuran Kinerja SDM
Human Resource Scorecard, sebuah bentuk pengukuran Human Resources yang
mencoba memperjelas peran sumber daya manusia sebagai sesuatu yang selama ini
dianggap intangible untuk diukur perannya terhadap pencapaian misi, visi dan strategi
perusahaan.“What Gets Measured, Get Managed, Gets Done”, itulah dasar pemikiran dari
konsep HR Scorecard.
Becker, Huselid dan Ulrich (2001) telah mengembangkan suatu sistem pengukuran
yang dinamakan Human Resource (HR) Scorecard. Pengukuran ini merupakan pengembangan
dari konsep Balanced Scorecard, dimana pengukuran Human Resource Scorecard lebih
menfokuskan pada kegiatan SDM atau menilai kontribusi strategic yang terdiri dari 3 (tiga)
dimensi rantai nilai yang diwakili oleh Fungsi SDM, Sistem SDM, dan perilaku karyawan yang
strategik.
Karakteristik manusia pada dasarnya sulit dipahami, sulit dikelola, apalagi diukur.
Padahal kita tahu, sumber daya manusia adalah asset terpenting yang sangat powerful dan
penuh misteri dari sebuah perusahaan. Oleh karena itu. HR Scorecard mencoba mengukur
sumber daya manusia dengan mengkaitkan antara orang-strategi-kinerja untuk menghasilkan
perusahaan terbaik, dan juga menjabarkan misi, visi dan strategi, menjadi aksi HR yang dapat
diukur kontribusinya. Keduanya menggambarkan hubungan sebab (leading/intangible) dan
akibat (lagging/tangible), yang kuncinya adalah disatu sisi ingin menggambarkan manusia
dengan segala potensinya, dan disisi lain ada konteribusi yang bisa diberikan dalam pencapaian
sasaran perusahaan.
Human Resource Scorecard, merupakan salah satu mekanisme yang secara
komprehensif mampu mengambarkan dan mengukur bagaimana sistem pengelolaan SDM
9. dapat menciptakan value atau kontribusi bagi organisasi. Becker et.al (2001) mengungkapkan
beberapa manfaat HR Scorecard bagi perusahaan sebagai berikut :
1. Memperjelas perbedaan antara HR Doables (kinerja) SDM yang tidak mempengaruhi
implementasi strategi perusahaan dengan HRD Deliverable (kinerja SDM yang mempunyai
pengaruh terhadap implementasi strategi perusahaan).
2. Menyeimbangkan proses penciptaan nilai (HR Value proposition) dengan pengendalian biaya
disatu sisi dan investasi yang diperlukan disisi lainnya.
3. Menggunakan leading indikator (indikator yang menilai status faktor kunci kesuksesan yang
mendorong implementasi strategi perusahaan). Model SDM strategik memberi kontribusi yang
menghubungkan keputusan SDM dan sistim dengan HR Deliverable, dimana
mempengaruhi key performance driver dalam implementasi strtaegi perusahaan (misalnya:
kepuasan pelanggan atau fokus peningkatan kompetensi karyawan).
4. Menilai kontribusi SDM terhadap implementasi strategi.
5. Mengarahkan profesional SDM secara aktif mengelola tanggung jawab terhadap implementasi
strategi perusahaan.
6. Mendukung perubahan dan fleksibilitas.
Model 7 (tujuh) langkah dalam merancang suatu system pengukuran Human Resource
Scorecard, yaitu :
1) Mendefinisikan strategi bisnis perusahaan dengan jelas.
Sebelum membangun strategi pengembangan SDM yang perlu dilaksanakan adalah
mengklarifikasi kembali kebijakan dan strategi pengembangan perusahaan secara keseluruhan.
Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan perusahaan menciptakan
nilai, strategi-strategi apa yang dapat membuat perusahaan sukses, ukuran-ukuran apa yang
bias menunjukkan kesuksesan perusahaan harus sudah terformulasi dengan jelas dan sudah
terkomunikasikan dengan baik keseluruh lapisan karyawan atau Organisasi. Departemen SDM
sebagai bagian dari perusahaan, mutlak dalam mengembangkan strateginya harus mengacu
pada arah dan strategi yang telah ditetapkan perusahaan. Jadi strategi bisnis harus diklarifikasi
10. dengan terminology yang detail dan dapat dilaksanakan oleh pelakunya. Kuncinya adalah
membuat sasaran perusahaan dimana karyawan memahami peran mereka dan organisasi
mengetahui bagaimana mengukur kesuksesan meraka (kinerja karyawan) dalam mencapai
sasaran tersebut
2) Membangun kasus bisnis untuk SDM sebagai sebuah modal strategis.
Professional SDM perlu membangun kasus bisnis untuk mengetahui mengapa dan
bagaimana SDM dapat mendukung pencapaian strategi tersebut. Departemen SDM dapat
menjadi model strategi, apalagi bila manager lini dan manager SDM mau berbagi tanggung
jawab dalam poses implementasi strategi tersebut. Dalam proses perumusan kasus bisnis, perlu
dilakukan suatu observasi pendahuluan untuk menyusun rekomendasi yang akan diberikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan perusahaan pada akhirnya bagaimana
oraganisasi mengeksekusi strateginya secara efektif, bukan sekedar isi dari strategi itu sendiri.
3) Menciptakan Peta Strategi.
Setiap organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan selalu melakukan
serangkaian aktivitas spesifik yang bila digambarkan akan membentuk suatu proses rantai
penciptaan nilai. Proses penciptaan nilai bagi pelanggan inilah yang disebut dengan model
rantai nilai, meski belum terartikulasi sepenuhnya. Peta strategi membagi proses penciptaan
nilai menjadi empat pespektip, yaitu pertumbuhan dan pembelajaran, proses internal,
pelanggan dan financial.
4) Mengindentifikasikan HR Deliverable dalam Peta Strategi.
Peran strategis departemen SDM terjadi ketika terjadi titik temu antara strategi bisnis
perusahaan dengan programprogram yang dijalankan oleh department SDM. Semakin sering
titik temu diantara keduanya terjadi, maka semakin strtaegis pula peran SDM dalam perusahaan
tersebut..Untuk merealisasikan hal ini, para professional di departemen SDM harus mampu
memahami aspek bisnis perusahaan secara keseluruhan. Bila hal ini tidak terpenuhi, para
manajer dari fungsi lain tidak akan menghargai kebijakan yang diambil oleh departemen SDM.
11. Berdasarkan strategi perusahaan, department SDM kemudian membuat HR Deliverables yang
dirancang untuk mendukung realisasi dari strategi dan kinerja perusahaan seperti apa yang
memerlukan kompetensi, reward dan tugas organisasi yang tepat.
5) Menyelaraskan Arsitektur SDM dengan HR Deliverables.
Setelah HR Deliverables ditentukan, maka tahap selanjutnya adalah menyesuaikanHR
Deliverables tersebut dengan arsitektur SDM yang dimilki oleh departemen SDM yakni
Fungsi, Sistem, dan Perilaku karyawan.
6) Merancang Sistim Pengukuran Strategik.
Setelah tercipta keselarasan antara HR Deliverables dengan arsitektur SDM, maka
langkah selanjutnya adalah menetapkan ukuran-ukuran strategis (key performance indicator)
untuk tiap HR Deliverables. Dalam proses penyusunan HR Scorecard, HR
deliverabales merupakan sasaran strategis yang harus dicapai oleh departemen SDM.
7) Mengelola Implementasi melalui pengukuran
Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang digambarkan dalam
model diatas, hasilnya menjadi alat yang sangat berguna untuk menjaga skor pengaruh SDM
terhadap kinerja organisasi.
Para profesional SDM harus secara teratur mengukur HR Deliverable yang
didefinisikan dalam rangka memastikan bahwa driver dan enabler tersebut masih dianggap
signifikan. Dengan demikian untuk mengembangkan sistim pengukuran kinerja organisasi
kelas dunia tergantung pada pemahaman yang jelas apa strategi bersaing dan sasaran
operasional perusahaan, serta penentuan tentang kompetensi karyawan dan tingkah laku yang
dibutuhkan untuk mencapai sasaran perusahaan.
Lebih jauh lagi HR Deliverable adalah persyaratan untuk menyesuaikan keselarasan
internal dan eksternal sistim SDM, dan kemudian digeneralisasikan ke keuntungan bersama
yang sebenarnya. Sistim pengukuran kinerja SDM dapat menciptakan value bagi perusahaan,
12. hanya bila sistim tersebut secara hati-hati disesuaikan dengan strategi bersama dengan sasaran
operasional perusahaan. Selanjutnya perusahaan sebaiknya melakukan benchmark dengan
sistim pengukuran lainnya.
Perlu di ingat bahwa elemen penting dari HR Scorecard adalah indentifikasi HR
Deliverable, penggunaan HPWS (High Performance Work Systems), HR Sistim
Alignment dan HR Efficiency. Hal tersebut merefleksikan keseimbangan (balance) antara
kontrol biaya dan penciptaan nilai (value creation). Kontrol biaya berasal dari pengukuranHR
Efficiency. Sedangkan penciptaan value (value creation) berasal dari pengukuran HR
Deliverable, kesejajaran sistim SDM eksternal, dan HPWS. Ketiga hal terakhir adalah elemen
penting dari HR arsitektur yang membentuk rantai nilai dari fungsi ke sistim lalu ke tingkah
laku karyawan.
Dalam melaksanakan pengukuran HRM perusahaan, maka HR
managerperusahaan mengunakan Analisis HR Balance Scorecard untuk menentukan
strategy dan indikator critical sucsess factor untuk perspectives: Keuangan
(finance), Pelanggan (customer), Internal Business Process dan Pembelajaran dan
Pertumbuhan (Learning and Growth) dengan menggunakan strategy.
1 Tentukan dulu Visi, Misi, dan Strategi dari perusahaan.
2 Proses Penyusunan Balanced Scorecard Perusahaan
Yang terlibat dalam pembuatan Balanced Scorecard di perusahaan adalah seluruh
manajemen level atas dan menengahnya (yaitu direktur utama, direktur operasi dan pemasaran,
manajer operasi, manajer pemasaran, HR manajer dan manajer administrasi dan keuangan).
Penyusunan Balanced Scorecard di perusahaan diawali dengan penjabaran strategi
perusahaan. Dalam Rencana Bisnis tahun depan terlihat bahwa strategi bisnis yang
dipilihperusahaan adalah Strategi yang telah ditetapkan. Dengan strategi ini
maka perusahaanmampu membuat jasa dan produk yang mempunyai keunggulan unik
13. sehingga perusahaan dapat mengejar daya saing strategis dengan para pesaing yang berkaliber
internasional.
2.3 Motivasi dan Kepuasan kerja
Motivasi kerja merupakan pemberian dorongan. Pemberian dorongan ini dimaksudkan
untuk mengingatkan orang-orang atau karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai
hasil sesuai dengan tuntutan perusahaan. Oleh karena itu seorang manajer dituntut pengenalan
atau pemahaman akan sifat dan karateristik karyawannya, suatu kebutuhan yang dilandasi oleh
motif dengan penguasaan manajer terhadap perilaku dan tindakan yang dibatasi oleh motif,
maka manajer dapat mempengaruhi bawahannya untuk bertindak sesuai dengan keinginan
organisasi.
Menurut Martoyo (2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan
atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi adalah suatu faktor
yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh
karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang.
Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia pasti memiliki sesuatu faktor yang
mendorong perbuatan tersebut. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi
tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau
pekerja untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan
tidak akan tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar dari para karyawan maka
hal tersebut merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai
tujuannya.
Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi
tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
1. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial
kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
2. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial/ uang,
akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusia dan lain
sebagainya.
14. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental
yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan
kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun
mengurangi ketidak seimbangan.
Teori motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan (content
theory) dan teori proses (process theory). Teori ini dikenal dengan nama konsep Higiene, yang
mana cakupannya adalah:
1. Isi Pekerjaan, Hal ini berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu pekerjaan yang dimiliki
oleh tenaga kerja yang isinya meliputi: Prestasi, upaya dari pekerjaan atau karyawan sebagai
aset jangka panjang dalam menghasilkan sesuatu yang positif di dalam pekerjaannya,
pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan potensi individu.
2. Faktor Higienis, suatu motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya : gaji dan upah, kondisi
kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antara pribadi, kualitas supervisi.
Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan haruslah menunjukkan
keseimbangan antara dua faktor.
2.4 Mengelola potensi kecerdasan dan emosional
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional
quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima,menilai, mengelola, serta mengontrol
emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan
terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada
kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional
adalah kemampuan mengenali diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri
dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain
(Goleman,2001:512). Seseorang dengan kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik,
kemungkinan besar akan berhasil dalam kehidupannya karena mampu menguasai kebiasaan
berfikir yang mendorong produktivitas (Widagdo, 2001). Goleman (2001) membagi
kecerdasan emosional yang dapat memperngaruhi keberhasilan seseorang dalam bekerja ke
dalam lima bagian utama yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan
ketrampilan sosial.
15. Menurut Salovey dan Mayer, 1999 (handbook Emotional Intelligence training, prime
consulting, p.11) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan emosi, menerima dan
membangun emosi dengan baik, memahami emosi dan pengetahuan emosional sehingga dapat
meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual. Salovey juga memberikan definisi dasar
tentang kecerdasan emosi dalam lima wilayah utama yaitu, kemampuan mengenali emosi diri,
mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang kain, dan kemampuan
membina hubungan dengan orang lain. Seorang ahli kecerdasan emosi, Goleman (2000, p.8)
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan emosi di dalamnya termasuk
kemampuan mengontrol diri, memacu, tetap tekun, serta dapat memotivasi diri sendiri.
Kecakapan tersebut mencakup pengelolaan bentuk emosi baik yang positif maupun negatif.
Purba (1999, p.64) berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan di bidang emosi
yaitu kesanggupan menghadapi frustasi, kemampuan mengendalikan emosi, semamgat
optimisme, dan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain atau empati.
Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan emosional menurut para ahli
(Mu’tadin, 2002), yaitu:
1) Salovey dan Mayer (1990)
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk
mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran,
memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga
dapat membantu perkembangan emosi dan intelektual.
16. 2) Cooper dan Sawaf (1998)
Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan
merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai
sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Lebih lanjut dijelaskan,
bahwa kecerdasan emosi menuntut seseorang untuk belajar mengakui, menghargai perasaan
diri sendiri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif
energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
3) Howes dan Herald (1999)
Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai komponen yang
membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa
emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan sensasi
emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional akan menyediakan
pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
4) Goleman (2003)
Goleman (2003) mendefiniskan kecerdasan emosional sebagai kemampuan lebih yang dimiliki
seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan
emosi, dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional
tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan,
dan mengatur suasana hati.
Goleman (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional terbagi ke dalam lima wilayah
utama, yaitu kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri,
17. mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Secara
jelas hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Kesadaran Diri (Self Awareness)
Self Awareness adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan dalam dirinya
dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok
ukur yang realistis atas kemampuan diri sendiri dan kepercayaan diri yang kuat.
b) Pengaturan Diri (Self Management)
Self Management adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan menangani
emosinya sendiri sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas,
memiliki kepekaan pada kata hati, serta sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya
suatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
c) Motivasi (Self Motivation)
Self Motivation merupakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun
diri menuju sasaran, membantu pengambilan inisiatif serta bertindak sangat efektif, dan mampu
untuk bertahan dan bangkit dari kegagalan dan frustasi.
d) Empati (Empathy/Social awareness)
Empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakakan orang lain, mampu
memahami perspektif orang lain dan menumbuhkan hubungan saling percaya, serta mampu
menyelaraskan diri dengan berbagai tipe hubungan.
18. e) Ketrampilan Sosial (Relationship Management)
Relationship Management adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan sosial dengan orang lain, mampu membaca situasi dan jaringan sosial secara
cermat, berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan ini untuk mempengaruhi,
memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, serta bekerja sama dalam tim.
5) Menurut Prati, et al. (2003) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk membaca dan
memahami orang lain, dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan untuk
mempengaruhi orang lain melalui pengaturan dan penggunaan emosi. Jadi kecerdasan emosi
dapat diartikan tingkat kecemerlangan seseorang dalam menggunakan perasaannya untuk
merespon keadaan perasaan dari diri sendiri maupun dalam menghadapi lingkungannya.
Sementara itu menurut Bitsch (2008) indikator yang termasuk dalam variabel kecerdasan
emosional ada 7. Tujuh indikator tersebut diukur dengan ”The Yong emotional intelligence
Inventory (EQI)”, yakni kuesioner self-report yang mengukur 7 indikator tersebut adalah:
a) Intrapersonal skills,
b) Interpesonal skills,
c) Assertive,
d) Contentment in life,
e) Reselience,
f) Self-esteem,
g) Self-actualization.
19. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan
emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi
jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat
terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis
mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor
ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa
distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan
emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit
dipisahkan.
20. Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional
1. Membaca situasi
Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan mengetahui apa yang harus dilakukan.
2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari lawan bicara, agar tidak terjadi salah
paham serta dapat menjaga hubungan baik.
3. Siap berkomunikasi
Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi salah paham.
4 . Tak usah takut ditolak
Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau ditolak, jadi siapkan diri dan jangan
takut ditolak.
5. Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu berempati atau bisa mengerti
situasi yang dihadapi orang lain.
6. Pandai memilih prioritas
Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang mendesak, dan apa yang bisa
ditunda.
7. Siap mental
Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan mental sebelumnya.
8. Ungkapkan lewat kata-kata
Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan baik, agar dapat salaing mengerti.
21. 9. Bersikap rasional
Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun tetap berpikir rasional.
10. Fokus
Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu mendapat perhatian. Jangan
memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah secara bersamaan.
2.5 Membangun kapabilitas dan kompetensi SDM
Kompetensi dalam arti sebuah konsep yang mengandung arti untuk menggabungkan
SPKJ yaitu penggabungan antara Skill (Ketrampilan), Personal`s Atribut (Atribut
Perseorangan), Knowledge ( ilmu pengetahuan) dan tercermin dari Job Behaviour (Perilaku
Kinerja) yang terukur, dapat diamati sehingga dapat dievaluasi.
Boleh dibilang kompetensi sendiri adalah sebuah faktor yang dapat menentukan
keberhasilan kinerja seseorang. Jadi titik perhatian yang utama dari sebuah kompetensi
adalah sebuah perbuatan yang merupakan perpaduan dari ketrampilan, atribut perseorangan
dan ilmu pengetahuan.
Pemicu Utama – Pemicu utama timbulnya manajemen berbasis kompetensi adalah
karena adanya sebuah keinginan untuk menempatkan posisi seorang karyawan pada tempat
atau jabatan yang sesuai dengan kualitas kemampuan karyawan tersebut istilah kerennya The
Right Man on The Right Place.
Jadi penjabaran secara lebih detail dari sebuah Manajemen Sumber Daya Berbasis
Kompetensi adalah sebuah proses untuk merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan serta
mengendalikan semua aktifitas seorang tenaga kerja yang dimulai sejak proses rekruitmen,
pengembangan diri, perencanaan karier, evaluasi kerja, rencana suksesi, maupun sistem
renumerasi hingga memasuki masa pensiun tenaga kerja tersebut, dimana semua proses untuk
mengambil sebuah keputusan didasari pada sebuah informasi akan kebutuhan dari
kompetensi sebuah jabatan, serta kompetensi setiap individu guna menggapai tujuan
perusahaan atau sebuah organisasi.
Tujuan sebuah Manajemen Sumber Daya Berbasis Kompetensi bertujuan untuk
menghasilkan hasil akhir yang diselaraskan dengan tujuan serta sasaran perusahaan/
organisasi dengan menerapkan standar kinerja yang sesuai denagn ketentuan yang telah
ditetapkan.
Jenis Kompetensi – Ada dua macam kompetensi, yaitu :
22. 1. Soft Competency atau Kompetensi Manajerial, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kemampuan mengelola pegaewai, serta membangun hubungan
dengan orang lain., seperti kemampuan untuk memecahkan masalah, kemampuan
memimpin, dan kemampuan untuk membangun komunikasi.
2. Hard Competency atau Kompetensi Teknis, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kapasitas fungsional sebuah pekerjaan yang berkaitan dengan
keteknisan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakoni., seperti kemampuan
pemasaran/ marketing, akuntansi, dll.
Karakteristik Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi adalah selalu fokus
pada tujuan perusahaan/ organisasi, sehingga seluruh karyawan sebuah perusahaan/
organisasi dapat mencapai hasil seperti yang sudah direncanakan dan diharapkan di awal
waktu, dengan mereferensikan karyawan yang memiliki etos kerja yang berkualitas kepada
karyawan yang lain sehingga tercipta persaingan yang sehat.
Jika ada karyawan yang belum bisa mencapai seperti yang diharapkan , maka karyawan
tersebut harus mengikuti trainning peningkatan kemampuan, yang telah direncanakan
sehingga diharapkan melalui pelatihan ini akan membuat semua karyawan dapat memiliki
standar kerja dan kemampuan yang sepadan.
Area lingkup MSDMBK – Area lingkup sebuah pengelolaan Kompetensi meliputi :
1. Organisasi/ perusahaan itu sendiri berikut semua orang yang menduduki jabatan dalam
perusahaan / organisasi itu.
2. Pengelolaan kompetensi dengan melibatkan kompetensi teknis yang dikombinasikan
dengan kompetensi manajerial.
3. Mengelola data semua jabatan, sehingga kebutuhan dari kompetensi setiap jabatan, hingga
menentukan tingkat kebutuhan kompetensi jabatan.
4. Mengelola data semua karyawan/ anggota maupun kompetensi perseorangan.
5. Mengeterapkan prinsip mengisi celah yang kosong dengan sebuah persaingan kompetensi
yang sehat.
6. Mengaplikasikan sistem dalam merencanakan karier yang meliputi tata cara pencapaian
sebuah karir, rotasi jabatan, pengajuan promosi jabatan dan suksesi kepemimpinan.
7. Mengaplikasikan sistem dari manajemen sebuah kinerja.
23. 2.6 Konsep audit kinerja dan Pelaksanaan Audit kinerja
Audit kinerja merupakan metamorfosis dari audit intern (internal audit) yang kemudian
berkembang menjadi audit operasional (operational audit) dan selanjutnya menjadi audit
manajemen (management audit). Audit manajemen berfokus pada penilaian aspek ekonomi
dan efisiensi. Audit manajemen kemudian dilengkapi dengan audit program (program audit)
yang bertujuan untuk menilai efektivitas. Koalisi antara audit manajemen dan audit program
inilah yang disebut sebagai audit kinerja (performance audit).
Audit kinerja merupakan salah satu jenis audit yang dilakukan sebagai pengembangan
diri audit keuangan. Audit kinerja untuk menilai tingkat keberhasilan kinerja suatu
Kementerian/Lembaga Pemerintah, untuk memastikan sesuai atau tidaknya sasaran yang
kegiatan yang menggunakan anggaran. Oleh karena audit kinerja (performence audit
merupakan perluasan dari audit keuangan yang meliputi : ekonomi, efisien dan efektifitas,
maka auditor yang akan melaksanakan kegiatan harus memperoleh informasi tentan organisasi,
meliputi struktur organisasi, prosedur kerja dan sistem informasi dan pelaporan keuangan dan
kegiatan kepada manajemen.
Manfaat Audit Kinerja,
Audit kinerja dalam pelaksanaannya dapat mengidentifikasi berbagai masalah yang
menuntut adanya pemeriksaan lebih rinci antara lain :
Pengukuran standar atu penetapan penjabaran tujuan oleh manajemen dalam
pengukuran hasil kerja, produktifitas, efisiensi, atau penggunaan barang/jasa yang
kurang tepat.
Tiadanya kejelasan prosedur tertulis atau prosedur berbelitbelit, sehingga bisa
ditafsirkan salah atau tidak konsiten dan menambah pelayanan menjadi lama.
Personil yang kurang cakap, sehingga menimbulkan kelambatan dan kekurangan
lainnya, termasuk kegagalan menerima tanggung jawab yang besar
Beberapa pekerjaan duplikasi atau tumpang tindih, sehingga terjadi
pemborosan dan saling lempar tanggung jawab.
24. Anggaran yang dipakai tidak tepat sasaran
Pola pembiyaan yang terlalu mewah kurang bermanfaat tidak efisien.
Penggunaan pekerjaan tertangguh, menumpuk dan penyelesaian terlambat.
Banyak pekerja terlalu besar, koordinasi buruk dan personil banyak tidak punya tugas
Pengorganisasian terlau besar, koordinasi buruk dan personil banyak tidak punya
tugas
Pengadaan barang terlalu banyak dengan harga mahal persedian menumpuk. Dengan
adanya audit kinerja seperti diatas segera dapat dihindari. Masalah diatas dapat diuji
dan dianalisis serta dicari solosi agar kedepan kondisi lebih baik, maka audit kinerja
sangat bermanfaat bagi Kementerian/Lembaga
Kehati-hati/kewaspadaan dan kebijakan yang tepat dalam penggunaan sumber daya
dengan selalu membandingkan berbagai alternatif biaya dengan manfaatnya
Kesadaran biaya para pejabat eksekutif yang cukup tinggi dalam pengunaan
dana/anggaran
Kesadaran biaya para pejabat dalam melakasanakan berbagai pekerjaan/prosedur
Perencanaan akan semakin baik dengan terarah dan terpadu
Para pengawai akan semakinkompeten, rajin dan disiplin
Prsedur menjadi sederhana dan efisien, tepi aman, sehingga pelaksanaan yang lancar
Supervisi kinerja para pejabat akan semakinefektif
Ketidakkompetenan, ketikberean, pemborosan, ketikefesienan dan kecurangan akan
mudah terdeteksi.
Kesimpulan
Pemeriksaan manajemen pada dasarnya sama dengan pemeriksaan keuangan
Prosedur/teknik pemeriksaan yang diterapkan pada umumnya sama hanya persepsi, kerangka
berpikir, pendekatan dan ruang lingkupnya saja yang berlainan. Audit kinerja bermanfaat untuk
membantu pimpinan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, serta memberikan
informasi yang bermutu, tepat waktu untuk pengambilan keputusan, dalam rangka pencapaian
tujuan yaitu efesiensi dan efektif
Operasi
25. BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penilaian kinerja memang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemberian
imbalan/kompensasi. Penilaian kinerja dapat merupakan umpan balik atau masukan bagi
organisasi untuk menentukan langkah selanjutnya, misalnya memberitahukan kepada
karyawan tentang pandangan organisasi atas kinerja mereka.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk mendeteksi kebutuhan pelatihan karyawan,
yakni pelatihan apakah yang sebenarnya dibutuhkan oleh karyawan agar kenerja organisasi
dapat optimal. Penilaian kinerja juga dapat digunakan untyuk menilai apakah pelatihan yang
pernah diadakan efektiv atau tidak. Hasil dari penilaian kinerja dapat membantu manajer untuk
mengambil keputusan siapa yang layak dipromosikan, dipertahankan, atau bahkan harus
dikeluarkan dari organisasi.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk membuat sebuah perencanaan
(pengembangan) SDM, untuk mengidentifikasi siapa layak duduk dimana, dengan tingkat gaji
berapa. Diluar daripada itu, perusahaan melaksanakan evaluasi/penilaian kinerja kadang juga
bertujuan untuk melaksanakan riset saja.
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan
tersebut pada organisasi. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi
MSDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai
pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian. Kompensasi merupakan biaya utama atas
keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan dalam bisnis perusahaan pada abad ke-21 ini.
Secara umum tujuan kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai tujuan
keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin terciptanya keadilan internal dan ekternal.
Keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan akan dikompensasi secara adil
dengan membandingkan pekerjaan yang sama di pasar kerja. Kadang-kadang tujuan ini bisa
menimbulkan konflik satu sama lainnya, dan trade-offs harus terjadi. Misalnya, untuk
mempertahankan karyawan dan menjamin keadilan, hasil analisis upah dan gaji
merekomendasikan pembayaran jumlah yang sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama.
26. DAFTAR PUSTAKA
Ika UT,2009. “Makalah Evaluasi Kinerja 1” Ikatan Alumni Universitas Terbuka Jakarta. http://ika-
utjakarta.blogspot.com/2009/11/makalah-evaluasi-kinerja-1.html (diakses 30 September 2013).
Dewitri,2011. “Kompensasi dan Evaluasi Kinerja” Manajemen SDM
Lanjutanhttp://dewiramli.blogspot.com/2011/11/kompensasi-dan-evaluasi-
kinerja.html (diakses 30 September 2013)
Prassetya Aridha,2009. “Pengaruh Antara Kompensasi dan Gaji”. Papan Putih Kuliah
Umum Online.http://www.papanputih.com/2010/12/evaluasi-kinerja.html(diakses 30
September 2013).
Spectra Jumadi Madi,2012. “Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan”.
Perpustakaan Ilmu.http://jumadibismillahsukses.blogspot.com/2012/12/pengaruh-
kompensasi-terhadap-kinerja.html (diakses 30 September 2013).
Azmi Haral,2012. “Makalah Kompensasi”. Teorinya
Manajemen.http://blogharalazmi.blogspot.com/2012/06/makalah-kompensasi.html (diakses
30 September 2013).
Dr. Priyono, MM,2013. “Tugas Makalah MSDM I Evaluasi
Kinerja”. http://priyonodr.com/index.php/arsip-tugas-mahasiswa/metode-
penelitian/penelitian-kualitatif/1463-tugas-makalah-msdm-i-evaluasi-
kinerja.html?showall=1 (diakses 30 September 2013).