PENGENDALIAN MUTU prodi Blitar penting untuk dimiliki oleh masyarakat .pptx
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi(syahrotul 11150083)
1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Kinerja dan Kompensasi yang
diampu oleh bapak Ade Fauji,SE,,MM
Disusun oleh :
Nama : Syarotul Hifdiyah
Nim : 11150083
Kelas : 7i-MSDM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BINA BANGSA
BANTEN
2019
2. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
mencurahkan nikmatnya serta kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Evaluasi Kinerja dan Kompensasi” makalah ini kami
buat dalam rangka memenuhi tugas dari salah satu mata kuliah kami yaitumata kuliah
Evaluasi Kinerja danKompensasi.
Akhirnya penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan pada
makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam pembuatan makalah yang
akan datang. Penulis berharap bahwa makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
yang membutuhkan.
Serang, 4 Februari 2019
Penyusun
3. ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …...................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................... 2
D. Manfaat....................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian,Fungsi Evaluasi Kinerja SDM............................... 3
B. HR ScoreCard (Pengukuran Kinerja SDM)............................ 8
C. Motivasi dan Kepuasan Kerja.................................................. 11
D. Mengelola Potensikecerdasan dan Emosional SDM.............. 22
E. Membangun Kapabilitas dan Kompensasi SDM..................... 26
F. Konsep Audit Kinerja Dan Pelaksanaan Audit Kinerja ........... 27
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................32
B. Saran........................................................................................32
DAFTAR PUSTKA ........................................................................... 33
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam
tulisan ini disebut juga dengan istilah karyawan) dalam organisasi adalah evaluasi
kinerja karyawan dan pemberian kompensasi. Ketidaktepatan dalam melakukan
evaluasi kinerja akan berdampak pada pemberian kompensasi yang pada akhirnya
akan mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan, karyawan akan merasa tidak puas
dengan kompensasi yang didapat sehingga akan berdampak terbalik pada kinerja
pegawai yang menurun dan bahkan karyawan akan mencoba mencari pekerjaan lain
yang memberi kompensasi baik.
Hal ini cukup berbahaya bagi perusahaan apabila pesaing merekrut atau
membajak karyawan yang merasa tidak puas tersebut karena dapat membocorkan
rahasia perusahaan atau organisasi.
Kompensasi dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk melamar sebuah
pekerjaan, tetap bersama perusahaan, atau bekerja lebih produktif.Jika dikelola secara
pantas, gaji dapat menyebabkan karyawan mengurangi upaya mereka untuk mencari
pekerjaan alternatif.kompensasi mempengaruhi sikap dan perilaku kerja karyawan ini
adalah alasan yang mendorong untuk memastikan bahwa sistem gaji dirancang dan
dilaksanakan secara wajar dan adil. Evaluasi kinerja pada dasarnya dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana kadar profesionalisme karyawan serta seberapa tepat
pegawai telah menjalankan fungsinya. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai
dan mencari jenis perlakuan yang tepat sehingga karyawan dapat berkembang lebih
cepat sesuai dengan harapan. Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan
sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan.
Tidak sedikit di perusahaan-perusahaan swasta maupun negeri yang
melakukan evaluasi kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada, pada akhirnya akan berdampak pada pemberian kompensasi. Oleh
karena itu, banyak para karyawan yang kinerjanya menurun dan pada akhirnya harus
mengundurkan diri karena kompensasi yang tidak sesuai.Dengan adanya kasus
seperti inilah bagi instansi pemerintahan, maupun perusahaan swasta, evaluasi kinerja
5. 2
sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, efisiensi perubahan, motivasi para
aparatur serta melakukan pengawasan dan perbaikan.Kinerja aparatur yang optimal
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga kelangsungan
hidup instansi ini. Setiap instansi tidak akan pernah luput dari hal pemberian balas
jasa atau kompensasi yang merupakan salah satu masalah penting dalam menciptakan
motivasi kerja aparatur, karena untuk meningkatkan kinerja aparatur dibutuhkan
pemenuhan kompensasi untuk mendukung motivasi para aparatur. Dengan
terbentuknya motivasi yang kuat, maka akan dapat membuahkan hasil atau kinerja
yang baik sekaligus berkualitas dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah
makalah adalah sebagai berikut:
A. Pengertian,Fungsi Evaluasi Kinerja SDM
B. HR Score Card (Pengukuran Kinerja SDM)
C. Motivasi dan Kepuasan Kerja
D. Mengelola Potensi kecerdasan dan Emosional SDM
E. Membangun Kapabilitas dan Kompensasi SDM
F. Konsep Audit Kinerja Dan Pelaksanaan Audit Kinerja
C. TUJUAN PENULISAN
A. Untuk mengetahui Pengertian,Fungsi Evaluasi Kinerja SDM
B. Untuk mengetahui HR Score Card (Pengukuran Kinerja SDM)
C. Untuk mengetahui Motivasi dan Kepuasan Kerja
D. Untuk mengetahui Mengelola Potensi kecerdasan dan Emosional SDM
E. Untuk mengetahui Membangun Kapabilitas dan Kompensasi SDM
F. Untuk mengetahui Konsep Audit Kinerja Dan Pelaksanaan Audit Kinerja
D. MANFAAT
Dari hasil kajian yang telah di laksanakan oleh penulis, maka penulis berharap
untuk memberikan manfaat bagi proses evaluasi kinerja, penetapan, fungsi dan tujuan
adanya kompensi bagi pegawai/karyawan.
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, FUNGSI EVALUASI KINERJA SDM
a. Definisi evaluasi kinerja
Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian dan pelaksanaan
tugas seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan
atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih
dahulu. Evaluasi kinerja merupakan cara yang paling adil dalam memberikan imbalan
atau penghargaan kepada pekerja.
GT. Milkovich dan Bourdreau mengungkapkan bahwa evaluasi/penilaian
kinerja adalah suatu proses yang dilakukan dalam rangka menilai kinerja pegawai,
sedangkan kinerja pegawai diartikan sebagai suatu tingkatan dimana karyawan
memenuhi/mencapai persyaratan kerja yang ditentukan.
Definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak
(2005:105) yang menyatakan evaluasi kinerja adalah penilaian pelaksanaan tugas
(performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit kerja organisasi atau
perusahaan. Dengan demikian, evaluasi kinerja dapat dikatakan sebagai suatu sistem
dan cara penilaian pencapaian hasil kerja individu pegawai, unit kerja maupun
organisasi secara keseluruhan.
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Leon C.
Menggison (1981:310) dalam Mangkunegara (2000:69) adalah sebagai berikut:
”penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses yang
digunakan pimpinan untuk menentukkan apakah seorang karyawan melakukan
pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya”. Selanjutnya Andrew E.
Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh Mangkunegara (2000:69) mengemukakan
bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan
pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran
atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu
(barang)”. Selanjutnya Menurut Siswanto (2001:35) penilaian kinerja adalah: ” suatu
kegiatan yang dilakukan oleh Manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja
tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian /
7. 4
deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.”
Anderson dan Clancy (1991) sendiri mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai:
“Feedback from the accountant to management that provides information about how
well the actions represent the plans; it also identifies where managers may need to
make corrections or adjustments in future planning andcontrolling activities”
sedangkan Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan pengukuran
kinerja sebagai: “the activity of measuring the performance of an activity or the value
chain”.
Dari kedua definisi terakhir Mangkunegara (2005:47) menyimpulkan bahwa
pengukuran atau penilaian kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan
terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada peruisahaan. Hasil
pengukuran tersebut digunakan sebagai umpan balik yang memberikan informasi
tentang prestasi, pelaksanaan suatu rencana dan apa yang diperlukan perusahaan
dalam penyesuaian-penyesuaian dan pengendalian. Dari beberapa pendapat ahli
tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan
secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi.
Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat,
memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat
melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.
b. Tujuan evaluasi kinerja
Secara umum tujuan kompensasi adalah untuk membantu perusahaan
mencapai tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin terciptanya keadilan
internal dan ekternal. Keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan akan
dikompensasi secara adil dengan membandingkan pekerjaan yang sama di pasar
kerja. Kadang-kadang tujuan ini bisa menimbulkan konflik satu sama lainnya,
dan trade-offsharus terjadi. Misalnya, untuk mempertahankan karyawan dan
menjamin keadilan, hasil analisis upah dan gaji merekomendasikan pembayaran
jumlah yang sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama. Akan tetapi, perekrut
pekerja mungkin menginginkan untuk menawarkan upah tidak seperti biasanya, yaitu
upah yang tinggi untuk menarik pekerja yang berkualitas. Maka terjadilah trade-
offs antara tujuan rekrutmen dan konsistensi tujuan dari manajemen kompensasi.
Tujuan manajemen kompensasi efektif, meliputi :
8. 5
1) Memperoleh SDM yang Berkualitas. Kompensasi yang cukup tinggi sangat
dibutuhkan untuk memberi daya tarik kepada para pelamar. Tingkat pembayaran
harus responsif terhadap penawaran dan permintaan pasar kerja karena para
pengusaha berkompetisi untuk mendapatkan karyawan yang diharapkan.
2) Mempertahankan Karyawan yang Ada. Para karyawan dapatkeluar jika besaran
kompensasi tidak kompetitif dan akibatnya akan menimbulkan perputaran
karyawan yang semakin tinggi.
3) Menjamin Keadilan. Manajemen kompensasi selalu berupaya agar keadilan
internal dan eksternal dapat terwujud. Keadilan internal mensyaratkan bahwa
pembayaran dikaitkan dengan nilai relatif sebuah pekerjaan sehingga pekerjaan
yang sama dibayardengan besaran yang sama. Keadilan eksternal berarti
pembayaran terhadap pekerjaan merupakan yang dapat dibandingkan dengan
perusahaan lain di pasar kerja.
4) Penghargaan terhadap Perilaku yang Diinginkan. Pembayaran hendaknya
memperkuat perilaku yang diinginkan dan bertindak sebagai insentif untuk
memperbaiki perilaku di masa depan, rencana kompensasi efektif, menghargai
kinerja, ketaatan, pengalaman, tanggung jawab, dan perilaku-perilaku lainnya.
5) Mengendalikan Biaya. Sistem kompensasi yang rasional membantu perusahaan
memperoleh dan mempertahankan para karyawan dengan biaya yang beralasan.
Tanpa manajemen kompensasi efektif, bisa jadi pekerja dibayar di bawah atau di
atas standar.
6) Mengikuti Aturan Hukum. Sistem gaji dan upah yang sehat mempertimbangkan
faktor-faktor legal yang dikeluarkan pemerintah dan menjamin pemenuhan
kebutuhan karyawan.
7) Memfasilitasi Pengertian. Sistem manajemen kompensasi hendaknya dengan
mudah dipahami oleh spesialis SDM, manajer operasi, dan para karyawan.
8) Meningkatkan Efisiensi Administrasi. Program pengupahan dan penggajian
hendaknya dirancang untuk dapat dikelola dengan efisien, membuat sistem
informasi SDM optimal, meskipun tujuan ini hendaknya sebagai pertimbangan
sekunder dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain.
Dalam cakupan yang lebih umum, Payaman Simanjuntak (2005:106)
menyatakan bahwa tujuan dari evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian
9. 6
sasaran dan tujuan perusahaan, terutama bila terjadi kelambatan atau
penyimpangan.Tujuan dari evaluasi kinerja menurut Mangkunegara (2005:10) adalah
untuk :
1. Meningkatkan saling pengertian di antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi
sama dengan prestasi yang terdahulu.
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan
aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan
yang diembannya sekarang.
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana
itu jika tidak ada hal-hal yang ingin diubah.
c. Faktor-faktor penilaian kinerja
Tiga dimensi kinerja yang perlu dimasukkan dalam penilaian prestasi kerja,
yaitu:
1. Tingkat kedisiplinan karyawan sebagai suatu bentuk pemenuhan kebutuhan
organisasi untuk menahan orang-orang di dalam organisasi, yang dijabarkan
dalam penilaian terhadap ketidakhadiran, keterlambatan, dan lama waktu
kerja.
2. Tingkat kemampuan karyawan sebagai suatu bentuk pemenuhan Kebutuhan
organisasi untuk memperoleh hasil penyelesaian tugas yang terandalkan, baik
dari sisi kuantitas maupun kualitas kinerja yang harus dicapai oleh seorang
karyawan.
3. Perilaku-perilaku inovatif dan spontan di luar persyaratan-persyaratan tugas
formal untuk meningkatkan efektivitas organisasi, antara lain dalam bentuk
kerja sama, tindakan protektif, gagasan-gagasan yang konstruktif dan kreatif,
pelatihan diri, serta sikap-sikap lain yang menguntungkan organisasi.
d. Kegunaan evaluasi kinerja
10. 7
Kegunaan dari evaluasi kinerja SDM menurut Mangkunegara (2005:11)
adalah :
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi,
pemberhentian dan besarnya balas jasa.
2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya.
3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan.
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja,
metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan
pengawasan.
5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang
ada di dalam organisasi.
6. Sebagai kriteria menentukan, seleksi, dan penempatan karyawan.
7. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan.
8. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job
description).
e. Aspek yang dinilai dalam evaluasi kinerja
Aspek-aspek yang dinilai dalam evaluasi kinerja adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan Teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,
teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta
pengalaman serta pelatihan yang diperoleh.
2. Kemampuan Konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas
perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam
bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual
tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang
karyawan.
3. Kemampuan Hubungan Interpersonal, yaitu antara lain untuk bekerja sama
dengan orang lain, memotivasi karyawan / rekan, melakukan negosiasi dan lain-
lain.
11. 8
B. HR SCORE CARD ( PENGUKURURAN KINERJASDM)
a.Human Resourcescore card
Human Resource Scorecard, sebuah bentuk pengukuran Human Resources
yang mencoba memperjelas peran sumber daya manusia sebagai sesuatu yang selama
ini dianggap intangible untuk diukur perannya terhadap pencapaian misi, visi dan
strategi perusahaan.“What Gets Measured, Get Managed, Gets Done”, itulah dasar
pemikiran dari konsep HR Scorecard.
Becker, Huselid dan Ulrich (2001) telah mengembangkan suatu sistem
pengukuran yang dinamakan Human Resource (HR) Scorecard. Pengukuran ini
merupakan pengembangan dari konsep Balanced Scorecard, dimana
pengukuran Human Resource Scorecard lebih menfokuskan pada kegiatan SDM atau
menilai kontribusi strategic yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi rantai nilai yang
diwakili oleh Fungsi SDM, Sistem SDM, dan perilaku karyawan yang strategik.[1]
Karakteristik manusia pada dasarnya sulit dipahami, sulit dikelola, apalagi
diukur. Padahal kita tahu, sumber daya manusia adalah asset terpenting yang sangat
powerful dan penuh misteri dari sebuah perusahaan. Oleh karena itu. HR Scorecard
mencoba mengukur sumber daya manusia dengan mengkaitkan antara orang-strategi-
kinerja untuk menghasilkan perusahaan terbaik, dan juga menjabarkan misi, visi dan
strategi, menjadi aksi HR yang dapat diukur kontribusinya. Keduanya
menggambarkan hubungan sebab (leading/intangible) dan akibat (lagging/tangible),
yang kuncinya adalah disatu sisi ingin menggambarkan manusia dengan segala
potensinya, dan disisi lain ada konteribusi yang bisa diberikan dalam pencapaian
sasaran perusahaan.
Human Resource Scorecard, merupakan salah satu mekanisme yang secara
komprehensif mampu mengambarkan dan mengukur bagaimana sistem pengelolaan
SDM dapat menciptakan value atau kontribusi bagi organisasi.
12. 9
Becker et.al (2001) mengungkapkan beberapa manfaat HR Scorecard bagi
perusahaan sebagai berikut :
1. Memperjelas perbedaan antara HR Doables (kinerja) SDM yang tidak mempengaruhi
implementasi strategi perusahaan dengan HRD Deliverable (kinerja SDM yang
mempunyai pengaruh terhadap implementasi strategi perusahaan).
2. Menyeimbangkan proses penciptaan nilai (HR Value proposition) dengan
pengendalian biaya disatu sisi dan investasi yang diperlukan disisi lainnya.
3. Menggunakan leading indikator (indikator yang menilai status faktor kunci
kesuksesan yang mendorong implementasi strategi perusahaan).
4. Menilai kontribusi SDM terhadap implementasi strategi.
5. Mengarahkan profesional SDM secara aktif mengelola tanggung jawab terhadap
implementasi strategi perusahaan.
6. Mendukung perubahan dan fleksibilitas.
Model 7 (tujuh) langkah dalam merancang suatu system pengukuran Human
Resource Scorecard, yaitu :
1) Mendefinisikan strategi bisnis perusahaan dengan jelas.
Sebelum membangun strategi pengembangan SDM yang perlu dilaksanakan adalah
mengklarifikasi kembali kebijakan dan strategi pengembangan perusahaan secara
keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan
perusahaan menciptakan nilai, strategi-strategi apa yang dapat membuat perusahaan
sukses, ukuran-ukuran apa yang bias menunjukkan kesuksesan perusahaan harus
sudah terformulasi dengan jelas dan sudah terkomunikasikan dengan baik keseluruh
lapisan karyawan atau Organisasi. Departemen SDM sebagai bagian dari perusahaan,
mutlak dalam mengembangkan strateginya harus mengacu pada arah dan strategi
yang telah ditetapkan perusahaan. Jadi strategi bisnis harus diklarifikasi dengan
terminology yang detail dan dapat dilaksanakan oleh pelakunya. Kuncinya adalah
membuat sasaran perusahaan dimana karyawan memahami peran mereka dan
organisasi mengetahui bagaimana mengukur kesuksesan meraka (kinerja karyawan)
dalam mencapai sasaran tersebut
2) Membangun kasus bisnis untuk SDM sebagai sebuah modal strategis.
Professional SDM perlu membangun kasus bisnis untuk mengetahui mengapa dan
bagaimana SDM dapat mendukung pencapaian strategi tersebut. Departemen SDM
dapat menjadi model strategi, apalagi bila manager lini dan manager SDM mau
berbagi tanggung jawab dalam poses implementasi strategi tersebut. Dalam proses
13. 10
perumusan kasus bisnis, perlu dilakukan suatu observasi pendahuluan untuk
menyusun rekomendasi yang akan diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kesuksesan perusahaan pada akhirnya bagaimana oraganisasi mengeksekusi
strateginya secara efektif, bukan sekedar isi dari strategi itu sendiri.
3) Menciptakan Peta Strategi.
Setiap organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan selalu melakukan
serangkaian aktivitas spesifik yang bila digambarkan akan membentuk suatu proses
rantai penciptaan nilai. Proses penciptaan nilai bagi pelanggan inilah yang disebut
dengan model rantai nilai, meski belum terartikulasi sepenuhnya. Peta strategi
membagi proses penciptaan nilai menjadi empat pespektip, yaitu pertumbuhan dan
pembelajaran, proses internal, pelanggan dan financial.
4) Mengindentifikasikan HR Deliverable dalam Peta Strategi.
Peran strategis departemen SDM terjadi ketika terjadi titik temu antara strategi bisnis
perusahaan dengan programprogram yang dijalankan oleh department SDM. Semakin
sering titik temu diantara keduanya terjadi, maka semakin strtaegis pula peran SDM
dalam perusahaan tersebut..Untuk merealisasikan hal ini, para professional di
departemen SDM harus mampu memahami aspek bisnis perusahaan secara
keseluruhan. Bila hal ini tidak terpenuhi, para manajer dari fungsi lain tidak akan
menghargai kebijakan yang diambil oleh departemen SDM. Berdasarkan strategi
perusahaan, department SDM kemudian membuat HR Deliverables yang dirancang
untuk mendukung realisasi dari strategi dan kinerja perusahaan seperti apa yang
memerlukan kompetensi, reward dan tugas organisasi yang tepat.
5) Menyelaraskan Arsitektur SDM dengan HR Deliverables.
Setelah HR Deliverables ditentukan, maka tahap selanjutnya adalah menyesuaikanHR
Deliverables tersebut dengan arsitektur SDM yang dimilki oleh departemen SDM
yakni Fungsi, Sistem, dan Perilaku karyawan.
6) Merancang Sistim Pengukuran Strategik.
Setelah tercipta keselarasan antara HR Deliverables dengan arsitektur SDM, maka
langkah selanjutnya adalah menetapkan ukuran-ukuran strategis (key performance
indicator) untuk tiap HR Deliverables. Dalam proses penyusunan HR Scorecard, HR
deliverabales merupakan sasaran strategis yang harus dicapai oleh departemen SDM.
7) Mengelola Implementasi melalui pengukuran
Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang digambarkan dalam
model diatas, hasilnya menjadi alat yang sangat berguna untuk menjaga skor
pengaruh SDM terhadap kinerja organisasi.
14. 11
C. MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
a. Teori Motivasi
1. Pengertian
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi
pada tingkat komitmen seseorang.Hal ini termasuk faktorfaktor yang menyebabkan,
menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad
tertentu.Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan
pekerjaan atau menjalankan kekuasaan, terutama dalam berperilaku
Dari berbagai macam definisi motivasi, ada tiga hal penting dalam pengertian
motivasi, yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan tujuan.Kebutuhan muncul
karena seseorang merasakan sesuatu yang kurang, baik fisiologis maupun
psikologis.Dorongan merupakan arahan untuk memenuhi kebutuhan, sedangkan
tujuan adalah akhir dari satu siklus motivasi.
Memotivasi adalah proses manajemen untuk memengaruhi tingkah laku
manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat orang tergerak
(Stoner dan Freeman, 1995: 134).
Menurut bentuknya, motivasi terdiri atas:
a. motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri individu;
b. motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu;
c. motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit secara
serentak dan menghentak dengan cepat sekali
2. Unsur Motivasi
Motivasi mempunyai tiga unsur utama yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan.
Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang
mereka miliki dengan apa yang mereka harapkan. Dorongan merupakan kekuatan
mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan.Dorongan
yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti daripada motivasi.
15. 12
Pada dasarnya motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu (Sadirman, 2003) sebagai
berikut.
a. Motivasi Internal.
Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Keperluan dan keinginan
yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internalnya. Kekuatan ini
akan memengaruhi pikirannya yang selanjutnya akan mengarahkan perilaku orang
tersebut. Motivasi internal dikelompokkan menjadi dua.
1. Fisiologis, yang merupakan motivasi alamiah seperti rasa lapar, haus, dan
lain-lain.
2. Psikologis, yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori dasar.
Kasih sayang, motivasi untuk menciptakan kehangatan, keharmonisan,
kepuasan batin/emosi dalam berhubungan dengan orang lain.
Mempertahankan diri, untuk melindungi kepribadian, menghindari luka fisik
dan psikologis, menghindari dari rasa malu dan ditertawakan orang, serta
kehilangan muka, mempertahankan gengsi dan mendapatkan kebanggaan diri.
Memperkuat diri, mengembangkan kepribadian, berprestasi, mendapatkan
pengakuan dari orang lain, memuaskan diri dengan penguasaannya terhadap
orang lain.
b. Motivasi Eksternal.
Motivasi eksternal tidak dapat dilepaskan dari motivasi internal.Motivasi
eksternal adalah motivasi yang timbul dari luar/lingkungan. Misalnya: motivasi
eksternal dalam belajar antara lain beupa penghargaan, pujian, hukuman, atau celaan
yang diberikan oleh guru, teman atau keluarga.
3. Berbagai Teori Motivasi (Stoner dan Freeman, 1995)
Landy dan Becker mengelompokkan banyak pendekatan modern pada teori
dan praktik menjadi lima kategori: teori kebutuhan, teori penguatan, teori keadilan,
teori harapan, dan teori penetapan sasaran.
a. Teori Kebutuhan.
Teori kebutuhan berfokus pada kebutuhan orang untuk hidup berkecukupan.
Dalam praktiknya, teori kebutuhan berhubungan dengan apa yang dilakukan
seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut teori kebutuhan, motivasi
16. 13
dimiliki seseorang pada saat belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dalam
kehidupannya. Kebutuhan yang telah terpuaskan tidak akan lagi menjadi motivator.
teori-teori yang termasuk dalam teori kebutuhan adalah:
b. Teori Hierarki Kebutuhan menurut Maslow.
Teori ini dikembangkan oleh Abraham Maslow, yang terkenal dengan
kebutuhan FAKHA (Fisiologis, Aman, Kasih Sayang, Harga Diri, dan Aktualisasi
Diri) di mana dia memandang kebutuhan manusia sebagai lima macam hierarki,
mulai dari kebutuhan fisiologis yang paling mendasar sampai kebutuhan tertinggi,
yaitu aktualisasi diri. Menurut Maslow, individu akan termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan yang paling menonjol atau paling kuat bagi mereka pada waktu tertentu.
c. Teori ERG.
Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang bekerja keras
untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi (Existence, kebutuhan mendasar dari
Maslow), kebutuhan keterkaitan (Relatedness, kebutuhan hubungan antarpribadi) dan
kebutuhan pertumbuhan (Growth, kebutuhan akan kreativitas pribadi, atau pengaruh
produktif). Teori ERG menyatakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi
mengalami kekecewaan, kebutuhan yang lebih rendah akan kembali, walaupun sudah
terpuaskan
d. Teori Tiga Macam Kebutuhan.
John W. Atkinson, mengusulkan ada tiga macam dorongan mendasar dalam
diri orang yang termotivasi, kebutuhan untuk mencapai prestasi (need for
achivement), kebutuhan kekuatan (need of power), dan kebutuhan untuk berafiliasi
atau berhubungan dekat dengan orang lain (need for affiliation).Penelitian
McClelland juga mengatakan bahwa manajer dapat mencapai tingkat tertentu,
menaikkan kebutuhan untuk berprestasi dari karyawan dengan menciptakan
lingkungan kerja yang memadai.
e. Teori Motivasi Dua Faktor.
Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg di mana dia meyakini bahwa
karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri dan di dalamnya terdapat
kepentingan yang disesuaikan dengan tujuan organisasi.Dari penelitiannya, Herzberg
menyimpulkan bahwa ketidakpuasan dan kepuasan dalam bekerja muncul dari dua
faktor yang terpisah.Semua faktor-faktor penyebab ketidakpuasan memengaruhi
17. 14
konteks tempat pekerjaan dilakukan.Faktor yang paling penting adalah kebijakan
perusahaan yang dinilai oleh banyak orang sebagai penyebab utama ketidakefisienan
dan ketidakefektifan.Penilaian positif terhadap berbagai faktor ketidakpuasan ini
tidak menyebabkan kepuasan kerja tetapi hanya menghilangkan ketidakpuasan.Secara
lengkap, beberapa faktor yang membuat ketidakpuasan adalah kebijakan perusahaan
dan administrasi, supervisi, hubungan dengan supervisor, kondisi kerja, gaji,
hubungan dengan rekan sejawat, kehidupan pribadi, hubungan dengan bawahan,
status, dan keamanan.
Faktor penyebab kepuasan (faktor yang memotivasi) termasuk prestasi, pengakuan,
tanggung jawab, dan kemajuan, semuanya berkaitan dengan isi pekerjaan dan
imbalan prestasi kerja. Berbagai faktor lain yang membuat kepuasan yang lebih besar,
yaitu: berprestasi, pengakuan, bekerja sendiri, tanggung jawab, kemajuan dalam
pekerjaan, dan pertumbuhan.
f. Teori keadilan.
Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi
pekerjaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari penghargaan yang diterima.
Individu akan termotivasi jika hal yang mereka dapatkan seimbang dengan usaha
yang mereka kerjakan.
g. Teori Harapan.
Teori ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif
tingkah laku berdasarkan harapannya (apakah ada keuntungan yang diperoleh dari
tiap tingkah laku). Teori harapan terdiri atas dasar sebagai berikut.
Harapan hasil prestasi.
Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku mereka.
Harapan ini nantinya akan memengaruhi keputusan tentang bagaimana cara
mereka bertingkah laku.
Valensi.
Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau kekuatan untuk
memotivasi. Valensi ini bervariasi dari satu individu ke individu yang lain.
Harapan prestasi usaha.
Harapan orang mengenai tingkat keberhasilan mereka dalam melaksanakan
tugas yang sulit akan berpengaruh pada tingkah laku.Tingkah laku seseorang
sampai tingkat tertentu akan bergantung pada tipe hasil yang diharapkan.
18. 15
Beberapa hasil berfungsi sebagai imbalan intrinsik yaitu imbalan yang
dirasakan langsung oleh orang yang bersangkutan. Imbalan ekstrinsik (misal:
bonus, pujian, dan promosi) diberikan oleh pihak luar seperti supervisor atau
kelompok kerja.
h. Teori Penguatan.
Teori penguatan, dikaitkan oleh ahli psikologi B. F. Skinner dengan teman-
temannya, menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah laku di masa lampau akan
memengaruhi tindakan di masa depan dalam proses belajar siklis. Proses ini dapat
dinyatakan sebagai berikut.
Rangsangan → Respons → Konsekuensi → Respons Masa Depan.
Dalam pandangan ini, tingkah laku sukarela seseorang terhadap suatu situasi atau
peristiwa merupakan penyebab dari konsekuensi tertentu. Teori penguatan
menyangkut ingatan orang mengenai pengalaman rangsangan
respons konsekuensi. Menurut teori penguatan, seseorang akan termotivasi jika dia
memberikan respons pada rangsangan terhadap pola tingkah laku yang konsisten
sepanjang waktu.
i. Teori Prestasi ( McClelland).
Pada tahun 1961 bukunya‚ The Achieving Society, David Mc Clelland
menguraikan tentang teorinya.Dia mengusulkan bahwa kebutuhan individu diperoleh
dari waktu ke waktu dan dibentuk oleh pengalaman hidup seseorang.Dia
menggambarkan tiga jenis kebutuhan motivasi (Marquis dan Huston, 1998).Dalam
sebuah studi Motivasi McClelland mengemukakan adanya tiga macam kebutuhan
manusia yaitu sebagai berikut.
Need for Achievement (Kebutuhan untuk berprestasi).
Kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan
tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Untuk mengungkap kebutuhan akan
prestasi. Ini dapat diungkap dengan teknik proyeksi. Penelitian menunjukkan bahwa
orang yang mempunyai Need for Achievement tinggi akan
mempunyai performance yang lebih baik daripada orang yang mempunyai Need for
Achievement rendah. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa untuk
memprediksi bagaimana performance seseorang dapat dengan jalan mengetahui Need
19. 16
for Achievement (kebutuhan akan prestasinya). Teori McClelland ini penting karena
ia berpendapat bahwa motif prestasi dapat diajarkan. Hal ini dapat dicapai dengan
belajar. Menurut McClelland, setiap orang memiliki motif prestasi sampai batas
tertentu. Namun, ada yang terus-menerus lebih berorientasi prestasi daripada yang
lain. Kebanyakan orang akan menempatkan lebih banyak upaya ke dalam pekerjaan
mereka jika mereka ditantang untuk berbuat lebih baik.
Ciri orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi:
1) berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif,
2) mencari feedback tentang perbuatannya,
3) memilih risiko yang sedang di dalam perbuatannya,
4) mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya
Masyarakat dengan keinginan berprestasi yang tinggi cenderung untuk menghindari
situasi yang berisiko terlalu rendah maupun yang berisiko sangat tinggi. Situasi
dengan risiko yang sangat kecil menjadikan prestasi yang dicapai akan terasa kurang
murni, karena sedikitnya tantangan. Sementara itu situasi dengan risiko yang terlalu
tinggi juga dihindari dengan memperhatikan pertimbangan hasil yang dihasilkan
dengan usaha yang dilakukan. Pada umumnya mereka lebih suka pada pekerjaan
yang memiliki peluang atau kemungkinan sukses yang moderat, peluangya 50% :
50%. Motivasi ini membutuhkan feed back untuk memonitor kemajuan dari hasil atau
prestasi yang mereka capai. Ibu yang memiliki kebutuhan prestasi tinggi dalam
melengkapi status imunisasi anak, akan berusaha mengimunisasikan anaknya sesuai
jadwal imunisasi yang ada dan menunjukkan partisipasinya mengikuti program yang
ada di masyarakat. Oleh karena ibu tidak menginginkan anaknya terkena penyakit
menular akibat tidak diimunisasi sehingga performa yang ditunjukkan oleh ibu yang
memiliki motivasi tinggi berbeda dengan ibu yang memiliki motivasi yang rendah.
Need for Affiliation (Kebutuhan untuk berafiliasi).
Afiliasi menunjukkan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan berhubungan
dengan orang lain. Kebutuhan untuk berafiliasi merupakan dorongan untuk
berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan
sesuatu yang merugikan orang lain. Seseorang yang kuat akan kebutuhan berafiliasi,
akan selalu mencari orang lain, dan juga mempertahankan akan hubungan yang telah
dibina dengan orang lain tersebut. Sebaliknya, apabila kebutuhan akan berafiliasi ini
rendah, maka seseorang akan segan mencari hubungan dengan orang lain, dan
hubungan yang telah terjadi tidak dibina secara baik agar tetap dapat bertahan.
20. 17
Need for Power (Kebutuhan untuk berkuasa).
Kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk
mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Dalam interaksi
sosial seseorang akan mempunyai kebutuhan untuk berkuasa (power). Orang yang
mempunyai power need tinggi akan mengadakan kontrol mengendalikan atau
memerintah orang lain, dan ini merupakan salah satu indikasi atau salah satu
menefestasi dari power need tersebut.
Ciri orang yang memiliki kebutuhan berkuasa yang tinggi adalah sebagai berikut.
1) Menyukai pekerjaan di mana mereka menjadi pemimpin.
Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari sebuah organisasi di
manapun dia berada.
Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang
dapat mencerminkan prestise.
Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau
organisasi.
Seseorang dengan motif kekuasaaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
1) Personal power: mereka yang mempunyai personal power motive yang tinggi
cenderung untuk memerintah secara langsung, dan bahkan cenderung memaksakan
kehendaknya.
2) Institutional power: mereka yang mempunyai institutional power motive yang
tinggi, atau sering disebut social power motive, cenderung untuk mengorganisasikan
usaha dari rekan-rekannya untuk mencapai tujuan bersama.
Ibu yang memiliki kebutuhan berkuasa yang tinggi akan berusaha melengkapi status
imunisasi anaknya, karena orang tua memiliki pengaruh dan kontrol terhadap
anaknya. Jika orang tua saja melakukan imunisasi secara lengkap maka anak juga
harus mendapatkan imunisasi secara lengkap.
21. 18
b. Kepuasan Kerja
1. Pengertian
Kepuasan adalah persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi
harapannya.Jadi kepuasan pelanggan adalah hasil dari akumulasi konsumen atau
pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa (Irawan, 2003).
Kepuasan adalah model kesenjangan antara harapan (standar kinerja yang
seharusnya) dengan kinerja aktual yang diterima pelanggan. (Woodruff and Gardial
dalam Supriyanto, 2006)
2. Teori Model Kepuasan
a. Model, Kebutuhan, Keinginan, Utilisasi
Factor provider adalah terkait dengan karakteristik provider (pengetahuan
dan kemampuan, motivasi, etos kerja) dalam menyediakan layanan kesehatan.Selain
itu faktor variabel pekerjaan (desain pekerjaan, bahan kerja), dan faktor organisasi
(kepemimpinan, supervisi, imbalan pekerjaan) juga ikut memengaruhi sikap dan
perilaku provider.
Kebutuhan adalah suatu keadaan sebagian dari kepuasan dasar yang dirasakan
dan dan disadari.kebutuhan adalah penyimpangan biopsikososial, terkait dengan
kondisi sehat dan sakit seseorang (State of Health and illnes).
Kepuasan pelanggan menurut model kebutuhan ialah suatu keadaan di mana
kebutuhan, keinginan dan harapan pasien dapat dipenuhi melalui produk atau jasa
yang dikonsumsi.Oleh karena itu kepuasan pasien adalah rasio kualitas yang
dirasakan oleh pasiern dibagi dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pasien.
Model kebutuhan adalah model yang menjelaskan faktor dominan pengaruh
dari perspektif pasien (masyarakat).Pada utilisasi ada dua kemungkinan bahwa
permintaan dan harapan masyarakat bisa dipenuhi. Kondisi ini disebut satisfied
demand, sedangkan bila masyarakat tidak mendapatkan seperti yang di minta dan
diharapakan, maka disebut unsatisfied demand. Unsatisfied demand adalah mereka
yang berharap berobat ke puskesmas, tetapi karena adanya barier (kendala) ekonomi
atau jarak, akhirnya berobat tradisional. Satisfied demand adalah mereka yang
menginginkan berobat ke puskesmas dan dapat terpenuhi keinginannya.
22. 19
3. Faktor-faktor yang memengaruhi kepuasaan
Ada beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan pasien, yaitu sebagai berikut.
1. Kualitas produk atau jasa.
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa
produk atau jasa yang digunakan berkualitas.
2. Harga.
Harga, yang termasuk di dalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga
merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas
guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini memengaruhi
pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga
perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.
3. Emosional.
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap
konsumen bila dalam hal ini pasien memilih institusi pelayanan kesehatan
yang sudah mempunyai pandangan, cenderung memiliki tingkat kepuasan
yang lebih tinggi.
4. Kinerja.
Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan
bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan
pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi
kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan
memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah
sakit.
5. Estetika.
Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh
pancaindra. Misalnya: keramahan perawat, peralatan yang lengkap dan
sebagainya
6. Karakteristik produk.
Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik antara lain gedung dan
dekorasi. Karakteristik produk meliputi penampilan bangunan , kebersihan
dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
7. Pelayanan.
Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan.
Institusi pelayanan kesehatan dianggap baik apabila dalam memberikan
pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien. kepuasan muncul dari
kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.
23. 20
Misalnya: pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan
pelayanan keperawatan.
8. Lokasi.
Lokasi, meliputi, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek
yang menentukan pertimbangan dalam memilih institusi pelayanan kesehatan.
Umumnya semakin dekat lokasi dengan pusat perkotaan atau yang
mudahdijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan
semakin menjadi pilihan bagi pasien.
9. Fasilitas.
Kelengkapan fasilitas turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya
fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu
yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital
menentukan penilaian kepuasan pasien, namun institusi pelayanan kesehatan
perlu memberikan perhatian pada fasilitas dalam penyusunan strategi untuk
menarik konsumen.
10. Komunikasi.
Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan
keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan
cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan
bantuan terhadap keluhan pasien.
11. Suasana.
Suasana, meliputi keamanan dan keakraban. Suasana yang tenang, nyaman,
sejuk dan indah akan sangat memengaruhi kepuasan pasien dalam proses
penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu
akan tetapi orang lain yang berkunjung akan sangat senang dan memberikan
pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung institusi
pelayanan kesehatan tersebut.
12. Desain visual.
Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang
tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi ikut menentukan suatu kenyamanan.
(Klinis, 2007).
24. 21
4. Indeks kepuasan
Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada kepuasan konsumen. Secara garis
besar dikategorikan dalam 5 kategori yaitu Producy Quality, Service Quality, Price
Emotional Factor, dan Cost of Aquiring (Supriyanto dan Ratna, 2007).
1. Product Quality.
Bagaimana konsumen akan merasa puas atas produk barang yang digunakan.
Beberapa dimensi yang membentuk kualitas produk barang adalah performance,
reliabillity, conformance, durability, feature dan lain-lain.
2. Service Aquality.
Bagaimana konsumen akan puas dengan jasa yang telah dikonsumsinya.
Dimensi service qulity yang lebih dikenal dengan servqual meliputi 5 dimensi
yaitu tangible, reliability, assurance, empathy, responsiveness. Skala nilai dinyatakan
dengan skala 1−5.Skala 1 adalah tidak puas dan skala 5 adalah puas. Nilai rerata skala
adalah nilai skor (skor=jumlah n pengukuran dikatakan skala).
3. Emotional Factor.
Keyakinan dan rasa bangga terhadap produk, jasa yang digunakan
dibandingkan pesaing. Emotional factor diukur dari preceived best score, artinya
persepsi kualitas terbaik dibandingkan pesaingnya.
4. Price.
Harga dari produk, jasa yang di ukur dari value (nilai) manfaat dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan konsumen. Harga adalah harga pelayanan
medis (medical care) yang harus dibayar konsumen (Price is that which is given in an
exchange to aquire a good or service).
5. Cost of Aquaring.
Biaya yang di keluarkan untuk mendapatkan produk atau jasa.
25. 22
D. MENGELOLAPOTENSIKECERDASAN DAN
EMOSIONAL SDM
a. Pengertian Kecerdasan dan Jenis Kecerdasan
pengertian kecerdasan adalah kemampuan general manusia untuk melakukan
tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara rasional. Selain
itu, kecerdasan dapat juga diartikan sebagai kemampuan pribadi untuk memahami,
melakukan inovasi,dan memberikan solusi terhadap dalam berbagai situasi.
pengertian kecerdasan yang dikemukan oleh beberapa ahli berikut ini:
Gregory: Kecerdasan adalah kemampuan atau keterampilan untuk
memecahkan masalah atau menciptakan produk yang bernilai dalam satu atau
lebih bangunan budaya tertentu.
C. P. Chaplin: Kecerdasan adalah kemampuan menghadapi dan menyesuaikan
diri terhadap situasi baru secara tepat dan efektif.
Anita E. Woolfolk: Kecerdasan adalah kemampuan untuk belajar, keseluruhan
pengetahuan yang diperoleh, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan
situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan
untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan
mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga dapat membantu
perkembangan emosi dan intelektual.
Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang
manusiawi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kecerdasan emosi menuntut
seseorang untuk belajar mengakui, menghargai perasaan diri sendiri dan orang
lain serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif energi
emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Goleman (2003) mendefiniskan kecerdasan emosional sebagai kemampuan
lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam
menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan serta
26. 23
mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang
dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan, dan
mengatur suasana hati.
Menurut Prati, et al. (2003) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk
membaca dan memahami orang lain, dan kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan untuk mempengaruhi orang lain melalui pengaturan dan
penggunaan emosi. Jadi kecerdasan emosi dapat diartikan tingkat
kecemerlangan seseorang dalam menggunakan perasaannya untuk merespon
keadaan perasaan dari diri sendiri maupun dalam menghadapi lingkungannya.
Jenis-jenis kecerdasan yang secara umum dipahami dewasa ini terdiri dari;
kecerdasan intelektual atau Intelegent Quotient (IQ), kecerdasan emosional
atau Emotional Quotient (EQ), dan kecerdasan spritual atau Spiritual Quotient
(SQ). Berikut ini penjelasan masing-masing jenis kecerdasan tersebut:
Kecerdasan Intelektual atau Intelegent Quotient (IQ): adalah bentuk
kemampuan individu untuk berfikir, mengolah, dan menguasai lingkungannya
secara maksimal serta bertindak secara terarah. Kecerdasan ini digunakan
untuk memecahkan masalah logika maupun strategis.
Kecerdasan Emosional atau Emotional Quotient (EQ): adalah kemampuan
untuk mengenali, mengendalikan dan menata perasaan sendiri dan perasaan
orang lain secara mendalam sehingga kehadirannya menyenangkan dan
didambakan orang lain. Kecerdasan ini memberi kita kesadaran mengenai
perasaan milik diri sendiri dan juga perasaan milik orang lain, memberi rasa
empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau
kegembiraan secara tepat.
Kecerdasan Spritual atau Spiritual Quotient (SQ): adalah sumber yang
mengilhami dan melambungkan semangat seseorang dengan mengikatkan diri
pada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu. Kecerdasan ini digunakan untuk
membedakan baik dan buruk, benar dan salah, dan pemahaman terhadap
standar moral.
27. 24
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi
kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan
segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik
dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses
kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan,
kemampuan berfikir dan motivasi.
Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi
berlangsung. Faktor ekstemal meliputi:
1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan
emosi tanpa distorsi dan
2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan
emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang
sangat sulit dipisahkan.
c. Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional
Beberapa cara untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional yaitu:
1. Membaca situasi
Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan mengetahui apa yang harus
dilakukan.
2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari lawan bicara, agar tidak
terjadi salah paham serta dapat menjaga hubungan baik.
3. Siap berkomunikasi
Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi salah paham.
28. 25
4. Tak usah takut ditolak
Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau ditolak, jadi siapkan
diri dan jangan takut ditolak.
5. Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu berempati atau
bisa mengertisituasi yang dihadapi orang lain.
6. Pandai memilih prioritas
Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang mendesak, dan apa yang bias
ditunda.
7. Siap mental
Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan mental
sebelumnya.
8. Ungkapkan lewat kata-kata
Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan baik, agar dapat salaing
mengerti.
9. Bersikap rasional
Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun tetap berpikir
rasional.
10. Fokus
Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu mendapat perhatian.
Janganmemaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah secara bersamaan.
29. 26
E. MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSISDM
a. Sumber Daya Manusia Kapabilitas
Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus dipenuhi sebelum
suatu sumber daya dapat disebut sebagai sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan
sebagai berikut:
1) merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga (valuable),
terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk mengeksploitasi
kesempatan dan atau menetralisasi ancaman dari lingkungan perusahaan.
2) relative sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka di lingkungan
kompetitif.
3) sangat sulit untuk ditiru atau diimitasi.
4) tidak dapat dengan muddah digantikan substitute yang secara strategis
signifikan. masalahnya adalah bagaimana “menterjemahkan” berbagai
strategi, kebijakan dan praktik MSDM menjadi keunggulan kompetitif
berkelanjutan.
b. Kompetensi SDM berkarier di Bidang Sumber Daya Manusia
Menurut Covey, Roger dan Rebecca Merrill (1994), kompetensi tersebut
mencakup:
a. Kompetensi teknis : pengetahuan dan keahlian untuk mencapai hasil- hasil
yang telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan persoalan dan mencari
alternatif- alternatif baru
b. Kompetensi Konseptual: kemampuan untuk melihat gambar besar, untuk
menguji berbagai pengandaian dan pengubah prespektif
c. Kompetensi untuk hidup : dan saling ketergantungan kemampuan secara
efektif dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk mendengar,
berkomunikasi, mendapat alternatif ketiga.
30. 27
F. KONSEP AUDIT KINERJA & PELAKSANAAN AUDIT
KINERJA
a. Definisi Audit Kinerja
Secara etimologi, audit kinerja terdiri atas dua kata, yaitu “audit” dan
“kinerja”. Audit menurut Arens adalah kegiatan mengumpulkan dan mengevaluasi
terhadap bukti-bukti yang dilakukan oleh yang kompeten dan independen untuk
menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara kondisi yang ditemukan dan
kriteria yang ditetapkan. Sedangkan menurut Stephen P Robbins, kinerja merupakan
hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria
yang telah ditetapkan bersama. Di pihak lain. Ayuha menjelaskan, “Perfomance is the
way of job or task is done by an individual, a group of organization”Definisi yang
cukup komprehensif diberikan oleh Malan, Fountain, Arrowsmith, dan Lockridge
(1984), sebagai berikut.
Audit kinerja merupakan suatu proses sistematis dalam mendapatkan dan
mengevaluasi bukti yang secara objektif atas suatu kinerja organisasi, program,
fungsi, atau kegiatan. Evaluasi dilakukan bedasarkan aspek ekonomi dan efisiensi
operasi, efektivitas dalam mencapai hasil yang diinginkan, serta kepatuhan terhadap
peraturan, hukum, dan kebijakan yang terkait. Tujuan dari evaluasi adalah untuk
mengetahui tingkat keterkaitan antara kinerja dan kriteria yang ditetapkan serta
mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Fungsi dari
audit kinerja ialah memberikan review dari pihak ketiga atas kinerja manajemen dan
menilai apakah kinerja organisasi dapat memenuhi harapan.”
b. Pentingnya Audit Kerja
1. Pemerintah Bagi pemerintah, audit kinerja dapat menjadi ukuran penilaian
dan perbaikan atas 3E (ekonomi, efektivitas, dan efisiensi) dari program
kegiatan pemerintah dan pelayanan publik.
2. Legislatif & Masyarakat Memberikan informasi independen apakah uang
negara digunakan secara 3E serta mendukung pengawasan dan pengambilan
keputusan oleh legislatif.
3. BPK
Melakukan peningkatkan kematangan organisasi dan nilai BPK di
masyarakat, meningkatkan motivasi pemeriksa, dan mendorong kreativitas
dan pembelajaran. Lebih lanjut, audit sektor publik tidak hanya memeriksa
serta menilai kewajaran laporan keuangan sektor publik, tetapi juga menilai
31. 28
ketaatan aparatur pemerintahan terhadap undang-undang dan peraturan yang
berlaku. Disamping itu, audit sektor publik juga memeriksa dan menilai sifat-
sifat hemat (ekonomis), efisien serta keefektifan dari semua pekerjaan,
pelayanan atau program yang dilakukan pemerintah. Dengan demikian, bila
kualitas audit kinerja sektor publik rendah, akan mengakibatkan risiko
tuntutan hukum (legitimasi) terhadap pejabat pemerintah dan akan muncul
kecurangan, korupsi, kolusi serta berbagai ketidakberesan. Sehubungan
dengan itulah, audit kinerja memegang peran yang sangat esensial dalam
suatu organisasi atau lembaga yang berkaitan dengan dana masyarakat.
c. Karakteristik Audit Kinerja
Karakteristik audit kinerjaadalah sesuatu yang hanya dimiliki oleh audit
kinerja yang membedakan audit kinerja dengan jenis audit lainnya . Berikut ini adalah
beberapa karakteristik dari audit kinerja:
1) Audit kinerja berusaha mencari jawaban atas dua pertanyaan dasar berikut a.
Apakah sesuatu yang benar telah dilakukan (doing the right things )? b.
Apakah sesuatu telah dilakukan dengan cara yang benar (doing the things
right)?
Pertanyaan pertama ditujukan terutama bagi pembuat kebijakan. Tujuannya
adalah untuk mengevaluasi apakah kebijakan telah diputuskan dengan tepat.
Pertanyaan kedua ditujukan untuk mengetahui sejauh mana kebijakan yang
diambil telah diterapkan dengan benar atau apakah kebijakan tersebut telah
dilaksanakan dengan cara-cara yang memadai. Kedua pertanyaan tersebut
merupakan makna dari efektivitas dan efisiensi tidak selalu berbanding lurus.
Suatu kegiatan yang telah dilakukan secara efektif belum tentu berarti bahwa
kegiatan itu telah dilakukan secara efisien, demikian juga sebaliknya.
2) Proses audit kinerja dapat dihentikan apabila pengujian terinci dinilai tidak
akan memberikan nilai tambah yang signifikan bagi perbaikan manajemen
atau kondisi internal lembaga audit dinilai tidak mampu untuk melaksankan
pengujian terinci.
32. 29
d. Manfaat Audit Kerja
Audit kinerja bermanfaat untuk mengetahui apakah sumber daya organisasi
telah diperoleh dan digunakan secara ekonomis, efisien, dan efektif tidak terjadi
pemborosan, kebocoran, salah alokasi, dan salah sasaran dalam mencapai
tujuan.Audit kinerja berfungsi untuk mengetahui apakah penggunaan sumber daya
dalam rangka mencapai target dan tujuan telah memenuhi prinsip ekonomis, efisien,
dan efektivitas, tidak melanggar ketentuan hukum, peraturan perundang-undangan,
dan kebijakan manajemen. Dengan dilakukannya audit kinerja stakeholders sektor
publik dapat memperoleh informasi yang objektif dan independen mengenai kinerja
manajemen sektor publik.
Pada sisi lain, audit kinerja juga bermanfaat mengidentifikasi cara untuk
memperbaiki ekonomi, efisien, dan efentivitas di sektor publik serta mendorong
dilakukannya audit kinerja bagi organisasi sektor publik antara lain :
1. Meningkatkan pendapatan. Hal ini karena kebocoran, penggelapan, dan
ketidakoptimalan dalam sisi pendapatan bisa diketahui dan diperbaiki.
2. Mengurangi biaya atau belanja. Melalui audit kinerja, sumber penyebab
kebocoran dan pemborosan organisasi dapat diidentiikasi sehingga melalui
efisiensi organisasi dapat melakukan penghematan biaya.
3. Memperbaiki efisiensi dan produktivitas. Hal ini juga berarti memperbaiki
proses.
4. Memperbaiki kualitas yang diberikan.
5. Meningkatkan kesadaran manajemen sektor publik terhadap perlunya
transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan sumber daya publik.
e. Prosedur Audit Kinerja
Menurut Dista Amalia (2012) prosedur audit kinerja sektor publik dibagi
menjadi 4 tahap:
1. Tahap pengenalan dilakukan survei pendahuluan dan review sistem
pengendalian manajemen. Pekerjaan yang dilakukan pada survei pendahuluan
dan review sistem pengendalian manajemen bertujuan untuk menghasilkan
rencana penelitian yang detail yang dapat membantu auditor dalam mengukur
kinerja dan mengembangkan temuan berdasarkan perbandingan antara kinerja
dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
33. 30
2. Tahap pengauditan dalam audit kinerja terdiri dari tiga elemen, yaitu: telaah
hasil-hasil program, telaah ekonomi dan efesiensi, dan telaah kepatuhan,
disusun untuk membantu auditor dalam mencapai tujuan audit
kinerja. Review atas hasil-hasil program akan membant auditor untuk
mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang
benar. Review ekonomis dan efisiensi akan mengarahkan auditor untuk
mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang
benar. Reviewekonomis dan efesiensi akan mengarahkan auditor untuk
mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar secara
ekonomis dan efesien. Reviewkepatuhan akan membantu auditor untuk
menentukan apakah entitas telah melakukan segala sesuatu dengan cara-cara
yang benar, sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku. Masing-masing
elemen tersebut dapat dijalankan sendiri-sendiri atau secara bersama-sama,
tergantung pada sumber daya yang ada dan pertimbangan waktu.
3. Tahap pelaporan merupakan tahapan yang harus dilaksanakan karena adanya
tuntutan yang tinggi dari masyarakat atas pengelolaan sumber daya publik.
Hal tersebut menjadi alasan utama untuk melaporkan keseluruhan pekerjaan
audit kepada pihak manajemen, lembaga legislatif dan masyarakat luas.
Penyampaian hasil-hasil pekerjaan audit dapat dilakukan secara formal dalam
bentuk laporan tertulis kepada lembaga legislati maupun secara informal
melalui diskusi dengan pihak manajemen.
4. Tahapan yang terakhir adalah tahap penindaklanjutan, dimana tahap ini
didesain untuk memastikan/memberikan pendapat apakah rekomendasi yang
diusulkan oleh auditor sudah diimplementasikan. Prosedur penindaklanjutan
dimulai dengan tahap perencanaan melalui pertemuan dengan pihak
manajemen untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi organisasi dalam
mengimplementasikan rekomendasi auditor. Selanjutnya, auditor
mengumpulkan data-data tersebut untuk kemudian disusun dalam sebuah
laporan.
Menurut Indra Bastian (2006) ketika standar audit menyajikan kerangka berpikir
yang umum mengenai audit kinerja, maka perilaku nyata dari standar aplikasi praktis
audit yang diperlukan pada organisasi pemerintahan atau program diperiksa. Tahap
audit dapat dikategorikan menjadi tahap perencanaan, tahap pekerjaan lapangan, dan
tahap pelaporan.
34. 31
Tahap perencanaan sudah sangat dikenal oleh organisasi dan dalam rincian
program audit dinyatakan bahwa auditor dalam mengukur kinerja dan
mengembangkan temuan dasar untuk dibandingkan dengan pengukuran kinerja harus
berdasarkan pada kriteria yang ditetapkan. Perencanaan audit seharusnya mencakup :
1. Sasaran, luas, dan metodolog audit.
2. Kriteria pengukuran kinerja.
3. Koordinasi dengan auditor pemerintah lain jika dibutuhkan.
4. Pengetahuan dan keterampilan staf audit.
5. Kepatuhan dengan hukum, peraturan, dan aturan.
6. Pengukuran pengendalian internal.
Survei pendahuluan seharusnya digunakan dalam menyusun perencanaan audit.
Survei pendahuluan akan menyediakan informasi mengenai metode dan sistem yang
digunakan untuk mengevaluasi kinerja dan mengelola operasi serta keuangan
organisasi. Informasi ini dapat digunakan untuk dikembangkan untuk pemahaman
atas organisasi, sehingga audit dapat dilaksanakan dengan efesien, termasuk
penggunaan sumber daya audit di daerah yang penting.Pelaksanaan pekerjaan selama
tahap ini lebih berupa mencari gambaran dibandingkan dengan analisis.
Salah satu cara untuk memperoleh pemahaman atas entitas adalah melalui survei
pendahuluan, di mana auditor mulai memeriksa sistem pengendalian internal. Tahap
ini sejenis dengan peninjauan atas pengendalian internal pada audit keuangan.Sistem
pengendalian manajemen adalah bagaimana entitas dapat menjamin bahwa sasaran
dapat tercapai atau entitas beroperasi secara ekonomis, efisien, dan patuh pada hukum
dan peraturan. Dalam audit kinerja, dibutuhkan peninjauan terhadap pengendalian
internal dan fokus pada tinjauan terhadap berbagai variasi sasaran.
35. 32
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penilaian kinerja memang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
pemberian imbalan/kompensasi. Penilaian kinerja dapat merupakan umpan balik atau
masukan bagi organisasi untuk menentukan langkah selanjutnya, misalnya
memberitahukan kepada karyawan tentang pandangan organisasi atas kinerja mereka.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk mendeteksi kebutuhan pelatihan
karyawan, yakni pelatihan apakah yang sebenarnya dibutuhkan oleh karyawan agar
kenerja organisasi dapat optimal. Penilaian kinerja juga dapat digunakan untyuk
menilai apakah pelatihan yang pernah diadakan efektiv atau tidak. Hasil dari
penilaian kinerja dapat membantu manajer untuk mengambil keputusan siapa yang
layak dipromosikan, dipertahankan, atau bahkan harus dikeluarkan dari organisasi.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk membuat sebuah perencanaan
(pengembangan) SDM, untuk mengidentifikasi siapa layak duduk dimana, dengan
tingkat gaji berapa. Diluar daripada itu, perusahaan melaksanakan evaluasi/penilaian
kinerja kadang juga bertujuan untuk melaksanakan riset saja.
B. SARAN
Di dalam suatu perusahaan atau organisasi perlu di adakan evaluasi kinerja
yang optimal agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian kompensasi kepada
pegawai atau karyawan. Karena apabila terjadi kesalahan dalam penilaian kinerja
yang secara langsung berdampak pada pemberian kompensasi akan
membuat karyawan merasa tidak betah yang berujung pada penurunan kinerja
pegawai, pada akhirnya perusahaan atau organisasi akan menjadi dirugikan. MSDM
sangat diperlukan di dalam suatu perusahan atau organisasi, termasuk di dalamnya
adalah evaluasi kinerja dan pemberian kompensasi.