Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Lalu, pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat. Asetanilida sendiri merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil
Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Lalu, pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat. Asetanilida sendiri merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil
Kromatografi peertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). (Gandjar, 2007)
Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umumdan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis karena dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis baik secara kuantitatif, kualitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya. (Gandjar, 2007)
Kromatografi peertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). (Gandjar, 2007)
Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umumdan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis karena dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis baik secara kuantitatif, kualitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya. (Gandjar, 2007)
1. 20 september 2011
TITRASI KOMPLEKSOMETRI
(REAKSI PEMBENTUKAN KOMPLEKS)
A. Tujuan
Praktikan mampu mengidentifikasi zat dalam suatu sampel serta
mampu menetapkan kadarnya menggunakna prinsip reaksi pembentukan
kompleks.
B. Dasar Teori
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan
senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah
satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah garan dinatrium etilendiamina tetraasetat (EDTA).
Senyawa ini dengan banyak kation membentuk kompleks dengan
perbandingan 1:1, beberapa valensinya:
M- - - ( H2Y )= (MY)= - 2H-
M3- - ( H2Y )= (MY)- + 2H-
M4- - ( H2Y )= (MY) – 2H-
M adalah kation (logam) dan ( H2Y )= adalah garan dinatrium edetat.
Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari
sifat kation dan pH dari larutan, oleh karena itu titrasi dilakukan pada pH
tertentu. Pada larutan yang terlalu alkalis perlu diperhitungkan
kemungkinan mengendapnya logam hidroksida.
2. Penetapan titk akhir titrasi digunakan indicator logam, yaitu
indicator yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam.
Ikatan kompleks antara indicator dan ion logam harus lebih lemah dari
pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam. Larutan indicator
bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indicator.
Indicator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri yaitu:
a. Hitam eriokrom. Indicator ini peka terhadap perubahan kadar
logam dan pH larutan. Pada pH 8-10 senyawa ini berwarna biru
dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu
sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati,
demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi dengan indicator ini
dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol. Indicator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana
asam dan merah dalam suasana alkali. Kompleks logam-jingga
xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam
suasana asam.
c. Biru Hidroksi Naftol. Indicator ini memberikan warna merah
sampai lembayung pada daerah pH 12-13 dan menjadi biru jernih
jika terjadi kelebihan edtat.
d. Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung
untuk logam yang dengan cepat membentuk senyawa kompleks,
sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan
titrasi kembali.
3. C. Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
- Buret - ZnSO4
- Statif - Larutan EDTA
- Erlenmeyer 250ml - Buffer salmiak
- Gelas kimia 100ml - Indicator EBT
- Labu ukur 100ml - Aquadest.
- Pipet volume 10ml
- Pipet tetes
D. Prosedur
1. penentuan Zn sulfat dengan metode langsung
masukan Zn sulfat masukan buffer 2-3 tetes
(+)50 ml aquadst indikator
EBT
Buffer salmiak 2ml
Titrasi dengan larutan EDTA 0,05 M
Sampai berubah warna dari merah ungu ke biru
Atau sampai tidak berwarna
Hitung konsentrasi ZnSO4
Konsentrasi sampel (M) = V EDTA x N EDTA
V sampel
4. E. Data Hasil Praktikum
1. Pembakuan larutan EDTA
Berat ZnSO4 Volume EDTA
100 mg 9,5
Rata – rata
Kadar EDTA = mg Zn sulfat
BM Zn sulfat x V titrasi
N EDTA = 100 = 100 = 0,037 M
287 x 9,5 2726,5
2. Penetapan kadar Zn2+
Volume sampel Volume EDTA
10 ml 3,7
10 ml 4,1
Rata – rata 3,9
Kadar sampel = N = V EDTA x N EDTA = 3,7 x 0,037 = 0,014 M
V sampel 10
= 4,1 x 0,037 = 0,015 M
10
Rata – rata = 0,014 + 0,015 = 0,014 M
2
5. F. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kita mencoba melakukan titrasi
kompleksometri. Dimana titrasi kompleksometri yaitu salah satu metode
kuantitatif dengan memanfaatkan reaksi kompleks antara ligan dengan ion
logam.
Titrasi kompleksometri ini mempunyai 3 macam cara, yaitu secara
langsung, tidak langsung atau dengan cara subtitusi, karena titrasi ini
bergantung pada sifat zat yang akan ditentukan.
Pada percobaan ini mencoba menganalisa suatu sampel dengan
menggunakan reaksi pembentukkan ion kompleks. Misalnya :
ZnEBT + EDTA ZnEDTA + EBT
Zn2+ + EBT ZnEBT
Zn(OH)2 + 4NH3 [Zn(NH3)4]2+ + 2OH-
Zn2+ + 2NH3 + 2H2O Zn(OH)2 + 2NH4+
Ag+ + 2CN- Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl- HgCl2
Pertama – tama kita siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
lalu kita melakukan pembakuan larutan standar sekunder EDTA. Dengan
menitrasinya. Awalnya kita larutkan Zn sulfat dengan menggunakan
aquadest 20 ml lalu teteskan sedikit demi sedikit titran EDTA ke dalam
erlenmeyer yang sudah berisi titran dan sudah diberi beberapa tetes
indikator EBT dan ditamah dengan larutan buffer salmiak 2ml dengan pH
10, karena jika pH-nya lebih dari 10 maka akan membuat titrasi tersebut
gagal. Setelah larutan berubah warna dari merah ungu menjadi biru, titrasi
dihentikan dan catat volumenya sehingga kita dapat mengetahui kadar dari
EDTA tersebut.
Kemudian kita lakukan percobaan ke dua yaitu penetapan kadar
2+
Zn . Sama seperti pembakuan larutan EDTA. Kita larutkan terlebih
dahulu sampel no 118 kedalam labu ukur dengan menggunakan aquadest
6. sampai tanda batas, lalu kita pipet sebanyak 10 ml kedalam Erlenmeyer
dan ditambahkan dengan larutan buffer salmiak 2 ml lalu ditambahkan
indikator EDTA 2-3 tetes kemudian dititrasi sampai warna merah ungu
berubah menjadi biru. Namun sebelum berubah warna menjadi biru,
larutan berubah menjadi tidak berwarna atau bening, maka titik akhir
titrasi yang paling bagus adalah pada saat berubah menjadi bening.
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi yang dapat
berkoordinasi dengan ion logam dengan percampuran kedua nitrogen dan
empat gugus kerbksil. Dalam hal – hal lain, EDTA mungkin bersikap
sebagai suatu ligan kuinkedentat atau uadridentat yang mempunyai satu
atau dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dari logam.
Untuk memudahkan bentuk asam EDTA bebas sering kali disingkat H4Y.
Kelebihan dari EDTA yaitu stabil, mudah larut, dan menujukkan
komposisi kimiawi yang tertentu. Selektivitas kompleks dapat diatur
dengan pengendalian pH, misal Mg, Cr, Ca, dan Ba dapat dititrasi pada pH
11; Mn2+, Fe, Co, Ni, Zn, Cd, Al, Pb, Cu, Ti, dan V dapat dititrasi pada pH
4-7. terakhir logam seperti Hg, Bi, Co, Fe, Cr, Ca, In, Sc, Ti, V, dan Th
dapat dititirasi pada pH 1-4. EDTA sebagai natrium, Na2H2Y sendiri
merupakan standar primer sehingga tidak perlu distandarisasi lebih lanjut.
Kompleks yang mudah larut dalam air ditemukan. Suatu titik ekivalen
segera tercapai dalam titrasi dan akhirnya titrasi kompleksometri dapat
digunakan untuk penentuan beberapa logam pada operasi skala semi-
mikro.
Titrasi kompleksometri menggunakan indikator yang juga
bertindak sebagai pengompleks dan kompleks logamnya mempunyai
warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator tersebut
disebut Indikator Metalokromat. Contohnya: Enriochrome black T;
pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol),
PAN, zincon, asam salisilat, metafalein, dan calcein blue.
7. Keefektifan indikator tergantung pada kestabilannya. Pada harga
pM di sekitar titik pembelokan kurva, maka separuh dari indikator akan
terkomplekskan, separuh lagi pada keadaan bebas. Pada keadaan ini
berlaku pH = log K’ M adalah tetapan kestabilan nyata dari kompleks
logam indikator.
Dalam percobaan titrasi kompleksometri kita harus lebih hati –
hati untuk tidak melakukan kesalahan dalm titrasi, kesalahan tersebut bisa
berasal dari salah perhitungan buret, kurangnya ketelitian, ketidak tahuan
dalam titrasi, pembuatan larutan yang salah atau alat yang digunakan
sudah terkontaminasi oleh zat lain.
G. Kesimpulan
Dari hasil praktikum kali ini dapat kita simpulkan bahwa titrasi
kompleksometri yaitu salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkan
reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam. Atau pun titrasi
kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion – ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Jika sebelum titrasi ditambahkan indikator, maka indikator akan
membentuk kompleks dengan Zn2+ (berwarna merah) kemudian Zn2+
kompleks akan bereaksi dengan EDTA yang ditambahkan. Namun jika
semua Zn2+ sudah bereaksi dengan EDTA maka warna merah akan hilang
selanjutnya kelebihan sedikit EDTA akan menyebabkan terjadinya titik
akhir titrasi yaitu hilangnya warna merah menjadi bening atau
terbentuknya warna biru.
Maka dari percobaan kali ini kita harus sangat hati – hati dalam
melakukan titrasi, karena titrasi kompleksometri membutuhkan ketelitian
8. dalam melakukan praktikum. Sehingga kita bisa mendapatkan hasil yang
bagus, pada percobaan ini didapatkan hasil dari pembakuan larutan EDTA
= 0,037 M dan dari penetapan kadar sampel Zn2+ no 118 = 0,014 M
H. Daftar Pustaka
Depkes RI., 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Jakarta
R.A.DAY,JR & A.L. UNDERWOOD (2002) “ Analisis Kimia
Kuantitatif “ Edisi ke enam, PT. Gelora Aksara Pratama, Erlangga ;
Jakarta.
G. Svela. ( 1985 ), “ Vogel 1 Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif
Makro dan Semimikro”. PT Kalman Media Pusaka; Jakarta.
http://www.scribd.com/doc/39391159/LAPORAN-TITRASI-
KOMPLEKSOMETRI/juma’at. 23 september 2011. 22:34
http://www.chem-is
try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kompleksometri/indikator-
ion-logam/Sabtu. 24 september 2011. 21:05