Tesis ini membahas restorasi citra mantan Wakil Presiden Boediono setelah terseret kasus Bank Century pada 2008. Kasus ini mengindikasikan penyalahgunaan kewenangan dan korupsi di bidang ekonomi. Pernyataan pers Boediono mengenai kasus ini menjadi objek analisis untuk melihat konstruksi retorika politik yang digunakan dalam upaya restorasi citranya.
1. Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra:
Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century
TESIS
GITA SAVITRI
1106037990
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN KOMUNIKASI
JAKARTA
DESEMBER 2014
2. Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra:
Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains (M.Si.) dalam Ilmu Komunikasi
GITA SAVITRI
1106037990
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM PASCASARJANA
KEKHUSUSAN MANAJEMEN KOMUNIKASI
JAKARTA
DESEMBER 2014
3. Universitas Indonesia
Pernyataan Orisinalitas
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Gita Savitri
NPM : 1106037990
Tanda Tangan :
Tanggal 23 Desember 2014
4. Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
Nama : Gita Savitri
NPM : 1106037990
Program Studi : Magister Manajemen Komunikasi
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul Tesis : Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis
Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century
Tesis berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Magister Manajemen Komunikasi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang : Dr. Irwansyah S.Sos. M.A. ( )
Sekretaris Sidang : Drs. Eduard Lukman, M.A. ( )
Pembimbing : Prof. Ikrar Nusa Bhakti, Ph.D ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 24 Desember 2014
5. Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat
menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai gelar Master Jurusan Manajemen Komunikasi
Politik pada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Seluruh staf pengajar di program studi Manajemen Komunikasi Politik
yang telah berbagi ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan;
2. Bapak Prof. Dr. Ikrar Nusa Bakti, Ph.D., selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan tesis ini;
3. Bapak Dr. Irwansyah, S.IP.,M.A. dan Bapak Drs. Eduard Lukman, M.A.
selaku dosen penguji sidang tesis yang banyak memberikan masukan
untuk perbaikan tesis penulis;
4. Seluruh dosen pengajar Magister Manajemen Fakultas Ilmu Komunikasi
UI yang banyak sekali memberikan ilmunya selama penulis menjalani
perkuliahan;
5. Staf Manajemen Magister Komunikasi UI terutama Kang Ajat Sudrajat,
Pak Yusuf, Pak Nadi, Pak Giri, Pak Agus, dan lainnya yang sangat
membantu administrasi;
6. Bapak Ichsanuddin Noorsy, Bapak Gun Gun Heryanto, Bapak Erman
Rajagukguk yang bersedia menjadi narasumber dalam penelitian ini dan
memberikan data serta informasi melalui wawancara dengan penulis;
7. Pejabat dan pegawai di Kementerian Sekretariat Negara, Pusdiklat
Kementerian Sekretariat Negara terutama Kapusdiklat dan Ibu Rini yang
memberikan peluang pertama adanya beasiswa untuk jurusan Komunikasi
di Setneg, Kepala Biro Ortala-AK Bapak Djadjuk Natsir dan Kepala
6. Universitas Indonesia
Bagian Hubungan Masyarakat Bapak Masrokhan atasan pertama penulis
di Kemsetneg atas kepercayaan dan bimbingannya, Bapak Lambock V.
Nahattands, Bapak Sugiri dan Bapak Rusmin Nuryadin yang turut
mendukung perkuliahan dan proses beasiswa penulis.
8. Pejabat dan pegawai di Sekretariat Wakil Presiden, terutama Asdep
Komunikasi Politik Ibu Yetni Murni dan Kepala Bidang Komunikasi
Media Massa Ibu Saptarita Dewi yang mendukung penulis dalam bekerja
dan berkarya.
9. Sahabat penulis Tia, Nisa, Pingkan, Ellis, Adinda, Wawan, Aziz, Omeno,
Surya, dan Mas Adi yang tidak putus memberikan dukungan materiil dan
moril selama ini.
10. Teman-teman Magister Manajemen Komunikasi UI Tahun Angkatan 2011
yang mendukung kegiatan penulisan dan bahan-bahan kuliah.
11. Papa dan Mama beserta adik-adikku, Olive, Dhika, Artha, dan juga Bapak
dan Ibu serta Keluarga Klaten yang telah memberikan dukungan moral
dan lainnya;
12. Krucil-krucilku Aaliyah Handutz dan Adeeva Kiting penyemangat Bun2;
13. V. Andri Hananto....my half me, my everything...Dosen Pembimbing
Paling Utama dalam hidup.
Semoga Tuhan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu, dan
semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan,
terutama bidang komunikasi politik di Indonesia.
Jakarta, Desember 2014
Penulis
7. Universitas Indonesia
LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah
ini :
Nama : Gita Savitri
NPM : 1106037990
Program Studi : Manajemen Komunikasi Poitik
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive
RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis Pernyataan Pers
Boediono dalam Kasus Bank Century
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal, Desember 2014
Yang menyatakan,
Gita Savitri
8. Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Gita Savitri
Program Studi : Magister Manajemen Komunikasi Politik
Judul : Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis
Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century
Citra negatif antara pejabat negara dengan publik ketika terjadi sebuah krisis dapat
menghancurkan kredibilitas, hubungan politik, kehidupan ekonomi serta
keamanan dalam negeri, dengan demikian diperlukan wacana mengenai strategi
komunikasi untuk menanggapi tuduhan kesalahan. Oleh karena itu, studi tentang
restorasi citra sangat berharga dan penting, sebab memberikan wawasan akan
pentingnya strategi komunikasi di kehidupan kita. Beramgkat dari hal tersebut,
penulis mencoba menganalisis konstruksi retorika politik dalam restorasi citra
dalam pernyataan pers yang dilakukan oleh mantan Wakil Presiden Boediono atas
dugaan-dugaan keterlibatannya dalam pusaran kasus Bank Century yang
berlangsung pada akhir tahun 2008 dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Bank
Indonesia. Penelitian ini menghasilkan bahwa konstruksi retorika politik yang
digunakan oleh Boediono untuk merestorasi citranya selama situasi krisis telah
digunakan dalam pernyataan persnya. Kedua konstruksi citra dengan teknik
restorasi citra mampu mendorong opini publik menjadi positif. Penelitian ini
menunjukkan bahwa Restorasi Citra dari Benoit efektif bila digunakan oleh
pemerintahan khususnya para pejabat negara yang suatu saat dihadapkan pada
situasi krisis.
Kata kunci: restorasi citra, komunikasi krisis, pejabat negara, Bank Century
9. Universitas Indonesia
ABTRACT
Name : Gita Savitri
Study Program : Master of Political Communication Management
Title : Construction of Political Rhetoric in Restoration Image:
Boediono’s Press Statement Analysis in the Case of Bank
Century
The negative image among state officials and the public in the event of a crisis
can destroy the credibility, political, economic life and security in the country,
thus the necessary discourse on communication strategies to respond to
accusations of wrongdoing. Therefore, the study of image restoration is very
valuable and important, because it provides insight into the importance of the
communication strategy in our lives. Departing from this, the authors tried to
analyze the construction of political rhetoric in image restoration in a press
statement made by former Vice President Boediono on allegations of involvement
in the vortex of the Bank Century case that took place in late 2008 in his capacity
as Governor of Bank Indonesia. This research resulted in the construction of
political rhetoric that is used by the president to restore its image during crisis
situations has been used in a press statement. Both the construction of the image
with the image restoration techniques to encourage public opinion into positive.
This study shows that the restoration image of Benoit effective when used by
government officials, especially when the country faced a crisis situation.
Keywords: image restoration, crisis communications, government officials, Bank
Century
10. Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN ORISINALITAS ii
LEMBAR PERSETUJUAN THESIS iii
KATA PENGANTAR iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v
ABSTRAK vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.1.1 Sekilas Sejarah Bank Century 3
1.1.2 Indikasi Penyalahgunaan Kewenangan dan Korupsi 7
1.1.3 Kemungkinan Dampak-Dampak dari Kasus Bank
Century 11
1.2. Rumusan Permasalahan 12
1.3. Tujuan Penelitian 16
1.4. Signifikansi Penelitian 17
1.5. Sistematika Penulisan 18
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL
2.1. Komunikasi Politik 19
2.2. Komunikator Politik 21
2.3. Retorika Politik 22
2.3.1. Citra Politik 25
2.3.2. Opini Publik 27
2.4. Retorika Wakil Presiden 30
2.5 Komunikasi Krisis dan Image RestorationTheory (Teori
Pemulihan Citra)
33
2.5.1. Komunikasi Krisis 33
11. Universitas Indonesia
2.5.2. Asumsi Dasar Teori Pemulihan Citra 38
2.5.3. Diskursus Teori Pemulihan Citra 39
2.5.4 Strategi Pemulihan Citra 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Sifat Penelitian 43
3.2. Fokus Penelitian 43
3.3. Metode Analisis 44
3.4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian 46
3.5 Teknik Analisis Data 49
3.6. Tahapan Penelitian dan Kerangka Kerja Penelitian 50
3.7. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian 51
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS KONTEN
PERNYATAAN PERS
4.1 Teori Restorasi Citra dalam Retorika Wakil Presiden dan
Opini Publik
53
4.1.1 Denial 67
4.1.2 Evasion of responsibility 74
4.1.3 Reduce the offesiveness of the act 83
4.1.4 Corrective action 98
4.1.5 Mortification 103
BAB V SIMPULAN DAN DISKUSI
5.1 Simpulan 106
5.2 Diskusi 108
12. Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
3.1. Image Restoration Theory Response Strategies 53
4.1 Teori Restorasi Citra Pernyataan Pers Boediono, Sabtu 23
November 2013
64
13. Universitas Indonesia
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kasus Bank Century di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menjadi kasus dengan indikasi penyalahgunaan wewenang serta
korupsi di bidang perekonomian yang terbesar, bahkan diyakini kasus ini juga
merambah di bidang hukum dan politik, dengan menyeret banyak nama-nama
besar dalam arus putaran pemeriksaannya.
Pada tahun 2008 silam, Indonesia digegerkan dengan kasus yang
menyangkut pengucuran dana talangan Bank Century sebesar Rp 6,76 triliun.
Kasus ini ternyata membawa dampak terhadap berbagai sektor, khususnya
stabilitas politik dan perekonomian di Indonesia, terlebih setelah hasil audit
BPK menyatakan bahwa telah terjadi penyalahgunaan wewenang dan
pelanggaran pidana dalam kasus ini, diantaranya unsur kerugian Negara,
pelanggaran undang-undang, dan ditemukannya bukti kuat rekayasa
kebijakan yang sengaja dirancang untuk penyelamatan Bank Century.
Isu kasus ini berkembang menjadi isu kasus yang berbau politik, hal ini
disebabkan karena dalam pengambilan kebijakan kasus Bank Century
melibatkan banyak pejabat Negara, termasuk orang nomor satu di Indonesia,
tentu hal ini akan membawa banyak opini negatif dari masyarakat, dan
dampak tersebut berpengaruh terhadap stabilitas politik di Indonesia,
mengingat bahwa stabilitas politik di suatu negara akan mempengaruhi
keadaan perekonomian negara tersebut.
Lima tahun berlalu sejak Kasus Bank Century terkuak, dan menghasilkan
nama-nama besar yang muncul untuk dijadikan tersangka maupun hanya
dugaan ikut terlibat. Puncaknya adalah pada Sabtu, 23 November 2013, pada
hari itu, KPK sebagai salah atau lembaga negara yang berwenang dalam
penegakan hukum di Indonesia terutama dalam bidang pemberantasan
korupsi memeriksa seorang wakil presiden dalam perkara pemberian dana
talangan/dana bail out Bank Century. Boediono, yang saat itu diperiksa
sebagai saksi untuk mantan deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya,
menjadi pihak yang sangat menarik perhatian media massa. Terlepas dari
14. Universitas Indonesia
perdebatan soal tempat pemeriksaan penyidik KPK yang diselenggarakan di
Istana Wakil Presiden dan bukan di kantor KPK dan penggunaan podium
dengan lambang negara,. Boediono dianggap terhormat oleh banyak kalangan
karena berani memberikan pernyataan pers setelah diperiksa KPK, saat itu
Boediono mampu bertutur mengenai pemeriksaan sebagai saksi yang dia
alami hari itu.
Meskipun Almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden
pernah diminta keterangan di Istana Negara dalam kaitannya dengan kasus
Bulog (Buloggate II), namun pemeriksaan seorang Boediono terkait
kapasitasnya sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia, dapat dikatakan
sebagai tonggak baru dalam dunia penegakan hukum di Indonesia. Mengingat
sampai sejauh ini jabatan wakil presiden merupakan jabatan tertinggi yang
pernah dimintai keterangannya oleh sebuah institusi penegakan hukum di
Indonesia, setelah dua pejabat Bank Indonesia (BI), mantan Deputi BI Budi
Mulya dan Siti Fajriyah sudah ditetapkan sebagai tersangka, Budi Mulya
bahkan sudah ditahan oleh KPK dan perkembangan kasus terakhir,
Peninjauan Kembali Budi Mulya telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Jakarta
yang memutuskan masa tahanan Budi Mulya bertambah menjadi 12 tahun
yang sebelumnya hanya diputuskan 10 tahun (liputan6.com, par.10).
Boediono dimintai keterangannya oleh KPK dalam kapasitasnya sebagai
saksi dalam perkara pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP)
Bank Century pada tahun 2008. Berdasarkan data yang ada sejarah Bank
Century berawal dari didirikannya pada tahun 1989, hingga 20 November
2008 dinyatakan oleh Bank Indonesia sebagai “Bank Gagal yang berdampak
sistemik” berikut ini adalah ringkasan dimana Bank Century Mulai didirikan
hingga Bank tersebut dinyatakan Bank Gagal oleh Bank Indonesia
(groups.google.com.)
1.1.1. Sekilas Sejarah Bank Century
Berdasarkan data yang digunakan, sejarah Bank Century berawal
dari pendiriannya pada tahun 1989, Bank Century Tbk didirikan
15. Universitas Indonesia
berdasarkan Akta No. 136 tanggal 30 Mei 1989 yang dibuat Lina
Laksmiwardhani, SH, notaris pengganti Lukman Kirana, SH, notaris di
Jakarta. Pada tanggal 16 April 1990, Bank Century memperoleh izin
usaha sebagai Bank Umum dari Menteri Keuangan Republik Indonesia
melalui Surat Keputusan No.462/KMK.013/1990. Pada tanggal 22
April 1993, Bank Century memperoleh peningkatan status menjadi
Bank Devisa dari Bank Indonesia melalui Surat Keputusan No.
26/5/KEP/DIR.
Anggaran Dasar Bank Century telah beberapa kali berubah,
terakhir sesuai Akta No.159 tanggal 29 Juni 2005 dari Buntario Tigris
Darmawa NG, SH, S.E, notaris di Jakarta. Perubahan anggaran dasar ini
telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia No. C-20789.HT.01.04.TH.2005 tanggal 27 Juli 2005. Sesuai
dengan pasal 3 Anggaran Dasar Bank, ruang lingkup kegiatan usaha
adalah menjalankan kegiatan umum perbankan termasuk berdasarkan
prinsip syariah. Bank Century memulai operasi komersialnya pada
bulan April 1990.
Melalui surat Bank Indonesia tanggal 14 Desember 2001 (yang
dipertegas melalui surat Bank Indonesia tanggal 20 Agustus 2004) dan
pertemuan dengan Bank Indonesia pada tanggal 16 April 2004,
manajemen Bank dan pemegang saham pengendali First Gulf Asia
Holdings Limited (d/h Chinkara Capital Limited) setuju untuk
melakukan merger dengan PT Bank Pikko Tbk dan PT Bank Danpac
Tbk untuk menghasilkan sinergi dan memperkuat permodalan bank
hasil merger. Proposal merger tersebut disampaikan kepada Bank
Indonesia pada tanggal 26 April2004.
Pada tanggal 21 Mei 2004, PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank
Pikko Tbk, telah menandatangani kesepakatan untuk melakukan
tindakan hukum penyatuan kegiatan usaha dengan cara Penggabungan
atau Merger dimana Bank Century sebagai “Bank Yang Menerima
Penggabungan” dan PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank Pikko Tbk.
sebagai “Bank Yang Akan Bergabung” (groups.google.com.).
16. Universitas Indonesia
Pada perjalanannya, Bank Century telah tiga kali berganti status
oleh Bank Indonesia yaitu ketika pada tanggal 29 Desember 2005 Bank
Century dinyatakan sebagai Bank dalam pengawasan Intensif,
kemudian pada tanggal 6 November 2008 Bank Century ditetapkan
oleh bank Indonesia sebagai Bank Dalam Pengawasan Khusus, dan
yang terakhir yaitu pada tanggal 20 November 2008, Bank Century
ditetapkan sebagai Bank Gagal yang ditenggara berdampak sistemik.
Perubahan-perubahan tersebut diakibatkan oleh banyak kesalahan yang
terjadi dalam pelaksanaan perbankan Bank Century. Untuk lebih
jelasnya berikut skema perubahan status Bank Century beserta
penyebabnya (Ringkasan Laporan Audit BPK):
No Tanggal Keterangan
1 30 Mei 1989 PT Bank Century Tbk didirikan berdasar akta No.
136 tahun 1989 yang dibuat oleh notaris Lina
Laksmiwardhani.
2 12 Juli 1989 Disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik
Indonesia dalam Surat Keputusannya No. C.2-
6169.HT.01.01.TH 89
3 16 April 1990 Bank Century memperoleh izin usaha sebagai Bank
Umum dari Menteri Keuangan Republik Indonesia
melalui Surat Keputusan No.462/KMK.013/1990.
4 2 Mei 1991 Didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
dengan No. 284/Not/1991
5 22 April 1993 Bank Century memperoleh peningkatan status
menjadi Bank Devisa dari Bank Indonesia melalui
Surat Keputusan No. 26/5/KEP/DIR.
6 16 April 2004 Dalam pertemuan dengan Bank Indonesia
17. Universitas Indonesia
manajemen Bank dan pemegang saham pengendali
First Gulf Asia Holdings Limited (d/h Chinkara
Capital Limited) setuju untuk melakukan merger
dengan PT Bank Pikko Tbk dan PT Bank Danpac
Tbk.
7 21 Mei 2004 Bank, PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank Pikko
Tbk, telah menandatangani kesepakatan untuk
melakukan tindakan hukum penyatuan kegiatan
usaha dengan cara Penggabungan atau Merger
dengan Bank Century
8 7 September 2004 Bank mengajukan Pernyataan Penggabungan
kepada BAPEPAM dalam rangka merger dan telah
mendapat pemberitahuan efektifnya penggabungan
tersebut sesuai dengan surat Ketua BAPEPAM No.
S.3232/PM/2004 tanggal 20 Oktober 2004
9 24 Oktober 2004 Para pemegang saham PT Bank Pikko Tbk dan PT
Bank Danpac Tbk telah menyetujui penggabungan
usaha bank-bank tersebut ke dalam Bank sesuai
dengan risalah Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa masing-masing bank yang diaktakan
masing-masing dengan Akta No.155 dan No.157
dari Buntario Tigris Darmawa NG, SH, notaris di
Jakarta.
10 28 Desember 2004 Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank
Indonesia No. 6/92/KEP.GBI/2004 menyetujui
perubahan nama PT Bank CIC Internasional Tbk
menjadi PT Bank Century Tbk
11 29 Juni 2005 Anggaran Dasar Bank Century dirubah yang
terakhir kalinya sesuai Akta No. 159 tahun 2005,
18. Universitas Indonesia
dari Buntario Tigris Darmawa NG, SH, S.E, notaris
di Jakarta
12 29 Desember 2005 Bank Century dinyatakan sebagai Bank Dalam
Pengawasan Intensif sesuai dengan surat BI No.
7/135/DPwB1/PwB11/Rahasia.
13 6 Nopember 2008, PT Bank Century Tbk ditetapkan oleh Bank
Indonesia sebagai Bank Dalam Pengawasan
Khusus.
14 13 Nopember 2008 PT Bank Century Tbk mengalami keterlambatan
penyetoran dana pre-fund untuk mengikuti kliring
dan dana di Bank Indonesia yang telah berada
dibawah saldo minimal, sehingga Bank di-suspend
untuk transaksi kliring pada hari tersebut
15 14-20 November
2008
Transaksi kliring sudah dibuka kembali namun
terjadi penarikan dana nasabah secara besar-besaran
akibat turunnya tingkat kepercayaan yang timbul
sebagai akibat dari pemberitaan-pemberitaan
seputar ketidakikutsertaan Bank pada kliring
tanggal 13 Nopember 2008
16 20 Nopember 2008 Berdasarkan Surat No. 10/232/GBI/Rahasia, Bank
Indonesia menetapkan PT Bank Century Tbk
sebagai Bank Gagal yang ditengara berdampak
sistemik.
17 21 Nopember 2008 Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
melalui Keputusan No. 04/KSSK.03/2008
menetapkan PT Bank Century Tbk sebagai bank
gagal yang berdampak sistemik dan menyerahkan
penanganannya kepada Lembaga Penjamin
19. Universitas Indonesia
Simpanan (LPS)
1.1.2.Indikasi Penyalahgunaan Kewenangan dan Korupsi
Dalam perkembangannya, kasus Bank Century berkembang menjadi
kasus yang memiliki indikasi penyalahgunaan kewenangan dan kasus
korupsi. Indikasi penyelewengan kewenangan dan korupsi didasarkan
pada beberapa sumber data, antara lain kami mengambil sumber dari
hasil audit BPK yang diserahkan kepada DPR tanggal 20 November
2009, hasil audit ini memaparkan temuan yang sangat penting yaitu 8
penemuan. Sejak meleburnya 3 bank ke dalam Bank Century dan
penggelapan dana bank tersebut. Dalam audit ini BPK
menginformasikan bahwa penyelamatan Bank Century adalah
keputusan keliru, sehingga dapat disimpulkan bahwa keputusan
menggelontorkan dana hingga triliunan rupiah terhadap bank century
sangat beresiko untuk diselewengkan. Berikut ini hasil audit BPK yang
mengindikasikan adanya pelanggaran aturan dan beberapa catatan
korupsi (www.hukumonline.com):
1. Terkait Merger 3 Bank
Terdapat beberapa Indikasi Pelanggaran yang terjadi pada saat
proses merger ini. BI diduga memberikan kelonggaran terhadap
persyaratan merger yaitu dengan:
a) Aset SSB yang semula dinyatakan macet oleh BI kemudian
dianggap lancar untuk memenuhi performa CAR.
b) Tetap mempertahankan pemegang saham pengendali (PSP) yang
tidak lulus fit and proper test.
c) Komisaris dan Direksi Bank ditunjuk tanpa fit and proper test.
d) Audit KAP atas laporan keuangan Bank Pikko dan Bank CIC
dinyatakan disclaimer.
Temuan BPK terkait penggabungan 3 bank ini adalah sebagai
berikut:
20. Universitas Indonesia
a) Akuisi Bank Danpac dan Bank Picco tidak sesuai dengan
ketentuan BI.
b) Surat izin Akuisisi Chinkara atas bank Picco dan Bank Danpac
tetap dilakukan meskipun terdapat indikasi praktek perbankan yang
tidak sehat dan perbuatan melawan hukum yang melibatkan
Chinkara.
c) BI menghindari penutupan Bank CIC dengan memasukan Bank
tersebut di dalam skema merger.
d) Tidak membatalkan persetujuan akuisisi meskipun tahun 2001-
2003 hasil pemeriksaan BI pada ke-3 Bank menemukan indikasi
pelanggaran yang signifikan.
e) Adanya perlakuan Surat-surat Berharga (SSB) yang semula macet
menjadi lancer dengan rekomendasi KEP (komite evaluasi
perbankan).
2. Terkait Penyaluran fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP)
Sejak bulan Juli 2008, Bank Century telah mengalami kesulitan
likuiditas dan bergantung pada pinjaman uang antar-bank (PUAB).
Karena PUAB sulit diperoleh, hingga tanggal 27 Oktober 2008,
Bank Century telah melanggar pemenuhan Giro Wajib Minimum
(GWM) minimal 5% dari dana pihak ketiga (DPK). Posisi CAR
Bank Century saat mengajukan FPJP (posisi 30 September 2008)
sebesar positif 2,35%. Pada saat tersebut berlaku ketentuan BI (PBI)
No. 10/26/PBI/2008 bahwa fasilitas FPJP diberikan kepada bank
yang memiliki CAR minimal 8%. Dengan demikian Bank Century
sebenarnya tidak memenuhi syarat menerima FPJP.
Namun pada tanggal 14 November 2008 BI mengubah PBI tentang
persyaratan pemberian FPJP dari semula minimal CAR 8% menjadi
CAR positif. Hal ini diduga untuk memuluskan Bank Century
menggunakan fasilitas FPJP. Berdasarkan posisi CAR Bank Century
per-30 September (positif 2,35%) BI menyatakan Bank Century
memenuhi syarat. Padahal posisi CAR Bank Century per-31 Oktober
21. Universitas Indonesia
2008 justru negatif (-3,53%) dan tidak memenuhi persyaratan
bahkan terhadap PBI yang telah dirubah per-14 November 2008.
Untuk poin ini, nantinya kita akan melihat peraturan perundangan
yang mengatur mengenai kewenangan Bank Indonesia dan LPP
dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan UU Nomor 7
tahun 1992 dan Perppu Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan UU
Nomor 24 Tahun 2004.
3. Terkait pengambilan keputusan KSSK dan Penyaluran Penyertaan
Modal Sementara (PMS)
1)Terhadap surat Gubernur BI No. 10/232/GBI/Rahasia tertanggal
20 November 2008 tentang Penetapan Bank Century sebagai
Bank Gagal dan Penetapan Tindak Lanjutnya, Departemen
Keuangan dan LPS melakukan rapat konsultasi KSSK, dengan
argumentasi BI yang menyatakan Bank Century akan berdampak
sistemik.
2)Dalam pengambilan keputusan bahwa Bank Century adalah Bank
Gagal yang berdampak sistemik Bank Indonesia dan KSSK
menyepakati bahwa status ini harus memenuhi 4 kriteria, yaitu
aspek institusi keuangan, aspek pasar keuangan, sistem
pembayaran dan sektor riil serta aspek psikologi pasar. Dengan
berdasarkan aspek ini, Bank Indonesia mengambil kesimpulan;
”bahwa akan terjadi ketidakpastian yang tinggi terutama
terhadap psikologi pasar masyarakat yang selanjutnya dapat
memicu gangguan/ketidakpastian di pasar keuangan dan system
pembayaran”.
3)Rapat tersebut dihadiri oleh ketua KSSK yaitu menteri keuangan,
Gubernur BI selaku anggota KSSK, dan Sekertaris KSSK, rapat
tersebut memutuskan bahwa Bank Century adalah Bank Gagal
yang berdampak sistemik, dan penanganannya diserahkan pada
LPS, akan tetapi kondisi Bank Century makin memburuk selama
periode November 2008, sehingga BI mengeluarkan data baru
22. Universitas Indonesia
mengenai kebutuhan dana untuk penyertaan modal sementara
(PMS) LPS untuk penyelamatan Bank Century.
4)Dana PMS kemudian membengkak dari Rp 632 miliar menjadi
Rp 6,76 triliun, kemudian dana ini disalurkan dalam 4 tahap.
4. Legalitas Keputusan KSSK
Terkait dengan penyaluran dana yang diputuskan oleh KSSK dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) No. 4 tahun 2008 Jaring
Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) pada 15 Oktober 2008. Dalam
Perpu ini diatur soal Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
yang terdiri dari Gubernur BI dan Menteri Keuangan. Terkait dengan
pengucuran dana ke Bank Century, jika mengacu pada persetujuan
DPR RI, sejumlah Rp 2,88 triliun masih disalurkan oleh LPS tanpa
dukungan pengesahan atau persetujuan DPR atas dasar KSSK.
5. Penyalahgunaan dana FPJP dan PMS
Adanya penarikan DPK oleh pihak terkait Bank Century sebesar
Rp 938,654 M. Adanya unsur penggelapan dana kas Valas sebesar
USD 18 Juta dengan masing-masing sebesar Rp 2 M untuk Dewi
Tantular dan Robert Tantular.
1.1.3.Kemungkinan Dampak – dampak dari Kasus Bank Century
Pro dan kontra yang menyertai kasus ini membuat Kasus Bank
Century selalu disorot hingga enam tahun lamanya, sejak mencuat ke
permukaan hingga pada tahun 2013 lalu mantan Deputi Gubernur Budi
Mulya menjadi tersangka. Banyak pihak mengatakan kasus Bank
Century ini merupakan kegagalan di bidang ekonomi pada masa
pemerintahan SBY – Boediono, dan merupakan kasus kerugian negara
yang terbesar sejak kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada
jaman Presiden Megawati.
Kasus dana talangan Bank Century menimbulkan dampak-dampak
yang besar, selain indikasi kerugian negara, dampak lainnya adalah
kerugian nasabah yang tidak bisa menarik dana di rekeningnya, serta
23. Universitas Indonesia
hingga sekarang belum menerima penggantiannya. Kedua, dampak
ekonomi yang membuat seakan-akan kondisi perekonomian di
Indonesia tidak kondusif dan berbahaya bagi nasabah. Adanya dana
yang diduga diselewengkan serta indikasi penyelewenagan jabatan juga
akan mempengaruhi kondisi politik serta kondisi stabilitas ekonomi
hingga beberapa tahun ke depan. Dampak lainnya adalah dampak
hukum, ketika para penegak hukum dianggap tidak mampu untuk
menjaring orang-orang “besar” yang dianggap bermain dalam kasus ini.
Dampak keseluruhannya adalah citra pemerintah menjadi negatif.
Pemerintah dianggap mempermainkan peraturan, tidak bekerja sama
dengan penegak hukum untuk membuka kasus ini, tidak bekerja sama
dengan tim dari DPR yang mengatasnamakan wakil rakyat, yang ingin
membuka kebenaran, kemana aliran uang dari nasabah Bank Century
bermuara. Dan kesemuanya memiliki unsur-unsur politis.
Jika dilihat pada skema-skema pada sub bagian sebelumnya, dana
talangan Bank Century adalah berdasar pada kondisi keuangan yang
dianggap kritis saat itu. Pada tahun 2008, kondisi krisis perekonomian
global berdampak pada perekonomian Indonesia, namun kondisi krisis
perekonomian ini pun masih menjadi pro kontra saat itu. Definisi krisis
perekonomian dan keuangan masih belum bisa dinyatakan dengan jelas
kapan sebuah perekonomian dan keuangan negara dianggap memasuki
masa krisis?
Hal inilah yang juga membuat akhirnya pemerintah mengeluarkan
Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem
Keuangan, yang dibuat sebagai upaya menghadapi ancaman krisis
keuangan yang berpotensi membahayakan stabilitas sistem keuangan
dan perekonomian nasional atau menghadapi krisis keuangan, perlu
ditetapkan suatu landasan hukum yang kuat dalam rangka pencegahan
dan penanganan krisis. Dalam Perppu tersebut menyatakan skema
proses koordinasi hingga keluarnya kebijakan jika pemerintah menemui
situasi krisis keuangan dan perekonomian.
24. Universitas Indonesia
1.2. Rumusan Permasalahan
Pencitraan tidak dipungkiri menjadi komponen penting bagi pejabat
pemerintah ataupun politisi, maka dari itu jika menemui sebuah permasalahan
adalah penting bagi pejabat pemerintah untuk melakukan sebuah konstruksi
citra. Masyarakat selalu menginginkan pejabat pemerintah untuk cepat
tanggap terhadap berbagai informasi, masukan dan kritik (Heryanto, 2013,
hal.176) agar masyarakat dapat menilai, bahkan memberikan komentar atau
opininya terhadap kemampuan pejabat tersebut menangani situasi krisis.
Kasus Bank Century memiliki lingkup permasalahan yang sangat luas,
berbagai kepentingan dan aspek terlibat di dalamnya. Kasus yang hampir
memasuki tahun ketujuhnya ini, menyeret banyak nama penting di
pemerintahan serta menyangkut banyak institusi di dalamnya. Dalam hal ini
ada tiga institusi yang dianggap memiliki kesalahan dan berperan besar dalam
penggelontoran dana talangan Bank Century. Bank Indonesia yang terdiri atas
Gubernur Bank Indonesia dan Dewan Gubernur saat itu, Menteri Keuangan
dalam hal ini sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) serta
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sekian lama tertutup kabut, kasus Bank Century dianggap mulai
diperhatikan penegak hukum pada tahun 2013. Saat itu, November 2013,
mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter
ditangkap serta ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena
dianggap terlibat dalam pemberian Bank Century, hingga menyebabkan
kerugian negara. Penahanan Budi Mulya mau tidak mau ikut menyeret nama
mantan Wakil Presiden Boediono dan manta Menteri Keuangan serta pejabat
lain yang duduk di Dewan Gubernur Bank Indonesia, KSSK serta LPS.
Puncak sorotan publik adalah ketika mantan Wakil Presiden Boediono
diperiksa KPK sebagai saksi bagi Budi Mulya. Peran Boediono dalam
kapasitasnya sebagai Gubernur Bank Indonesia saat itu disinyalir vital dalam
perkara yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,7 Triliun.
Boediono mengakui saat itu sebagai Gubernur Bank Indonesia dirinya
berperan merubah Peraturan Bank Indonesia tentang FPJP yang menentukan
syarat pengajuan FPJP (www.tempo.co)
25. Universitas Indonesia
Boediono menjelaskan, bahwa pada akhir tahun 2008, di mana kebijakan
penyelamatan Bank Century tersebut ditetapkan, Indonesia sedang
menghadapi krisis keuangan sehingga satu kejadian kegagalan dari suatu
institusi keuangan, betapapun kecilnya, dapat menimbulkan efek domino
yang cukup luas, yaitu berupa dampak sistemik pada sistem perbankan.
Dirinya menegaskan bahwa ia berkeyakinan bahwa instrumen utama dan
mungkin satu-satunya pada saat itu untuk menangkal terjadinya kegagalan
sistematis adalah pemberian FPJP, sehingga hal inilah yang melatarbelakangi
Bank Indonesia melakukan perubahan terhadap peraturan Bank Indonesia
tentang FPJP (www.tribunnews.com)
Selanjutnya apa yang diputuskannya bersama dengan Menteri Keuangan
dalam forum KSSK pada saat itu adalah sebuah upaya untuk mencegah
rontoknya sistem keuangan di Indonesia. Masih menurut Boediono, setelah
kebijakan itu diterapkan, Indonesia mampu melewati badai krisis global
dengan selamat. Bahkan sejak saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia
sampai paling tidak tahun 2012 mencatatkan angka yang tinggi, bahkan
tercatat sebagai peringkat nomor dua di dalam kelompok G-20 setelah China.
Pada kesempatan itu pula Boediono menyatakan bahwa ia bersama Menteri
Keuangan pada saat itu telah melakukan tanggung jawab dengan sebaik-
baiknya. Baginya tanggung jawab tersebut merupakan sebuah kehormatan
karena berada pada waktu dan kondisi yang bisa memberikan kontribusi bagi
bangsa.(Boediono, 23 November 2013).
Media massa mulai saat itu, terutama media massa online terus
mengangkat pemberitaan mengenai pernyataan mantan Wakil Presiden
Boediono dalam keterangan persnya. Ada banyak pernyataan yang disoroti
oleh media massa, antara lain mengenai pernyataan Wapres yang mengatakan
bahwa pemberian FPJP bagi Bank Century sebagai satu-satunya cara untuk
mencegah efek domino dari krisis sistemik.
Kesediaan Boediono diperiksa oleh KPK sebagai komitmennya dalam
penegakkan hukum di Indonesia diapresiasi secara positif oleh berbagai
pihak. Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah Pernyataan Pers
Boediono setelah dirinya pertama kali dimintai keterangannya sebagai saksi
26. Universitas Indonesia
yang dilakukan di Istana Wakil Presiden tersebut upaya yang efektif sebagai
perbaikan citranya selama kurun waktu lima tahun proses penyelidikan Bank
Century. Nama Boediono tidak sekali saja disebut oleh banyak pihak sebagai
orang yang bertanggung jawab, banyak penyataan bertendensi negatif
ditujukan pada Boediono, namun dengan retorika dalam pernyataan pers saat
itu, Boediono tampak melakukan upaya memperbaiki citra, mencoba
menjelaskan pada posisi apa Boediono saat krisis ekonomi itu terjadi.
Boediono saat itu mengeluarkan pernyataan yang memperlihatkan
keberhasilan perekonomian Indonesia saat itu, yang salah satunya adalah
kebijakan bantuan untuk Bank Century. Serta merasa kecewa karena
menurutnya ada pihak-pihak yang menggunakan kebijakan saat itu untuk hal
lain (Koran Tempo, 24 November 2014). Wapres Boediono sendiri merasa
terhormat dalam pengambilan keputusan yang menyelamatkan perekonomian
bangsa saat itu hal ini terungkap dalam pernyataan (Tempo.com, Sabtu 23
November 2013). Meskipun ada juga pernyataan yang diangkat oleh media
massa menjadi sebuah pernyataan yang seakan-akan Wapres Boediono lepas
tanggung jawab atas pembengakakan dana talangan ini (Kompas.com, Selasa
26 November 2013)
Sebagai Wakil Presiden, tentu saja pernyataan Boediono sangat ditunggu-
tunggu. Hal ini dikarenakan kasus bail out Bank Century yang terus menjadi
salah satu isu penting bagi dunia politik di Indonesia, sekaligus menandai
babak baru dalam demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia, bahwa
rakyat berhak mengetahui semua informasi mengenai kasus yang melibatkan
Presiden ataupun Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyat secara langsung
tersebut.
Dengan pernyataan melalui konferensi pers tersebut, Boediono telah
melakukan sebuah retorika, khususnya retorika politik. Mengingat pentingnya
berkomunikasi dengan rakyat dan pemangku kepentingan dalam masalah
Bank Century ini, retorika politik oleh Wakil Presiden sangatlah penting.
Agar tercipta ketenangan di dalam masyarakat saat di hadapkan pada sebuah
konflik atau krisis, dan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Boediono juga
27. Universitas Indonesia
mencoba menjelaskan seberapa jauh tanggung jawab yang dia emban, hingga
bagaimana perasaan serta tindakannya dalam mengambil keputusan kebijakan
saat itu, kebijakan yang mencoba menyelamatkan Bank Century, namun
secara luas menyelamatkan kondisi perekonomian dan keuangan saat itu.
Pemberian keterangan Wakil Presiden Boediono merupakan sebuah proses
komunikasi politik dengan menggunakan retorika politik untuk menjelaskan
keadaan krisis saat itu. Dengan jabatan dirinya sebagai Wakil Presiden dan
merupakan jabatan tertinggi saat ini yang diperiksa oleh KPK, Boediono
merasa wajib memberikan pernyataan-pernyataan melalu pidato dalam
konferensi persnya. Antusiasme pemangku kepentingan dalam hal ini mulai
dari kalangan DPR (timwas Century), jajaran eksekutif, jajaran yudikatif
bahkan masyarakat luas untuk mengetahui pernyataan Wapres Boediono
tentu sangat tinggi. Hingga diperlukan analisis secara kritis baik dari segi
kalimat-kalimat dalam pernyataan tersebut maupun segi komunikasi
politiknya.
Memberikan keterangan bukanlah hal baru bagi jajaran pemerintahan,
setiap komunikator politik wajib memberikan keterangan yang hasilnya nanti
dapat mempengaruhi opini khalayak melalui citra yang terbangun. Terutama
ketika menghadapi sebuah krisis, saat itu yang dihadapi adalah sebuah hal
baru ketika orang nomor dua di negeri ini diperiksa KPK.
Hingga dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konstruksi retorika politik yang disampaikan mantan Wakil
Presiden Boediono dalam pernyataan pers seusai diperiksa sebagai saksi
Kasus Pemberian Dana Talangan Bank Century sebagai Upaya Restorasi
Citra menghadapi Krisis Komunikasi Politik saat itu?
2. Bagaimana pernyataan tersebut mempengaruhi Opini Publik?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengungkap proses konstruksi retorika politik yang disampaikan mantan
Wakil Presiden Boediono dalam pernyataan pers seusai diperiksa sebagai
28. Universitas Indonesia
saksi Kasus Pemberian Dana Talangan Bank Century sebagai Upaya
Restorasi Citra menghadapi Krisis Komunikasi Politik saat itu.
2. Menjelaskan bagaimana pernyataan tersebut mempengaruhi Opini Publik
1.4 Signifikasi Penelitian
Komunikasi politik dengan retorika politik menarik untuk dikaji. Komunikasi
politik antara Presiden, Wakil Presiden dan seluruh jajaran pemerintahan
merupakan suatu hal mutlak atau tidak dapat dihindari dalam politik. Tanpa
ingin menganalisis lebih dalam pada sisi hukum kasus Bank Century, Peneliti
berupaya mengangkat penelitian mengenai upaya Boediono dalam
memulihkan citra setelah diperiksa KPK dengan memberikan pernyataan
melalui pernyataan pers saat itu dan melihat sejauh mana analisis
menggunakan teori restorasi citra ini dapat membangun opini khalayak. Hal
ini menurut Peneliti merupakan hal yang penting bagi perkembangan ilmu
komunikasi, khususnya komunikasi politik.
Menyambut era keterbukaan informasi antara pemerintah dan khalayak serta
berbagai elemen kepentingan, kelak akan kita hadapi berbagai retorika
politik, baik untuk membentuk citra positif maupun sebagai pemulihan citra
ketika menghadapi sebuah krisis ataupun konflik. Peneliti sebagai seorang
yang berkecimpung dalam pemerintahan khususnya dalam bidang
komunikasi politik pemerintah pusat, sangat berharap penelitian ini berguna
bagi institusi maupun jajaran legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Peneliti berupaya menelaah “Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi
Citra: Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century”, sebab
menurut peneliti, mantan Wakil Presiden Boediono sebagai orang dengan
jabatan tertinggi saat itu yang diperiksa KPK dalam kapasitasnya sebagai
saksi, merupakan hal yang baru, khususnya dalam era reformasi saat ini.
Dimana pernyataan yang diangkat dalam sebuah pemberitaan kerap
mempengaruhi citra dari seorang komunikator politik.
29. Universitas Indonesia
Boediono sangat menyadari bahwa rakyat dan pemangku kepentingan perlu
mengetahui keterangan kebijakan pemerintah untuk membangun kepercayaan
publik melalui pembentukan Opini Publik.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I – Pendahuluan, bab ini menjelaskan secara garis besar dan umum
berdasarkan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian
dan si ginifikansi.
BAB II – Kerangka Pemikiran, bab ini meliputi konsep-konsep dan teori-
teori yang dijadikan sebagai landasan dalam melakukan penelitian dan
menganalisa permasalahan, sehingga penjelasan penelitian adalah secara
akademis. Tentu saja berbagai literatur terkait dengan komunikasi politik
akan sangat kuat dalam bab ini.
BAB III – Metode Penelitian, bab ini menjelaskan metode penelitian, yang
mencakup metode pengumpulan data dan bagaimana menjelaskannya.
BAB IV – Hasil Pengamatan dan Analisis Konten Pernyataan Pers, bab ini
mengulas dan menjelaskan hasil penelitian berdasarkan data-data yang
diperoleh dari berbagai sumber, baik data primer maupun sekunder, seperti
melalui studi pustaka, riset dokumen, dan wawancara dengan narasumber
yang kompeten.
BAB V – Simpulan dan Diskusi, bab ini memberikan Simpulan
30. Universitas Indonesia
BAB II. KERANGKA KONSEPTUAL
2.1. Komunikasi Politik
Komunikasi politik telah dikenal dalam studi awal mengenai wacana
demokrasi dari Aristoteles dan Plato. Pada perkembangannya komunikasi
politik modern bersandar pada multidisiplin yang berbasis pada konsep
dalam ilmu komunikasi, ilmu politik, jurnalistik, sosiologi, psikologi,
sejarah, retorika, dan lainnya. Dengan beragamnya sumbangan dari ilmu
yang bersifat interdisipliner ini, memberi perspektif yang berbeda pada
peranan komunikasi dalam proses politik (Subiakto & Ida, 2012, hal. 6).
Definisi tentang komunikasi politik sangat beragam, beberapa ilmuwan
memiliki pendapat sendiri, tetapi komunikasi politik dapat diartikan sebagai
suatu aktivitas komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik.
Komunikasi memainkan peran yang dominan dalam politik, komunikasi
merupakan aktivitas yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari
manusia.
Denton dan Woodward dalam McNair menyebutkan bahwa komunikasi
politik juga bisa dipahami sebagai diskusi publik tentang alokasi sumber
daya publik dan otoritas resmi (siapa yang diberi kekuasaan untuk membuat
keputusan hukum, legislatif dan pemerintahan) serta sanksi resmi (siapa
yang diberi hukuman atau penghargaan oleh negara) (McNair, 2003, hal. 3).
Sedangkan Doris Graber mendefinisikan komunikasi politik sebagai
bahasa politik yang bukan hanya mengkompromikan retorika semata-mata
namun juga tanda-tanda paralinguistik seperti gerak tubuh dan tindakan
politik seperti boikot dan Protes (McNair, hal. 6).
Pengertian lain dari komunikasi politik dikemukakan oleh Dan Nimmo
yang menyebut bahwa komunikasi politik adalah aktivitas komunikasi yang
berhubungan dengan politik dengan menyajikan konsekuensi aktual dan
potensial yang mengatur manusia di bawah kondisi konflik (Subiakto & Ida,
2012, hal. 6). Pengertian komunikasi politik yang dikemukakan oleh Dan
31. Universitas Indonesia
Nimmo ini bisa mempejelas bagaimana sebenarnya komunikasi politik yang
terjadi. Dan Nimmo dalam pengertiannya tentang komunikasi politik
mengemukakan potensi aktual dan potensial dalam komunikasi politik.
Konsekuensi aktual berarti kegiatan yang benar-benar dilakukan oleh para
aktor politik, atau kegiatan komunikasi politik yang memang secara jelas
berada dalam ranah komunikasi politik, seperti kegaiatan kampanye, pidato
presiden, iklan partai politik, dan sebagainya.
Komunikasi politik dalam proses politik memiliki berbagai bentuk ketika
digunakan oleh politikus atau aktivis politik untuk mencapai tujuan
politiknya. Teknik komunikasi dilakukan untuk mencapai dukungan
legitimasi (otoritas sosial), yang meliputi tiga level yaitu, pengetahuan,
sikap sampai dengan perilaku khalayak. Kegiatan komunikasi politik
meliputi juga, upaya untuk mencari, mempertahankan dan meningkatkan
dukungan politik dengan jalan melakukan pencitraan dan membina Opini
Publik yang positif (Arifin, 2011).
Komunikasi politik lainnya menurut pakar komunikasi Astrid S. Sunaryo
menyatakan bahwa komunikasi politik adalah suatu komunikasi yang
diarahkan pada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa sehingga
masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat
semua warganya melalui sanksi yang ditentukan oleh lembaga-lembaga
politik (Arifin, 2011).
Seperti displin komunikasi, komunikasi politik juga terdiri dari unsur-
unsur yang sama antara lain unsur S (source, encoder, sumber atau
komunikator), M (message atau pesan), C (channel, media atau saluran), R
(receiver, decoder, atau penerima), atau dikenal dengan model SMCR.
Harold Lasswell kemudian menambahkan E (effect atau pengaruh)
mengingat efek atau pengaruh merupakan indikator komunikasi yang
efektif. Hingga Harold Lasswell merumuskan proses komunikasi harus
dapat dijelaskan dengan pernyataan yang sederhana: “who says what to
whom in which channel with what effect” atau “siapa bicara kepada siapa
melalui saluran apa dan apa pengaruhnya”. Dalam konteks komunikasi
32. Universitas Indonesia
politik, Lasswell mendefinisikan politik dengan pertanyaan sederhana “who
gets what, when, how”atau “siapa mendapatkan apa, kapan dengan cara
bagaimana (Dan Nimmo, 2001).
2.2. Komunikator Politik
Dalam sebuah komunikasi politik adalah keseluruhan keputusan
kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan saat ini, guna mencapai
tujuan politik pada masa depan. Ketika komunikasi politik berlangsung,
justru yang berpengaruh bukan pesan politik saja, melainkan terutama siapa
tokoh politik yang menyampaikan pesan politik itu. Dengan kata lain,
ketokohan seseorang komunikator politik dan lembaga politik yang
mendukungnya sangat menentukan berhasil atau tidaknya komunikasi
politik dalam mencapai sasaran dan tujuannya (Ahmad, 2012, hal. 1).
Dean Barlund sebagaimana dikutip Nimmo menyatakan bahwa
komunikasi itu bersifat sirkular dalam arti tidak ada urutan yang linear,
sehingga dalam konteks ini, komunikator politik, sumber tersebut tidak
hanya menyangkut organisasi politik, mulai dari partai politik, organisasi
masyarakat, interest group, hingga pemerintah, namun juga bisa dari rakyat
langsung kepada pemimpin politiknya (Nimmo, 2001, hal. 6).
Menurut Hafied Cangara, sumber atau komunikator politik adalah
mereka yang dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang mengandung
makna atau bobot politik, misal Presiden dan Wakil Presiden, Menteri,
anggota DPR, MPR, Pemerintah Daerah misal Gubernur dan Wakil
Gubernur, DPRD dan sebagainya, yang bisa mempengaruhi jalannya
pemerintahan (Changara, 2011, 31).
Nyarwi Ahmad mengatakan bahwa komunikator politik merupakan salah
satu elemen terpenting yang akan menentukan keberhasilan dan kegagalan
keseluruhan proses dan tujuan komunikasi politik yang dijalankan. Tentu
saja, kesuksesan para komunikator politik ini tidak dapat dicapai karena
semata-mata dirinya memiliki bakat retorika politik yang hebat, ada
beragam jenis profesional komunikator politik meskipun kemampuan
33. Universitas Indonesia
retorika politik komunikator politik juga menentukan kesuksesan
penyampaian pesan (Ahmad, 2012, hal. 1).
Peran komunikator politik sangat menentukan dan berperan penting
dalam memproduksi pesan-pesan dan informasi politik. Komunikator politik
dituntut untuk melahirkan pesan-pesan politik yang aktual, impresif dan
menarik di mata khalayak. Komunikator politik berperan dalam
mengkonstruksikan identitas buadaya, sosial, ekonomi, politik dan ideologi
politik, Komunikator politik juga ditandai dengan kemampuannya dalam
kepemimpinan politik (Ahmad, 2012, hal. 1).
Kompetensi kepemimipinan politik selalu dibutuhkan dan diperlukan
oleh para komunikator politik mengingat untuk mewujudkan tujuan
politiknya, tidak bisa sekedar mereproduksi dan menyampaiakan pesan-
pesan politik politik semata, tetapi juga harus disertai dengan kemampuan
pada bagaimana agar pesan-pesan politik dapat didistribusikan secara luas
dan mempengaruhi atau bahkan membentuk persepsi, sikap dan perilaku
politik khalayaknya (Ahmad, 2012, hal. 1).
Komunikator politik harus memilki kepempimpinan politik. Dan Nimmo
menyebutkan bahwa kepemimpinan politik secara umum didefinisikan
sebagai suatu hubungan antara orang-orang di dalam suatu kelompok dan
memilki hubungan yang erat karena proses komunikasi yang berlangsung
baik melalui model komunikasi interpersonal, komunikasi organisasi dan
komunikasi massa (Nimmo, 2001, hal. 11).
2.3. Retorika Politik
Salah satu bentuk atau jenis komunikasi politik yang sudah lama dikenal
dan dilakukan oleh para politikus atau aktivis adalah Retorika politik.
Retorika politik berkaitan dengan pembentukan citra dan Opini Publik yang
positif (Ahmad, 2012, hal. 25).
Retorika yang berasal dari bahasa Yunani rhetorica memang berarti seni
berbicara. Pada awalnya dipergunakan dalam perdebatan-perdebatan antar
34. Universitas Indonesia
persona, hingga menjadi komunikasi dua arah. Namun pada
perkembangannya retorika juga dapat digunakan dari satu orang ke satu
orang lainnya atau beberapa orang untuk saling mempengaruhi dengan cara
persuasif dan timbal balik. Untuk itu retorika dikembangkan sebagai
kegiatan seni berbicara, dan menjadi ilmu pengetahuan tersendiri (Arifin,
2003, hal. 126).
Retorika politik merupakan seni menyusun argumentasi dan pembuatan
naskah pidato, karena retorika berkaitan dengan persuasi. Sebagai
komunikasi satu ke banyak orang atau komunikasi massa, retorika bergesar
menjadi pernyataan umum, terbuka dan aktual, dengan menjadikan khalayak
(publik) menjadi sasaran (Arifin, 2003, hal. 128).
Retorika menurut Aristoteles terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1)
retorika deliberatif, (2) retorika forensik dan (3) retorika demonstratif.
Retorika deliberatif dirancang untuk memengaruhi khalayak dalam
kebijakan pemerintah. Pembicaraan difokuskan pada keuntungan dan
kerugian jika sebuah kebijakan diputuskan dan dilaksanakan. Retorika
forensik digunakan di dalam pengadilan. Sedangkan retorika demonstratif
digunakan untuk mengembangkan wacana memuji atau menghujat (Arifin,
2003, hal. 30).
Meskipun demikian dalam komunikasi politik yang efektif tidak cukup
hanya dengan menggunakan satu jenis retorika saja untuk mempengaruhi
khalayak. Retorika pada dasarnya menggunakan lambang untuk
mengidentifikasi pembicara dengan mendengar melalui pidato. Sedangkan
pidato adalah konsep yang sama pentingnya dengan retorika sebagai
identifikasi atau sebagai sebuah simbolisme (Ahmad, 2012, hal. 127).
Dengan pidato di hadapan khalayak secara terbuka akan berkembang
wacana publik dan berlangsung proses persuasi. Melalui pidato dapat
terungkap konflik. Untuk itu Dan Nimmo menyebut pidato adalah negosiasi,
dengan retorika politik akan tercipta masyarakat dengan negosiasi yang
terus berlangsung.
35. Universitas Indonesia
Retorika politik merupakan salah satu kekuatan dasar yang harus dimiliki
oleh para komunikator politik. Di era domokrasi diaman media massa dan
teknologi komunikasi belum begitu canggih, retorika politik menjadi elemen
kunci yang pertama-tama harus dikuasai dan dimiliki oleh komunikator
politik. Retorika politik bukan hanya menyangkut materi-materi pesan
politik, tapi bagaimana materi tersebut disusun, dikemas, dan disampaikan
kepada publik dengan dukungan kemampuan fisik dalam berkomunikasi.
Retorika politik juga dapat menunjukkan kata-kata yang tanpa arti namun
memiliki diksi yang berlebih. Hal ini berkonotasi asosiasi dengan penipuan
dan trik yang menutupi kebenaran dan keterusterangan. Menurut Yusrita
Yanti (2008), secara umum retorika didefininsikan sebagai menggunakan
bahasa dengan efektif dan persuasif. Suatu seni yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan pembicara atau penulis untuk menyampaikan
informasi, memberikan motivasi, membujuk dan mempengaruhi pikiran
masyarakat dalam situasi tertentu (Smith, 2000).
Menurutnya sejumlah retorika politik terlihat beberapa karakter, pilihan
kata yang digunakan cenderung merupakan emosi terhadap ketidakpuasan,
kejengkelan, keinginan, keoptimisan, dan kebanggaan sehingga melahirkan
sindiran, dan kritikan-kritikan terhadap fenomena sosial yang terjadi. Secara
pragmatis, retorika mencerminkan sikap dari penutur, sikap keoptimisan
dapat memperlihatkan sikap tanggung jawab (responsibility) dari penutur,
sikap lain yang dapat tercermin lainnya adalah empati, peduli, dan lainnya.
Retorika politik juga merupakan tindakan politik yang dapat diamati dari
waktu ke waktu, yang dalam waktu lama membentuk pola, yang pada
akhirnya bertujuan untuk membentuk citra (image) politik bagi khalayak
(masyarakat), yaitu gambaran mengenai realitas politik yang memiliki
makna, citra menunjukkan keseluruhan informasi menurut teori informasi
tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan dan disimpan oleh
individu (Nimmo, 2001).
Secara umum, citra adalah peta seseorang tentang realitas. Tanpa citra,
seseorang akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah
36. Universitas Indonesia
gambaran tentang realitas, kendatipun tidak harus sesuai dengan realitas
yang sesungguhnya. Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Walter
Lippman (1965) menyebutnya picture in our head (Nimmo, 2001), hal.
141).
Komunikasi politik dalam hal ini retorika politik, menurut Anwar Arifin
bertujuan membentuk dan membina citra dan Opini Publik, mendorong
partisipasi politik, memenangi pemilihan, dan memengaruhi kebijakan
politik negara atau kebijakan publik (Arifin, 2003, hal. 127).
2.3.1.Citra Politik
Seperti dijelaskan di atas, salah satu tujuan komunikasi politik adalah
membentuk citra politik yang baik pada khalayak. Citra politik itu terbentuk
berdasarkan informasi yang diterima, baik langsung maupun melalui media
politik. Citra politik merupakan salah satu efek dari komunikasi politik
dalam paradigma atau perspektif mekanistis, yang pada umumnya dipahami
sebagai kesan yang melekat dibenak individu atau kelompok. Meskipun
demikian citra itu dapat berbeda dengan realitas yang sesungguhnya atau
tidak merefleksikan kenyataan objektif.
Citra politik juga berkaitan dengan pembentukan Opini Publik karena
pada dasarnya Opini Publik politik terbangun melalui citra politik.
Sedangkan citra politik terwujud sebagai konsekuensi kognisi dari
komunikasi politik. Robert dalam Anwar Arifin menyatakan bahwa
komunikasi tidak secara langsung menimbulkan pendapat atau perilaku
tertentu, tetapi cenderung memengaruhi cara khalayak mengorganisasikan
citranya tentang lingkungan dan citra itulah yang memengaruhi pendapat
(opini) atau perilaku khalayak (Arifin, 2003, hal. 178).
Citra dapat didefiniskan sebagai konstruksi atas representasi dan persepsi
khalayak terhadap individu, kelompok atau lembaga yang terkait dengan
kiprahnya dalam masyarakat. Citra memiliki empat fase. Baudrillard
menyebut empat fase itu adalah: (1) representasi dimana citra merupakan
cermin suatu realitas; (2) ideologi dimana citra menyembunyikan dan
37. Universitas Indonesia
memberikan gambaran yang salah akan realitas; (3) citra menyembunyikan
bahwa tak ada realitas; dan (4) citra tidak memiliki sama sekali hubungan
dengan realitas apapun (Arifin, 2003, hal. 179).
Citra politik dapat dipahami sebagai gambaran seseorang tentang politik
yang memiliki makna, kendatipun tidak selamanya sesuai dengan realitas
politik yang sebenarnya. Citra politik tersusun melalui persepsi yang
bermakna tentang gejala politik dan kemudia menyatakan makna itu melalui
kepercayaan, nilai dan pengharapan dalam bentuk pendapat pribadi yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi Opini Publik (Arifin, 2003, hal.
185).
Citra politik seseorang akan membantu dalam pemahaman, penilaian,
pengindentifikasian peristiwa, gagasan tujuan atau pemimpin politik. Citra
politik membantu bagi seseorang dalam memberikan alasan yang dapat
diterima secara subjektif tentang mengapa segala sesuati hadir sebagaimana
tampaknya tentang referensi politik.
Para politikus atau pemimpin dalam politik sangat berkepentingan dalam
pembentukan citra politik dirinya melalui komunikasi politik dalam usaha
menciptakan stabilitas sosial dan memenuhi tuntutan rakyat. Misalnya
pernyataan presiden atau wakil presiden dalam konferensi pers atau dalam
sebuah pidato mengenai kesulitan perekonomian yang telah teratasi akibat
sebuah kebijakan. Untuk itu politikus harus berusaha menciptyakan dan
mempertahankan tindakan politik yang membangkitkan citra yang
memuaskan, supaya dukungan Opini Publik dapat diperoleh dari rakyat
sebagai khalayak komunikasi politik.
2.3.2.Opini Publik
Selain citra politik, komunikasi politik juga bertujuan membentuk dan
membina Opini Publik serta mendorong partisipasi politik, sebagaimana
38. Universitas Indonesia
telah disinggung di muka. Bahkan dapat dikatakan bahwa citra politik dan
Opini Publik merupakan konsekuensi-konsekuensi dari proses komunikasi
politik yang bersifat mekanistis.
Opini Publik di Indonesia tetap dicatat sebagai sesuatu kekuatan politik
yang penting karena Indonesia termasuk negara yang menganut demokrasi
politik dan sekaligus demokrasi ekonomi yang disebut dalam konstitusi,
dengan nama “kedaulatan rakyat” (Arifin, 2003, hal. 186).
Kesadaran akan hakikat Opini Publik sebagai kekuatan politik
dikemukakan oleh berbagai pakar. Misalnya Ogburn dan Ninkoff
menjelaskan bahwa semua golongan yang tersusun baik secara organisasi
kerjanya, mutlak harus memperoleh dukungan kuat Opini Publik atau
minimal Opini Publik tidak menentangnya. Opini Publik harus dapat
dibentuk, dipelihara dan dibina dengan baik oleh semua kekuatan politik,
melalui komunikasi politik yang intensif dan efektif.
Sebagaimana bidang-bidang lain daam ilmu sosial dan ilmu politik,
Opini Publik memiliki banyak penegertian dari banyak pakar, yang satu
dengan yang lainnya terdapat perbedaan dan persamaan. Opini atau
pendapat, dipahami sebagai jawaban atas pertanyaan atau permasalahan
yang dihadapi dalam suatu situasi tertentu. William Albig dalam Anwar
Arifi menyatakan bahwa opinion is any expression on a controversial topic
(opini adalah suatu pernyataan yang sifatnya bertentangan). Opini
merupakan expressed statement yang bisa diucapkan dengan kata-kata, juga
bisa dinyatakan dengan isyarat atau cara-cara lain yang mengandung arti
dan segera dapat dipahami maksudnya.
Hingga opini dapat dipahami sebagai pernyataan yang dikomunikasikan
sebagai jawaban atas pertanyaan atau permasalahan uang kontroversial.
Pendapat itu harus dinyatakan, sehigga dapat dinilai atau ditanggapi oleh
publik sehingga mengalami proses komunikasi. Irish dan Prorhro
menyatakan bahwa pernyataan yang telah mengalami proses komunikasi
disebut pendapat (opinion). Opini yang dinyatakan akan lebih banyak
39. Universitas Indonesia
menjadi kajian ilmu komunikasi dalam paradigma mekanistis dan
paradigma interaksional.
Opini dalam perspektif komunikasi dipandang sebagai respon aktif
terhadap stimulus yakni respon yang dikonstruksi melalui interpretasi
pribadi yang berkembang dari citra dan menyumbang Citra. Oleh karena
opini merupakan respons yang dikonstruksi, maka politisi harus memiliki
perhatian pada politik pengemasan opini. Menurut Gun Gun Heryanto
(gunheryanto.blogspot.com/2007/12) paling tidak ada tiga komponen utama
di dalam sebuah opini. Pertama, keyakinan yang terdiri dari percaya dan
tidak terhadap sesuatu. Dengan kemasan marketing yang baik, khalayak
akan digiring untuk mempercayai apa yang menjadi konsep dan tawaran
penutur. Semakin besar kepercayaan khalayak terhadap kandidat, maka
opini yang berkembang akan semakin positif.
Kedua, di dalam opini juga terkandung nilai berbentuk nilai-nilai
kesejahteraan (welfare Values) dan nilai-nilai deferensi (deference value).
Nilai-nilai kesejahteraan antara lain pencarian kesejahteraan, kemakmuran,
keterampilan dan enlightement. Sementara nilai-nilai deferensi antara lain
penanaman respek, reputasi bagi moral rectitude, perhatian dan popularitas
serta kekuasaan. Dengan memahami komponen-komponen nilai tersebut,
politikus harus memahami benar jika opini tidak bisa dibiarkan mengalir
secara bebas, melainkan harus dikonstruksi. Tentunya dengan cara-cara
yang elegan.
Ketiga, opini juga terdiri dari komponen ekspektasi, yakni komponen
yang berkaitan dengan unsur konotatif. Ini merupakan aspek dari citra
pribadi dan proses-proses interpretatif yang terkadang disamakan oleh para
psikolog sebagai impuls, keinginan (volition) dan usaha keras atau striving.
Kesadaran untuk mengemas opini publik adalah kesadaran untuk
menyelaraskan keinginan dan usaha keras pencapaian tipe ideal sebuah
tatanan dengan tipe ideal yang diharapkan khalayak pemilih. Semakin luas
arsiran wilayah harapan antara kandidat dengan pemilih, maka akan
semakin besar pula peluang kandidat untuk memenangi pertarungan citra.
40. Universitas Indonesia
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa Opini Publik
adalah pendapat yang sama yang dinyatakan oleh banyak orang yang
diperoleh melalui diskusi yang intensif sebagai jawaban atas pertanyaan dan
permasalahan yang menyangkut kepentingan umum. Permasalahan itu
tersebar luas melalui media massa. Pendapat rata-rata individu-individu itu
memberi pengaruh terhadap orang banyak dalam waktu tertentu. Pengaruh
itu dapat bersifat positif, netral atau bahkan negatif.
Alan D Monroe merumuskan bahwa Opini Publik adalah distribusi
pilihan-pilihan individu di dalam masyarakat (Arifin, 2003, hal 190).
Sedang R.O. Tambunan menulis bahwa Opini Publik adalah pendapat yang
hidup dan berkembang sebagai bentuk interaksi nilai dan lambang di dalam
masyarakat sebagai hasil diskusi (2003, hal. 190). Bernard Berelson
mengaitkan Opini Publik dengan politik dan sosial (2003, hal 191). Ia
menulis bahwa Opini Publik adalah tanggapan orang-orang (yaitu
pernyataan setuju, tdak setuju atau tidak peduli) terhadap masalah-masalah
politik dan sosial yang mengandung pertentangan dan meminta perhatian
umum.
Berdasarkan beberapa pengertian Opini Publik di atas maka Arifin
menyimpulkan bahwa Opini Publik memiliki paling kurang tiga unsur.
Pertama, harus ada isu (peristiwa atau kata-kata) yang aktual, penting dan
menyangkut kepentingan pribadi kebanyakan orang dalam atau kepentingan
umum, yang disiarkan melalui media massa. Kedua, harus ada sejumlah
orang yang mendiskusikan isu tersebut, yang kemudian menghasilkan kata
sepakat mengenai sikap, pendapat dan pandangan mereka. Ketiga,
selanjutnya pendapat mereka itu diekspresikan atau dinyatakan dalam
bentuk lisan, tulisan dan gerak-gerik (2003, hal 191).
2.4. Retorika Politik Wakil Presiden.
Mengenai masalah bangunan pidato Wakil Presiden ada baiknya kita
melihat kembali teori The Sosial Construction of reality yang diprakasai
oleh Peter Berger dan Thomas Luckman (Berger & Luckman,1990,hal. 28-
41. Universitas Indonesia
29). Dinyatakan bahwa kenyataan sosial adalah hasil (eksternalisasi) dari
internalisasi dan obyektivasi manusia terhadap pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari. Eksternalisasi dipengaruhi oleh stock of knowledge
(cadangan pengetahuan) yang dimilikinya. Cadangan sosial pengetahuan
adalah akumulasi dari common sense knowledge (pengetahuan akal sehat).
Common sense adalah pengetahuan yang dimiliki individu bersama
individu-individu lainnya dalam kegiatan rutin yang normal, dan sudah jelas
dengan sendirinya, dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian mengenai konstruksi realitas ini berangkat dari kacamata
sosiologi. Pada dasarnya konstruksi realitas mensyaratkan pada dua hal
yakni: realitas dan pengetahuan. Dua istilah inilah yang menjadi istilah
kunci dalam teori ini. Kenyataan diartikan sebagai kualitas yang terdapat
dalam keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak individu
manusia (harapan, angan-angan atau dalam politik dapat diterjemahkan
dengan kepentingan). Pengetahuan adalah kepastian bahwa keberadaan itu
nyata (real) dan memiliki karakteristik-karakteristik yang spesifik (1990,hal.
28-29).
Dalam studi ini, Berger juga memperhatikan mengenai legitimasi.
Menurutnya legitimasi adalah pengetahuan yang diobyektivasi secara sosial
yang bertindak untuk menjelaskan dan membenarkan tatanan sosial.
Legitimasi merupakan pengetahuan yang berdimensi kognitif dan normatif
karena tidak hanya menyangkut penjelasan tetapi juga nilai-nilai moral.
Legitimasi, dalam pengertian fundamental, memberitakan apa yang
seharusnya ada terjadi dan mengapa terjadi (1990,hal. 28-29).
Dalam Pidato atau Pernyataan dalam Konferensi Pers Wakil Presien
Boediono, setelah dimintai keterangan oleh KPK dalam kapasitasnya
sebagai mantan Gubernur BI, kita akan melihat realitas kejadian bangsa
yang dijelaskan oleh Wakil Presiden. Pengetahuan yang dimiliki oleh
masyarakat dalam pandangan Berger dapat menjadi justifikasi dalam
menilai pernyataan tersebut. Apakah kemudian realitas itu dinilai nyata
ataukah hanya sesuatu yang sengaja dikonstruksikan
42. Universitas Indonesia
Seperti dijelaskan di atas retorika diperkenalkan oleh Aristoteles dan
diartikan sebagai seni berorasi. Ilmu retorika sendiri dijelaskan Aristoteles
dalam karya besarnya Rethoric sebagai ilmu yang menyelidiki secara
sistematis efek dari pembicara, orasi, serta komunikan dengan pendekatan
Persuasif (Rahmat,1994,hal.19). Salah satu klasifikasi mengenai retorika
yang dibuat Aristoteles adalah Political Speaking yang bertujuan untuk
mempengaruhi legislator atau pemilih untuk ikut serta dalam pemilihan atau
untuk memilih. Lebih jauh lagi Menurut Aristoteles, kualitas persuasi dari
retorika bergantung kepada tiga aspek pembuktian, Pertama logika (logos),
dimana argumentasi dari orator menjadi hal yang terpenting untuk
pembuktian secara logika. Dalam pidato pernyataan Wakil Presiden
Boediono untuk memenuhi unsur logos ini, Wapres Boediono menyisipkan
data-data, pengakuan sebagai bukti atau seolah-olah bukti yang dapat
diterima masyarakat secara logis atas prestasi kinerja pemerintah.
Kedua etika (ethos), yaitu bagaimana karakter dari orator dapat dilihat
dari caranya menyampaikan pesan pesan. Hal pendukung agar secara etika
dapat diterima publik adalah pengetahuan orator, kepribadian dan status
yang baik dari orator. Karakter seorang pemimpin dan gaya (style)
kepemimpinn diterjemahkan pada bagaimana pemimpin berbahasa, tindak
tanduk, dan kehidupan personal yang menjadi hal penting dalam
mempengaruhi keberhasilan retorika.
Ketiga adalah emosional (pathos), yaitu bagaimana apa yang dirasakan
oleh Orator mampu tersampaikan kepada khalayaknya. Orator harus
menyentuh hati khalayak. Selain itu Orator juga harus memahami perasaan,
emosi, harapan, kebencian, dan kasih sayang masyarakat. Disinilah Pidato
atau Pernyataan Wakil Presiden Boediono akan diuji apakah yang dirasakan
Boediono mengenai kebijakan pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek
Bank Century pada Tahun 2008 sama dengan apa yang dirasakan
komunikannya yang diwakilkan oleh para elit baik yang berada pada jajaran
pemerintahan maupun yang berada di luar pemerintahan.
43. Universitas Indonesia
Dalam perkembangnnya studi mengenai retorika presidensial dewasa ini,
berbicara mengenai bagimana statement jajaran eksekutif dapat
mempengaruhi publik dan lebih jauh lagi mempengaruhi kebijakan. Salah
satunya adalah penelitian yang dilakukan Andrew B.Whitford dan Jeff
Yates (Whitford&Yates,hal.6). Mereka menggambarkan bagaimana retorika
jajaran eksekutif dapat mempengaruhi agenda publik dan lebih jauh
mempengaruhi kebijakan yang dibuat di parlemen. Penelitian mengenai
pengaruh retorika presidensial yang efektif mempengaruhi agenda publik
sampai pada tingkat legislatif juga dikemukan oleh Brandice Canes Wrone
(Whitford&Yates,hal.7). Topik mengenai retorika presidensial ini mencoba
melihat apakah ketika Orator dalam hal ini Wakil Presiden berbicara, rakyat
mendengar? Apakah birokrasi merubah prilakunya berdasarkan prioritas
Wakil Presiden? Hasil Penemuan selama ini menyatakan pernyataan Wakil
Presiden menjadi kekuatan yang besar untuk mempengaruhi Opini Publik.
Jeffrey E. Cohen (Rahmat,1994,hal.19) dalam penelitiannya menemukan
bahwa retorika presidensial mampu mempengaruhi agenda publik.
Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana pengaruh retorika dalam
menghadapi sebuah krisis dengan menggunakan teori Image Restoration
terhadap Opini Publik. Selanjutnya untuk sampai pada kesimpulan yang
menunjukan apakah retorika Wakil Presiden dalam menghadapi krisis
kepercayaan publik terhadap keputusan pemerintah mempengaruhi Opini
Publik diperlukan suatu metode analisis. Dalam penelitian ini metode yang
digunakan adalah analisis pemulihan citra.
2.5. Komunikasi Krisis dan Image Restoration Theory (Teori Pemulihan
Citra)
2.5.1.Komunikasi Krisis
Retorika politik dibutuhkan juga ketika komunikator politik
menemukan konflik ataupun menghadapi krisis, dimana krisis dapat
44. Universitas Indonesia
mengancam reputasi komunikator politik. Bagi sebuah perusahaan,
badan pemerintah, dan individu, image dan reputasi sangatlah penting.
Karena itu bila reputasi jatuh, dibutuhkan sumber daya yang besar
untuk memulihkan. Dalam bahasan sehari-hari, reputasi dimaksudkan
sebagai image yang menancap di benak komunikan terhadap
komunikator berdasarkan fakta seberapa baik komunikator memenuhi
harapan mereka (Ludwig,2011, hal.108).
Krisis menurut Barton (Ngurah Putra, 1999, hal. 84) adalah
peritiwa besar yang secara potensial berdampak negatif terhadap baik
perusahaan maupun publik. Peristiwa ini mungkin secara cukup
berarti merusak organisasi, karyawan, produk, jasa yang dihasilkan
organisasi, kondisi keuangan dan reputasi perusahaan.
Menurut Otto Lerbinger yang pendapatnya dikutip Mazur & White
(1998, hal.32) kategori krisis dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Krisis teknologis (technological crisis). Dalam era
pascaindustri ini makin banyak koorporasi yang tergantung
pada kemajuan dan keandalan teknologi, sehingga bilamana
teknologinya gagal maka akibatnya bagi masyarakat sangat
dahsyat.
2. Krisis konfrontasi (confrontation crisis). Krisis timbul karena
gerakan masa melakukan proses dan kecaman terhadap
korporasi.
3. Krisis tindak kejahatan (crisis of malevolence). Krisis timbul
sebagai akibat dari tindakan beberapa orang atau kelompok-
kelompok terorganisasi.
4. Krisis kegagalan manajemen (crisis of management failures).
Krisis muncul karena terjadinya salah urus dan
penyalahgunaan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang
diberi kewenangan khusus.
5. Krisis ancaman-ancaman lain (crisis involving other threats to
the organization). Dalam perkembangan sekarang, krisis
45. Universitas Indonesia
terutama dapat berbentuk likuidasi, pencaplokan, dan merger
perusahaan.
Pada dasarnya, setiap krisis mengancam reputasi atau citra. Dalam
konteks ini, komunikasi krisis yang efektif akan meminimalkan citra
negatif ataupun Opini Publik yang negatif akibat kerusakan reputasi
atau citra akibat krisis. Dengan kata lain, ketika terjadi krisis,
komunikasi krisis yang efektif menjadi alat dalam upaya membangun,
memulihkan dan mempertahankan citra positif. Pesan-pesan yang
disampaikan dalam komunikasi politik memainkan peran penting
dalam situasi krisis. Disini komunikator harus jeli menyusun dan
menyediakan informasi untuk menjelaskan suatu krisis dan membantu
mengurangi kerusakan dan dampak krisis terhadap komunikator.
Pada saat krisis, komunikator politik dituntut menciptakan suatu
komunikasi atau pesan-pesan untuk menangani krisis. Bila pesan-
pesan yang disampaikan komunikator tidak tepat, hal itu bisa
memperburuk situasi krisis (Ludwig,2011, hal.109).
Sebuah fitur penting dari komunikasi krisis adalah pengelolaan
komunikasi yang kompleks. Gregory dalam Benoit menunjukkan
bahwa berkomunikasi dalam suatu krisis adalah tindakan
penyeimbangan yang sulit. Disini komunikator harus menghadapi
situasi cara menyampaikan pesan yang harus disampaikan secara
internal maupun eksternal (Benoit,1995,hal.97).
Aturan baku komunikasi krisis adalah saat terjadi krisis,
komunikator harus sesegera mungkin merespon dan menyampaikan
informasi kepada semua khalayak kunci melalui pesan sederhana dan
mudah dipahami. Akan tetapi, yang terdengar sederhana di atas kertas
lebih sulit dalam praktek. Sebab dalam krisis yang sebenarnya, budaya
dan struktur organisasi sangat mempengaruhi penerapan komunikasi
krisis.
Untuk menjaga kredibilitas, komunikator harus bereaksi dan
merespon dengan cepat, informasi dikelola secara efektif dan
46. Universitas Indonesia
diberikan pada saat yang sama kepada semua pihak. Sikap jujur sangat
penting untuk komunikasi krisis. Satu aturan dasar untuk menangani
krisis adalah dengan mengatakan kebenaran secara cepat. Seperti
dikatakan Rosady Ruslan (1999,hal.73) suatu krisis, dapat
menimbulkan resiko sebagai berikut:
1. Intensitas masalah menjadi meningkat;
2. Menjadi sorotan publik, baik melalui liputan media massa,
informasi yang disebarkan melalui mulut ke mulut;
3. Merusak sistem kerja, etos kerja, dan mengacaukan sendi-
sendi organisasi secara total yang mengakibatkan lumpuhnya
kegiatan;
4. Mengundang ikut campur tangan pemerintah, yang mau tidak
mau harus turut mengatasi masalah yang timbul;
Komunikasi, terutama selama krisis, secara langsung
mempengaruhi persepsi publik dan organisasi yang dapat
mempengaruhi kepentingan jangka panjang organisasi dalam hal ini
pemerintahan SBY - Boediono.
Caldiero, Taylor dan Ungureanu menganggap hubungan dengan
media selama krisis bahkan lebih penting daripada biasanya. Mereka
menunjukkan bahwa sangat penting bagi pemerintah dalam hal ini
komunikator politik untuk berkomunikasi secara teratur dengan
pemangku kepentingan internal dan eksternal. Kelompok-kelompok
ini dapat mendukung organisasi pada saat krisis dan membantu
membingkai krisis untuk media dan publik. Namun, mendengarkan
kelompok ini adalah sama pentingnya (Coombs and
Holladay,2010,hal.103).
Teknologi komunikasi baru juga telah secara dramatis mengubah
cara informasi dan komunikasi yang ditransmisikan pada saat terjadi
krisis. Tidak hanya berita tentang situasi krisis yang dengan cepat
menyebar ke seluruh dunia, organisasi juga dapat menggunakan
47. Universitas Indonesia
teknologi komunikasi baru untuk keuntungan mereka berkomunikasi
dengan para pemangku kepentingan internal dan eksternal.
Misalnya, di samping siaran pers tradisional, organisasi juga dapat
menggunakan email, web dokumen, video, audio, dan komentar
berbasis Web dan analisis. Salah satu contoh penggunaan teknologi
komunikasi baru yang tidak tersedia di masa lalu adalah blogging,
yang menciptakan kemungkinan komunikasi ganda untuk organisasi
dan para pemangku kepentingan.
Ketersediaan media baru telah meningkat pesat dalam dekade
terakhir ini dan memperluas pilihan komunikasi untuk organisasi
selama krisis. Pemerintah tidak lagi terbatas pada media tradisional
untuk berkomunikasi dengan setiap pemangku kepentingan, mereka
juga dapat menggunakan sumber daya internet. website organisasi,
misalnya, merupakan cara yang efektif dan sangat mudah diakses
untuk menyediakan khalayak yang berbeda dengan informasi tentang
krisis yang sedang berlangsung.
Coombs dan Holladay melihat Internet sebagai salah satu pilihan
bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan cepat dengan pemangku
kepentingan mereka dalam situasi krisis. Menurut mereka
perkembangan Internet memiliki pengaruh signifikan terhadap
komunikasi korporat. Kecepatan dan kesederhanaan pertukaran
informasi tidak hanya memudahkan bagi organisasi untuk
berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan mereka, hal itu
juga telah mengubah harapan. Waktu menjadi elemen penting dalam
komunikasi krisis dan pemangku kepentingan sekarang memiliki
harapan yang lebih besar dari informasi segera mungkin tentang
peristiwa krisis (2010,hal.110).
Jaringan sosial seperti blog, Twitter, podcast, dan YouTube juga
semakin banyak digunakan untuk mendistribusikan pesan,
membangun dialog, atau melanjutkan percakapan dengan para
pemangku kepentingan. Cara lain untuk menggunakan media sosial
48. Universitas Indonesia
dapat untuk memindai tanda-tanda krisis berkembang. Blog, video,
atau kelompok pelanggan di Facebook memberikan informasi penting
tentang bagaimana memandang stakeholder organisasi. Sekarang
pemerintah juga dapat menggunakan media baru untuk berkomunikasi
dengan para pemangku kepentingan mereka dalam situasi krisis, misal
kalangan DPR, masyarakat dan organisasi non pemerintah. Pemangku
kepentingan sendiri bisa digunakan, misalnya, blog untuk
berkomunikasi dan bertukar informasi, tidak hanya dengan organisasi,
tetapi juga dengan para pemangku kepentingan lainnya, tanpa dibatasi
oleh geografi.
Gambaran diatas menunjukkan dengan jelas bahwa satu dan
kejadian yang sama dapat menciptakan reaksi penonton yang sama
sekali berbeda. Sebuah strategi yang efektif dalam satu budaya atau
negara tidak dijamin akan sukses di tempat lain. Ini karena pada
dasarnya setiap krisis itu unik.
Hal ini membuat sulit para komunikator politik, terutama yang
bertanggungjawab bila terjadi krisis, untuk strategi pemulihan citra.
Akan tetapi, seperti yang ditulis di bagian sebelumnya, pada dasarnya
setiap strategi pemulihan citra mempunyai kemiripan. Hanya
kerangkanya yang mungkin perlu dimodifikasi agar sesuai dengan
situasi khusus, meski hal itu harus dilakukan secara hati-hati.
2.5.2.Asumsi Dasar Teori Pemulihan Citra
Penelitian ini akan menggunakan teori pemulihan citra (image
restoration theory) dengan pendekatan retorika yang diperkenalkan
oleh William L. Benoit.
Analisis retorika politik menggunakan teori pemulihan citra
memiliki empat sistem pendekatan analisis (Benoit,1995,hal.30).
49. Universitas Indonesia
Teori pemulihan citra bertujuan untuk fokus dalam identifikasi
pemilihan kalimat dalam sebuah retorika politik, antara lain
pernyataan dalam konferensi pers atau sebuah pidato.
Teori pemulihan citra mengasumsikan bahwa, pertama,
komunikasi adalah sebuah aktivitas yang efektif dalam mencapai
sebuah tujuan. Kedua, mempertahankan reputasi atau citra positif
adalah pusat dari tujuan tersebut. Komunikator politik memiliki
banyak tujuan, beberapa diantaranya tidak sesuai dengan keinginan
komunikan ataupun stakeholder. Dengan kata lain, untuk menuju
suatu tujuan dari komunikasi, beberapa hal kurang diperhatikan.
Namun, komunikator harus mencoba meraih tujuan komunikasi
dengan berbagai cara yang terbaik.
Teori ini mengklaim bahwa konsep dasar dari pemulihan citra
adalah memperbaiki/mempertahankan citra yang baik yang
merupakan hal terpenting dari tujuan ini. Untuk itu sebagai
komunikator, perlu memiliki strategi mempertahankan citra positif
tersebut. Karena terkadang komunikator melalukan kesalahan yang
membuat citra komunikator menjadi tidak aman, dan menjadi subjek
yang diserang. Ketika komunikator berhadapan dengan kejadian yang
akan merusak citranya, dengan apapun penyebabnya, maka jalan satu-
satunya adalah dengan memperbaikinya atau memulihkannya
(1995,hal.31).
2.5.3.Diskursus Teori Pemulihan Citra
Sejak komunikasi adalah salah satu dari aktivitas antar manusia
dalam menuju suatu tujuan, maka komunikasi memfokuskan pada satu
hal, memulihkan atau melindungi sebuah reputasi atau citra.
Pemulihan citra/reputasi adalah tujuan utama berkomunikasi dengan
retorika.
50. Universitas Indonesia
Karena citra atau reputasi merupakan hal yang penting bagi
komunikator, ketika diserang kita membuat suatu pertahanan, dan
melakukan kegiatan yang dapat mengurangi kekhawatiran. Hal ini
terjadi ketika (a) dimana terjadi tindakan yang tidak diinginkan, (b)
komunikator bertanggung jawab atas tindakan itu. Reputasi atau Citra
komunikator beresiko jika komunikan percaya bahwa kedua kondisi
diatas terjadi. Namun jika komunikan percaya bahwa komunikator
bertanggungjawab atas suatu tindakan yang salah, maka komunikator
bersiap jika citranya menjadi negatif. Jika komunikator berpikir
bahwa dirinya melakukan tindakan yang jelas, maka komunikator
biasanya tidak akan meminta maaf, namun memberikan solusi kepada
lembaga lain untuk memulihkan citranya (1995,hal.40).
2.5.4.Strategi Pemulihan Citra
Penyangkalan: Komunikator mungkin menyangkal bahwa sebuah
tindakan terjadi/diambil bukan karena pilihan komunikator tersebut,
hingga yang terjadi adalah ingin memunculkan identitas yang
melakukan kesalahan pada sebuah tindakan tertentu. Jika komunikan
menerima klaim komunikator, maka citra dari identitas komunikator
akan meningkat. Namun, penyangkalan memunculkan pertanyaan lain
dari komunikator, lalu siapa yang melakukan? (1995,hal.41)
Menghindari tanggung jawab: Komunikator mungkin tidak bisa
mnyangkal sebuah tindakan, namun dapat menghindari atau
mengurangi tanggung jawab yang tampak dalam sebuah retorika
tersebut. Ada empat variasi dalam proses menghindari tanggung
jawab yaitu: pengkambinghitaman, defeasibility, kecelakaan, dan
motif/niat (1995,hal.41).
(1) Pengkambighitaman adalah sebuah tindakan yang digunakan sebagai
cara untuk mengklaim tindakan tersebut dilakukan sebagai tanggapan
terhadap tindakan kesalahan lainnya. Sepanjang komunikan
menyetujui bahwa tindakan yang salah tersebut memang harus
51. Universitas Indonesia
dilakukan oleh komunikator saat itu, maka citra komunikator
terselamatkan, sebagian atau keseluruhan.
(2) Defeasibility dipergunakan ketika komunikator membeberkan bahwa
saat itu dirinya tidak memiliki atau kurang memiliki informasi atau
kontrol atas faktor-faktor penting dalam situasi yang mengarah ke
tindakan yang salah. Intinya ketika komunikator menyampaikan
bahwa dirinya tidak memiliki kendali atas permasalahan tersebut. Jika
komunikan menerima maka komunikator dapat mengurangi tanggung
jawab yang dia rasakan.
(3) Sebuah kecelakaan/kesalahan, pada bagian ini, komunikator meminta
pihak lain yang bertanggung jawab. Komunikator tidak menyangkal
telah terjadi kesalahan, namun komunikator berupaya memberikan
informasi yang dapat mengurangi tanggung jawabnya.
(4) Motif atau intensions adalah tidak menolak bahwa melakukan
tindakan yang salah, namun komunikator meyakinkan komunikan
bahwa tindakannya dilakukan dengan niat yang baik atau memiliki
tujuab yang baik. Hal ini upaya agar komunikator tidak disalahkan
sebanyak ketika dirinya belum memberikan keterangan.
Mengurangi penyangkalan: Hal ini dilakukan untuk mengurangi
kebencian dari komunikan dan dilakukan dengan enam taktik yaitu
(1995,hal.42):
(1) Bolstering (telah melakukan beberapa hal dengan baik). Taktik
tersebut memperkuat anggapan dimana komunikator berusaha untuk
mengidentifikasi kembali dirinya sendiri dengan nilai-nilai yang
dipandang baik oleh komunikan. Sementara taktik pertama berusaha
untuk mengubah cara pandang komunikan terhadap komunikator.
(2) Minimisasi (krisis yang tidak atau terlalu buruk) taktik ini
meminimalisir efek negatif komunikan, bahwa tindakan tidak benar-
benar salah.
(3) Diferensiasi (yang lain merupakan krisis yang lebih buruk) taktik ini
berusaha mengubah pandangan, penafsiran, atau pemaknaan oleh
komunikan ke perspektif baru, sehingga ketika informasi baru
52. Universitas Indonesia
terungkap, tindakan yang sudah dilakukan tidak lagi tampak sama
buruknya. Dengan kata lain, karena adanya pemahaman baru, maka
komunikan memaafkan tindakan yang lama.
(4) Transendensi (fokus pada isu-isu lain). Taktik ini adalah dimana
komunikator yang dianggap bersalah berusaha menghapus kesalahan
atau rasa bersalah dengan mengubah konteks di mana komunikan
menkonstruksi tindakan melalui upaya menjauhkan dari rincian
spesifik ke fokus yang lebih abstrak. Taktik ini sering melibatkan
perubahan atau reframing fokus masalah sehingga tindakan spesifik
dari suatu perusahaan individu mungkin tidak lagi tampak. Yang
ditonjolkan justru masalah lebih luas yang juga dihadapi seluruh
industri atau masyarakat.
(5) Menyerang (tidak bertanggung jawab). Taktik ini berusaha
meminimalkan perasaan negatif komunikan dengan mencoba
mempersuasi mereka bahwa perbuatan itu, pada awalnya, bukanlah
tindakan ofensif.
(6) Kompensasi (sanggup menanggung biaya krisis). Dalam taktik ini,
komunikator memberikan kompensasi atau memberikan restitusi
dalam beberapa cara baik dalam bentuk bantuan keuangan, jasa, dan
sebagainya kepada korban.
Kategori keempat tipologi ini adalah tindakan perbaikan.
(1995,hal.42) Ini melibatkan pemberian janji untuk memperbaiki
kerusakan atau untuk mencegah berulangnya
kembali kejadian serupa atau perilaku tindakan mengerikan di masa
depan. Benoit menjelaskan, "Ketika orang yang dituduh melakukan
kesalahan menunjukkan kesediaan mereka untuk mengoreksi atau
mencegah terulangnya masalah, mereka dapat meperbaiki reputasi
mereka".
Kategori terakhir, menunjukkan rasa malu (mortification)
(1995,hal.42).Taktik ini mengharuskan tertuduh mengambil tanggung
jawab atas tindakan yang baik secara sadar maupun tidak sadar.
Tertuduh juga menyampaikan permintaan maaf. Dalam arti, terdakwa
53. Universitas Indonesia
mengakui bersalah, dan meminta maaf dari orang-orang yang telah
dirugikan atau tersinggung. "Jika kita percaya permintaan maaf itu
tulus, kita akan memaafkan suatu kesalahan".
Seorang individu atau organisasi dapat menggunakan salah satu
dari strategi-strategi dalam usaha untuk mengembalikan reputasi,
Benoit menunjukkan bahwa beberapa strategi perbaikan atau
pemulihan citra yang paling sering digunakan dimana masing-masing
strategi memiliki efektivitas besar pada keadaan tertentu.
Tesis ini pada tahapan selanjutnya ingin melihat bagaimana
pendangan responden dalam memandang sikap dan pernyataan
Konferensi Pers Wakil Presiden Boediono dalam menyikapi
pemeriksaannya oleh KPK untuk kemudian mencocokkannya dengan
citra yang terbentuk dari pernyataan yang disampaikan Wakil Presiden
Boediono melalui retorika politik yang dinyatakan dalam konferensi
pers mengenai pemeriksaan Boediono dalam kapasitasnya sebagai
saksi oleh KPK.
54. Universitas Indonesia
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Sifat Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif : suatu upaya untuk
memelihara bentuk dan isi tingkah laku manusia dan menguraikan kualitas-
kualitasnya Penelitian kualitatif tertarik pada makna, dalam arti bagaimana
orang membuat hidup, pengalaman dan struktur dunianya masuk akal.
Dalam hal ini adalah mengamati retorika yang tertuang dalam pernyataan
pers wakil presiden dalam kasus Bank Century.
Secara lebih spesifik, metodologi penelitian kualitatif memiliki asusmsi
filosofis sebagai berikut: (1) beranggapan bahawa realitas atau pengetahuan
dibangun secara sosial, sehingga terdapat relitas jamak, (2) Realitas
dibentuk secara kognitif sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dengan peneliti (3) Selalu terikat nilai (Bogdan & Biklen)
(Sugiyono,2007,hal 13). Penelitian ini mencoba melihat bagaimana sebuah
teks dikonstruksikan.
Bogdan dan Biklen juga menjelaskan bahwa penelitian kualitatif dilakukan
pada kondisi alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah
instrumen kunci. Penelitian Kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang
terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan
pada proses dari pada produk atau outcome. Laporan penelitian akan berisi
kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.
3.2. Fokus Penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada pembentukan citra politik dalam
pernyatan pers mantan Wakil Presiden Boediono mengenai pemeriksaan
dirinya oleh KPK dalam kapasitasnya sebagai mantan Gubernur Bank
Indonesia dan saksi Kasus Pemberian FPJP Bank Century pada tahun 2008
lalu, Sabtu 23 November 2013 lalu. Penelitian ini diarahkan pada
pernyataan yang dinilai penting karena dikaitkan dengan klaim-klaim bahwa
55. Universitas Indonesia
bantuan untuk Bank Century tersebut merupakan hal yang benar salah satu
keputusan yang membuat perekonomian saat itu tidak terpuruk dan
pemeriksaan kepada Wakil Presiden merupakan salah satu langkah turut
serta dalam pemberantasan korupsi dan demokrasi. Pidato mantan Wakil
Presiden Boediono saat itu akan menjadi unit analisis dasar dalam penelitian
ini.
3.3. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis isi, yang memusatkan
diri pada setiap kalimat pernyataan pers mantan Wakil Presiden Boediono
setelah diperiksa KPK, dan ditelaah menggunakan teori restorasi citra
(image restoration theory) dari Benoit (2007,hal.30). Teori restorasi citra
dianggap sebagai pendekatan komunikasi krisis dalam memulihkan suatu
image organisasi. Teori Benoit dalam restorasi citra menjelaskan bahwa
"ketika citra orang atau organisasi terancam, sering dianggap penting
untuk mengambil tindakan untuk memperbaiki citra"
(Sugiyono,2007,hal.31).
Komunikasi dianggap sebagai sarana penting untuk memulihkan
seseorang atau citra organisasi setelah krisis. Dengan menggunakan
komunikasi, memungkinkan orang lain untuk memahami dan
mempengaruhi citra melalui pembentukan opini mengenai
organisasi/perusahaan ataupun individu. Rsetorasi citra teori Benoit (1995)
menawarkan lima strategi restorasi citra untuk memahami gambar Pesan
perbaikan. Strategi meliputi 1) Denial, 2) Evasion of responsibility, 3)
Reducing the offensiveness, 4) Corrective action, 5) Mortification.
Secara terperinci analisa isi menggunakan teori restorasi citra akan
digambarkan kedalam tabel sebagai berikut.
56. Universitas Indonesia
Tabel 3. 1. - Image Restoration Theory Response Strategies
JENIS STRATEGI TAKTIK
Denial Penyangkalan (kita tidak
melakukannya)
Menggeser kesalahan (Bukan kita, tapi
orang lain yang melakukannya)
Evasion of responsibility Provokasi tanggung jawab (kami
terprovokasi untuk melakukan itu)
Defeasibility (kami tidak memiliki
informasi yang cukup)
Kecelakaan (kami tidak bermaksud
untuk ini terjadi)
Niat baik (Tindakan kita itu
dimaksudkan untuk hal yang benar)
Reducing the offensiveness Bolstering (kami telah melakukan
beberapa hal dengan baik)
Minimisasi (krisis yang tidak atau
terlalu buruk)
Diferensiasi (yang lain telah krisis lebih
buruk)
Transendensi (kita harus fokus pada isu-
isu lain)
Menyerang penuduh (penuduh tidak
bertanggung jawab)
Kompensasi (kami sanggup
menanggung biaya krisis)
Corrective action (Kami akan
memecahkan
Masalah ini)
Mortification (Kami mohon maaf)
57. Universitas Indonesia
Untuk penolakan, Benoit menyarankan dua
pendekatan. Pertama, seseorang atau organisasi, mengingkari keterlibatan
dalam tindakan atau menyangkal tindakan yang pernah dilakukan.
Pendekatan kedua melibatkan "victimage," atau menimpakan kesalahan
kepada orang lain. (Benoit,1995,hal.91)
Untuk penghindaran tanggung jawab, Benoit mengajukan empat
taktik. Pertama, “tertuduh”dapat mengklaim bahwa tindakan tersebut
merupakan respon yang wajar untuk sebuah provokasi dari pihak
lain. Kedua, penghindaran tanggung jawab (defeasibility) di mana "tertuduh
mengklaim kekurangan informasi atau kontrol atas elemen penting dalam
situasi yang memerlukantindakan ofensif."
Pendekatan-pendekatan lain dalam kategori ini termasuk mengklaim
bahwa tindakan melanggar hukum itu kecelakaan atau bahwa individu
bertindak dengan niat baik namun tidak menyadari hasil negatif yang
tak bisa mereka perkirakan. "Orang tidak baik ketika mencoba untuk
berbuat baik tidak dapat disalahkan seperti halnya orang-orang yang
bermaksud melakukan suatu tindakan yang membahayakan". (1995,hal.91)
Oleh karena itu, komunikasi dianggap sebagai sarana penting untuk
mengembalikan citra seseorang atau organisasi. Dengan
menggunakan komunikasi, memungkinkan orang lain untuk
memahami dan mempengaruhi citra melalui pembentukan pengalaman
orang-orang yang mengarah ke mereka interpretasi mengenai
organisasi/perusahaan.
Salah satu cara untuk memahami pemulihan citra pesan sebagai proses
komunikasi adalah melalui perspektif konstruksi sosial, khususnya, yang
teori konstruksi sosial dari realitas.
3.4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Data adalah salah satu koleksi fakta-fakta atau sekumpulan nilai-nilai
numerik. Pengumpulan data merupakan proses menghimpun data yang
58. Universitas Indonesia
diperhatikan relevan serta akan memberikan gambaran dari objek yang akan
diteliti. Data yang harus dikumpulkan mungkin berupa data primer, data
sekunder atau keduanya. Data primer dapat berupa observasi, maupun
penggunaan instrumen pengukuran yang khusus dirancang sesuai dengan
tujuannya. Data primer diambil diperoleh dari sumber pertama ( Kartono,
1996, hal.72).
Teknik Pengumpulan data primer dalam penelitian ini akan
menitikberatkan pada teknik pengumpulan data Pernyataan Pers Boediono
sebagai teknik pengumpulan data primer, Pemberitaan di Media Massa dan
studi kepustakaan sebagai teknik pengambilan data sekunder. Data yang
akan dikumpulkan peneliti adalah data pernyataan pers Boediono,
pengumpulan berita di media massa serta wawancara dengan narasumber.
Menurut Kriyanto (2007) wawancara adalah suatu cara mengumpulkan
data atau informasi dengan cara bertatap muka dengan informan agar
mendapat data lengkap dan mendalam. Metode pengambilan data melalui
wawancara dipergunakan untuk mendapat gambaran yang lebih jelas untuk
mendapatkan frame pembanding yang merupakan salah satu unit analisis
dalam penelitian ini (Bungin,2003,hal.108). Dalam melihat realitas dan isu
yang ditampilkan mantan Wakil Presiden Boediono, peneliti akan
mewancara pakar hukum, ekonomi, politik, dan komunikasi politik.
Pengambilan data kedua atau sekunder diperoleh dari studi kepustakaan,
dokumen-dokumen berbentuk teks dan jenis lainnya yang berkaitan dengan
penelitian, dimana informasi diperoleh melalui kajian kepustakaan,
dokumen dan internet. Namun yang terpenting adalah data-data perundang-
undangan khususnya perundang-undangan yang mendasari kasus ini.
Meskipun penulis tidak akan melihat penelitian dari aspek hukum, namun
aspek hukum, ekonomi, dan politik sebagai dasar penelitian ini nantinya
akan memperlihatkan efektivitas komunikasi politik Boediono dalam
pernyataan persnya kepada khalayak atas upayanya memperbaiki citra
dirinya.
Menurut Moleong (2001) teknik pengumpulan data melalui studi pustaka
atau yang sering juga disebut teknik dokumentasi merupakan teknik
59. Universitas Indonesia
pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan terhadap gejala atau
objek yang diteliti dengan sumber data adalah dokumen. Dari dokumen
inilah sumber-sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji dan
menafsirkan. Dokumen diartikan sebagai catatan catatan peristiwa yang
sudah ada baik dalam bentuk tulisan , gambar, foto, peraturan, kebijakan.
Dalam hal ini adalah naskah teks konferensi pers mantan Wakil Presiden
Boediono yang diambil dari situs resmi Wakil Presiden, serta buku buku
dan catatan catatan penunjang.
Adapun kriteria kualitas data pada penelitian kualitatif dapat dilihat dari
hal-hal berikut (Peorwandari,2007,hal.205):
1. Kredibilitas
Kredibilitas menjadi istilah yang paling banyak dipilih untuk mengganti
konsep validitas. Kredibilitas studi kualitatif terletak pada
keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau
mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial, atau pola interaksi
yang kompleks. Pada penelitan ini, subjek penelitian diidentifikasi dan
dideskripsikan secara akurat.
2. Dependability
Konsep ini dapat menggantikan konsep realitabilitas dalam kuantitatif.
Peneliti kualititatif mengusulkan hal-hal berikut yang dianggap lebih
penting dari realitabilitas, antara lain: 1) koherensi, yakni bahwa
metode yang dipilih memang mencapai tujuan yang diinginkan, 2)
keterbukaan, sejauh mana peneliti membuka diri dengan memanfaatkan
metode-metode yang berbeda untuk mecapai tujuan, dan 3) diskursus,
sejauh mana dan seintensif apa peneliti mendiskusikan temuan dan
analisisnya dengan orang-orang lain.
3. Konfirmabilitas
Konfirmabilitas disusulkan untuk mengganti konsep objektivitas.
Penelitian kualitatif mengembangkan pemahaman yang berbeda tentang
objektivitas. Objektivitas dapat diartikan sebagai sesuatu yang muncul
60. Universitas Indonesia
dari hubungan konsep intersubjektivitas, terutama dalam kerangka
pemindahan dari data yang subjektif ke arah generalisasi (data objektif).
3.5. Teknik Analis Data
Analisa isi data akan dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data,
intepretasi data dan penulisan laporan naratif sesuai dengan karakteristik
penelitian kualitatif. Analisa isi data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam sebuah pola, kategori, dan satuan uraian
dasar. Teknik analisa kualitatif sendiri tidak berupa rumus matematika atau
statistik, melainkan analisa isi data kualitatif dalam suatu proses, yang
pelaksanaannya sudah dimulai sejak pengumpulan data dilakukan
(Moleong, 2004, hal 13).
Lexy J. Moleong menjelaskan proses analisis isi data kualitatif dimulai
dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Setelah
data yang terkumpul tersebut dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah
berikutnya adalah mengadakan reduksi data. Reduksi data adalah
penyederhanaan atau menyusun data yang terkumpul sehingga dapat
mempermudah memberikan gambaran yang ingin disampaikan.
Reduksi data akan menghasilkan tersajinya data yang mengalir, yang
mendukung pemahaman terhadap pembahasan apa yang diteliti. Setelah
melakukan reduksi data, dan menyajikan data, selanjutnya adalah
melakukan penafsiran data. Menurut Marshall & Rossman teknik reduksi
dan interpretasi data dilakukan dengan sejumlah wawancara yang berulang
menggunakan metode Indepth Interview (2004, hal 190).
Sedangkan menurut Pawito (Heryanto, 2013,hal.139) Tujuan analisis isi
kualitatif terutama adalah untuk melacak seluas mungkin substansi
persoalan yang ada pada isi komunikasi dengan memasukkan isi pesan yang
bersifat tersamar, implisit atau laten.
Dalam penelitian kualitatif, penggunaan analisis isi lebih banyak
ditekankan pada bagaimana simbol-simbol yang ada pada komunikasi itu
terbaca dalam interaksi sosial, dan bagimana simbol-simbol itu terbaca dan
dianalisis oleh peneliti. Dan sebagaimana penelitian kualitatif lainnya,
61. Universitas Indonesia
kredebilitas peneliti menjadi amat penting (Bungin,2008,hlm. 155 – 156).
Analisis isi memerlukan peneliti yang mampu menggunakan ketajaman
analisisnya untuk merajut fenomena isi komunikasi menjadi fenomena
sosial yang terbaca oleh orang pada umumnya.
Dapat dipahami bahwa makna simbol dan interaksi amat majemuk
sehingga penafsiran ganda terhadap objek simbol tunggal umumnya
menjadi fenomena umum dalam penelitian sosial. Oleh karena itu , analisis
isi menjadi tantangan sangat besar bagi peneliti itu sendiri. Oleh karena itu,
pemahaman dasar terhadap kultur dimana komunikasi itu terjadi amat
penting. Kultur ini menjadi muara yang luas terhadap berbagai macam
bentuk komunikasi di masyarakat (Bungin,2008,hlm. 155 – 156).
Pada penelitian kualitatif, terutama dalam strategi verifikasi kualiatif,
teknik analisis data ini diangap sebagai teknik analisis data yang sering
digunakan. Namun selain itu pula, teknik analisis ini dipandang sebagai
teknik analisis data yang paling umum. Artinya, teknik ini adalah yang
paling abstrak untuk menganalisis data-data kualitatif (Bungin,2008,hlm.
155 – 156).
3.6. Tahapan Penelitian dan Kerangka Kerja Penelitian
Tahapan penelitian ini dimulai dengan pengumpulan teks pernyataan
yang terangkum dalam Konferensi Pers Wakil Presiden Boediono pada 23
November 2013 yang didapat dari bagian Notulensi serta Asisten Deputi
Bidang Dokumentasi dan Diseminasi Informasi Sekretariat Wakil Presiden,
situs resmi kepresidenan Wakil Presiden RI dan pernyataan-pernyataan
Wakil Presiden Boediono yang dikutip oleh media massa.
Kemudian melihat pernyataan-pernyataan dari berbagai media massa
terutama mengenai pernyataan terbanyak yang diucapkan dan dikutip dalam
pidato Wakil Presiden Boediono. Data ini digunakan untuk mengetahui
komunikasi politik yang dibangun untuk kemudian dapat dilihat isu apa
yang paling dianggap penting oleh wakil presiden dalam pidatonya untuk
kemudian mencoba melihat lebih jauh bagaimana isu itu dianalisis dengan
teori Restorasi Citra.
62. Universitas Indonesia
Setelah itu dilakukan wawancara dengan sejumlah responden baik yang
tergabung dalam koalisi atau bagian pemerintahan maupun responden yang
berada di luar koalisi maupun luar pemerintahan untuk menemukan isu yang
sama. Dan terakhir adalah membandingkan retorika Wapres Boediono
dengan Opini Publik.
3.7. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dan kelemahan, karena
beberapa hal yaitu: terbatasnya literatur dan kajian komunikasi politik
menggunakan teori restorasi citra, hingga pengembangan dan eksplorasi
mengenai hal tersebut belum bisa dilakukan secara mendalam. Referensi
komunikasi krisis serta teori restorasi citra sangatlah terbatas di Indonesia,
hal ini dimungkinkan karena kebudayaan masyarakat Indonesia yang belum
terbiasa menyatakan kesalahan dan mencoba melakukan komunikasi secara
terbuka. Kelemahan dan keterbatasan lainnya adalah wawancara dengan
narasumber sangat dimungkinkan belum memadai untuk dijadikan bahan
analisis karena tidak semua informasi dapat digali dari narasumber.