Mengkaji tentang Isu politik di Media sosial; bagaimana konten media sosial dikontruksi, konsumen media, isu politik, cerdas bermedia, dimuat pada prosiding seminar nasional Fisip tahun 2017
Isu politik di media sosial (perspektif konstruksi realitas media)
1. ISU POLITIK DI MEDIA SOSIAL
(PERSPEKTIF KONSTRUKSI REALITAS MEDIA)
Wa Ode Lusianai, S.IP., M.Si
Email : lusianaiwaode@uho.ac.id
Komunikasi Fisip Universitas Halu Oleo.
Abstrak
Media sosial telah menjadi life style masyarakat modern bagi pemenuhan
kebutuhan informasi. Berbagai informasi tidak terkecuali isu politik menjadi
agenda di media sosial. Isu dikonstruksi oleh pemilik sekaligus pengguna media
sosial sesuai dengan kebutuhan dan keingginan penggunanya sehingga opini akan
terbentuk berdasarkan atas hasil konstruksi realitas pengguna media sosial.
Kecerdasan pengguna media sosial dalam memaknai, menafsirkan isu politik akan
berdampak pada perilaku politik penggunanya baik dalam tataran keikutsertaan
dalam penyebaran isu politik maupun pada partisipasi penentuan pilihan politik
tertentu.
Kata Kunci : isu politik, media sosial, perilaku politik
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mendorong
munculnya fenomena media sosial sebagai sarana pemenuhan kebutuhan dan
penyaluran informasi bagi masyarakat tidak terkecuali anak muda. Masyarakat
kini memasuki era milenial dimana keterbukaan dan akses informasi menjadi
sangat transparan. Dibutuhkan kecerdasan bermedia untuk menyaring informasi
yang dibombardir oleh media.
Media sosial bukan lagi menjadi hal yang baru dikalangan masyarakat.
Berbagai kebutuhan masyarakat kini, media sosial selalu menjadi rujukan tidak
terkecuali kebutuhan politik. Media sosial mempunyai andil besar dalam
membentuk dan mempengaruhi opini dan perilaku penggunanya. Dalam berbagai
konteks, media sosial mampu menyajikan informasi tanpa melalui proses
gatekeeping seperti layaknya media pemberitaan konvensional maupun online.
Informasi tersaji begitu terbuka dan dapat diakses dengan mudah oleh siapa saja
dan kapan saja.
2. Isu politik merupakan salah satu hal menarik yang selalu menjadi topik di
media sosial. Menghadapi pesta-pesta demokrasi, berbagai media sosial diwarnai
dengan isu-isu politik yang dikemas sedemikian rupa untuk membentuk opini
publik. Dalam komunikasi politik hal ini dikenal dengan agenda setting oleh
Maxwel (dalam Subiakto, 2012 : 13) yang mengasumsikan bahwa adanya
hubungan positif antara penilaian yang diberikan oleh media pada suatu persoalan
dengan perhatian yang diberikan oleh khalayak. Artinya bahwa apa yang dianggap
penting oleh media, yang selalu dijadikan topik diskusi oleh media maka akan
dianggap penting pula oleh khalayak. Sehingga tidak mengherankan ketika media
sosial saat ini dijadikan sebagai sarana marketing politik untuk mempengaruhi
perilaku politik masyarakat. Isu politik dalam tulisan ini dimaknai sebagai konten
media yang menjadi agenda publikasi dengan memanfaatkan jaringan media
sosial. Setiap individu, kelompok atau grup pengguna media sosial terus menerus
baik secara sadar ataupun tidak telah menentukan agenda politik yang akan
diperbincangkan diruang publik.
Masyarakat sebagai pengguna media sosial harus menjadi generasi yang
cerdas bermedia dengan mengkonsumsi informasi seselektif mungkin dengan
tidak menerima dan membagikan informasi begitu saja tanpa melalui proses
penyaringan. Mengingat informasi yang tersaji melalui media sosial tanpa proses
gatekeeping, disinilah letak literasi media sosial itu berperan. Proses politik
dengan memanfaatkan media sosial sebagai sarana penyaluran informasi untuk
membentuk perilaku cerdas berpolitik. Artinya bahwa masyarakat sebagai
pengguna aktif media sosial dalam konteks tulisan ini adalah khalayak media
sosial yang heterogen, aktif dan selektif harus mampu memberi penafsiran dan
memaknai setiap agenda isu politik yang tersaji diberbagai jenis media sosial yang
dijadikan sebagai rujukan informasi dan penentuan keputusan politik. Menjadi
catatan penting bahwa isu politik yang telah diagendakan sesungguhnya telah
melalui proses konstruksi realitas. Funkhouser dalam Severin (2011 : 266) melihat
hubungan antara opini publik dengan isi media, dan hubungan antara isi media
dan realitas. Hal ini mengasumsikan bahwa apa yang tersaji oleh media telah
3. melalui proses konstruksi dari pelaku media. Dalam konten teori konstruksi
realitas media massa proses kelahiran konstruksi melalui tahapan; menyiapkan
materi konstruksi, menyebarkan konstruksi, membentuk konstruksi dan tahap
konfirmasi (Bungin, 2011 : 207). Lalu bagaimana dengan media sosial yang
penggunanya tidak terkontrol dalam artian isu disebarkan atau dipublikan melalui
pencarian sendiri dan terkandang tanpa adanya proses seleksi isu.
Perilaku politik berkaitan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan politik (Subakti dalam Sastroatmodjo, 1995 : 2). Artinya bahwa melalui
isu politik yang ada di media sosial akan menggiring opini publik dalam
membentuk perilaku politik dalam pembuatan dan pelaksaan keputusan politik.
Perilaku politik menyangkut perilaku politik warga Negara dan perilaku politik
lembaga dalam sebuah kerangka system dan struktur politik. Masyarakat sebagai
warga Negara merupakan generasi milenial konsumen media sosial yang juga
berpartisipasi dalam politik. Dalam posisinya sebagai konsumen media, anak
muda tidak berada dalam posisi pasif. Dimana dalam teori komunikasi dikatakan
bahwa khalayak media sesunggunya tidak menerima begitu saja apa yang tersaji
di media tetapi khalayak aktif memilih dan menentukan informasi apa yang akan
dikonsumsi sebagaimana dalam teori use and gratification. Melalui perspektif
teori ini dapat dilihat bahwa pemanfaatan media sosial anak muda dalam
membentuk perilaku politik dititikberatkan pada bagaimana citra politik terbangun
melalui marketing politik media. Memahami perilaku pengguna dalam
menggunakan media sosial sebagai langkah awal melihat penafsian dan
pemaknaan isu politik di berbagai media sosial.
Tulisan ini mencoba mengekplorasi tentang fenomena isu politik di media
sosial dan perilaku politik penggunanya melalui perspektif konstruktruksi realitas
media. Bagaimana seharusnya memaknai isu politik dimedia sosial yang secara
sadar atau tidak sadar telah melalui proses konstruksi isu. Membedah fenomena
ini dari sudut pandang konstruksi realitas media akan mendorong terwujudnya
opini dan perilaku politik yang cerdas.
4. LANDASAN TEORI
Memaknai Penggunaan Media Sosial
Kehadiran media baru (new media) menyebabkan perubahan dalam
banyak bidang termasuk akses dan pemenuhan kebutuhan informasi masyarakat.
New media atau media baru merupakan konsep yang tengah marak
diperbincangkan. Hal ini dapat diamati mulai dari pembicaraan populer di media
massa hingga telaah akademis yang serius dikampus-kampus. (adiputra dalam
Santoso, 2014 : 155). Lalu apa itu media baru? Sulit mendefinisikan media baru
karena jenisnya yang sangat beragam. Namun demikian, media baru focus pada
kegiatan-kegiatan yang memanfaatkan internet, termasuk di dalamnya media
berita online, periklanan, aplikasi penyiaran (termasuk download music, dan
sebagainya), aktivitas forum dan diskusi, world wide web (www), pencarian
informasi, potensi untuk membentuk komunitas baru. (McQuail dalam Santoso,
2014 : 155). Meskipun focus utama media baru ada pada internet namun bukanlah
satu-satunya. Selain internet, telepon genggam dan games juga termasuk media
baru.
Keberadaan media baru tidak lepas dari perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi. Perkembangan ini berkontribusi pada perkembangan
media sosial seperti internet, forum, message boards, weblog, widi, podcast,
gambar dan video. Contohnya adalah google groups (referensi, jejaring sosial),
Wikipedia (referensi). MySpace (jejaring sosial), Facebook (jejaring sosial),
Last.fm (music personal), YouTube (jejaring sosial dan layanan berbagi video),
Second Life (virtual reality), Flickr (layanan berbagai foro), Twitter (jejaring
sosial dan mikroblogging), dan mikroblogging lain seperti Jaiku dan pownce
(Sriramesh dan Vercic dalam santoso, 2014 : 157). Berbagai media sosial tersebut
menjadi konsumsi harian rutin masyarakat dalam mengekspresikan diri dan
memenuhi kebutuhannya.
5. Di Indonesia perkembangan penggunaan media sosial sangat pesat jika
dilihat dari semakin banyaknya jumlah anggota yang di miliki masing – masing
situs jejaring sosial. Pesatnya perkembangan media sosial tersebut disebabkan
oleh model kepemilikan media sosial dimana setiap individu memiliki akun media
sendiri seakan individu tersebut mengelola dan mengontrol perkembangan
medianya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan penggunannya. Selain itu,
kepemilikan media sosial tidak semahal kepemilikan media konvensional seperti
televisi dan radio yang membutuhkan anggaran besar untuk dapat memilikinya.
Penggunaan media sosial kini telah menjadi life style masyarakat modern.
Berbagai layanan media sosial dapat menghubungan masyarakat satu dengan
lainnya diberbagai penjuru dunia. Berbagi informasi, saling mengedukasi dan
mempengaruhi bisa terjadi melalui media sosial. Ketika media baru seperti
telepon dan jaringan internet ada maka dunia menjadi genggaman pengguna
media sosial. Akses berbagai situs media sosial bisa dilakukan dimana saja dan
kapan saja hanya dengan menggunakan sebuah mobile phone. Demikian cepatnya
orang bisa mengakses media sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar
terhadap arus informasi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di
Indonesia. Karena kecepatannya media sosial juga mulai tampak menggantikan
peranan media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita.
Perilaku Politik Masyarakat Pengguna Media Sosial
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait
dengan persoalan politik dalam arti luas. Dalam konteks ini, perilaku politik
dimaknai sebagi kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antar
lembaga pemerintah dan antar kelompok dan individu dalam masyarakat dalam
rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik pada
dasarnya merupakan perilaku politik.
Perilaku politik dapat dijumpai dalam berbagai bentuk. Dalam suatu
Negara, misalnya, ada pihak yang memerintah, dan pihak lain yang diperintah.
6. Terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ada yang setuju dan ada
yang kurang setuju. Yang selalu melakukan kegiatan politik adalah pemerintah
dan partai politik karena fungsi mereka dalam bidang politik. Keluarga sebagai
suatu kelompok melakukan berbagai kegiatan, termasuk di dalamnya adalah
kegiatan politik. Dalam kegiatan politik tersebut, anak muda sebagai bagian dari
keluarga secara bersama memberikan dukungan pada organisasi politik tertentu,
ikut berkampanye mengahadapi pemilu maka pemuda tersebut telah berperan
dalam kegiatan politik.
Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi
mengandung keterkaitan dengan hal-hal lain. Perilaku politik yang ditujukan oleh
individu merupakan hasil pengaruh beberapa faktor diantara terpaan informasi
atau isu politik yang dikomsumsi oleh individu. Melalui terpaan isu politik akan
terbentuk opini sebagai landasan dalam penentuan dan penetapan perilaku politik
masyarakat. Perilaku politik dalam tulisan ini merupakan suatu dampak dari
terpaan konten media sosial yang berupa isu-isu politik yang dikonsumsi oleh
masyarakat. Berbagai partispasi politik sebagai dampak dari isu politik menjadi
dampak atas perilaku politik masyarakat pengguna media sosial.
Konstruksi Realitas Media
Teori konstruksi sosial atas realitas dijelaskan oleh Peter L. Berger dan
Luckmann melalui “the social construction of reality, a treatise in the
sosiological of knowledge” (1996). Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas
realitas terjadi secara simultan melalui tiga proses sosial yaitu eksternalisasi,
objektivasi, dan internalisasi. Tiga proses ini terjadi diantara individu datu dengan
lainnya dalam masyarakat. Substansi teori ini adalah proses simultas yang terjadi
secara alamiah melalui bahasa dalam kehidupan sehari-hari pada sebuah
komunitas primer dan semi sekunder. Teori ini tidak memasukkan media massa
sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas
realitas (Bungin, 2011:206)
7. Ketika masyarakat semakin modern, teori dan pendekatan konstruksi
sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckman ini memiliki kemandulan atau
dengan kata lain tidak mampu menjawab perubahan zaman. Melalui konstruksi
sosial media massa (2000), teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas
Peter L. Berger dan Luckmann telah direvisi dengan melihat variabel atau
fenomena media massa menjadi sangat subtansi dalam proses ekternalisasi,
subjektivasi, dan internalisasi. Substansi teori konstruksi sosial media massa
adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial
berlangsung dengan cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi
membentuk opini massa (Bungin, 2011:207). Dalam proses membentuk opini
publik, konstruksi sosial media massa lahir melalui tahapan sebagai berikut;
pertama, tahap menyiapkan materi konstruksi. Tugas ini menjadi tanggung jawab
masing-masing redaksi media massa. Masing-masing media memiliki visi dan
kebijakan berbeda sehingga ini akan membedakan sudut pemberitaan setiap
media. Dalam menyiapkan materi konstruksi, media massa memosisikan diri pada
tiga hal penting berikut : keberpihakan media massa pada kapitalism,
keberpihakan semu kepada masyarakat dan keberpihakan pada kepentingan
umum. Dari ketiga hal penting ini, keberpihakan pada kapitalism menjadi sangat
dominan mengingat media massa adalah mesin prosuksi kapitalis yang mau
ataupun tidak harus menghasilkan keuntungan (Bungin, 2011 : 210).
Kedua, tahap sebaran konstruksi. Sebaran konstruksi dilakukan oleh
media massa secara berbeda, namun pada prinsipnya real-time. Media elektronik
memiliki konsep real-time berbeda dengan media cetak maupun dengan media
online. Sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah,
dimana media menyodorkan informasi sementara konsumen tidak memiliki
pilihan lain kecuali mengkonsumsi informasi tersebut. Namun di media elektronik
dan media online bisa dilakukan dua arah, walaupun agenda setting konstruksi
masih didominasi oleh media. Prinsip dasar dari sebaran konstruksi ini adalah
semua informasi harus sampai pada khalayak secepatnya berdasarkan pada agenda
8. media. Apa yang pandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi
khalayak.
Ketiga, pembentukan konstruksi realitas. Setelah sebaran konstruksi
sampai kepada khalayak maka yang terjadi selanjutnya adalah pembentukan
konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara generik.
Pertama, konstruksi realitas pembenaran dan kedua, kesediaan dikonstruksi oleh
media massa, dan ketiga sebagai pilihan konsumtif. Tahap pertama adalah
konstruksi pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang
terbangun dimasyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang tersaji di
media massa sebagai sebuah realitas kebenaran. Tahap kedua adalah kesediaan
dikonstruksi oleh media massa yakni bahwa pilihan seseorang menjadi khalayak
media adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya dikonstruksi
oleh media massa. Tahap ketiga adalah dimana seseorang tergantung pada media
massa. Media massa adalah bagian kebiasaaan hidup yang tidak bisa dilepaskan.
Tiada hari tanpa menonton televisi, membaca koran membaca media online.
Keempat, tahap konfirmasi. Tahapan ini merupakan tahap ketika media
massa dan khalayak memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya
untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Alasan-alasan yang sering
digunakan dalam konfirmasi ini adalah (a) dalam kehidupan modern bahwa
pribadi yang jauh dari media massa akan menjadi pribadi yang selalu kehilangan
informasi, karena itu ia terlambat untuk merebut kesempatan dan terlambat
berubah. (b) kedekatan dengan media massa adalah life style orang modern,
dimana orang modern menyukai popularitas, terutama sebagai subjek media
massa itu sendiri. (c) media massa walaupun memiliki kemampuan mengontruksi
realitas media berdasarkan subjektivitas media, namun kehadiran media massa
dalam kehidupan seseorang merupakan sumber pengetahuan tanpa batas yang
sewaktu-waktu dapat diakses.
9. PEMBAHASAN
Gambaran Penggunaan Media Sosial
Media sosial sebagai salah satu medium komunikasi dalam kategori media
baru (new media) yang lagi booming penggunaanya baik itu facebook, instagram,
twitter, whatssapp, bbm dan lainnya menjadi sarana penelusuran dan penyebaran
berbagai informasi tidak terkecuali isu politik. Pengguna media sosial tersebar
diberbagai penjuru dunia dan akan saling terhubung dengan pengguna lainnya
dimanapun berada. Jaringan internet sebagai alat penghubung media sosial akan
menyatukan individu dalam satu kerangka yang dikenal dengan istilah global
village. Artinya bahwa pengguna media sosial yang terpisah oleh ruang dan waktu
akan berada dalam satu kampung global digital, berinterakasi secara digital,
bertukar informasi secara digital dan saling memberi pengaruh secara digital.
Namun tidak menutup kemungkinan interaksi dan komunikasi ini akan
berlangsung sampai didunia nyata.
Penggunaan media sosial dapat dikategorikan dalam dua skala besar yakni
sebagai sumber rujukan informasi dan sebagai medium penyampaian informasi
oleh penggunanya. Pertama sebagai sumber rujukan informasi.
Pengguna media sosial dengan karakteristik yang berbeda-beda, latar belakang
pendidikan yang berbeda, kepentingan dan kebutuhan yang berbeda dipertemukan
dalam satu medium komunikasi yang dijadikan sebagai sumber informasi. Media
sosial sebagai medium komunikasi menyajikan informasi tanpa melalui proses
gatekeepting atau proses penyaringan dan penyeleksian berbeda dengan media
pemberitaan seperti media elekronik (radio dan televisi), media cetak dan media
online. Selain tidak melalui proses gatekeeping, sumber informasi media sosial
sebagian besar tidak teridentifikasi dengan benar dengan semakin banyaknya akun
palsu pengguna media sosial. Namun demikian, media sosial tidak hanya menjadi
rujukan informasi bagi khalayak tetapi juga bagi media-media pemberitaan
lainnya. Apa yang lagi heboh diperbincangkan atau viral dimedia sosial maka
akan diperbincangkan pula di media pemberitaan. Namun yang menjadi poin
10. penting dalam penggunaan media sosial sebagai rujukan informasi penggunanya
adalah kredibilitas dari sumber informasi (informan) dan informasi itu sendiri
mengingat semakin banyaknya isu-isu hoax yang tersaji di media sosial. Hal ini
kurang menjadi perhatian pengguna media sosial sehingga apa yang tersaji itulah
yang terkonsumsi tanpa melalui proses rasionalitas.
Kedua, sebagai medium penyebaran informasi. Pengguna media sosial
yang mengalami, menyaksikan dan mendapatkan isu, peristiwa ataupun informasi
menyebarkan informasi tersebut melalui media sosial. Informasi yang disebarkan
oleh pengguna tersebut juga berasal dari media sosial yang digunakan kemudian
disebarkan kembali (forward). Budaya meneruskan informasi dari sisi modernism
dipandang sebagai tindakan sosial seseorang yang jika dilihat dari aspek tindakan
rasionalitas instrumental merupakan tindakan dengan berdasar pada
pertimbangan, pilihan serta kesadaran penuh yang memiliki tujuan tertentu (Jabar
et.al., 2016 :94). Artinya bahwa pengguna media sosial ketika menyebarkan
informasi melalui forward postingan dilakukan secara sadar dengan tujuan
tertentu. Sadar dalam menyebarkan informasi namun tidak melibatkan unsur
rasionalitas dalam memahami realitas informasi sebelum disebarkan. Informasi
yang masih diragukan kebenarannya, provokatif dan memicu konflik antar agama,
suku, tidak dibenarkan untuk dipublikasikan. Unsur rasionalitas dan kecerdasan
bermedia sangat dibutuhkan bagi setiap pengguna media sosial agar terhindar dari
terpaan dan sebaran berita hoax serta pelanggaran UU ITE.
Penggunaan media sosial sebagai sumber informasi dan media penyaluran
informasi jika dikaitkan dengan isu-isu politik dalam setiap ranah dan perhelatan
politik menjadi menarik untuk dibedah. Isu politik menjadi informasi menarik
ketika menuju perhelatan politik. Diberbagai media pemberitaan, isu-isu politik
tersaji sesuai dengan agenda masing-masing media. Hal inipun terjadi pada media
sosial, isu di setting secara sadar sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pengemas
isu. Setiap indvidu pengguna media sosial tidak mampu mengontrol apa yang di
agendakan oleh individu lainnya namun secara sadar mengkonsumsi informasi
yang ada.
11. Konstruksi Realitas Isu Politik Di Media Sosial
Pemberitaan media massa (cetak, elektronik) dikendalikan oleh
kepentingan pemilik media, baik kepentingan bisnis maupun tekanan penguasa.
Peristiwa, isu, infomrasi dapat di framing sesuai kepentingan. Peristiwa politik,
seperti pemilu presiden, pemilu legislative, pilkada, maupun peristiwa politik
pemerintahan menjadi sangat dinamis dan terbuka serta dapat dinikmati oleh
banyak pihak dengan cepat karena diantarkan oleh media massa dengan beragam
cara (Wahid dalam Hamid, 2011:221). Media massa dengan berbagai jenis yang
ada, telah menciptakan transformasi dengan begitu efektif, sehingga seakan tak
ada lagi jarak antara ruang dan waktu bagi masyarakat dalam memperoleh
informasi. Dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki, beberapa media massa
menjadi agent bagi kekuatan politik tertentu, sehingga terjadilah apa yang disebut
Antonio Gramsci sebagai “ketidakseimbangan rasionalitas” dalam masyarakat.
Selaras dengan pandangan Hebermas dalam Hamid (2011:226) bahwa masyarakat
Indonesia masih sangat jauh dari masyarakat rasional yang mampu menghasilkan
akal intelek untuk menentukan proses produksi, sosial dan perubahan masyarakat.
Pandangan ini mengilustrasikan keadaan masyarakat yang masih
mengesampingkan rasionalitas dalam konsumsi dan produksi informasi di
berbagai media. Masyarakat secara terbuka dan tanpa selektif mengkonsumsi
informasi dan secara sadar memproduksinya kembali untuk diteruskan kepada
masyarakat lainnya melalui berbagai media komunikasi. Sisi rasionalitas untuk
menyaring kebenaran dan keharusan berita dikonsumsi dan disebarkan masih
sangat minim dikalangan masyarakat.
Menelaah rasionalitas masyarakat pengguna media massa (cetak dan
elektronik), kita tidak dapat mengesampingkan media pemberitaan digital yakni
media online. Dengan karakteristik real time dalam pemberitaan, media online
lebih cepat dalam proses itu karena kecepatan dan ketepatan pemberitaan menjadi
orientasi media online. Sisi rasionalitas pengguna media online semakin teruji
ketika mengkonsumsi informasi yang tersaji melalui berita media online yang
setiap detik setiap menit terus berubah. Tidak hanya itu, media online sama halnya
12. dengan media cetak dan elektronik dikendalikan oleh kepentingan pemilik media.
Tulisan ini tidak akan mengkaji media-media pemberitaan tersebut namun lebih
kepada media sosial, bagaimana isu, peristiwa, informasi di framing dan dimaknai
oleh penggunanya. Media sosial sebagai sumber informasi tentu berbeda dengan
media konvensional dan media online karena pengirim sekaligus pengguna
informasi dimedia sosial tidak terorganisir seperti media pemberitaan pada
umumnya. Pada media pemberitaan, informasi yang tersaji melalui berita telah
melalui proses gatekeeping atau seleksi dan editing berita yang dilakukan dimeja
redaksi. Berbeda dengan media sosial, informasi tersaji begitu saja secara fulgar
sehingga kecerdasan bermedia sangat dibutuhkan melalui masyarakat rasional
oleh Habermes. Memaknai media sosial tidak bisa lepas dari pemaknaan akan
kepemilikan media pada media massa meski dengan kajian yang sedikit berbeda
karena pemilik media sosial yang tidak terorganisir seperti media massa. Hal yang
perlu digaris bawahi pada media sosial bahwa apa yang tersaji dimedia sosial
sesungguhnya telah terkonstruksi oleh penggunanya. Pengguna media sosial
diposisikan sebagai konsumen yang butuh dan haus informasi sehingga tidaklah
salah ketika dikategorikan khalayak media sosial yang tidak memiliki cukup
keberdayaan untuk menghadapi gempuran informasi dimedia sosial. Berbagai
informasi tersaji diberbagai situs media sosial baik ekonomi, sosial, budaya,
agama maupun politik.
Menghadapi pesta demokrasi, isu-isu politik tersaji di dinding-dinding
situs media sosial yang tidak mampu ditolak oleh penggunanya.
Ketidakberdayaan pengguna media sosial dalam menghadapi berbagai serbuan
informasi, melalui perspektif agenda setting (Fiske dalam Iriantara, 2009:30)
pengguna sekaligus pemilik media sosial dipandang sebagai penyusun agenda
yang akan dipandang penting oleh khalayak. Jika isu politik menjadi agenda
khalayak media sosial maka isu tersebut akan dikemas dan disajikan dalam
berbagai versi dan bentuk sesuai dengan tujuan pengguna media sosial tersebut.
Tujuan yang dimaksud pembuat agenda bisa untuk mempengaruhi pengetahuan,
sikap, dan perilaku khalayak sasarannya. Memaknai isu politik sebagai agenda
13. setting harus dibarengi dengan pemahaman akan fenomena pemberitaan media.
Media massa memandang khalayak sebagai konsumen media. Ketergantungan
akan informasi yang tersaji di media massa menjadi gaya hidup masyarakat
modern. Hal ini pun terjadi pada fenomena media sosial. Masyarakat tanpa
bermedia sosial seakan berada dalam kampung kecil yang tidak bisa terhubung
dengan masyarakat lainnya. Smartphone yang tergenggam setiap hari setiap saat
menjadikan ruang privat seperti ruang publik. Sehingga tidak mengherankan
ketika pemasaran politik kini banyak memanfaatkan media sosial sebagai sarana
menjangkau dan membentuk opini publik.
Pembentukan opini publik melalui isu politik harus digaris bawahi.
Artinya bahwa isu politik dalam kajian komunikasi sebagai salah satu unsur
penting yakni pesan komunikasi yang tersaji dimedia sosial merupakan hasil
konstruksi yang telah diagendakan secara sadar oleh penggunanya. Melalui kajian
konstruksi realitas media dikatakan bahwa apa yang tersaji dihadapan khalayak
merupakan produk konstruksi media sejak dari persiapan materi berita,
penyebaran berita, pembentukan konstruksi khalayak sampai pada tahan
konfirmasi. Tahapan ini jika dikaitkan dengan fenomena isu politik dimedia sosial
sebagai hasil konstruksi pengguna media sosial maka akan tersaji sebagai berikut :
Pertama, menyiapkan materi konstruksi. Materi dapat bersumber dari isu,
informasi, peristiwa atau bahkan berita yang tersaji diberbagai media massa (cetak
dan elektronik) dan media online. Karena pemilik media sosial adalah pengguna
media sosial itu sendiri, maka materi dipersiapkan langsung oleh pemilik akun
media sosial. Setiap individu pemilik akun media sosial dalam mempersiapkan
materi konstruksi dalam konsteks isu politik akan merujuk dari berbagai sumber
informasi dan tidak lepas dari kepentingan dan tujuan pemilik akun media sosial
yang bersangkutan. Kecerdasaran individu pemilik akun media sosial dalam
memilih dan menentukan sumber informasi sebagai rujukan penetapan materi
konstruksi akan mempengaruhi akuntabilitas informasi yang akan dikonsumsi.
Pandangan Habermas mengatakan bahwa masyarakat Indonesia yang masih jauh
dari masyarakat rasional sehingga akan tergambar pada kompetensi komunikasi.
14. Hal ini mengindikasikan kondisi masyarakat sebagai konsumen media, pemilik
dan pengguna akun media sosial yang sulit menentukan sumber informasi yang
kredibel sehingga kompetensi komunikasi pun akan sulit untuk terwujud. Untuk
itu, pemilik akun media sosial dalam mempersiapkan materi konstruksi harus
benar-benar merujuk sumber informasi yang terpercaya untuk mewujudkan
kompetensi komunikasi dan kepercayaan publik akan isu yang diangkat.
Mengingat media sosial dalam mempersipakan materi yang akan disebarkan tidak
melalui gatekeeper namun tersaji begitu saja secara bebas dan terbuka. Hal inilah
yang membedakan konstruksi pada media massa dan media sosial.
Kedua, menyebarkan materi konstruksi. Setelah materi dalam bentuk
informasi, peristiwa, berita maupun isu politik telah ada maka langkah selanjutnya
materi tersebut disebarkan di media sosial baik facebook, twitter, instagram dll.
Karena agenda media massa selalu sejalan dengan agenda media sosial maka sifat
real time atau kecepatan penyebaran berita di media sosial pun sangat
diutamakan. Berburu dengan waktu dan tidak melalui proses gatekeeping
menjadikan isu politik yang tersaji di media sosial rentan dengan isu
ketidakbenaran atau hoax. Kebiasaan yang selalu terjadi pada pengguna media
sosial kini adalah menerima dan menyebarkan informasi yang diperolehnya tanpa
melalui proses pengecekkan kembali kebenaran isu.
Ketiga, pembentukan konstruksi realitas pada masyarakat pengguna media
sosial. Ketika isu politik itu terkonsumsi oleh pengguna media sosial maka saat itu
pula konstruksi realitas berlangsung dalam diri pengguna tersebut. Pada tahap ini
pengguna media tidak terkecuali media sosial selalu menganggap apa yang tersaji
dianggap sebagai suatu kebenaran sehingga secara sadar memanfaatkan informasi
tersebut sebagai sumber rujukan dan penentuan pengambilan keputusan.
Pengguna media sosial selalu lupa bahwa apa yang tersaji merupakan hasil
konstruksi tanpa melalui proses gatekeeping. Ketergantungan masyarakat akan
media sosial sebagai sumber informasi menjadikan tingkat konsumtif informasi
media sosial semakin mudah menerima apa yang disajikan di media sosial.
15. Keempat, tahap konfirmasi atas konstruksi media sosial. Posisi khalayak
sebagai pengguna sekaligus pemilik akun media sosial yang tidak bisa lepas dari
genggaman penggunaan media sosial menjadikan sebagian besar khalayak
memandang isu politik sebagai hasil kebenaran. Artinya bahwa apa yang
diagendakan dalam isu politik akan dipandang benar dan mendapat konfirmasi
positif (penerimaan) bagi pengguna media sosial sebagai sebuah kebenaran untuk
dijakan sebagai rujukan. Akibat dari konfirmasi atas hasil konstruksi realitas
media sosial ini akan saling berhubungan timbal balik dengan proses
pengumpulan materi konstruksi. Karena media sosial telah dianggap sebagai gaya
hidup masyarakat modern sebagai sumber rujukan informasi bagi penggunanya.
Isu politik yang ada di media sosial secara sadar disebarkan oleh pengguna
media sosial dengan tujuan tertentu. Melalui isu politik akan terbentuk perilaku
politik masyarakat pengguna media sosial. Perilaku politik tidak hanya dimaknai
dalam menentukan keputusan politik saat pesta demokrasi namun perilaku politik
dimaknai ketika pengguna media sosial secara sadar ikut berpartisipasi dalam
menyebarkan informasi tentang isu politik tertentu. Bentuk partisipasi politik
masyarakat pengguna media sosial dalam menyebarkan isu politik merupakan
wujud perilaku politik yang paling mendasar.
Pemaparan tentang konstruksi realitas atas isu politik di media sosial
tersebut dapat digaris bawahi beberapa point penting sebagai berikut :
1. Isu politik sebagai agenda menarik menjelang kontestasi politik akan
menjadi materi menarik bagi setiap individu pengguna sekaligus
pemilik akun media sosial untuk dikonstruksi.
2. Masyarakat sebagai pengguna dan pemilik akun media sosial yang
menjadi komunikan sekaligus sebagai komunikator politik harus
cerdas bermedia. Mampu memaknai, menafsirkan dan menyebarkan
informasi yang benar, tepat dan cepat.
3. Media sosial sebagai medium penyampaian pesan secara digital
dengan memanfaatkan jaringan intenet, dapat dijangkau dan
16. menjangkau masyarakat tanpa batas ruang dan waktu. Keterbukaan
dan kecepatan akses menjadikan informasi tersaji secara gamblang dan
menuntut penggunanya rasional dalam memanfaatkannnya.
4. Perilaku politik sebagai efek dari konten isu politik di media sosial
yang menerpa khalayak atau pengguna media sosial akan diawali
dengan pembentukan opini. Dalam proses pembentukan opini atas isu
politik yang ada didasarkan pada kecerdasan konsumtif media
penggunanya. Kredibilitas sumber informasi, rasionalitas masyarakat
pengguna informasi akan menentukan pilihan perilaku politik
masyarakat.
Berbagai catatan tersebut dapat dijadikan sebagai perhatian bagi pengguna
media sosial untuk memaknai dan menafsirkan serta menyebarkan informasi hasil
konstruksi yang tersaji di media sosial sehingga akan lahir perilaku cerdas
berpolitik. Mewujudkan komunikasi yang kompeten akan lahir dari konten dan
pengguna dari media komunikasi itu sendiri.
KESIMPULAN
Pemaparan tentang isu politik di media sosial melalui analisis konstruksi
realitas media menjadi sedikit berbeda karena isu yang dikonstruksi tidak melalui
proses gatekeeping seperti yang terjadi pada media pemberitaan konvensional
maupun media online. Karena itu, informasi tersaji begitu saja membentuk opini
penggunannya sesuai dengan hasil konstruski yang dilakukan oleh pengguna
media sosial. Kecerdasan memaknai fenomena isu politik dimedia sosial akan
membentuk perilaku cerdas berpolitik masyarakat baik dalam tataran penyebaran
isu politik maupun pada tataran penentuan keputusan politik masyarakat.
Melalui tulisan ini, penting untuk diketahui dan diperhatikan bagi
pengguna media sosial agar memahami informasi yang tersaji dengan tidak
menerima begitu saja apa yang ada di media sosial serta tidak mem-forward isu,
informasi tanpa memastikan kebenarannya.
17. DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2011. Sosiologi Komunikasi : teori, paradigm, dan diskursus
teknologi komunikasi di masyarakat. Jakarta : Kencana
Hamid, Farid et.al. 2011. Ilmu Komunikasi : sekarang dan tantangan masa
depan. Jakarta : Kencana
Iriantara, Yosal. 2009. Literasi Media : apa, mengapa, bagaimana. Bandung :
Simbiosa Rekatama Media.
Jabar, Aryuni Salpiana et.al. 2016. Media Sosial. Informasi dan Rasionalitas
(analisis konseptual dari perspektif modernism kontra perpektif
postmodernisme). Kendari : Gatekeeper Jurnal Ilmu Komunikasi
Universitas Halu Oleo.
Sastroatmodjo, sudijono. 1995. Perilaku Politik. Semarang : IKIP Semarang Press
Severin, Werner J. et.al. 2014. Teori Komunikasi : sejarah, metode dan terapan
di media massa. Jakarta : Prenada Media Group.
Subiakto, Henry. 2015. Komunikasi Politik, media dan demokrasi. Jakarta :
Prenadamedia Group