Perangkap Reservoir - Jebakan Minyak - Oil TrapDella Azaria
Â
Merupakan presentasi tentang perangkap reservoir. Di dalamnya terdapat perangkap hidrostatik yang terdiri dari perangkap struktur, perangkap stratigrafi, perangkap kombinasi, perangkap ketidakselarasan dan perangkap sekunder, lalu klasifikasi De Sitter, dan terakhir perangkap hidrodinamik.
Sumber: RR. Koesoemadinata
Perangkap Reservoir - Jebakan Minyak - Oil TrapDella Azaria
Â
Merupakan presentasi tentang perangkap reservoir. Di dalamnya terdapat perangkap hidrostatik yang terdiri dari perangkap struktur, perangkap stratigrafi, perangkap kombinasi, perangkap ketidakselarasan dan perangkap sekunder, lalu klasifikasi De Sitter, dan terakhir perangkap hidrodinamik.
Sumber: RR. Koesoemadinata
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...Mario Yuven
Â
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogyakarta 4. diskripsi kekar.
Kekar merupakan rekahan yang belum mengalami pergeseran
The problem of water and gas coning has plagued the petroleum industry for decades. Water or gas encroachment in oil zone and thus simultaneous production of oil & water or oil & gas is a major technical, environmental and economic problems associated with oil and gas production. This can limit the productive life of the oil and gas wells and can cause severe problems including corrosion of tubulars, fine migration, hydrostatic loading etc. The environmental impact of handling, treating and disposing of the produced water can seriously affect the economics of the production. Commonly, the reservoirs have an aquifer beneath the zone of hydrocarbon. While producing from oil zone, there develops a low pressure zone as a result of which the water zone starts coning upwards and gas zone cones down towards the production perforation in oil zone and thus reducing the oil production. Pressure enhanced capillary transition zone enlargement around the wellbore is responsible for the concurrent production. This also results in the loss of water drive and gas drive to a certain extent.
Numerous technologies have been developed to control unwanted water and gas coning. In order to design an effective strategy to control the coning of oil or gas, it is important to understand the mechanism of coning of oil and gas in reservoirs by developing a model of it. Non-Darcy flow effect (NDFE), vertical permeability, aquifer size, density of well perforation, and flow behind casing increase water coning/inflow to wells in homogeneous gas reservoirs with bottom water are important factors to consider. There are several methods to slow down coning of water and/or gas such as producing at a certain critical rate, polymer injection, Downhole Water Sink (DWS) technology etc.
Shubham Saxena
B.Tech. petroleum Engineering
IIT (ISM) Dhanbad
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...Mario Yuven
Â
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogyakarta 4. diskripsi kekar.
Kekar merupakan rekahan yang belum mengalami pergeseran
The problem of water and gas coning has plagued the petroleum industry for decades. Water or gas encroachment in oil zone and thus simultaneous production of oil & water or oil & gas is a major technical, environmental and economic problems associated with oil and gas production. This can limit the productive life of the oil and gas wells and can cause severe problems including corrosion of tubulars, fine migration, hydrostatic loading etc. The environmental impact of handling, treating and disposing of the produced water can seriously affect the economics of the production. Commonly, the reservoirs have an aquifer beneath the zone of hydrocarbon. While producing from oil zone, there develops a low pressure zone as a result of which the water zone starts coning upwards and gas zone cones down towards the production perforation in oil zone and thus reducing the oil production. Pressure enhanced capillary transition zone enlargement around the wellbore is responsible for the concurrent production. This also results in the loss of water drive and gas drive to a certain extent.
Numerous technologies have been developed to control unwanted water and gas coning. In order to design an effective strategy to control the coning of oil or gas, it is important to understand the mechanism of coning of oil and gas in reservoirs by developing a model of it. Non-Darcy flow effect (NDFE), vertical permeability, aquifer size, density of well perforation, and flow behind casing increase water coning/inflow to wells in homogeneous gas reservoirs with bottom water are important factors to consider. There are several methods to slow down coning of water and/or gas such as producing at a certain critical rate, polymer injection, Downhole Water Sink (DWS) technology etc.
Shubham Saxena
B.Tech. petroleum Engineering
IIT (ISM) Dhanbad
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Â
Shale problem
1. Fakultas Teknik
Jurusan teknik Perminyakan
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Hendri/082331317678 Hendri anur #Hendri_anur
2. Shale problem
Shale (serpih) adalah batuan sedimen yang
terbentuk oleh deposisi dan kompaksi sedimen
untuk jangka waktu yang lama. Serpih ini komposisi
utamanya adalah lempung (clay), lanau (silt), air
dan sejumlah kecil quart dan feldspar. Berdasarkan
kandungan airnya, serpih dapat berupa batuan
yang kompak atau batuan yang lunak dan tidak
kompak, yang biasa disebut dengan serpih
lempung atau serpih lumpur. Serpih ini juga dapat
berada dalam bentuk metamorphic seperti slate,
phylite dan mica schist.
Pemboran menembus lapisan
shale menyebabkan
permasalahan,
.
Karena reruntuhan atau longsornya shale,
maka akibat seterusnya yang dapat timbul antara
lain :
•Lubang bor membesar.
•Masalah pembersihan lubang bor.
•Pipa bor terjepit.
•Kebutuhan lumpur bertambah.
•Penyemenan yang kurang sempurna.
•Kesulitan dalam melaksanakan logging.
3. I. Jenis-jenis Shale
. Shale biasanya merupakan hasil endapan
marine basin, terutama dari lumpur, silts dan clays.
Dalam bentuknya yang lunak, biasanya disebut
clay, bila makin dalam, maka karena tekanan dan
temperatur yang tinggi endapan ini akan
mengalami perubahan bentuk (consolidation), dan
disebut sebagai shale. Karena perubahan bentuk
proses metamorfosis disebut slate, phylite atau
mica schist. Bila shale banyak mengandung pasir
disebut arenaceous shale, sedang yang banyak
mengandung organik material disebut
carbonaceous shale.
Jenis shale :
. Pressure Shale > beban >> Over load > Pressure ( Air
formasi keluar>> kick)
 Mud Making Shale
shale yang sangat sensitif terhadap air atau lumpur.
Jenis ini menghisap air (hidrasi), yang terutama adalah
bentonitic shale. Cara menghadapi shale jenis ini adalah
pemboran dengan memakai cairan pemboran yang tidak
berpengaruh atau tidak bereaksi dengan shale. Jenis-
jenis lumpur yang dipakai antara lain : lime mud, gyp
mud, calcium chloride mud, salt mud dan yang banyak
dipakai saat ini lignosulfonate mud serta oil base mud.
Stressed Shale
Shale jenis ini tidak banyak bereaksi atau berhidrasi
dengan air, tetapi mudah runtuh. Problem ini akan
semakin besar bila lapisan miring dan ditambah lagi bila
menjadi basah oleh air atau lumpur.
4. Faktor Yang Mempengaruhi
Shale Problem
Faktor-faktor yang mempengaruhi shale problem
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni :
Faktor Mekanis.
Faktor Hidrasi.
Faktor Lain Selain Mekanis dan Hidrasi.
Faktor Mekanis
Faktor-faktor mekanis yang mempengaruhi terjadinya
shale problem sebagaian besar diakibatkan oleh
pengaruh erosi yang disebabkan oleh aliran lumpur
pemboran di annulus. Erosi serpih secara langsung
berhubungan dengan tingkat turbulensi di annulus dan
viskositas lumpur. Kebanyakan program hidrolika
dirancang untuk memungkinkan terjadinya aliran laminer
di annulus. Pengaruh mekanis yang lain adalah pecah
atau rusaknya serpih yang diakibatkan oleh gerakan
rangkaian pemboran dan caving yang diakibatkan oleh
pergerakan horizontal lapisan serpih. Pengaruh lebih
lanjut adalah kenyataan bahwa operasi pemboran
(pembuatan lubang) mengganggu sistem tekanan
(stress) di dalam tanah, yang lebih lanjut akan
mengakibatkan gerakan dinamis di dalam lapisan serpih.
Gerakan ini akan mengakibatkan pecah atau rusaknya
lapisan serpih di sekitar sumur menjadi bagian-bagian
kecil yang akan jatuh ke dalam lubang.
5. Faktor Hidrasi
Hidrasi osmosis terjadi bila salinitas air formasi
serpih lebih besar dari pada salinitas lumpur dan air
formasi pada lapisan serpih. Selama sedimentasi,
lapisan serpih terkompaksi secara progresif oleh
berat overburden. Gaya kompaksi ini akan
mengeluarkan sejumlah besar air yang terserap
dan air dari dalam pori batuan serpih. Gaya
kompaksi ini sama dengan matrik stress (tekanan
overburden-tekanan pori)….Pf>> Ph kick
Adsorpsi air oleh serpih biasanya akan
menghasilkan dispersi dan swelling. Dispersi terjadi
jika serpih terbagi-bagi menjadi partikel-partikel
kecil dan masuk ke dalam lumpur pemboran
sebagai padatan (solids). Swelling terjadi sebagai
akibat peningkatan ukuran dari mineral silika yang
menyusun struktur lempung.>>> bit balling.
3. Faktor Lain Selain Mekanis
Dan Hidrasi
. Lapisan serpih yang miring terbukti lebih
mempunyai kecenderungan untuk runtuh
dibandingkan lapisan serpih horizontal. Hal ini
dikarenakan selama adsorpsi air, ekspansi serpih
terjadi pada arah yang tegak lurus terhadap
bedding plane, yang pada akhirnya akan
menghasilkan runtuhan serpih yang lebih besar jika
bagian ini miring dengan sudut yang tinggi.
Proses runtuhan pada brittle shale (serpih getas)
yang tidak mengandung lempung aktif dijelaskan
dengan adanya penembusan antara bedding plane
dan microfissure dari serpih. Hal ini akan
menghasilkan swelling yang tinggi yang
memecahkan gaya kohesi diantara rekahan di
permukaan yang menyebabkan serpih ini akan
terjatuh.
6. Sebab-Sebab Shale
Problem
Penyebab masalah shale ini dapat dikelompokan dari
segi lumpur maupun dari segi drilling practice atau
mekanis. Beberapa penyebab dari kelompok mekanis
antara lain :
Erosi, karena kecepatan lumpur di annulus yang terlalu
tinggi.
Gesekan pipa bor terhadap dinding lubang bor.
Adanya penekanan (pressure surge) atau penyedotan
(swabbing) pada waktu cabut dan masuk pahat
(tripping).
Adanya tekanan dari dalam formasi.
Adanya air filtrasi atau lumpur yang masuk ke dalam
formasi.
Penanggulangan Shale
Problem
Usaha-usaha mengatasi atau menanggulangi masalah
shale antara lain dengan menggunakan drilling practice
dan mud practice yang baik.
Dimana drilling practice yang baik meliputi :
- Mengurangi kecepatan di annulus.
 Agar pipa bor benar-benar dalam keadaan tegang.
- Mengurangi/menghindari kemiringan lubang bor.
-Menghindari swabing atau pressure surge pada waktu
round trip.
7. Sedangkan mud practice yang
baik meliputi :
Berat lumpur yang cukup untuk menahan tekanan formasi.
pH sesuai (+ 8,5 – 9,5).
Filtrasi rendah.
Lumpur yang baik, meliputi :
Mengubah lumpur dengan kadar Ca tinggi, seperti gyps, lime dan seterusnya yang
menghalangi terhidratnya clay yang sensitif terhadap air.
Menaikkan rate sirkulasi agar partikel-partikel padat lekas diangkat ke permukaan.
Mengurangi water loss lumpur, problem shale berhubungan langsung dengan adsorpsi air dari
lumpur pemboran, perubahan dalam jenis atau komposisi kimia lumpur akan memberikan
pemecahan masalah ini.
Mengganti ke oil emulsion mud.
Mengganti ke oil base mud, telah terbukti berhasil untuk mengurangi terjadinya problem shale.
Keberhasilan ini berdasarkan bahwa fasa minyak memberikan adanya membran disekitar lubang
yang mencegah terjadinya kontak antara air dengan serpih.
Menaikkan berat jenis lumpur agar lebih mampu menahan dinding lubang bor.
8. Fakultas Teknik
Jurusan teknik Perminyakan
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Hendri/082331317678 Hendri anur #Hendri_anur