Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Seorang wanita berhasil menyadarkan seorang alim yang sedang dilanda duka mendalam akibat kehilangan istrinya dengan memberikan nasihat bahwa musibah adalah ujian dari Allah dan kita harus bersabar serta berserah diri kepada-Nya. Kisah tersebut menunjukkan bahwa wanita pun dapat memberikan nasihat untuk menghadapi cobaan.
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
MEMAHAMI MUSIBAH
1. Seorang Perempuan pun Bisa Memberi Nasehat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalamsebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus Ad-Daary radhiallahu ‘anhu,
“Agama adalah nasihat”. Kami bertanya: “Bagi siapa wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab:
“Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, bagi para pemimpin kaum muslim dan bagi kaum muslim
secara umum.” (HR. Muslim)
Memang benar, sebuah nasihat akan banyak membawa manfaat apabila nasihat tersebut
bersumber dari ilmu yang terambil dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Namun, sebuah nasihat
yang tidak berlandaskan ilmu, justru akan membawa malapetaka dan kehancuran, karena
pada hakikatnya hal itu bukanlah nasihat, melainkan bisikan-bisikan dan was-was setan.
Masalahnya, apakah sebuah nasihat hanya boleh dilakukan oleh kaum laki-laki saja dan tidak
mungkin dilakukan oleh kaum wanita?
2. Kisah berikut ini menunjukkan, bahwa kaum Hawa pun dapat memberikan andil dalam
memberikan nasihat dan amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan kemampuan mereka.
Semoga bermanfaat. Allahul-Muwaffiq.
Alkisah
Imam Malik rahimahullah meriwayatkan sebuah kisah dalam kitab al-Muwaththa’, dari Yahya
bin Sa’id dari al-Qasim bin Muhammad, bahwa dia berkata, “Salah satu istriku meninggal
dunia, lalu Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi mendatangiku untuk bertakziah atas (kematian)
istriku, lalu beliau mengatakan,
‘Sesungguhnya, dahulu di zaman Bani Israil ada seorang laki-laki yang faqih, ‘alim, abid, dan
mujtahid. Dia memiliki seorang istri yang sangat ia kagumi dan cintai. Lalu meninggallah
sang istri tersebut, sehingga membuat hatinya sangat sedih. Dia merasa sangat berat hati
menerima kenyataan tersebut, sampai-sampai ia mengunci pintu, mengurung diri di dalam
rumah, dan memutus segala hubungan dengan manusia, sehingga tidak ada seorang pun
yang dapat bertemu dengannya.
Lalu ada seorang wanita cerdik yang mendengar berita tersebut, maka dia pun datang ke
rumah Sang Alim seraya mengatakan kepada orang yang berada di sana,
3. “Sungguh, saya sangat memerlukan fatwa darinya dan saya tidak ingin mengutarakan
permasalahan saya, melainkan harus bertemu langsung dengannya.”
Akan tetapi, semua orang tidak ada yang menghiraukannya. Walau demikian, ia tetap berdiri
di depan pintu menunggu keluarnya Sang Alim. Dia berujar, ‘Sungguh, saya sangat ingin
mendengarkan fatwanya. Lalu, akhirnya ada salah seorang menyeru,
‘(Wahai Sang Alim) sungguh di sini ada seorang wanita yang sangat menginginkan fatwamu.’
Dan wanita itu menambahkan, ‘Dan aku tidak ingin mengutarakannya melainkan harus
bertemu langsung dengannya tanpa ada perantara.’ Akan tetapi, orang-orang pun tetap
tidak menghiraukannya. Meski demikian, dia tetap berdiri di depan pintu dan tidak mau
beranjak.
Akhirnya, Sang Alim menjawab, ‘Izinkanlah dia masuk.’
Lalu, wanita itu pun masuk dan mengatakan,
“Sungguh, aku datang kepadamu karena suatu pemasalahan.’
4. Sang Alim menjawab, “Apakah pemasalahanmu?’
Wanita memaparkan, “Sungguh, aku telah meminjam perhiasan kepada salah satu
tetanggaku dan aku selalu memakainya sampai beberapa waktu lamanya, lalu suatu ketika
mereka mengutus seseorang kepadaku untuk mengambil kembali barang itu kepadanya?’
Maka, Sang Alim menjawab, ‘Iya, demi Allah, engkau harus memberikan kepada mereka.’
Lalu sang wanita menyangkal, ‘Tetapi, aku telah memakainya sejak lama sekali.’
Sang Alim menjawab, ‘Tetapi mereka lebih berhak untuk mengambil kembali barang yang
telah dipinjamkan kepadamu sekalipun telah sejak lama.’
Lalu, wanita itu mengatakan, ‘Wahai Sang Alim, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
merahmatimu. Mengapakah engkau juga merasa berat hati untuk mengembalikan sesuatu
yang telah dititipkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala
ingin mengambil kembali titipan-Nya, sedang Dia lebih berhak untuk mengambilnya
darimu?’
5. Maka, dengan ucapan itu tersadarlah Sang Alim atas peristiwa yang sedang menimpanya
dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan perkataan si wanita tersebut dapat
bermanfaat dan menggugah hatinya.
Kisah di atas diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwaththa’ dalamkitab al-Jana’iz Bab
Jami’ul-Hasabah fil-Mushibah (163).
Syaikh Syu’aib al-Arna’uth dalam tahqiq beliau terhadap kitab Jami’ul-Ushul (6/339) berkata,
“Kisah di atas sampai kepada Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi dengan sanad shahih.”
Ibrah
Musibah adalah ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagai pengukur keimanan hamba.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَنَب ْلَوَنْبْمْل حَتْى وْلْوَمْب مْْوُجُاهْدَيََم وَلَنبُي مْْو َُُّنهََِمْل َْلَوَنْب ْل وَلَن َُّهْن َمْْ
6. “Dan sesungguhnya, Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-
orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik
buruknya) hal ihwalmu.” (Qs. Muhammad: 31).
Kesabaran sangat dibutuhkan tatkala kita dilanda musibah. Kewajiban setiap muslimketika
mendapat musibah ialah mengharap kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala pahala dan ganti
yang lebih baik. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita membaca
doa tatkala tertimpa suatu musibah. Beliau mengatakan,
هْي وَُْي وُلُوَمَي ََُنَم َُِت وُصْنَم َُِي وَي َلَوْمُْ هْي وَمَّْْيْْ وَُ هَبُا ُ َ ُِ هَبُاْل وَُُمْمُا لْْوَمَُدَّْ وَلَهََمو أُب ََُّدْْ أُتْنَم ُُِي وَأُوَمْْْل أُم ََََّمْم هْهَبُي وَلُا وْأْوَمْْ وَُ َُْم
ََََّمْم هْهَبُي
“Tidaklah seorang muslim yang tertimpa suatu musibah lalu membaca sebagaimana yang
diperintahkan oleh Allah (yaitu), ‘Sesungguhnya kami milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
kepada-Nya jualah kita akan dikembalikan. Ya Allah, berilah pahala pada musibah yang
menimpaku dan berilah ganti yang lebih baik darinya’ melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
akan memberinya ganti yang lebih baik daripada yang sebelumnya.’” (HR. Musim, 4/475, at-
Tirmidzi, 11/417, Ahmad, 33/82).
Dengan demikian, sungguh sangatlah indah perkara yang terjadi pada diri seorang muslim.
Karena semua perkara yang menimpanya –berupa kenikmatan maupun kesulitan,
7. kelapangan maupun musibah— semuanya adalah baik baginya, sebagaimana yang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sifatkan dalamsabdanya,
هَنْدْا وََُّيِْ وَيَوَمُُْيَِ وَُْا وَمََّْيْْ ََُوَن وََُّمْم وَْلمْمْل َاْوَْ وُجْىِْ وُُْيََِيَوُم وَُْا ََُتْنهِْْْ وَرَََّْم وَّْْنَْ هْْوْنُْ ََََّمْم َُْم وَُْاْل ََُتْنهِْْْ وَرَََُّْ وَّْْنِْ هْْوْنُْ
ََََّمْم َُْم
“Sungguh mengherankan perkara (urusan) orang muslim, semua perkara (urusan)nya baik
dan hal itu tidaklah terjadi kecuali pada diri seorang muslim. Apabila diberi kenikmatan ia
bersyukur maka hal itu baik baginya. Dan apabila ditimpa kesulitan ia bersabar maka hal itu
pun baik baginya.” (HR. Muslim. 14/280).
Beratnya cobaan sering menjadikan manusia lupa dengan takdir AllahSubhanahu wa Ta’ala.
Kita semua adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’aladengan kepada-Nya pulalah kita akan
dikembalikan. Namun, kebanyakan manusia tidak menyadari hal ini, sehingga mereka
melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syariat. Mereka berlarut-larut dalam
kesedihan, sehingga melalaikan dirinya sendiri. Bahkan, terkadang mereka berteriak-teriak
histeris, memukul-mukul wajah, merobek-robek baju, dan mengeluarkan ucapan-ucapan
yang dilarang oleh syariat, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَْلمْم هَبُي وَْْي وْلْمْم ْجَلجَمََم وَْشَْل وْْلَمَدََم هْاْجْل ب َْلاْجُن وُصَمُوُاهْدََم
8. “Bukan termasuk golongan kami seorang yang menampar-nampar pipi, merobek-robek
baju, dan menyeru dengan seruan-seruan jahiliah.” (HR. Bukhari, 5/41, at-Tirmidzi, 4/119, an-
Nasa’i, 6/408).
Bersedih adalah suatu kewajaran terutama karena ditinggal oleh orang-orenga yang sangat
dicintai. Akan tetapi, janganlah kesedihan tersebut melampaui batas dari yang dibolehkah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَُْا َْْومْمََم وْدْيَجْت وَْْوْوََمْل َْوْزَىْم وْلْل وَيلَوْب وَلُا هْي أ ُُ َََّم ْهبَن َّْ
“Mata boleh menangis, hati boleh bersedih, tetapi kita tidak berkata-kata kecuali hanya
(dengan perkataan) yang diridhai oleh Rabb (Tuhan –ed.) kita.”(HR. al-Bukhari: 5/57).
Memang, setang sangatlah lihai dalam mencari celah untuk menjerumuskan anak Adam. Dari
sinilah pentingnya saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
وََُّكنَْْل وَُْنُْ ب ََّْنُكََم وَدَْبْت مْْوُبُيََِيََم
9. “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi
orang-orang yang beriman.” (Qs. adz-Dzariyat: 55).
Hanya saja, cara kita memberikan nasihat harus benar-benar diperhatikan. Cara menasihati
seorang waliyul-amri (penguasa) berbeda dengan cara menasihati rakyat. Menasihati orang
tua berbeda dengan cara menasihati anak kita sendiri. Demikian pula, cara menasihati
seorang yang alim yang memiliki pengaruh dan ucapan yang didengar oleh masyarakat
hendaklah berbeda dengan cara kita menasihati seorang yang awam. Hendaklah menasihati
dengan cara yang lembut, dengan kata-kata yang halus, dan tidak dilakukan di depan
khalayak ramai, sebagaimana yang telah dilakukan wanita tersebut. Mudah-mudahan
dengan itu mereka akan tersadar dan kembali pada jalan yang benar. Karena, seorang alim
bukanlah orang yang ma’shum yang terbebas dari kesalahan. Mereka pun manusia biasa
yang banyak melakukan kesalahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
وُيَن أُبْن وْْلجَ وُِهَْمم وَََّمْمْل َْْومَُّهَْممََم لْْوَنََلَتَم
“Setiap anak Adam banyak melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat
kesalahan adalah yang bertaubat darinya.” (HR. at-Tirmidzi, 9/59, Ibnu Majah, 12/302,
Ahmad, 26/123).
Mutiara Kisah
10. Beberapa pejalaran penting yang dapat kita rangkum dari kisah di atas adalah:
1. Terkadang seorang ahlul ilmi dapat lupa dan lalai dari ilmu yang selama ini ia ajarkan.
Sebagaimana kisah Sang Alim yang faqih di atas, dia telah lupa terhadap apa yang selama ini
selalu dia ajarkan tentang wajibnya seorang untuk tetap bersabar di kala terkena musibah.
2. Kewajiban bagi para ahlu ra’yi dan yang siapa saja yang memiliki pemahaman, hendaklah
mengingatkan saudaranya yang lain dari hal-hal yang terkadang terlalaikan darinya. Dan hal
ini tidak terbatas hanya dilakukan oleh kaum laki-laki saja, melainkan kaum wanita pula
apabila memang memiliki kemampuan dalam hal tersebut. Tentunya hal itu dilakukan
apabila aman dari fitnah dan tidak melanggar larangan dan keharaman Allah Subhanahu wa
Ta’ala, seperti yang telah dilakukan oleh wanita dalam kisah di atas yang dapat menyadarkan
kembali seorang alim yang tengah lalai dari peristiwa besar yang menimpanya.
3. Ilmu dan pemahaman adalah titik temu yang menjadi persamaan antara laki-laki dan
wanita, karena ilmu bukanlah hak yang dimonopoli oleh kaum laki-laki saja. Kaum wanita
pun berhak mengenyam ilmu dan pemahaman. Bahkan, kejadian-kejadian yang terjadi pada
diri seorang wanita menuntut mereka untuk lebih mengilmui hukum-hukum
syariat.Thaharoh (bersuci), mendidik anak, dan lain-lain adalah permasalahan yang sangat
membutuhkan ilmu dan pemahaman yang benar.
11. 4. Pentingnya membuat suatu permisalan dalam menjelaskan suatu permasalahan, karena
sebuah contoh dapat menggambarkan suatu masalah dengan lebih jelas. Dan ini pulalah
metode al-Qur’an dalam menjelaskan sebuah permasalahan. Perhatikanlah ayat Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang menjelaskan tentang kalimat tauhid dan kalimat-kalimat
kekufuran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلْمْْ وَّْْت وَْأمْن وْْ َُّْْ وَُ وَثْلْي وَصْيُوْن وَصْنُكمْم ََُّْْدَْْن وُصْنُكمْم هْهَوَِْْ وُاُنهْل هْهَا ََُّْْل أُُ وَُّرْيَمَم {24} أُت ََِت هْهْوَنَْ وَيَن وُْم ُى وََُُْنُن هْهُكن َّْ وَْ ََُُّْم ْل
وَُ هْل َيََِْوْي وُهلَبوُم وَلَهَوْمْم لْْوَََّنَْْتْم {25} وَيْلْيْل وُصْيُوْن وُصْلمُنْم ََُّْْدَْْن وُصْلمُنْم وَاَلَت ََد ُْي وُو َلُْ وُأل ََََِّْ هْهْمهْي ُْي وٍَََُّّْْ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang
baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu
memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabb–nya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat: Dan
perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan
akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.” (Qs. Ibrahim: 24-
26).
5. Disenangi menghibur manusia dengan menyebutkan kabar-kabar orang-orang terdahulu
dan kisah-kisah berharga yang sarat dengan pelajaran. Terlebih apabila kisah-kisah tersebut
bersesuaian dengan keadaan orang yang sedang diberi nasihat, karena metode yang
12. demikian akan lebih menggugah hatinya dan menyadarkan dari kelalaiannya sehingga ia
dapat terhibur dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah tersebut.