Hadits Arbain 35 tentang Sesama Muslim Bersaudara.pptx
Belajar dari Sumur
1. Belajar dari Sumur
Kebanyakan orang mungkin pernah tahu atau setidaknya mendengar kata sumur. Jika
kita rajin memerhatikannya dengan saksama, akan ditemukan fenomena menarik yang
membalikkan logika materialistis. Logika materialistis menyatakan bahwa sesuatu
yang dibagikan atau diambil jumlahnya, akan berkurang dan menyusut. Namun,
fenomena sumur berbicara lain. Sumur semakin sering diambil airnya, semakin
bertambah dan bersih airnya.
Air sumur pada umumnya mengandung lumut yang terkadang tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang. Baru diketahui setelah menempel di dinding-dinding bak
mandi. Lumut ini akan terangkat dari sumur berbarengan dengan ditimba airnya.
Semakin banyak air ditimba, akan semakin banyak pula lumut yang terangkat dari
sumur. Akibatnya, mata air-mata air yang berada di dalamnya terbebas dari
sumbatan endapan lumut.
Selain itu, lubangnya semakin membesar dan bertambah karena terstimulan oleh
banyaknya air yang diambil. Oleh karena itu, menjadi sangat logis jika sebuah
sumur yang airnya banyak diambil, akan semakin banyak jumlahnya dan jernih
warnanya ketika tiba musim kemarau.
Sebaliknya, jika sebuah sumur jarang, bahkan tidak pernah diambil airnya, lumut
yang berada di dalamnya akan mengendap. Bila endapan tersebut dibiarkan dalam
jangka waktu yang lama, ia akan menutupi lubang air yang berada di sumur
tersebut.
Alih-alih mata airnya bertambah, yang ada saja menjadi tertutup oleh lumut. Oleh
karena itu, jika tiba musim kemarau, sumur yang jarang diambil airnya akan
kering kerontang dan jika ingin berair lagi, harus dikuras terlebih dahulu.
Fenomena sumur di atas sejalan dengan prinsip berbagi dalan ajaran Islam.
Menurut Islam, harta seseorang tidak akan berkurang karena disedekahkan. Malah,
secara kualitas, akan semakin bertambah. Ada tiga istilah pokok dalam Alquran
yang merujuk pada berbagi, yakni infak, zakat, dan sedekah. Infak berasal dari
kata nafaqa yang berarti keluar. Berinfak berarti mengeluarkan sesuatu (harta),
baik pada jalan kebaikan (QS Ali Imran [5]: 134) maupun jalan keburukan (QS al-
Anfal: 36).
Infak pada jalan kebaikan terbagi ke dalam dua bagian, yakni zakat dan sedekah.
Zakat secara bahasa berarti bersih dan tumbuh. Ketika seseorang berzakat, pada
hakikatnya ia sedang membersikan hartanya dari hak orang lain. Terkadang, hak
orang lain pada harta seperti lumut, yaitu sangat halus dan keberadaannya jarang
disadari sehingga orang tidak berzakat salah satunya karena merasa hartanya
sudah halal atau bersih.
Padahal, pada harta halal itu tetap saja masih ada kotoran berupa hak orang
lain. Oleh karena itu, mengeluarkan zakat secara berkala menjadi sangat penting
supaya harta menjadi bersih dan menumbuhkan kebaikan sebagaimana firman Allah
SWT, "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu
membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan, Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui." (QS at-Taubah: 103).
Sedangkan, sedekah berasal dari kata shidq yang berarti jujur dan benar. Ketika
seseorang bersedekah, pada hakikatnya, ia sedang membuktikan kebenaran imannya.
Sedekah juga seakar dengan kata shadieq yang berarti kawan atau teman. Jadi,
bersedekah berarti setiap pemberian yang menghasilkan kedekatan jiwa dan raga
antara pemberi dan yang diberi. Oleh karena itu, sedekah tidak hanya berbentuk
harta, tetapi juga dapat melalui kebaikan lainnya, seperti tersenyum dan
menyingkirkan duri dari jalanan.
Dalam sebuah hadis dijelaskan, "Tidak akan berkurang harta yang disedekahkan,
kecuali bertambah, bertambah, bertambah ...." ( HR at-Tirmidzi). Wallahu a'lam
bi shawwab.