Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan pada 1950 oleh bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda untuk memisahkan diri dari Indonesia. Namun, upaya pemisahan ini ditumpas oleh pemerintah pusat pada 1950. Sejak 1966, RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan di Belanda. Saat ini, tujuan politik RMS tidak lagi menuntut kemerdekaan penuh melainkan otonomi daerah di Maluku.
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
RMS_SMAN 1 KEJAYAN KAB PASURUAN
1. Republik Maluku Selatan
• Nama kelompok putpank:
• MOCH AJI PUTRA PAMUNGKAS (11)
• FANDI ACHMAD (7)
• KELAS : XII iis 4
2. Sejarah Terbentuknya Republik
Maluku Selatan RMS
• Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang
diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan
maksud untuk memisahkan diri dari Negara
Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa
Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah
Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan
setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas
pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi
sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.
3. Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang
bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda yang diantaranya adalah Chr. Soumokil
bekas jaksa agung Negara Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk sebagai
Presiden, Ir. J.A. Manusama dan J.H. Manuhutu.
Pemerintah Pusat yang mencoba menyelesaikan secara damai, mengirim tim
yang diketuai Dr. Leimena sebagai misi perdamaian ke Ambon. Tapi kemudian,
misi yang terdiri dari para politikus, pendeta, dokter dan wartawan, gagal dan
pemerintah pusat memutuskan untuk menumpas RMS, lewat kekuatan
senjata. Dibentuklah pasukan di bawah pimpinan Kolonel A.A Kawilarang.
Pada 14 Juli 1950 Pasukan ekspedisi APRIS/TNI mulai menumpas pos-pos
penting RMS. Sementara, RMS yang memusatkan kekuatannya di Pulau Seram
dan Ambon, juga menguasai perairan laut Maluku Tengah, memblokade dan
menghancurkan kapal-kapal pemerintah.
4. Pemberontakan ini berhasil digagalkan secara tuntas pada bulan
November 1950, sementara para pemimpin RMS mengasingkan
diri ke Belanda. Pada 1951 sekitar 4.000 orang Maluku Selatan,
tentara KNIL beserta keluarganya (jumlah keseluruhannya sekitar
12.500 orang), mengungsi ke Belanda, yang saat itu diyakini
hanya untuk sementara saja.
RMS di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada
29 Juni 2007 beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera
RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhono pada hari
keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April 2008 John Watilette
perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda
berpendapat bahwa mendirikan republik merupakan sebuah
mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun
proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian
Algemeen Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati
terhadap Jakarta menguat.
5. Tujuan politik RMS
• RMS sudah berlalu seiring dengan
melemahnya keingingan memperjuangkan
RMS ditambah tidak adanya donatur yang
bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan
dengan Maluku hanya menyangkut soal sosial
ekonomi. Perdana menteri RMS(bermimpi)
tidak menutup kemungkinan Maluku akan
menjadi daerah otonomi seperti Aceh Kendati
tetap menekankan tujuan utama adalah
meraih kemerdekaan penuh
6. Pengasingan
• Pertahanan utama RMS di Pulau Ambon dipatahkan oleh militer Indonesia pada
November 1950, sedangkan perjuangan gerilya kecil-kecilan masih berlanjut di Pulau
Seram sampai 1962. Kekalahan di Ambun berujung pada pengungsian pemerintahan
RMS dari pulau-pulau tersebut dan mendirikan pemerintahan dalam pengasingan di
Belanda.[2] Tahun berikutnya, 12.000 tentara Maluku bersama keluarganya
berangkat ke Belanda dan mendirikan pemerintahan dalam pengasingan "Republik
Maluku Selatan".
• Di sana, sebagian gerakan RMS melakukan serangan teror di Belanda. Sejumlah
penelitian berpendapat bahwa serangan ini muncul akibat frustrasi tidak adanya
dukungan dari pemerintah Belanda.[3]
• Serangan pertama dilancarkan tahun 1970 di rumah Duta Besar Indonesia di
Wassenaar. Seorang polisi Belanda ditembak dan tewas. Serangan ini diikuti oleh
pembajakan kereta api di Wijster tahun 1975. Pembajakan tersebut dibarengi oleh
serangan buatan lain di konsulat Indonesia di Amsterdam. Tiga sandera dieksekusi di
kereta dan seorang berkebangsaan Indonesia cedera parah saat mencoba kabur dari
konsulat. Pada tahun 1977, terjadi pembajakan kereta di De Punt yang dibarengi
oleh penyanderaan sekolah dasar di Bovensmilde. Aksi-aksi ini diakhiri secara paksa
melalui serbuan marinir Bijzondere Bijstands Eenheid (BBE) yang menewaskan enam
teroris dan dua sandera. Aksi RMS terakhir terjadi tahun 1978 ketika balai provinsi di
Assen diduduki anggota RMS. Aksi ini juga digagalkan oleh pasukan BBE.
• Sejak 1980-an sampai sekarang, belum ada serangan baru yang dilancarkan RMS.
7. Presiden
• Presiden pertama RMS dalam pengasingan adalah Prof. Johan Manusama (1966–
1993).
• Dr. Chris Soumokil J.D. adalah Presiden RMS yang pada tahun 1954 bersembunyi
dan memimpin perjuangan gerilya di Pulau Seram. Ia ditangkap ABRI di Seram
pada tanggal 2 Desember 1962. Soumokil diadili di pengadilan militer di Jakarta
dan dihukum mati. Ia dieksekusi pada tanggal 12 April 1966.
• Pemerintah RMS dalam pengasingan masih berdiri di bawah pimpinan Frans
Tutuhatunewa M.D. pada tahun 1993–2010. Mereka tetap tidak menyerukan aksi
kekerasan terhadap Belanda maupun Indonesia. Presiden dalam pengasingan
menyatakan bahwa generasi muda harus berfokus pada pendidikan dan
pengembangan diri mereka di Belanda jika benar-benar ingin mendukung dan
membangun Maluku Selatan.
• Duta besar Indonesia untuk Belanda Junus Effendi Habibie, adik presiden ketiga
Indonesia, mengatakan bahwa ia akan mengusahakan sebisanya untuk membantu
pemulangan generasi pertama suku Maluku ke tanah airnya jika mereka berhenti
menuntut kemerdekaan.[4][5]
• John Wattilete menjadi Presiden RMS pada bulan April 2010. Ia adalah presiden
pertama yang berasal dari generasi kedua suku Maluku di Belanda dan dianggap
lebih pragmatis ketimbang presiden-presiden sebelumnya.
8. Bendera
Bendera RMS terdiri dari warna biru, putih, hijau, dan merah (1:1:1:6) dan memiliki
proporsi 2:3. Bendera ini pertama kali dikibarkan tanggal 2 Mei 1950 pukul 10.00. Dua
hari kemudian, pemerintah merilis penjelasan tentang arti bendera. Warna biru
melambangkan laut dan kesetiaan, putih kesucian, perdamaian, dan pantai putih,
hijau tumbuh-tumbuhan, dan merah nenek moyang dan darah rakyat.
9. Lambang
Lambang RMS menampilkan burung merpati
putih Maluku bernama 'Pombo'. Merpati
putih dianggap sebagai simbol positif dan
harapan baik. 'Pombo' ditunjukkan bersiap-
siap terbang, sayapnya setengah terbuka dan
di paruhnya terdapat cabang pohon damai.
Dadanya bertuliskan 'parang', 'salawaku', dan
bentuk tombak.
Bagian blazon dari lambang RMS bertuliskan
'Mena - Moeria'. Slogan ini berasal dari
bahasa Maluku Melanesia asli. Sejak dulu,
kata-kata ini diteriakkan oleh nahkoda dan
pendayung perahu tradisional Maluku, Kora
Kora, untuk menyeragamkan gerakan mereka
saat ekspedisi lepas pantai. Slogan ini berarti
'Depan - Belakang', tetapi bisa juga
diterjemahkan menjadi 'Saya pergi- Kita
mengikuti' atau 'Satu untuk semua- Semua
untuk satu'.
10. Lagu kebangsaan
Lagu kebangsaan
RMS berjudul
"Maluku Tanah
Airku" dan
dikarang dalam
bahasa Melayu
oleh Chr.
Soumokil dan O.
Sahalessy dengan
aksara Latin dan
Maluku
Melanesia.[6]
Oh Maluku, tanah airku,
Tanah tumpah darahku.
Ku berbakti padamu
Slama hari hidupku.
Engkaulah pusaka raya
Yang leluhur dan teguh.
Aku junjung selamanya
Hingga sampai ajalku.
Aku ingat terlebih
Sejarahmu yang pedih.
Oh Maluku, tanah airku,
Tanah datuk-datukku.
Atas via dolorosa
Engkau hidup merdeka.
Putra-putri yang sejati
Tumpah darah bagimu.
Ku bersumpah trus berbakti
Serta tanggung nasibmu.
Aku lindung terlebih
Sejarahmu yang pedih.
Mena-Muria, printah leluhur
Segenap jiwaku seru.
Bersegralah membelamu
Seperti laskar yang jujur.
Dengan prisai dan imanku
Behkan harap yang teguh.
Ku berkurban dan berasa
Karena dikaa ibuku
Ku doakan terlebih
Mena-Muria, hiduplah!
11. Perkembangan RMS saat ini
1 Perkembangan politik di Belanda
Duta besar Indonesia untuk Belanda, Yunus Effendi Habibie, memberitah
Radio Netherlands Worldwide bahwa Indonesia senang mengetahui bahwa
pemerintahan terasing Maluku tidak lagi memperjuangkan kemerdekaan.
Menurut Habibie, penduduk Maluku sudah diberikan hak otonomi, sehingga
situasi masa kini tidak perlu diubah lagi. Ia menolak kemerdekaan Maluku.
Komentar Habibie muncul setelah Presiden Maluku dalam pengasingan, John
Wattilete, mengatakan bahwa negara Maluku tidak lagi menjadi prioritas
utamanya. Meski kemerdekaan masih menjadi tujuan terakhir, ia menyatakan
puas dengan otonomi yang juga diberlakukan di Aceh. Katanya, "Hal paling
penting adalah penduduk Maluku bisa memimpin daerahnya sendiri."[7][8]
John Wattilete menjadi Presiden RMS pada bulan April 2010. Ia adalah
presiden pertama yang berasal dari generasi kedua suku Maluku di Belanda
dan dianggap lebih pragmatis ketimbang presiden-presiden sebelumnya. Akan
tetapi, sehari sebelum kunjungan kenegaraan Presiden Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono ke Belanda, pertama kali sejak 1970,[9] Wattilete
mengeluarkan perintah hukum agar Presiden ditahan setelah menginjakkan
kaki di Belanda. Meski sejumlah pakar hukum menyebut aksi ini tidak
berperasaan dan gagal, Presiden Yudhoyono membatalkan kunjungannya
keesokan harinya.[10]
12. 2 Perkembangan politik di Indonesia
Penduduk Maluku Selatan mayoritas beragama Kristen, tidak seperti
wilayah-wilayah lain di Indonesia yang didominasi Muslim. Republik
Maluku Selatan juga didukung oleh Muslim Maluku pada masa-masa
awalnya. Saat ini, meski mayoritas penganut Kristen di Maluku tidak
mendukung separatisme,[butuh rujukan] ingatan akan RMS dan tujuan-tujuan
separatisnya masih bergaung di Indonesia. Umat Kristen Maluku, saat
kekerasan sekte 1999-2002 di Maluku, dituduh memperjuangkan
kemerdekaan oleh umat Islam Maluku. Tuduhan ini berhasil membakar
semangat umat Islam untuk melawan dengan mendirikan Laskar Jihad.
Situasi tersebut tidak diperparah oleh fakta bahwa umat Kristen Maluku
di luar negeri memang memperjuangkan berdirinya RMS.
Di Maluku, Perjanjian Malino II ditandatangani untuk mengakhiri konflik
dan menciptakan perdamaian di Maluku. Penduduk Maluku mengaku
"menolak dan menentang segala jenis gerakan separatis, termasuk
Republik Maluku Selatan (RMS), yang mengancam kesatuan dan
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia". Akan tetapi, saat
presiden Indonesia berkunjung ke Ambon pada musim panas 2007,
sejumlah simpatisan RMS melancarkan provokasi dengan menari
Cakalele dan mengibarkan bendera RMS.[11]
Sejak 1999, sebuah organisasi baru bernama Front Kedaulatan Maluku
(FKM) beroperasi di Ambon, mengumpulkan senjata, dan mengibarkan
bendera RMS di tempat-tempat umum. Pemimpin FKM, Alex
Manuputty, mengungsi ke Amerika Serikat dan terus memperjuangkan
kemerdekaan.[12]