Berikut adalah rangkuman materi PPT Pengantar Filsafat Ilmu dari Kelompok 10 yang terdiri dari
• Fenny Aldamayanti 1211900283
• Eni Kurnia Safitri 1211900289
• Dwi Khusnul 1211900302
Terima kasih sudah melihat dan mempelajari
2. NAMA KELOMPOK
• Fenny Aldamayanti 1211900283
• Eni Kurnia Safitri 1211900289
• Dwi Khusnul 1211900302
3. Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of
Phisolophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true
belief).
Sedangkan secara terminologi akan dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi
Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil
dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran.2 Dengan
demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui
manusia secara Iangsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang
diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang menge¬tahui itu menyusun yang
diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif .
DEFINISI DAN JENIS PENGETAHUAN
5. Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-
satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh¬sungguh.Binatang juga mempunyai
pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival).
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia yang disebabkan dua hal utama, yakni pertama manusia
mempunyai bahasa yang mampu mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi
tersebut. Kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengeta¬huannya dengan cepat dan
mantap adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu.“
Pada pembahasan ini penulis mencoba menjelaskan tentang hakikat pengetahuan yang meliputi apa itu
pengetahuan dan bagaimana memperoleh pengetahuan tersebut dan hal ini juga merupakan bagian dari kajian
filsafat pengetahuan atau epistemologi.
HAKIKAT DAN SUMBER PENGETAHUAN
6. 1.Hakikat Pengetahuan
Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental (mental state). Mengetahui
sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain
menyusun gambaran tentang fakta yang ada di luar akal. Persoalannya
kemudian adalah apakah gambaran itu sesuai dengan fakta atau tidak?
Apakah gambaran itu benar? Atau apakah gambaran itu dekat pada
kebenaran atau jauh dari kebenaran?
7. Ada dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan
a.Realisme
Teori ini mempunyai pandangan realistic terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran
atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata (dari fakta atau hakikat). Pengetahuan atau
gambaran yang ada dalam akal adalah kopi dari yang asli yang ada di luar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti
gambaran yang terdapat dalam foto. Dengan demikian, realisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah
benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan
b.Idealisme
Ajaran idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan
kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses mental atau proses psikologis yang bersifat
subjektif. Oleh karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis hanya merupakan gambaran subjektif dan bukan
gambaran objektif tentang realitas. Subjektif dipandang sebagai suatu yang mengetahui, yaitu dari orang
yang membuat gambaran tersebut. Karena itu, pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat
kebenaran. Yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang
mengetahui (subjek).
8. Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Persoalannya dari mana
pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapat. Dari situ
timbul pertanyaan bagaimana caranya kita memperoleh pengetahuan
atau dari mana sumber pengetahuan kita? Pengetahuan yang ada pada
kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang merupakan
sumber pengetahuan tersebut.
2.Sumber Pengetahuan
9. ada beberapa pendapat tentang sumber
pengetahuan antara lain:
A .Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani
empeirikos, artinya pengalaman. Menurut
aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Dan
bila dikembalikan kepada kata Yunaninya,
pengalaman yang dimaksud ialah
pengalaman inderawi
B. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah
dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan
diukur dengan akal. Manusia
memperoleh pengetahuan melalui
kegiatan menangkap objek.
10. C. Intuisi
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai
dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur,
intuisi tidak dapat diandalkan.44 Pengetahuan intuisi
dapat dipergunakan sebagai hipotesa bagi analisis
selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya
pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan intuisi dan
analisis bisa bekerja saling membantu dalam
menemukan kebenaran. Bagi Nietzchen intuisi
merupakan "inteligensi yang paling tinggi" dan bagi
Maslow intuisi merupakan "pengalaman puncak" (peak
experience).
D. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang
disampaikan oleh Allah kepada manusia
lewat perantaraan pars nabi. Para nabi
memperoleh pengetahuan dari Tuhan
tanpa upaya, tanpa bersusah payah,
tanpa memerlukan waktu untuk
memperolehnya. Pengetahuan mereka
terjadi atas kehendak Tuhan semesta.
Tuhan mensucikan jiwa mereka dan
diterangkan-Nya Pula jiwa mereka untuk
memperoleh kebenaran dengan jalan
wahyu.
11. 2.Perbedaan Pengetahuan dengan Ilmu
Dari sejumlah pengertian yang ada, sering ditemukan kerancuan antara pengertian
pengetahuan dan ilmu. Kedua kata tersebut dianggap memiliki persamaan arti, bahkan
ilmu dan pengetahuan terkadang dirangkum menjadi kata majemuk yang mengandung
arti tersendiri. Hal ini sering kita jumpai dalam berbagai karangan yang membicarakan
tentang ilmu pengetahuan. Namun jika kedua kata itu berdiri sendiri-sendiri, akan
tampak perbedaan antara keduanya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan,
ilmu adalah pengetahuan. Dari asal katanya, kita dapat ketahui bahwa pengetahuan
diambil dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge, sedangkan ilmu diambil dari
kata science dan peralihan dari kata Arab ilm.
Seiring dengan definisi yang telah disebutkan sebelumnya, maka definisi berikut pun
tidak jauh berbeda. Pengetahuan merupakan basil tabu manusia terhadap sesuatu, atau
segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Pengetahuan dapat berwujud barang-barang fisik, pemahamannya dilakukan dengan
cara persepsi balk lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh
manusia berbentuk ideal atau yang bersangkutan dengan masalah kejiwaan.
12. A.DASAR DAN JENIS ILMU
PENGETAHUAN
Dasar ilmu pengetahuan secara substansial yaitu bertolak dari
ontologi, epistemologi, dan aksiologi_ Ketiga dasar ilmu
pengetahuan ini menunjukkan bahwa manusia dalam hidupnya
harus dapat memahami apa yang akan dilakukan, bagaimana
melakukan hal itu, dan untuk apa hal itu dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Manusia harus dapat membedakan antara hal-hal yang
dapat dilihat, diraba, dan dirasa, demikian juga harus dapat
membedakan hal-hal yang bersifat kejasmanian dan kejiwaan.
Berikut dikemukakan dasar ilmu pengetahuan yang meliputi
ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
13. Dasar Ontologis
Dasar ontologis, menurut Jujun S. Suriasumantri (2010), yaitu bicara tentang hakikat apa
yang dikaji. Amsal Bakhtiar (2012) mengemukakan, ontologi berasal dari Bahasa Yunani,
yaitu on/ontos yakni ada, dan logos yakni ilmu, sehingga ontologi adalah ilmu tentang
yang ada. Menurut istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada,
baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Selanjutnya dikatakan,
Rudolf Goclenius (1636 M) orang yang pertama kali memopulerkan term ontologi. Rudolf
Goclenius menamai teori tentang hakikat yang ads, yang bersifat metafisis yang dalam
perkembangannya dibagi menjadi dua, yaitu metafisis umum dan metafisis khusus. Istilah
metafisis umum adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar dari
segala sesuatu yang ada. Adapun istilah metafisis khusus masih dibagi lagi menjadi
kosmologi, psikologi, dan teologi.
Terdapat beberapa aliran dalam ontolo. gi yang kemudian juga dike¬nal sebagai aliran
dalam filsafat. Menurut Zainuddin (2006), aliran ini bertolak dari pemahaman dan
pertanyaan seputar: Apakah yang ada itu? (What is being?) Bagaimana yang ada itu?
(How is being?) Dan, dimanakah yang ada itu? (What is being?)
14. Dasar Epistemologis
Menurut Jujun S. Suriasumantri (2010), dasar epistemologis yaitu metode atau cara-cara mendapatkan
pengetahuan yang benar. Kemudian Amsal Bakhtiar (2012) menjelaskan, ontologis yaitu cabang filsafat yang
berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian dan dasar-dasarnya serta
pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain yang mempunyai metode tersendiri dalam
teori pengetahuan.Beberapa metode itu di antaranya:
•Pertama, metode induktif, yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan basil observasi yang
disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum
•Kedua, metode deduktif, yaitu suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah lebih lanjut
dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif yaitu adanya
perbandingan logis antara kesimpulan itu sendiri.
•Ketiga, metode positivisme, metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif.
Mengesampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Apa yang diketahui se¬cara positif,
yaitu segala yang tampak dan gejala. Dengan demikian, me¬tode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan
dibatasi pada bidang gejala-gejala saja. Tokohnya ialah Auguste Comte (1798-1857M).
•Keempat, metode kontemplatif, metode ini mengatakan adanya ke¬terbatasan indra dan akal manusia untuk
memperoleh pengetahuan, se¬hingg-a objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda. Harusnya dikern¬bangkan
suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi yang dapat diperoleh dengan berkontemplasi. Tokohnya
ialah al-Ghazali.
•Kelima, metode dialektis atau dialektika berasal dari bahasa Yunani dialektike, yang berarti cara/metode
berdebat dan wawancara yang diang¬kat menjadi sarana dalam memperoleh pengertian yang dilakukan secara
bersama-sama mencari kebenaran. Tokohnya ialah Hegel yang dalam di-alektika di sini berarti
mengkompromikan hal-hal mengenai tesis, anti¬tesis, dan sintesis
15. Dasar Aksiologis
Menurut Jujun S. Suriasumantri (2010), aksiologi adalah dasar ilmu pengetahuan yang berbicara tentang nilai
kegunaan ilmu. Di dalam on¬tologi dibicarakan mengenai ilmu dan moral, tanggung jawab sosial serta
berbagai etika dalam pengembangan keilmuan. Ontologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti
nilai dan logos yang berarti teori. Selanjutnya dikatakan Jujun, aksiologi merupakan teori tentang nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di¬peroleh. Oleh Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga
bagian. Pertama, mor¬al conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika.
Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political
life, yaitu kehidupan so¬sial politik, yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik.
Masalah utama dalam aksiologi yaitu mengenai nilai teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada
permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, sedangkan estetika berkaitan dengan nilai
tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh menusia terhadap lingkungan dan fenomena di
sekelilingnya. Oleh karena itu, solusi bagi ilmu yang terikat dengan nilai-nilai yaitu harus ada transendensi
bahwa ilmu pengetahuan terbuka pada konteksnya, dan agamalah yang menjadi konteks itu. Agama
mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakiki¬nya, yaitu memahami realitas clam dan memahami
eksistensi Allah, agar manusia sadar akan hakikat penciptaan dirinya, dan tidak mengarahkan ilmu
pengetahuan tidak hanya bertumpu pada material duniawi, tetapi harus berpijak pada nilai moral agama. Ilmu
pengetahuan adalah bebas nilai, maka nilai agamalah yang harus menjadi nilainya
16. Objek Ilmu Pengetahuan Ilmiah
Objek pengetahuan ilmiah atau objek keilmuan, dalam hal ini men¬cakup
segala sesuatu (yang tampak secara fisik maupun nonfisik berupa
fenomena atau gejala kerohanian, kejiwaan, atau sosial) yang sejauh
dapat dijangkau oleh pikiran atau indra manusia. Para filsuf membagi
objek keilmuan ini dalam dua golongan besar, seperti yang telah
disebut di atas, yaitu objek material dan objek formal keilmuan. Objek
material meliputi ide abstrak, benda-benda fisik, jasad hidup, gejala
rohani, gejala sosial, gejala kejiwaan, gejala clam, proses tanda, dan
sejenisnya. Objek fomal meliputi sudut pandang, minat akademis, atau
cara kerja yang di¬gunakan untuk menggali, menggarap, menguji,
menganalisis, dan me¬nyusun berbagai pemikiran yang tersimpan
dalam khazanah kekayaan objek material serta menyuguhkannya
dalam bentuk ilmu.
17. Konsep Ilmu
Konsep sangat penting bagi pembentukan atau untuk membangun suatu teori bagi kepentingan
suatu penelitian yang menghasilkan ilmu atau kepentingan praktis. Membangun suatu teori sangat
dibutuhkan dukungan konsep yang banyak. Konsep ini ada juga yang memahami identik dengan
konstruk, definisi, dan proposisi. Konsep merupakan ide umum yang mewakili suatu pemahaman
yang dipersepsikan oleh seseorang atas dasar penalaran dan logika yang kemudian membentuk
suatu makna secara induktif atau deduktif. Konsep yang dibangun inilah yang sangat berperan
dalam menentukan bangunan teori suatu penelitian ilmiah.
Konsep ilmu sebagaimana dipahami Solly Lubis (2012), yaitu bagan, rencana, atau pengertian, baik
yang bersifat abstrak maupun operasional yang merupakan alat penting untuk kepentingan
pemikiran dalam ilmu atau pengetahuan ilmiah. Setiap ilmu hams memiliki satu atau beberapa
konsep kunci atau konsep tambahan yang bertalian. Beberapa contoh konsep ilmiah seperti konsep
bilangan di dalam matematika, konsep gaga di dalam fisika, konsep evolusi dalam biologi, stimulus di
dalam psikologi, kekuasaan dalam politik atau strata sosial di dalam ilmu sosial, simbol di dalam
linguistik, keadilan di dalam ilmu hukum, keselamatan dalam ilmu teologi, atau lingkungan di dalam
ilmu-ilmu interdisipliner
18. Konsep Pengetahuan
Menurut Jujun Suriasumantri (2010), pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang
kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk ke dalamnya ilmu. Ilmu merupakan bagian dari
pengetahuan yang diketahui manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya seper¬ti seni dan
agama. Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental. Tiap jenis pengetahuan pada
dasarnya menjawab jenis pertanyaan ter¬tentu yang diajukan. Secara ontologis ilmu membatasi din
pada kajian objek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan aga¬ma memasuki
daerah penjelasan yang bersifat transendental yang berada di luar pengalaman kita.
Ada enam komponen proses dari pengetahuan menuju ilmu penge¬tahuan, sebagaimana
dikernukakan dalam Koento Wibisiono, 2005. Pertama, adanya masalah (problem). Kedua, adanya
sikap (attitude). Ketiga, adanya rnetode (method). Keempat, adanya aktivitas (activity). Kelima,
adanya kesimpulan (conclusions). Keenam, adanya beberapa pengaruh (effects). Keenam hal ini
menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan ctalam proses lahirnya ilmu.
19. Konsep Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan sebagai objek, menurut Ali Maksum (2011) merupakan himpunan
inforrnasi yang berupa pengetahuan ilmiah ten-tang gejala yang dapat dilihat, dirasakan, atau
dialami. Gejala ini dapat berupa gejala alam (seperti angin, air, gempa Bumi, ombak, gerak,
dan 1benda), atau gejala sosial (seperti masyarakat bangsa, unjuk rasa, kemiskinan,
kemakmuran, dan ketersaingan), ataupun gejala pikir yang ab-strak wujudnya, seperti konsep
tentang bilangan dan himpunan di dalam matematika. Masalah yang menjadi perhatian di
dalam aktivitas ilmu pengetahuan yaitu pencarian kejelasan dan perumusan penjelasan
mengenai struktur, fungsi, dan pola laku gejala-gejala, baik gejala alam, gejala sosial,
maupun gejala pikir.
Ilmu pengetahuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan filsafat. Bagi para
filsafat ilmu pengetahuan itu, filsafat yaitu ilmu pengetahuan. Dengan demikian jelas terkait
bahwa pada mulanya filsafat mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya,
kata Ali Maksum (2011) filsafat disebut sebagai mater scientiarum atau induk segala ilmu
pengetahuan. Berkat ilmu pengetahuan manusia dapat meraih kemajuan yang sangat
menakjubkan dalam segala bidang kehidupan. Teknologi canggih merupakan salah satu
produk dari ilmu pengetahuan.
20. Tujuan Ilmu Pengetahuan
Tujuan ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan alirannya,
sebagaimana dikemukakan oleh Darsono Prawi¬negoro (2011), yakni: Pertama, berdasarkan
pengembangan ilmu penge¬tahuan untuk keperluan ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu sebatas
un¬tuk memenuhi rasa keingintahuan manusia. Kedua, ilrnu,pengetahuan pragmatis. Aliran inl
menyakini bahwa pengembangan ilmu pengetahuan haruslah dapat memberikan manfaat bagi
manusia dalam pemecahan masalah kehidupan.
Jika dilihat dari pemikiran filsafat, maka ilmu (ilmu pengetahuan) dapat digolongkan menjadi
dua golongan. Pertama, ilmu pengetahuan riil, yaitu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan
sosial. Kedua, ihnu pengetahuan formal, yaitu matematika dan logis. Ini juga sering disebut
sebagai alat ilmu pengetahuan, atau istilah Jujun Suriasumantri (2010) matematika yaitu
sebagai sarana berpikir dalam kegiatan berbagai di¬siplin keilmuan, dan dia tidak
menggolongkan matematika sebagai ilmu pengetahuan, tetapi cara berpikir deduktif.
21. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan
Ilmu sebagai pengetahuan ilmiah berbeda dengan pengetahuan bi¬asa , memiliki ciri tersendiri
di antara ciri yang dimiliki oleh ilmu pengetahuan seperti dikemukakan Konrad Kebug (2011),
yaitu: Pertama, siste¬matis. Para filsuf dan ilmuwan sepaham bahwa ilmu adalah pengetahuan
atau kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis. Ciri siste¬matis ilmu
menunjukkan bahwa ilmu merupakan berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai
kumpulan pengetahuan tersebut mem¬punyai hubungan saling ketergantungan yang teratur
(pertalian tertib).
Ilmu mengamati, menganalisis, menalar, membuktikan, dan menyim¬pulkan hal-hal empiris
yang bersifat faktawi (faktual), baik berupa gejala maupun kebatinan, gejala alam, gejala
kejiwaan, gejala kemasyarakatan, dan sebagainya. Semua hal fakta yang dimaksud dihimpun
dan dicatat sebagai data (datum) sebagai bahan persediaan bagi ilmu.
22. Jenis ilmu pengetahuan
Pengetahuan Manusia
Pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka di dalam kehidupan manusia dapat memiliki berbagai
pengetahuan dan kebenaran. Burhanudin Salma (2005) mengemukakan, pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat macam, yaitu:
•Pertama, pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense. Karena seseorang
memiliki sesuatu di mana is menerima secara baik. Semua orang menyebutnya sesuatu itu merah, karena memang itu merah, Benda
itu panas karena memang panas, dan sebagainya. Dengan common sense, semua orang sampai pada keyakinan secara umum
tentang suatu umum tentang sesuatu, di mana mereka akan berpendapat sama semuanya. Common sense diperoleh dari pengalaman
sehari-hari, seperti air dapat dipakai untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar, dan musim kemarau akan
mengeringkan sawah tadah hujan.
•Kedua, pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk
menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk
mengorganisasikan dan men-sistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan
dalam kehidupan sehari-hari. Namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan meng¬gunakan berbagai
metode. Ilmu merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objektive thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi
makna terhadap dunia faktual.
•Ketiga, pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif.
Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan ke dalam kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang
pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam.
Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis, sehingga ilmu yang ditandainya kaku dan cenderung tertutup
menjadi longgar kembali.
•Keempat, pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya di¬peroleh dari Tuhan lewat Para utusannya. Pengetahuan agama
bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang
cara berhubung¬an dengan Tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertikai dan cara berhubungan dengan sesama
manusia, yang sering juga disebut dengan hubungan horizontal
23. FILSAFAT KEBENARAN
(Proposisi Akan Benar Jika Dilandasi Teori, Hanya Allah Yang Maha Benar)
KELOMPOK 10
Fenny Aldamayanti 1211900283
Eni Kurnia Safitri 1211900289
Dwi Khusnul 1211900302
Hi!
Hello!
24. A. Filsafat Kebenaran
Banyak pakar ilmu filsafat yang menganggap benar bahwa pengetahuan itu terdiri atas sebagai
berikut:
1. Pengetahuan Akal.
2. Pengetahuan Budi.
3. Pengetahuan Indrawi.
4. Pengetahuan Kepercayaan (otoritatifl.
5. Pengetahuan Intuitif. .
Untuk melihat sesuatu itu benar atau tidak benar, maka beberapa kriteria yang sudah
dilembagakan akan penulis sampaikan beberapa kritik antara lain sebagai berikut:
1. Teori Kebenaran Korespondensi.
2. Teori Kebenaran Koherensi.
3. Teori Kebenaran Pragmatis.
4. Teori Kebenaran Sintaksis.
5. Teori Kebenaran Semantis.
6. Teori Kebenaran Non Deskripsi.
7. Teori Kebenaran Logika yang Berlebihan.
8. Teori Kebenaran Performatif:
9. Teori Kebenaran Paradigmatik.
10. Teori Kebenaran Proposisi
25. Kebenaran
kebenaran atas hubungan antara dua pernyataan.
Misalnya ketika
dinyatakan bahwa monyet mempunyai hidung pada
pernyataan pertama, dan pada pernyataan kedua
dinyatakan manusia juga mempunyai hidung. Apabila diberikan
kesimpulan. Bahwa monyet. sama dengan
manusia, -maka menurut kebenaran koherensi itu tidak benar
karena hidung bukan sebagai syarat sesuatu
dinyatakan sebagai monyet, apalagi manusia karena manusia
dan monyet ada yang tidak mempunyai hidung
(cacat), jadi hanya untuk pernyataan bahwa manusia dan
monyet sebagian besar mempunyai hidung.
Kebenaran koherensi Kebenaran pragmatis
kebenaran hanya dalam salah satu konsekuensi saja.
Kelemahan
kebenaran ini adalah apabila kemungkinannya luas, oleh
karena itu harus dipilih kemungkinannya hanya dua
dan saling bertolak belakang. Misalnya, semua yang
teratur ada yang mengatur, dalam hal ini kita tidak
membicarakan yang tidak teratur. Dengan adanya yang
mengatur peredaran darah dalam tubuh maka tubuh
manusia terjadi sendiri tanpa ada yang mengatur hal itu
adalah salah, tetapi seharusnya ada yang mengatur
yaitu Tuhan, karena hanya ada dua kemungkinan yaitu
ada yang mengatur dan tidak ada yang mengatur,
apabila diterima salah satu maka yang lain dicoret karena
bertolak belakang
26. Kebenaran sintaksis
kebanaran yang berangkat dari tata bahasa yang
melekat. Karena teori
ini dipengaruhi pula oleh kejiwaan dan ekspresi, maka
ada kemungkinan mereka yang menerimanya
yang
juga mempunyai keterkaitan jiwa akan terpengaruh,
apalagi susunan tata bahasa yang bernuansa rasa.
Misalnya pernyataan "Saya makan nasi" akan berbeda
bila ditulis dan ditekankan bacaannya (intonasi)
ketika
"Saya, makan nasi" atau "Saya makan, nasi" atau "Saya
makan nasi!" atau "Saya makan nasi?" yaitu pada
subjek, predikat dan objek. Kebenaran seperti ini juga
mirip dengan kebenaran semantis yang berbicara
tentang makna bahasa.
Kebenaran logika yang
berlebihan
kebenaran yang sebenarnya telah merupakan fakta. )adi
akan menjadi pemborosan dalam pembuktiannya,
misalnya sebuah lingkaran harus berbentuk bulat.
Para ahli
agama menganggapnya dengan dalil aksioma yang
tidak perlu dibuktikan, tetapi sebenarnya
pembuktian
yang berangkat dari keraguan untuk menjadi keyakinan
itu perlu dalam mencari titik temu agama dan ilmu.
Misalnya apakah Allah itu Tuhan? Apakah Muhammad
itu Nabi? Apakah Yesus itu Juru Selamat? Apakah
Kresna itu Awatara? Apakah Sidharta Gautama itu
Budha? dan lain sebagainya.
4
3
27. Kebenaran paradigmatik
kebenaran yang berubah pada berbagai ruang dan waktu, jadi setelah
kurun
waktu tertentu berubah (untuk kategori waktu) dan pada tempat tertentu
berubah (untuk kategori ruang).
Thomas Kuhn adalah orang yang mempercayai kebenaran seperti ini.
Contohnya dapat dilihat ketika
pendapat yang mengatakan bumi mengelilingi matahari, merubah
pendapat dahulu yang mengatakan
matahari mengelilingi bumi. Dalam dunia ilmu-ilmu sosial perubahan ini
sangat menyolok sehingga
keberadaan suatu disiplin ilmu, memerlukan berbagai paradigma untuk
melacaknya.
5
28. PROPOSISI SUATU PERNYATAAN YANG BENAR
Mengetahui apa yang dimaksudkan oleh
suatu pernyataan tidak sama dengan
mengetahui apakah
pernyataan itu benar ataukah tidak. Bahkan
mereka yang mengatakan bahwa makna
sama dengan
keadaan yang dapat diverifikasi, akan
bersepakat demikianlah harapan saya bahwa
mengetahui syarat- syarat untuk
menetapkan suatu pemyataan dapat
diverifikasi tidaklah sama dengan
mengetahui bahwa
syarat-syarat itu sudah dipenuhi.
29. KEBENARAN BERSIFAT SEMANTIK
Pernyataan' merupakan suatu istilah yang bersifat sintaktis; 'proposisi' ialah istilah yang bersifat
semantik, dan demikian pula kata 'benar' mengacu kepada makna simbol-sirnbol, dan bukan kepada
simbolnya. Maka kemungkinan untuk mengatakan bahwa 'p' adalah benar, jika dan hanya jika p
itulah halnya; dalam hal ini menurut kebiasaan simbol 'p' menunjukkan pernyataan, sedangkan
simbol p mengacu kepada proposisi. Maka di dalam sintaksis kita tidak dapat mengatakan apapun
mengenai kebenaran. Untuk membicarakan masalah kebenaran kita membutuhkan suatu bahasa
yang berbeda dengan bahasa yang bersifat sintaksis. Kebenaran' menunjukkan bahwa makna suatu
pernyataan artinya" proposisinya - sungguh-sungguhmerupakan halnya. Bila proposisinya tidak
merupakan halnya, maka kita mengatakan bahwa proposisi itu 'sesat'. Kadang-kadang orang juga
memakai istilah-istilah yang lain. Misalnya, bila suatu proposisi mengandung kontradiksi, maka kita
dapat mengatakan bahwa proposisi itu 'mustahil', sedangkan jikaproposisi itu sedemikian rupa
sehingga apa pun yang terjadi proposisi itu berbentuk 'p atau bukan p', maka kita menamakan
'tautologi'. tingkat-tingkat probabilitas (probability) dan kemungkinan benar juga dapat diterapkan
kepada proposisi, sesuai dengan tingkat-tingkat bahan-bahan bukti untuk mempercayainya sebagai
proposisi yang benar atau sesat.
30. Ukuran Kebenaran
Ukuran kebenaran sesungguhnya tergantung pada apakah
sebenarnya yang diberikan kepada kita
oleh metode-metode untuk memperoleh pengetahuan. Jika
apa yang dapat kita ketahui ialah ide-ide kita,
maka pengetahuan hanya dapat terdiri dari ide-ide yang
dihubungkan secara tepat; dan kebenaran
merupakan keadaan-saling-berhubungan (coherence) di antara
ide-ide tersebut atau keadaan saling
berhubungan di antara proposisi-proposisi. Jika sebaliknya, kita
dengan suatu cara tertentu mengetahui
kenyataan, maka pengetahuan atau ide-ide yang benar terdiri
dari - seperti yang dikatakan oleh Spinoza - kejumbuhan antara
ide dengan ideatum-nya, atau selanjutnya kesesuaian
(correspodence) antara ide-ide
dengan apa yang diwakilinya.
31. theory
1. Paham Koherensi (Coherence Theory)
Kebenaran koherensi adalah
kebenaran atas hubungan antara
dua pernyataan.
2. Teory Kebenaran Korespodensi (Correspondence Theory)
Kebenaran korespondensi adalah
kebenaran yang sesuai antara
pernyataan dengan fakta di
lapangan
32. 3. Paham Empiris (Emperical Theory)
Definisi-definisi tentang kebenaran
paham-paham empiris mendasarkan
diri pada pelbagai segi
pengalaman, dan biasanya
menunjuk kepada pengalaman
inderawi dari orang seorang.
4. Teory Pragmatisme
ajaran-ajaran pragmatisme berbeda-beda
coraknya, sesuai dengan
konsekuensi-konsekuensi yang mereka
tekankan. Kebenaran pragmatis adalah
kebenaran hanya dalam
salah satu konsekuensi saja. Kelemahan
kebenaran ini adalah apabila
kemungkinannya luas, oleh karena itu
harus dipilih kemungkinannya hanya dua
dan saling bertolak belakang.
33. ALLAH LAH YANG MAHA BENAR
Puncak kebenaran itu sendiri sebenarnya adalah Allah Yang
Maha Benar (AI Haq), itulah sebabnya
para pedzikir senantiasa mengucapkan "Alhamdulillah"
(Segala Puji Bagi Allah) pada setiap penyelesaian
penemuan itmiahnya, ataupun ketika selesai melaksanakan
Shalat Fardhu sebanyak tiga puluh tiga kali.
34. FILSAFAT MANUSIA
HAKEKAT MANUSIA
DILIHAT DARI SISI
FILSAFAT ILMU
KELOMPOK 10
Fenny Aldamayanti( 1211900283 )
Eni Kurnia Safitri( 1211900289 )
Dwi Khusnul R( 1211900302 )
35. PENGERTIAN FILSAFAT MANUSIA
Filsafat manusia adalah cabang filsafat khusus yang
secara spesifik mempelajari hakekat/esensi manusia.
Filsafat adalah metode pemikiran yang membahas tentang
sifat dasar dan hakikat kebenaran yang ada di dunia ini.
Filsafat manusia adalah bagian filsafat yang membahas
apa arti manusia sendiri secara mendetail. Filsafat manusia
terus berkembang karena manusia adalah objek yang
penuh dengan misteri. Titik tolak filsafat manusia adalah
pengetahuan dan pengalaman manusia, serta dunia yang
melingkupinya. Dalam sejarah ada beberapa istilah yang
mendahului filsafat manusia, yaitu psikologi filsafat,
psikologi rasional, eksperimental dan empiris.
36. Filsafat manusia jelasnya adalah filsafat yang mengupas
apa arti manusia sendiri, is mencoba mengucap sebaik
mungkin apa sebenarnya makhluk itu yang disebut
"manusia", istilah filusuf manusia atau "antropologi filusuf'
(antropos dalam Bahasa Yunani berarti manusia) tampak
lebih eksok karena apa yang dipelajari dengannya adalah
manusia sepenuhnya, roh serta badan jiwa serta daging.
Alasan untuk mempelajari filsafat manusia cukup jelas.
Yaitu manusia mempunyai kemampuan dan kekuatan
untuk menyelidiki dan menganalisis sesuatu secara
mendalam. Manusia berpikir dan menganalisa banyak hal.
37. HAKEKAT MANUSIA
Hakekat manusia selalu berkaitan dengan unsur pokok yang
membentuknya, seperti dalam pandangan monoteisme, yang
mencari unsur pokok yang menentukan yang bersifat tunggal,
yakni materi dalam pandangan materialisme, atau unsur rohani
dalam pandangan spritualisme, atau dualisme yang memiliki
pandangan yang menetapkan adanya dua unsur pokok
sekaligus yang keduanya tidak saling menafikan yaitu materi
dan rohani, yakni pandangan pluralisme yang menetapkan
pandangan pada adanya berbagai unsur pokok yang pada
dasarnya mencerminkan unsur yang ada dalam marco kosmos
atau pandangan mono dualis yang menetapkan manusia pada
kesatuannya dua unsur, ataukah mono pluralisme yang
meletakkan hakekat pada kesatuannya semua unsur yang
membentuknya.
38. KEDUDUKAN FILSAFAT MANUSIA
DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
1.Memberikan pengertian dan kesadaran kepada manusia
akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang diberikan
oleh filfafat.
2.Berdasarkan atas dasar hasil-hasil kenyataan itu, maka
filsafat memberikan pedoman hidup kepada manusia.
Pedoman itu mengenai sesuatu yang terdapat di sekitar
manusia sendiri, seperti kedudukan dalam
hubungannyadengan yang lain. Kita juga mengetahui
bahwa alat-alat kewajiban manusia meliputi akal, rasa, dan
kehendak. Dengan akal filsafat memberikan pedoman
hidup untuk berpikir guna memperoleh pengetahuan.
Dengan rasa dan kehendak, maka filsafat memberikan
pedoman tentang kesusilaan mengenai baik dan buruk.
39. HUBUNGAN FILSAFAT MANUSIADENGAN
DISIPLIN ILMU LAIN TENTANG MANUSIA
1.Psikologi membahas objek materi yakni manusia. Ilmu ini
hanya membahas manusia dan segi psikis yang dapat diperoleh
dan melihat perilaku manusia, menjelaskan gejala-gejala jiwa
dan mental, bagaimana pengalaman manusia dapat
mempengaruhi kehidupan selanjutnya dan menjelaskan
perkembangan manusia dari masa prenatal hingga menjelang
kematian.
2.Sosiologi juga membahas objek materi yakni manusia. Namun,
ilmu ini membatasi din untuk mencoba menjawab perilaku
manusia dari ruang lingkup sosialnya, menjelaskan status sosial,
pranata sosial, dan menjelaskan bahwa manusia sebagai
makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri.
3.Antropologi juga membahas objek materi yakni manusia.
Namun, ilmu ini membatasi pada pola kebudayaan dan
peradaban yang telah diciptakan manusia atau ditinggalkan
manusia, menjelaskan hasil-hasil kebudayaan, suku, etnis, dan
ras suatu masyarakat yang bersifat lokal.
40. ESENSI DAN EKSISTENSI FILSAFAT
MANUSIA SERTA PERANAN MANUSIA
Model eksistensi tidak percaya akan kodrat yang menentukan
manusia. Orang yang memperlajari filsafat manusia dengan
pendekatan eksistensial akan lebih menyeluruh pandangannya
dibandingkan pendekatan esensialis.
1.Esensi Manusia Menurut Sejumlah Aliran dalam Filsafat
Di dalam filsafat manusia terdapat beberapa aliran. Tiap-tiap
aliran memiliki pandangan tentang hakikat atau esensi manusia
yang berbeda-beda. Dari sekian banyak aliran, terdapat dua
aliran tertua dan terbesar, yaitu materialisme dan idealisme.
Sedangkan aliran-aliran lain, pada prinsipnya merupakan reaksi
yang berkembang kemudian terhadap kedua aliran tersebut.
41. Aliran:
a. Material isme
b. Idealisme
c. Dualisme
d. Vitalisme
e. Eksistensialisme
f. Strukturalisme
g. Postmodernisme
42. 2. Eksistensi dan peranan manusia
Manusia sebagai mahluk yang berdimensional memiliki
peran dan kedudukan yang sangat mulia. Tetapi sebelum
membahas tentang peran dan kedudukan, pengulangan
kembali tentang esensi dan eksistensi manusia. Manusia
yang memiliki eksistensi dalam hidupnya sebagai abdullah
(kedudukan ketuhanan), an¬nas (kedudukan antar
manusia), al insan (kedudukan antar alam), al basyar
(peran sebagai manusia biasa) dan khalifah (peran sebagai
pemimpin).
43. 3.Beberapa perananan sebagai manusia, yaitu:
a.Peran manusia sebagai manusia biasa
b.Peran manusia sebagai khalifah
44. MANFAAT DAN TUJUAN
MEMPELAJARI FILSAFAT MANUSIA
1.Secara praktis
Siapa sesungguhnya manusia? Hal ini membutuhkan
pemahaman manusia secara menyeluruh, sehingga
memudahkan mengambil keputusan-keputusan
praktis/menjalankan aktivitas hidup sehari-hari.
2.Secara teoritis
Pemahaman manusia secara yang esensial sehingga kits dapat
meninjau secara kritis asumsi-asumsi yang tersembunyi di balik
teori-teori antropologi dan psikologi dan ilmu-ilmu tentang
manusia.
3.Manfaat lain:
a.Mencari menemukan jawaban tentang siapakah sesunguhnya
manusia itu, masalah-masalah terkait manusia sangat kompleks
sehingga persoalan tentang manusia tidak habis untuk
dibicarakan.
b.Essensi manusia pada prinsipnya adalah sebuah misteri.
45. Filsafat manusia muncul berawal dari pertanyaan akan
manusia. Pertanyaan-pertanyaan dalam filsafat manusia
yang dapat menunjukkan tujuan filsafat manusia adalah:
1.Apakah dan siapakah manusia pada hakikatnya?
2.Bagaimanakah kodrat manusia itu?
3.Apakah sifat-sifat manusia yang unik yang
membedakannya dan makhluk¬mahluk yang lain?
4.Bagaimanakah hubungan antara badan atau raga
dengan jiwa manusia?
5.Bagaimana mungkin manusia dapat bebas dan merdeka
untuk melakukan segala yang dia inginkan?
6.Apakah arti kepribadian seorang manusia?
46. KESIMPULAN
Filsafat Manusia adalah cabang filsafat yang hendak secara khusus
merefleksikan hakekat atau esensi dari manusia. Filsafat Manusia sering
juga disebut sebagai Antropologi Filosofis. Filsafat Manusia memiliki
kedudukan yang setara dengan cabang-cabang filsafat lainnya, seperti
etika, epistemologi, kosmologi, dll. Akan tetapi Filsafat Manusia juga
memiliki kedudukan yang istimewa, karena semua persoalan filsafat itu
berawal dan berakhir tentang pertanyaan mengenai esensi dari manusia,
yang merupakan terra utama refleksi Filsafat Manusia.
Hakekat manusia harus dilihat pada tahapannya nafs, keakuan, diri, ego
dimana pada tahap ini semua unsur membentuk keatuan diri yang aktual,
kekinian dan dinamik, dan aktualisasi kekinian yang dinamik yang bearada
dalam perbuatan dan amalnya. Secara subtansial dan moral manusia lebih
jelek dari pada iblis, tetapi secara konseptual manusia lebih baik karena
manusia memiliki kemampuan kreatif Tahapan nafs hakekat manusia
ditentukan oleh amal, karya dan perbuatannya, sedangkan pada kotauhid
hakekat manusai dan fungsinya manusia sebagai `adb dan khalifah dan
kekasatuan aktualisasi sebagai kesatuan jasad dan ruh yang membentuk
pada tahapan nafs secara aktual. (Musa Asy' ari, Filsafat Islam, 1999).
47. Kelompok 10 :
FILSAFAT
ETIKA DAN MORAL
Fenny Aldamayanti (1211900283)
Eni Kurnia Safitri (1211900289)
Dwi Khusnul Rahmad (1211900302)
48. Setelah memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi sekarang ini
maka etika keilmuan merupakan suatu yang sudah cukup mendesak
untuk disebarluaskan kepada para cendekiawan- cendekiawan agar
dalam perkembangan ilmu tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak
diharapkan oleh manusia itu sendiri. Para ilmuwan yang jujur dan
patuh pada norma-norma keilmuan saja belum cukup melainkan is
harus dilapisi oleh moral dan akhlaq, balk moral umum yang dianut
oleh masyarakat atau bangsanya (moraVetika Pancasila bagi bangsa
Indonesia), maupun moral religi yang dianutnya. Hal tersebut
dimaksudkan agar jangan sampai terjadi hal-hal yang menyimpang
yang akibatnya menyengsarakan umat manusia.
49. PENDAHULUAN
Socrates, seorang filsuf besar Yunani, telah berbicara pada abad sebelum masehi. Kenalilah dirimusendiri, demikianlah kurang
lebih pesan yang ingin is sampaikan. Manusia ialah makhluk berpikir yangdengan itu menjadikan dirinya ada. R.F. Beerling,
seorang profesor Belanda mengemukakan teorinya tentangmanusia bahwa manusia itu ialah makhluk yang suka bertanya.
Dengan berpikir, dengan bertanya, manusiamenjelajahi pengembaraannya, mulai dari dirinya sendiri kemudian lingkungannya
bahkan kemudian sampaipada hal lain yang menyangkut asal mula atau mungkin akhir dari semua yang dilihatnya.
Kesemuanya itutelah menempatkan manusia sebagai makhluk yang sedikit berbeda dengan hewan.Sebagaimana Aristoteles,
filsuf Yunani yang lain mengemukakan bahwa manusia ialah hewan yangberakal sehat, yang mengeluarkan pendapat, yang
berbicara berdasarkan akal pikirannya (the animal thatreason). W.E. Hacking, dalam bukunya What is Man, menulis bahwa: "tiada
cara penyampaian yangmeyakinkan mengenai apa yang dipikirkan oleh hewan, namun agaknya aman untuk mengatakan
bahwamanusia jauh lebih berpikir dari hewan mana pun. Ia menyelenggarakan buku harian, memakai cermin,menulis sejarah.
"William P. Tolley, dalam bukunya Preface to Philosophy a Tex Book, mengemukakanbahwa "our question are endless, what is a
man, what is a nature, what is a justice, what is a god?" Berbedadengan hewan, manusia sangat concern mengenai asal mulanya,
akhirnya, maksud dan tujuannya, maknadan hakikat kenyataan.Mungkin saja ia merupakan anggota marga satwa, namun ia
juga merupakan warga dunia idea dannilai. Dengan menempatkan manusia sebagai hewan yang berpikir, intelektual, dan
berbudaya, maka dapatdisadari kemudian bila pada kenyataannya manusialah yang memiliki kemampuan untuk menelusuri
keadaandirinya dan lingkungannya. Manusialah yang membiarkan pikirannya mengembara dan akhirnya bertanya.Berpikir yaitu
bertanya, bertanya yaitu mencari jawaban, mencari jawaban mencari kebenaran, mencarijawaban tentang alam dan Tuhan
yaitu mencari kebenaran tentang alam dan Tuhan. Dari proses tersebutlahirlah pengetahuan, teknologi, kepercayaan, atau
agama.
50. HAKIKAT ETIKA
Ilmu bukanlah merupakan pengetahuan yang
datang demikian saja sebagai barang yang sudah
jadi dandatang dari dunia khayal. Akan tetapi ilmu
ruerupakan suatu cara berpikir yang demikian
jelimet danmendalam tentang sesuatu objek yang
khas dengan pendekatan yang khas pula
sehingga menghasilkan2suatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan yang handal. Handal dalam
arti bahwa sistem dan struktur ilmudapat
dipertanggungjawabkan secara terbuka.
Disebabkan oleh karena itu pula is terbuka untuk
diuji olehsiapapun.
51. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang di dalam dirinya memiliki karakteristik kritis,
rasional, logis,objektif, dan terbuka (Jujun, 1978). Hal ini merupakan suatu keharusan bagi seorang
ilmuwan untukmelakukannya.
Akan tetapi dapatkah ilmu yang kokoh, kuat, dan mendasar itu menjadi penyelamat manusia bukan
sebaliknya. Di sinilahletak tanggung jawab seorang ilmuwan, moral dan akhlaq amat diperlukan.
Oleh karenanya penting bagi parailmuwan memiliki sikap ilmiah.
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara, hingga pergaulan hidup tingkat
internasional,diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia
bergaul.Sistem pengaturanpergaulan itu menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan
sopan santun, tats krama, protokoler,dan lain-lain.Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya
etika di masyarakat kita.Untuk itu perlu kiranya bagi kita mengetahui tentang pengertian etika serta
macam-macam etika dalamkehidupan bermasyarakat.
52. Pengertian etika (etimologi) berasal dari
bahasa Yunani, yaitu "ethos", yang berarti
watak kesusilaanatau adat kebiasaan
(custom). Etika biasanya berkaitan erat
dengan perkataan moral yang merupakan
istilahdari bahasa Latin, yaitu "mos" dan
dalam bentuk jamaknya "mores," yang
berarti juga adat kebiasaan ataucara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan
yang baik (kesusilaan), dan menghindari
hal-hal tindakanyang buruk.
53. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan
sehari-hari terdapatperbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian
perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika yaitu untukpengkajian sistem nilai-
nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: usila
(Sanskerta), lebihmenunjiikkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila)
yang lebih baik (su). Dan yangkedua yaitu akhlak (Arab), berarti moral, dan
etika berarti ilmu akhlak.
54. Menurut K. Bertens (2011), dalam filsafat Yunani etika
dipakai untuk menunjukkan filsafat moralseperti yang
acap ditemukan dalam konsep filsuf besar Aristoteles.
Etika berarti ilmu tentang apa yang biasadilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan. Dengan memakai istilah
modern, dapat dikatakan juga bahwaetika membahas
tentan konvensi sosial yang ditemukan dalam masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika diartikan
sebagai:
(1) ilmu tentang apa yang baik danapa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
(2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaandengan
akhlak; dan
(3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.
55. Bertens (1993: 6) mengartikan etika sejalan dengan
arti dalam kamus tersebut. Pertama, etikadiartikan
sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau
sekelompokdalam mengatur tingkah lakunya.
Dengan kata lain, etika di sini diartikan sebagai
sistem nilai yang dianut olehsekelompok
masyarakat dan sangat memengaruhi tingkah
lakunya. Sebagai contoh, etika Hindu,
etikaProtestan, dan etika Masyarakat Badui. Kedua,
etika diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai
moral, atau biasa disebut kode etik. Sebagai contoh
etika kedokteran, kode etik jurnalistik, dan kode etik
guru. Ketiga,etika diartikan sebagai ilmu tentang
tingkah laku yang baik dan buruk. Etika merupakan
ilmu apabila asasatau nilai-nilai etis yang berlaku
begitu saja dalam masyarakat dijadikan bahan
refleksi atau kajian secarasistematis dan metodis.
56. Sumber dasar ajaran yaitu tradisi dan adat istiadat, ajaran agama atau ideologi
tertentu. Adapun etikabukan suatu cumber tambahan bagi ajaran moral,
melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis danmendasar tentang ajaran
dan pandangan moral. Etika yaitu suatu ilmu, bukan suatu ajaran. Jadi, etika
yaituajaran moral yang tidak berada pada tingkat yang sama.
Magnis Suseno (1987) memahami etika hams dibedakan dengan ajar-an
moral.Selanjutnya Magnis Suseno mengatakan, bagaimana kita hams hidup
bukan etika, melainkan ajaranmoral. Pendapat Magnis bahwa etika merupakan
ilmu yaitu sama dengan Bertens. Sebagaimana dikatakanBertens, bahwa etika
yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Bahkan oleh filsuf besar Yunani, Aristoteles (384-322 SM), etika sudah digunakan
dalam pengertianfilsafat moral. Etika sebagai ilmu biasa dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu etika deskriptif, etika normatif,dan meta-etika. Etika deskriptif
mempelajari tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan,pandangan
tentang baik dan buruk, perbuatan yang diwajibkan, dibolehkan, atau dilarang
dalam suatumasyarakat, lingkungan budaya, atau periode sejarah.
57. Koetjaraningrat (1980) mengatakan, etika deskriptif tugasnya sebatas menggambarkan
ataumemperkenalkan dan sama sekali tidak memberikan penilaian moral. Pada masa
sekarang objek kajian etikadeskriptif lebih banyak dibicarakan oleh antropologi budaya,
sejarah, atau sosiologi. Karena sifatnya yangempiris, maka etika deskriptif lebih tepat
dimasukkan ke dalam bahasan ilmu pengetahuan dan bukan filsafat.
K. Bertens (2011) menjelaskan lebih jauh, etika normatif bertujuan merumuskan
prinsip etis yangdapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat
diterapkan dalam perbuatan nyata. Berbeda denganetika deskriptif, etika
normatif tidak bersifat netral tetapi memberikan penilaian terhadap tingkah laku
moralberdasar norma-norma tertentu.
Ada juga meta-etika yang dikenal secara populer, dia tidak membahas persoalan
moral dalam artibaik atau buruknya suatu tingkah laku, tetapi membahas bahasa
moral. Sebagai contoh, jika suatu perbuatandianggap baik, maka pertanyaannya
antara lain: apakah arti baik dalam perbuatan itu, apa ukuran atausyaratnya
untuk disebut baik, dan sebagainya.
58. Pandangan lain dikemukakan Susanto (2011), yang mengatakan etika merupakan
kajian tentanghakikat moral dan keputusan (kegiatan menilai). Etika juga
merupakan prinsip atau standar perilaku manusiayang kadang-kadang disebut
dengan moral. Kegiatan menilai telah dibangun berdasarkan toleransi
atauketidakpastian. Bahwa tidak ada kejadian yang dapat dijelaksan secara pasti
tanpa toleransi.
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti: Pertama, etika merupakan suatu
kumpulan pengetahuanmengenai penilaian terhadap perbuatan manusia.
Kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untukmembedakan hal-hal,
perbuatan, atau manusia lain. Objek formal etika meliputi norma kesusilaan
manusia,dan mempelajari tingkah laku manusia baik buruknya. Adapun
estetika berkaitan dengan nilai tentangpengalaman keindahan yang dimiliki
oleh manusia terhadap lingkungandan fenomena di sekelilingnya.
59. HAKIKAT MORAL VERSUS ILMU
Menurut K. Bertens (2011), secara etimologis kata moral sama dengan
etika, meskipun kata asalnyabeda. Pada tataran lain, jika kata moral
dipakai sebagai kata sifat artinya sama dengan etis, jika dipakaisebagai
kata Benda artinya sama dengan etika. Moral yaitu nilai-niai dan norma-
norma yang menjadipegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Ada lagi istilah moralitasyang
mempunyai arti sama dengan moral (dari kata sifat Latin moralis), artinya
suatu perbuatan atau baikburuknya. Moralitas yaitu sifat moral atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
60. Wila Huky,sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso (1986),
merumuskan pengertian moral secara lebihkomprehensif rumusan
formalnya sebagai berikut:1. Moral sebagai perangkat ide tentang tingkah
laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang dipegangoleh sekelompok
manusia di dalam lingkungan tertentu.52. Moral adalah ajaran tentang laku
hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu.3. Moral
sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran,
bahwa is terikat olehkeharusan untuk mencapai yang baik, sesuai dengan
nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungan- nya
61. Erliana (2011) mengatakan ada tiga kemampuan besar manusia.
Pertama, kemampuan kognitif, yakni kemampuan untuk mengetahui dalam arti kata yang lebih
dalam berupa mengerti, memahami,menghayati, dan mengingat apa yang diketahui itu. Landasan
kognitif yaitu rasio atau akal dan kemampuanini bersifat netral.
Kedua, kemampuan afektif, yakni kemampuan untuk merasakan tentang apa yang di- ketahuinya,
yaitu rasa cinta dan rasa indah. Bila kemampuan kognitif bersifat netral, maka kemampuan
afektiftidak bersifat netral lagi. Rasa cinta dan rasa indah, keduanya merupakan kontinum yang
berujung pada sifatpoller. Landasan afeksi yaitu rasa atau kalbu atau disebut juga hati nurani.
Ketiga, kemampuan konatif, yaitukemampuan untuk mencapai apa yang dirasakan itu. Konasi
antara lain kemauan, keinginan, hasrat, yaknidaya dorong untuk mencapai atau menjauhi segala
apa yang didiktekan oleh rasa. Rasalah yangmemutuskahn apakah sesuatu itu dicintai atau
dibenci, dinyatakan indah atau dinyatakan buruk, dan menjadisifat manusia untuk menginginkan
atau mendekati yang dicintainya dan yang dinyatakan indah dansebaliknya, membuang atau
menjauhi yang dibencinya dan dinyatakan buruk. Kemampuan, kemauan, dankekuatan manusia
untuk bergerak mendekati atau menjauhi sesuatu inilah yang disebut dengan kemampuankonatif.
Dengan perkataan lain, kemampuan konatif yaitu kemampuan yang mengedepankan kekuatan
fisikdalam bentuk aksi.
62. Dari ketiga kemampuan manusia tersebut, ternyata kemampuan afektiflah yang
menjadi titiksentralnya, dan pada bidang kemampuan afektif inilah terutama
manusia mendapat petunjuk secara sadarmaupun tanpa disadari dari Tuhan di satu
pihak, dan atas seizin Tuhan pula manusia mendapat rongrongansetan yang terus-
menerus. Dua kondisi yang saling bertentangan inilah yang akan mengantarkan
manusiasampai pada pemilikan ilmu pengetahuan, apakah manusia memutuskan
untuk mendengar bujukan setanatau akan tetap bertahan dengan tetap tegar berada
pada jalan yang diridhai Tuhan, terserah kepada pilihanmanusia itu sendiri. Daya
dorong inilah yang menentukan nasib manusia, keagungan atau kenistaan,sementara
kemampuan kognitif hanya mengiringi apa yang ditetapkan oleh rasa manusia.
64. 1. Moralitas Versus Legalitas dalam Ilmu
PengetahuanMenurut Immanuel Kant dalam Tjahjadi
(1991), filsafat Yunani dibagi menjadi tiga bagian, ya'itu
fisika, etika, dan logika. Logika bersifat apriori, maksudnya
tidak membutuhkan pengalamanempiris. Logika sibuk
dengan pemahaman dan rasio itu sendiri, dengan hukum
pemikiran universal.Fisika, di samping memiliki unsur
apriori juga memiliki unsur empiris atau aposteriori, sebab
sibukdengan hukum alam yang berlaku bagi alam sebagai
objek pengalaman.
65. Pemahaman tentang moralitas yang didistingsikan dengan legalitas ditemukan dalam
filsafatmoral Kant. Menurut pendapatnya, moralitas adalah kesesuaian sikap dan
perbuatan dengan normaatau hukum batiniah, yakni apa yang oleh Kant dipandang
sebagai "kewajiban."
kata Tjahjadi (1991), nilai moral Baru akan ditemukan di dalam moralitas.Dorongan
batin itu tidak dapat ditangkap dengan indra, sehingga orang tidak mungkin akan
menilaimoral secara mutlak. Kant dengan tegas mengatakan, hanya Tuhan yang
mengetahui bahwadorongan batin seseorang bernilai moral. Kant memahami
moralitas masih dibedakan menjadi dua,yaitu moralitas heteronom dan moralitas
otonom.
Pandangan Kant tentang moralitas yang didasari kewajiban itu tampaknya tidak
berbedadengan moralitas Islam (akhlak), yang berkaitan dengan "fiat." Di sini berlaku suatu
prinsip/ajaranbahwa nilai suatu perbuatan itu sangat tergantung pada niatnya. Jika niatnya
baik, maka perbuatanitu bernilai kebaikan. Perbuatan yang dimaksudkan di sini sudah tentu
perbuatan yang baik, bukanperbuatan yang buruk. Dengan demikian, niat yang baik tidak
berlaku untuk perbuatan yang buruk.
66. 2. Moralitas Objektivistik Versus Relativistik
dalam Ilmu Pengetahuan
Menurut Kurtines dan Gerwitz (1992), timbulnya perbedaan pandangan tentang sifat moral.
sebagaimana dikemukakan itu tak terlepas dari sejarah perkembangan intelektual Barat yang
dibagidalam tiga periode, yaitu zaman Abad Klasik, Abad Pertengahan, dan Abad Modern. Sejarah
idedunia Barat dimulai sejak zaman Yunani Kuno sekitar abad ke-5 SM, dengan ahli pikirnya
yangsangat terkenal, yaitu Socrates, Plato, dan Aristoteles. Ketiga pemikir terbesar Abad Klasik
iniberpandangan bahwa prinsip moral itu bersifat objektivistik, naturalistik, dan rasional.
Maksudnya,meskipun bersifat objektif sebagaimana yang telah dikemukakan, akan tetapi moral itu
merupakanbagian dari kehidupan duniawi (natural) dan dapat dipahami melalui proses penalaran
atau peng- gunaan akal budi (rasional).
67. Menurut Aristoteles, materi lebih pokok dibanding dengan bentuk. Dalam bukunya
yangberjudul The Nicomachean Ethics, dikemukakan bahwa kebenaran merupakan tujuan yang
ingin kitaraih dan untuk meraihnya itu melalui kegiatan yang kita lakukan. Lagi pula, kebenaran
itu sifatnyabertingkat-tingkat, dalam arti bahwa ada 11 jenis kebenaran yang lebih baik dari
kebenaran lainnya.Selanjutnya dikatakan Aristoteles, hidup secara baik merupakan aktualisasi
fungsi moral yangkhas insani. Dalam dunia intelektual, moralitas itu tampil dalam proses
pencarian kebenaran. AbadPertengahan berlangsug selama seribu tahun, sejak runtuhnya
Romawi pada abad ke-5 hinggaRenaisans di abad ke-15, sering disebut sebagai abad
kepercayaan. (1225-1274) ialah filsuf besar kedua di Abad Pertengahan, yang antara lain
berpandangan bahwamanusia dan alam, moralitas dan keselamatan, iman dan penalaran, itu
semua berada dalamkesatuan Ilahi. Secara garis besar, konsepsi moral abad pertengahan
berbeda dengan konsepsiAbad Klasik. Agustinus dan Thomas Aquinas mendasarkan pandangan
moralnya yang bersifat spiritualistik dan terarah pada dunia kelak. Adapun pandangan moral
Plato dan Aristoteles bersifatnaturalistik, sekuler, rasional, dan terpusat pada dunia kini.
68. 3. Sifat Moral dalam Perspektif Objektivistik
Versus Relativistik
Pembicaraan tentang moral seperti yang telah dikemukakan terdapat perbedaan
pandangan yang menyangkut pertanyaan, apakah moral itu sifatnya objektivistik atau
relativistik? Pertanyaan yang hampir sama, apakah moral itu bersifat absolut atau relatif,
universal atau kontekstual, kultural, situasional, dan bahkan individual? Menurut perspektif
objektivistik, baik dan buruk itu bersifat pasti atau tidak berubah. Suatu perilaku yang
dianggap baik akan tetap baik, bukan kadang baik dan kadang tidak baik. Senada dengan
pandangan objektivistik, yaitu pandangan absolut yang menganggap bahwa baik dan
buruk itu bersifat mutlak, sepenuhnya, dan tanpa syarat.
Sebagaimana dikenal dalam kajian tentang macam-macam norma, dikenal adanya empat macam
norma, yaitu norma keagamaan, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum. Norma
kesusilaan itu lebih bersumber pada prinsip etis dan moral yang bersifat objektivistikuniversal. Adapun
norma kesopanan itu bersumber pada prinsip etis dan moral yang bersifat relativistik- kontekstual.
Sejalan dengan hal ini, Widjaja (1985) mengemukakan bahwa persoalan moral dihubungkan dengan
etik membicarakan tentang tata susila dan tata sopan santun. Tata susila mendorong untuk berbuat
baik, karena hati kecilnya mengatakan baik, yang dalam hal ini bersumber dari hati nuraninya, lepas
dari hubungan dan pengaruh orang lain. Tata sopan santun mendorong untuk berbuat baik, terutama
bersifat lahiriah, tidak bersumber dari hati nurani, untuk sekadar menghargai orang lain dalam
pergaulan. Dengan demikian, tata sopan santun lebih terkait dengan konteks lingkungan sosial,
budaya, adat istiadat dalam satu sistuasi sosial.
69. HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN DAN
KEMANUSIAAN
Menurut Jhon G. Kemeny dalam The Liang Gie (2005) mengatakan, ilmu adalah seluruh pengetahuan
yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah (all knowledge collected by means of the scientific
method). Terlepas berbagai makna dari pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas dan metode itu
bila ditinjau lebih mendalam sesungguhnya tidak bertentangan bahkan sebaliknya, hal ini merupakan
kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu tidak harus diusahakan dengan aktivitas manusia,
aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu
mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Sejatinya ilmu pengetahuan yaitu mengarahkan kecerdasan menuju kebahagiaan dunia dan
akhirat tanpa mengharapkan keuntungan materi, melakukan pengkajian tak kenal lelah dan
terperinci tentang alam semesta untuk menemukan kebenaran mutlak yang mendasarinya, dan
mengikuti metode yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, maka ketiadaan hal-hal ini memiliki
anti bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat memenuhi harapan kita. Meskipun biasanya
dikemukakan sebagai pertikaian antara Kristen dan ilmu pengetahuan, pertikaian zaman
Renaisans terutama antara ilmuwan dan Gereja. Copernicus, Galileo, dan Bacon (dikemukakan
sebagai) anti-agama. Kenyataannya, dapat kita katakan bahwa ketaatan mereka terhadap agama
telah memunculkan cinta dan pemikiran untuk menemukan kebenaran.
70. Tidak ada perbedaan antara penindasan intelektual dan ilmiah yang timbul dari hasrat kepentingan dan
kekuasaan dengan fanatisme ideologis dan pemikiran sempit yang didasarkan pada gagasan agama yang
keliru dan menyimpang serta dipegangnya kendali kekuasaan oleh kaum agamawan. Nama asli dari agama
yang diturunkan Allah senantiasa ialah Islam, yang berarti kedamaian, keselamatan, dan ketaatan kepada
Allah. Hal ini benar, apakah itu diajarkan oleh Musa atau Isa, atau disampaikan oleh Muhammad. Islam
mendakwahkan dan menyebarkan sopan santun, hormat terhadap nilai-nilai kemanusiaan, cinta, toleransi,
dan persaudaraan. Banyak ayat Al-Our'an mendorong pengkajian alam semesta, yang dipandangnya
sebagai tempat pameran karya-karya Ilahi. Selain itu, AlOur'an meminta orang merenungkan penciptaan
dan ciptaan, dan menggunakannya secara bertanggung jawab, bukan dengan cara jahat dan merusak.
Ketika mempelajarinya dengan pikiran terbuka, kita memahami bahwa Al-Our'an menganjurkan mencintai
ilmu pengetahuan dan kemanusiaan, keadilan dan ketertiban. Pada tataran relatif lebih kecil berupa
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan hasilnya demi meraih kekuasaan dan cita-cita duniawi dengan
menindas orang lemah, sebagian orang telah menggunakan A1-Qur'an untuk membenarkan kebencian dan
per- musuhan nurani gelap mereka. Sayangnya, di tangan orang-orang yang ingin menghabisi Islam, sikap
tersebut telah digunakan untuk menggambarkan Islam sebagai agama kebencian, permusuhan, dan
dendam.
71. Islam secara harfiah berarti perdamaian dan keselamatan. Nabi
Muhammad SAW mengartikan Muslim sebagai seseorang yang
dengannya orang lain merasa aman dan selamat akibat perbuatan
tangan dan lidahnya mukmin (orang beriman). Sebagai seorang
yang beriman, tentu meyakini dan memberikan jaminan
keamanan, ketertiban, keadilan, cinta, dan pengetahuan. Melalui
cahaya yang dipancarkan Islam, banyak orang telah
membaktikan hidup mereka untuk kebahagiaan orang lain
dengan mengorbankan kepentingan pribadi, dan banyak yang
lainnya telah membulatkan din membimbing umat manusia
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
72. ETIKA DAN MORAL DALAM ILMU
PENGETAHUAN
Sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan dalam sebaik-baik ciptaan, maka
manusia memiliki kelebihan yang istimewa, yaitu kemampuannya dalam
menalar, merasa, dan mengindra. Melalui kelebihan ini manusia mampu
mengembangkan ilmu pengetahuannya, dan hal inilah yang secara prinsip
menjadi furgan (pembeda) manusia dengan makhluk lainnya, bahkan
pembeda kualitas antarmanusia itu sendiri. Atas kemampuan yang dimiliki
manusia itu, diharapkan dapat berimplikasi terhadap peningkatan taraf
kehidupan manusia.
73. Dalam perspektif sejarah hukum, juga dikenal nama Hugo de Groot (Grotius) sebagai
orang yang pertama memakai hukum alam atau hukum kodrat yang berasal dari pikiran
terhadap hal-hal kenegaraan, dia mengemas teorinya sebagai berikut: Pertama, pada
dasarnya manusia mempunyai sifat mau berbuat baik kepada sesama manusia. Kedua,
manusia mempunyai "appetitus societaties" yang dimaknai hasrat kema- syarakatan.
Atas dasar appetites societaties ini manusia bersedia mengorbankan jiwa dan raganya
untuk kepentingan orang lain, golongan, dan masyarakat.
Ada empat macam hidup dalam masyarakat menurut teori hukum kodrat:
a. Abstinentia alieni (hindarkan diri dari milik orang lain).
b. Oblagatio implendorum promissorum (penuhilah janji).
c. Damni culpa dati reparatio (bayarlah kerugian yang disebabkan kesalahan
sendiri).
d. Poenae inter humanies meratum (berilah hukum yang setimpal).
74. Di negara-negara Anglo-Saxon berkembang
suatu konsep negara hukum yang semula
dipelopori oleh A.V. Dicey dengan sebutan "Rule
of Law," yang menekankan pada tiga tolok ukur
atau unsur utama dalam teori hukum, yaitu:
1. Supremasi hukum atau supremacy of law. 17
2. Persamaan di hadapan hukum atau equality
before the law.
3. Konstitusi yang didasarkan pada hak-hak
perorangan atau the constitution based on
individual rights.
75. lah tertentu, dan bidang itu perlu ditata agar mampu menunjang pencapai kebaikan
hidup manusia sebagai manusia. Menurut Magnis Suseno (1987), etika khusus dibagi
menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial, yang keduanya berkaitan dengan
tingkah laku manusia sebagai warga masyarakat. Etika individual membahas kewajiban
manusia terhadap diri sendiri dalam kaitannya dengan dengan kedudukan manusia
sebagai warga masyarakat. Etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia
sebagai anggota masyarakat atau umat manusia. Dalam masalah ini etika individual
tidak dapat dipisahkan dengan etika sosial, karena kewajiban terhadap diri sendiri dan
sebagai anggota masyarakat atau umat manusia sating berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia lain baik
secara langsung maupun dalam bentuk kelembagaan (keluarga, masyarakat, dan
negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia, ideologiideologi maupun
tanggung jawab manusia terhadap 18 lingkungan hidup. Jadi etika sosial tentang
ilmuwan yang balk (etika ilmiah) adalah salah satu jenis etika khusus, di samping etika-
etika khusus lainnya, seperti etika propesi, etika politik, etika bisnis, dan lain
sebagainya.
76. SIKAP MANUSIA
Etika sosial berfungsi membuat manusia menjadi sadar
akan tanggungjawabnya sebagai manusia dalam
kehidupannya sebagai anggota masyarakat, menurut
semua dimensinya. Demikian juga etika profesi -- yang
merupakan etika khusus dalam etika sosial mempunyai
tugas dan tanggungjawab kepada ilmu dan profesi yang
disandangnya. Dalam hal ini, pars ilmuwan harus
berorientasi pada rasa sadar akan tanggungjawab profesi
dan tanggungjawab sebagai ilmuwan yang melatar
belakangi corak pemikiran ilmiah dan sikap ilmiahnya.
77. Dewasa ini dalam upaya penerapan ilmu dan teknologi orang beranggapan
atau dipengaruhi oleh Bacon dalam keadaannya tidak sadar. Bacon
menyatakan "Knowledge is power", siapa yang ingin menguasai alam
semesta kuasailah ilmu, bahwa manusia haruslah menguasai alam dan
memperlakukannya tanpa memperhitungkan norma-norma etis dalam
hubungannya dengan alam, sehingga akibatnya banyak terjadi kerusakan
lingkungan hidup yang pada gilirannya akan mengancam kelangsungan
hidup manusia. Disebabkan oleh karena itulah pada hakikatnya hubungan
manusia dengan alam tidak hanya hubungan yang bersifat intrinsik
kosmologis namun juga hubungan yang bersifat etis-epistemologis.
Masalah hubungan manusia dengan manusia, menurut Heidegger
sebagaimana dikutif oleh Bakker (1987) bahwa alam sebagai alat atau sarana
(Zeug), yang berhubungan erat dengan penggunaannya (Zubanden). Oleh
karena itu menurut Heidegger, alam tidak dapat dipahami lepas dari manusia.
Maka alam pun akan memperoleh maknanya secara lengkap dalam kaitannya
dengan integrasi dengan manusia.
78. Dalam hal hubungannya dengan manusia, maka alam menemukan dirinya dan menuntut potensinya
yang paling tinggi. Manusia juga mengembangkan dunianya secara real. Benda-benda dan alam hidup
diberi anti oleh manusia, dikelola, diperindah, dijaga kelestariannya. Alam dijadikan budaya oleh
manusia, batu dipahat menjadi patung kemudian disusun dan terwujudlah sebuah candi, pohon-pohon
dipelihara, disiram, dipupuk, dan diperindah sehingga tempat di mana pohon-pohon itu tumbuh
menjadi taman yang indah. Dengan demikian alam dijadikan budaya oleh manusia, manusia
"mengkultivasi" dan menghumanisasi alam dunia bersamanya (Bakker, 1987). Pada persoalan inilah
manusia senantiasa bersifat ramah dan senantiasa menjaga keserasian dan kelestarian alam lingkungan
hidupnya. Dalam segala aspek budayanya, manusia senantiasa berinteraksi dengan alam, sehingga
setiap hasil budaya senantiasa mencerminkan hubungannya dengan alam lingkungan hidupnya.
Hubungan manusia dengan alam lingkungan hidup sebenarnya tidak 19 dapat ditentukan secara
terpisah, misalnya hanya secara objektif atau secara subjektif. Hal ini disebabkan karena
kesadarannyalah manusia merasa menjadi bagian dari alam. Kesadaran manusia berada di antara dua
kutub yaitu kutub subjektif aku (manusia) dan kutub objektif yaitu alam semesta/dunia. Alam semesta
adalah sesuatu yang bukan aku, akan tetapi berkaitan dengan aku (manusia) dalarn suatu lingkungan
hidup. Hal ini berarti bahwa dunia yang objektif itu, bukanlah hanya sesuatu yang bersifat objektif
(yaitu alam semesta), bukanlah hanya sesuatu yang bersifat objektif belaka melainkan juga bersifat
subjektif karena mendapat artinya yang langsung dari subjek yang berada di dalamnya (Huijbers,
1986).
79. Sikap ilmiah yang perlu dimiliki para ilmuwan itu antara lain adalah pertama tidak ada rasa pamrih
(disinterstedness), artinya suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang
objektif dengan menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi; kedua, bersikap selektif, yaitu suatu
sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu mengadakan pemilihan terhadap pelbagai hal yang
dihadapi. Misalnya hipotesis yang berragam, metodologi yang masing-masing menunjukkan
kekuatannya masingmasing, atau, cara penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-
masing menunjukkan akurasinya; ketiga, adanya rasa per_aya yang layak balk terhadap kenyataan
maupun terhadap alat-alat indera serta budi (mind); keempat, adanya sikap yang berdasar pada
suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti (conviction) bahwa setiap pendapat atau teori
yang terdahulu telah mencapai kepastian; kelima, adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang
ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap penelitian yang telah dikakukan, sebingga selalu ada
dorongan untuk riset, dan riset sebagai aktivitas yang menonjol dalam hidupnya; dan akhirnya
keenam, seorang ilmuwan harus memiliki sikap etis (akhlaq) yang selalu berkehendak untuk
mengembangkan ilmu untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk
pembangunan bangsa dan negara.
80. Norma-norma umum bagi etika keilmuan sebagaimana yang dipaparkan
secara normatif berlaku bagi semua ilmuwan. Hal ini karena pada dasarnya
seorang ilmuwan tidak boleh terpenganib oleh sistem budaya, sistem politik,
sistem tradisi, atau apa saja yang hendak menyimpangkan tujuan ilmu.
Tujuan ilmu yang di- maksud adalDi samping etika keilmuan yang berupa
sikap ilmiah berlaku secara umum, pada kenyataannya masih ada etika
keilmuan yang secara spesifik berlaku bagi kelompok-kelompok ilmuwan
tertentu. Misalnya, etika kedokteran, etika rekayasa, etika bisnis, etika polltisi,
serta etika-etika profesi lainnya yang secara normatif berlaku dan dipatuhi
oleh kelompoknya itu. Taat asas dan kepatuhan terhadap norma-norma etis
yang berlaku bagi para ilmuwan diharapkan akan menghilangkan
kegelisahan serta ketakutan manusia terhadapah objektivitas yang berlaku
secara universal dan komunal. perkembangan ilmu dan teknologi. Bahkan
diharapkan manusia akan semakin percaya pada ilmu yang membawanya
pada suatu keadaan yang membahagiakan dirinya sebagai manusia. Hal ini
sudah barang tentu jika pada diri para ilmuwan tidak ada sikap lain kecuali
pencapaian objektivitas dan demi kemajuan ilmu untuk kemanusiaan.
81. KESIMPULAN :
● Pengertian etika (etimologi) berasal dari bahasa Yunani, yaitu "ethos", yang berarti watak
kesusilaanatau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral
yang merupakan istilahdari bahasa Latin, yaitu "mos" dan dalam bentuk jamaknya "mores," yang
berarti juga adat kebiasaan ataucara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
(kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakanyang buruk.
● Ilmu bukanlah merupakan pengetahuan yang datang demikian saja sebagai barang yang sudah
jadi dandatang dari dunia khayal. Akan tetapi ilmu ruerupakan suatu cara berpikir yang demikian
jelimet danmendalam tentang sesuatu objek yang khas dengan pendekatan yang khas pula
sehingga menghasilkan2suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang handal. Handal dalam
arti bahwa sistem dan struktur ilmudapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Disebabkan oleh
karena itu pula is terbuka untuk diuji olehsiapapun.
● Etika sosial berfungsi membuat manusia menjadi sadar akan tanggungjawabnya sebagai manusia
dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat, menurut semua dimensinya. Demikian juga
etika profesi -- yang merupakan etika khusus dalam etika sosial mempunyai tugas dan
tanggungjawab kepada ilmu dan profesi yang disandangnya. Dalam hal ini, pars ilmuwan harus
berorientasi pada rasa sadar akan tanggungjawab profesi dan tanggungjawab sebagai ilmuwan
yang melatar belakangi corak pemikiran ilmiah dan sikap ilmiahnya.
82. PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BANGSA INDONESIA
KELOMPOK 10
Fenny Aldamayanti 1211900283
Eni Kurnia Safitri 1211900289
Dwi Khusnul 1211900302
Hi!
Hello!
83. Setiap negara atau bangsa di dunia ini mempunyai sistem nilai (filsafat)
tertentu yang menjadi pegangan bagi anggota masyarakat dalam
menjalankan kehidupan dan pemerintahannya. Filsafat negara
merupakan pandangan hidup bangsa yang diyakini kebenarannnya dan
diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat yang mendiami negara
tersebut. Pandangan hidup bangsa merupakan nilai-nilai yang dimiliki
oleh setiap bangsa. Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi segala aspek
suatu bangsa. Nilai adalah suatu konsepsi yang secara eksplisit maupun
implisit menjadi milik atau ciri khas seseorang atau masyarakat. Pada
konsep tersembunyi bahwa pilihan nilai merupakan suatu ukuran atau
standar yang memiliki kelestarian yang secara umum digunakan untuk
mengorganisasikan sistem tingkah laku suatu masyarakat (Prayitno,
1989:1).
84. BEBERAPA PENDAPAT BAHWA PANCASILA
ADALAH SUATU FILSAFAT
Dalam bukunya Naskah Persiapan Undang-undang Dasar 1945,
menyebutkan bahwa ajaran Pancasila adalah tersusun secara
harmonis dalam suatu sistem filsafat. Hakikat filsafatnya ialah
satu sinthese fikiran yang lahir dari antithese fikiran. Dari
pertentangan pikiran lahirlah perpaduan pendapat yang
harmonis, begitu pula halnya dengan ajaran Pancasila, satu
sinthese negara yang lahir dari pada satu antithese.
Pendapat Muh. Yamin Pendapat Soediman Kartohadiprodjo
Dalam bukunya yang berjudul Beberapa Pikiran sekitar
Pancasila, beliau mengemukakan bahwa pancasila itu
disajikan sebagai pidato untuk memenuhi permintaan
memberikan dasar fiilsafat negara, maka disajikannya
Pancasila sebagai filsafat. Pancasila masih merupakan
filsafat Negara (staats-filosofie). Karena itu dapat
dimengerti, bahwa filsafat Pancasila dibawakan
sebagai inti dari hal-hal yang berkkenaan dengan
manusia, disebabkan negara adalah manusia serata
organisasi manusia.
85. Pendapat Drijrkoro
Dalam seminar Pancasila beliau berpendapat bahwa
filsafat ada di dalam lingkungan ilmu
pengetahuan dan Weltanschauung didalam
lingkungan hidup. Dengan belajar filsafat orang
tidak dengan sendirinya mempelajari
Weltanscauung. Dan juga tidak pada tempatnya
jika dalam filsafat aspek Weltanschauug ditekan-
tekan dengan berlebih-lebihan. Shingga
dikemukakan bahwa Pancasila sudah lama
merupakan Weltanscauung bagi kita banggsa
Indonesia, akan tetapi tanpa dirumuuskan
sebagai filsafat melainkan dalam dalil-dalil
filsafat.
Sehingga Drijarkoro dalam pendapatnya membedakan
antara filsafat dengan Weltscauung. Dan
diterangkan pula tentang Pancasila sebagai dalil-
dalil filsafat, dengan mengakui orang masih
tinggal di dalam lingkungan filsafat. Pancasila
barulah menjadi pendirian atau sikap hidup.
Pendapat Notonagoro
Dalam Lokakarya Pengamalan Pancasila di Yogyakarta
beliau berpendapat bahwa kedudukan Pancasila
dalam Negara Republik Indonesia adalah sebagai
dasar negara, dalam pengertian dasar filsafat. Sifat
kefilsafatn dari dasar negara tersebut
terwuujudkan dalam rumus abstrak dari kelima sila
dari pada Pancasila. Yang intinya ialah ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan (kesatuan dalam
dinamikanya), kerakyatan dan keadilan, terdiri atas
kata-kata pokok dengan awalan-akhiran ke-an dan
per-an. Dasar filsafat, asas kerokhanian Negara
Pancasila adalah cita-cita yang harus dijelmakan
dalam kehidupan negara.
4
3
86. Pendapat Roeslan Abdoelgani
Di dalam bukunya Resapkan dan Amalkan Pancasila
berpendapat bahwa Pancasila adalah filsafat Negara yang
lahir sebagai collective-ideologie dari seluruh bangsa
Indonesia. Pada hakikatnya Pancasila merupakan suatu
realiteit dan suatu noodzakelijkheid bagi keutuhan
persatuan bangsa Indonesia sebagaimana tiap-tiap filsafat
adalah hakikatnya suatu noodzkelijkheid. Didalam kajian-
kajiannya dari dalam, masih menagndung ruang yang
luas untuk berkembangnya pnegasan-penegasan lebih
lanjut. Didalam fungsinya sebagai fondamen Negara, ia
telah bertahan terhadap segala ujian baik yang datang
dari kekuatan-kekuatan contra-revolusioner, maupun
yang datang dari kekuatn-kekuatan extreem.
5
87. Pengertian Filsafat Dan Dasar Filsafat Pancasila
Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani,
yaitu philosophia. Kata itu terdiri dari kata philo, philos,
philein yang mempunyai arti cinta / pecinta / mencintai
dan sophia yang berarti kebijakan, kearifan, hikmah, hakikat
kebenaran. Jadi secara harfiah istilah filsafat adalah cinta
pada kebijaksanaan atau kebenaran yang hakiki.
Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat
dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu,
ada pengertian lain, yaitu filsafat sebagai ilmu dan filsafat
sebagai pandangan hidup. Disamping itu, dikenal pula
filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis.
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti
produk, filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam
arti praktis. Hal itu berarti Pancasila mempunyai fungsi dan
peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap,
tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari
dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara bagi bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.
88. LANDASAN LANDASAN
Landasan Ontologis Pancasila
ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki
hakikat mutlak monopluralis, oleh karenanya
disebut juga sebagai dasar antropologis. Subyek
pendukungnya adalah manusia, yakni : yang
berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang
berkeadilan pada hakikatnya adalah manusia. Hal
yang sama juga berlaku dalam konteks negara
Indonesia, Pancasila adalah filsafat negara dan
pendukung pokok negara adalah rakyat (manusia).
Landasan Epistemologis Pancasila
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki
asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu
pengetahuan. Pengetahuan manusia sebagai hasil
pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya.
Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu atau
mengetahui bahwa sesuatu itu pengetahuan menjadi
penyelidikan epistemologi. Dengan kata lain, adalah
bidang/cabang yang menyelidiki makna dan nilai
ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan
proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika,
matematika dan teori ilmu.
89. Landasan Aksiologis Pancasila
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan atau ilmu/teori.
Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki
a. Tingkah laku moral, yang berwujud etika,
b. Ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan keindahan,
c. Sosio politik yang berwujud ideologi.
Kehidupan manusia sebagai mahluk subyek budaya, pencipta dan
penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan
melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani jasmani
manusia. Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki
makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai,
termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama. Berdasarkan uraian tersebut
maka dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan
hanya yang bersifat material saja tetapi juga sesuatu yang bersifat
nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material relatif mudah diukur yaitu
dengan menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya, sedangkan
nilai rokhaniah alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu indra
manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.
90. Arti Pancasila sebagai Filsafat
Arti Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah sama dan mutlak bagi
seluruh tumpah darah Indonesia. Tidak ada tempat bagi warga negara
Indonesia yang pro dan kontra, karena Pancasila sudah ditetapkan sebagai
filsafat bangsa Indonesia.
91. Fungsi Filsafat Pancasila
1.Memberi jawaban atas pernyataan yang bersifat fundamental atau mendasar dalam
kehidupan bernegara. Segala aspek yang erat kaitannya dengan kehidupan
masyarakat bangsa tersebut dan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dari
negara bersangkutan. Oleh karena itu, fungsi Pancasila sebagai filsafat dalam
kehidupan bernegara, haruslah memberikan jawaban yang mendasar tentang
hakikat kehidupan bernegara.
2.Filsafat Pancasila mampu memberikan dan mencari kebenaran yang substansi
tentang hakikat negara, ide negara, dan tujuan negara.
3.Pancasila sebagi filsafat bangsa harus mampu menjadi perangkat dan pemersatu dari
berbagai ilmu yang dikembangkan di Indonesia. Fungsi filsafat akan terlihaat jelas,
kalau di negara itu sudah berjalan keteraturan kehidupan bernegara.
92. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Dalam sistem itu masing-masing
silanya saling kait mengkait merupakan satu kesatuan yang menyeluruh.
Di dalam Pancasila tercakup filsafat hidup dan cita-cita luhur bangsa
Indonesia tentang hubunagan manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan sesame manusia, hubungan manusia dengan
lingkungannya. Menurut Driyakarya, Pancasila memperoleh dasarnya
pada eksistensi manusia sebagai manusia, lepas dari keadaan hidupnya
yang tertentu. Pancasila merupakan filsafat tentang kodrat manusia.
Dalam pancasila tersimpul hal-hal yang asasi tentang manusia. Oleh
karena itu pokok-pokok Pancasila bersifat universal.
93. PANDANGAN INTEGRALISTIK DALAM FILSAFAT
PANCASILA
dasar filsafat bangsa Indonesia bersifat majemuk tunggal (monopluralis), yang
merupakan persatuan dan kesatuan dari sila-silanya. Akan tetapi bukan
manusia yang menjadi dasar persatuan dan kesatuan dari sila-sila Pancasila
itu, melainkan dasar persatuan dan kesatuan itu terletak pada hakikat
manusia. Secara hakiki, susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan badan,
sifat kodratnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dan
kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan dan makhluk yang
berdiri sendiri (otonom). Aspek-aspek hakikat kodrat manusia itu dalam
realitasnya saling berhubungan erat, saling brkaitan, yang satu tidak dapat
dipisahkan dari yang lain. Jadi bersifat monopluralis, dan hakiikat manusia
yang monopluralis itulah yang menjadi dasar persatuan dan kesatuan sila-sila
Pancasilayang merupakan dasar filsafat Negara Indonesia.
94. Dasar Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Alasan pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Secara prktis-fungsional, dalam tata-budaya masyarakat Indonesia pra-
kemerdekaan nilai Pancasila diakui sebagai filsafat hidup atau pandangan
hidup yang dipraktekkan.
2. Secara formal-konstitusional, bangsa Indonesia mengakui Pancasila dalah
dasar negara (filsafat negara) RI.
3. Secara psikologis dan kultural, bangsa dan budaya Indonesia sederajat
dengan bangsa dan budaya manapun. Karenanya, wajar bangsa Indonesia
sebagaimana bangsa-bangsa lain (Cina, India, Arab, Eropa) mewarisi sistem
filsafat dalam budayanya. Jadi, Pancasila adalah filsafat yang diwarisi dalam
budaya Indonesia.
4. Secara potensial, filsafat Pancasila akan berkembang bersama dinamika
budaya; filsafat Pancasila akan berkembang secara konsepsional, kaya
konsepsional dan kepustakaan secara kuantitas dan kualitas. Filsafat
Pancasila merupakan bagian dari khasanah dan filsafat yang ada dalam
kepustakaan dan peradaban modern.
95. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
filsafat adalah cinta akankebijakan. Sedangkan Pancasila
sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian
yang saling berhubungan, saling bekerjasama antara sila
yang satu dengan sila yang lain untuk tujuan tertentu dan
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh
yang mempunyai beberapa inti sila, nilai dan landasan yang
mendasar.
96. SARANA BERFIKIR ILMIAH DAN FILSAFAT SEBAGAI BERFIKIR
ILMIAH
KELOMPOK 10
Fenny Aldamayanti 1211900283
Eni Kurnia Safitri 1211900289
Dwi Khusnul 1211900302
Hi!
Hello!
97. Definisi Sarana Berpikir Ilmiah
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses inimerupakan
serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai
pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang
menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan
yang bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus;
sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus ditarik
dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.
98. Sarana Berpikir Ilmiah
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam
seluruh proses berpikir ilmiah. Definisi bahasa menurut Jujun
Suparjan Suriasumantri menyebut bahasa sebagai serangkaian
bunyi dan lambang yang membentuk makna. Sedangkan
dalam KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia) bahasa ialah
sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh
para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Jadi bahasa
menekankan bunyi, lambang, sistematika, komunikasi, dan
alat.
Bahasa Matematika
Matematika memiliki struktur dengan keterkaitan yang
kuat dan jelas satu dengan lainnya serta berpola pikir
yang bersifat deduktif dan konsisten. Matematika
merupakan alat yang dapat memperjelas dan
menyederhanakan suatu keadaan atau situasi melalui
abstraksi, idealisasi, atau generalisasi untuk suatu studi
ataupun pemecahan masalah.Pentingnya matematika
tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi
kehidupan.Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa
matematika justru lebih praktis, sistematis, dan
efisien.Begitu pentingnya matematika sehingga bahasa
matematika merupakan bagian dari bahasa yang
digunakan dalam masyarakat.Hal tersebut menunjukkan
pentingnya peran dan fungsi matematika, terutama
sebagai sarana untuk memecahkan masalah baik pada
matematika maupun dalam bidang lainnya.
99. Statistika
Statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir
induktif.Konsep statistikasering dikaitkan dengan
distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu
populasi tertentu. Statistika memberikan cara
untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat
umum dengan jalan mengamati hanya sebagian
dari populasi yang bersangkutan. Statistika
mampu memberikan secara kuantitatif tingkat
ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut,
yang pada dasarnya didasarkan pada asas yang
sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang
diambil maka makin tinggi tingkat ketelitian
tersebut dan sebaliknya.
Logika
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematik, valid dan
dapatdipertanggungjawabkan. Dalam arti luas logika
adalah sebuah metode dan prinsip-prinsip yang dapat
memisahkan secara tegas antara penalaran yang benar
dengan penalaran yang salah.Karena itu, berpikir logis
adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir.
Berpikir membutuhkan jenis-jenis pemikiran yang
sesuai.Logika dapat di sistemisasi dalam beberapa
golongan: Menurut Kualitas dibagi dua, yakni Logika
Naturalis (kecakapan berlogika berdasarkan
kemampuan akal bawaan manusia) dan Logika
Artifisialis (logika ilmiah) yang bertugas membantu
Logika Naturalis dalam menunjukkan jalan pemikiran
agar lebih mudah dicerna, lebih teliti, dan lebih efisien.
Menurut Metode dibagi dua yakni Logika Tradisional
yakni logika yang mengikuti aristotelian dan Logika
Modern Menurut Objek dibagi dua yakni Logika Formal
(deduktif dan induktif) dan Logika Material
4
3
100. Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah menurut para
ahli :
1.Menurut Salam (1997:139): Berfikir ilmiah adalah proses atau
aktivitas manusia untuk menemukan/mendapatkan ilmu. Berfikir
ilmiah adalah proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan
yang berupa pengetahuan.
2.Menurut Jujun S.Suriasumantri. Berpikir merupakan kegiatan akal
untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah
adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi.
3.Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah 2006:118). Berpikir ilmiah,
yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang
lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian.
4.Menurut Eman Sulaeman. Berfikir ilmiah merupakan proses
berfikir/pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis
yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah
ada.
101. KEBENARAN BERSIFAT SEMANTIK
Pernyataan' merupakan suatu istilah yang bersifat sintaktis; 'proposisi' ialah istilah yang bersifat
semantik, dan demikian pula kata 'benar' mengacu kepada makna simbol-sirnbol, dan bukan kepada
simbolnya. Maka kemungkinan untuk mengatakan bahwa 'p' adalah benar, jika dan hanya jika p
itulah halnya; dalam hal ini menurut kebiasaan simbol 'p' menunjukkan pernyataan, sedangkan
simbol p mengacu kepada proposisi. Maka di dalam sintaksis kita tidak dapat mengatakan apapun
mengenai kebenaran. Untuk membicarakan masalah kebenaran kita membutuhkan suatu bahasa
yang berbeda dengan bahasa yang bersifat sintaksis. Kebenaran' menunjukkan bahwa makna suatu
pernyataan artinya" proposisinya - sungguh-sungguhmerupakan halnya. Bila proposisinya tidak
merupakan halnya, maka kita mengatakan bahwa proposisi itu 'sesat'. Kadang-kadang orang juga
memakai istilah-istilah yang lain. Misalnya, bila suatu proposisi mengandung kontradiksi, maka kita
dapat mengatakan bahwa proposisi itu 'mustahil', sedangkan jikaproposisi itu sedemikian rupa
sehingga apa pun yang terjadi proposisi itu berbentuk 'p atau bukan p', maka kita menamakan
'tautologi'. tingkat-tingkat probabilitas (probability) dan kemungkinan benar juga dapat diterapkan
kepada proposisi, sesuai dengan tingkat-tingkat bahan-bahan bukti untuk mempercayainya sebagai
proposisi yang benar atau sesat.
103. Perbedaan berfikir ilmiah dari berfikir non-ilmiah memiliki perbedaan dalam
dua faktor mendasar yaitu:
1.Sumber pengetahuan
Berfikir ilmiah menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio dan
pengalaman manusia, sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu)
mendasarkan sumber pengetahuan pada perasaan manusia.
2.Ukuran kebenaran
Berfikir ilmiah mendasarkan ukuran kebenarannya pada logis dan analitisnya
suatu pengetahuan, sedangkan berfikir non-ilmiah (intuisi dan wahyu)
mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan pada keyakinan semata.
104. Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah :
1.Koordinator kegiatan-kegiatan dalam masyarakat.
2.Penetapan pemikiran dan pengungkapan.
3.Penyampaian pikiran dan perasaan
4.Penyenangan jiwa
5.Pengurangan kegonjangan jiwa
Kneller mengemukakan 3 fungsi bahasa yaitu:
1.Simbolik menonjol dalam komunikasi ilmiah.
2.Emotif menonjol dalam komunikasi estetik.
3.Afektif (George F. Kneller dalam jujun, 1990, 175).
105. Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah :
1.Koordinator kegiatan-kegiatan dalam masyarakat.
2.Penetapan pemikiran dan pengungkapan.
3.Penyampaian pikiran dan perasaan
4.Penyenangan jiwa
5.Pengurangan kegonjangan jiwa
Kneller mengemukakan 3 fungsi bahasa yaitu:
1.Simbolik menonjol dalam komunikasi ilmiah.
2.Emotif menonjol dalam komunikasi estetik.
3.Afektif (George F. Kneller dalam jujun, 1990, 175).
106. Ada dua pengolongan bahasa yang umumnya dibedakan yaitu :
1.Bahasa alamiah yaitu bahasa sehari-hari yang digunakan untuk menyatakan sesuatu,
yang tumbuh atas pengaruh alam sekelilingnya. Bahasa alamiah dibagi menjadi
dua yaitu: bahasa isyarat dan bahasa biasa.
2.Bahasa buatan adalah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan akar pikiran untuk maksud tertentu. Bahasa buatan
dibedakan menjadi dua bagian yaitu: bahasa istilah dan bahasa antifisial atau bahasa
simbolik.
Perbedaan bahasa alamiah dan bahasa buatan adalah sebagai berikut:
1.Bahasa alamiah antara kata dan makna merupakan satu kesatuan utuh, atas dasar
kebiasaan sehari-hari, karena bahasanya secara spontan, bersifat kebiasaan, intuitif
(bisikan hati) dan pernyataan langsung.
2.Bahasa buatan antara istilah dan konsep merupakan satu kesatuan bersifat relatif, atas
dasar pemikiran akal karena bahasanya berdasarkan pemikiran, sekehendak
hati, diskursif (logika, luas arti) dan pernyataan tidak langsung.
107. KESIMPULAN
Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama yakni, pertama,
sebagai sarana komunikasi antar manusia, dan kedua, sebagai sarana
budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang
mempergunakan bahasa tersebut. Bahasa adalah unsur yang berpadu
dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada waktu
yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya,
pikiran, dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu,
kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus
merupakan bagian yang integral dari kebijaksanaan nasional yang
tegas di dalam bidang kebudayaan. perkembangan kebudayaan
Indonesia ke arah peradaban modern sejalan dengan kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya
perkembangan cara berpikir yang ditandai oleh kecermatan, ketepatan,
dan kesanggupan menyatakan isi pikiran secara eksplisit.
108. Hubungan filsafat ilmu dengan
metodologi penelitian
KELOMPOK 10
1211900283 Fenny Aldamayanti
1211900289 Eni Kurnia Safitri
1211900302 Dwi khusnul
109. beberapa pengertian
filsafat ilmu dari para ahli :
1. Menurut Berry dalam buku A. Susanto6
, Filsafat Ilmu adalah penelaahan tentang logika
intern dan teori – teori ilmiah dan hubungan – hubungan antara percobaan dan
teori,
yakni tentang metode ilmiah. Bagi Berry, filsafat ilmu adalah ilmu yang di pakai
untuk
menelaah tentang logika, teori – teori ilmiah serta upaya pelaksanaannya untuk
menghasilkan suatu metode atau teori ilmiah.
2. Robert Ackermann filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat
–
pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat –
pendapat lampau
yang telah dibuktikan atau dalam rangka ukuran – ukuran yang dikembangkan
dari
pendapat – pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian jelas bukan suatu
cabang ilmu yang bebas dari praktik ilmiah senyatanya
.
110. 3. Menurut Beerling, filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri – ciri mengenai
pengetahuan ilmiah dan cara – cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Filsafat
ilmu erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi yang secara umum
menyelidiki syarat – syarat serta bentuk bentuk pengalamn manusia juga mengenai
logika dan metodologi8
.
4. Jujun S, Suriasumantri menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan suatu pengetahuan
atau epistemologi yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tak
lagi merupakan misteri, secara garis besar, Jujun menggolongkan pengetahuan menjadi
tiga kategori umum, yakni 1) pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk yang
disebut juga dengan etika 2) pengetahuan tentang indah dan jelek, yang disebut dengan
estetika atau seni 3) pengetahuan tentang yang benar dan salah, yang disebut dengan
Logika9
5. Stephen R. Toulman dalam H endang komara10, filsafat ilmu adalah sebagai suatu
cabang
ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam
proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan,
metodemetode penggantian dan perhitungan, peranggapan-peranggapan metafisis dan
seterusnya
menilai landasan-landasan bagi kesalahnnya dari sudut tinjauan logika formal, metodologis
praktis, dan metafisika
111. Menurut Bahtiar, tujuan filsafat
adalah:
(1) Mendalami unsur-unsur pokok
ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber hakikat
dan tujuan ilmu,
(2)Memahami sejarah pertumbuhan , perkembangan dan
kemajuan ilmu diberbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran
tentang proses ilmu kontemporer secara historis. Metodologi bisa juga
diartikan ilmu yang membahas konsep berbagai metode, tentang apa
kelebihan dan kekurangan, dan bagaimana seseorang memilih suatu
metode. Sedangkan penelitian bertujuan menghimpun data yang akurat
yang kemudian diproses sehingga menemukan kebenaran atau teori atau
ilmu dan mungkin pula mengembangkan kebenaran terdahulu atau menguji
kebenaran tersebut
112. Kedudukan Filsafat Ilmu Dan
Penelitian
Dilihat dari segi katanya filsafat ilmu pengetahuan dapat dimaknai
sebagai filsafat yang
berkaitan dengan atau tentang ilmu. Filsafat ilmu merupakan
bagian dari filsafat pengetahuan
secara umum, ini dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan suatu
bentuk pengetahuan dengan
karakteristik khusus, namun demikian untuk memahami secara
lebih khusus apa yang dimaksud
dengan filsafat ilmu pengetahuan, maka diperlukan pembatasan
yang dapat menggambarkan dan
memberi makna khusus tentang istilah tersebut.
Sedangkan penelitian adalah suatu penyelidikan yang sistematis
dan metodis atas suatu
masalah untuk menemukan solusi atas masalah tersebut dan
menambah hazanah pengetahuan.
113. ontology membahas dua
bidang yaitu:
1. Kosmologi membicarakan hakekat asal,
hakekat susunan, hakekat berada, juga hakekat
tujuan kosmos.
2. Metafisik atau antropologi secara etimologis
berarti dibalik atau dibelakang fisika artinya
ia ingin mengerti atau mengetahui apa yang
ada dibalik dari alam ini atau suatu yang
tidak nampak
114. Metodologi penelitian
Adalah seperangkat penegetahuan
tentang langkah-langkahsistematis dan logis
tentang pencarian data, pengolahan data,
analisa data, pengambilan kesimpulan dan
cara pemecahan.
Didalam menjalankan fungsinya metodologi
menggunakan cara dan di buktikan
kebenarannya adalah metode ilmiah.
115. dari sini tampak dengan jelas hubugan
antara filsafat Ilmu dengan metodologi penelitian
Jadi dapat kita simpulkan bahwa:
1. Filsafat Ilmu merupakan cabang dari Ilmu filsafat yang
termasuk dataran
epistemologi
2. Filsafat Ilmu membahas tentang ontology, epistemologi,
dan aksiologi
3. Metodologi ditinjau dari Ilmu filsafat juga termasuk
dalam tataran epistemologi
4. Filsafat Ilmu dan metodologi penelitian menduduki posisi
yang sama dalam Ilmu
filsafat yaitu pada tataran epistemologi
Dan untuk mencapai hasil penelitian yang valid,
metodologi harus di landasi filsafat
Ilmu.