4. Jenis Tuna Daksa
Disabilitas Neuromuskuloskeletal
Jenis disabilitas fisik ini disebabkan oleh kelainan pada sistem saraf pusat
(otak dan sumsum tulang belakang) sehingga anak tidak mampu
melakukan gerakan terkontrol dari bagian tubuh tertentu.
Disabilitas Muskuloskeletal
Jenis disabilitas fisik ini disebabkan oleh kelainan pada bentuk otot atau
tulang, penyakit, dan degenerasi (penuaan) sehingga menghambat
aktivitas.
5. Karakteristik Umum Tuna Daksa
1) Karakteristik Akademik
Karakteristik akademik anak tuna daksa meliputi ciri khas kecerdasan, kemampuan kognisi, persepsi dan
simbolisassi
2) Karakteristik Sosial/Emosional
Konsep dan respon serta sikap masyarakat yang negatif terhadap anak tuna daksa mengakibatkan anak tuna
daksa merasa tidak mampu, tidak berguna, dan menjadi rendah diri. Akibatnya, kepercayaan dirinya hilang dan
tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya
3) Karakteristik Fisik/Kesehatan
Selain mengalami cacat tubuh, anak tuna daksa biasanya juga mengalami gangguan lain seperti sakit gigi,
gangguan bicara, dan gangguan motorik.
4) Karakteristik Gangguan Fungsi Tubuh
Anak tuna daksa juga mengalami gangguan fungsi mobilisasi dan gangguan kemampuan kegiatan fisik dalam
ADL.
6. Klasifikasi Tuna Daksa
Berdasarkan Faktor
Penyebab
Kelainan Sistem Cerebral (Cerebral
System Disorders) artinya Tuna daksa
Syaraf
Kelainan Sistem Otot dan Rangka
(Musculus Skeletal System) artinya Tuna
daksa Ortopedi Congenital Anomalies /
Cacat bawaan
Amputasi
Berdasarkan
Sistem Kelainan
Berdasarkan Faktor Penyebab
Cacat Bawaan (Congenital
Abnormalities)
Infeksi (Poliomyelitis & Osteomyelitis)
Gangguan Metabolisme
Kecelakaan
Penyakit yg progresif (MDP)
Tidak diketahui penyebabnya
7. Desain Kurikulum
Dalam kurikulum bagi pendidikan bagi tuna daksa, Connor (1975) pada Musyafak Asyari (1995) memaparkan
bahwa terdapat tujuh aspek yang perlu dikembangkan.
Guru harus mampu membantu memelihara
kesehatan fisik anak dan mengoreksi gerakan
yang salah serta mengembangkan ke arah gerak
yang normal. Oleh karena itu, kerja sama guru
dan staf medis untuk penting untuk dilakukan.
Pengembangan Intelektual
dan Akademik
1,
Kurikulum yang diajarkan pada anak harus
disesuaikan dengan kemampuan anak disertai
semua pedoman pelaksanaannya sehingga
perkembangan intelektual dan akademiknya bisa
berkembang secara optimal.
Membantu
Perkembangan Fisik
2.
8. Desain Kurikulum
Meningkatkan
Perkembangan Emosi dan
Penerimaan Diri
3.
Mematangkan Aspek
Sosial
4.
Aspek sosial yang meliputi kegiatan kelompok
dan kebersamaan perlu dikembangkan dengan
memberikan peran/kesempatan kepada anak
tuna daksa.
Dalam proses pendidikan, kerja sama guru
dengan psikolog harus terjalin dengan baik
untuk menanamkan konsep diri yang positif
terhadap kecacatan anak tuna daksa sehingga
mereka dapat menerima diri mereka.
9. Desain Kurikulum
Anak tuna daksa perlu
diajarkan untuk
mengenal nilai-nilai,
norma kehidupan, dan
keagamaan.
Ekspresu diri anak tuna
daksa dapat ditingkatkan
melalui kegiatan kesenian,
keterampilan, dan
kerajinan.
Dapat dilakukan melalui
pembiasaan diri bekerja
sesuai dengan
kemampuannya sehingga
memiliki bekal
keterampilan.
6. Meningkatkan
Ekspresi Diri
5. Mematangkan
Moral dan Spiritual
7. Mempersiapkan
Masa Depan Anak
10. Pendidikan
Inklusi
Pendidikan
Segregasi (Terpisah)
pendidikan yang ditujukan bagi
anak tuna daksa yang secara
kognitif tidak mengalami hambatan
intelektual.
Penyelenggaraan pendidikan bagi anak tuna
daksa yang ditempatkan di tempat khusus,
seperti sekolah khusus/SLB adalah
menggunakan kurikulum Pendidikan Luar
Biasa Anak Tunadaksa.
Sistem Pendidikan
11. Desain media
pembelajaran
Anak tuna daksa adalah individu yang memiliki
keterbatasan fisik atau gangguan gerak yang
mempengaruhi kemampuan mereka untuk bergerak atau
berkomunikasi seperti anak-anak pada umumnya. Maka,
desain media pembelajaran adaptif dapat menjadi alat
yang efektif untuk mendukung pembelajaran anak tuna
daksa dan membantu mereka mencapai potensi maksimal
anak tunadaksa.
Media pembelajaran adaptif
Keberfungsian
Kepraktisan
Kemudahan
Ketertarikan
Keamanan
Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam
mengembangkan media pembelajaran bagi peserta
didik tunadaksa
1.
2.
3.
4.
5.
12. SARANA DAN PRASARANA
Sarana dan Prasarana pendidikan bagi anak tunadaksa
Sarana dan Prasarana
umum
Sarana dan prasarana
yang dibutuhkan di
sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif tidak
berbeda dengan sarana
dan prasarana yang
dibutuhkan di sekolah
reguler pada umumnya
Alat Asesmen
Kemampuan Gerak
Alat Latihan
Fisik/Bina Gerak
Alat bina diri
Alat Orthotic dan
Prosthetic
Alat bantu
belajar/akademik
Sarana
1.
2.
3.
4.
5.
Prasarana
Untuk peserta didik
tunadaksa diperlukan ruang
untuk melaksanakan
kegiatan asesmen,
konsultasi, latihan fisik, bina
diri, remedial teaching,
latihan perseptual,
keterampilan, dan
penyimpanan alat.
13. Validitas ( mencakup semua kompetensi )
Reliabilitas ( penilaian konsisten )
Terfokus pada Kompetensi
Keseluruhan atau Komprehensif
Objektif ( adil dan terencana )
1.
2.
3.
4.
5.
Kriteria Evaluasi
Desain Evaluasi
14. Desain Evaluasi
Memahami kemampuan peserta didik tuna daksa
sehingga guru tidak mudah menyalahkan jawaban
yang tidak jelas dan tidak lengkap.
Mampu menyediakan beberapa kemungkinan bagi
peserta didik untuk memberikan respon atau jawaban
sesuai kemampuannya.
Menggunakan bahasa yang sederhana.
Materi tes dan penilaian diupayakan setingkat
dengan peserta didik normal apabila memungkinkan.
1.
2.
3.
4.
Prinsip Penilaian
15. TEKNIK
PENILAIAN
Melibatkan pengukuran
kemampuan individu dalam
menjalankan tugas sehari-hari,
berinteraksi dengan lingkungan,
dan menjadi mandiri sesuai dengan
usia dan perkembangan mereka
Observasi
Langsung
Penilaian
Keterampilan
Adaptif
Untuk melihat bagaimana
individu dengan tuna
daksa berinteraksi dengan
instruksi, materi
pembelajaran, dan
lingkungan sekitar
16. TEKNIK
PENILAIAN
Kumpulan hasil kerja individu
yang mencerminkan kemajuan dan
pencapaian mereka dalam
pembelajaran, dapat meliputi
sampel tugas atau proyek yang
telah selesai, karya seni, catatan
pemahaman, dan lain-lain
Penilaian
Keterampilan
Komunikasi
Portofolio
Pembelajaran
Instrumen penilaian yang
digunakan untuk
mengevaluasi kemampuan
individu untuk
berkomunikasi secara
verbal dan non-verbal
19. Jenis Tuna Rungu
Kurang dengar, namun masih bisa menggunakannya sebagai sarana/modalitas utama
untuk menyimak suara cakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan bicara.
Tuli (Deaf), yaitu mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan sebagai
sarana utama guna mengembangkan kemampuan bicara, namun masih dapat
difungsikan sebagai suplemen pada penglihatan dan perabaan.
Tuli Total (Totally Deaf), yaitu mereka yang sudah sama sekali tidak memiliki
pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimak atau mempersepsi
dan mengembangkan bicara.
1.
2.
3.
20. Karakteristik Tuna Rungu
Karakteristik
Integelensi
Cara berjalannya kaku dan sedikit bungkuk,
gerakan matanya cepat, agak beringas, gerakan
tangan dan kakinya cepat atau lincah, serta
pernafasannya pendek dan agak terganggu
Secara potensial, anak tuna rungu tidak berbeda
dengan intelegensi anak normal pada umumnya. Namun
demikian, secara fungsional intelegensi anak tuna
rungu di bawah anak normal disebabkan oleh kesulitan
anak tuna rungu dalam memahami bahasa karena
terbatasnya pendengaran.
Karakteristik
Fisik
21. Karakteristik Tuna Rungu
Karakteristik
Sosial
Emosi anak tuna rungu selalu bergolak, di satu
pihak karena kemiskinan bahasanya dan di lain
pihak karena pengaruh-pengaruh dari luar yang
diterimanya. Keterbatasan yang terjadi dalam
komunikasi pada anak tuna rungu mengakibatkan
perasaan terasing dari lingkungannya.
Dalam pergaulan, anak tuna rungu cenderung
memisahkan diri terutama dengan anak normal. Hal ini
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan untuk
melakukan komunikasi secara lisan.
Karakteristik
Emosi
22. Klasifikasi Tuna Rungu
Tuna Rungu Bawaan
Tuna Rungu Setelah Lahir
Kerusakan Telinga Bagian
Luar dan Tengah
Kerusakan telingan
Bagian Dalam
Tuli Pra Bahasa
Tuli Purna Bahasa
Berdasarkan
Tempat Kerusakan
Berdasarkan Sifat
Terjadinya
Berdasarkan Taraf
Penguasaan Bahasa
23. Desain kurikulum dan sistem
pendidikan ABK
bahasa isyarat
komunikasi alternatif dan bantuan pendengaran
pendekatan multisensori
keterampilan sosial
Kurikulum dalam sistem pendidikan tunarungu juga mencakup
mata pelajaran akademik seperti matematika, ilmu
pengetahuan, membaca, menulis, dan pemahaman bahasa.
Kurikulum untuk tunarungu didesain untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan anak-anak yang mengalami gangguan
pendengaran. Kurikulum tersebut berfokus pada
pengembangan bahasa, komunikasi, keterampilan sosial, dan
penguasaan materi pelajaran akademik.
1.
2.
3.
4.
24. Pendidikan
Inklusi
Pendidikan
khusus
Pendidikan yang melibatkan anak-
anak tunarungu di sekolah inklusi
bersama dengan anak-anak tanpa
gangguan pendengaran
Pendidikan khusus terjadi di
sekolah khusus untuk anak-anak
tunarungu.
Desain kurikulum dan sistem
pendidikan ABK
25. Desain media
pembelajaran
Media pembelajaran tunarungu digunakan untuk
mempermudah penyampaian materi kepada
seseorang anak yang mengalami hambatan
pendengaran sehingga anak tersebut dapat
menguasai materi dengan baik dengan
menggunakan media yang membuat pembelajaran
menjadi menyenangkan dan mudah diterima siswa.
Media stimulasi
visual
Cermin artikulasi
Benda asli maupun
tiruan
Gambar
Pias kata
Video
1.
2.
3.
4.
5.
26. SARANA DAN PRASARANA
Tiga komponen yang
mengelola sarana dan
prasarana
Sarana dan Prasarana pendidikan bagi
anak Tunarungu
a. Site (lahan bangunan)
b. Building (gedung sekolah)
c. Equitment (perlengkapan
sekolah)
1. Hearing Aids (Alat bantu
dengar)
2. Peralatan pembelajaran
akademik; miniatur benda,finger
alphabet,kartu kata dll
3. Peralatan latihan bina
persepsi bunyi dan irama
4. peralatan latihan fisik
8. Perangkat lunak edukasi anak
9. Guru /instruktur dengan keterampilan berbahasa
isyarat
10. Pelayanan kesehatan, psikologi,dan konseling
11. Pelatihan orang tua dengan komunikasi yang
baik
12. Kerjasama dengan komunitas dan organisasi
yang mendukung
27. 1.Prinsip penilaian anak berkebutuhan khusus
Penilaian terhadap ABK ringan seperti pada kasus tunarungu
ringan dan tunawicara ringan dapat mengikuti kurikulum
umum dengan menggunakan kriteria penilaian reguler
sepenuhnya.
Sistem laporan penilaian kuantitatif bagi ABK harus
dilengkapi dengan deskripsi naratifnya, untuk menghidari
kekaburan dan mempertegas jenis dan kualitas kompetensi
yang lebih dikuasai anak.
Desain Evaluasi
28. 2. Teknik Penilaian
Terdapat tujuh penilaian yang dapat digunakan pada
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, yaitu penilaian
unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian
projek, penilaian produk, penilaian portofolio, dan penilaian
diri. Untuk ABK Tunarungu , penilaian dengan tes lisan kurang
sesuai untuk ABK jenis ini,maka dianjurkan penilaian dengan
menggunakan bahasa isyarat.
Desain Evaluasi
29. 3.Proses pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran ABK Tunarungu
Proses pelaksanaan evaluasi untuk ABK dengan kecacatan
tunarungu di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di sekolah
tersebut, jika sekolah tersebut memakai kurikulum umum
maka pelaksanaan evaluasi disamakan dengan anak pada
umumnya. Namun seperti pada penjelasan sebelumnya,
terdapat penyesuaian untuk ABK dengan tunarungu yaitu
pada penilaian dengan bahasa isyarat sebaiknya ditiadakan
Desain Evaluasi
30. 4.Bentuk Pelaporan Hasil Pembelajaran Anak Berkebutuhan
Khusus Tunarungu
Pelaporan hasil pembelajaran anak tunarungu harus mencakup
perkembangan akademik, keterampilan komunikasi, perilaku, dan
sosial anak. Ini bisa berupa laporan progress individu, laporan
keterampilan komunikasi, dan laporan perilaku. Penting untuk
berkomunikasi secara rutin dengan orang tua, menggunakan
portofolio pembelajaran, dan mengadakan pertemuan tim
dukungan jika diperlukan. Semua pelaporan harus jelas, ringkas,
dan menghormati hak privasi anak.
Desain Evaluasi