Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhannya. Terdapat berbagai jenis kelainan pada ABK, seperti kelainan fisik, mental, emosi, dan sosial. Faktor penyebabnya dapat berasal dari dalam diri anak maupun lingkungan sekitarnya.
1. ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dra. Nadlifah, M.Pd
Disusun Oleh :
Ali Murfi 11470082
Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Semester Genap Tahun Ajaran 2012/2013
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki keunikan
tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-
anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut pemahaman terhadap
jhakikat anak berkebutuhan khusus. Keragaman anak berkebutuhan khusus
terkadang menyulitkan guru dalam upaya mengenali jenis dan pemberian layanan
pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah memiliki pengetahuan dan
pemahaman mengenai hakikat anak berkebutuhan khusus,maka mereka akan dapat
memenuhi kebutuhan anak yang sesuai.
Membicarakan anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya banyak
sekali variasi dan derajat kelainan. Ini mencakup anak-anak yang mengalami
kelainan fisik, mental-intelektual, sosial-emosional, maupun masalah akademik. Kita
ambil contoh anak-anak yang mengalami kelainan fisik saja ada tunanetra,
tunarungu, dan tunadaksa (cacat tubuh) dengan berbagai derajat kelaianannya. Ini
adalah yang secara nyata dapat dengan mudah dikenali. Keadaan seperti ini sudah
barangtentu harus dipahami oleh seorang guru, karena merekalah yang secara
langsung memberikan pelayanan pendidikan di sekolah kepada semua anak didiknya.
Namun keragaman yang ada pada anak-anak tersebut belum tentu dipahami semua
guru di sekolah.
Oleh karena itu dalam makalah ini, penulis ingin membahas tentang Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) melalui pendekatan institusional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah dalam latar belakang, maka penulis dalam hal ini
akan merumuskan permasalahan dalam beberapa pertanyaan.
1. Apa pengertian dan konsep anak berkebutuhan khusus?
2. Apa saja klasifikasi dan model layanan bagi anak berkebutuhan khusus ?
3. Apa factor yang dapat mempengaruhi anak sehingga menjadi berkebutuhan
khusus ?
1
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak
berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru
yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari child with special needs yang telah
digunakan secara luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain yang pernah
digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang,
dan anak luar biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan
yaitu difabel, sebenarnya merupakan kependekan dari diference ability.1
Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seoranganak yang
memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan
masing-masing anak secara individual.2
Sejalan dengan perkembangan pengakuan terhadap hak azasi manusia
termasuk anak-anak ini, maka digunakanlah istilah anak berkebutuhan khusus.
Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa konsekuensi cara pandang
yang berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah dipergunakan dan mungkin
masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih menitik beratkan pada kondisi
(fisik, mental, emosi-sosial) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada
kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan potensinya.
B. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam
paradigma pendidikan kebutuhan khusus keberagaman anak sangat dihargai. Setiap
anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbeda-
beda, dan oleh karena itu setiap anak dimungkinkan akan memilki kebutuhan khusus
serta hambatan belajar yang berbeda pula, sehingga setiap anak sesungguhnya
memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan sejalan dengan hambatan belajar
dan kebutuhan masing-masing anak. Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan
sebagai seoranganak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan
hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.
1
Heri Purwanto, Modul Pembelajaran; Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (UPI Bandung), Hal.2
2
Zaenal Alimin, Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus; Reorientasi Pemahaman
Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Implikasinya Terhadap Layanan Pendidikan, (Vol.3 No 1), Hal. 1
2
4. Cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua
kelompok besar yaitu anank berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer)
dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanent).3
1. Anak berkebutuhan khusus bersifat sementara (temporer)
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah
anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan
factor-faktor eksternal. Misalnya anak yang mengalami gangguan emosi karena
trauma akibat diperkosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman
traumatis seperti itu bersifat sementara tetapi apabila anak ini tidak memperoleh
intervensi yang tepat bolehjadi akan menjadi permanent. Anak seperti ini
memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang
disesuaikan dengan hambatan yang dialaminya tetpai anak ini tidak perlu dilyani
diselah khusus. Di sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang mempunyai
kebutuhan khusus yang bersifattemporer, dan oleh karena itu mereka memerlukan
pendidikan yang disesuaikan yang disebut pendidikan kebutuhan khusus.
2. Anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanen)
Anak berkebutuhan khusu yang bersifat permanen adalah anak-anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal
dan akibat langsusng dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan
fungsi penglihatan, pendengaran, gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi,
gangguan gerak (motorik), gangguan interaksi-komunikasi, gangguan emosi, social
dan tingkah laku. Dengan kata laian anak berlebutuhan khusu yang bersifat
permanen sama artinya denagn anak penyandang kecacatan.
Istilah anak berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata
lain dari anak penyandang cacat, tetapi anak berkebutuhan khusus mencakup
spectrum yang luas yaitu meliputi anak berkebutuhan khusus temporer dan anak
berkebutuhan khusus permanent (penyandang cacat). Oleh karena itu apabila
menyebut anak berkebutuhan khusus selalu harus diikuti ungkapan termasuk
penyandang cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian atau anggota dari
anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu konsekuensi logisnya adalah lingkup
garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda dengan lingkup
garapan pendidikan khusu yang hanya menyangkut anak penyandang cacat.
3
Ibid, Hal. 2
3
5. C. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Membicarakan anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya banyak sekali
variasi dan derajat kelainan. Ini mencakup anak-anak yang mengalami kelainan fisik,
mental-intelektual, sosial-emosional, maupun masalah akademik.4 Kita ambil contoh
anak-anak yang mengalami kelainan fisik saja ada tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa
(cacat tubuh) dengan berbagai derajat kelaianannya. Ini adalah yang secara nyata dapat
dengan mudah dikenali. Keadaan seperti ini sudah barangtentu harus dipahami oleh
seorang guru, karena merekalah yang secara langsung memberikan pelayanan
pendidikan di sekolah kepada semua anak didiknya. Namun keragaman yang ada pada
anak-anak tersebut belum tentu dipahami semua guru di sekolah.
1. Kelainan Mental
a. Mental Tinggi
Sering dikenal dengan anak berbakat intelektual, dimana selain memilki
kemampuan memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata normal yang
signifikan juga memilki kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.
b. Mental Rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual (IQ) di bawah rata-rata
dapat menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learners) yaitu anak
yang memiliki IQ antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 70
dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
c. Berkesulitan Belajar Spesifik
Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achievement) yang
diperoleh siswa. Anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang memiliki
kapasitas intelektual normal ke atas tetapi memiliki prestasi belajar rendah pada
bidang akademik tertentu.
2. Kelainan Fisik
a. Kelainan Tubuh (Tunadaksa)
Adanya kondisi tubuh yang menghambat proses interaksi dan sosialisasi
individu meliputi kelumpuhan yang dikarenakan polio, dan gangguan pada
4
Heri Purwanto, Modul Pembelajaran; Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (UPI Bandung), Hal.1
4
6. fungsi syaraf otot yang disebabkan kelayuhan otak (cerebral palsy), serta adanya
kehilangan organ tubuh (amputasi).
b. Kelainan Indera Penglihatan (Tunanetra)
Seseorang yang sudah tidak mampu menfungsikan indera penglihatanya untuk
keperluan pendidikan dan pengajaran walaupun telah dikoreksi dengan lensa.
Kelainan penglihatan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu buta dan low vision.
c. Kelainan Indera Pendengaran (Tunarungu)
Kelainan pendengaran adalah seseorang yang telah mengalami kesulitan untuk
menfungsikan pendengaranya untuk interaksi dan sosialisasi dengan lingkungan
termasuk pemdidikan dan pengajaran. Kelainan pendengaran dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu tuli (the deaf) dan kurang dengar (hard of
hearing).
d. Kelainan Wicara
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui
bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain. Kelainan
wicara ini dapat bersifat fungsional dimana mungkin disebbkan karena
ketunarunguan, dan organic memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan
organ wicara maupun adanya gangguan pada organ motoris yang berkaitan
dengan wicara.
3. Kelainan Emosi
Gangguan emosi merupakan masalah psikologis, dan hanya dapat dilihat dari
indikasi perilaku yang tampak pada individu, adapun klasifikasi gangguan emosi
meliputi :
a. Gangguan Perilaku
Mengganggu di kelas
Tidak sabaran – terlalu cepat beraksi
Tidak menghargai – menentang
Menyalahkan orang lain
Kecemasan terhadap prestasi di sekolah
Dependen pada orang lain
Pemahaman yang lemah
Reaksi yang tidak sesuai
Melamun, tidak ada perhatian dan menarik diri.
5
7. b. Gangguan Konsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder)
Enam atau lebih gejala inattention, berlangsung paling sedikit 6 bulan,
ketidakmapuan untuk beradaptasi, dan tingkat perkembanganya tidak konsisten.
Gejala-gejala inattention tersebut adalah :
Sering gagal untuk memperhatikan secara detail, atau sering membuat
kesalahan dalam pekerjaan sekolah atau aktifitas yang lain.
Sering kesulitan memperhatikan tugas-tugas atau aktifitas permainan.
Sering tidak mendengarkan ketika orang lain berbicara.
Sering tidak mengikuti instruksi untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah.
c. Anak Hiperactive (ADHD/Attention Deficit with Hiperactivity Disorder)
Perilaku tidak bisa diam
Ketidakmampuan untuk member perhatian yang cukup lama.
Hiperaktivitas
Aktivitas motorik yang tinggi
Canggung
Berbuat tanpa dipikir akibatnya.
D. Faktor-Faktor Timbulnya Kebutuhan Khusus
Terdapat tiga factor yang dapat diidentifikasi tentang sebab musabab
timbulnya kebutuhan khusus pada seorang anak yaitu : (1) Faktor internal pada diri
anak. (2) Faktor eksternal dari lingkunan, dan (3) Kombinasi dari factor internal dan
eksternal (kombinasi).5
1. Factor Internal
Faktor internal adalah kondisi yang dimilki oleh anak yang bersangkutan. Sebagai
contoh seorang anak memiliki kebutuhan khusus dalam belajar karena ia tidak bisa
melihat, tidak bisa mendengar, atau tidak mengalami kesulitan untuk bergerak.
Keadaan seperti itu berada pada diri anak yang bersangkutan secara internal.
Dengan kata lain hambatan yang dialami berada dlam diri anak yang bersangkutan.
2. Factor Eksternal
Factor eksternal adalah sesuatu yang berada diluar diri anak mengakibatkan anak
menjadi memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sehingga mereka
memiliki kebutuhan layanan khusus dalam pendidikan. Sebagai contoh seorang
5
Zaenal Alimin, Jurnal Asesmen Dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus; Reorientasi Pemahaman
Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Implikasinya Terhadap Layanan Pendidikan. (Vol.3 No 1), Hal. 10
6
8. anak yang mengalami kekerasan di rumah tangga dalam jangka panjang
mengakibatkan anak tersebut kehilangan konsentrasi, menarik diri dan ketakuatan.
Akibatnya anak tidak dapat belajar.
3. Kombinasi Faktor Internal dan Eksternal
Kombinasi antara factor internal dengan factor eksternal dapat menyebabkan
terjadinya kebutuhan khusus pada seorang anak. Kebutuhan khusus yang
disebabkan oleh factor internal sekaligus eksternal sekaligus diperkirakan akan
anak akan memiliki kebutuhan khusus yang lebih kompleks.
Sebagai contoh seorang anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian
dengan hiperaktivitas dan dimiliki secara internal berada pada lingkungan keluarga
yang kedua orang tuanya tidak menerima kehadiran anak, tercermin dari perlakuan
yang diberikan kepada anak yang bersangkutan. Anak yang seperti ini memiliki
kebutuhan khusus akibat dari kondisi dirinya dan akibat perlakuan orang tua yang
tidak tepat.
E. Model Layanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Hallahan dan Kauffman (1991) yang dikutip oleh Purwanto 6, bentuk
penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ada berbagai pilihan,
yaitu :
a. Regular class only (Kelas biasa dengan guru biasa)
b. Regular class with consultation (Kelas biasa dengan konsultan guru PLB)
c. Itinerant teacher (Kelas biasa dengan guru kunjung)
d. Resource teacher (Guru sumber, yaitu kelas biasa dengan guru biasa, namun dalam
beberapa kesempatan anak berada pada ruang sumber dengan guru sumber)
e. Pusat Diagnostik-Prescriptif
f. Hospital or homebound Instruction (Pendidikan di rumah ataudi rumah sakit,yakni
kondisi anak yang memungkinkan belum masuk ke sekolah biasa)
g. Self-contained class (Kelas khusus di sekolah biasa bersama guru PLB)
h. Special day school (Sekolah luar biasa tanpa asrama)
i. Residential school (Sekolah luar biasa berasrama)
6
Heri Purwanto, Modul Pembelajaran; Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (UPI Bandung), Hal.8
7
9. Samuel A. Kirk (1986) yang dikutip oleh Purwanto 7, membuat gradasi
layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bergradasi dari model segregasi ke
model mainstreaming seperti tersebut di bawah ini :
Berdasarkan kedua pendapat tersebut diatas, bentuk-bentuk layanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khususdapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok
besar, yaitu :
a. Bentuk Layanan Pendidikan Segregasi
Bentuk layanan pendidikan segregasi adalah system pendidikan yang
terpisah dari system pendidikan anak formal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus
melalui system segregasi maksudnya adalah penyelenggaraaan pendidikan yang
dilaksanakan secara khusus, dan terpisah dari penyelenggaraaan pendidikan untuk
anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan
pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus.
Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan denagn system segregasi,
yaitu :
1) Sekolah Luar Biasa (SLB)
2) Sekolah Luar Berasrama
3) Kelas Jauh/Kelas Kunjung
7
Ibid Hal.9
8
10. 4) Sekolah Dasar Luar Biasa
b. Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu/Integrasi
Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah system pendidikan
yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar
bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian,
melalui system integrasi anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak normal
belajar dalam satu tahap.
System pendidikan integrasi disebut juga system pendidikan terpadu, yaitu
system pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana
keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh,
sebagian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.
Pada system keterpaduan secara penuh dan sebagian jumlah anak
berkebutuhan khusus dalam satu kelas maksimal 10 % dari jumlah siswa
keseluruhan.
Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berebutuhan khusus, di
sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungsi
sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah, atau anak berkebutuhan, atau
anak berkebutuhan khusus iyu sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai
pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus.
Ada tiga tahap bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986) yang dikutip oleh Purwanto8.
Ketiga bentuk tersebut adalah
1) Bentuk Kelas Biasa
2) Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
3) Bentuk Kelas Khusus
8
Ibid 12-14
9
11. BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan untuk menjawab rumusan masalah dapat ditarik
kesimpulan, bahwa Berkebutuhan khusus merupakan istilah yang digunakan untuk
menyebutkan anak-anak luar biasa atau mengalami kelainan dalam konteks pendidikan. Ada
perbedaan yang signifikan pada penggunaan istilah berkebutuhan khusus dengan luar biasa
atau berkelainan. Berkebutuhan khusus lebih memandang pada kebutuhan anak untuk
mencapai prestasi dan mengembangkan kemampuannya secara optimal, sedang pada luar
biasa atau berkelainan adalah kondisi atau keadaan anak yang memerlukan perlakuan
khusus.
Pengelompokkan anak berkebutuhan khusus hanya diperlukan untuk kebutuhan
penanganan anak secara klasikal, sedangkan untuk kepentingan yang bersifat sosial anak
berkebutuhan khusus tidak perlu dikelompokkan. Anak berkebuthan khusus dapat
dikelompokkan menjadi Kelainan Mental (Mental Tinggi, Mental Rendah, Berkesulitan
Belajar Spesifik). Kelainan Fisik (Kelainan Tubuh, Kelainan Indera Penglihatan, Kelainan
Indera Pendengaran, Kelainan Wicara). Kelainan Emosi (Gangguan Perilaku, Gangguan
Konsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder), Anak Hiperactive (ADHD/Attention Deficit
with Hiperactivity Disorder).
Bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu : bentuk layanan pendidikan segregasi dan
bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi
Terdapat tiga factor yang dapat diidentifikasi tentang sebab musabab timbulnya
kebutuhan khusus pada seorang anak yaitu : (1) Faktor internal pada diri anak. (2) Faktor
eksternal dari lingkunan, dan (3) Kombinasi dari factor internal dan eksternal (kombinasi).
10
12. DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Heri. Modul Pembelajaran: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:
UPI.
Alimin, Zaenal. Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus: Reorientasi
Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Implikasinya Terhadap
Layanan Pendidikan. Vol 3 No 1. Bandung: UPI
Aqila Smart, Rose. 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapai untuk
Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Katahati
11