1. Dokumen tersebut membahas tentang strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, termasuk definisi, klasifikasi, dan contohnya seperti tunagrahita, tunalaras, tunarungu dan tunawicara.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul,
status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang
mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31 (1).
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi
termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus.
Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar,
hanya saja problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian
khusus dari orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan
ada juga yang problem belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian
dan bantuan dari orang lain. Anak luar biasa atau disebut sebagai anak berkebutuhan
khusus (children with special needs), memang tidak selalu mengalami problem
dalam belajar. Namun, ketika mereka diinteraksikan bersama-sama dengan anak-
anak sebaya lainnya dalam system pendidikan regular, ada hal-hal tertentu yang
harus mendapatkan perhatian khusus dari guru dan sekolah untuk mendapatkan hasil
belajar yang optimal.
Seiring dengan berkembangnya tuntutan bagi kelompok perbedaan
kemampuan (difabel) dalam menyuarakan hak-haknya, maka kemudian muncul
konsep pendidikan inklusi. Salah satu kesepakatan Internasional yang mendorong
terwujudnya sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person
2. 2
with Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal
24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk
menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Adapun
salah satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel
dalam kehidupan masyarakat. Namun dalam prakteknya sistem pendidikan inklusi di
Indonesia masih menyisakan persoalan tarik ulur antara pihak pemerintah dan
praktisi pendidikan, dalam hal ini para guru.
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs)
membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing – masing .
Dalam penyusunan progam pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya guru
kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni
berkaitan dengan karateristik spesifik, kemampuan dan kelemahanya, kompetensi
yang dimiliki, dan tingkat perkembanganya. Karakteristik spesifik student with
special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional.
Karaktristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensori motor, kognitif,
kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi social
serta kreativitasnya.
Model pembelajaran untuk peserta didik berkebutuhan khusus yang
dipersiapkan oleh guru di sekolah, di tujukan agar peserta didik mampu berinteraksi
terhadap lingkungan social. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui
penggalian kemampuan diri peserta didik yang didasarkan pada kurikulum berbasis
kompetensi. Kompetensi ini terdiri atas empat ranah yang perlu diukur meliputi
kompetensi fisik, kompetensi afektif, kompetensi sehari-hari dan kompetensi
akademik.
3. 3
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari anak berkebutuhan khusus?
2. Bagaimana klasifikasi anak berkebutuhan khusus?
3. Bagaimana strategi pembelajaran atau pelayanan pendidikan bagi individu
berkebutuhan khusus?
C. Tujuan Pembahasan
1. Menjelaskan definisi dari anak berkebutuhan khusus.
2. Mengklasifikasikan anak berkebutuhan khusus.
3. Menjelaskan bagaimana strategi pembelajaran atau pelayanan pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus.
4. 4
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Strategi Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), strategi adalah rencana yang
cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Syaiful Bahri Djamarah,
mengartikan strategi adalah suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam
usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam
mencapai tujuan. Strategi berbeda dengan metode, strategi menunjuk pada sebuah
perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat
digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi adalah a plan of
operation achieving something; Sedangkan metode adalah a way in achieving
something.
Beberapa ahli pendidikan, memberikan pengertian strategi pembelajaran
dengan beragam, yaitu:
Dewi Salma Prawiradilaga. Strategi pembelajaran adalah upaya yang
dilakukan oleh perancang dalam menentukan tehnik penyampaian pesan, penentuan
metode, dan media, alur isi pelajaran, serta interaksi antara pengajar dan peserta
didik.
Wina Sanjaya. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian
kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya
dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
5. 5
Made Wena. Kata strategi berarti cara dan seni menggunakan sumber daya
untuk mencapai tujuan tertentu. Pembelajaran berarti upaya membelajarkan peserta
didik. Dengan demikian, strategi pembelajaran berarti cara dan seni untuk
menggunakan semua sumber bel ajar dalam upaya membelajarkan peserta didik.
Mansur Muslih. Strategi pembelajaran merupakan cara pandang dan pola
pikir guru dalam mengajar.
Dari beberapa pengertian strategi pembelajaran, disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran merupakan pendekatan dalam mengelola kegiatan, dengan
mengintegrasikan urutan kegiatan, peralatan dan bahan serta waktu yang digunakan
dalam proses pembelajaran, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan secara aktif dan efisien.1
B. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain:
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan
prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak
berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan
hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus
yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra
1
http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-strategi-pembelajaran.html
6. 6
mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.2
Anak yang berkebutuhan khusus secara umum dikenal masyarakat umum
sebagai anak luar biasa. Maka terlebih dahulu dibahas tentang hakekat anak luar
biasa. Dalam percakapan sehari-hari orang yang dijuluki sebagai “orang luar biasa”
ialah mereka yang memiliki kelebihan yang luar biasa, misalnya orang terkenal
karena memiliki kemampuan intelektual yang luar biasa, memiliki kreativitas yang
tinggi dalam melahirkan suatu temuan-temuan yang luar biasa di bidang IPTEK,
religius, dan bidang-bidang kehidupan lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat,
dan orang yang mencapai prestasi yang mnghebohkan dan spektakuler, misalnya
orang yang berhasil menaklukkan gunung tertinggi didunia, dan sebagainya.
Dalam dunia pendidikan, kata luar biasa juga merupakan julukan atau
sebutan bagi mereka yang memiliki kekurangan atau mengalami berbagai kelainan
dan penyimpangan yang tidak dialami orang normal pada umumnya. Kelainan atau
kekurangan yang dimiliki oleh mereka ynga disebut luar biasa dapat berupa kelainan
dari segi fisik, psikis, sosial dan moral.
Kelainan dari segi fisik dapat berupa kecacatan fisik, misalnya orang tidak
memiliki kaki sebelah kiri, matanya buta sebelah, dan sejenisnya. Kelainan dari segi
psikis, atau aspek kejiwaan (psikologis, misalnya orang yang menderita
keterbelakangan mental akibat dari intelegensi yang dimiliki dibawah normal)
(Abdul Hadis, 2006 : 4-5).3
2
Ibid
3
http://cintayanghakiki.blogspot.com/2013/04/makalah-kasus-anak-berkebutuhan-khusus.html
7. 7
Anak dengan kebutuhan khusus dapat diartikan secara simpel sebagai anak
yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah
berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang
dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment,
dan Handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing
istilah adalah sebagai berikut:
1. Disability
Keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment)
untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas
normal, biasanya digunakan dalam level individu.
2. Impairment
Kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi
atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
3. Handicap
Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability
yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
Anak berkebutuhan khusus (dulu disebut sebagai anak luar biasa)
didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. ( Hallahan dan
Kauffman, 1986 dalam Abdul Hadis, 2006 : 5-6). Anak luar biasa disebut anak yang
berkebutuhan khusus, karena dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
anak ini membutuhkan bantuan, layanan pendidikan, layang sosial, layanan
bimbingan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus.
8. 8
C. Tuna Grahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan
berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi
prilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
American Association on Mental Deficiency (AAMD) dalam B3PTKSM, (p.
20) mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi
fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah
berdasarkan tes individual; yang muncul sebelum usia 16 tahun; dan menunjukkan
hambatan dalam perilaku adaptif.
Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-
22), mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita ialah fungsi intelektualnya lamban,
yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes intelegensi baku; kekurangan dalam perilaku
adaptif; dan terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga
usia 18 tahun.
The New Zealand Society for the Intellectually Handicapped menyatakan
bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas di bawah
rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam adaptasi
tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya.
Definisi tunagrahita yang dipublikasikan oleh American Association on
Mental Retardation (AAMR). Di awal tahun 60-an,yaitu; tunagrahita merujuk pada
keterbatasan fungsi intelektual umum dan keterbatasan pada keterampilan adaptif.
Keterampilan adaptif mencakup area : komunikasi, merawat diri, home living,
keterampilan sosial, bermasyarakat, mengontrol diri, functional academics, waktu
9. 9
luang, dan kerja. Menurut definisi ini, ketunagrahitaan muncul sebelum usia 18
tahun.
Menurut WHO seorang tunagrahita memiliki dua hal yang esensial yaitu
fungsi intelektual secara nyata di bawah rata-rata dan adanya ketidakmampuan
dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tututan yang berlaku dalam masyarakat.
D. Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan
emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku
menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya.
Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu
pengaruh dari lingkungan sekitar.
E. Tunarungu dan Tuna Wicara
Menurut Pernamari Somad dan Tati Herawati (1996, hal. 27) menyatakan
bahwa “Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak
berfungsinya sebagaian atau seluruh alat pendenganran, sehingga ia tidak dapat
menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa
dampak terhadap kehidupan secara kompleks”.
Sedangkan menurut Sardjono (1997, hal. 7) mengatakan bahwa: “Anak
tunarungu adalah anak yang kehilangan pendengaran sebelum belajar bicara atau
kehilangan pendengaran demikian anak sudah mulai belajar bicara karena suatu
gangguan pendengaran, suara dan bahasa seolah-olah hilang”.
10. 10
Sedangkan sebagian tunawicara adalah mereka yang menderita tuna rungu
sejak bayi/lahir, yang karenanya tidak dapat menangkap pembicaraan orang lain,
sehingga tak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya meskipun tak
mengalami ganguan pada alat suaranya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak penyandang tunarungu dan tunawicara
adalah anak yang kehilangan kemampuan untuk mendengar baik sebagian maupun
seluruhnya yang mengakibatkan tidak mampu untuk menggunakan alat
pendengarannya dalam kehidupannya sehari-hari dan juga tidak mampu
mengembangkan kemampuan bicaranya.
Tuna wicara merupakan gangguan verbal pada seseorang sehingga
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi melalui suara. Tuna wicara sering
dikaitkan dengan tuna rungu. Van Uden (1971) menyatakan bahwa penyandang tuna
rungu bukan saja tuna rungu tetapi juga tuna bahasa. Sedangkan Leigh (1994)
mengemukakan bahwa terhadap anak tuna rungu, orang akan langsung berpikir
tentang ketidakmampuan mereka dalam berkomunikasi secara lisan (berbicara),
padahal masalah utamanya bukan pada ketidakmampuan dalam berbicara melainkan
pada akibat dari keadaan ketunarunguan tersebut terhadap perkembangan bahasa.
Pendapat Van Uden yang menyatakan bahwa penyandang tuna rungu juga pasti tuna
bahasa, berlawanan dengan pendapat Morag Clark, seorang International Consultant
in Natural Auditory Oral Education for children who are hearing impaired. Clark
(2007) menyatakan bahwa apabila anak-anak dengan gangguan pendengaran diberi
alat bantu dengar yang tepat sehingga dapat baik maka kualitas bicara mereka sangat
mengagumkan.
11. 11
Andreas Dwijosumarto dalam seminar ketuna runguan di bandung (19 juni
1988) mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang, terutama
indra pendengaran.
Menurut batasan dari Sri Moerdiani (1987: 27) dalam buku psikologi anak
luar biasa bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang menaglami gangguan
pendengaran sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai fungsi praktis dan tujuan
komunikasi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Adapun Moh Amin dalam buku Ortopedagogik umum mengemukakan
bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh organ pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam
perkembanganya sehingga memerlukan bimbingan pendidikan khusus. (1991: 1).
Ahli lainnya memberikan batasan mengenai tunarungu ditinjau dari segi
medis dan pedagogis sebagai berikut : “Tunarungu berarti kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan seluruh alat
pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa sehingga
memerlukan bimbingan dan pelayanan khusus”. ( Salim, 1984 : 8).
Orang tuli adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan untuk
mendengar sehingga tidak dapat mengembangkan, biasanya pada tingkat 70 dB ISO
atau lebih besar sehinga menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain
melalui pendengaranya sendiri tanpa mengunakan alat bantu dengar. Seseorang
dikatakan kurang mendengar adalah ketidak mampuan untuk mendengar sehingga
tidak dapat mengembangkan, bisanya pada tingkat 35 sampai 69 Db ISO tetapi tidak
12. 12
menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengaranya sendiri
tanpa atau menggunakan alat bantu dengar.
F. Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan.
tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan
low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang
memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah
dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki
keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada
alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu
prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu
tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara,
contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda
nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS
.
G. Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan
oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau
akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat
gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam
melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu
memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat
13. 13
yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol
gerakan fisik.
H. Tunaganda
Menurut Johnston & Magrab, tunaganda adalah mereka yang mempunyai
kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan
perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan
dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di
masyarakat.
Walker (1975) berpendapat mengenai tunaganda sebagai berikut:
1. Seseorang dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan layanan-
layanan pendidikan khusus.
2. Seseorang dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan
teknologi.
3. Seseorang dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi
khusus.
I. Kesulitan Belajar
Anak dengan kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada
satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan
penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan
berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi,
brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan. individu
kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan