SlideShare a Scribd company logo
1 of 28
Download to read offline
1
PRESENTASI KASUS
PENGGUNAAN ANASTESI UMUM PADA PRIA USIA 30 TAHUN
DENGAN APENDISITIS AKUT
Oleh :
Tenri Ashari Wanahari
G99131087
Pembimbing :
Dr. MH. Sudjito, SpAn-KNA
KEPANITERAAN KLINIK LAB UPF ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga presentasi kasus
dengan judul “PENGGUNAAN ANESTESI UMUM PADA PRIA USIA 30 TAHUN
DENGAN APENDISITIS AKUT :” dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini disusun
untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Unit Anestesi
dan Keperawatan Intensif di FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. MH. Sudjito, SpAn-KNA, selaku ketua program studi Anestesi dan
Keperawatan Intensif FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta dan
pembimbing.
2. Dr. H. Marthunus Judin, Sp An.KAP, selaku kepala bagian Anestesi dan
Keperawatan Intensif FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta
3. Prof. Dr. St. Mulyata, SpAnKIC, selaku staf ahli anestesi.
4. Dr. Soemartanto, SpAnKIC, selaku staf ahli anestesi.
5. Dr. Purwoko, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
6. Dr. Sugeng, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
7. Dr. R. Th Supraptomo, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
8. Dr. Heri Dwi P., Sp.An.Mkes, selaku staf ahli anastesi.
9. Dr. Eko S. SpAn, selaku staf ahli anestesi.
10. Dr. Ardana Tri Arianto, M.Si. Med, Sp.An, selaku staf ahli anestesi.
11. Dr. Muh Husni Thamrin, Sp.An, M.Kes selaku staf ahli anestesi.
12. Dr. Bambang Novianto P, Sp.An, M.Kes selaku staf ahli anestesi.
13. Dr. Fitri Hapsari Dewi, Sp.An, selaku staf ahli anestesi.
14. Sony Indrawijaya Sp.An, M.Kes, selaku staf ahli anastesi.
15. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di bagian anestesi RSUD
Dr.Moewardi Surakarta.
3
Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Akhirnya
penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Surakarta, Desember 2013
Penyusun
4
BABI
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien
gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Bersama-samacabang
kedokteran lain serta anggota masyarakat ikut aktif mengelola bidang kedokteran
gawat darurat.
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat)
harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu
operasi terdapat beberapa tahap yang herus dilaksanakan yaitu praanestesi yang
terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi,menentukan
prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan anestesi yang terdiri
dari premedikasi, masa anestesi danpemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan
perawatan pasca anestesi.1
Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks. Bila diagnosis sudah pasti,
maka terapi yang paling tepat dengan tindakan operatif, yang disebut apendekomi.
Penundaan operasi dapat menimbulkan bahaya, antara lain absesatau perforasi.
Apendisitis akut temasuk operasi emergensi. Pada operasi emergensi, kondisi pasien
harus dipersiapkan seoptimal mungkin. Persiapannya sama seperti operasi elektif,
hanya segala sesuatunya dilakukan saat itu juga. Operasi intra abdominal paling baik
dilakukan dengan anestesia umum endotrakeal.
5
BABII
TINJAUANPUSTAKA
A. Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks. Apendisitis pada awalnya
dapat sembuh spontan, namun akan terjadi jaringan parut dan fibrosis. Risiko untuk
terjadinya serangan kembali adalah 50 %. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan
apendikspecahdanmembentuknanahdi dalam rongga abdomen atau peritonitis.
Terjadinya apendisitis umumnya karena bakteri. Namun terdapat banyak sekali
faktor pencetus, di antaranya sumbatan lumen apendiks,timbunan tinja yang keras
(fekalit), makanan rendah serat, tumor apendiks, dan pengikisan mukosa apendiks
akibat parasit seperti E. hystolitica.
Terdapat gejala awal yang khas, yaitu nyeri pada perut kanan bawah, yang
disebut titik Mc.Burney. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang
muntah. Berbeda dengan apendisitis akut, apendisitis kronis pada palpasi didapatkan
massa atau infiltrat yang nyeri tekan dan leukosit yang sangat tinggi. Pada beberapa
keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi yang lebih parah. Hal ini sering menjadi penyebab terlambatnya
diagnosis, sehingga lebih dari setengah penderita baru dapat didiagnosis setelah
perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang akan menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan
bawah. Pada suatu saat, ketika meradang lagi, yang disebut apendisitis eksaserbasi
akut. Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan
operatif, yang disebut apendektomi. Penundaan operasi dapat menimbulkan bahaya,
antara lain abses atau perforasi.
6
B. Anestesi Umum
Anestesi dapat dibagi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional.
Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu inhalasi dan
parenteral.2
Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum, yaitu meniadakan nyeri
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Dalam
memberikan obat-obat anestesi pada penderita yang akan menjalani operasi maka
perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan
lain-lain.3
Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari :
(1) hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot. Obat anestesi yang masuk ke pembuluh
darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh
obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga
kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya. Seseorang yang
memberikan anestesi perlu mengetahui stadium anestesi untuk menentukan stadium
terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda
klinis anestesia umum (menggunakan zat anestesi yang mudah menguap, terutama
diethyleter)4,5,6
:
 Stadium I : analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya
kesadaran.
 Stadium II : excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya
respirasi teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah.
 Stadium III : dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi.
Dibagi 4 plane:
Plane 1 : dari timbulnya pernafasan teratur hingga berhentinya
pergerakan bola mata.
Plane 2 : dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya
paralisis interkostal.
7
Plane 3 : dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis
interkostal.
Plane 4 : dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma.
 Stadium IV : overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma hingga
cardiac arrest.
Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani operasi
maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance,
dan lain-lain.7
1. Persiapan Pra Anestesi
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan
baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan
tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah :
 Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
 Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yangsesuai
dengan fisik dan kehendak pasien.
 Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American
Society Anesthesiology):
ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringansampai dengan sedang
sebagai akibat kelainan bedah atauproses patofisiologis. Angka mortalitas
16%.
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam
jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi
organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.
8
ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi
hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa
operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat.3,4
Macam-macamteknikanestesi yangdapatdigunakan1
:
a. Open drop method : cara ini dapat digunakan untuk anestetik yang
menguap, peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik
diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung penderita sehingga
kadar yang dihisap tidak diketahui, dan pemakaiannya boros karena zat
anestetik menguap ke udara terbuka.
b.Semi open drop method :hampir sama dengan open drop, hanyauntukmengurangi
terbuangnya zat anestetik , digunakan masker. Karbondioksida yang
dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk
menghindarinya dialirkan volume fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari
minimal volume udara semenit.
c. Semi closed method : udara yang dihisap diberikan bersama oksigen
murni yang dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer
sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Udara panas yang dikeluarkan akan
dibuang ke udara luar. Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur
dengan memberikan kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat
dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow kurang dari 100 %
kebutuhan.
d. Closed method : cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara
ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga
udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi
9
Pada kasus isi dipakai semi closed anestesi karena memiliki beberapa keuntungan,
yaitu:
 Konsentrasi inspirasi relatif konstan
 Konservasi panas dan uap
 Menurunkan polusi kamar
 Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar
2. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain2
:
 memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
 menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
 membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
 memberikan analgesia, misal : pethidin
 mencegah muntah, misal : droperidol
 memperlancar induksi, misal : pethidin
 mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
 menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
 mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropindan hiosin
3. Obat-obatan Premedikasi
a. Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna
untuk mengurangi sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardialyang
berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atautindakan operasi.
Efek lainnya yaitu melemaskan otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan
spasme gastrointestinal, dan mengurangi rasamual serta muntah. Obat ini juga
menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik tidak
diberikan pra anestesi local maupun regional. Dalam dosis toksik dapat
10
menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien. Tetapi
hal ini dapat diatasi dengan pemberian prostigmin 1–2 mg intravena4
Sediaan : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5mg.
Dosis : 0,01 mg/ kgBB.
Pemberian : SC, IM, IV
b. Pethidin
Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi.
Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan induksi, mengurangi
kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah,
memudahkan melakukan pemberian pernafasan buatan , dan dapat diantagonis
dengan naloxon.
Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat
menyebabkan hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan
padapasiendenganhipovolemia.Jugadapatmenyebabkandepresipusatpernapasandimedula
yangdapatditunjukkandenganrespon turunnya CO2, mual dan muntah menunjukkan
adanya stimulasi narkotik pada pusat muntah di medula. Posisi tidur dapat
mengurangi efek tersebut6
Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc.
Dosis : 1 mg/ kgBB.
Pemberian : IV, IM
c. Midazolam
Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepindengan sifat
yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine. Merupakan benzodiapin
kerja cepat yang bekerja menekan SSP. Midazolam berikatan dengan reseptor
benzodiazepin yang terdapat diberbagai area di otak seperti di medulla spinalis,
batang otak, serebelum system limbic serta korteks serebri. Efek induksi terjadi
sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena bila sebelumnya diberikan
11
premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa premedikasi
narkotika sebelumnya1
Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi anestesi, basal
sedasion sebelum tindakan diagnostic atau pembedahan yang dilakukan di bawah
anestesi local serta induksi dan pemeliharaan selama anestesi. Obat ini
dikontraindikasikan pada keadaan sensitive terhadap golongan benzodiazepine,
pasien dengan insufisiensi pernafasan, acut narrow-angle glaucoma.2
Dosis premedikasi sebelum operasi :
Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri sebelum
tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan antikolinergik atau
analgesik. Dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB secara IM sesuai dengan keadaan
umum pasien, lazimnya diberikan 5mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025
– 0,05 mg/ kg BB (IM). Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5
mg IV 5-10 menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus
diturunkan 1- 1,5 mg dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV.2
Midazolam mempunyai efek samping :
 Efek yang berpotensi mengancam jiwa : midazolam dapat mengakibatkan
depresi pernafasan dan kardiovaskular, iritabilitas pada ventrikel dan
perubahan pada kontrol baroreflek dari denyut jantung.
 Efek yang berat dan ireversibel : selain depresi SSP yang
berhubungandengan dosis, tidak pernah dilaporkan efek samping yang
ireversibel
 Efek samping simtomatik : agitasi, involuntary movement,
bingung,pandangan kabur, nyeri pada tempat suntikan, tromboflebitis
dantrombosis.
Midazolam dapat berinteraksi dengan obat alkohol, opioid, simetidin,
ketamin.
12
4. Induksi
Pada kasus ini digunakan Propofol. Propofol adalah campuran 1% obat dalam
air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25%
glyserol. Dosis yang dianjurkan2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.
Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi secara cepat.
Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi
jarang disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus
propofolyangberkesinambungandenganopiat,N2O dan/atau anestetik inhalasi lain.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan
sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,
metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol
karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konfusi pascaoperasiyangminimal.
Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya depresi pernapasan,
apnea, brokospasme dan laringospasme. Pada system kardiovaskuler berupa
hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia, hipertensi. Pada susunan saraf pusat
adanya sakit kepala, pusing, euforia,kebingungan, kejang, mual dan muntah.3
5. Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida /Gas Gelak (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidakiritatif, tidak berasa,
lebih berat dari udara, tidak mudahterbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan
soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang
kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak
larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena
itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi
otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi
pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak oksigen
dalam ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian
13
oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya
dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam
anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah sebagai berikut
60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.3
.
b. Ethrane (Enflurane)
Merupakan anestesi yang poten. Dapat mendepresi SSP menimbulkan
efek hipnotik. Pada kontrasepsi inspirasi 3– 3,5%dapat menimbulkan perubahan
EEG yaitu epileptiform, karena itu sebaiknya tidak digunakan pada pasien
epilepsi. Dan dapat meningkatkan aliran darah ke otak. Pada anestesi yang
dalam dapat menurunkan tekanan darah disebabkan depresi pada myokardium.
Aritmia jarang terjadi dan penggunaan adrenalin untuk infiltrasi relatif aman.
Pada system pernafasan, mendepresi ventilasi pulmoner dengan menurunkan
volumetidal dan mungkin pula meningkatkan laju nafas. Tidak menyebabkan
hipersekresi dari bronkus. Pada otot, Ethrane menimbulkan efek relaksasi yang
moderat. Menyebabkan peningkatan aktivitas obat pelumpuh otot non
depolarisasi. Penggunaan Ethrane pada operasi sectio cesaria cukup aman pada
konsentrasi rendah (0,5 - 0,8 vol %) tanpa menimbulkan depresi pada fetus.
Berhati-hati pada penggunaan konsentrasi tinggi karena dapat menimbulkan
relaksasi otot uterus.4
Untuk induksi, Ethrane 2 – 4 vol % dikombinasikan O2 atau campuran
N2O-O2, sedangkan untuk mempertahankan anestesi diperlukan 0,5 – 3 %.
Keuntungan dari Ethrane adalah harum, induksi dan pemulihan yang cepat,
tidak ada iritasi, sebagai bronkodilator, relaksasi otot baik, dapat
mempertahankan stabilitas dari sistem kardiovaskuler serta bersifat non emetik.
Sedangkan kerugiannya bersifat myocardial depresan, iritasi pada CNS, ada
kemungkinan kerusakan hati. Sebaiknya dihindari pemberiannya pada pasien
dengan keparahan ginjal.6
14
c. Halothane (Fluothane)
Berbentuk cairan jernih, sangat mudah menguap dan berbau manis, tidak
tajam dan mempunyai titik didih 50 C. Konsentrasi yang digunakan untuk
anestesi beragam dari 0,2–3%. Merupakan zat yang poten sehingga membutuhkan
vaporizer yang dikalibrasi untuk mencegah dosis yang berlebihan. Karena
kurang larut dalam darah dibandingkan dengan eter, maka saturasi dalam darah
lebih cepat, sehingga induksi inhalasi relatif lebih cepat dan menyenangkan
untuk pasien. Jika persediaan terbatas maka sebaiknya Halothane digunakan untuk
menstabilkan setelah indeuksi intravena. Pada kondisi klinishalothane tidak
mudah terbakar dan meledak.2
Halothane memberikan induksi anestesi yang mulus, tetapi mempunyai
sifat analgesi yang buruk. Penggunaan zat ini untuk anestesi secara tunggal
akan menyebabkan depresi kardiopulmoner yang ditandai dengan sianosis,
kecuali bila gas inspirasi mengandung oksigen dengan konsentrasi
tinggi. Halothane mempunyai efek relaksasi otot yang lebih kecil daripada eter,
merupakan suatu bronkodilator. Depresi pusat pernafasan oleh halothane
ditandai dengan pernafasan yang cepat dan dangkal, peningkatan frekuensi
pernafasan ini lebih kecil bila diberikan premedikasi dengan opium. Efek pada
kardiovaskuler adalah depresi langsung pada miokardium dengan penurunan
curah jantung dan tekanan darah, tetapi terjadi vasodilatasi kulit sehingga
mungkin perfusi jaringan lebih baik. Kerugian dari halothane dapat diatasi dengan
dikombinasikandenganN2O (50– 70%) atau trikloroetilen (0,5-1%).3
.
6. Obat Pelumpuh Otot
a. Suksametonium (Succynil choline).
Terutama digunakan untuk mempermudah/fasilitas intubasi trakea karena
mula kerja cepat (1-2 menit) dan lama kerja yang singkat (3–5menit). Juga dapat
dipakai untuk memelihara relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu per
infus atau suntikan intermitten. Dosis untuk intubasi 1-2 mg/kgBB/I.V.4
15
Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah (1)bradikardi,
bradiaritma dan asistole pada pemberian berulang atau terlalu cepat serta pada
anak-anak; (2) takikardi dan takiaritmia; (3) lama kerja memanjang terutama bila
kadar kolinesterase plasma berkurang; (4) peningkatan tekanan intra okuler; (5)
hiperkalemi; (6) dan nyeri otot fasikulasi.
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 500 mg.
Pengenceran dengan garam fisiologis/aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga
membentuk larutan 2 %. Cara pemberian I.V/I.M/ intralingual/intra bukal.6,7
b. Atrakurium besylate (tracrium)
Sebagai pelumpuh otot dengan struktur benzilisoquinolin yang memiliki
beberapa keuntungan antara lain bahwa metabolisme di dalam darah (plasma)
melalui suatu reaksi yang disebut eliminasi hoffman yang tidak tergantung fungsi
hati dan fungsi ginjal, tidak mempunyaimefek kumulasi pada pemberian
berulang, tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.2
Menurut Chapple DJ dkk (1987) dan Tateishi (1989) bahwa pada binatang
atracurium tidak mempunyai efek yang nyata pada CBF, CMR O2 atau ICP.
Metabolitnya yang disebut laudanosin, menembus bloodbrain barrier dan dapat
menimbulkan kejang EEG, tetapi kadar laudanosin pada dosis klinis atracurium
tidak menimbulkan efek ini. Lanier dkk mengatakan bahwa tidak ada perbedaan
ambang kejang dengan lidokain pada kucing yang diberikan atracurium.
pancuronium,atau vecuronium. Obat ini menurunkan MAP tetapi
tidak menyebabkan perubahan ICP. Dosis atracurium untuk intubasi adalah 0,5
mg/kg dandosis pemeliharaan adalah 5-10 ug/kg/menit. Kemasan : 2,5 ml dan
5ml yang berisi 25 mg dan 50 mg atrakurium besylate. Mula kerja pada dosis
intubasi 2-3 menit sedangkan lama kerjanya pada dosis relaksasi 15-35 menit.3
16
7. Intubasi Endotrakeal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,sehingga jalan
nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan.Intubasi trakea bertujuan
untuk5
:
 Mempermudah pemberian anestesi.
 Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
 Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
 Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
 Pemakaian ventilasi yang lama.
 Mengatasi obstruksi laring akut
.
8. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harusmendekati
jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairanperioperatif bertujuan
untuk6
:
 Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilangselama operasi.
 Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yangdiberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
a. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa,
muntah,penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga
sepertipada ileus obstriktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain.
Kebutuhancairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam.
Setiapkenaikansuhu10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.2
b. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhancairan
pada dewasa untuk operasi :
17
 Ringan = 4 ml/kgBB/jam.
 Sedang = 6 ml / kgBB/jam
 Berat = 8 ml / kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang
dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali
volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali
darah yang hilang.
c. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisitcairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.2
.
9. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasidan anestesi
yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recoveryroom yaitu ruangan
untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruangpulih sadar merupakan batu
loncatan sebelum pasien dipindahkan kebangsal atau masih memerlukan
perawatan intensif di ICU. Dengandemikian pasien pasca operasi atau anestesi
dapat terhindar darikomplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh
anestesinya.3
18
BABIII
LAPORANKASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn.R
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sekib RT 06/08 Banjarsari, Surakarta
Diagnosis pre operatif : Appendisitis Akut
Diagnosis post operasi : Appendisitis Akut
Macam Operasi : Appendiktomi
Macam Anestesi : Anestesi umum
Tanggal masuk : 9 Desember 2013
Tanggal operasi : 9 Desember 2013
No. Register : 846490
B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI
1. Anamnesa
a. Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sekitar 4 hari SMRS penderita mengeluh perut kanan bawah nyeri,yang
disertai muntah setiap habis 1 jam makan, demam (-), lalupenderita berobat dua
kali ke dokter umum dan diberi obat, tapi karenatidak ada perubahan, pasien
dibawa ke RSDM.BAB terakhir kemarin, BAK tidak ada kelainan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat mondok karena gejala serupa (-)
Riwayat sakit perut serupa (-)
Riwayat alergi makanan / obat (-)
Riwayat asma dan penyakit paru (-)
19
2. Pemeriksaan fisik : 9 Desember 2013
Keadaan Umum : sakit sedang, kompos mentis, gizi cukup
Tensi : 130/ 90 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu Axiler : 36,8 C
Respirasi : 20x/menit
Berat badan : 60 kg
Mata : Konjungtiva anemis ( - ), sklera ikterik ( - )
Hidung : nafas cuping hidung ( - ), sekret ( - )
Mulut : sianosis ( - ), gigi goyah / palsu ( - )
Telinga : sekret ( - ), pendengaran baik
Leher : glandula thiroid ditengah, pembesaran limfonodi( - ), JVP tidak meningkat
Thorax : retraksi (-),
Pulmo I :Pengembanganparukanan=kiri
P :Fremitus raba kanan = kiri
P :Sonor-Sonor
A :Suara dasar : vesikuler kanan = kiri
Suara tambahan : wheezing (-)
Jantung I :Ictus cordis tidak tampak
P :Ictus cordis tidak kuat angkat
P :Batas jantung kesan tidak melebar
A :Bunyi jantung I-II intensitas normal,Reguler,
bising (-)
Abdomen :
I: Dinding perut = dinding dada, distended (-), darm contur(-), darm steifung (-)
P:Supel, Nyeri tekan (+) pada perut kanan bawah (McBurney Sign
(+)),defans muskuler (-)
P : Timpani (+), NKCV (-)
A : Peristaltik (+) normal
20
Ekstremitas : oedem ( - ), akral dingin (-)
Pemeriksaan Khusus :
McBurneysign(+)
Rovsingsign(+)
Rebound Sign (+)
Obturator sign (+)
Psoas sign (-)
Rectal Toucher : TMSA normal, mukosa licin, ampila normal, prostattidak teraba
membesar, nyeti tekan jan 9,11 (+), massa (-), sarung tanganlender darah (-), feses (+)
3. Pemeriksaan laboratorium :
Darah Urin
Hb : 15,6 g/ dl SGPT : 25 u/L Protein : +1
Hct : 46,1 % Na : 143 Glukosa : -
AE : 5,4 . 106 / uL K : 35 PH : 8
AL : 10,0. 103/uL Cl : 104 Mikros : Eritrosit : +4
AT : 284. 103/uL Jenis lekosit : Lekosit (-)
Gol darah : O Netrofil segmen : 77%
CT : 1’45” Limfosit : 18%
BT : 3,33” Monosit:5%
GDS : 95 mg/dl HBs Ag (-)
Ur : 24 mg/dl
Cr : 1,6 mg/dl
SGOT : 19 u/L
4. Kesimpulan :
Pasien seorang laki-laki, usia 28 tahun, dengan keluhan utama nyeri perut
kanan bawah, dan didiagnosa : appendisitis akut. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan : Vital Sign : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 84x/menit, respirasi
21
rate 20x/menit, suhu axiller 36,8o
C, BB 60 kg. Cor dan pulmo dalam batas normal,
abdomen: didapatkan nyeri kanan bawah, Mc Burney Sign (+)
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb 15,6 g/dl, Hct 46,1 %,
AL 10.000 uL, AT 284.000 uL, GDS 95 mg/dl, Ureum 24 mg/dl, Kreatinine 1.6
mg/dl, Natrium 143 mmol/L, Kalium 3.5 mmol/L, ion Calsium 104 mmol/L. Akan
dilakukan appendictomi dengan generalanestesi.
Kelainan sistemik : (-), Kegawatan bedah : (+), Status fisik : ASA II E.
C. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan operasi
a. Persetujuan operasi tertulis ( + )
b. Periksa tanda vital dan keadaan umum
c. Puasa > 6 jam atau pasang NGT
d. Oksigenasi 2-3 L / menit
e. Cekobatdanalatanestesi
f. Infus RL 30 tpm makro
2. Jenis anestesi : General anestesi
3. Teknik anestesi : Semi closed inhalasi dengan Endotracheal Tubeno7,5
4. Premedikasi : Sulfas Atropin 0,25 mg I.V, Pethidin 50 mg I.V,midazolam 5 mg iv
5. Induksi : Propofol 120 mg I.V
6. Maintenance : N20 : 02=3L:3L,Ethrane1-2vol%
7. Pelumpuh otot : Succinyl choline 60mg
8. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman anestesi, cairan,
dan perdarahan
9. Pengawasan pasca anestesi di ruang pulih sadar.
22
D. TATA LAKSANA ANESTESI
1. Di ruang persiapan
a. Dilakukan pemeriksaan kembali identitas penderita, persetujuan operasi,
lama puasa > 6 jam, lembar konsul anestesi, obat-obatan dan
perlengkapan yang diperlukan.
b. Pemeriksaan tanda tanda vital
T : 130/90 mmHg
Rr : 20 x/menit
N : 86x/menit
S : 36,6o
C
Infus RL 30 tpm makro
Mengganti pakaian penderita dengan pakaian operasi
2. Di ruang operasi
a. Jam 20.15 penderita ditidurkan di ruang operasi telentang dilakukan
premedikasi pemberian SA 0,25 mg i.v, petidin 30 mg i.v, sertamidazolam 5
mg iv, kemudian manset dipasang pada lengan kiri.
b. Jam 20.20 dilakukan induksi dengan propofol 120 mg i.v, lalu segera kepala
diekstensikan, face mask didekatkanpadahidungdenganO2 5l/menit. Setelah reflek
bulu mata menghilang, dimasukkan Succinylcholin 600 mg iv, tampak
fasikulasi otot. Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan orotrakhea no
7,5. Setelah terpasang baik dihubungkan dengan mesin anestesi untuk
mengalirkan N20 : O2 = 3 : 3 l/menit. Untuk maintenance digunakan etrhane 1-
2 vol %. Infus RL sekitar 30 tetes per menit makro.
c. Jam 20.25 anestesi sudah cukup dalam (napas teratur, pupil terfiksasisentral
dan midriasis,ahli bedah dipersilakan memulai operasi, selamaoperasi
dimonitor tanda vital dan Spa O2 tiap 10 menit.
d. Jam 21.10 operasi hampir selesai , N20 dimatikan, ethrane dimatikan02
dinaikkan sekita 5-6 l/mnt.
e. Jam 21.15 operasi selesai.
23
Monitoring Selama Anestesi
Anestesi mulai jam 20.20 wib.
Operasi mulai jam 20.25 wib
Jam Tensi Nadi SaO2 Keterangan
20.15–20.20 124/76 80 100 SA 0,25 mg, petidin 30 mg, midazolam 5
mg, induksi propofol 8 mg, intubasi,
oksigen5l/mnt,ethrane1-2vol%
20.25 115/62 80 100 Infus RL operasi dimulai dan monitoring
tanda-tandavitaltiap10menit
20.35 136/82 80 99
20.45 130/72 74 99
20.55 126/65 83 100
21.05 124/72 77 100
21.15 135/85 80 100
Anestesi selesai jam 21.10
Operasi selesai jam 21.15
3. Di ruang pemulihan
Jam 21.20 : pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dalam keadaan posisi
terlentang kepala diektensikan, diberikan O2 2-3liter/menit, lendir dihisap dan
tanda– tanda vital dimonitoring tiap 10 menit.
Jam 21.45 : pasien sadar penuh
Jam 21.50 : pasien dipindahkan dari ruang pemulihan ke bangsal.
MonitoringPascaAnastesi
Jam Tensi Nadi RR Keterangan
21.25 130/80 80 20 Oksigen2-3l/mnt
21.35 130/80 84 20
21.45 130/80 80 20 Penderitasadarpenuh
21.50 130/80 80 20 Penderitapindahkebangsal
24
BABIV
PEMBAHASAN
Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik akan
dibahas masalah yang timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi.
A. PERMASALAH DARI SEGI MEDIK
Appendisitis yang merupakan proses radang dapat meningkatkan
metabolisme, dimana kebutuhan cairan meningkat yang menyebabkan penderita
mengalami kehilangan banyak cairan sehingga bisa terjadi dehidrasi atau juga
sepsis.
B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH
1. Operasi yang jika tidak dilakukan pembedahan, bisa mengancam jiwapasien,
terutama jika terapi obat tidak respon dapat timbul perforasi.
2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi, sehingga perludipersiapkan
darah.
3. Iatrogenik (resiko kerusakan organ akibat pembedahan)Dalam mengantisipasi
hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis danteknik anestesi yang aman untuk
operasi yang lama.
C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
1. Pemeriksaanpraanestesi
Pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain :
a. Puasa lebih dari 6 jam.
b. Pemeriksaan laboratorium darah
Permasalahanyangadaadalah:
 Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita sebelum dilakukan
anestesi dan operasi.
25
 Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang sesuai dengan keadaan umum
penderita.
Dalam memperbaiki keadaan umum dan mempersiapkan operasi pada penderita
perlu dilakukan :
 Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS.
 Puasa paling tidak 6 jam untuk mengosongkan lambung, sehingga bahaya
muntah dan aspirasi dapat dihindarkan.
Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi karena pada operasi ini
diperlukan hilangnya kesadaran, rasa sakit dan amnesia dengan menggunakan
premedikasi sulfas atropin dan petidin. Teknik anestesinya semi closed inhalasi
dengan pemasangan endotracheal tube, dan perencanaan ini sudah tepat karena bila
dengan face mask bahaya aspirasi dan terganggunya jalan napas lebih besar.
Selama operasi dipasang ET teknik cepat.
1) Premedikasi
a) Untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus serta mencegah adanya
vagal reflek yang ditimbulkan oleh tindakan bedah itu sendiri maka diberikan
sulfas atropin 0,25 mg IV
b) Untuk mengurangi rasa sakit pra bedah dan pasca bedah,mengurangi kebutuhan obat
anestesi dan memudahkan induksi digunakan Petidin 60 mg IV.
c) Pada pasien ini diberikan midazolam 5 mg (dosis 0,07-0,2 mg/kgBB) berfungsi
untuk hipnotik sedative, dan amnesia retrograde.
2) Induksi
a) Digunakan Propofol 120 mg i.v karena memiliki induksi yang cepat, masa pulih
sadar yang cepat, jarang menimbulkan mual dan muntah, tensi juga kondisi
pernapasan yang normal.
26
b) Untuk mengurangi cedera karena pemasangan ET, merelaksasikan otot saluran
napas untuk sementara maka digunakan Suksinsil kholin
3) Maintenance
Dipakai N2OdanO2 dengan perbandingan 3 L : 3 L, serta ethrane 1-2 vol%.
Terapi Cairan
a. Defisit cairan karena puasa 7 jam
2ccx60kgx7jam=840cc
b. Kebutuhan cairan selama operasi dan karena trauma operasi selama 1 jam :
kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang
= (4cc x 60 kg x 1 jam) + (6 cc x 60 kg x 1 jam)
=240+360cc=600cc
c. Perdarahan yang terjadi = 150 cc
EBV=80ccx60kg=4800cc
Jadikehilangandarah=150/4800x100%=3%
Diganti dengan cairan kristaloid 3 x 150 = 450 cc
d. Kebutuhan cairan total = 840+ 600 + 450=1890cc
e. Cairan yang sudah diberikan :
1)Praanestesi=500cc
2)Saat operasi = 800 cc
Totalcairanyangmasuk=1500cc
Jadi kurang cairan sebesar 490 cc, maka penambahan cairan masih diperlukan
saat pasien di bangsal ditambah kebutuhan cairan perhari selama 24 jam.
27
BAB V
KESIMPULAN
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi
pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada
operasicito appendictomy pada pasien laki-laki, umur 28 tahun, status fisik ASA II
E.Dengan diagnosis appendicitis akut dengan menggunakan teknik anestesi
semiclosed dengan ET no.7,5, respirasi spontan.
Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahanyang ada
diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnyakomplikasi anestesi
dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yangberarti
baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruangpemulihan
juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi
berlangsungdengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.
28
DAFTARPUSTAKA
1. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan TerapiIntensif,
FKUI, CV Infomedia, Jakarta.
2. Tony H., (1998). Anestesi umum dalam Farmakologi dan Terapi, edisi IV. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
3. Boulton T.H., Blogg C.E., (1994). Anesthesiology, cetakan I. EGC,Jakarta.
4. Morgan G.E., Mikhail M.S., (1992). Clinical Anesthesiology. 1st
ed. A large
medical Book
5. Wim de Jong, (1996) Buku Ajar lmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
6. Wirjoatmojo, K, (2000). Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar
Untuk Pendidikan S1 Kedokteran, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
7. Dobson Michael B, (1994). Penuntun Praktis Anestesi, cetakan I, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantungPemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
 
Pemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thoraxPemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thorax
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
 
Apa itu nyeri, perinsip dasar nurs
Apa itu nyeri, perinsip dasar nursApa itu nyeri, perinsip dasar nurs
Apa itu nyeri, perinsip dasar nurs
 
Bronko pneumonia
Bronko pneumoniaBronko pneumonia
Bronko pneumonia
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
12 nervus cranial
12 nervus cranial 12 nervus cranial
12 nervus cranial
 
Ventilasi, perfusi & difusi ok
Ventilasi, perfusi & difusi okVentilasi, perfusi & difusi ok
Ventilasi, perfusi & difusi ok
 
Shock dan Resusitasi Cairan
Shock dan Resusitasi CairanShock dan Resusitasi Cairan
Shock dan Resusitasi Cairan
 
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
 
162697358 case-anestesi
162697358 case-anestesi162697358 case-anestesi
162697358 case-anestesi
 
Pemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anangPemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anang
 
Terapi cairan pada anak
Terapi cairan pada anakTerapi cairan pada anak
Terapi cairan pada anak
 
Resusitasi cairan
Resusitasi cairanResusitasi cairan
Resusitasi cairan
 
Stroke
StrokeStroke
Stroke
 
Pneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpointPneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpoint
 
Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal
Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang DikenalNasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal
Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Bantuan Hidup Dasar (2015 AHA Guideline)
Bantuan Hidup Dasar (2015 AHA Guideline)Bantuan Hidup Dasar (2015 AHA Guideline)
Bantuan Hidup Dasar (2015 AHA Guideline)
 
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
 

Similar to APENDISITIS

Pedoman pelayanan anestesi
Pedoman pelayanan anestesiPedoman pelayanan anestesi
Pedoman pelayanan anestesisyukur_ode
 
general anestesi.ppt
general anestesi.pptgeneral anestesi.ppt
general anestesi.pptdrfauzulna
 
39107183 appendicitis
39107183 appendicitis39107183 appendicitis
39107183 appendicitisNdan Permana
 
ASKEP PADA KLIEN DENGAN PREOPERASI DAN POSTOPERASI SISTEM PERNAPASAN DAN KARD...
ASKEP PADA KLIEN DENGAN PREOPERASI DAN POSTOPERASI SISTEM PERNAPASAN DAN KARD...ASKEP PADA KLIEN DENGAN PREOPERASI DAN POSTOPERASI SISTEM PERNAPASAN DAN KARD...
ASKEP PADA KLIEN DENGAN PREOPERASI DAN POSTOPERASI SISTEM PERNAPASAN DAN KARD...Pangestu S
 
Makalah pemberian obat sc iv
Makalah pemberian obat sc ivMakalah pemberian obat sc iv
Makalah pemberian obat sc ivImas Nufazah
 
Management pasca operasi
Management pasca operasiManagement pasca operasi
Management pasca operasiUlfa Pradipta
 
Fisioterapi dada dan batuk efektif AKPER PEMKAB MUNA
Fisioterapi dada dan batuk efektif AKPER PEMKAB MUNA Fisioterapi dada dan batuk efektif AKPER PEMKAB MUNA
Fisioterapi dada dan batuk efektif AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Fisioterapi dada dan batuk efektif AKPER PEMKAB MUNA
Fisioterapi dada dan batuk efektif  AKPER PEMKAB MUNA Fisioterapi dada dan batuk efektif  AKPER PEMKAB MUNA
Fisioterapi dada dan batuk efektif AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Askep apendisitis
Askep apendisitisAskep apendisitis
Askep apendisitisWarnet Raha
 
Askep apendisitis
Askep apendisitisAskep apendisitis
Askep apendisitisWarnet Raha
 
Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA
Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA
Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalWarnet Raha
 

Similar to APENDISITIS (20)

Lapsus anes
Lapsus anesLapsus anes
Lapsus anes
 
Pedoman pelayanan anestesi
Pedoman pelayanan anestesiPedoman pelayanan anestesi
Pedoman pelayanan anestesi
 
general anestesi.ppt
general anestesi.pptgeneral anestesi.ppt
general anestesi.ppt
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
 
39107183 appendicitis
39107183 appendicitis39107183 appendicitis
39107183 appendicitis
 
Modul 3 cetak
Modul 3 cetakModul 3 cetak
Modul 3 cetak
 
ASKEP PADA KLIEN DENGAN PREOPERASI DAN POSTOPERASI SISTEM PERNAPASAN DAN KARD...
ASKEP PADA KLIEN DENGAN PREOPERASI DAN POSTOPERASI SISTEM PERNAPASAN DAN KARD...ASKEP PADA KLIEN DENGAN PREOPERASI DAN POSTOPERASI SISTEM PERNAPASAN DAN KARD...
ASKEP PADA KLIEN DENGAN PREOPERASI DAN POSTOPERASI SISTEM PERNAPASAN DAN KARD...
 
Makalah pemberian obat sc iv
Makalah pemberian obat sc ivMakalah pemberian obat sc iv
Makalah pemberian obat sc iv
 
Management pasca operasi
Management pasca operasiManagement pasca operasi
Management pasca operasi
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
 
Askep husna 2 b AKPER PEMKAB MUNA
Askep husna  2 b  AKPER PEMKAB MUNA Askep husna  2 b  AKPER PEMKAB MUNA
Askep husna 2 b AKPER PEMKAB MUNA
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
 
Fisioterapi dada dan batuk efektif AKPER PEMKAB MUNA
Fisioterapi dada dan batuk efektif AKPER PEMKAB MUNA Fisioterapi dada dan batuk efektif AKPER PEMKAB MUNA
Fisioterapi dada dan batuk efektif AKPER PEMKAB MUNA
 
Fisioterapi dada dan batuk efektif AKPER PEMKAB MUNA
Fisioterapi dada dan batuk efektif  AKPER PEMKAB MUNA Fisioterapi dada dan batuk efektif  AKPER PEMKAB MUNA
Fisioterapi dada dan batuk efektif AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep apendisitis
Askep apendisitisAskep apendisitis
Askep apendisitis
 
Askep apendisitis
Askep apendisitisAskep apendisitis
Askep apendisitis
 
Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA
Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA
Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA
 
Perawatan bedah kebidanan1
Perawatan bedah kebidanan1Perawatan bedah kebidanan1
Perawatan bedah kebidanan1
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
 
Apendiksitis
ApendiksitisApendiksitis
Apendiksitis
 

More from Tenri Ashari Wanahari

32nd World Congress of Internal Medicine 2014
32nd World Congress of Internal Medicine 201432nd World Congress of Internal Medicine 2014
32nd World Congress of Internal Medicine 2014Tenri Ashari Wanahari
 
PEDOMAN OPERASIONAL PENILAIAN ANGKA KREDIT KENAIKAN JABATAN FUNGSIONAL DOSEN ...
PEDOMAN OPERASIONAL PENILAIAN ANGKA KREDIT KENAIKAN JABATAN FUNGSIONAL DOSEN ...PEDOMAN OPERASIONAL PENILAIAN ANGKA KREDIT KENAIKAN JABATAN FUNGSIONAL DOSEN ...
PEDOMAN OPERASIONAL PENILAIAN ANGKA KREDIT KENAIKAN JABATAN FUNGSIONAL DOSEN ...Tenri Ashari Wanahari
 
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMERPANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMERTenri Ashari Wanahari
 
Development of Dot-blot Hybridization Based on 522 bp Repetitive Sequence (R5...
Development of Dot-blot Hybridization Based on 522 bp Repetitive Sequence (R5...Development of Dot-blot Hybridization Based on 522 bp Repetitive Sequence (R5...
Development of Dot-blot Hybridization Based on 522 bp Repetitive Sequence (R5...Tenri Ashari Wanahari
 
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisLaporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisTenri Ashari Wanahari
 
Kasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis Hepatis
Kasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis HepatisKasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis Hepatis
Kasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis HepatisTenri Ashari Wanahari
 
Kasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHF
Kasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHFKasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHF
Kasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHFTenri Ashari Wanahari
 
Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...
Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...
Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...Tenri Ashari Wanahari
 
Coursera Certificate: Preparation for Introductiory Biology
Coursera Certificate: Preparation for Introductiory BiologyCoursera Certificate: Preparation for Introductiory Biology
Coursera Certificate: Preparation for Introductiory BiologyTenri Ashari Wanahari
 
EdX Certificate: PH278x: Human Health and Global Environmental Change
EdX Certificate: PH278x: Human Health and Global Environmental ChangeEdX Certificate: PH278x: Human Health and Global Environmental Change
EdX Certificate: PH278x: Human Health and Global Environmental ChangeTenri Ashari Wanahari
 
Prospective development of rapid non-invasive Dengue virus detection method b...
Prospective development of rapid non-invasive Dengue virus detection method b...Prospective development of rapid non-invasive Dengue virus detection method b...
Prospective development of rapid non-invasive Dengue virus detection method b...Tenri Ashari Wanahari
 
Is Human Health Depends on the Health of Global Climate?
Is Human Health Depends on the Health of Global Climate?Is Human Health Depends on the Health of Global Climate?
Is Human Health Depends on the Health of Global Climate?Tenri Ashari Wanahari
 
Coursera Certificate: Genes and The Human Condition
Coursera Certificate: Genes and The Human ConditionCoursera Certificate: Genes and The Human Condition
Coursera Certificate: Genes and The Human ConditionTenri Ashari Wanahari
 
Coursera Certificate: Introductory Human Physiology
Coursera Certificate: Introductory Human PhysiologyCoursera Certificate: Introductory Human Physiology
Coursera Certificate: Introductory Human PhysiologyTenri Ashari Wanahari
 
EdX Certificate: Stat2.1x Introduction to Statistics: Descriptive Statistics
EdX Certificate: Stat2.1x Introduction to Statistics: Descriptive StatisticsEdX Certificate: Stat2.1x Introduction to Statistics: Descriptive Statistics
EdX Certificate: Stat2.1x Introduction to Statistics: Descriptive StatisticsTenri Ashari Wanahari
 

More from Tenri Ashari Wanahari (20)

32nd World Congress of Internal Medicine 2014
32nd World Congress of Internal Medicine 201432nd World Congress of Internal Medicine 2014
32nd World Congress of Internal Medicine 2014
 
PEDOMAN OPERASIONAL PENILAIAN ANGKA KREDIT KENAIKAN JABATAN FUNGSIONAL DOSEN ...
PEDOMAN OPERASIONAL PENILAIAN ANGKA KREDIT KENAIKAN JABATAN FUNGSIONAL DOSEN ...PEDOMAN OPERASIONAL PENILAIAN ANGKA KREDIT KENAIKAN JABATAN FUNGSIONAL DOSEN ...
PEDOMAN OPERASIONAL PENILAIAN ANGKA KREDIT KENAIKAN JABATAN FUNGSIONAL DOSEN ...
 
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMERPANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
 
Development of Dot-blot Hybridization Based on 522 bp Repetitive Sequence (R5...
Development of Dot-blot Hybridization Based on 522 bp Repetitive Sequence (R5...Development of Dot-blot Hybridization Based on 522 bp Repetitive Sequence (R5...
Development of Dot-blot Hybridization Based on 522 bp Repetitive Sequence (R5...
 
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisLaporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
 
Kasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis Hepatis
Kasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis HepatisKasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis Hepatis
Kasus Kecil Interna : Hematemesis Melena, Klinis Sirosis Hepatis
 
Kasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHF
Kasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHFKasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHF
Kasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHF
 
Kasus Kecil Interna : Diare Kronik
Kasus Kecil Interna : Diare KronikKasus Kecil Interna : Diare Kronik
Kasus Kecil Interna : Diare Kronik
 
Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...
Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...
Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...
 
Coursera Certificate: Preparation for Introductiory Biology
Coursera Certificate: Preparation for Introductiory BiologyCoursera Certificate: Preparation for Introductiory Biology
Coursera Certificate: Preparation for Introductiory Biology
 
EdX Certificate: PH278x: Human Health and Global Environmental Change
EdX Certificate: PH278x: Human Health and Global Environmental ChangeEdX Certificate: PH278x: Human Health and Global Environmental Change
EdX Certificate: PH278x: Human Health and Global Environmental Change
 
Prospective development of rapid non-invasive Dengue virus detection method b...
Prospective development of rapid non-invasive Dengue virus detection method b...Prospective development of rapid non-invasive Dengue virus detection method b...
Prospective development of rapid non-invasive Dengue virus detection method b...
 
Is Human Health Depends on the Health of Global Climate?
Is Human Health Depends on the Health of Global Climate?Is Human Health Depends on the Health of Global Climate?
Is Human Health Depends on the Health of Global Climate?
 
Coursera Certificate: Genes and The Human Condition
Coursera Certificate: Genes and The Human ConditionCoursera Certificate: Genes and The Human Condition
Coursera Certificate: Genes and The Human Condition
 
Coursera Certificate: Introductory Human Physiology
Coursera Certificate: Introductory Human PhysiologyCoursera Certificate: Introductory Human Physiology
Coursera Certificate: Introductory Human Physiology
 
Coursera Certificate: Calculus One
Coursera Certificate: Calculus OneCoursera Certificate: Calculus One
Coursera Certificate: Calculus One
 
INAMSC 2013
INAMSC 2013INAMSC 2013
INAMSC 2013
 
Coursera Certificate: Algebra
Coursera Certificate: AlgebraCoursera Certificate: Algebra
Coursera Certificate: Algebra
 
Coursera Certificate: Pre-Calculus
Coursera Certificate: Pre-CalculusCoursera Certificate: Pre-Calculus
Coursera Certificate: Pre-Calculus
 
EdX Certificate: Stat2.1x Introduction to Statistics: Descriptive Statistics
EdX Certificate: Stat2.1x Introduction to Statistics: Descriptive StatisticsEdX Certificate: Stat2.1x Introduction to Statistics: Descriptive Statistics
EdX Certificate: Stat2.1x Introduction to Statistics: Descriptive Statistics
 

Recently uploaded

MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisRachmandiarRaras
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 

Recently uploaded (19)

MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 

APENDISITIS

  • 1. 1 PRESENTASI KASUS PENGGUNAAN ANASTESI UMUM PADA PRIA USIA 30 TAHUN DENGAN APENDISITIS AKUT Oleh : Tenri Ashari Wanahari G99131087 Pembimbing : Dr. MH. Sudjito, SpAn-KNA KEPANITERAAN KLINIK LAB UPF ANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2013
  • 2. 2 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga presentasi kasus dengan judul “PENGGUNAAN ANESTESI UMUM PADA PRIA USIA 30 TAHUN DENGAN APENDISITIS AKUT :” dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Unit Anestesi dan Keperawatan Intensif di FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. MH. Sudjito, SpAn-KNA, selaku ketua program studi Anestesi dan Keperawatan Intensif FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta dan pembimbing. 2. Dr. H. Marthunus Judin, Sp An.KAP, selaku kepala bagian Anestesi dan Keperawatan Intensif FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta 3. Prof. Dr. St. Mulyata, SpAnKIC, selaku staf ahli anestesi. 4. Dr. Soemartanto, SpAnKIC, selaku staf ahli anestesi. 5. Dr. Purwoko, SpAn, selaku staf ahli anestesi. 6. Dr. Sugeng, SpAn, selaku staf ahli anestesi. 7. Dr. R. Th Supraptomo, SpAn, selaku staf ahli anestesi. 8. Dr. Heri Dwi P., Sp.An.Mkes, selaku staf ahli anastesi. 9. Dr. Eko S. SpAn, selaku staf ahli anestesi. 10. Dr. Ardana Tri Arianto, M.Si. Med, Sp.An, selaku staf ahli anestesi. 11. Dr. Muh Husni Thamrin, Sp.An, M.Kes selaku staf ahli anestesi. 12. Dr. Bambang Novianto P, Sp.An, M.Kes selaku staf ahli anestesi. 13. Dr. Fitri Hapsari Dewi, Sp.An, selaku staf ahli anestesi. 14. Sony Indrawijaya Sp.An, M.Kes, selaku staf ahli anastesi. 15. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di bagian anestesi RSUD Dr.Moewardi Surakarta.
  • 3. 3 Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Akhirnya penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Surakarta, Desember 2013 Penyusun
  • 4. 4 BABI PENDAHULUAN Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Bersama-samacabang kedokteran lain serta anggota masyarakat ikut aktif mengelola bidang kedokteran gawat darurat. Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang herus dilaksanakan yaitu praanestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi,menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari premedikasi, masa anestesi danpemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.1 Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks. Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan operatif, yang disebut apendekomi. Penundaan operasi dapat menimbulkan bahaya, antara lain absesatau perforasi. Apendisitis akut temasuk operasi emergensi. Pada operasi emergensi, kondisi pasien harus dipersiapkan seoptimal mungkin. Persiapannya sama seperti operasi elektif, hanya segala sesuatunya dilakukan saat itu juga. Operasi intra abdominal paling baik dilakukan dengan anestesia umum endotrakeal.
  • 5. 5 BABII TINJAUANPUSTAKA A. Apendisitis Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks. Apendisitis pada awalnya dapat sembuh spontan, namun akan terjadi jaringan parut dan fibrosis. Risiko untuk terjadinya serangan kembali adalah 50 %. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendikspecahdanmembentuknanahdi dalam rongga abdomen atau peritonitis. Terjadinya apendisitis umumnya karena bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus, di antaranya sumbatan lumen apendiks,timbunan tinja yang keras (fekalit), makanan rendah serat, tumor apendiks, dan pengikisan mukosa apendiks akibat parasit seperti E. hystolitica. Terdapat gejala awal yang khas, yaitu nyeri pada perut kanan bawah, yang disebut titik Mc.Burney. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah. Berbeda dengan apendisitis akut, apendisitis kronis pada palpasi didapatkan massa atau infiltrat yang nyeri tekan dan leukosit yang sangat tinggi. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis, sehingga dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang lebih parah. Hal ini sering menjadi penyebab terlambatnya diagnosis, sehingga lebih dari setengah penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang akan menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu saat, ketika meradang lagi, yang disebut apendisitis eksaserbasi akut. Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan operatif, yang disebut apendektomi. Penundaan operasi dapat menimbulkan bahaya, antara lain abses atau perforasi.
  • 6. 6 B. Anestesi Umum Anestesi dapat dibagi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu inhalasi dan parenteral.2 Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum, yaitu meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Dalam memberikan obat-obat anestesi pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain.3 Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari : (1) hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot. Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda klinis anestesia umum (menggunakan zat anestesi yang mudah menguap, terutama diethyleter)4,5,6 :  Stadium I : analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya kesadaran.  Stadium II : excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya respirasi teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah.  Stadium III : dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi. Dibagi 4 plane: Plane 1 : dari timbulnya pernafasan teratur hingga berhentinya pergerakan bola mata. Plane 2 : dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya paralisis interkostal.
  • 7. 7 Plane 3 : dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis interkostal. Plane 4 : dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma.  Stadium IV : overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma hingga cardiac arrest. Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain.7 1. Persiapan Pra Anestesi Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah :  Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.  Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yangsesuai dengan fisik dan kehendak pasien.  Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology): ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringansampai dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atauproses patofisiologis. Angka mortalitas 16%. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.
  • 8. 8 ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%. Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat.3,4 Macam-macamteknikanestesi yangdapatdigunakan1 : a. Open drop method : cara ini dapat digunakan untuk anestetik yang menguap, peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung penderita sehingga kadar yang dihisap tidak diketahui, dan pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap ke udara terbuka. b.Semi open drop method :hampir sama dengan open drop, hanyauntukmengurangi terbuangnya zat anestetik , digunakan masker. Karbondioksida yang dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan volume fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume udara semenit. c. Semi closed method : udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Udara panas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar. Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow kurang dari 100 % kebutuhan. d. Closed method : cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi
  • 9. 9 Pada kasus isi dipakai semi closed anestesi karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu:  Konsentrasi inspirasi relatif konstan  Konservasi panas dan uap  Menurunkan polusi kamar  Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar 2. Premedikasi Anestesi Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari premedikasi antara lain2 :  memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.  menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam  membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam  memberikan analgesia, misal : pethidin  mencegah muntah, misal : droperidol  memperlancar induksi, misal : pethidin  mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin  menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.  mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropindan hiosin 3. Obat-obatan Premedikasi a. Sulfas Atropin Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna untuk mengurangi sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardialyang berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atautindakan operasi. Efek lainnya yaitu melemaskan otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal, dan mengurangi rasamual serta muntah. Obat ini juga menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi local maupun regional. Dalam dosis toksik dapat
  • 10. 10 menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian prostigmin 1–2 mg intravena4 Sediaan : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5mg. Dosis : 0,01 mg/ kgBB. Pemberian : SC, IM, IV b. Pethidin Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah, memudahkan melakukan pemberian pernafasan buatan , dan dapat diantagonis dengan naloxon. Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat menyebabkan hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan padapasiendenganhipovolemia.Jugadapatmenyebabkandepresipusatpernapasandimedula yangdapatditunjukkandenganrespon turunnya CO2, mual dan muntah menunjukkan adanya stimulasi narkotik pada pusat muntah di medula. Posisi tidur dapat mengurangi efek tersebut6 Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc. Dosis : 1 mg/ kgBB. Pemberian : IV, IM c. Midazolam Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepindengan sifat yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine. Merupakan benzodiapin kerja cepat yang bekerja menekan SSP. Midazolam berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang terdapat diberbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak, serebelum system limbic serta korteks serebri. Efek induksi terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena bila sebelumnya diberikan
  • 11. 11 premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa premedikasi narkotika sebelumnya1 Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi anestesi, basal sedasion sebelum tindakan diagnostic atau pembedahan yang dilakukan di bawah anestesi local serta induksi dan pemeliharaan selama anestesi. Obat ini dikontraindikasikan pada keadaan sensitive terhadap golongan benzodiazepine, pasien dengan insufisiensi pernafasan, acut narrow-angle glaucoma.2 Dosis premedikasi sebelum operasi : Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri sebelum tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan antikolinergik atau analgesik. Dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB secara IM sesuai dengan keadaan umum pasien, lazimnya diberikan 5mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 – 0,05 mg/ kg BB (IM). Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-10 menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus diturunkan 1- 1,5 mg dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV.2 Midazolam mempunyai efek samping :  Efek yang berpotensi mengancam jiwa : midazolam dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan kardiovaskular, iritabilitas pada ventrikel dan perubahan pada kontrol baroreflek dari denyut jantung.  Efek yang berat dan ireversibel : selain depresi SSP yang berhubungandengan dosis, tidak pernah dilaporkan efek samping yang ireversibel  Efek samping simtomatik : agitasi, involuntary movement, bingung,pandangan kabur, nyeri pada tempat suntikan, tromboflebitis dantrombosis. Midazolam dapat berinteraksi dengan obat alkohol, opioid, simetidin, ketamin.
  • 12. 12 4. Induksi Pada kasus ini digunakan Propofol. Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi. Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi secara cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofolyangberkesinambungandenganopiat,N2O dan/atau anestetik inhalasi lain. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konfusi pascaoperasiyangminimal. Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya depresi pernapasan, apnea, brokospasme dan laringospasme. Pada system kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia, hipertensi. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia,kebingungan, kejang, mual dan muntah.3 5. Pemeliharaan a. Nitrous Oksida /Gas Gelak (N2O) Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidakiritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudahterbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian
  • 13. 13 oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.3 . b. Ethrane (Enflurane) Merupakan anestesi yang poten. Dapat mendepresi SSP menimbulkan efek hipnotik. Pada kontrasepsi inspirasi 3– 3,5%dapat menimbulkan perubahan EEG yaitu epileptiform, karena itu sebaiknya tidak digunakan pada pasien epilepsi. Dan dapat meningkatkan aliran darah ke otak. Pada anestesi yang dalam dapat menurunkan tekanan darah disebabkan depresi pada myokardium. Aritmia jarang terjadi dan penggunaan adrenalin untuk infiltrasi relatif aman. Pada system pernafasan, mendepresi ventilasi pulmoner dengan menurunkan volumetidal dan mungkin pula meningkatkan laju nafas. Tidak menyebabkan hipersekresi dari bronkus. Pada otot, Ethrane menimbulkan efek relaksasi yang moderat. Menyebabkan peningkatan aktivitas obat pelumpuh otot non depolarisasi. Penggunaan Ethrane pada operasi sectio cesaria cukup aman pada konsentrasi rendah (0,5 - 0,8 vol %) tanpa menimbulkan depresi pada fetus. Berhati-hati pada penggunaan konsentrasi tinggi karena dapat menimbulkan relaksasi otot uterus.4 Untuk induksi, Ethrane 2 – 4 vol % dikombinasikan O2 atau campuran N2O-O2, sedangkan untuk mempertahankan anestesi diperlukan 0,5 – 3 %. Keuntungan dari Ethrane adalah harum, induksi dan pemulihan yang cepat, tidak ada iritasi, sebagai bronkodilator, relaksasi otot baik, dapat mempertahankan stabilitas dari sistem kardiovaskuler serta bersifat non emetik. Sedangkan kerugiannya bersifat myocardial depresan, iritasi pada CNS, ada kemungkinan kerusakan hati. Sebaiknya dihindari pemberiannya pada pasien dengan keparahan ginjal.6
  • 14. 14 c. Halothane (Fluothane) Berbentuk cairan jernih, sangat mudah menguap dan berbau manis, tidak tajam dan mempunyai titik didih 50 C. Konsentrasi yang digunakan untuk anestesi beragam dari 0,2–3%. Merupakan zat yang poten sehingga membutuhkan vaporizer yang dikalibrasi untuk mencegah dosis yang berlebihan. Karena kurang larut dalam darah dibandingkan dengan eter, maka saturasi dalam darah lebih cepat, sehingga induksi inhalasi relatif lebih cepat dan menyenangkan untuk pasien. Jika persediaan terbatas maka sebaiknya Halothane digunakan untuk menstabilkan setelah indeuksi intravena. Pada kondisi klinishalothane tidak mudah terbakar dan meledak.2 Halothane memberikan induksi anestesi yang mulus, tetapi mempunyai sifat analgesi yang buruk. Penggunaan zat ini untuk anestesi secara tunggal akan menyebabkan depresi kardiopulmoner yang ditandai dengan sianosis, kecuali bila gas inspirasi mengandung oksigen dengan konsentrasi tinggi. Halothane mempunyai efek relaksasi otot yang lebih kecil daripada eter, merupakan suatu bronkodilator. Depresi pusat pernafasan oleh halothane ditandai dengan pernafasan yang cepat dan dangkal, peningkatan frekuensi pernafasan ini lebih kecil bila diberikan premedikasi dengan opium. Efek pada kardiovaskuler adalah depresi langsung pada miokardium dengan penurunan curah jantung dan tekanan darah, tetapi terjadi vasodilatasi kulit sehingga mungkin perfusi jaringan lebih baik. Kerugian dari halothane dapat diatasi dengan dikombinasikandenganN2O (50– 70%) atau trikloroetilen (0,5-1%).3 . 6. Obat Pelumpuh Otot a. Suksametonium (Succynil choline). Terutama digunakan untuk mempermudah/fasilitas intubasi trakea karena mula kerja cepat (1-2 menit) dan lama kerja yang singkat (3–5menit). Juga dapat dipakai untuk memelihara relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu per infus atau suntikan intermitten. Dosis untuk intubasi 1-2 mg/kgBB/I.V.4
  • 15. 15 Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah (1)bradikardi, bradiaritma dan asistole pada pemberian berulang atau terlalu cepat serta pada anak-anak; (2) takikardi dan takiaritmia; (3) lama kerja memanjang terutama bila kadar kolinesterase plasma berkurang; (4) peningkatan tekanan intra okuler; (5) hiperkalemi; (6) dan nyeri otot fasikulasi. Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 500 mg. Pengenceran dengan garam fisiologis/aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga membentuk larutan 2 %. Cara pemberian I.V/I.M/ intralingual/intra bukal.6,7 b. Atrakurium besylate (tracrium) Sebagai pelumpuh otot dengan struktur benzilisoquinolin yang memiliki beberapa keuntungan antara lain bahwa metabolisme di dalam darah (plasma) melalui suatu reaksi yang disebut eliminasi hoffman yang tidak tergantung fungsi hati dan fungsi ginjal, tidak mempunyaimefek kumulasi pada pemberian berulang, tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.2 Menurut Chapple DJ dkk (1987) dan Tateishi (1989) bahwa pada binatang atracurium tidak mempunyai efek yang nyata pada CBF, CMR O2 atau ICP. Metabolitnya yang disebut laudanosin, menembus bloodbrain barrier dan dapat menimbulkan kejang EEG, tetapi kadar laudanosin pada dosis klinis atracurium tidak menimbulkan efek ini. Lanier dkk mengatakan bahwa tidak ada perbedaan ambang kejang dengan lidokain pada kucing yang diberikan atracurium. pancuronium,atau vecuronium. Obat ini menurunkan MAP tetapi tidak menyebabkan perubahan ICP. Dosis atracurium untuk intubasi adalah 0,5 mg/kg dandosis pemeliharaan adalah 5-10 ug/kg/menit. Kemasan : 2,5 ml dan 5ml yang berisi 25 mg dan 50 mg atrakurium besylate. Mula kerja pada dosis intubasi 2-3 menit sedangkan lama kerjanya pada dosis relaksasi 15-35 menit.3
  • 16. 16 7. Intubasi Endotrakeal Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan.Intubasi trakea bertujuan untuk5 :  Mempermudah pemberian anestesi.  Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.  Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.  Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.  Pemakaian ventilasi yang lama.  Mengatasi obstruksi laring akut . 8. Terapi Cairan Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harusmendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairanperioperatif bertujuan untuk6 :  Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilangselama operasi.  Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yangdiberikan. Pemberian cairan operasi dibagi : a. Pra operasi Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga sepertipada ileus obstriktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhancairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiapkenaikansuhu10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.2 b. Selama operasi Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhancairan pada dewasa untuk operasi :
  • 17. 17  Ringan = 4 ml/kgBB/jam.  Sedang = 6 ml / kgBB/jam  Berat = 8 ml / kgBB/jam. Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang. c. Setelah operasi Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisitcairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.2 . 9. Pemulihan Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasidan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recoveryroom yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruangpulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan kebangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengandemikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar darikomplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.3
  • 18. 18 BABIII LAPORANKASUS A. IDENTITAS PENDERITA Nama : Tn.R Umur : 30 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Sekib RT 06/08 Banjarsari, Surakarta Diagnosis pre operatif : Appendisitis Akut Diagnosis post operasi : Appendisitis Akut Macam Operasi : Appendiktomi Macam Anestesi : Anestesi umum Tanggal masuk : 9 Desember 2013 Tanggal operasi : 9 Desember 2013 No. Register : 846490 B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI 1. Anamnesa a. Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah b. Riwayat Penyakit Sekarang : Sekitar 4 hari SMRS penderita mengeluh perut kanan bawah nyeri,yang disertai muntah setiap habis 1 jam makan, demam (-), lalupenderita berobat dua kali ke dokter umum dan diberi obat, tapi karenatidak ada perubahan, pasien dibawa ke RSDM.BAB terakhir kemarin, BAK tidak ada kelainan. c. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat mondok karena gejala serupa (-) Riwayat sakit perut serupa (-) Riwayat alergi makanan / obat (-) Riwayat asma dan penyakit paru (-)
  • 19. 19 2. Pemeriksaan fisik : 9 Desember 2013 Keadaan Umum : sakit sedang, kompos mentis, gizi cukup Tensi : 130/ 90 mmHg Nadi : 84 x/menit Suhu Axiler : 36,8 C Respirasi : 20x/menit Berat badan : 60 kg Mata : Konjungtiva anemis ( - ), sklera ikterik ( - ) Hidung : nafas cuping hidung ( - ), sekret ( - ) Mulut : sianosis ( - ), gigi goyah / palsu ( - ) Telinga : sekret ( - ), pendengaran baik Leher : glandula thiroid ditengah, pembesaran limfonodi( - ), JVP tidak meningkat Thorax : retraksi (-), Pulmo I :Pengembanganparukanan=kiri P :Fremitus raba kanan = kiri P :Sonor-Sonor A :Suara dasar : vesikuler kanan = kiri Suara tambahan : wheezing (-) Jantung I :Ictus cordis tidak tampak P :Ictus cordis tidak kuat angkat P :Batas jantung kesan tidak melebar A :Bunyi jantung I-II intensitas normal,Reguler, bising (-) Abdomen : I: Dinding perut = dinding dada, distended (-), darm contur(-), darm steifung (-) P:Supel, Nyeri tekan (+) pada perut kanan bawah (McBurney Sign (+)),defans muskuler (-) P : Timpani (+), NKCV (-) A : Peristaltik (+) normal
  • 20. 20 Ekstremitas : oedem ( - ), akral dingin (-) Pemeriksaan Khusus : McBurneysign(+) Rovsingsign(+) Rebound Sign (+) Obturator sign (+) Psoas sign (-) Rectal Toucher : TMSA normal, mukosa licin, ampila normal, prostattidak teraba membesar, nyeti tekan jan 9,11 (+), massa (-), sarung tanganlender darah (-), feses (+) 3. Pemeriksaan laboratorium : Darah Urin Hb : 15,6 g/ dl SGPT : 25 u/L Protein : +1 Hct : 46,1 % Na : 143 Glukosa : - AE : 5,4 . 106 / uL K : 35 PH : 8 AL : 10,0. 103/uL Cl : 104 Mikros : Eritrosit : +4 AT : 284. 103/uL Jenis lekosit : Lekosit (-) Gol darah : O Netrofil segmen : 77% CT : 1’45” Limfosit : 18% BT : 3,33” Monosit:5% GDS : 95 mg/dl HBs Ag (-) Ur : 24 mg/dl Cr : 1,6 mg/dl SGOT : 19 u/L 4. Kesimpulan : Pasien seorang laki-laki, usia 28 tahun, dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah, dan didiagnosa : appendisitis akut. Dari pemeriksaan fisik didapatkan : Vital Sign : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 84x/menit, respirasi
  • 21. 21 rate 20x/menit, suhu axiller 36,8o C, BB 60 kg. Cor dan pulmo dalam batas normal, abdomen: didapatkan nyeri kanan bawah, Mc Burney Sign (+) Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb 15,6 g/dl, Hct 46,1 %, AL 10.000 uL, AT 284.000 uL, GDS 95 mg/dl, Ureum 24 mg/dl, Kreatinine 1.6 mg/dl, Natrium 143 mmol/L, Kalium 3.5 mmol/L, ion Calsium 104 mmol/L. Akan dilakukan appendictomi dengan generalanestesi. Kelainan sistemik : (-), Kegawatan bedah : (+), Status fisik : ASA II E. C. RENCANA ANESTESI 1. Persiapan operasi a. Persetujuan operasi tertulis ( + ) b. Periksa tanda vital dan keadaan umum c. Puasa > 6 jam atau pasang NGT d. Oksigenasi 2-3 L / menit e. Cekobatdanalatanestesi f. Infus RL 30 tpm makro 2. Jenis anestesi : General anestesi 3. Teknik anestesi : Semi closed inhalasi dengan Endotracheal Tubeno7,5 4. Premedikasi : Sulfas Atropin 0,25 mg I.V, Pethidin 50 mg I.V,midazolam 5 mg iv 5. Induksi : Propofol 120 mg I.V 6. Maintenance : N20 : 02=3L:3L,Ethrane1-2vol% 7. Pelumpuh otot : Succinyl choline 60mg 8. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman anestesi, cairan, dan perdarahan 9. Pengawasan pasca anestesi di ruang pulih sadar.
  • 22. 22 D. TATA LAKSANA ANESTESI 1. Di ruang persiapan a. Dilakukan pemeriksaan kembali identitas penderita, persetujuan operasi, lama puasa > 6 jam, lembar konsul anestesi, obat-obatan dan perlengkapan yang diperlukan. b. Pemeriksaan tanda tanda vital T : 130/90 mmHg Rr : 20 x/menit N : 86x/menit S : 36,6o C Infus RL 30 tpm makro Mengganti pakaian penderita dengan pakaian operasi 2. Di ruang operasi a. Jam 20.15 penderita ditidurkan di ruang operasi telentang dilakukan premedikasi pemberian SA 0,25 mg i.v, petidin 30 mg i.v, sertamidazolam 5 mg iv, kemudian manset dipasang pada lengan kiri. b. Jam 20.20 dilakukan induksi dengan propofol 120 mg i.v, lalu segera kepala diekstensikan, face mask didekatkanpadahidungdenganO2 5l/menit. Setelah reflek bulu mata menghilang, dimasukkan Succinylcholin 600 mg iv, tampak fasikulasi otot. Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan orotrakhea no 7,5. Setelah terpasang baik dihubungkan dengan mesin anestesi untuk mengalirkan N20 : O2 = 3 : 3 l/menit. Untuk maintenance digunakan etrhane 1- 2 vol %. Infus RL sekitar 30 tetes per menit makro. c. Jam 20.25 anestesi sudah cukup dalam (napas teratur, pupil terfiksasisentral dan midriasis,ahli bedah dipersilakan memulai operasi, selamaoperasi dimonitor tanda vital dan Spa O2 tiap 10 menit. d. Jam 21.10 operasi hampir selesai , N20 dimatikan, ethrane dimatikan02 dinaikkan sekita 5-6 l/mnt. e. Jam 21.15 operasi selesai.
  • 23. 23 Monitoring Selama Anestesi Anestesi mulai jam 20.20 wib. Operasi mulai jam 20.25 wib Jam Tensi Nadi SaO2 Keterangan 20.15–20.20 124/76 80 100 SA 0,25 mg, petidin 30 mg, midazolam 5 mg, induksi propofol 8 mg, intubasi, oksigen5l/mnt,ethrane1-2vol% 20.25 115/62 80 100 Infus RL operasi dimulai dan monitoring tanda-tandavitaltiap10menit 20.35 136/82 80 99 20.45 130/72 74 99 20.55 126/65 83 100 21.05 124/72 77 100 21.15 135/85 80 100 Anestesi selesai jam 21.10 Operasi selesai jam 21.15 3. Di ruang pemulihan Jam 21.20 : pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dalam keadaan posisi terlentang kepala diektensikan, diberikan O2 2-3liter/menit, lendir dihisap dan tanda– tanda vital dimonitoring tiap 10 menit. Jam 21.45 : pasien sadar penuh Jam 21.50 : pasien dipindahkan dari ruang pemulihan ke bangsal. MonitoringPascaAnastesi Jam Tensi Nadi RR Keterangan 21.25 130/80 80 20 Oksigen2-3l/mnt 21.35 130/80 84 20 21.45 130/80 80 20 Penderitasadarpenuh 21.50 130/80 80 20 Penderitapindahkebangsal
  • 24. 24 BABIV PEMBAHASAN Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik akan dibahas masalah yang timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi. A. PERMASALAH DARI SEGI MEDIK Appendisitis yang merupakan proses radang dapat meningkatkan metabolisme, dimana kebutuhan cairan meningkat yang menyebabkan penderita mengalami kehilangan banyak cairan sehingga bisa terjadi dehidrasi atau juga sepsis. B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH 1. Operasi yang jika tidak dilakukan pembedahan, bisa mengancam jiwapasien, terutama jika terapi obat tidak respon dapat timbul perforasi. 2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi, sehingga perludipersiapkan darah. 3. Iatrogenik (resiko kerusakan organ akibat pembedahan)Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis danteknik anestesi yang aman untuk operasi yang lama. C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI 1. Pemeriksaanpraanestesi Pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain : a. Puasa lebih dari 6 jam. b. Pemeriksaan laboratorium darah Permasalahanyangadaadalah:  Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita sebelum dilakukan anestesi dan operasi.
  • 25. 25  Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang sesuai dengan keadaan umum penderita. Dalam memperbaiki keadaan umum dan mempersiapkan operasi pada penderita perlu dilakukan :  Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS.  Puasa paling tidak 6 jam untuk mengosongkan lambung, sehingga bahaya muntah dan aspirasi dapat dihindarkan. Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi karena pada operasi ini diperlukan hilangnya kesadaran, rasa sakit dan amnesia dengan menggunakan premedikasi sulfas atropin dan petidin. Teknik anestesinya semi closed inhalasi dengan pemasangan endotracheal tube, dan perencanaan ini sudah tepat karena bila dengan face mask bahaya aspirasi dan terganggunya jalan napas lebih besar. Selama operasi dipasang ET teknik cepat. 1) Premedikasi a) Untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus serta mencegah adanya vagal reflek yang ditimbulkan oleh tindakan bedah itu sendiri maka diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV b) Untuk mengurangi rasa sakit pra bedah dan pasca bedah,mengurangi kebutuhan obat anestesi dan memudahkan induksi digunakan Petidin 60 mg IV. c) Pada pasien ini diberikan midazolam 5 mg (dosis 0,07-0,2 mg/kgBB) berfungsi untuk hipnotik sedative, dan amnesia retrograde. 2) Induksi a) Digunakan Propofol 120 mg i.v karena memiliki induksi yang cepat, masa pulih sadar yang cepat, jarang menimbulkan mual dan muntah, tensi juga kondisi pernapasan yang normal.
  • 26. 26 b) Untuk mengurangi cedera karena pemasangan ET, merelaksasikan otot saluran napas untuk sementara maka digunakan Suksinsil kholin 3) Maintenance Dipakai N2OdanO2 dengan perbandingan 3 L : 3 L, serta ethrane 1-2 vol%. Terapi Cairan a. Defisit cairan karena puasa 7 jam 2ccx60kgx7jam=840cc b. Kebutuhan cairan selama operasi dan karena trauma operasi selama 1 jam : kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang = (4cc x 60 kg x 1 jam) + (6 cc x 60 kg x 1 jam) =240+360cc=600cc c. Perdarahan yang terjadi = 150 cc EBV=80ccx60kg=4800cc Jadikehilangandarah=150/4800x100%=3% Diganti dengan cairan kristaloid 3 x 150 = 450 cc d. Kebutuhan cairan total = 840+ 600 + 450=1890cc e. Cairan yang sudah diberikan : 1)Praanestesi=500cc 2)Saat operasi = 800 cc Totalcairanyangmasuk=1500cc Jadi kurang cairan sebesar 490 cc, maka penambahan cairan masih diperlukan saat pasien di bangsal ditambah kebutuhan cairan perhari selama 24 jam.
  • 27. 27 BAB V KESIMPULAN Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya. Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasicito appendictomy pada pasien laki-laki, umur 28 tahun, status fisik ASA II E.Dengan diagnosis appendicitis akut dengan menggunakan teknik anestesi semiclosed dengan ET no.7,5, respirasi spontan. Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahanyang ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnyakomplikasi anestesi dapat ditekan seminimal mungkin. Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yangberarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruangpemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsungdengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.
  • 28. 28 DAFTARPUSTAKA 1. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan TerapiIntensif, FKUI, CV Infomedia, Jakarta. 2. Tony H., (1998). Anestesi umum dalam Farmakologi dan Terapi, edisi IV. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 3. Boulton T.H., Blogg C.E., (1994). Anesthesiology, cetakan I. EGC,Jakarta. 4. Morgan G.E., Mikhail M.S., (1992). Clinical Anesthesiology. 1st ed. A large medical Book 5. Wim de Jong, (1996) Buku Ajar lmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 6. Wirjoatmojo, K, (2000). Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk Pendidikan S1 Kedokteran, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. 7. Dobson Michael B, (1994). Penuntun Praktis Anestesi, cetakan I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.