Jawaban latihan soal bagian 2.3 pada buku Analisis Real karangan Drs. Sutrima, M.SI
cetakan : pertama, Juni 2010
penerbit : Javatechno Publisher (Jln. Ahmad Yani 365A, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia - 57162
Jawaban latihan soal bagian 2.3 pada buku Analisis Real karangan Drs. Sutrima, M.SI
cetakan : pertama, Juni 2010
penerbit : Javatechno Publisher (Jln. Ahmad Yani 365A, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia - 57162
Kuliah 3 Sistem Linier:
- Representasi sinyal waktu-diskrit sebagai impuls
- Jumlahan konvolusi
- Representasi sinyal waktu-kontinu sebagai impuls
- Integrasi konvolusi
1. Persamaan diferensial biasa:
Persamaan diferensial orde-kedua
Dwi Prananto
June 5, 2015
Daftar isi
1 Persamaan diferensial homogen orde-kedua 1
1.1 Persamaan diferensial linier homogen dengan koefisien konstan . . . . . . . . . . 2
2 Operator diferensial 6
2.1 Solusi persamaan diferensial non-homogen orde-kedua dengan operator D . . . . 8
1 Persamaan diferensial homogen orde-kedua
Persamaan diferensial orde-kedua dinyatakan dalam bentuk umumnya sebagai
y + p(x)y + q(x)y = r(x). (1)
Jika sisi kanan dari persamaan tersebut sama dengan nol, persamaan diferensial tersebut dise-
but sebagai persamaan diferensial homogen
y + p(x)y + q(x)y = 0. (2)
Solusi persamaan diferensial homogen dinyatakan dalam bentuk kombinasi linier dari dua solusi,
y1 dan y2,
y = c1y1 + c2y2. (3)
Bukti bahwa bentuk kombinasi linier dari y1 dan y2 adalah benar solusi dari persamaan diferen-
sial homogen dapat dipeoleh dengan cara mensubstitusikan persamaan (3) ke dalam persamaan
(2)
(c1y1 + c2y2) + p(x)(c1y1 + c2y2) + q(x)(c1y1 + c2y2) = 0 (4)
c1y1 + c2y2 + p(x)c1y1 + p(x)c2y2 + q(x)c1y1 + q(x)c2y2 = 0 (5)
c1(y1 + p(x)y1 + q(x)y1) + c2(y2 + p(x)y2 + q(x)y2) = 0. (6)
Dengan memperhatikan kembali persamaan (2), maka diperoleh sisi kanan dan kiri persamaan
(6) sama dengan nol, yang berarti persamaan (3) memenuhi persamaan (2).
Solusi persamaan diferensial orde-kedua dapat dinyatakan ke dalam dua bentuk yaitu:
1. Solusi umum
Jika koefisien c1 dan c2 berupa sembarang konstanta.
2. Solusi partikuler
Jika koefisien c1 dan c2 berupa angka spesifik.
1
2. 1.1 Persamaan diferensial linier homogen dengan koefisien konstan
Persamaan diferensial linier homogen orde-kedua dinyatakan dalam bentuk
y + ay + by = 0, (7)
dimana a dan b adalah konstanta. Solusi dari persamaan (7) adalah persamaan diferensial
orde-pertama
y + ky = 0,
dengan k adalah konstan. Persamaan ini sendiri memiliki solusi berupa fungsi eksponensial
y = e−ky
.
Sehingga solusi dari persamaan (7) adalah berupa fungsi eksponensial.
Jika kita ambil solusi persamaan (7) sebagai
y = eλx
, (8)
dan turunannya adalah:
y = λeλx
dan y = λ2
eλx
,
substitusi ke dalam persamaan (7) menghasilkan
λ2
eλx
+ aλeλx
+ beλx
= 0
(λ2
+ aλ + b)eλx
= 0
atau
λ2
+ aλ + b = 0. (9)
Persamaan (9) disebut sebagai persamaan karakteristik, dengan λ sebagai solusinya. Karena
λ adalah solusi dari persamaan karakteristik, fungsi eksponensial y = eλx
adalah solusi dari
persamaan diferensial linier homogen orde-kedua dengan koefisien konstan.
Akar-akar persamaan karakteristik dapat dicari dengan
λ12 =
−a ±
√
a2 − 4b
2
. (10)
Dengan ini solusi persamaan (7) adalah
y1 = eλ1x
dan y2 = eλ2x
. (11)
Lebih lanjut, dalam aljabar persamaan kuadrat, ada tiga macam kemungkinan akar persamaan
kudrat tergantung dari nilai diskriminan a2
− 4b. Oleh karena itu, akan ada tiga kemungkinan
akar-akar persamaan karakteristik yang dapat muncul, yaitu:
Kasus I : dua akar real λ1 dan λ2.
Jika a2
− 4b > 0
Kasus II : akar tunggal real λ1 = λ2.
Jika a2
− 4b = 0
Kasus III : akar kompleks konjugat (memiliki komponen real dan imajiner).
Jika a2
− 4b < 0
Ketiga kasus di atas akan dibahas dalam subseksi berikut
2
3. Kasus I: Dua akar real (λ1 dan λ2)
Jika diskriminan a2
− 4b nilainya lebih besar dari nol, persamaan karakteristik akan memiliki
dua akar yang berbeda λ1 dan λ2, sehingga solusi persamaan diferensial adalah kombinasi linier
y1 dan y2,
y = c1eλ1x
+ c2eλ2x
. (12)
Contoh Jika diketahui sebuah persamaan diferensial linier homogen orde-kedua
y + y − 2y = 0, y(0) = 4, y (0) = −5,
solusi persamaan diferensial tersebut dapat dicari dengan mengambil solusi
y = eλx
,
dan turunan pertama dan keduanya adalah
y = λeλx
dan y = λ2
eλx
.
Substitusi ke dalam persamaan diferensial menghasilkan
λ2eλx
+ λeλx
− 2eλx
= 0
(λ2 + λ − 2)eλx
= 0,
sehingga persamaan karakteristik dinyatakan sebagai
λ2
+ λ − 2 = 0.
Akar-akar persamaan karakteristik dapat dicari dengan pemfaktoran secara langsung atau
menggunakan persamaan (10). Diperoleh akar-akar
λ1 = 1 dan λ2 = −2,
sehingga solusi umum persamaan diferensial dituliskan sebagai
y = c1ex
+ c2e−2x
.
Selanjutnya solusi partikuler dapat dicari dengan menggunakan solusi umum dan kondisi
inisial y(0) = 4 dan y (0) = −5
y(0) = c1 + c2 = 4
y (0) = c1 − 2c2 = −5.
Dengan cara eliminasi konstanta c dan substitusi diperoleh c1 = 1 dan c2 = 3, sehingga
solusi partikuler persamaan diferensial adalah
y = ex
+ 3e−2x
.
3
4. Kasus II: Akar tunggal real (λ = −a/2)
Jika diskriminan a2
− 4b = 0, hanya akan ada satu akar
λ = λ1 = λ2 = −a/2.,
sehingga solusi
y1 = e−(a/2)x
(13)
dan y2 dapat dicari dengan mengambil y2 = uy1 untuk kemudian menurunkannya sampai
didapat turunan ke-dua
y2 = uy1 + y1u ,
turunan ke-dua
y2 = uy1 + y1u + y1u + u y1
y2 = uy1 + 2y1u + y1u .
Substitusi turunan pertama dan kedua dari y2 menghasilkan
(uy1 + 2y1u + y1u ) + a(uy1 + y1u ) + buy1 = 0,
dan mengumpukan u , u , dan u menghasilkan
u y1 + u (2y1 + ay1) + u(y1 + ay1 + by1) = 0.
Dikarenakan y1 + ay1 + by1 = 0 dan 2y1 = −ae−(a/2)x
= −ay1, maka akan tersisa
u y1 = 0
atau
u = 0.
Integrasi akan menghasilkan
u = c1
u = c1x + c2.
Jika diambil c1 = 1 dan c2 = 0,
u = x.
Dengan ini didapatkan bahwa
y2 = xy1 = xe−(a/2)x
(14)
Solusi umum dari persamaan diferensial biasa linier homogen dengan akar persamaan karak-
teristik tunggal adalah kombinasi linier dari y1 (persamaan (13)) dan y2 (persamaan (14))
y = (c1 + c2x)e−(a/2)x
(15)
Contoh Tentukan solusi partikuler dari persamaan diferensial linier homogen orde-
kedua
y + y + 0, 25y = 0, y(0) = 3, 0, y (0) = −3, 5.
4
5. Solusi Persamaan diferensial tersebut memiliki persamaan karakteristik
λ2
+ λ + 0, 25 = 0.
Dapat kita lihat dari persamaan karakteristik, diskriminan a2
− 4b = 0, sehingga akar-akar
persamaan karakteristik λ = −1
2
. Dari persamaan (15), solusi umum persamaan diferensial
adalah
y = (c1 + c2x)e−0,5x
.
Selanjutnya koefisien c1 dan c2 dapat dicari dengan menurunkan solusi umum dan meng-
gunakan kondisi inisial y(0) = 3, 0 dan y (0) = −3, 5. Diperoleh c1 = 3, 0 dan c2 = −2, 0,
sehingga solusi partikuler dari persamaan diferensial linier homogen orde-kedua tersebut
adalah
y = (3 − 2x)e−0,5x
.
Kasus III: Akar kompleks konjugat (λ1 = −1
2 + iω dan λ2 = −1
2 − iω)
Jika diskriminan a2
− 4b < 0, akar-akar persamaan karakteristik
λ12 =
1
2
(−a ±
√
a2 − 4b)
=
1
2
(−a) ±
1
2
√
a2 − 4b
=
1
2
(−a) ±
1
2
−(4b − a2)
=
1
2
(−a) ± −(b −
a2
4
)
=
1
2
(−a) ± i b −
a2
4
λ12 =
1
2
(−a) ± iω,
dimana ω = b − 1
4
a2.
Akar-akar persamaan karakteristik dalam kasus ini dinyatakan sebagai
λ1 = −
1
2
+ iω dan λ2 = −
1
2
− iω. (16)
y1 dan y2 dapat dicari dengan pertama-tama mendefinisikan eλ1x
dan eλ2x
,
eλ1x
= e−(a/2)x+iωx
= e−(a/2)x
eiωx
.
Dengan menggunakan identitas Euler untuk trigonometri diperoleh
eλ1x
= e−(a/2)x
(cos ωx + i sin ωx). (17)
Sedangkan
eλ2x
= e−(a/2)x
(cos ωx − i sin ωx). (18)
Menjumlahkan persamaan (17) dan persamaan (18) dan mengalikan hasil penjumlahan dengan
1
2
menghasilkan
y1 = e−(a/2)x
cos ωx. (19)
5
6. Selanjutnya, mengurangkan persamaan (17) dan persamaan (18) dan mengalikan hasil pengu-
rangan dengan 1
2i
menghasilkan
y2 = e−(a/2)x
sin ωx. (20)
Solusi umum persamaan diferensial untuk kasus ini yang merupakan kombinasi linier dari y1
dan y2 dinyatakan dalam
y = e−(a/2)x
(A cos ωx + B sin ωx). (21)
Contoh Tentukan solusi persamaan diferensial
y + 0, 4y + 9, 04y = 0, y(0) = 0, y (0) = 3, 0.
Solusi Persamaan karakteristik dari persamaan diferensial orde-kedua tersebut adalah
λ2
+ 0, 4λ + 9, 04 = 0,
dan akar-akarnya adalah
λ12 = −0, 2 ± i3.
Dengan ini solusi umum persamaan diferensial adalah
y = e−0,2x
(A cos 3x + B sin 3x).
Solusi partikuler diperoleh dengan menurunkan solusi umum dan menggunakan kondisi
inisial y(0) = 0 dan y (0) = 3, 0. Diperoleh A = 0 dan B = 1, sehingga solusi partikuler
persamaan diferensial adalah
y = e−0,2x
sin 3x.
Ketiga kasus tersebut di atas dirangkumkan dalam tabel berikut
Table 1: Rangkuman kemungkinan solusi umum persamaan diferensial linier homogen orde-
kedua
Kasus Diskriminan Solusi Umum
I a2
− 4b > 0 y = c1eλ1x
+ c2eλ2x
II a2
− 4b = 0 y = (c1 + c2x)e−(a/2)x
III a2
− 4b < 0 y = e−(a/2)x
(A cos ωx + B sin ωx)
2 Operator diferensial
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperoleh solusi dari persamaan diferen-
sial biasa, salah satu metode yang yang relatif cukup mudah untuk digunakan adalah dengan
menggunakan operator diferensial, biasa disebut juga operator D. Teknik yang digunakan
dalam metode ini adalah menggantikan diferensial dengan sebuah operator yang diwakili den-
gan huruf D.
d
dx
= D,
d2
dx2
= D2
,
d3
dx3
= D3
, dan seterusnya. (22)
Dalam menyelesaikan persamaan operator D (F(D)) ada beberapa sifat yang dapat digu-
nakan, antara lain
6
7. 1. Sifat I
F(D){eax
} = F(a)eax
(23)
Contoh
(2D2
+ 3D + 4)(e3x
) = [2(3)2
+ 3(3) + 4]e3x
= 31e3x
2. Sifat II
F(D2
){cos ax} = F(−(a2
)) cos ax (24)
F(D2
){sin ax} = F(−(a2
)) sin ax (25)
Contoh 1
D2
{cos 3x} = −9 cos 3x
Contoh 2
(D2
+ 2D){cos 3x} = −4 cos 2x − 4 sin 2x
3. Sifat III
Jika v adalah sebuah fungsi,
D[eax
v] = eax
Dv + aveax
= eax
[D + a]v.
Sehingga
F(D){eax
v} = eax
[D + a]v (26)
Contoh
(D2
+ 3D + 2)ex
x = ex
[(D + 1)2
+ 3(D + 1) + 2]x
= ex
[D2
+ 2D + 1 + 3D + 3 + 2]x
= ex
[D2
+ 5D + 6]x.
Karena D tidak lain adalah diferensial/turunan, maka
(D2
+ 5D + 6)x = D2
x + 5Dx + 6x
= 0 + 5 + 6x.
Sehingga
(D2
+ 3D + 2)ex
x = ex
(5 + 6x)
Selain dengan menggunakan ketiga sifat tersebut, adakalanya persamaan operator D yang
berbentuk pecahan dapat diselesaikan dengan mengubahnya menjadi deret dengan cara mem-
baginya.
7
8. Contoh
1
5 + D
{x2
} =
1
5
−
1
25
D +
1
125
D2
+ . . . x2
=
x2
5
−
2
25
x3
+
2
125
2.1 Solusi persamaan diferensial non-homogen orde-kedua dengan
operator D
Secara umum bentuk persamaan diferensial linier non-homogen orde-kedua adalah
a
d2
y
dx2
+ b
dy
dx
+ cy = r(t), (27)
dimana a, b, dan c adalah konstanta. Solusi persamaan diferensial non-homogen dapat dicari
salah satunya dengan menggunakan operator D. Dalam operasi pencarian solusi persamaan
diferensial dengan menggunakan operator Dakan diperoleh dua macam solusi yaitu solusi kem-
plementer dan solusi partikuler.
Solusi komplementer diperoleh dengan mengubah persamaan diferensial non-homogen
menjadi persaman diferensial homogen
a
d2
y
dx2
+ b
dy
dx
+ cy = 0,
dan menyelesaikannya dengan menggunakan metode yang sama dengan cara pencarian solusi
persamaan diferensial homogen. Persamaan karakteristik dari persamaan (27) adalah
aD2
+ bD + c = 0,
akar-akar persamaan karakteristik dapat diperoleh dengan cara yag sama dengan yang ada di
sub-bab 2, begitu pula solusi persamaan diferensialnya
yK = c1y1 + c2y2
Solusi partikuler diperoleh dengan menggunakan persamaan diferensial non-homogen apa
adanya untuk kemudian diubah menjadi fungsi operator D
(aD2
+ bD + c)y = r(t).
Solusi partikuler dapat diperoleh dengan menyelesaikan fungsi operator D
yP =
1
aD2 + bD + c
r(t).
Solusi umum persamaan diferensial non-homogen adalah gabungan antara solusi komple-
menter dan solusi partikuler
y = yK + yP (28)
8
9. Contoh Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial orde-kedua
d2
y
dx2
+ 5
dy
dx
+ 6y = 20e2x
.
Solusi
• Solusi komplementer
Persamaan karakteristik dari persamaan diferensial tersebut adalah
D2
+ 5D + 5 = 0.
Akar-akar persamaan karakteristik diperoleh dengan pemfaktoran langsung
(D + 3)(D + 2) − 0,
sehingga akar akarnya adalah
D1 = −3 dan D2 = −2.
Solusi komplemeter dinyatakan sebagai
yK = c1e−3x
+ c2e−2x
• Solusi partikuler
Transformasi operator D dari persamaan adalah
(D2
+ 5D + 6)y = 20e2x
,
dan solusi partikuler dinyatakan sebagai
yP =
1
D2 + 5D + 6
20e2x
=
1
(2)2 + (5)(2) + 6
20e2x
yP = e2x
Dari kedua solusi tersebut maka solusi umum dari persamaan diferensial adalah
y = yK + yP
y = c1e−3x
+ c2e−2x
+ e2x
.
Referensi
[1] E. Kreyszig, Advanced engineering mathematics, (John Willey & Sons, Inc., USA, 2011)
9