1. I. PENDAHULUAN
Apakah penting memerhatikan masalah kelompok usia dalam kegiatan menggambar?
Sebagian dari anda mungkin menganggap tidak penting dan sebagian lagi mengatakan penting.
Sementara ini kita sepakat untuk mengatakan penting dalam hal memperhatikan kelompok
usia anak. Alasan paling nyata adalah bahwa perbedaan usia anak mempengaruhi porsi yang
dibutuhkan. Kegiatan menggambar bagi anak usia di bawah 2 tahun berbeda dengan kegiatan anak
berusia di atas 3 tahun.
Beberapa orang tua atau guru memiliki idealisme tinggi, sering mengabaikan hal ini. Seni
memang idealis. Tapi apakah dalam usia 2 tahun anak akan dipaksa untuk memikirkan mengenai
filisofi dalam menggambar?
II. RUMUSAN MASALAH
A. Pengenalan dan Pembuatan Dimensi Dalam Seni Rupa
B. Seni Rupa Sebagai Konsep Dasar Pembelajaran
C. Mengembangkan Potensi Anak Melalui Seni Rupa
III. PEMBAHASAN
A. Pengenalan dan Pembuatan Dimensi Dalam Seni Rupa
1. Kelompok usia I (sensorimotor)
Siapa yang termasuk anak pada kelompok sensorimotor? Ada apa dengan anak pada tahap
usia ini? Bagaimana cara memberi kegiatan menggambarnya? Anak yang termasuk tahap
sensorimotor adalah anak yang berusia 0-2 tahun, atau yang biasa disebut bayi. Anak usia dini
lebih cenderung banyak menggunakan alat-alat sensorisnya yakni: penglihatan dan pendengaran.
Pergerakan tangan dan kaki bayi cenderung diakibatkan rasa riang atau sedih setelah melihat atau
mendengar sesuatu.
2. Kelompok usia II
Kelompok anak tahap kedua adalah anak yang berusia 2 hingga 3 tahun. Anak pada usia ini
bisa diberi tanggung jawab sekaligus harus diwaspadai oleh orang tua. Orang tua bisa mengajari
anak pada usia 2 sampai 3 tahun bagaimana cara membuat garis lingkaran, lengkung, gelombang,
segi empat, segi tiga, garis vertikal dan horizontal. Tapi tidak menutup kemungkinan untuk
menarik perhatian anak pada gambar, orang tua bisa membuat gambar-gambar yang ada disekitar
anak. Namun semua itu hanya memberikan contoh kepada anak, bukan menuntun tangan anak
2. untuk membuat gambar. Dalam tahap ini, alat tulis yang digunakan cukup satu. Orang tua bisa
bergantian menggambar dengan anak. Mengapa alat tulis harus satu?
1. Hubungan emosional orang tua denga anak semakin dekat.
2. Tidak timbul diskriminasi alat tulis. Bisa jadi anak berpendapat bahwa alat tulis yang digunakan
orang tua lebih baik dari pada yang digunakan anak.
Sekalipun imajinasi anak usia 2-3 tahun sudah dapat membayangkan bagaimana rupa wajah,
namun anak usia ini belum bisa menggambarkannya. Gerak motorik anak masih kasar, dan cara
masih belum terbiasa memegang alat tulis. Beberapa kali orang tua yang mencoba membetulkan
cara menggambar.
3. Kelompok usia III
Kelompok usia ini memiliki umur 3 sampai 4 tahun. Dalam usia ini anak sudah terampil
membuat kreasi garis, lengkung, lingkaran, dan bahka membuat pola-pola tertentu. Gambar yang
paling ringan untuk diajarkan kepada anak usia ini adalah gambar rumah. Beberapa anak usia dini
di PAUD atau kelompok bermain sering kali meniru teman mereka bagaimana cara membuat
rumah, mobil, dan rumah-rumahan. Anak pada usia ini adalah masa awal ketika anak mampu
mengekspresikan segala yang ia rasakan. Kemampuan anak memegang pensil, dan tata cara
memerlakukan kertas sehingga tidak robek telah dapat dikuasai dengan bagus. Gerak motorik anak
semakin halus anak-anak mampu menggambar beberapa adegan peperangan antara sijahat dengan
si baik.[1]
B. Seni Rupa Sebagai Konsep Dasar Pembelajaran
Pendidikan Seni Rupa sesungguhnya merupakan istilah yang relatif baru digunakan dalam
dunia persekolahan. Pada mulanya digunakan istilah menggambar. Penggunaan istilah pengajaran
menggambar ini berlangsung cukup lama hingga kemudian diganti dengan istilah Pendidikan Seni
rupa.Materi pelajaran yang diberikan tidak hanya menggambar tetapi juga beragam bidang seni
rupa yang lain seperti mematung, mencetak, menempel dan juga apresiasi seni. Tujuan pengajaran
menggambar di sekolah adalah untuk menjadikan anak pintar menggambar melalui latihan
koordinasi mata dan tangan.[2]
Pendidikan seni merupakan sarana untuk pengembangan kreativitas anak. Pelaksanaan
pendidikan seni dapat dilakukan melalui kegiatan permainan. Tujuan pendidikan seni dapat
dilakukan melalui kegiatan permainan. Tujuan pendidikan seni bukan untuk membina anak-anak
menjadi seniman, melainkan untuk mendidik anak menjadi kreatif. Seni merupakan aktifitas
permainan, melalui permainan kita dapat mendidik anak dan membina kreativitasnya sedini
mungkin.
3. Seni rupa adalah salah satu cabang kesenian,seni rupa merupakan ungkapan gagasan dan
perasaan manusia yang diwujudkan melalui pengolahan median dan penataan elemen serta prinsip-
prinsip desain.
Seni rupa merupakan realisasi imajinasi yang tanpa batas dan tidak ada batasan dalam
berkarya seni. Sehingga dalam berkarya seni tidak akan kehabisan ide dan imajinasi. Dalam seni
rupa murni, karya yang tercipta merupakan bentuk dua dimensi dan tiga dimensi. Sehingga objek
yang dibuat merupakan hasil dari satu atau lebih dari media yang ada (sebagai catatan bahwa media
atau bahan seni di dunia juga tidak terbatas).
Dalam berkarya seni, tidak pernah ada kata salah dan juga tidak ada yang mengatakan salah
pada karya yang telah diciptakan. Namun demikian, di dalam proses berkarya seni, karena dalam
hal ini adalah proses belajar, maka harus dilakukan dengan cara yang benar, sesuai dengan tujuan
dari pembelajaran. Untuk anak usia dini (0 – 8 tahun), ketika belajar tentang seni rupa tidak hanya
bertujuan untuk berproses berkarya seni saja, karena selain itu juga diharapkan dapat memberikan
fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial, emosional serta kemandirian pada anak. Jadi dengan
bimbingan yang tepat, seorang anak akan dapat melatih potensi-potensi yang bermanfaat.
Seni rupa atau seni yang tampak adalah salah satu bentuk kesenian visual atau tampak ada
yang tidak hanya bisa diserap oleh indera penglihatan, tetapi juga bisa oleh indera peraba,
maksudnya adalah teksturnya dapat dirasakan, misalnya kasar, halus, lunak, keras, lembut, dsb.
Namun tidak menutup kemungkinan tekstur ini adalah tekstur maya (ada namun tidak nyata) atau
tekstur ini seolah-olah ada yang dikarenakan mata kita dikelabuhi oleh sesuatu yang tampak,
misalnya sebuah foto kayu: disitu seolah-olah kita melihat adanya tekstur namun kenyataannya
tekstur itu tidak ada jika kita merabanya.
Dengan demikian dapat dikatakan seni dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Pendidikan
Seni Rupa adalah mengembangkan keterampilan menggambar, menanamkan kesadaran budaya
lokal, mengembangkan kemampuan apreasiasi seni rupa, menyediakan kesempatan
mengaktualisasikan diri, mengembangkan penguasaan disiplin ilmu Seni Rupa, dan
mempromosikan gagasan multikultural.
Beberapa aspek penting yang perlu mendapat perhatian dalam pendidikan seni antara lain
kesungguhan, kepekaan, daya produksi, kesadaran berkelompok, dan daya cipta. Pendidikan seni
adalah segala usaha untuk meningkatkan kemampuan kreatif ekspresif anak didik dalam
mewujudkan kegiatan artistiknya berdasrkan aturan-aturan estetika tertentu. selain itu, pendidikan
seni di SD bertujuan menciptakan cipta rasa keindahan dan kemampuan mengolah menghargai
seni. Jadi melalui seni, kemampuan cipta, rasa dan karsa anak diolah dan dikembangkan.[3]
Selain mengolah cipta, rasa dan karsa seperti yang diterapkan di atas, pendidikan seni
merupakan mengolah berbagai ketrampilan berpikir. Hal tersebut meliputi ketrampilan kreatif,
4. inovatif, dan kritis. Ketrampilan ini di olah melalui cara belajar induktif dan deduktif secara
seimbang.
Dunia anak adalah dunia bermain. Salah satu fungsi seni adalah sebagai media bermain. Oleh
sebab itu, aktivitas berolah seni dapat dikembangkan melalui bermain. Melalui bermain
kemampuan mencipta atau berkarya, bercita rasa estetis dan berapresiasi seni diperoleh secara
menyenangkan. Melalui kondisi yang menyenangkan seperti ini, anak akan mengulang setiap
aktivitas belajarnya secara mandiri dan akan menjadi kebiasaan dan keinginan terhadap seni.
Bermain bagi anak merupakan kegembiraan dan kesibukan yang penting. Dalam bertanya
seni rupa dapat menimbulkan kegembiraan. Kegembiraan anak nampak dan terlihat disebabkan
oleh keaktifan atau kesempatan bergerak, bereksperimen, berlomba dan berkomunikasi. Dapat
pula dilihat betapa senangnya anak-anak berkarya melalui seni rupa, mereka akan bergerak-gerak
dengan sadar atau tidak, mencoba-coba sesuatu yang diinginkan.
Dalam kelompok mereka selalu berlomba untuk menyelesaikan karyanya sesuai dengan
gagasannya. Apabila anak berhasil berkarya, dengan spontan ia akan berteriak dan bergerak,
menandakan kegembiraannya. Anak berkarya sesuai dengan daya fantasinya dan apa yang
dicapainya perlu mendapat pemahaman atau pengertian orang lain. Bermain sangat berguna bagi
perkembangan anak untuk persiapan dalam kehidupan masa dewasa. Permainan dimaksudkan
antara lain: Permainan “membentuk” melatih anak untuk berkarya. Permainan “fungsi” melatih
berbagai macam aktivitas fisik. Permainan “peranan” berguna untuk menyiapkan anak mampu
melakukan peranan dalam kehidupan di kemudian hari. Permainan “menerima” berguna untuk
memupuk kemampuan menerima kebudayaan.
Peranan Guru di kelas adalah menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dan
memahami karakteristik siswa sebagai anak didik di kelasnya. Dalam melaksanakan kegiatan kelas
guru harus menjadi pengelola, perencana, penyuluh dan perancang program yang baik dan tuntas.
Guru yang simpatik, imajinatif, kreatif dan luas pengetahuannya. Adalah prasarat mutlak bagi guru
sekolah dasar.
Sekolah berperan sebagai tempat membina dan melatih diri melalui pengajaran dan
pendidikan untuk mengatasi segala masalah di masyarakat kelak setelah anak menyelesaikan
sekolah. Di sekolah anak-anak dihadapkan pada tuntutan untuk tetap bersikap teratur berdisiplin
(diam atau tenang), memperhatikan petunjuk-petunjuk guru, menguasai seluruh perangkat.
C. Mengembangkan Potensi Anak Melalui Seni Rupa
Kegiatan menggambar di SD dapat diterapkan dalam berbagai cara dari mulai pembuatan
shet, pengembangan shet, menjadikan karya karya lukis atau gambar, menggambar dengan skema,
memindahkan gambar denagan bantuan kisi-kisi, dan menggambar ekspresi dengan cara
5. memberikan gambaran kepada siswa bagaimana seorang maestro menggarap karya mereka dari
awal sampai akhir.
Kegiatan coret mencoret adalah bagian dari perkembangan motorik anak dan anak sangat
menyenangi kegiatan ini, sehingga dengan dorongan guru dan kesempatan yang diberikan anak
akan termotivasi membuat gambar.
Kegiatan menggambar merupakan salah satu cara manusia mengekspresikan pikiran-pikiran
atau perasaan-perasaanya. Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu cara manusia
mengekspersikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya. Dengan kata lain, gambar
merupakan salah satu bentuk bahasa.[4]
Ada 3 tahap perkembangan anak yang dapat dilihat berdasarkan hasil gambar dan cara anak
menggambar:
1. Tahap mencoret sembarangan. Tahap ini biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Pada tahap ini anak
belum bisa mengendalikan aktivitas motoriknya sehingga coretan yang dibuat masih berupa
goresan-goresan tidak menentu seperti benang kusut.
2. Juga pada usia 2-3 tahun, adalah tahap mencoret terkendali. Pada tahap ini anak mulai menyadari
adanya hubungan antara gerakan tangan dengan hasil goresannya. Maka berubahlah goresan
menjadi garis panjang, kemudian lingkaran-lingkaran.
3. Pada anak usia 3 setengah – 4 tahun, pergelangan tangan anak sudah lebih luwes. Mereka sudah
mahir menguasai gerakan tangan sehingga hasil goresannyapun sudah lebih.[5]
Tujuan menggambar bagi anak:
1. Mengembangkan kebiasaan pada anak untuk mengekspresikan diri.
2. Mengembangkan daya kreativitas.
3. Mengembangkan kemampuan berbahasa.
4. Mengembangkan citra diri anak.
Mengambar dalam satu sisi memang kegiatan yang memerlukan keahian. Tidak semua guru
mampu membuat gambar awan. Beberapa hasil gambar awan di papan tuis yang buruk, biasanya
akan banyak disalah artikan oleh anak-anak dikelas, sehingga guru tidak dapat mentrasmisikan
idenya secara penuh kepada anak-anak dikelas.
Jika gambar guru sudah bagus, namun anak yang memiliki perspektif lain, maka lakukan
penelitian kecil. Sehingga sering anak memiliki perbedaan perspektif tersebut. Penelitian ini dapat
dilakukan dengan cara memancing jawaban anak, dimulai dari gambar yang sederhana hingga
gambar yang rumit.
6. Jika dalam proses ini kelompok tersebut memiliki perspektif yang berbeda dengan anak-
anak yang lain maka guru harus melakukan penelitian seriius secara kecil-kecilan.
Namun jika tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan, maka guru bisa melanjutkan
penelitian dengan memancing melalui gambar-gambar selanjutnya.
Ada beberapa anak yang mengalami kesulita mengamabar.
1. Ada kemungkinan anak sama sekalli tidak diberi kesempatan untuk coret-coret dirumah. Anak
sering dimarahi atau bahkan diancam diberi hukkuman oleh orang tuanya jika ketahuan mencorat-
coret.
2. Oran tua melarang anak untuk mencorat-coret naun tidak melarang jika anak menggambar di buku
gambar.
3. Orangtua tidak mengijinkan anaknya terlalu banyak mencorat-coret atau menggambar. Sebaliknya
orang tua justru menekankan untuk lespiano, les bahasa inggris atau yang lainnya.
4. Anak tidak memiliki imajenasi atau bayangan mengenai objek yang hendak ia gambar.
5. Anak mengalami kesulitan menggambar karena belum pernah melihat objek sesungguhnya.
6. Anak mengalami trauma, mengalami gangguan pskis, atau sedang di bawah teror orang tua.
Sehingga anak menjadi takut untuk membubuhkan atau menggunakan alat gambar dikertas
gambarnya.[6]
Sering kali guru atau orangtua merasa kehabisan imajinasi untuk menggambar objek apalagi,
dilain sisi anak sudah haus ingin mendapatkan materi gambar baru. Terkadang imajinasi atau
keinginan untuk menggambar ada, namun tidak di imbangi dengan keterampilan menggambar
yang baik, agarnya orang tua atau guru menghentikan kegiatan menggambar atau menggambar
dengan objek-objek yang sama.
Gambar pemandangan adalah objek faforit bagi orang tua atau guru di playgroup atau TK.
Cara menggambarnyapun tidak terlalu sulit, dua buah segetiga yang di asosikan sebagai dua buah
gunung, lalu ada garis lengkung diantara dua segitiga tersebut yang diasosiasikan sebagai
matahari, kemudian ada dua garis diagonal sebagai jalan, dan beberapa pernik lainya adalah
awan, burung, pelangi, sawah , dan pohon dipinggir garis tepi kertas gambar.
Ahli psikologi pekembangan yang membela kebebasan bahwa tumbuh kembang anak harus
diatur dan diarahkan sehingga akan tumbuh dengan lebih baik, maka anak-anak TK harus
menggambar sesuai dengan tema yang telah ditentukan. Jika demikian, maka jalan tengahnya
adalah guru atau orang tua dirumah sesekali memberikan kebebasan anak untuk menggambar
sesuai yang di inginkan. Setelah gambar tersebut selesai dibuat, anak disuruh menerangkan gambar
apa yang dibuatnya. Keternagan anak yang dirangkai menjadi cerita dapat dibandingkan dengan
7. gambar anak tersebut. Setelah itu guru atau orang tua dapat mengambil sebuah penilaian terhadap
anak tersebut.
Penilai subjektif ini memang perlu untuk menilai seberapa baik daya pemahaman anak
terhadap instruksi. Seperti alat diagnostik, anak yang menggambar namun tidak sesuai tema, maka
anak ini masih perlu bimbingan. Dengan kata yang lebih kasar lagi anak tersebut adalah anak
nakal. Sebaliknya anak yang menggambar sesuai tema, maka anak tersebut adalah anak baik.
Penilaian hitam putih terhadapa anak memang sering menimbulkan rasa kecewa terhadap
orangtua. Dirumah orang tua sangat yakin bahwa anaknya sangat baik dan pandai, namun mengapa
ketika disekolah anaknya nyaris tak memilliki prestasi dengan angka.
Solusi ini memperbanyak alternatif tema menggambar. Cobalah dikelas, guru
mempersiapkan anak-anak untuk memilih beberapa tema.
IV. KESIMPULAN
1. Kelompok usia I (sensorimotor)
Anak yang termasuk tahap sensorimotor adalah anak yang berusia 0 sampai 2 tahun, atau
yang biasa disebut bayi. Anak usia dini lebih cenderung banyak menggunakan alat-alat sensorisnya
yakni: penglihatan dan pendengaran. Pergerakan tangan dan kaki bayi cenderung diakibatkan rasa
riang atau sedih setelah melihat atau mendengar sesuatu.
2. Kelompok usia II
Kelompok anak tahap kedua adalah anak yang berusia 2 hingga 3 tahun. Anak pada usia
ini bisa diberi tanggung jawab sekaligus harus diwaspadai oleh orang tua. Orang tua bisa mengajari
anak pada usia 2 sampai 3 tahun bagaimana cara membuat garis lingkaran, lengkung, gelombang,
segi empat, segi tiga, garis vertikal dan horizontal.
3. Kelompok usia III
Kelompok usia ini memiliki umur 3 sampai 4 tahun. Dalam usia ini anak sudah terampil
membuat kreasi garis, lengkung, lingkaran, dan bahka membuat pola-pola tertentu. Gambar yang
paling ringan untuk diajarkan kepada anak usia ini adalah gambar rumah.
8. Pendidikan Seni Rupa sesungguhnya merupakan istilah yang relatif baru digunakan dalam
dunia persekolahan. Pada mulanya digunakan istilah menggambar. Penggunaan istilah pengajaran
menggambar ini berlangsung cukup lama hingga kemudian diganti dengan istilah Pendidikan Seni
rupa.Materi pelajaran yang diberikan tidak hanya menggambar tetapi juga beragam bidang seni
rupa yang lain seperti mematung, mencetak, menempel dan juga apresiasi seni. Tujuan pengajaran
menggambar di sekolah adalah untuk menjadikan anak pintar menggambar melalui latihan
koordinasi mata dan tangan.
Beberapa aspek penting yang perlu mendapat perhatian dalam pendidikan seni antara lain
kesungguhan, kepekaan, daya produksi, kesadaran berkelompok, dan daya cipta. Pendidikan seni
adalah segala usaha untuk meningkatkan kemampuan kreatif ekspresif anak didik dalam
mewujudkan kegiatan artistiknya berdasrkan aturan-aturan estetika tertentu. selain itu, pendidikan
seni di SD bertujuan menciptakan cipta rasa keindahan dan kemampuan mengolah menghargai
seni. Jadi melalui seni, kemampuan cipta, rasa dan karsa anak diolah dan dikembangkan.
Peranan Guru di kelas adalah menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dan
memahami karakteristik siswa sebagai anak didik di kelasnya. Dalam melaksanakan kegiatan kelas
guru harus menjadi pengelola, perencana, penyuluh dan perancang program yang baik dan tuntas.
Guru yang simpatik, imajinatif, kreatif dan luas pengetahuannya. Adalah prasarat mutlak bagi guru
sekolah dasar.
Sekolah berperan sebagai tempat membina dan melatih diri melalui pengajaran dan
pendidikan untuk mengatasi segala masalah di masyarakat kelak setelah
anak menyelesaikan sekolah. Di sekolah anak-anak dihadapkan pada tuntutan untuk tetap bersikap
teratur berdisiplin (diam atau tenang), memperhatikan petunjuk-petunjuk guru, menguasai seluruh
perangkat.
Ada 3 tahap perkembangan anak yang dapat dilihat berdasarkan hasil gambar dan cara anak
menggambar:
1. Tahap mencoret sembarangan. Tahap ini biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Pada tahap ini anak
belum bisa mengendalikan aktivitas motoriknya sehingga coretan yang dibuat masih berupa
goresan-goresan tidak menentu seperti benang kusut.
2. Juga pada usia 2-3 tahun, adalah tahap mencoret terkendali. Pada tahap ini anak mulai menyadari
adanya hubungan antara gerakan tangan dengan hasil goresannya. Maka berubahlah goresan
menjadi garis panjang, kemudian lingkaran-lingkaran.
3. Pada anak usia 3 setengah – 4 tahun, pergelangan tangan anak sudah lebih luwes. Mereka sudah
mahir menguasai gerakan tangan sehingga hasil goresannyapun sudah lebih.