1. MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
INTERVIEWINTERVIEW
SEBELUM
MERDEKA
SUDAH
ADAUN
MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
MENDIKBUD M. NUH:
2. MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
INTERVIEWINTERVIEW
ELAIN masalah ujian nasional (UN)
yang masih menjadi polemik, merebak-
nya aksi kekerasan di sekolah membuat
Menteri Pendidikan M. Nuh disorot ma-
syarakat. Ia dipersalahkan dan dianggap
tak becus menangani masalah pendidik-
an nasional. Tapi Nuh tak gentar.
Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya, itu justru menyatakan
polemik soal UN sebetulnya sudah basi.
Sebab, UN sudah dilaksanakan bertahun-ta-
hun sebelumnya, bahkan sebelum Indonesia
merdeka.
Terkait penggunaan beberapa soal berstan-
darinternasionalyangsengajadiambildariPro-
gramme for International Student Assessment
(PISA), diperlukan untuk mengukur kemam-
puan analisis dan logika anak-anak kita. “Kalau
tidak, saat bertanding (dengan siswa negara
lain), mereka bisa jablas (kalah telak),” tuturnya
kepada majalah detik, yang menemuinya
di ruang kerjanya di kompleks Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Jenderal
Sudirman, Senayan, Jakarta, 20 Mei lalu. Ber-
ikut ini petikan perbincangan selengkapnya.
Kenapa ujian nasional tetap dijalankan,
padahal banyak yang mengkritik?
Pemikiran seperti itu (menolak ujian nasio-
nal) dan isu itu sebenarnya sudah usang. Ka-
"KALAU UJIAN NASIONAL TIDAK ADA KONSEKUENSI, ITU TAK ADA BEDA DENGAN
KUESIONER, SEMUA BISA MENJAWAB SEENAKNYA."
3. MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
INTERVIEWINTERVIEWINTERVIEW
rena ini sudah lama diembuskan, dan, selama
kami laksanakan, banyak yang meminta agar
terus dilakukan. Faktanya, banyak sekali man-
faatnya.
Karena dengan dasar apa pun, ditinjau dari
segi apa pun, baik akademis maupun yuridis,
ujian nasional itu tetap diperlukan sampai saat
ini. Alasannya apa? Karena evaluasi itu ada
tahapan-tahapan.
Ada evaluasi yang dilakukan satuan kerja,
yaitu sekolah untuk mengetahui capaian pro-
ses belajar-mengajar di sekolah, dan evaluasi
yang dilakukan secara nasional. Tujuannya
untuk mengetahui apakah anak-anak (murid
sekolah) sudah mencapai standar.
Lantas, apa yang diujikan? Ya, tentu saja apa-
apa yang sudah diajarkan. Tetapi, apakah (yang
dijadikan soal) itu yang diujikan? Belum tentu.
Namun, jika guru yang mengajar tidak meng-
ajarkan apa yang diujikan, tentu saja (murid)
tidak bisa. Itulah ujian nasional.
Jadi, evaluasi dari sekolah saja, seperti
yang diminta masyarakat, tidak cukup?
Ya, belum cukup. Sebab, ujian sekolah me-
rupakan evaluasi internal dan menjadi pintu
masuk bagi penilaian yang mengevaluasi si-
kap/perilaku, keterampilan, dan pengetahuan.
Adapun ujian nasional merupakan evaluasi
VIDEO / MYTRANS
4. MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
INTERVIEWINTERVIEW
eksternal dan bisa menjadi pintu masuk untuk
memasukitingkatpendidikanyanglebihtinggi.
Memang, ujian nasional saat ini belum sepe-
nuhnya bisa seperti itu. Sebab, selama ini, an-
tara ujian sekolah dan ujian nasional terdapat
disparitas yang menunjukkan kualitas masih
rendah.
Sejak 2011, sebenarnya kami menggabung-
kan nilai ujian sekolah dengan UN. Peran
dari nilai ujian sekolah mencapai 40 persen,
sedangkan UN 60 persen. Karena itu, kalau
banyak siswa yang lulus UN, karena memang
ada faktor nilai ujian sekolah itu. Ke depan,
kami akan memberikan kisi-kisi ujian sekolah
agar kualitasnya semakin baik.
Banyak yang menilai ujian itu mubazir,
toh sebenarnya sama dengan ujian seko-
lah…
Kalau ada orang yang memperdebatkan ini,
tentu tidak berdasar. Dasar yang terbaru ada
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasio-
Padaujiansekolah,hampirsemuasiswa
mendapatkannilai8.Tapi,begituUN,
nilainya3,4,5. RESNU DWI ANDHIKA / MYTRANS
5. MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
INTERVIEW
nal Pendidikan. Dalam peraturan itu disebut,
untuk ujian nasional bagi sekolah dasar dise-
rahkan ke provinsi. Kemudian, di dasar hukum
baru itu juga disebutkan bahwa ujian nasional,
selain sebagai pemetaan (kualitas sekolah dan
lulusannya), juga untuk perbaikan mutu, untuk
(sebagai syarat) melanjutkan ke pendidikan
yang lebih tinggi, serta sebagai syarat kelulus-
an.
Banyak kok yang menyatakan, “Saya setuju,
Pak, kalau ujian nasional itu untuk pemetaan",
"Saya setuju, Pak, ujian nasional untuk (syarat)
melanjutkan ke jenjang lebih tinggi", "Saya
setuju untuk pemetaan", dan sebagainya. Be-
INTERVIEWINTERVIEW
Suasana ujian nasional di
Jakarta, Senin (14/4).
GRANDY/DETIKCOM
6. MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
INTERVIEW
gitulah bentuk dukungan. La, terus untuk apa
kita pertentangkan?
Kalau ujian nasional tidak ada konsekuensi,
itutidakadabedanyadengankuesioner.Orang
akan mengerjakan itu seperti menjawab perta-
nyaan biasa yang tidak memiliki konsekuensi
apa pun, seenaknya.
Tetapi, karena ini ada konsekuensi lulus atau
tidak lulus, ada upaya serius. Ada effort sekuat
tenaga, ikhtiarnya, karena mereka ingin yang
terbaik, sehingga mengerjakan sebaik-baiknya.
Tapi nilai ujian sekolah juga menunjuk-
kan prestasi siswa…
(Sebelum menjawab, M. Nuh menunjuk-
kan beberapa lembaran berisi data). Coba
Anda bayangkan, di sini ada data yang me-
nunjukkan hasil ujian sekolah. Hasilnya ham-
pir semua siswa mendapatkan nilai 8, 9, dan
9 lebih. Sehingga rata-ratanya 8,9. Lantas,
bagaimana membedakan siapa sebenarnya
yang terbaik, yang mendapat nilai tinggi
yang sebenarnya?
Kemudian, setelah kami lakukan ujian nasio-
nal terbukti, ada siswa yang mendapatkan nilai
3, 4, 5, dan lebih tinggi. Sehingga rata-ratanya
6,12. Nah, yang kurang-kurang itu bisa kami
lakukan pembinaan dan perbaikan. Inilah pe-
metaan, sekaligus pembinaan atau perbaikan,
serta sebagai syarat untuk kelulusan. Jadi beda
antara ujian sekolah dan UN.
Kalau ada yang mempertanyakan pa-
yung hukumnya?
Sekarang begini saja, kalau mempermasa-
lahkan soal itu, mbok ya mengajukan judicial
review. Tapi, kenapa tidak dimintakan judicial
review? Artinya, ya memang ada cantolannya,
payung hukumnya. Ada dua ayat di undang-
INTERVIEWINTERVIEW
Survei2012menunjukkan,Indonesiadi
peringkatterbawahdalamkemampuan
matematika,membaca,sertasains.
7. MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
INTERVIEW
undang, yaitu “ujian itu dilakukan oleh sekolah”
dan satu lagi (ayat) yang menyebut bahwa “itu
dilakukan oleh lembaga independen”. Nah,
itulah ujian nasional.
Jadi, keberatan terhadap ujian nasional
itu tidak berdasar?
Ya, tentu saja. Sekarang saya tanya, ujian
nasional itu kapan mulai dilakukan? Kalau
membaca sejarah, ujian nasional itu sudah ada
dari dulu. Hanya namanya yang berbeda-beda,
ada ujian nasional, ada evaluasi belajar tahap
akhir, ada ujian akhir. Jadi, sejak dulu, sebelum
kita merdeka, yang namanya ujian nasional itu
sudah ada. Hakikatnya sama, untuk menguji
apakahanak-anaksekolahitusudahmemenuhi
standar secara nasional.
Kabarnya,persentasepesertayanglulus
menurun dibanding tahun lalu?
Memang, tapi itu kan hanya 0,01 persen.
Kalau sebesar itu masih wajarlah, sesuatu yang
masih masuk akal. Kecuali kalau sebelumnya
99,5 persen kemudian menjadi 90 persen, itu
yang menjadi geger.
Melayani orang hampir tiga juta: siswa SMA
1,6 juta orang, siswa SMK 1,1 juta orang. Ham-
pir tiga juta, sesuatu kalau naik-turun sedikit ya
masih wajar.
Tentang soal ujian, kenapa ada yang
M. Nuh saat mengecek
persiapan ujian nasional di
Jakarta, Rabu (16/4).
AGUNG PAMBUDHY/DETIKCOM
8. MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
INTERVIEW
mengkopi soal dari Programme for Inter-
national Student Assessment (PISA)?
Orang selalu berdebat, mengkritik kenapa
TIMSS (Trends in International Mathematics
and Science Study) dan PISA. PISA, yang diko-
ordinasikan oleh Organization Economic Coo-
peration and Development (OECD), pada 2012
merilis survei bahwa Indonesia menduduki
peringkat paling bawah dari 65 negara dalam
hal kemampuan matematika, membaca, serta
sains. Karena itulah saat ini kita coba. Metode
ini adalah metode untuk mengukur kemampu-
an pengetahuan dengan standar internasional.
Kalau dari PISA, matematika dan ilmu penge-
tahuan alam 41 persen.
Apa urgensi penggunaan soal dari PISA
ini?
Tentu saja untuk mengukur kemampuan
analisis dan logika para siswa. Dengan meng-
gunakan soal itu, kita ingin tahu sebenarnya
kemampuan anak-anak kita dibanding anak-
anakdiluarnegeri.La,kalautidakkitaukur,kita
khawatir nanti kalau pas bertanding (mereka
bisa) jablas (tumbang), lewat.
Tidak mempersulit siswa?
Ya, buktinya tingkat kelulusan yang ada saat
ini 95 persen lebih. Ini karena kisi-kisi ujian itu
diberikan sejak dua-tiga tahun lalu. Dan soal
yang diujikan pun tidak menyimpang jauh dari
pelajaran yang sebelumnya diajarkan di seko-
lah.
Tapi banyak anak yang protes ke Anda
lewat media sosial?
Ya, enggak apa-apa. Anak-anak memang
kritis. Dan itu bisa dimaklumi, sejauh dalam
batas-batas yang wajar. Tetapi, saya katakan,
bahwa soal-soal itu akan bisa dikerjakan oleh
anak-anak yang telah tekun belajar.
INTERVIEW
Pengawasanmemangperlu,tapitakmungkin
guru-gurumengawasiparamuriddaridetik
kedetik.
9. MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
INTERVIEW
Kenapa soalnya harus menyalin persis?
Oh, enggak apa-apa. Kan ini dalam kerangka
kerja sama negara-negara di dunia yang diko-
ordinasikan oleh OECD.
Masak anggaran sampai Rp 660 miliar
tapi bikin soal masih mengkopi?
Lo, jangan melihat anggaran itu secara ge-
londongan, bulat sebesar itu. Kalau seperti itu,
ya tentu saja akan terlihat besar. Tetapi, coba
lihat, berapa jumlah orang (murid peserta ujian
yang dilayani). Hampir empat juta orang. Lalu
bagi besar anggaran itu dengan jumlah orang
yang dilayani, apakah masih besar?
Yang pasti, anak-anak kita mampu mengerja-
kan soal itu. Ya, kalau ada satu-dua orang yang
kesulitan ya masih wajar. Kita bertujuan baik.
M. Nuh meninjau pameran
mobil listrik di Jakarta,
Selasa (29/4).
RENGGA SENCAYA/DETIKCOM
10. MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
INTERVIEW
Terkait soal kekerasan di sekolah, ba-
nyak yang menilai sekolah telah lalai....
Jangan mudah memberikan penilaian seper-
ti itu. Jangan karena ada kejadian kemudian
dengan mudah menuding sekolah lalai, guru
lalai. Sebab, pola perilaku anak juga dibentuk
oleh lingkungan, baik di masyarakat maupun
keluarga.
Memang, ekspresi perilaku bisa saja di
sekolah. Pengawasan memang diperlukan,
tetapi kan tidak mungkin dari detik ke detik
guru-guru harus melakukan pengawasan
kepada mereka.
Di sekolah kedinasan, kekerasan diang-
gap bagian pendidikan agar disiplin....
Kedisiplinan bukan berarti kekerasan.
Kedisiplinan bisa ditegakkan melalui aturan
main yang benar-benar dijalankan. Jadi, unsur
akademis tetap harus menjadi acuan dalam
pembinaan. Semuanya akan terukur.
Ada rencana mengambil alih pengelo-
laan?
Kami ingin agar lembaga seperti ini juga
menonjolkan aspek akademis, bukan teknis
semata-mata. Inginnya, kewenangan kemen-
terian juga diperbesar, sehingga pembinaan
lebih besar. ARIFARIANTO
GRANDY/DETIKCOM
Dua siswi tunanetra SMP
226 mengikuti ujian nasional
di Jakarta, Senin (5/5).
11. MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
INTERVIEW
MAJALAH DETIK 26 MEI - 1 JUNI 2014
INTERVIEW
BIODATA
NAMA: Prof. Dr. Ir. Muhammad Nuh,
DEA
TEMPAT/TANGGALLAHIR:
Surabaya, Jawa Timur, 17 Juni 1959
ISTRI: Drg. Laily Rachmawati
ANAK:Rachma Rizqina Mardhotillah
PENDIDIKAN:
1990, Doktor Jurusan Signaux et
System, Universite Science et
Technique du Languedoc
Montpellier Prancis.
1987, Pascasarjana Jurusan Signaux
et System, Universite Science
et Technique du Languedoc
Montpellier Prancis.
1983, Fakultas Teknik Elektro ITS.
KARIER:
Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, 2009-2014.
Menteri Komunikasi dan Informasi
Rektor ITS, 2003-2006.
Guru Besar ITS, 2004.
Direktur Politeknik Negeri Surabaya
ITS, 1997-2003.
Ketua Jurusan Teknik Elektronika,
Politeknik Negeri Surabaya ITS, 1992-
1993.
KARYA:
Buku Strategi dan Arah Kebijakan
Pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Komunikasi (disingkat
Indonesia-SAKTI)