Sebagai negara hukum, yang telah memiliki instrumen hukum berupa Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), sudah menjadi tanggungjawab negara untuk melindungi dan menjamin kebebasan warga negaranya untuk memilik pasangannya dalam membentuk sebuah keluarga melalui ikatan perkawinan. Tanggungjawab negara tersebut telah dituangkan ke dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, yang menyebutkan : “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah”
Dokumen tersebut membahas tentang status hukum anak luar nikah dalam sistem hukum perkawinan Indonesia. Dokumen tersebut menjelaskan bahwa perdebatan masih terjadi mengenai apakah syarat formil pernikahan hanya terkait administrasi atau juga mempengaruhi syarat materiil pernikahan. Dokumen tersebut juga membahas akibat hukum dari perkawinan yang sah dan tidak sah, serta masalah perlindungan hukum bagi
Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...AZA Zulfi
Makalah ini membahas tentang hukum pencatatan perkawinan, perjanjian perkawinan, dan larangan perkawinan dalam hukum perdata Islam di Indonesia. Pencatatan perkawinan dipandang penting untuk menjamin ketertiban rumah tangga dan memberikan bukti perkawinan yang sah, meskipun tidak diatur secara rinci dalam hukum Islam klasik. Perjanjian perkawinan meliputi perjanjian-perjanjian sebelum dan sesudah pernikahan. Larangan
Teks tersebut merupakan bagian dari makalah tentang Islam dalam membangun keluarga sakinah mawaddah warahmah. Teks tersebut membahas tentang hukum pernikahan menurut Islam, termasuk tujuan, rukun dan hukum pernikahan menurut agama Islam. Teks tersebut juga membahas tentang pernikahan beda agama menurut hukum positif Indonesia.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian perkawinan menurut Undang-Undang dan para tokoh hukum, syarat-syarat perkawinan menurut Undang-Undang, serta pentingnya pencatatan perkawinan."
UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menghilangkan diskriminasi berdasarkan ras atau etnis dan menganut konsep bangsa Indonesia asli yang tidak membedakan antara warga negara asli dan tidak asli. UU ini juga menganut sistem kekerabatan parental dan memberikan kewarganegaraan secara otomatis kepada anak berdasarkan ius sanguinis atau ius soli tanpa diskriminasi gender.
Dokumen tersebut membahas tentang status hukum anak luar nikah dalam sistem hukum perkawinan Indonesia. Dokumen tersebut menjelaskan bahwa perdebatan masih terjadi mengenai apakah syarat formil pernikahan hanya terkait administrasi atau juga mempengaruhi syarat materiil pernikahan. Dokumen tersebut juga membahas akibat hukum dari perkawinan yang sah dan tidak sah, serta masalah perlindungan hukum bagi
Makalah Hukum Perdata Islam di Indonesia tentang Pencatatan Perkawinan, Perja...AZA Zulfi
Makalah ini membahas tentang hukum pencatatan perkawinan, perjanjian perkawinan, dan larangan perkawinan dalam hukum perdata Islam di Indonesia. Pencatatan perkawinan dipandang penting untuk menjamin ketertiban rumah tangga dan memberikan bukti perkawinan yang sah, meskipun tidak diatur secara rinci dalam hukum Islam klasik. Perjanjian perkawinan meliputi perjanjian-perjanjian sebelum dan sesudah pernikahan. Larangan
Teks tersebut merupakan bagian dari makalah tentang Islam dalam membangun keluarga sakinah mawaddah warahmah. Teks tersebut membahas tentang hukum pernikahan menurut Islam, termasuk tujuan, rukun dan hukum pernikahan menurut agama Islam. Teks tersebut juga membahas tentang pernikahan beda agama menurut hukum positif Indonesia.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian perkawinan menurut Undang-Undang dan para tokoh hukum, syarat-syarat perkawinan menurut Undang-Undang, serta pentingnya pencatatan perkawinan."
UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menghilangkan diskriminasi berdasarkan ras atau etnis dan menganut konsep bangsa Indonesia asli yang tidak membedakan antara warga negara asli dan tidak asli. UU ini juga menganut sistem kekerabatan parental dan memberikan kewarganegaraan secara otomatis kepada anak berdasarkan ius sanguinis atau ius soli tanpa diskriminasi gender.
Teks tersebut membahas tentang pengertian warga negara dan kewarganegaraan, asas-asas kewarganegaraan, cara memperoleh kewarganegaraan, dan masalah yang terkait dengan kewarganegaraan. Secara ringkas, warga negara adalah anggota dari suatu negara yang memiliki hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang, sedangkan kewarganegaraan adalah status seseorang sebagai warga negara suatu negara.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian warga negara dan penduduk, perbedaan antara keduanya, asas-asas penentuan kewarganegaraan seperti tempat kelahiran dan hubungan darah, serta hak dan kewajiban warga negara di berbagai aspek kehidupan seperti hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta agama.
MENYIBAK KASUS PELANGGARAN HAK DAN PENGINGKARAN KEWAJIBAN WARGA NEGARARindi Gilang
Dokumen tersebut membahas tentang hak dan kewajiban warga negara Indonesia. Hak warga negara meliputi hak konstitusional yang dijamin UUD 1945 seperti hak pendidikan dan pekerjaan, sedangkan kewajiban warga negara antara lain membayar pajak dan patuh terhadap peraturan. Dokumen juga menjelaskan bahwa pelanggaran hak warga negara dapat terjadi akibat pengingkaran kewajiban baik oleh pemerintah maupun warga neg
Bahan 7-lembaga-negara-pasca-amandemen-uud-1945sitizaharajamil
Tiga hal utama yang mempengaruhi pembentukan lembaga negara baru pasca amandemen UUD 1945 yaitu tidak adanya kredibilitas lembaga yang telah ada, tidak independennya lembaga yang ada, dan ketidakmampuan lembaga yang ada untuk melaksanakan tugas transisi demokrasi. Pembentukan lembaga negara baru diarahkan oleh prinsip-prinsip konstitusionalisme, pemisahan kekuasaan, integrasi, dan kemanfaatan bagi
Dokumen tersebut membahas tentang Warga Negara Indonesia menurut UU No. 12 Tahun 2006. Terdapat beberapa kriteria untuk menjadi WNI seperti kelahiran, perkawinan campuran, dan pengakuan kewarganegaraan. Dokumen juga menjelaskan hak dan kewajiban negara serta warga negara.
Dokumen tersebut membahas tentang ilmu kewarganegaraan yang mencakup konsep dasar, terminologi, ilmu pembentuk, lingkup hak dan kewajiban warga negara, serta cara memperoleh dan kehilangan status kewarganegaraan menurut undang-undang yang berlaku.
Ketentuan hukum mewajibkan perkawinan harus dicatatkan secara resmi untuk mencegah dampak negatif seperti istri tidak mendapatkan hak waris dan nafkah, serta sulit membuktikan status perkawinan. Pencatatan perkawinan penting untuk melindungi hak-hak istri dan anak.
Pendidikan Kewarganegaraan : Kedudukan penduduk dan wni menurut uud 1945Davis Lesmana
Dokumen tersebut membahas tentang kedudukan warga negara dan penduduk Indonesia menurut UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan terkait. Secara garis besar dijelaskan bahwa warga negara adalah orang Indonesia asli dan orang lain yang disahkan menjadi warga negara, sedangkan penduduk adalah warga negara dan orang asing yang tinggal di Indonesia. Kedudukan ini diatur lebih lanjut dalam undang-undang.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum perkawinan di Indonesia, termasuk pengertian, tujuan, syarat-syarat perkawinan, dan perdebatan mengenai perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda."
Warga Negara & kewarganegaraan: Kedudukan warga Negara dalam Negara Fenti Anita Sari
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian warga negara dan kewarganegaraan serta kedudukan warga negara dalam negara menurut undang-undang Indonesia. Ia menjelaskan bahwa warga negara adalah anggota negara yang memiliki hak dan kewajiban, sedangkan kewarganegaraan adalah identitas keanggotaan dalam komunitas politik suatu negara. Dokumen tersebut juga menyebutkan ketentuan undang-undang terkait penentuan dan
Lembaga Negara Pasca Amandemen UUD 1945Muhamad Yogi
Dokumen tersebut membahas lembaga-lembaga negara yang dibentuk pasca amandemen UUD 1945, meliputi lembaga yang kedudukan dan kewenangannya diatur dalam UUD 1945 seperti Presiden, DPR, DPD, MPR, BPK, MA, MK, dan KY; lembaga yang dibentuk berdasarkan UU seperti KPK, KPU, dan Komnas HAM; serta lembaga yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden. Juga dibahas mengenai prins
Teks tersebut membahas tentang pengertian warga negara dan kewarganegaraan, asas-asas kewarganegaraan, cara memperoleh kewarganegaraan, dan masalah yang terkait dengan kewarganegaraan. Secara ringkas, warga negara adalah anggota dari suatu negara yang memiliki hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang, sedangkan kewarganegaraan adalah status seseorang sebagai warga negara suatu negara.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian warga negara dan penduduk, perbedaan antara keduanya, asas-asas penentuan kewarganegaraan seperti tempat kelahiran dan hubungan darah, serta hak dan kewajiban warga negara di berbagai aspek kehidupan seperti hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta agama.
MENYIBAK KASUS PELANGGARAN HAK DAN PENGINGKARAN KEWAJIBAN WARGA NEGARARindi Gilang
Dokumen tersebut membahas tentang hak dan kewajiban warga negara Indonesia. Hak warga negara meliputi hak konstitusional yang dijamin UUD 1945 seperti hak pendidikan dan pekerjaan, sedangkan kewajiban warga negara antara lain membayar pajak dan patuh terhadap peraturan. Dokumen juga menjelaskan bahwa pelanggaran hak warga negara dapat terjadi akibat pengingkaran kewajiban baik oleh pemerintah maupun warga neg
Bahan 7-lembaga-negara-pasca-amandemen-uud-1945sitizaharajamil
Tiga hal utama yang mempengaruhi pembentukan lembaga negara baru pasca amandemen UUD 1945 yaitu tidak adanya kredibilitas lembaga yang telah ada, tidak independennya lembaga yang ada, dan ketidakmampuan lembaga yang ada untuk melaksanakan tugas transisi demokrasi. Pembentukan lembaga negara baru diarahkan oleh prinsip-prinsip konstitusionalisme, pemisahan kekuasaan, integrasi, dan kemanfaatan bagi
Dokumen tersebut membahas tentang Warga Negara Indonesia menurut UU No. 12 Tahun 2006. Terdapat beberapa kriteria untuk menjadi WNI seperti kelahiran, perkawinan campuran, dan pengakuan kewarganegaraan. Dokumen juga menjelaskan hak dan kewajiban negara serta warga negara.
Dokumen tersebut membahas tentang ilmu kewarganegaraan yang mencakup konsep dasar, terminologi, ilmu pembentuk, lingkup hak dan kewajiban warga negara, serta cara memperoleh dan kehilangan status kewarganegaraan menurut undang-undang yang berlaku.
Ketentuan hukum mewajibkan perkawinan harus dicatatkan secara resmi untuk mencegah dampak negatif seperti istri tidak mendapatkan hak waris dan nafkah, serta sulit membuktikan status perkawinan. Pencatatan perkawinan penting untuk melindungi hak-hak istri dan anak.
Pendidikan Kewarganegaraan : Kedudukan penduduk dan wni menurut uud 1945Davis Lesmana
Dokumen tersebut membahas tentang kedudukan warga negara dan penduduk Indonesia menurut UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan terkait. Secara garis besar dijelaskan bahwa warga negara adalah orang Indonesia asli dan orang lain yang disahkan menjadi warga negara, sedangkan penduduk adalah warga negara dan orang asing yang tinggal di Indonesia. Kedudukan ini diatur lebih lanjut dalam undang-undang.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum perkawinan di Indonesia, termasuk pengertian, tujuan, syarat-syarat perkawinan, dan perdebatan mengenai perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda."
Warga Negara & kewarganegaraan: Kedudukan warga Negara dalam Negara Fenti Anita Sari
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian warga negara dan kewarganegaraan serta kedudukan warga negara dalam negara menurut undang-undang Indonesia. Ia menjelaskan bahwa warga negara adalah anggota negara yang memiliki hak dan kewajiban, sedangkan kewarganegaraan adalah identitas keanggotaan dalam komunitas politik suatu negara. Dokumen tersebut juga menyebutkan ketentuan undang-undang terkait penentuan dan
Lembaga Negara Pasca Amandemen UUD 1945Muhamad Yogi
Dokumen tersebut membahas lembaga-lembaga negara yang dibentuk pasca amandemen UUD 1945, meliputi lembaga yang kedudukan dan kewenangannya diatur dalam UUD 1945 seperti Presiden, DPR, DPD, MPR, BPK, MA, MK, dan KY; lembaga yang dibentuk berdasarkan UU seperti KPK, KPU, dan Komnas HAM; serta lembaga yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden. Juga dibahas mengenai prins
Dokumen tersebut membahas tentang perkawinan, perceraian, dan berbagai ukuran untuk mengukur perkawinan dan perceraian seperti angka perkawinan kasar, angka perkawinan umum, angka perkawinan spesifik, angka perceraian kasar, dan angka perceraian umum.
PP 10 Tahun 1983 dan PP 45 Tahun 1990 mengatur tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS. Dokumen ini menjelaskan syarat dan prosedur untuk mendapatkan izin beristri lebih dari satu, melakukan perceraian, serta pembagian gaji setelah perceraian. Pelanggaran aturan ini dapat dihukum secara disipliner.
Dokumen tersebut membahas tentang batas waktu hak guna usaha dan hak guna bangunan menurut undang-undang, pengertian perjanjian dan perikatan, syarat-syarat sah perjanjian dan unsur-unsur kesepakatan, sebab-sebab berakhirnya perikatan, asas-asas perjanjian, dan pengertian prestasi serta konsekuensi wanprestasi.
Dokumen tersebut membahas mengenai gerakan liberalisasi agama (Islam) dan implikasinya terhadap ajaran Islam. Secara garis besar, dokumen menjelaskan bahwa gerakan liberalisasi agama memandang agama sebagai dinamika sejarah dan menolak klaim Islam sebagai agama yang benar dan final, serta menolak beberapa hukum Islam seperti larangan nikah beda agama dan homoseksualitas. Dokumen ini menganjurkan agar umat Islam kembali m
Dokumen tersebut merupakan kompilasi hukum Islam di Indonesia yang membahas tentang hukum perkawinan. Terdapat bab-bab yang membahas tentang ketentuan umum, dasar-dasar perkawinan, rukun dan syarat perkawinan seperti calon mempelai, wali nikah, saksi nikah, akad nikah, dan mahar. Dokumen ini menjelaskan tata cara perkawinan yang sah menurut hukum Islam.
Dokumen tersebut membahas tentang keabsahan pernikahan suami istri yang menjadi mualaf (masuk Islam) menurut hukum Islam. Jika suami istri masuk Islam bersamaan, maka akad nikah sebelumnya dianggap sah dan tidak perlu diulang. Namun jika salah satu dari mereka masuk Islam lebih dulu, maka istri harus beriddah dan boleh rujuk jika suaminya kemudian masuk Islam. Jika suami poligami atau menikahi ker
02 perkawinan pria muslim dengan wanita non muslimasnin_syafiuddin
Dokumen tersebut membahas tentang etimologi dan terminologi nikah menurut beberapa mazhab, serta hukum pernikahan antara muslim dengan non-muslim seperti musyrik, majusi, shabi'ah, dan penyembah berhala. Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang pernikahan dengan wanita-wanita tertentu.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum keluarga di Indonesia, meliputi pengertian, sumber hukum, ruang lingkup, azas-azas, perkawinan, perceraian, dan harta benda dalam perkawinan. Dibahas pula syarat-syarat, larangan, pelaksanaan, pembatalan, dan akibat-akibat hukum perkawinan.
Kedudukan perempuan dalam pembagian warisanEko Nainggolan
Dokumen tersebut membahas tentang kedudukan perempuan dalam sistem pembagian warisan patrilineal suku Batak Toba, di mana perempuan memiliki hak waris yang lebih kecil dibanding laki-laki namun tetap mendapat hibah tertentu dari ayahnya."
Artikel ini mengulas karakter pemikiran seorang tokoh Mesir kontemporer bernama Muhammad Sa’id al-’Asymāwī tentang seluk-beluk talak. Jika mengacu pada hukum Islam klasik dan pendapat para ahli, turunnya perceraian mutlak di tangan suami. Dengan perkembangan zaman dan pembaruan pemikiran hukum Islam, Muhammad Sa’id al-’Asymāwī mencoba untuk mendekonstruksi dan merekonstruksi hukum tentang perceraian dengan berbagai pendekatan, baik gender, asbab nuzul dan pendekatan lain dari dimensi sosial dan analogi liberal. Hal ini penting mengingat banyak pemikir Muslim modern yang merumuskan pembaruan pernikahan dalam hukum Islam dan juga tentang perceraian. Dengan tujuan untuk mencapai kesetaraan gender dalam pernikahan sesuai dengan perkembangan zaman, termasuk reinterpretasi teks al-Qur’an dan hadis hukum keluarga; baik tentang hadis pernikahan, perceraian dan sebagainya. Dengan memahami permasalahan di atas, sekiranya kajian ini dapat menambah khazanah pemikiran Islam pada isu-isu khilafiyyah yang muncul di masyarakat, khususnya di Indonesia.
The document outlines AT&T's Live Proud LGBTQ campaign from 2013, including a Facebook application page for the campaign site attliveproud.com. The campaign included a public service announcement call to action, digital banner ads, a space for consumers to share words of courage for LGBT youth, event pages, information about the Trevor Project, and a video showcasing AT&T's support for LGBT employees.
Romo magnis suseno sahkan nikah beda agamaAlalan Tanala
1. Romo Magnis mendukung kebijakan pemerintah Jokowi yang memungkinkan pernikahan beda agama.
2. Ia meminta negara memberikan legalitas pernikahan meskipun tidak sesuai aturan agama.
3. Negara tidak mengatur agama tetapi memberi ruang kebebasan beragama bagi warganya.
Qanun jinayat dlm sistem hukum nasionalAgus Muqtafiy
Dokumen tersebut membahas tentang kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum nasional Indonesia, khususnya di Propinsi Aceh. Hukum Islam merupakan salah satu sumber hukum nasional berdasarkan UUD 1945. Aceh diberikan keistimewaan untuk menerapkan hukum Islam secara kaffah berdasarkan UU dan Perda setempat. Hukum Islam di Aceh mencakup berbagai aspek kehidupan seperti aqidah, ibadah, ekonomi,
Di dalam undang-undang perkawinan Indonesia, pernikahan beda agama masih belum diatur secara tegas; jika ada, aturan tersebut bersifat multitafsir. Ada yang mengatakan bahwa perkawinan beda agama tersebut sama halnya dengan perkawinan campuran dan adapula yang menyatakan tidak ada peraturan yang mengatur tentang perkawinan beda agama, sehingga ada yang berpandangan bahwa pernikahan beda agama diperkenankan selama tidak ada yang mengaturnya.
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pembagian harta bersama pasca perceraian suami istri menurut undang-undang perkawinan dan hukum Islam.
2. Ada perbedaan antara undang-undang dan pengadilan agama dalam membagi harta bersama, di mana undang-undang membaginya sama rata sedangkan pengadilan agama tidak selalu.
3. Penelitian ini mengg
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, meskipun ada kontroversi mengenai waktu dan metode penyebarannya. Sejak itu, hukum Islam berkembang di Indonesia dan diterapkan dalam berbagai tingkatan, dari hukum sosial komunitas hingga hukum positif kerajaan. Pada masa Orde Baru, hukum Islam diakui secara resmi dengan diberlakukannya Kompilasi Hukum Islam dan pengadilan agama. Namun demik
Makalah ini membahas tentang sketsa peradilan agama yang mencakup pengaturan, susunan, kekuasaan, hukum acara, dan ketentuan-ketentuan peradilan agama berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989."
Dokumen tersebut membahas tentang regulasi kerukunan umat beragama di Indonesia. Indonesia memiliki keragaman suku, bahasa, dan agama yang perlu diatur untuk menjamin kerukunan. Beberapa masalah yang muncul antara lain pendirian rumah ibadah dan penyiaran agama. Diperlukan regulasi yang kuat untuk menjamin hak beragama dan kerukunan. Namun, ada pandangan yang menolak RUU KUB karena dianggap membatasi kebebasan beragama.
Dokumen tersebut membahas tentang sistem hukum di Indonesia yang merupakan campuran antara hukum Eropa, Islam, dan adat. Indonesia bukan negara Islam meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Hukum Islam berpengaruh kuat di bidang keluarga. Dokumen ini juga membahas sejarah berdirinya lembaga peradilan Islam di Indonesia serta lembaga-lembaga yang berwenang memberikan fatwa seperti MUI dan majelis tarjih Muhammadiyah.
Dokumen tersebut membandingkan hukum perkawinan menurut KUHPerdata dan UU No. 1/1974. Secara garis besar, perbandingan mencakup pengertian, sifat, syarat-syarat materiil dan formil, orang yang berhak mencegah, hak dan kewajiban suami istri, serta akibat perkawinan terhadap harta bendanya. Dokumen ini memberikan gambaran menyeluruh perbedaan ketentuan perkawinan menurut undang-undang yang
Dokumen tersebut membahas konsep penegakan hukum di Indonesia. Penegakan hukum bertujuan untuk menegakkan norma hukum sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dokumen tersebut juga membahas tentang berbagai masalah dan permasalahan dalam penegakan hukum di Indonesia seperti lemahnya penegakan hukum, hukum yang tebang pilih, dan kasus-kasus hukum kontroversial yang terjadi.
Materi praktik yg disampaikan pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan I atas kerjasama Fakultas Hukum UGM dengan PERADI "Rumah Bersama Advokat" tahun 2021
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI) merupakan kompilasi hukum Islam yang digunakan sebagai acuan hukum di Pengadilan Agama. KHI dikompilasi berdasarkan kitab-kitab fikih klasik dan diperbarui secara berkala untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. KHI terdiri dari tiga buku yang membahas hukum perkawinan, kewarisan, dan wakaf.
Dokumen tersebut membahas tentang perkawinan siri, yaitu pernikahan yang dilakukan tanpa pencatatan resmi. Dokumen menjelaskan bahwa Undang-Undang Perkawinan belum dapat mengatasi perkawinan siri karena masih mengakui keabsahan pernikahan berdasarkan hukum agama. Dokumen juga membahas dampak negatif perkawinan siri bagi istri dan anak, seperti ketidakjelasan status hukum, dan saran
Majalah Aktual edisi 9 memuat berbagai artikel mengenai proklamasi kemerdekaan Indonesia, wawancara dengan politisi wanita Khofifah Indar Parawansa, serta berita dalam dan luar negeri seputar energi, ekonomi, politik, dan internasional.
Radar portabel canggih bantu selamatkan korban bencana. Alat bernama FINDER dibuat NASA bekerja sama dengan Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat. FINDER mampu mendeteksi korban hingga 9 meter di bawah reruntuhan dengan menangkap sinyal detak jantung manusia. Tujuannya membantu penyelamatan korban gempa bumi atau longsor secara cepat.
Perlindungan anak masih menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia, mengingat masih banyak ditemukan kasus-kasus perlakuan anak yang tidak sewajarnya, di antaranya yang paling memprihatinkan adalah masih terdapatnya anak-anak yang bekerja di sektor pekerjaan terburuk untuk anak, eksploitasi seksual komersial anak (ESKA), dan perdagangan perempuan dan anak (trafficking women and children). Padahal, anak adalah sebuah investasi. Anak harus dilihat sebagai aset bangsa yang harus dilindungi keberadaannya karena masa depan bangsa sangat bergantung pada bagaimana kita memperlakukan anak pada masa kini.
Pada dasarnya, munculnya berbagai permasalahan terkait perlindungan anak berakar dari berbagai faktor di antaranya belum optimalnya peran kelembagaan dalam mengatasi berbagai permasalahan anak. Kelembagaan dimaksud adalah kelembagaan baik yang berupa nilai dalam budaya, institusi dalam masyarakat dan jaringan kerjasama yang belum optimal dari organisasi yang memfasilitasi, mengadvokasi, mensosialisasikan serta sinergi yang masih perlu ditingkatkan.
Masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan masalah global. Adanya tekanan dari dunia Internasional terhadap berbagai pelanggaran Hak Azasi Manusia, termasuk didalamnya hak perempuan dan anak yang akhirnya membuat pemerintah perlu untuk mencari cara dalam mengatasi adanya kekerasan terhadap rendahnya kualitas pelayanan Polri terhadap laporan yang melibatkan korban perempuan dan anak telah membuat Polri berusaha untuk menunjukkan kinerja yang baik. Salah satunya dengan membentuk Ruang Pelayanan Khusus (RPK) lebih khusus Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) untuk masalah kekerasan Perempuan dan Anak, dari tingkat Mabes hingga Polres, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2007.
Dokumen tersebut membahas tentang perlindungan hukum terhadap anak di bawah umur pelaku tindak pidana di wilayah hukum Poltabes Yogyakarta. Ia menjelaskan latar belakang masalah perlindungan anak, peraturan perundang-undangan terkait, dan rumusan masalah penelitian mengenai apakah perundang-undangan sudah memberikan perlindungan dan kendala apa yang dihadapi.
ABSTRAK
Implikasi pemisahan Timor-Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah berdampak pada persoalan-persoalan yang sampai sekarang belum diselesaikan terutama masalah batas wilayah baik darat, laut, maupun udara yang secara hukum nasional maupun hukum internasional belum jelas statusnya. Dengan pemisahan Timor-Leste dari Negara Republik Indonesia maka dikeluarkan ketetapan MPR tahun 1999 yang mencabut ketetapan MPR no VI/1978 tentang integrasi Timor-Timur ke dalam wilayah RI, maka status hukum Timor-Timur telah berubah dan bukan lagi bagian dari wilayah negara kesatuan RI. Status hukum Timor-Timur diatur lebih lanjut oleh PBB, antara Indonesia dan Portugal yaitu berdasarkan Perjanjian di New York tanggal 5 Mei 1999, Agreement Between the Repoblic of Indonesia and the Portugal Republic on the Question of East Timor.
Untuk itu rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana kewenangan suatu negara untuk menentukan batas wilayah laut menurut Hukum Internasional serta bagaimana cara pengaturan batas wilayah laut Timor-Leste pasca kemerdekaan 1999. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis sejauh mana pengaturan batas wilayah laut Timor-Leste dan apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi serta kewenangan suatu negara dalam menentukan batas wilayah lautnya berdasarkan hukum internasional. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yang dilanjutkan dengan penelitian hukum emperis, dikatakan penelitian hukum normatif karena penelitian ini akan memanfaatkan data sekunder, yang selanjutnya akan diikuti dengan penelitian empiris.
Belum adanya kesepakatan tentang batas wilayah laut antara kedua negara, dikarenakan masih menunggu penyelesaian sengketa batas darat yang meliputi lima segmen di Kabupaten Belu dan Timor Tengah Utara. Lima titik wilayah darat yang masih disengketakan antara Indonesia dan Timor Leste yakni Noelbesi di Kabupaten Kupang, Bijaelsunan dan Oben di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) serta Malibaka di Kabupaten Belu. Batas wilayah laut yang sulit ditetapkan yakni Enklave Ambeno Oeccuse karena enklave tersebut berada diantara wilayah Indonesia. Faktanya bahwa jarak antara Negara Republik Demokratik Timor Leste dengan Indonesia, tepatnya di wilayah Kecamatan Alor Timur ditaksir tidak mencapai 12 mil, sebagaimana yang ditentukan dalam UNCLOS 1982, maka dalam menentukan batas wilayah kedua negara, akan menggunakan pengukuran median line (garis tengah), artinya bahwa apabila jarak antara Negara Republik Demokratik Timor Leste dengan Indonesia hanya 11 mil maka tidak menutup kemungkinan bahwa Negara Republik Demokratik Timor Leste akan mendapatkan 5 mil dan Indonesia mendapatkan 5 mil, sedangkan sisanya 1 mil, dipergunakan sebagai zona bebas (high sea).
Pemerintah Republik Indonesia melalui UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otonomi Khusus Papua) meletakan kebijakan baru bagi pembangunan Provinsi tersebut dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan otonomi khusus merupakan jawaban Pemerintah Republik Indonesia terhadap berbagai persoalan yang muncul sejak bergabungnya provinsi tersebut dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia beserta dinamika sosial dan politik termasuk tuntutan untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sering diketahui sebagai gerakan Papua Merdeka.
Otonomi khusus yang diberikan kepada Papua masih belum memberikan makna berarti bagi peningkatan kesejahteraan rakyat Papua. “Rakyat kecewa terhadap otonomi khusus yang berjalan lima tahun. Mereka kecewa karena otonomi tidak memberikan solusi memperbaiki kesejahteraan rakyat.” Pemerintah masih perlu memperhatikan Papua, jika tidak, harus memberikan teritori untuk merdeka.
Dokumen tersebut membahas tentang pencegahan dan penangkalan keimigrasian sebagai fungsi perlindungan kepentingan nasional di Yogyakarta. Ia menjelaskan latar belakang dan permasalahan terkait kebijakan tersebut, serta tujuan untuk menganalisis latar belakang dan manfaatnya sebagai perlindungan kepentingan nasional.
Dokumen tersebut membahas upaya Pemerintah Kota Bekasi dalam mengatasi masalah KTP ganda di kalangan warganya. Ada sekitar 100.000 warga Bekasi yang memiliki KTP ganda akibat mobilitas penduduk yang tinggi dari daerah lain ke Bekasi. Pemerintah melakukan sosialisasi sanksi dan pemutakhiran data untuk mengurangi jumlah KTP ganda, meski menghadapi kendala sumber daya manusia dan anggaran yang terbatas
Penulisan skripsi ini berjudul “PELAKSANAAN PELAPORAN KELAHIRAN OLEH PENDUDUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 DI KOTA YOGYAKARTA”. Dalam penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya Pemerintah Kota Yogyakarta agar masyarakat Kota Yogyakarta tertib dalam melaporkan kelahiran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 di Kota Yogyakarta serta penerapan sanksi terhadap masyarakat yang melaporkan kelahiran tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 di Kota Yogyakarta.
Penelitian ini dispesifikan sebagai penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, yaitu penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang mempelajari literatur-literatur, jurnal-jurnal hokum, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini dan melakukan wawancara dengan Kepala Seksi Penerbitan KK dan KTP, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Yogyakarta, Bapak Drs. Bram Prasetyo Handoyo. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejalah lain dalam masyarakat.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kta Yogyakarta melihat bahwa kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya akta kelahiran mengharuskan pemerintah mengambil kebijakan yang berkaitan dengan proses pelaporan kelahiran khususnya di Kota Yogyakarta. Kendala yang dialami dalam pelaporan kelahiran tersebut. Kesibukan orang tua, belum merasa butuh, sehingga pemerintah menerapkan sanksi bgi masyarakat yang terlambat melaporkan kelahiran, baik itu berupa denda, mendapatkan persetujuan kepala instansi setempat yang melaporkan kelahiran sampai dengan 1 (satu) tahun, maupun mendapat penetapan pengadilan yang melaporkan kelahiran lebih dari 1 (satu) tahun, yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan dijalankan sejak berlakunya Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007. Hal tersebut disebabkan banyknya masyarakat Yogyakarta yang terlambat melaporkan kelahiran tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
Kata Kunci : Pelaporan Kelahiran, UU No. 23 Tahun 2006
Penulisan skripsi ini berjudul “PEMANFAATAN TANAH KAS DESA UNTUK RELOKASI KORBAN ERUPSI MERAPI DI DESA KEPUHARJO, KECAMATAN CANGKRINGAN”. Dalam penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tanah kas desa dalam pelaksanaan relokasi warga korban erupsi Merapi, status rumah dan tanah milik warga yang terkena Erupsi Merapi, serta status kepemilikan rumah dan tanah yang ditempati warga di relokasi.
Penelitian ini dispesifikan sebagai penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, yaitu penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang mempelajari literatur-literatur, jurnal-jurnal hukum, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini dan melakukan wawancara dengan Dwi Handaka Purnama, selaku Kepala Seksi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman, Heru Saptono, selaku Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD, dan Tulus Budiwiratno, selaku Sekertaris Desa Kepuharjo.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejalah lain dalam masyarakat.
Desa Kepuharjo merupakan salah satu desa di Kecamatan Cangkringan, yang mengalami kerusakan terbanyak serta digolongkan sebagai daerah yang tidak boleh ditempati. Untuk menjamin terselenggaranya relokasi bagi warga korban erupsi merapi, diperlukan tanah untuk lokasi baru pada zona aman bencana erupsi. Pengadaan tanah untuk pelaksanaan relokasi di Desa Kepuharjo, menggunakan tanah kas desa (TKD), berdasarkan Izin Pelepasan Tanah Kas Desa Kepuharjo Nomor 31/IZ/2012 tanggal 11 April 2012. Status tanah warga yang terkena erupsi merapi, tetap menjadi milik warga dengan syarat dari pemerintah daerah bahwa tanah tersebut hanya diperuntukan untuk pertanian dan tidak diperbolehkan untuk mendirikan bangunan di atasnya. Status kepemilikan rumah dan tanah bagi warga di tempat relokasi, adalah milik warga yang menempati. Pemerintah memberikan sertifikat sebagai tanda bukti kepemilikannya.
Kata Kunci : Pemanfaatan Tanah, Tanah Kas Desa, Erupsi Merapi
Permasalahan ini semakin kompleks di lapangan karena arah kebijakan nasional dalam hal pengendalian alih fungsi lahan pertanian sering bertabrakan dengan kebijakan pemerintah daerah yang lebih memprioritaskan kepentingan lokal dan kebijakan daerah. Walaupun penerapan kebijakan pengendalian alih fungsi lahan masih dipandang cukup efektif dalam membatasi penggunaan lahan sawah bagi kegiatan nonpertanian (seperti mekanisme perijinan lokasi dan penerapan Rencana Tata Ruang Wilayah), namun ternyata masih banyak prilaku “spekulan tanah” yang tidak terjangkau oleh penerapan kebijakan tersebut.
More from Law Firm "Fidel Angwarmasse & Partners" (11)
PERUBAHAN ALIH FUNGSI LAHAN DARI TANAH PERTANIAN MENJADI TANAH NON PERTANIAN ...
MELARANG PERKAWINAN BEDA AGAMA : PELANGGARAN HAK KONSTITUSI DAN HAK ASASI MANUSIA
1. MELARANG PERKAWINAN BEDA AGAMA : PELANGGARAN HAK
KONSTITUSI DAN HAK ASASI MANUSIA
Oleh :
Fidelis Angwarmasse, SH. *
Indonesia negara hukum. Sebagai konsekuensi logis bahwa Negara Indonesia sebagai
Negara yang berdasarkan hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh
hukum termasuk mengenai perkawinan. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974,
yang mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975, adalah merupakan salah satu bentuk
Unifikasi dan kodifikasi hukum di Indonesia tentang perkawinan beserta akibat hukumnya.
UU Perkawinan merupakan salah satu wujud aturan tata tertib pernikahan yang
dimiliki oleh negara Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, disamping aturan-aturan tata
tertib pernikahan yang lain yaitu Hukum Adat dan Hukum Agama. Agar terjaminnya
ketertiban pranata pernikahan dalam masyarakat, maka Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, menentukan bahwa setiap perkawinan harus
dicatat oleh petugas yang berwenang. Keharusan pencatatan perkawinan merupakan hal yang
sangat penting terutama sebagai alat bukti yang dimiliki seseorang, apabila terjadi suatu
permasalahan dikemudian hari.
Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, menyebutkan bahwa : “Perkawinan adalah sah,
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Bunyi
pasal tersebut, dalam perkembangannya dirasakan merupakan bentuk diskriminasi serta
pelanggaran negara terhadap hak konstitusi dan Hak Asasi Manusia warga negaranya.
Sebagai negara hukum, yang telah memiliki instrumen hukum berupa Undang-
Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), sudah menjadi
tanggungjawab negara untuk melindungi dan menjamin kebebasan warga negaranya untuk
2. memilik pasangannya dalam membentuk sebuah keluarga melalui ikatan perkawinan.
Tanggungjawab negara tersebut telah dituangkan ke dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang
No. 39 Tahun 1999, yang menyebutkan : “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah”. Walaupun secara tegas telah diatur
dalam pasal tersebut, namun sangat disayangkan negara justru melarang serta membatasi
perkawinan beda agama, sebagaimana bunyi pada Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan.
Konsekuensi larangan serta pembatasan tersebut, negara sendiri telah membuka ruang
seluas-luasnya untuk terjadinya penyelundupan hukum. Pasangan berbeda agama akan
melakukan berbagai cara agar dapat melangsungkan perkawinannya, yaitu dengan
melangsungkan pernikahan di luar negeri atau bahkan salah satu pasangan berpura-pura
pindah agama.
Seperti diketahui, Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan saat ini sedang dalam proses
Judisial Review di Mahkamah Konstitusi, yang diajukan oleh 5 orang mahasiswa dan alumni
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, diantaranya Anbar Jayadi, Luthfi Saputra, Varida
Megawati Simarmata, Agata Yuvens dan Rangga Sujud Widigda selaku Pemohon. Dalil
pemohon bahwa Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, telah menyebabkan ketidakpastian hukum
bagi yang akan melakukan perkawinan beda agama di Indonesia, yang imbasnya masyarakat
Indonesia yang hendak melangsungkan pernikahan beda agama justru menghindari pasal
tersebut dengan cara ‘penyelundupan hukum’. Yaitu, dengan menggunakan modus
pernikahan di luar negeri atau juga penikahan secara adat. Atas dasar tersebut Pemohon
meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar menyatakan Pasal 2 ayat (1) UU No 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan bertentangan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28B ayat (1), Pasal 28D
ayat (1) Pasal 28E ayat (1), Pasal 28E ayat (2), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 karena tidak punya kekuatan
hukum yang mengikat.
Terdapat pro kontra sehubungan dengan Judisial Review Pasal 2 ayat (1) UU No 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut Nikson Lalu, Anggota Komisi Hukum
Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) dalam keterangannya di persidangan sebagai
pihak terkait dalam sidang gugatan UU Perkawinan memberikan keterangan bahwa ketentuan
yang melarang adanya perkawinan beda agama melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Larangan itu berpotensi menimbulkan perilaku yang menyimpang dari nilai moral seperti
hidup bersama tanpa perkawinan atau kumpul kebo. Banyak pasangan yang beda agama
terjebak dalam situasi yang tidak mereka kehendaki yaitu tidak memiliki rasa moral seperti
hidup bersama tanpa menikah. Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan mengandung potensi
3. hilangnya pengakuan atas pernikahan beda agama. Catatan sipil menolak untuk mencatatkan
pernikahan pasangan beda agama. Pasal tersebut, justru membuat potensi penyimpangan
moral dan spiritual karena banyaknya catatan sipil menolak menikahkan pasangan-pasangan
tersebut. Nikson mengakui gereja bukan merupakan entitas yang berdiri sendiri. Harus juga
patuh pada peraturan negara. Meski demikian, hal itu bukan berarti gereja tidak
diperbolehkan kritis terhadap kebijakan negara yang bersifat diskriminatif. Bahwa penerapan
Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan telah menyimpang dari rasa keadilan, karena secara teologis
orang yang berbeda agama pun tidak boleh dilarang untuk menikah.
Pendapat berbeda muncul dari Saiful Bahri, Kepala Divisi Hukum Muhammadiyah,
sebagai Pihak Terkait dalam sidang pengujian UU Perkawinan, Saiful Bahri menyampaikan
bahwa hukum positif Indonesia tidak mewadahi dan tak mengakui perkawinan beda agama.
Perkawinan tersebut (beda agama) tidak bisa dilakukan dan didaftarkan secara Islam, yaitu
KUA. Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan tidak mencerminkan adanya pelanggaran hak azasi
manusia dan hak konstitusional warga negara yang didalilkan oleh lima Mahasiswa dan
alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia sebagai pemohon. Apabila perkawinan tidak
berdasarkan agama dan kepercayaannya itu, maka hal tersebut bertentangan dengan alinea
keempat UUD 1945 yang menyatakan : “Suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa …...
Permasalahan perkawinan beda agama, bukanlah permasalahan agama itu sendiri
melainkan permasalahan bagaimana tanggungjawab negara melalui produk hukumnya, dapat
melindungi serta menjamin terlaksananya hak-hak warga negaranya. Dalam konteks negara
hukum, permasalahan perkawinan beda agama adalah permasalahan hukum, bukan
permasalahan agama. Sedangkan tafsiran agama tentang perkawinan beda agama adalah
permasalahan teologis dan tafsiran-tafsiran agama. Oleh karena Indonesia adalah negara
hukum maka sudah sepatutnya yang menjadi dasar adalah hukum nasional. Meskipun hukum
nasional (UU Perkawinan) mengacu pada hukum agama, namun cendrung lebih terikat pada
dasar filosofi bangsa yang Bhineka Tunggal Ika. Artinya, prinsip mengakui keragaman
bangsa dan kemajemukan masyarakat haruslah menjadi dasar dari pembentukan dan
pembuatan suatu hukum maupun undang-undang yang bersifat nasional.
Hukum (UU) tidak boleh sarat diskriminasi. Harus berlaku umum, tidak boleh ada
satu produk hukum pun yang hanya menguntungkan kelompok tertentu dan mengabaikan
kelompok lainnya. Setiap warga negara dijamin hak-haknya yang sama dan sederajat, apa
pun latar belakangnya, entah latar belakang agama, keyakinan, dan kepercayaannya. Setiap
pertimbangan dan alasan untuk membuat perundang-undangan haruslah memperhitungkan
4. kesamaan dan kesederajatan warga negara dalam pemenuhan hak-hak mereka, tanpa
membedakan antara satu kelompok warga negara dengan yang lainnya atas dasar perbedaan
agama dan kepercayaan.
Melarang Perkawinan Beda Agama merupakan bentuk pelanggaran hak konstitusi
sebagaimana tersebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
serta pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana tersebut dalam Undang-Undang No. 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
* Advokat / Pengacara – Konsultan Hukum
Founder dan Managing Partner
Law Office “Fidel Angwarmasse & Partners”
Jl. Sungai Sambas III No. 5, 3rd Floor, Kebayoran Baru – Jakarta Selatan
Telp. 021 93389928
Hp. : 082199744546 // 085821313103
Pin : 73D42C7D