Pendidikan Kewarganegaraan : Kedudukan penduduk dan wni menurut uud 1945Davis Lesmana
Menurut pasal 26 ayat(2) UUD 1945, penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Selanjutnya pasal 26 ayat (1) UUD 1945 mengasakan bahwa, warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahakan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Sebagai negara hukum, yang telah memiliki instrumen hukum berupa Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), sudah menjadi tanggungjawab negara untuk melindungi dan menjamin kebebasan warga negaranya untuk memilik pasangannya dalam membentuk sebuah keluarga melalui ikatan perkawinan. Tanggungjawab negara tersebut telah dituangkan ke dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, yang menyebutkan : “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah”
Pendidikan Kewarganegaraan : Kedudukan penduduk dan wni menurut uud 1945Davis Lesmana
Menurut pasal 26 ayat(2) UUD 1945, penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Selanjutnya pasal 26 ayat (1) UUD 1945 mengasakan bahwa, warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahakan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Sebagai negara hukum, yang telah memiliki instrumen hukum berupa Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), sudah menjadi tanggungjawab negara untuk melindungi dan menjamin kebebasan warga negaranya untuk memilik pasangannya dalam membentuk sebuah keluarga melalui ikatan perkawinan. Tanggungjawab negara tersebut telah dituangkan ke dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, yang menyebutkan : “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah”
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
5. A. Pengertian Hukum Perdata
A
Semua hukum privat materil, yaitu segala hukum pokok yang
mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan
Subekti
B
Hukum yang mengatur kepentingan antara warga negara perseorangan
yang ada dengan warga negara perseorangan yang lain
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan
C
Suatu rangkaian hukum antara orang-orang atau badan
hukum satu sama lain tentang hak dan kewajiban
Wirjono Prodjodikoro
D
Hukum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan
yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan keluarga dan di dalam
pergaulan masyarakat. Pelaksanaannya diserahkan masing-masing pihak
Sudikno Mertokusumo
E
Hukum yang memuat peraturan dan ketentuan hukum yang meliputi
hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain di dalam
masyarakat dengan menitikberatkan kepada kepentingan perorangan
Asis Safioedin
B C
D E
6. B. Pengertian Hukum Perdata Dalam
Arti Luas dan Dalam Arti Sempit
• Hukum Perdata dalam arti luas adalah bahan hukum sebagaimana
tertera dalam KItab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (WVK) beserta sejumlah undang-
undang yang disebut undang-undang tambahan lainnya.
• Hukum Perdata dalam arti sempit adalah Hukum Perdata sebagaimana
terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).
7. C. Sistem Hukum Perdata di Indonesia
Keanekaragaman sistem hukum perdata di Indonesia sudah berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda
disebabkan adanya Pasal 163 IS dan Pasal 131 IS (Indische Staatsregeling). BW berlaku di Indonesia pada tanggal
1 Mei 1848 dengan berlakunya asas konhordansi/asas persamaan
Golongan penduduk di Indonesia dibagi 3, yaitu:
1. Golongan Eropah
2. Golongan Timur Asing
3. Golongan Bumi Putera
Pasal 163 IS
Hukum yang berlaku bagi setiap golongan
1. Golongan Eropah berlaku BW
2. Golongan Timur Asing Tionghoa berlaku seluruh
Hukum Perdata Eropah dengan beberapa
pengecualian dan tambahan
3. Golongan Timur Asing bukan Tionghoa berlaku Hukum
Perdata Eropah dan hukum adatnya masing-masing
4. Golongan Bumi Putera berlaku hukum adatnya
masing-masing dengan pengecualian
Pasal 131 IS
9. A. Pengertian Subyek Hukum
Subekti
Mertokusumo
Syahran
Pembawa hak atau subyek di dalam hukum, yaitu orang
Segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan
kewajiban dari hukum
Pendukung hak dan kewajiban
10. B. Manusia Sebagai Subyek Hukum
01
02
Anak yang ada dalam
kandungan seorang
perempuan, dianggap
sebagai telah
dilahirkan, bilamana
juga kepentingan si
anak menghendakinya
Mati sewaktu
dilahirkannya,
dianggaplah ia tidak
pernah telah ada
Terhadap Pasal 2 KUHPerdata ada
para sarjana yang menyebut rechts
fictie dan ada para sarjana yang
menyebut fixatie
Seseorang mulai sebagai Subyek
Hukum sejak dilahirkan sampai
meninggal dunia dengan mengingat
Pasal 2 KUHPerdata
11. C. Badan Hukum Sebagai Subyek Hukum
Wirjono
Prodjodikoro
Suatu badan yang
disamping manusia
perorangan juga dapat
bertindak dalam hukum
dan yang mempunyau
hak-hak, kewajiban-
kewajiban dan
kepentingan-
kepentingan hukum
terhadap orang lain atau
badan lain.
Badan hukum dapat
dikategorikan subyek
hukum karena
1. Badan hukum itu
mempunyai
kekayaan sendiri
2. Sebagai pendukung
hak dan kewajiban
3. Dapat menggugat
dan digugat di muka
pengadilan
4. Ikut serta dalam lalu
lintas hukum.
Semuanya itu
dilakukan melalui
para pengurusnya
Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan
Baik perhimpunan
maupun yayasan,
kedua-duanya berstatus
sebagai badan hukum,
jadi merupakan person
pendukung hak dan
kewajiban
12. Teori Hakikat Badan Hukum
Freidrich Carl Von
Savigny
Teori Fiksi
Brinz
Teori Harta
Kekayaan
Molengraaft
Teori Kekayaan
Bersama
Paul Scholter
Teori Kekayaan
Yuridis
Otto Von Gierke
Teori Organ
Badan hukum (rechts/person) biasa juga disebut pribadi
hukum (Soerjono Soekamto), pusara hukum (Oetarid
Sadino), dan awak hukum (malikul Adil).
13. Syarat material
• Harus adanya
kekayaan yang
terpisah
• Mempunyai tujuan
tertentu
• Mempunyai
kepentingan sendiri
• Adanya organisasi
yang teratur
Pasal 1653 KUHPerdata, badan
hukum dibedakan menjadi
• Badan hukum yang didirikan oleh
pemerintah, misal: provinsi, bank-
bank pemerintah
• Badan hukum yang diakui
pemerintah, misal: perseroan,
gereja
• Badan hukum yang didirikan untuk
maksud tertentu, misal: PT
• Badan hukum berdasarkan sifatnya:
o Badan Hukum Publik, misal:
provinsi, kabupaten
o Badan Hukum Keperdataan,
misal: yayasan, firma
Syarat formal
Harus memenuhi syarat
yang ada hubungannya
dengan permohonan
untuk mendapatkan
status sebagai badan
hukum (diatur dalam
KUHD)
Syarat dan Klasifikasi
14. D. Domisili / Tempat
Tinggal
Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan
Tempat dimana seseorang
dianggap selalu hadir
mengenai hal melakukan hak-
haknya dan memenuhi
kewajibannya juga meskipun
kenyataannya dia tidak disitu
Pasal 77, Pasal 1393;
2 KUHPerdata
Tempat dimana sesuatu
perbuatan hukum harus
dilakukan. Bagi orang yang
tidak mempunyai tempat
kediaman tertentu, maka
tempat tinggal dianggap
dimana ia sungguh-sungguh
berada
Pengertian Domisili
15. Macam-macam Domisili
• Tempat tinggal sukarela/bebas yang tidak
terikat/tergantung hubungannya dengan orang lain
• Tempat tinggal yang wajib/tidak bebas
Tempat tinggal sesungguhnya
• Dipilih atas dasar undang-undang
• Dipilih secara bebas
Tempat tinggal yang dipilih
a. Tempat tinggal sukarela atau bebas
b. Tempat tinggal yang bergantung pada orang lain
Tempat tinggal umum
a. Tempat tinggal yang terpaksa dipilih ditentukan
undang-undang (Pasal 106: 2 KUHPerdata)
b. Tempat tinggal yang dipilih secara sukarela (Pasal
24 : 1 KUHPerdata)
Tempat tinggal khusus
A
B
C
D
Menurut Surbekti ada juga yang disebut
“rumah kematian” atau “domisili
penghabisan”, yaitu rumah dimana
seseorang meninggal dunia
Menurut KUHPerdata domisili/tempat
tinggal ada dua jenis
16. Arti Pentingnya Domisili Untuk Seseorang
Domisili itu penting untuk seseorang dalam hal sebagai berikut:
• Untuk menentukan atau menunjukan suatu tempat dimana
berbagai perbuatan hukum harus dilakukan, misalnya
mengajukan gugatan, pengadilan mana yang berwenang
mengadili (menurut Sri Soedewi M. Sofwan)
• Untuk mengetahui dengan siapakan seseorang itu melakukan
hubungan hukum serta apa yang menjadi hak dan kewajiban
masing-masing (Ridwan Syahrani)
• Untuk membatasi kewenangan berhak seseorang.
17. E. Keadaan Tidak Hadir (Afwezeigheid)
Pasal 463 KUHPerdata
“Seorang tidak hadir jika ia meninggalkan tempat tinggalnya tanpa membuat
suatu surat kuasa untuk mewakilinya dalam usahanya serta kepentingannya
atau dalam mengurus hartanya serta kepentingannya atau jika kuasa yang
diberikan tidak berlaku lagi”. Dalam KUHPerdata dikenal ada 3 masa (3
tingkatan) keadaan tidak hadir seseorang, yaitu:
1. Pengambilan tindakan sementara
2. Masa adanya kemungkinan sudah meninggal
3. Masa pewarisan definitif
19. • Pasal 1 “Perkawinan adalah
ikatan lahir bathin antara seorang
pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa
• Ali Afandi “Perkawinan adalah
suatu persetujuan kekeluargaan”
• Subekti “Perkawinan adalah
hubungan hukum antara seorang
pria dengan seorang wanita
untuk hidup bersama dengan
kekal, yang diakui oleh Negara
A. Arti dan Tujuan
Perkawinan
20. Sahnya perkawinan apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu
Pasal 2 ayat 1
Perkawinan itu hanya dipandang dalam hubungan-hubungan
perdata
Pasal 26 KUHPerdata
A. Sahnya
B. Sahnya
Perkawinan
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku
Pasal 2 ayat 2
21. C. Asas
Perkawinan
• UU No. I/1974 menganut asas monogami tidak mutlah yang dapat
dilihat di Pasal 3
• Kitab Undang-undang Hukum Perdata menganut asas monogami
mutlak
Pasal 27 dan 28 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa asas perkawinan adalah
monogami serta menganut adanya asas kebebasan kata sepakat diantara para calon
suami isteri, melarang adanya poligami.
22. D. Syarat-syarat Perkawinan
Pasal 6 s/d Pasal 11 memuat mengenai syarat perkawinan yang bersifat
materiil. Syarat perkawinan secara formal pada Pasal 12 UU No. I/1974
direalisasikan dalam Pasal 3 s/d Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun
1975, dapat disimpulkan sebagai berikut:
• Pemberiahuan dari yang akan melangsungkan perkawinan.
• Penelitian dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan.
• Pengumuman.
• Pemberian akta perkawinan.
23. E. Putusnya Perkawinan
Pasal 38 UU No. I/1974 menyebutkan putusnya
perkawinan dapat disebabkan karena:
• Kematian
• Perceraian
• Atas keputusan pengadilan
Cerai Talak
Perceraian yang
dijatuhkan oleh seorang
suami kepada isterinya
yang perkawinannya
dilaksanakan menurut
agama Islam (Pasal 14
PP No. 9/1975)
Cerai Gugat
Perceraian yang dilakukan
oleh seorang isteri yang
melakukan perkawinan
menurut agama Islam dan
oleh seorang suami atau
seorang isteri yang
melangsungkan
perkawinannya menurut
agamanya dan
kepercayaan itu selain
agama Islam (Penjelasan
Pasal 20 ayat (1) PP No.
9/1975)
24. Alasan-alasan Perceraian
01 02 03
04 05 06
Salah satu pihak
berbuat zina atau
menjadi pemabuk,
pemadat, penjudi,
dan lain
sebagainya yang
sukar
disembuhkan
Salah satu pihak
meninggalkan
pihak lain selama
2 tahun berturut-
turut tanpa ijin
pihak lain dan
tanpa alasan yang
sah atau karena
hal lain diluar
kemampuannya
Salah satu pihak
mendapat
hukuman 5 tahun
atau hukuman
yang lebih berat
setelah
perkawinan
berlangsung
Salah satu pihak
melakukan
kekejaman atau
penganiayaan
berat yang
membahayakan
pihak lain
Salah satu pihak
mendapat cacat
badan atau
penyakit dengan
akibat tidak dapat
menjalankan
kewajibannya
sebagai suami
isteri
Antara suami dan
isteri terus
menerus terjadi
pertengkaran dan
perselisihan dan
tidak ada harapan
akan hidup rukun
lagi dalam rumah
tangga
Pasal 19 PP No. 9/1975
25. Akibat Perceraian
Akibat perceraian
pada anak dan
isteri (Pasal 41
UU No I/1974)
Akibat perceraian
pada harta
kekayaan (Pasal
37 UU No. I/1974)
Akibat perceraian
terhadap status
para pihak
27. A. SISTEMATIKA
HUKUM
PERDATA
1. Perihal orang/van personen
2. Perihal benda/van zaken
3. Perihal perikatan/van verbintennisen
4. Perihal pembuktian dan lewat waktu
(daluwarsa)/van bewijsen verjaring
Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (B.W.)
• Hukum tentang diri seseorang
• Hukum kekeluargaan
• Hukum kekayaan
Ilmu Hukum
28. B. Kedudukan Buku II Sekarang
Dengan berlakunya/diundangkannya Undang-undang Pokok Agraria No. 5
tahun 1960 (UUPA) yang mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960,
Buku II tentang benda mengalami perubahan besar. Perubahan tersebut
terdapat dalam dictum Undang-undang Pokok Agraria, yang menyatakan:
“Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang
mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya,
kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku pada
mulai berlakunya undang-undang ini”.
29. Pasal-pasal yang masih berlaku penuh
• Tentang benda bergerak pasal 505, 509 - 518 KUHPerdata
• Tentang penyerahan benda bergerak pasal 612, 613 KUHPerdata
• Tentang bewoning khusus mengenai rumah pasal 826, 827 KUHPerdata
• Tentang Hukum Waris pasal 830 – 1130 KUHperdata, walaupun ada beberapa pasal
mengenai tanah diwarisi menurut hukum yang berlaku bagi si pewaris
• Tentang piutang yang diistimewakan (Prenilegie) pasal 1131 – 1149 KUHPerdata
• Tentang gadai, karena gadai merupakan jaminan terhadap benda bergerak saja, pasal
1150 – 1160 KUHPerdata
• Tentang hipotik karena hipotik belum diatur dalam UUPA. Walaupun begitu ketentuan-
ketentuan mengenai segi formil/acara yaitu mengenai pembebanan/pemberian hipotik dan
pendaftaran hipotik harus tunduk pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam UUPA, PP 10
tahun 1961, PMA 15 tahun 1961, beserta peraturan-peraturan pelaksana lainnya.
30. Pasal-pasal yang tidak berlaku lagi
• Tentang benda tak bergerak yang melulu berhubungan dengan hak-hak mengenai tanah
• Tentang cara memperoleh hak milik mengenai tanah
• Tentang penyerahan benda-benda tak bergerak tentang kerja Rodi pasal 673 KUHPerdata
• Tentang hak dan kewajiban pemilik pekarangan bertetangga pasal 625 – 672 KUHPerdata
• Tentang pengabdian pekarangan (erfdienstbaarheid) pasal 674 – 710 KUHPerdata
• Tentang hak opstal pasal 711 – 719 KUHPerdata
• Tentang hak erfpacht pasal 720 – 736 KUHPerdata
• Tentang bunga tanah dan hasil persepuluh pasal 737 – 755
31. Pasal-pasal yang masih berlaku tapi
tidak sepenuhnya
• Tentang benda pada umumnya
• Tentang cara membedakan benda pasal 503 - 505 KUIHPerdata
• Tentang benda sepanjang mengenai tanah
• Tentang hak milik sepanjang tidak mengenai tanah
• Tentang hak memungut hasil sepanjang tidak mengenai tanah, pasal 756
KUHPerdata
• Tentang hak pakai sepanjang tidak mengenai tanah pasal 818 KUHPerdata
32. C. Sistem dari pada Buku II / Hukum Perdata
• Sistem yang dianut dalam Buku II/Hukum Benda adalah sistem tertutup, artinya
orang tidak dapat mengadakan/membuat hak-hak kebendaan yang baru selain
yang sudah ditetapkan dalam undang-undang.
• Sistem yang dianut oleh hukum perikatan dalam buku III adalah sistem terbuka,
artinya setiap orang dapat bebas membuat perjanjian apa saja selain apa yang
telah ditetapkan oleh undang-undang, asal tidak bertentangan dengan undang-
undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
33. D. Pengertian Benda
Pengertian benda secara hukum dapat dilihat dalam pasal 499 KUHPerdata yang
berbunyi sebagai berikut:
“Menurut paham undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap
barang dan tiap-tiap hak-hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”.
34. E. Pembedaan Macam-macam Benda
Menurut KUHPerdata, benda itu dapat dibedakan sebagai berikut:
• Benda berwujud dan tidak berwujud – lihamelijk, onlichamelijk.
• Benda bergerak dan tidak bergerak.
• Benda yang dapat dipakai habis/vebruikbaar dan benda yang tidak dapat
dipakai habis/onverbruikbaar.
• Benda yang sudah ada/tegenwoordige zaken dan benda yang masih akan
ada/toekkomstige zaken.
35. Pembedaan yang terpenting dan biasa/sering digunakan adalah pembedaan
mengenai benda bergerak dan benda tidak bergerak.
• Benda bergerak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Benda bergerak karena sifatnya/pasal 509 KUHPerdata, dapat
dipindahkan dan dapat pindah sendiri
2. Benda bergerak karena undang-undang
• Benda tidak bergerak dibagi tiga, yaitu:
1. Benda tidak bergerak karena sifatnya
2. Benda tidak bergerak karena tujuannya
3. Benda tidak bergerak karena undang-undang
36. Empat hal yang penting untuk membedakan antara benda bergerak dengan
benda tidak bergerak, yaitu:
1. Mengenai bezitnya
2. Mengenai leveringnya/penyerahannya
3. Mengenai verjaring/kadaluwarsa/lewat waktu
4. Mengenai bezwaring/pembebanannya
39. A. Pengertian Hukum Pidana
Bab I
Pengantar
Hukum Pidana
H. Fungsi Hukum Pidana
E. Sifat Hukum Pidana
G. Sejarah Hukum Pidana Indonesi
I. Sanksi dalam Hukum Pidana
B. Istilah “Hukum Pidana” dan Pembagian Hukum Pidana dalam arti Luas
F. Sumber Hukum Pidana Indonesia
C. Pembagaian hukum pidana dalam arti sempit (Hukum Pidana Materiil)
D. Jenis Hukum Pidana
40. A. Pengertian Hukum Pidana
A
Perintah dan larangan, yang atas
pelanggarannya telah ditentukan ancaman
sanksi terlebih dahulu telah ditetapkan oleh
lembaga negara yang berwenang,
Hazewinkel–Suringa
memberikan pengertian yang
luas, dikatakannya Hukum
pidana tersebut meliputi:
B
Aturan-aturan yang menentukan
bagaimana atau dengan alat apa negara
dapat memberikan reaksi pada mereka
yang melanggar aturan-aturan tersebut,
C
Kaidah-kaidah yang menentukan
ruang lingkup berlakunya peraturan-
peraturan tersebut pada waktu tertentu
dan di wilayah negara tertentu.
41. B. Istilah “Hukum Pidana” dan Pembagiannya
Perbuatan-perbuatan yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang dan diancam
dengan pidana bagi barang siapa yang
melanggar larangan tersebut.
Hukum Pidana Materiil
Aturan-aturan tentang pelaksanaan
pidana penjara, pidana kurungan,
tindakan terhadap anak yang
melakukan tindak pidana, dan
sebagainya.
Hukum Pelaksanaan Pidana
aturan-aturan yang mengatur tentang
bagaimana negara dengan perantara
alatalatnya (polisi, jaksa, hakim)
melaksanakan haknya untuk mengenakan
Pidana sebagaimana telah diancamkan
Hukum Pidana formil
42. C. Pembagaian Hukum Pidana
• Hukum Pidana umum (berlaku untuk
seluruh wilayah Indonesia, KUHP dan
Undang-undang tersebar di luar KUHP)
• Hukum Pidana lokal (Perda untuk daerah-
daerah tertentu)
1. Berdasarkan wilayah
keberlakuannya
• Hukum Pidana tertulis
• Hukum Pidana tidak tertulis
(Hukum Pidana Adat)
2. Berdasarkan bentuknya
Awesome Presentation
ALLPPT Layout Clean Text Slide for your Presentation
43. D. Jenis Hukum Pidana
1. Hukum Pidana Umum
adalah Hukum Pidana yang
berlaku untuk setiap orang.
Sumbernya ada dalam KUHP.
2. Hukum Pidana Khusus
(bijzonder strafrecht) adalah
aturan-aturan hukum pidana
yang menyimpang dari hukum
pidana umum
Sudarto juga menyebut istilah
Undang-undang Pidana
Khusus yang diklasifikasikan
dalam tiga dikelompok
a. Undang-undang yang tidak
dikodifikasikan (ongecodificeerd
strafrecht), .
b. Peraturan-peraturan hukum
administratif yang
mengandung sanksi pidana
c. Undang-Undang yang
mengandung hukum pidana
khusus yang mengatur tentang
tindak pidana-tindak pidana
untuk golongan tertentu atau
perbuatan-perbuatan tertentu
44. E. Sifat Hukum Pidana
Norma tidak terdapat dalam peraturan pidana, melainkan dalam aturan-aturan di
luar hukum pidana, baik hukum tertulis (Hukum Perdata, Hukum Dagang dan
lainnya) maupun hukum tidak tertulis. Aturan pidana hanya untuk mengatur
hubungan negara dengan penjahat, hanya memuat ancaman pidana belaka,
aturan ini hanya dipergunakan untuk mempidana seseorang yang tidak taat akan
norma-norma.
Binding mengatakan:
Hukum pidana tersebut adalah hukum sanksi, bukan hukum publik, dan juga
bukan hukum privat.
Utrech berpendapat:
Sebagian besar kaidah-kaidah Hukum Pidana bersifat hukum publik, sebagian
bersifat campuran antara hukum publik dan hukum privat. Hukum Pidana
memiliki sanksi yang istimewa karena sifatnya keras melebihi sanksi bidang
hukum lainnya. Hukum Pidana berdiri sendiri, karena juga menciptakan kaidah-
kaidah baru yang tujuannya dan sifatnya lain dari tujuan dan sifat hukum lainnya
Andi Zaenal Abidin berpendapat:
45. F. Sumber Hukum di Indonesia
a. Buku I bagian umum, Buku II tentang Kejahatan, Buku III tentang Pelanggaran,
dan
b. Memorie van Toelichting (MvT) atau Penjelasan terhadap KUHP. Penjelasan ini
tidak seperti penjelasan dalam perundang-undangan Indonesia. Penjelasan ini
disampaikan bersama rancangan KUHP pada Tweede Kamer (Parlemen Belanda)
pada tahun 1881 dan diundang tahun 1886.
1. KUHP (Wet Boek van Strafrecht) sebagai sumber utama
hukum pidana Indonesia terdiri dari :
2. Undang-undang di luar KUHP yang berupa tindak
pidana khusus, seperti UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, UU Tindak Pidana Ekonomi, UU Narkotika, UU
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT):
3. Di daerah-daaerah tertentu untuk perbuatan-perbuatan
tertentu yang tidak diatur oleh hukum pidana positif,
hukum adat (hukum pidana adat) masih tetap berlaku.
46. G. Sejarah Hukum
Pidana Indonesia
Hukum pidana pada masa penjajahan
Belanda dapat dilihat dari dua masa, yaitu
masa sebelum kekuasaan pemerintah
Belanda dan masa pemerintahan Belanda,
Selanjutnya pada tahun 1766 Statuta Batavia diperbaharui diberikan nama
Nieuwe Bataviase Statuten (Statuta Betawi Baru) yang berlaku sampai dengan
tahun 1866.
Dualisme hukum pidana Indonesia baru berakhir setelah Belanda kembali meninggalkan Indonesia.
Untuk mengatasi persoalan ini dikeluarkan UU No. 73 tahun 1958 yang menyatakan bahwa UU No. 1
tahun 1946 berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa KUHP yang berlaku
sekarang adalah WvSNI dengan perubahanperubahan yang dilakukan oleh pemerintah Republik
Indonesia. Perubahanperubahan tersebut dapat berupa penghapusan tindak pidana, penambahan
tindak pidana baru, penambahan jenis sanksi, maupun perubahan sanksi pidana, dan sebagainya.
47. H. Fungsi Hukum Pidana
Fungsi umum Hukum Pidana adalah untuk mengatur hidup
kemasyarakatan dan menyelenggarakan tata dalam
masyarakat. Sedangkan menurut Oemar Senoadji Hukum
adalah alat untuk menuju ke policy dalam bidang ekonomi,
sosial dan kebudayaan.
Fungsi khusus Hukum Pidana adalah untuk melindungi
kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak
memperkosanya, dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya
lebih tajam dari sanksi hukum yang lainnya. Kepentingan hukum
meliputi orang, kelompok orang (masyarakat, negara, dan
sebagainya)
48. I. Sanksi dalam Hukum Pidana
Dalam KUHP dikenal sistem, namun
dalam tindak pidana-tindak pidana
tertentu di luar KUHP dikenal pula
sistem komulasi.
Pidana pokok terdiri dari :
pidana mati,pidana penjara,
pidana kurungan,da pidana
denda
Pidana tambahan terdiri dari
pencabutan hak tertentu,
perampasan barang tertentu,
dan pengumuman putusan
hakim
Sanksi pidana dipergunakan
untuk mempertahankan norma-
norma yang diakui dalam
hukum.
Sanksi pidana adalah sanksi
yang tajam, karena bisa
mengenai harta benda,
kehormatan, badan, bahkan
nyawa seseorang
Sanksi pidana yang menderitakan
telah menempatkan hukum pidana
sebagai ultimum remidium (obat
terakhir), maksudnya hukum
pidana baru dipergunakan bila
upaya-upaya hukum yang lain
dianggap tidak mampu.
49. J. Ilmu Hukum Pidana
01 02
03 04
Ilmu hukum pidana
harus menerangkan,
menganalisis dan
mensistimatisasikan
hukum pidana positif
dalam rangka
penerapannya yang
tepat
Ilmu hukum pidana juga
memiliki fungsi kritik,
yaitu melakukan
analisis logis yuridis
terhadap asa-asas
hukum pidana untuk
dapat menyelaraskan
antara undang-undang
hukum pidana dengan
asas-asas tersebut
Ilmu hukum pidana tidak dapat
dilepaskan dari sejarah dalam hal
perluasan pengertian,
perkembangan peraturan-
peraturan hukum pidana
memerlukan kajian sosiologis dan
psikologis dan kejiwaan, dan juga
kajian filsafat dalam hal mencari
pembenaran pemidanaan.
Ilmu hukum pidana juga
melingkupi penelaahan
proses beracara, karena
penerapan hukum
pidana terlaksana
melalui aturan-aturan
prosesuil.
Remelink mengatakan :
50. Bab II
Tindak Pidana
C. Penempatan
Norma dan
Sanksi
D. Jenis-Jenis
Tindak Pidana
(Delik)
E. Hal-Hal yang Perlu
diperhatikan dalam
Rumusan Tindak
Pidana
A. Pengertian
Tindak Pidana
B. Merumuskan
Norma dalam
Tindak Pidana
51. Bab III
Pidana dan Pemidanaan
Pengertian Pidana
dan Tindakan
Tujuan Pemidanaan
Jenis-Jenis Pidana
dalam KUHP
Tindakan